BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Tutupan Karang di Pulau Semak Daun Pulau Semak Daun dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan dengan kedalaman kurang dari 5 meter, dan juga memiliki daerah rataan karang yang cukup luas (reef flat) dan berpasir putih. Menurut TNKpS (2008) pulau-pulau di Kepulauan Seribu umumnya dikelilingi oleh terumbu karang tepian ( fringing reefs) pada kedalaman 0,5-10 meter. Jenis-jenis karang yang dapat ditemukan di sini termasuk ke dalam jenis karang keras (hard coral) dan karang lunak (soft coral). Kondisi ekosistem terumbu karang di Pulau Semak Daun pada setiap lokasi pengamatan berbeda dikarenakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi terumbu karang (Gambar 13). Menurut TNKpS (2008) kondisi terumbu karang di wilayah Kepulauan Seribu umumnya berada di wilayah Kepulauan Serbiu Utara di kawasan TNKpS dengan kategori rusak sampai sedang. Presentase penutupan karang hidup di kawasan TNKpS berkisar antara 4,3-50,7% dan dominasi tutupan unsur-unsur abiotik seperti pasir, pecahan karang, serta karang mati umumnya telah melampaui 50%. Kerusakan terumbu karang ini sebagian besar diakibatkan oleh kegiatan pariwisata bawah air yang tidak menggunakan cara yang benar, pengambilan karang untuk bahan bangunan dan cara pengkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan bahan kimia. Siregar (2008) dan Novianto (2012) didapatkan persentase tutupan karang di Pulau Semak Daun berkisar 11,17-80,24%. Persentase terendah terdapat pada Stasiun 1, dengan komposisi hard coral 11,17%, DCA ( Dead Coral Algae), DC (Dead Coral) 6,33%, abiotik 50,20%, dan ZO (Zoanthid) 0% (Noviyanto, 2012). Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, tutupan terumbu karang pada Stasiun 1 termasuk dalam katagori buruk. Selanjutnya dikemukakan bahwa pada stasiun ini ditemukan data patahan karang atau Rubble (R) yang cukup tinggi sebesar 46,17% pada kedalaman 3 meter dan 48,17% pada kedalaman 7 meter. 47

2 48 Persentase tutupan karang tertinggi terdapat pada Stasiun 4. Menurut Gambar 13. Persentase Kondisi Tutupan karang di Perairan Semak Daun Sumber : ( Siregar, 2008;Novianto, 2012) (Siregar, 2008) jenis life form pada Stasiun 4 terdapat, 80,24% hard coral, 19,77% DCA, 0% DC, 0% Abiotik 1,70%, dan 0% ZO. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut tutupan karang pada Stasiun 4 termasuk dalam katagori sangat baik. Pada keempat stasiun ini memiliki tingkat persentase yang berbedabeda dengan nilai rata-rata 43,13%, yang berarti tutupan karang di Pulau Semak Daun termasuk dalam katagori sedang (English et al, 1994, dalam Wiryatno, 2010). TERANGI (2007) menyebutkan bahwa kegiatan manusia juga menjadi ancaman serius seperti pengeboman ikan, penggunaan muroami, penambangan karang, sedimentasi akibat pembangunan di Jakarta serta polusi yang mengakibatkan kerusakan serius terumbu karang. 4.2 Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Semak Daun Parameter fisika dan kimia perairan berpengaruh terhadap keberadaan invertebrata bentik. Pengamatan terhadap parameter fisika dan kimia sebagai penunjang dalam mengetahui keterkaitan invertebrata bentik dengan tutupan karang hidup. Hasil yang didapat dari pengamatan parameter fisika dan kimia

3 49 perairan di Semak Daun secara umum tidak jauh berbeda, rata-rata dari hasil yang didapat bisa digunakan langsung dalam kajian fisika-kimia perairan Suhu Hasil pengamatan selama penelitian diperoleh suhu perairan berkisar antara 26,1-30,67 0 C (Gambar 14). Nilai ini tidak berbeda jauh dari hasil penelitian Dinas Tata Kota DKI Jakarta (2003), yang menyatakan bahwa suhu permukaan laut Semak Daun antara 23,4-32,5 0 C. Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme (Nybakken, 1982). Disebutkan oleh Nybakken (1982) bahwa perkembangan terumbu yang paling optimal terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya C, terumbu karang dapat mentoleransi suhu hingga C. Berdasarkan uraian tersebut, maka lokasi penelitian masih sesuai untuk pertumbuhan terumbu karang, baik berdasarkan suhu perairan selama pengamatan maupun sepanjang tahun. Suhu terendah berada di stasiun 3 dan tertinggi di stasiun 1. Rendahnya suhu pada stasiun 3 dikarenakan pengambilan data dilakukan pada sore hari (Lampiran 10). Gambar 14. Rata-Rata Suhu di Setiap Stasiun Kecepatan Arus Kecepatan arus yang terukur pada setiap stasiun berkisar antara 0,0058-0,06 m/s (Gambar 15). Kecepatan arus tertinggi terdapat pada Stasiun 2 dan arus terendah terdapat pada stasiun 1. Rendahnya kecepatan arus di stasiun 1 disebabkan lokasi berada didekat dermaga. Hal ini berpengaruh terhadap tutupan karang hidup sehingga kondisi karang pada stasiun 1 termasuk dalam katagori

4 50 buruk (nilai tutupan karang hidup 11,17%). Arus merupakan sarana transportasi baku untuk makanan maupun oksigen bagi suatu organisme air. Disebutkan oleh Sanusi (1994) dalam Asmara (2005), keberadaan unsur hara di suatu lokasi perairan merupakan kontribusi kompleks yang bersumber dari proses upwelling, transportasi horizontal massa air (arus permukaan), suplai dari sistem sungai (daratan) dan proses kehidupan dalam perairan tersebut. Romimohtarto dan Juwana (2005) menyatakan bahwa gerakan-gerakan air laut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti angin yang menghembus di atas permukaan laut, pengadukan yang terjadi karena perbedaan suhu air dari dua lapisan, perbedaan tinggi permukaan laut, pasang-surut dan lain-lain. Gambar 15. Rata-Rata Kecepatan Arus di Setiap Stasiun Kecerahan Kecerahan yang terukur pada saat penelitian berkisar 75-00%, dengan kecerahan terendah di stasiun 2 pada kedalaman 10 m, sedangkan stasiun lainnya memiliki kecerahan yang sama yaitu 100 % (Gambar 16). Kecerahan air berhubungan erat dengan intensitas sinar matahari yang masuk ke suatu perairan. Kemampuan daya tembus sinar matahari ke perairan sangat ditentukan oleh warna perairan, kandungan bahan-bahan organik maupun anorganik yang tersuspensi dalam perairan, kepadatan plankton, jasad renik dan detritus (Sumich, 1992 dalam Asmara, 2005). Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh terbesar secara tidak langsung, yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuhtumbuhan yang menjadi tumpuan hidup mereka karena menjadi sumber makanan (Romimohtarto dan Juwana, 2005). Kep.MENHL No.51 Tahun (2004), dalam

5 51 Asmara ( 2005) menetapkan batas kecerahan untuk perairan dengan ekosistem terumbu karang adalah >5 meter. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asmara (2005) yang menyatakan kedalaman perairan di stasiun pengamatan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang berkisar antara 1 sampai 23 meter dengan tingkat kecerahan 1-12,5 meter (25%-100%). Sementara hasil penelitian sebelumnya menunjukkan kisaran nilai kecerahan antara 3,25-16,15 meter (Dinas Pertenakan Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta, 2002 dalam Asmara, 2005). Tingkat kecerahan di Pulau Semak Daun dengan penelitian tersebut tidak jauh berbeda, karena lokasi penelitian (Pulau Semak Daun) merupakan pulau yang berdekatan dengan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang. Gambar 16. Rata-Rata Kecerahan di Setiap Stasiun Salinitas Salinitas yang terukur pada penelitian di Pulau Semak Daun berkisar 31-33, 33 0 / 00 (Gambar 17). Salinitas terendah berada pada stasiun 1 dan tertinggi berada pada stasiun 4. Nilai salinitas pada saat penelitian lebih rendah dibandingkan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Asmara (2005), yang menyatakan bahwa salinitas perairan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang pada bulan Oktober, November, dan Desember 2004 adalah 32, / 00. Hal ini mengindikasikan bahwa lebih rendahnya salinitas pada saat penelitian, dikarenakan tingginya curah hujan pada saat penelitian. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pola sirkulasi, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Curah hujan yang tinggi menyebabkan terjadinya pengenceran cairan di laut, sehingga mengakibatkan menurunnya nilai salinitas pada suatu perairan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, kisaran salinitas

6 52 pada setiap stasiun menunjukkan kondisi salinitas yang masih baik bagi pertumbuhan karang. Menurut Nybakken (19 92) salinitas yang baik untuk pertumbuhan karang berkisar antara / 00. Gambar 17. Rata-Rata Salinitas di Setiap Stasiun Derajat Keasaman (ph) Nilai derajat keasaman (ph) memperlihatkan apakah perairan bersifat basa, asam dan termasuk normal. Kisaran nilai derajat keasaman (ph) di lokasi penelitian antara 8,62-9,26 (Gambar 1 8). Menurut Nybakken (1992) perairan dengan nilai ph yang bervariasi antara 7-8 masih dapat ditoleransi sebagian besar biota perairan. Selanjutnya Mukhtasor (2007) menyebutkan bahwa perubahaan kondisi dari asam ke basa di air laut akan berpengaruh pada pertumbuhan, aktivitas biologi, dan reaksi kimia yang mungkin terjadi. Berdasarkan pengamatan stasiun 1, 2, dan 3 memiliki derajat keasaman (ph) yang lebih tinggi, dibandingkan stasiun 4. Hal ini dikarenakan lokasi berada disekitar dermaga yang sering menjadi jalur transportasi kapal, menyebabkan tingkat pencemaran tinggi sehingga derajat keasaman (ph) menjadi tinggi. Menurut Mukhtasor (2007) sumber pencemaran laut dari media transportasi laut dapat berupa pneggunaan bahan antifouling beracun yang terkandung pada bahan cat kapal, pencemaran dari operasional kapal seperti sampah limbah padat, limbah plastik bekas tempat makanan, atau minuman, limbah cair, dan air ballast. Rendahnya nilai derajat keasaman (ph) pada stasiun 4 didukung dengan tingginya kondisi tutupan karang

7 53 hidup pada stasiun tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pencemaran pada stasiun 4 rendah, sehingga baik untuk pertumbuhan karang. Gambar 18. Rata-Rata ph di Setiap Stasiun 4.3 dan Komposisi Invertebrata Bentik di Pulau Semak Daun Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Pulau Semak Daun pada 4 (empat) stasiun berbeda, ditemukan 9 (Sembilan) kelas. individu invertebrata bentik di keempat stasiun berkisar 4, 111-8, 000 ind/m 2 (Tabel 2 dan Lampiran 5). Nilai kepadatan individu tertinggi ditemukan pada stasiun 1 dan yang terendah ditemukan pada stasiun 4. Tingginya kepadatan pada stasiun 1, dikarenakan kondisi tutupan karangnya berada pada katagori buruk dan banyak ditemukan kelas Echinoidea dari spesies Diadema setosum (Gambar 19). Hal ini diperkuat dengan penelitian mengenai kepadatan invertebrata bentik di Pulau Pramuka, Pulau Sekati, Pulau Panggang bahwa Kelas Echinoidea dari famili Diadematidae lebih mendominansi dibandingkan famili lainnya di tiap stasiun pengamatannya (Iqbal dkk, 2009). Menurut Vimono (2007), Diadema setosum sering dijumpai pada dasar perairan baik, di daerah berpasir, daerah padang lamun, daerah pertumbuhan algae, maupun di daerah terumbu karang dan karangkarang mati. BIRKELAND ( dalam Vimono, 2007) menyatakan bahwa marga Diadema memakan daun lamun dan dianggap sebagai herbivora, namun pada lingkungan yang berbeda dapat beradaptasi dengan memakan krustasea, foraminifera, polip karang dan algae.

8 54 Tabel 2. Invertebrata Bentik Berdasarkan Kelas No Kelas Individu (ind/m2) Stasiun 1 Stasiun 2 Individu Relatif (%) (ind/m2) Relatif (%) 1 Anemon 0,1111 1,389 0, Ascidian Asteriudea - - 0, Clams 0,889 11,111 0, Crinoidea 0,556 6,944 0, Echinoidea 4,222 52,778 1, Nudibranchia Sponge 2,111 26,389 2, Soft Coral 0,111 1,389 0,222 4 Total , Stasiun 3 Stasiun 4 No Kelas Gambar 19. Diadema Setosum Individu (ind/m2) Relatif (%) Individu (ind/m2) Relatif (%) 1 Anemon 0,1111 1, Ascidian 0,1111 1, Asteriudea 1 13, Clams 0,333 4,412 1,889 45,946 5 Crinoidea 1 13,235 0,778 18,919 6 Echinoidea 2,889 38,235 0,889 21,622 7 Nudibranchia 0,222 2, Sponge 1,778 23,529 0,556 13,514 9 Soft Coral 0,111 1, Total 7, ,

9 55 relatif invertebrata bentik di setiap stasiun memiliki nilai ratarata 0,163-0,317% (Lampiran 6). Nilai kepadatan relatif tertinggi terdapat pada stasiun 1 dan nilai kepadatan relatif terendah terdapat pada stasiun 4. Tingginya nilai kepadatan relatif pada stasiun 1, dikarenakan kepadatan individu yang tinggi, terutama kelas Echinoidea pada spesies Diadema setosum. Banyaknya jumlah individu kelas Echinoidea yang ditemukan bisa dikarenakan tingginya kelimpahan alga bentik yang merupakan makanan bagi famili Diadematidae (TERANGI, 2007). Menurut Iqbal dkk (2009) sebagian besar invertebrata bentik yang ditemukan di perairan Pulau Pramuka, Pulau Sekati dan Pulau Panggang sebagian besar merupakan invertebrata bentik bioindikator, seperti (Echinometridae, Diadematidae, Comasteridae, dan Acantharteridae). Menurut Gosling (2003 ) dalam Depik (2012) selain faktor fisik, faktor biologi juga berperan dalam pembatasan kepadatan benthos. Maka predator, penyakit, dan kompetisi antar makhluk hidup dapat juga membatasi penyebaran organisme di sebuah kawasan. Rata-rata persentase invertebrata bentik 9 ( sembilan) kelas yang ditemukan adalah antara 0-36% pada keseluruhan stasiun (Gambar 20). Persentase tertinggi terdapat pada kelas Echinoidea dan yang terendah adalah kelas Ascidian. Tingginya kelas Echinoidea dari spesies Diadema setosum bisa disebabkan karena hewan ini menyukai karang yang rusak atau mati dan batuan. Hal ini juga didukung dari kepadatan individu dan kepadatan relatif, bahwa kelas Echinoidea banyak ditemukan di Stasiun 1 yang memiliki kondisi tutupan karang hidup sebesar 11,17%. Menurut Vimono (2007) Diadema setosum dapat ditemukan pada hampir semua daerah mulai rataan pasir, padang lamun, hingga pada daerah berbatuan. Gambar 20. Rata-Rata Persentase Per Kelas

10 Struktur Komunitas Invertebrata Bentik Struktur Komunitas Invertebrata Bentik di Pulau Semak Daun yang dihitung terdiri atas indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks dominansi invertebrata bentik. 1. Indeks Keanekaragaman Indeks keanekaragaman invertebrata bentik di Pulau Semak Daun pada keseluruhan stasiun penelitian termasuk dalam katagori sedang, hal ini dapat dilihat dari nilai indeks keanekaragaman berkisar antara 1,4-2,1 (Gambar 21 dan Lampiran 7). Nilai keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun 1 dan tertinggi pada stasiun 2. Rendahnya indeks keanekaragaman pada stasiun 1 disebabkan tutupan karang hidup pada stasiun 1 sebesar 11,17%, menyebabkan hanya beberapa invertebrata bentik saja yang dapat hidup. Menurut TERANGI (2007) melimpahnya suatu jenis biota dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan serta sifat biologi masing-masing. Selanjutnya TERANGI (2007) menyatakan bahwa indeks keanekaragaman bentik yang sangat rendah dengan nilai 0,5. Berdasarkan hasil penelitian TERANGI (2007) indeks Keanekaragaman di Pulau Pari (2,2), Pulau Panggang (0,2), dan Pulau Pramuka (0,1), hal ini menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman invertebrata bentik di Pulau Semak Daun lebih tinggi dari Pulau Panggang dan Pulau Pramuka dengan rata-rata nilai indeks keanekaragaman di Pulau Semak Daun1,8. Gambar 21. Indeks Keanekaragaman di Setiap Stasiun

11 57 2. Indeks Keseragaman Indeks keseragaman invertebrata bentik pada keseluruhan stasiun berkisar antara 0,34-0,547 dengan nilai indeks keseragaman rata-rata 0,45 sehingga dikatagorikan sedang (Gambar 2 2 dan Lampiran 8). Nilai keseragaman pada stasiun 2 dan 3 lebih tinggi dibandingkan stasiun 1, hal ini sesuai dengan tingginya nilai indeks keanekaragaman stasiun 2 dan 3 dibandingkan dengan stasiun 1. Gambar 22. Indeks Keseragaman di Setiap Stasiun 3. Indeks Dominansi Indeks dominansi invertebrata bentik di Pulau Semak Daun pada keseluruhan stasiun berkisar antara 0,165-0,336 dengan rata-rata 0,239 (Gambar 23 dan Lampiran 9). Stasiun 1 memiliki nilai indeks dominansi yang tertinggi dan stasiun 2 memiliki indeks dominansi yang terendah. Tingginya indeks dominansi di stasiun 1 mengindikasikan bahwa adanya spesies yang dominan yaitu Diadema setosum dengan kepadatan tertinggi pada stasiun ini. Tingginya indeks dominansi di Stasiun 1 juga didukung oleh rendahnya nilai indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman di stasiun ini. Stasiun 2 memiliki nilai indeks dominansi terendah, hal ini sesuai dengan tingginya nilai indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman di stasiun tersebut. Menurut kriteria indeks Shannon-Wiener, indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman invertebrata bentik di stasiun 2 termasuk katagori sedang dan tidak terdapat spesies dominan di stasiun ini.

12 Hubungan Antara Invertebrata Bentik Dengan Tutupan Karang Hubungan antara kepadatan invertebrata bentik dengan tutupan karang digunakan analisis ragam (Anova) dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda (Duncan). Nilai analisis ragam invertebrata bentik pada ke empat stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Analisis Ragam Invertebrata Bentik Per Kelas Sumber Keragaman Gambar 23. Indeks Dominansi di Setiap Stasiun Derajat Bebas (db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT) F stasiun F tabel Stasiun 3 272,667 90,889 9,402 4,07 Kesalahan 8 77,333 9,667 Jumlah Tabel 4. Hasil Uji Jarak Berganda (Duncan) Invertebrata Bentik Stasiun Rata-rata Hasil 1 24 d 2 16,667 ab 3 23 cd 4 12,33 a (Keterangan: Stasiun yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya) Berdasarkan analisis di atas didapat, bahwa nilai F stasiun lebih besar dibandingkan dengan nilai F tabel. Hal ini dapat diartikan bahwa kepadatan invertebrata bentik berdasarkan kelas di tiap stasiun berbeda nyata. Analisis

13 59 dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan untuk melihat stasiun yang berbeda nyata ( Tabel 4). Hasilnya menunjukkan bahwa stasiun 1 dan 3 memiliki kepadatan invertebrata bentik yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan stasiun 2 dan 4. Tingginya kepadatan invertebrata bentikdi stasiun 1 dan 3 diduga karena tutupan karang hidup pada stasiun 1 dan stasiun 3 yang termasuk dalam katagori buruk hingga sedang (masing -masing 11,17% dan 30,17%). Hal ini didukung hasil perhintungan kepadatan yang menunjukkan dominasi dari Kelas Echinoidea di stasiun 1 dan 3, sementara di stasiun 2 dan 4 tidak ada dominasi. Hasil perhitungan indeks keragaman dan dominasi juga mendukung hasil tersebut, yaitu nilai indeks keanekaragaman di Stasiun 1 dan 3 lebih rendah daripada stasiun 2 dan 4, serta nilai indeks dominasi Stasiun 1 dan 3 lebih tinggi dibandingkan stasiun 2 dan 4. Menurut TERANGI (2007) melimpahnya suatu jenis biota dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan serta sifat biologi masing-masing. Selanjutnya Bell dan Galzin (1984) menyatakan dalam penelitiannya bahwa, terdapat hubungan langsung antara tutupan karang hidup dan keanekaragaman spesies organisme bentik. Hasil analisis ragam berdasarkan spesies invertebrata bentik dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Analisis Ragam Invertebrata Bentik Per Spesies Sumber Keragaman Derajat bebas (db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT) Fstasiun Stasiun (S) 6 89, ,9028 4,568 5,384 Bentik (B) ,667 29,5625 0,428 8,294 Replikasi (R) 4 SR 48 SB , ,167 BR 32 SBR 96 Kesalahan ,07 19,6597 Jumlah ,88 Ftabel

14 60 Hasil analisis ragam di atas, bahwa nilai F stasiun yang muncul lebih kecil dibandingkan dengan nilai F tabel, atau dapat diartikan bahwa keanekaragaman invertebrata bentik berdasarkan spesies antar stasiun tidak berbeda nyata. Hasil analisis ragam, baik analisis ragam berdasarkan kelas maupun berdasarkan spesies, membuktikan bahwa kondisi tutupan karang hidup berpengaruh terhadap kepadatan invertebrata bentik berdasarkan kelas, namun tidak berpengaruh terhadap keanekaragaman spesies dari setiap kelasnya. Keanekaragaman jenis dipengaruhi tidak hanya oleh kekayaan jenis namun juga oleh populasi dari setiap jenis biota (TERANGI, 2007). Menurut Takarina dan Adiwibowo (2011) dalam Fadli dkk (2005), keragaman bentik yang rendah di Perairan Teluk Jakarta terutama di kawasan yang tingkat pencemarannya tinggi.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Terumbu karang adalah bangunan ribuan hewan yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang yang sehat dengan luas 1 km 2 dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Perairan Wilayah Pulau Pramuka Perairan wilayah Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, terdiri dari rataan terumbu yang mengelilingi pulau dengan ukuran yang bervariasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisika Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi pengambilan data (Lampiran 2), didapatkan hasil seperti tercantum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu adalah kawasan pelestarian alam bahari di Indonesia yang terletak kurang lebih 150 km dari pantai Jakarta Utara. Kepulauan Seribu terletak pada 106

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perairan laut Indonesia memiliki keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut yang hidup di sekitarnya. Ekosistem

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 POLA DISTRIBUSI URCHIN (ECHINOIDEA) PADA EKOSISTEM TERUMBU KARANG (CORAL REEFS) DI PERAIRAN IBOIH KECAMATAN SUKAKARYA KOTA SABANG SEBAGAI

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika Perairan 4.1.1 Suhu Setiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisik dan Kimia Perairan Secara umum kondisi perairan di Pulau Sawah dan Lintea memiliki karakteristik yang mirip dari 8 stasiun yang diukur saat melakukan pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 78 % wilayah Indonesia merupakan perairan sehingga laut dan wilayah pesisir merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Di kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan bulu babi di 3 paling tinggi (30,6 individu/m 2 ), sedangkan yang paling rendah di temukan pada 4 ( 3,7 individu/m

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Brantas adalah sungai terpanjang yang ada di provinsi Jawa Timur. Panjangnya yaitu mencapai sekitar 320 km, dengan daerah aliran seluas sekitar 12.000 km 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Pantai Pantai memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 39 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Terumbu Karang di Lokasi Penelitian 5.1.1 Kondisi Terumbu Karang Pulau Belanda Kondisi terumbu karang di Pulau Belanda berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Panjang garis pantai di Indonesia adalah lebih dari 81.000 km, serta terdapat lebih dari 17.508 pulau dengan luas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan sekitar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reefs) tersebar hampir di seluruh perairan dunia dengan kondisi paling berkembang pada kawasan perairan tropis. Meski luas permukaan bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia membentang 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0-141 0 BT, sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua Australia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 7,2 juta km 2 yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 7,2 juta km 2 yang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 7,2 juta km 2 yang merupakan negara kepulauan dengan hamparan pulau-pulau dan garis pantai yang sepanjang 81.000 km.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu kawasan terumbu karang dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi dunia. Luas terumbu karang Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan mengalir (lotik) dan perairan menggenang (lentik). Perairan mengalir bergerak terus menerus kearah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Objek dan Lokasi Penelitian 1. Profil Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah jenis zooplankton yang ada di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta Kecamatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penangkapan ikan merupakan wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, dimana alat tangkap dapat dioperasikan sesuai teknis untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sedimen Dasar Perairan Berdasarkan pengamatan langsung terhadap sampling sedimen dasar perairan di tiap-tiap stasiun pengamatan tipe substrat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.508 pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah lautan yang luas tersebut

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem terbesar kedua setelah hutan bakau dimana kesatuannya

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut dangkal yang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telaga merupakan wilayah tampungan air yang sangat vital bagi kelestarian lingkungan. Telaga merupakan salah satu penyedia sumber air bagi kehidupan organisme atau makhluk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan oleh masuknya

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan oleh masuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai memiliki berbagai komponen abiotik dan biotik yang saling berinteraksi membentuk sebuah jaringan kehidupan yang saling mempengaruhi. Sungai merupakan ekosistem

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan, sehingga Indonesia memiliki keanekaragaman biota laut yang tinggi. Biota laut yang tinggi

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran Lamun Pemetaan sebaran lamun dihasilkan dari pengolahan data citra satelit menggunakan klasifikasi unsupervised dan klasifikasi Lyzenga. Klasifikasi tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari 7 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari merupakan wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Sebagian besar estuari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. hari dengan batas 1 minggu yang dimulai dari tanggal Juli 2014 dan

BAB V PEMBAHASAN. hari dengan batas 1 minggu yang dimulai dari tanggal Juli 2014 dan jumalah Individu 1 BAB V PEMBAHASAN A. Familia Bivalvia yang didapatkan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus, di mana penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung biota laut, termasuk bagi beragam jenis ikan karang yang berasosiasi

Lebih terperinci

JURNAL KELIMPAHAN DAN POLA PENYEBARAN BULU BABI (ECHINOIDEA) DI EKOSISTEM TERUMBU KARANG PANTAI PASIR PUTIH, SITUBONDO

JURNAL KELIMPAHAN DAN POLA PENYEBARAN BULU BABI (ECHINOIDEA) DI EKOSISTEM TERUMBU KARANG PANTAI PASIR PUTIH, SITUBONDO JURNAL KELIMPAHAN DAN POLA PENYEBARAN BULU BABI (ECHINOIDEA) DI EKOSISTEM TERUMBU KARANG PANTAI PASIR PUTIH, SITUBONDO Disusun oleh : Andi Somma NPM : 120801286 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 40 hari pada tanggal 16 Juni hingga 23 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor.

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor. DAFTAR PUSTAKA 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut. 2006. Buku Tahunan. Bogor. 2. Dahuri, Rokhmin. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perairan Indonesia Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi laut yang rumit dilihat dari topografi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci