ISOLASI DAN REIDENTIFIKASI Brucella abortus bv. 1 DI BALAI BESAR VETERINER (BBVet) WATES. Intisari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISOLASI DAN REIDENTIFIKASI Brucella abortus bv. 1 DI BALAI BESAR VETERINER (BBVet) WATES. Intisari"

Transkripsi

1 ISOLASI DAN REIDENTIFIKASI Brucella abortus bv. 1 DI BALAI BESAR VETERINER (BBVet) WATES Mario Lintang Pratama, Nur Rochmi, Maryono, Woro Subekti *. Laboratorium Bakteriologi, Balai Besar Veteriner Wates, Yogyakarta. Intisari Penelitian ini bertujuan untuk melakukan reidentifikasi isolat Brucella spp., dari Balai Besar Penelitian Veteriner (BBALITVET) Culture Center (BCC) Bogor dan Balai Besar Veteriner (BBVet) Maros di Laboratorium Bakteriologi BBVet Wates. Reidentifikasi dilakukan dengan uji morfologi melalui pewarnaan Gram dan Ziehl Nielsen, serta karakterisasi biokemis melalui uji katalase, oksidase, urease dan H 2 S.Metode tersebut adalah batas maksimal laboratorium dalam menerapkan standar emas diagnosis brucellosis, hasil yang diperoleh dapat bermanfaat sebagai tinjauan dari kemampuan teknis dalam identifikasi Brucella spp., di Laboratorium Bakteriologi BBVet Wates. Kata Kunci : Brucella spp., BBVet Wates, BCC Bogor and BBVet Maros. Brucellosis di Indonesia PENDAHULUAN Brucellosis merupakan salah satu penyakit hewan menular di Indonesia, dikenal pertama kali pada tahun 1925 sebagai penyakit keluron. Isolasi bakteri pertama dilakukan oleh Kirschner dari kasus abortus sapi perah di daerah Bandung, Jawa Barat (Noor, 2006). Brucellosis pada sapi di Pulau Jawa telah didiagnosis secara serologis pada tahun 1935 dari sapi perah di Grati, Pasuruan, Jawa Timur. Pada tahun 2010, brucellosis telah dilaporkan dari seluruh pulau/propinsi di Indonesia kecuali Lombok, Bali, Sumbawa, Kalimantan, Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau (Anonimus, 2010). Penyebab brucellosis pada sapi perah di DKI - Jakarta, antara lain : B. abortus biovar 1 (77,6%), B. abortus biovar 2 (13,2%), dan B. abortus biovar 3 (9,2%) dan diduga ketiga biovar tersebut adalah isolat lokal yang menginfeksi ternak ruminansia besar diberbagai wilayah di Indonesia. Spesies Brucella yang bersifat sangat patogen pada ternak ruminansia besar di Indonesia adalah B. abortus biovar 1 (Noor, 2006). Brucellosis Secara Global Brucellosis merupakan penyakit zoonosis yang hampir ada di seluruh dunia, diestimasikan manusia terinfeksi setiap tahunnya di negara berkembang. Estimasi prevalensi brucellosis pada manusia di negara industri, antara lain < 1 dari manusia terinfeksi di Inggris, Amerika dan Australia, serta > 70 dari manusia terinfeksi di Timur Tengah (Sriranganathan 1

2 dkk.,2009). Manisfestasi klinis dari kasus brucellosis pada manusia, meliputi demam, anoreksia, poliarthritis, meningitis, pneumonia dan endokarditis (Hartigan, 1997). Infeksi pada manusia dapat disebabkan oleh konsumsi produk hewan terkontaminasi, seperti susu non-pasteurisasi dan keju. Resiko lain berada di pengolahan karkas hewan dan/atau penanganan kesehatan hewan terkait dengan sekresi uterus atau abortus. Selain itu, brucellosis pada manusia disebabkan akibat medik veteriner melakukan uji coba modifikasi vaksin hidup (modified live vaccine) ataupun strain virulen (Sriranganathan dkk.,2009). Etiologi Brucellosis disebabkan oleh bakteri Gram negatif dari genus Brucella. Agen infeksi memiliki morfologi khas, seperti berbentuk cocobacilli dan bersifat fakultatif intrasellular. Dasar untuk membedakan spesies pada genus Brucella adalah hospes spesifik dan patogenesitas. Berdasarkan hospes spesifik, bakteri ini dikelompokkan sebagai B. abortus (ternak ruminansia besar), B. canis (anjing), B. melitensis (kambing dan domba), B. neomatae (rodensia), B. ovis (domba) dan B. suis (babi) (Sriranganathan dkk.,2009). Identifikasi kelompok dalam spesies Brucella lebih dikenal sebagai variasi biovar. Identifikasi subspesies, B. abortus diklasifikasikan menjadi biovar 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 9, B. suis diklasifikasikan menjadi biovar 1, 2, 3, 4 dan 5, serta B. melitensis diklasifikasikan menjadi serotipe 1, 2 dan 3 (Verger dkk.,1987). Secara lengkap, isolat Brucella dengan variasi spesies dan biovar telah dikoleksi oleh American Type Culture Collection (ATCC) di Amerika, National Collection of Type Cultures - Great Britain (NCTC) di Inggris dan telah didistribusikan ke beberapa negara di dunia sebagai strain koleksi untuk laboratorium diagnosis brucellosis manusia dan hewan. Beberapa negara tersebut, antara lain Australia, Denmark, Perancis, Yunani, India, Italia, Jepang, Meksiko, Tunisia, Turki dan Yugoslavia (Anonimus, 2005). Brucellosis Pada Sapi Pada sapi, brucellosis tidak selalu disebabkan oleh B. abortus, beberapa agen infeksi dari spesies lain adalah B. suis dan B. melitensis. Infeksi oleh B. suis dan B. melitensis jarang sekali menunjukkan gejala klinis, serta identifikasi secara serologis selalu mengarah ke infeksi B. abortus (Neta dkk.,2009). Berdasarkan sistem penglasifikasian biovar, B. abortus dikelompokkan menjadi biovar 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 9 (Nicoletti, 1980; Alton dkk.,1988). Negara yang memiliki prevalensi brucellosis, antara lain Amerika Serikat (Bricker dkk.,2003), Amerika Latin (Lucero dkk.,2008), Brazil (Poester dkk.,2002) dan India (Renukaradhya dkk.,2002) memberikan informasi bahwa B. abortus biovar 1 adalah isolat yang sangat patogen dan paling sering diisolasi dari banyak kasus dilapangan. METODE Penelitian ini dimulai dari bulan Februari dan berakhir pada bulan Mei Isolat yang digunakan adalah B. abortus biovar 1 asal Kupang NTT (BCC 2016), DKI Jakarta (DKI 1089), Bandung Jawa Barat (SB[IBC]) koleksi dari BBALITVET Culture Centers (BCC) Bogor dan Maros Sulawesi Selatan (9A) 2

3 koleksi dari BBVet Maros. Reidentifikasi dan karakterisasi isolat secara biokemis dilakukan di Laboratorium Bakteriologi, BBVet Wates. Reidentifikasi Isolat yang diperoleh dari BCC Bogor dan BBVet Maros dikultur ke Brucella agar media (BBL TM Trypticase TM soy broth; Brucella supplement SR00083A; sodium bikarbonat 0,1%; bromothymol blue 0,5%). Setelah dikultur, media diinkubasikan dalam inkubator CO 2 dan disesuaikan untuk bersuhu 37 o C, serta bertekanan 10 % CO 2. Masa inkubasi isolat dalam inkubator tersebut adalah 7 hari. Setelah masa inkubasi, satu koloni isolat asal Kupang NTT (BCC 2016), DKI Jakarta (DKI 1089), Bandung Jawa Barat (SB[IBC]) dan Maros Sulawesi Selatan (9A) diwarnai Gram (PBS; kristal violet 2%; larutan oksalat 1%; iodine 0,05%; safranin 0,5%) dan modified Ziehl Nielsen (PBS; carbol fuchsin 0,1%; asam asetat 0,5%; methylene blue 1%). Identifikasi bakteri ke level spesies dilakukan sesuai karakterisasi biokemis melalui katalase (hidrogen peroksida 30%), oksidase (NNNN Tetramethyl P Phenylene-Diaminedihydrochloride 0,5%), urease (urea agar base [Difco TM ]) dan H 2 S (kertas Pb asetat 10%). Analisis Hasil Isolat B. abortus biovar 1 dari 4 lokasi berbeda di Indonesia dilakukan reidentifikasi, hal ini bermanfaat untuk membuktikan bahwa isolat yang diuji adalah B. abortus. Analisis dilakukan dengan mencocokkan karakter fenotipe isolat sesuai teknik diagnosis laboratorium untuk brucellosis (Mac Faddin, 1976; Alton dkk.,1988). HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi dan Pewarnaan Mikroorganisme Pada penelitian ini, pewarnaan Gram dilakukan untuk uji morfologi mikroorganisme. Semua isolat memiliki karakteristik bakteri Gram negatif, berbentuk cocoid ke arah cocco-bacilli, berkoloni tunggal ataupun berpasangan. Karakteristik lain, B. abortus memiliki ukuran ± 0,5 1,5 μm. Pewarnaan untuk identifikasi bakteri dari genus Brucella adalah metode modified Ziehl - Nielsen (Alton dkk.,1988; Bisping dan Amtzberg, 1988). Untuk pewarnaan ini, karakterisasi isolat asal beberapa daerah di Indonesia diidentifikasi sebagai bakteri cocco-bacilli berwarna merah fuchsin dan bersifat tahan asam. Hasil ini memiliki interpretasi bahwa isolat adalah kelompok bakteri dari genus Brucella. Pewarnaan modified Ziehl Nielsen adalah teknik resmi dan rekomendasi Techniques for the Brucellosis Laboratory, Institut National de la Recherche Agronomique (INRA-France). Pewarnaan tersebut adalah acuan World Health Organizations (WHO) dan Office des Epizooties (OIE) untuk identifikasi brucellosis di manusia dan hewan, serta referensi utama untuk diagnosis brucellosis sapi di Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates (Alton dkk.,1988; Bisping dan Amtzberg, 1988). Dokumentasi hasil pewarnaan Gram dan modified Ziehl Nielsen, isolat B. abortus biovar 1 asal Kupang NTT (BCC 2016) dan DKI Jakarta (DKI 1089) ditunjukkan pada Gambar 1. Isolat B. abortus biovar 1 asal Bandung 3

4 Jawa Barat (SB [IBC]) dan Maros Sulawesi Selatan (9A) ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 1. A. Pewarnaan Gram (-) untuk isolat B. abortus asal Kupang NTT; B. Pewarnaan modified Ziehl Nielsen isolat B. abortus asal Kupang NTT, bakteri berwarna merah fuchsin; C. Pewarnaan Gram (-) untuk isolat B. abortus asal DKI - Jakarta; D. Pewarnaan modified Ziehl Nielsen untuk isolat B. abortus asal DKI - Jakarta, bakteri berwarna merah fuchsin. Pembesaran 1000 x. Gambar 2. E. Pewarnaan Gram (-) untuk isolat B. abortus asal Bandung Jawa Barat; F. Pewarnaan modified Ziehl Nielsen untuk isolat B. abortus asal Bandung Jawa Barat, bakteri berwarna merah fuchsin; G. Pewarnaan Gram (-) untuk isolat B. abortus asal Maros Sulawesi Selatan; H Pewarnaan modified Ziehl Nielsen untuk isolat B. abortus asal Maros Sulawesi Selatan, bakteri berwarna merah fuchsin. Pembesaran 1000 x. Karakter Tumbuh Brucella spp. Penelitian ini memakai isolat B. abortus asal Kupang NTT, DKI Jakarta, Bandung Jawa Barat dan Maros Sulawesi Selatan. Isolat diperoleh dari BBalitvet culture center (BCC) dan BBVet Maros. Semua informasi isolat dari material transfer agreement (MTA) dan label isolat ditunjukkan secara lengkap pada Tabel 1. 4

5 Tabel 1. Data isolat B. abortus asal beberapa daerah di Indonesia dalam penelitian ini. Isolat diperoleh dari BBALITVET Indonesia dan BBVet Maros. No. Spesies Biovar Strain* Hospes Asal Geografis 1. B. abortus 1 BCC 2016 Sapi Potong Kupang, NTT. 2. B. abortus 1 DKI 1089 Sapi Perah DKI - Jakarta 3. B. abortus 1 SB (IBC) Sapi Perah Bandung, JABAR 4. B. abortus 1 9A Sapi Potong Maros, SULSEL Isolat B. abortus asal Kupang NTT (BCC 2016), DKI Jakarta (DKI 1089), Bandung Jawa Barat (SB[IBC]) dan Maros Sulawesi Selatan (9A) mampu tumbuh dikondisi 10% CO 2. Kemampuan tumbuh Brucella dalam inkubator bertekanan 10% CO 2 bervariasi, khusus B. abortus dan B. ovis dapat tumbuh, namun B. melitensis, B. suis, B. neotomae dan B. canis tidak tumbuh. Karakteristik khas B. abortus untuk tumbuh dalam inkubator bertekanan 10% CO 2 memilki arti spesifik untuk membedakan variasi dalam spesies. Khusus untuk B. abortus biovar 1, 2, 3 dan 4 dapat tumbuh pada kondisi tersebut, tetapi biovar lain tidak tumbuh. Semua isolat B. abortus asal beberapa daerah di Indonesia dikultur pada media Brucella agar dan memiliki karakteristik antara lain : koloni bakteri berwarna putih madu, berukuran 1,03 1,20 mm dengan tepi halus dan bersifat lembab. Morfologi tersebut teramati setelah 7 hari masa inkubasi dalam inkubator 10% tekanan atmosfer CO 2. Menurut Sulaiman 2006, B. abortus strain virulen pada Brucella agar media akan memiliki karakteristik berwarna putih madu, translucent, bertepi halus, bersifat lembab dan berdiameter 1 2 mm. Strain avirulen dari genus Brucella biasanya menunjukkan karakter koloni bertepi tidak beraturan, bersifat kering dan cenderung berbentuk granular kasar (Alton dkk.,1988). Karakter Biokemis Antar Isolat Reidentifikasi melalui uji katalase, oksidase, urease dan H 2 S memiliki arti khusus untuk menemukan kesamaan atau perbedaan fenotipe di seluruh isolat. Semua isolat memiliki kesamaan hasil untuk karakterisasi secara biokemis (Gambar 3), antara lain : 1). semua isolat tumbuh dalam inkubator CO 2 bertekanan 10%, 2). Katalase (+) untuk semua isolat B. abortus, 3). Oksidase (+) untuk semua isolat B. abortus, 4). Urease (+) untuk semua isolat B. abortus dengan variabilitas sama 1,5 jam setelah inokulasi di media Cristensen s, 5). H 2 S (+) untuk semua isolat B. abortus. Isolat B. abortus asal beberapa daerah di Indonesia, antara lain Kupang NTT (BCC 2016), DKI Jakarta (DKI 1089), Bandung Jawa Barat (SB[IBC]) dan Maros Sulawesi Selatan (9A) bereaksi (+) katalase. Spesies B. abortus merupakan kelompok bakteri fakultatif anaerob. Beberapa kelompok bakteri aerob dan fakultatif anaerob memiliki aktivitas katalase atau hidrogen peroksida oksidoreduktase di sistem sitokrom. Enzim katalase merupakan kelompok hemeprotein dengan susunan 4 atom dari ferric-fe +++. Hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) 5

6 merupakan substrat utama katalase. Penguraian H 2 O 2 oleh bakteri aerob dan fakultatif anaerob dapat terjadi, karena ada aksi katalase dan peroksidase dalam mereduksi nicotinamide adenine dinucleotide (NAD), nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADP) dan sitokrom C (Doelle, 1969). Enzim katalase beraksi dengan memanfaatkan H 2 O 2 dalam mengoksidasi metil (H 2 C(OH) 2 ) dan etil (C 2 H 5 OH) alkohol, sehingga menghasilkan produk akhir berupa senyawa kimia aldehida (Mac Faddin, 1976). Dalam penelitian ini, isolat B. abortus asal Kupang NTT (BCC 2016), DKI Jakarta (DKI 1089), Bandung Jawa Barat (SB [IBC]) dan Maros Sulawesi Selatan (9A) bereaksi (+) oksidase. Hal ini memberikan analisis bahwa B. abortus adalah bakteri fakultatif anaerob. Penglasifikasian antar spesies mampu dibedakan melalui oksidase, contoh B. melitensis dan B. neomatae selalu bereaksi (-), namun spesies lain bereaksi (+) (Steel, 1961). Isolat B. abortus asal Kupang NTT (BCC 2016), DKI Jakarta (DKI 1089), Bandung Jawa Barat (SB[IBC]) dan Maros Sulawesi Selatan (9A) bereaksi (+) urease untuk batas waktu 1,5 jam setelah inokulasi di media Cristensen s. Secara umum, B. abortus bereaksi (+) urease di batas waktu 1 2 jam setelah inokulasi di media Cristensen s (Alton dkk.,1988). Seluruh spesies Brucella diinformasikan selalu bereaksi (+) urease. Enzim urease diklasifikasikan sebagai aminidase, enzim ini memiliki aksi katalis untuk reaksi hidrolisis di gugus amida atau memiliki makna lain, substrat katalis untuk melepaskan ikatan nitrogen dan karbon. Nilai identifikasi spesies untuk urease berada pada lamanya waktu untuk bereaksi (+). Perbedaan untuk spesies lain, seperti B. suis, B. neomatae dan B. canis diinformasikan lebih cepat bereaksi (+) dibandingkan B. abortus (Alton dkk.,1988). Beberapa spesies Brucella tersebut bereaksi (+) urease di batas waktu 0 30 menit setelah inokulasi di media Cristensen s (Bisping dan Amtzberg, 1988). Pada B. melitensis lebih lambat bereaksi (+) dibandingkan B. abortus, sedangkan B. ovis tidak memiliki kemampuan untuk bereaksi (+) di media Cristensen s (Alton dkk.,1988). Seluruh isolat B. abortus asal Kupang NTT (BCC 2016), DKI Jakarta (DKI 1089), Bandung Jawa Barat (SB [IBC]) dan Maros Sulawesi Selatan (9A) bereaksi (+) di kertas Pb asetat. Prinsip dasar uji H 2 S adalah untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme dalam membebaskan H 2 S oleh aktivitas enzimatis khusus, seperti sisteinase (Mac Faddin, 1976). Indikator reaksi H 2 S adalah kertas Pb asetat 10%. Reaksi (+) ditandai dengan menghitamnya kertas Pb asetat 10% setelah 3 hari masa inkubasi. Teknik biokemis ini biasa dipakai untuk menglasifikasikan Brucella ke level spesies, khusus B. neotomae, B. suis dan B. abortus bereaksi (+) di kertas Pb asetat. Spesies B. abortus biovar 1, 2, 3, 4 dan 9 bereaksi (+) di kertas Pb asetat, tetapi biovar lain bereaksi (-). Pada B. suis, reaksi (+) mengarah ke biovar 1. Berbeda dengan B. melitensis, B. canis dan B. ovis, spesies tersebut tidak memiliki kemampuan untuk membebaskan H 2 S (Alton dkk.,1988; Mac Faddin, 1976). 6

7 Gambar 3. Dokumentasi dari hasil isolasi dan identifikasi B. abortus berdasarkan reaksi biokemis di laboratorium bakteriologi BBVet Wates. 1. adalah koloni B. abortus di media basal. 2. semua isolat bereaksi (+) katalase. 3. Semua isolat mampu bereaksi (+) oksidase. 4. semua isolat bereaksi (+) dengan variabilitas sama untuk waktu 1,5 jam setelah inokulasi di media Cristensen s. 5. Semua isolat bereaksi (+) setelah 3 hari masa inkubasi. Hasil dalam penelitian terbatas untuk mengidentifikasi Brucella spp., ke level spesies. Interpretasi berdasarkan morfologi dengan pewarnaan Gram dan modified Ziehl Nielsen menunjukkan bahwa semua isolat bakteri Gram (-) dan diidentifikasi sebagai Brucella spp. Identifikasi berdasarkan reaksi (+) secara biokemis melalui uji oksidase, katalase, H2S dan urease, semua isolat diidentifikasi B. abortus dengan batasan biovar 1, 2, 3 dan 4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa Brucella spp., dari 4 lokasi berbeda dapat diidentifikasi sampai pada level spesies. Saran Saran yang dapat dipertimbangkan untuk menggembangkan metode identifikasi Brucella spp., di Laboratorium Bakteriologi BBVet Wates, antara lain: 1. Mendatangkan expert brucellosis dari berbagai ilmu terapan veteriner, untuk berdiskusi mengenai epidemiologi brucellosis di Indonesia, serta membahas teknik diagnosis dan identifikasi brucellosis yang tepat. 2. Melengkapi bahan, media dan literatur terbaru mengenai teknis 7

8 identifikasi Brucella spp. 3. Memiliki kontrol positif yang lengkap untuk setiap spesies dan variasi biovar dari bakteri di genus Brucella. DAFTAR PUSTAKA Anonimus, Zoonotic Disease of Public Health Importance. Zoonosis Division, National Institute of Communicable Diseases (Directorate General of Health Services), Delhi. Anonimus, Blue Print Program Swasembada Daging Sapi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Jakarta. Alton, G. G., Jones, L.M., Angus, R. D. dan Verger, J.M Techniques for the Brucellosis Laboratory. Paris : Institut National de la Recherche Agronomique. Bisping, W., and Amtzberg, G Brucellen. In Farbatlas Zur Diagnose Bakterieller Infektioserreger Der Tiere. Paul Perey Scientific Publishers, Berlin Germany. Hal : Bricker, B.J. Ewalt, D.R., dan Halling, S.M Brucella Hoof Prints : Strain Typing by Multi Locus Analysis of Variable Number Tandem Repeats (VNTRs). BMC Microbiology. Vol : 3, Hal : Doelle, H.W Bacterial Metabolism. Academic Press, USA. Hal : Hartigan, P Human Brucellosis: Epidemiology and Clinical Manifestations. Irish Veterinary Journal Vol : 50, Hal : Lucero, N.E., Ayala, S.M., Escobar, G.I., dan Jacob, N.R Brucella In Humans and Animals in Latin America from Epidemiology and Infections. Vol : 136, Hal : Mac Faddin, J.F Biochemical Test for Identification of Medical Bacteria. The Williams and Wilkins Company, USA. Hal : Neta, A.V.C., Mol, J.P.S., Xavier, M.N., Paixao, T.A., Lage, A.P., dan Santos, R.L Pathogenesis of Bovine Brucellosis. The Vet. Journal xxx, xxx xxx. Nicoletti, P The Epidemiology of Bovine Brucellosis. Advances in Veterinary Science and Comparative Medicine. Vol : 24, Hal : Noor, S.M., Epidemiologi dan Pengendalian Brucellosis pada Sapi Perah di Pulau Jawa. Proceeding Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Strategis pada Ternak Ruminansia Besar. Renukaradhya, G.J., Isloor, S., and Rajasekhar, M Epidemiology, Zoonotic Aspects, Vaccination and Control/Eradication of Brucellosis in India. Vet. Microbiol. VOL : 90, Hal : Sriranganathan, N., Seleem, M.N., Olsen, S.C., Samartino, L.E., Whatmore, A.M., Bricker, B., O Callaghan, D., Halling, S.M., Crasta, O.R., Wattam, A.R., Purkayastha, A., Sobral, B.W., Snyder, E.E., Williams, K.P., Xi Yu, G., Ficht, T.A. Roop II, R.M., defigueiredo, P., Boyle, S.M., He, Y., Tsolis, R.M Brucella. In Genome Mapping and Genomics in Animal Associated Microbes. V. Nene and C. Kole Editions. Springer Verlag 8

9 Berlin Heidelberg. Hal : Steel, K.J The Oxidase Reaction as a Taxonomic Tool. J. Gen. Microbiol. Vol : 26, Hal : Sulaiman, I Bovine Brucellosis (Bakteriologi - Isolasi dan Identifikasi). Dalam Pedoman Diagnosa Laboratorium Brucellosis Sapi BBVet Wates. Hal : Verger, J., Grimont, F., Grimont, P.A.D., and Grayon, M Taxonomy of the Genus Brucella. Annual Institute Pasteur Microbiology 138,

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl DIAGNOSA PENYAKIT BRUCELLOSIS PADA SAP] DENGAN TEKNIK UJI PENGIKATAN KOMPLEMEN Yusuf Mukmin Balai Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata 30, Bogor 11614 PENDAHULUAN Brucellosis adalah penyakit bakterial

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO Pendahuluan Tembakau merupakan salah satu komoditas perkebunan yang strategis dan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi.

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Brucellosis Penyakit keguguran / keluron menular pada hewan ternak kemungkinan telah ada sejak berabad-abad lalu seperti deskripsi dari Hippocrates dan mewabah pertama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman sumber daya hayati merupakan modal dasar dan faktor dominan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan ekonomi, perdagangan dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil) BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit antraks merupakan salah satu penyakit zoonosa yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil) dengan ujung siku-siku bersifat

Lebih terperinci

COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( )

COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( ) COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI (078114113) KLASIFIKASI ILMIAH Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria Class : Gamma Proteobacteria Order : Legionellales Family : Coxiellaceae Genus :

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI DAN PENGENDALIAN BRUCELLOSIS PADA SAPI PERAH DI PULAU JAWA

EPIDEMIOLOGI DAN PENGENDALIAN BRUCELLOSIS PADA SAPI PERAH DI PULAU JAWA EPIDEMIOLOGI DAN PENGENDALIAN BRUCELLOSIS PADA SAPI PERAH DI PULAU JAWA SUSAN MAPHILINDAWATI NOOR Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata 30, Bogor 16114 ABSTRAK Brucellosis adalah salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di dalam industri pangan dalam menghasilkan pangan fungsional. Fungsi ini dikarenakan kemampuan BAL yang

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017

PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017 PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017 Oleh : drh Nyoman A Anggreni T PENDAHULUAN Pengendalian terhadap penyakit brucellosis di Indonesia, pulau Jawa dan khususnya di terus dilaksanakan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN Brucella sp. PADA SAMPEL PENYAKIT HEWAN DI BALAI BESAR UJI STANDAR KARANTINA PERTANIAN SANDHI YUDHA PRAWIRA

PEMERIKSAAN Brucella sp. PADA SAMPEL PENYAKIT HEWAN DI BALAI BESAR UJI STANDAR KARANTINA PERTANIAN SANDHI YUDHA PRAWIRA PEMERIKSAAN Brucella sp. PADA SAMPEL PENYAKIT HEWAN DI BALAI BESAR UJI STANDAR KARANTINA PERTANIAN SANDHI YUDHA PRAWIRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

Teknik Identifikasi Bakteri

Teknik Identifikasi Bakteri MODUL 5 Teknik Identifikasi Bakteri POKOK BAHASAN : 1. Teknik Pewarnaan GRAM (Pewarnaan Differensial) 2. Uji Katalase 3. Pembuatan stok agar miring TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Mempelajari cara menyiapkan apusan

Lebih terperinci

2.1. Morphologi, etiologi dan epidemiologi bovine Tuberculosis

2.1. Morphologi, etiologi dan epidemiologi bovine Tuberculosis BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Morphologi, etiologi dan epidemiologi bovine Tuberculosis Kasus tuberkulosis pertama kali dikenal dan ditemukan pada tulang mummi Mesir kuno, kira-kira lebih dari 2000 tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri Endofit Asal Bogor, Cipanas, dan Lembang Bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tiga tempat yang berbeda dalam satu propinsi Jawa Barat. Bogor,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan  Metode Penelitian Sampel 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2012 di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH :

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : NAMA : NUR MUH. ABDILLAH S. NIM : Q1A1 15 213 KELAS : TPG C JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam bidang teknologi fermentasi, rekayasa genetika, dan teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin meningkat. Enzim

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Praktikum kali ini membahas mengenai isolasi khamir pada cider nanas. Cider merupakan suatu produk pangan berupa minuman hasil fermentasi dengan kandungan alkohol antara 6,5% sampai sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya, bakteri, virus, dan parasit. Dari ketiga faktor tersebut

Lebih terperinci

Biasanya diberi akhiran ase pada nama substrat atau reaksi yang dikatalisis Contoh:

Biasanya diberi akhiran ase pada nama substrat atau reaksi yang dikatalisis Contoh: Tata Nama Enzim Biasanya diberi akhiran ase pada nama substrat atau reaksi yang dikatalisis Contoh: Alkohol dehidrogenase: oksidasi alkohol Urease: hidrolisis urea DNA polimerase: polimerisasi nukleotida

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. Isolasi dan karakterisasi penyebab penyakit dilakukan di Laboratorium Penyakit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Peningkatan kebutuhan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Peningkatan kebutuhan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan akan daging dan susu semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan daging dan susu memberikan dampak positif pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus hewan dan manusia dengan ratusan strain yang berbeda, baik yang berbahaya maupun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Kuta Selatan sejak tahun 2013 masih mempunyai beberapa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif. B. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium mikrobiologi, Universitas Muhammadiyah Semarang.

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik Tahap I BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik Hasil pengukuran sampel tanah yang digunakan pada percobaan 1 meliputi ph tanah, kadar

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA CONTOH CARA KERJA BEBERAPA ENZIM

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA CONTOH CARA KERJA BEBERAPA ENZIM PETUNJUK PRAKTIKUM BIOKIMIA CONTOH CARA KERJA BEBERAPA ENZIM LABORATORIUM BIOKIMIA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2015 Pada praktikum ini akan dipelajari cara kerja bebera enzim seperti urease,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Bali merupakan salah satu dari beberapa bangsa sapi potong asli Indonesia yang memegang peranan cukup penting dalam penyediaan kebutuhan daging bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2012 di kawasan konservasi lumba-lumba Pantai Cahaya, Weleri, Kendal, Jawa Tengah

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. rata-rata konsumsi daging sapi selama periode adalah 1,88

I. PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. rata-rata konsumsi daging sapi selama periode adalah 1,88 I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan jenis asupan makanan yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Daging dan susu sapi adalah dua contoh sumber protein hewani yang cukup

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal dan usus pada manusia sangat erat kaitanya dengan bakteri Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang bersifat zoonosis

Lebih terperinci

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Isolasi dan perbanyakan sumber inokulum E. carotovora dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kasus rabies sangat ditakuti dikalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI Lima puluh contoh kotak pengangkutan DOC yang diuji dengan metode SNI menunjukkan hasil: empat contoh positif S. Enteritidis (8%).

Lebih terperinci

EVALUASI JUMLAH BAKTERI KELOMPOK KOLIFORM PADA SUSU SAPI PERAH DI TPS CIMANGGUNG TANDANGSARI

EVALUASI JUMLAH BAKTERI KELOMPOK KOLIFORM PADA SUSU SAPI PERAH DI TPS CIMANGGUNG TANDANGSARI EVALUASI JUMLAH BAKTERI KELOMPOK KOLIFORM PADA SUSU SAPI PERAH DI TPS CIMANGGUNG TANDANGSARI EULIS TANTI MARLINA, ELLIN HARLIA dan YULI ASTUTI H Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi merupakan hewan berdarah panas yang berasal dari famili Bovidae. Sapi banyak dipelihara sebagai hewan ternak. Ternak sapi merupakan salah satu komoditas ternak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri maupun untuk keperluan sehari-hari. Ethanol merupakan salah satu produk industri yang penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan komoditas yang multiguna. Tidak hanya berfungsi sebagai sayuran dan buah saja, tomat juga sering dijadikan pelengkap bumbu, minuman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif. B. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di laboraturium Mikrobiologi Universitas Muhammadiyah Semarang.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif meliputi

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sambal Cabai 1. Sambal Sambal salah satu bahan yang terbuat dari cabai dan ditambah bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal memiliki cita rasa yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Sebanyak 173 dan 62 contoh serum sapi dan kambing potong sejumlah berasal dari di provinsi Jawa Timur, Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Barat, Jakarta dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat Penelitian Susu UHT Impor Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu UHT yang diimpor ke Indonesia.

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat Penelitian Susu UHT Impor Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu UHT yang diimpor ke Indonesia. 20 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selulase merupakan salah satu enzim yang dapat dihasilkan oleh beberapa kelompok hewan yang mengandung bakteri selulolitik, tumbuhan dan beberapa jenis fungi.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Sterilisasi Alat dan Bahan Semua peralatan yang akan digunakan dalam penelitian disterilisasikan terlebih dahulu. Peralatan mikrobiologi disterilisasi dengan oven pada suhu 171 o C

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BRUCELLA ABORTUS PENYEBAB KEGUGURAN PADA SAPI

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BRUCELLA ABORTUS PENYEBAB KEGUGURAN PADA SAPI ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BRUCELLA ABORTUS PENYEBAB KEGUGURAN PADA SAPI SUPARTONO Balai Penelitian Veteriner, Jl R.E Martadinata 30, Bogor 16114 RINGKASAN Pengamatan kasus keluron atau keguguran yang di

Lebih terperinci

Bab 4 P E T E R N A K A N

Bab 4 P E T E R N A K A N Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usus Itik Semua saluran pencernaan hewan dapat disebut sebagai tabung dari mulut sampai anus, yang memiliki fungsi untuk mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan sisa makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional.

BAB I PENDAHULUAN. kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional. BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Sebagian besar peternak sapi perah di Indonesia masih merupakan peternak kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional. Cara beternak

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,

Lebih terperinci

PROTEKSI VAKSIN MUTAN BRUCELLA ABORTUS RB27 DERIVASI ISOLAT LAPANG S67 PADA MENCIT

PROTEKSI VAKSIN MUTAN BRUCELLA ABORTUS RB27 DERIVASI ISOLAT LAPANG S67 PADA MENCIT PROTEKSI VAKSIN MUTAN BRUCELLA ABORTUS RB27 DERIVASI ISOLAT LAPANG S67 PADA MENCIT (The Efficacy of RB27 Mutant Vaccine Derived from Brucella abortus S67 against Challenge with Field Isolate of B. Abortus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

AKABANE A. PENDAHULUAN

AKABANE A. PENDAHULUAN AKABANE Sinonim : Arthrogryposis Hydranencephaly A. PENDAHULUAN Akabane adalah penyakit menular non contagious yang disebabkan oleh virus dan ditandai dengan adanya Arthrogryposis (AG) disertai atau tanpa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat penting. Lahan tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi jagung tahun

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu . Bahan dan Alat Metode Penelitian Survei Buah Pepaya Sakit

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu . Bahan dan Alat Metode Penelitian Survei Buah Pepaya Sakit 5 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman dan Kebun Percobaan Leuwikopo, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Leptospirosis disebabkan oleh Spirochaeta termasuk genus Leptospira. Pada

PENGANTAR. Latar Belakang. Leptospirosis disebabkan oleh Spirochaeta termasuk genus Leptospira. Pada PENGANTAR Latar Belakang Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia dan hewan (zoonosis). Penyakit ini sangat penting dan ditemukan hampir di seluruh dunia, terutama di belahan

Lebih terperinci

ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS PADA KAMBING DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) CITARINGGUL HENDRO DWI SUGIYANTO

ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS PADA KAMBING DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) CITARINGGUL HENDRO DWI SUGIYANTO ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS PADA KAMBING DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) CITARINGGUL HENDRO DWI SUGIYANTO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeromonas salmonicida 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi A. salmonicida A. salmonicida merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak motil, tidak membentuk spora,

Lebih terperinci

PENYAKIT ZOONOSIS PADA TELUR, SUSU, DAN DAGING

PENYAKIT ZOONOSIS PADA TELUR, SUSU, DAN DAGING PENYAKIT ZOONOSIS PADA TELUR, SUSU, DAN DAGING Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah kesehatan masyarakat veteriner Dosen Pengampu : drh. Dyah Mahendrasari S. M. Sc Di Susun Oleh : 1. Ningrum Pangstu

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto LAMPIRAN Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto Lampiran 2. Pembuatan Media dan Reagen 2.1 Pembuatan Media Skim Milk Agar (SMA) dalam 1000 ml (Amelia, 2005) a. 20 gram susu

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi

METODE Lokasi dan Waktu Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Laboratorium mikrobiologi, SEAFAST CENTER, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Desember 2013 dengan tahapan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Desember 2013 dengan tahapan 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Desember 2013 dengan tahapan kegiatan, yaitu pengambilan sampel, isolasi dan identifikasi bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Susu dan produk olahannya merupakan pangan asal hewan yang kaya akan zat gizi, seperti protein, lemak, laktosa, mineral dan vitamin yang dibutuhkan untuk memenuhi hampir

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 19 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian berlangsung dari bulan Mei 2011 sampai November 2012 di Laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

Universitas Gajah Mada 1

Universitas Gajah Mada 1 Nama Matakuliah : Zoonosis Kode/SKS : KH4035, 2/0 SKS Prasyarat : 1. Ilmu Penyakit Bakteriai dan Mikal Veteriner 2. Ilmu Penyakit Parasitik Veteriner 3. Virologi dan Ilmu Penyakit Viral Veteriner Status

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kejadian rabies sangat ditakuti di kalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan gejala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, pemeliharaan stamina tubuh, percepatan regenerasi sel dan menjaga sel darah merah (eritrosit) agar tidak mudah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui pertumbuhan mikroorganisme pengganti Air Susu Ibu di Unit Perinatologi Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB (PKBT-IPB) Pasir Kuda, Desa Ciomas, Bogor, dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Larangan. Hewan Babi. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Larangan. Hewan Babi. Pencabutan. No.209,2010 BERITA NEGARA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Larangan. Hewan Babi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR : 05/M-DAG/PER/2/2010 TENTANG PENCABUTAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 16/M-DAG/PER/5/2009

Lebih terperinci

Isolasi, Karakterisasi dan Uji Potensi Bakteri Penghasil Enzim Termostabil Air Panas Kerinci

Isolasi, Karakterisasi dan Uji Potensi Bakteri Penghasil Enzim Termostabil Air Panas Kerinci ISSN: 2503-4588 Isolasi, Karakterisasi dan Uji Potensi Bakteri Penghasil Enzim Termostabil Air Panas Kerinci Priya Tri Nanda 1, Sinta Anggraini Siregar 1, Rifky Kurniawan 1, Hairuidin 1, Meriyanti 1, Yatno

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif.

BAB III METODA PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. BAB III METODA PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium mikrobiologi program

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif meliputi

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif meliputi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PEMBENTUK ASAM LAKTAT DALAM DAGING DOMBA

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PEMBENTUK ASAM LAKTAT DALAM DAGING DOMBA ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PEMBENTUK ASAM LAKTAT DALAM DAGING DOMBA Hendronoto Arnoldus W. Lengkey 1, Roostita L. Balia 1, Iulian Togoe 2, Bogdan A. Tasbac 2, Nooremma Sophiandi 3 1 Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari Oktober 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Produksi daging sapi pada tahun 2012 mengalami defisit sebesar 78.329 ton (21,40%). Upaya yang telah dilakukan untuk peningkatan produksi daging sapi secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bujur Timur dengan jarak 149 km dari Dili, suhu maksimun 32 o C dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bujur Timur dengan jarak 149 km dari Dili, suhu maksimun 32 o C dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Distrik Bobonaro Distrik Bobonaro terletak di antara 8 o 48-9 15 Lintang Selatan dan 125 o 55-125 24 Bujur Timur dengan jarak 149 km dari Dili, suhu maksimun 32 o C dan suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu Indonesia memutuskan untuk mengimpor sapi dari Australia. Indonesia mengambil keputusan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

Reaksi BIOKIMIA PADA UJI BAKTERIOLOGI. No UJI BIOKIMIA KETERENGAN. 1. Uji fermentasi karbohidrat

Reaksi BIOKIMIA PADA UJI BAKTERIOLOGI. No UJI BIOKIMIA KETERENGAN. 1. Uji fermentasi karbohidrat Reaksi BIKIMIA PADA UJI BAKTERILGI o UJI BIKIMIA KETEREGA 1. Uji fermentasi karbohidrat Uji positif ditandai dengan perubahan warna indikator BTB (brom timol biru) pada media biakan dari biru menjadi kuning.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang bersifat patogen merupakan prioritas utama untuk dilakukan pada bidang kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans yang mempengaruhi baik manusia maupun hewan. Manusia terinfeksi melalui

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul pengaruh variasi periode pemanasan pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah dilaksanakan sejak tanggal 11 April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic Escherichia coli atau disebut EHEC yang dapat menyebabkan kematian pada manusia (Andriani, 2005; Todar,

Lebih terperinci

Y ij = µ + B i + ε ij

Y ij = µ + B i + ε ij METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Perah dan Laboratorium

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

Balai Karantina Pertanian Kelas I Banjarmasin Jl. Mayjend Sutoyo S. No Banjarmasin

Balai Karantina Pertanian Kelas I Banjarmasin Jl. Mayjend Sutoyo S. No Banjarmasin Kontak kami Jl. Mayjend Sutoyo S. No. 1134 Banjarmasin go to url: Makalah Karya Tulis Ilmiah UPAYA MEMPERTAHANKAN KALIMANTAN SELATAN BEBAS BRUCELLOSIS Yuswandi* * Jl. Mayjend. Sutoyo S. No 1134 Banjarmasin

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian diadakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Pengambilan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENELITI UTAMA: I PUTU CAKRA PUTRA A. SP., MMA. BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

STUDI PATOGENISITAS BRUCELLA SUIS ISOLAT LAPANG DAN KEMAMPUAN PENULARANNYA DARI BABI KE MANUSIA

STUDI PATOGENISITAS BRUCELLA SUIS ISOLAT LAPANG DAN KEMAMPUAN PENULARANNYA DARI BABI KE MANUSIA STUDI PATOGENISITAS BRUCELLA SUIS ISOLAT LAPANG DAN KEMAMPUAN PENULARANNYA DARI BABI KE MANUSIA AGUS SUDIBYO Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata No. 30, P.O. Box 151, Bogor 16114, Indonesia

Lebih terperinci

ENZIM. Ir. Niken Astuti, MP. Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, UMB YOGYA

ENZIM. Ir. Niken Astuti, MP. Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, UMB YOGYA ENZIM Ir. Niken Astuti, MP. Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, UMB YOGYA ENZIM ENZIM ADALAH PROTEIN YG SANGAT KHUSUS YG MEMILIKI AKTIVITAS KATALITIK. SPESIFITAS ENZIM SANGAT TINGGI TERHADAP SUBSTRAT

Lebih terperinci