PENGGOLONGAN MORFOMETRIK DOMBA GARUT, DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS MELALUI ANALISIS DISKRIMINAN FISHER, WALD-ANDERSON DAN JARAK MAHALANOBIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGGOLONGAN MORFOMETRIK DOMBA GARUT, DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS MELALUI ANALISIS DISKRIMINAN FISHER, WALD-ANDERSON DAN JARAK MAHALANOBIS"

Transkripsi

1 PENGGOLONGAN MORFOMETRIK DOMBA GARUT, DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS MELALUI ANALISIS DISKRIMINAN FISHER, WALD-ANDERSON DAN JARAK MAHALANOBIS SKRIPSI OMI DWI NURRAHMI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN OMI DWI NURRAHMI. D Penggolongan Morfometrik Domba Garut, Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Melalui Analisis Diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan Jarak Mahalanobis. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Rini H. Mulyono, M.Si. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Ismeth Inounu, MS. Domba merupakan ternak yang banyak dikembangkan di Indonesia. Tiga jenis domba di Indonesia yaitu domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis. Informasi mengenai karakteristik morfometrik domba dapat dijadikan dasar pengembangan domba lebih lanjut. Melalui karakteristik morfometrik tersebut dapat diketahui ciri khas setiap jenis domba berdasarkan morfometrik ukuran tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk menggolongkan domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis secara morfometrik dengan melakukan pengukuran terhadap variabel-variabel tubuh yang terdiri atas tinggi pundak (X 1 ), tinggi pinggul (X 2 ), panjang badan (X 3 ), lebar dada (X 4 ), dalam dada (X 5 ), lebar pinggul (X 6 ), lebar kelangkang (X 7 ), panjang kelangkang (X 8 ), lingkar dada (X 9 ) dan lingkar kanon (X 10 ). Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi peternakan yaitu CV. Mitra Tani Farm, Ciampea Bogor dan Tawakkal Farm, Cimande Bogor. Materi yang digunakan dalam penelitian adalah 65 ekor domba Garut yang terdiri atas 32 ekor domba jantan dan 33 ekor domba betina; 32 ekor domba Ekor Gemuk yang terdiri atas 10 ekor domba jantan dan 22 ekor domba betina; dan 66 ekor domba Ekor Tipis yang terdiri atas 33 ekor domba jantan dan 33 ekor domba betina. Analisis data menggunakan statistik T 2 -Hotelling, analisis diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan jarak minimum D 2 -Mahalanobis. Hasil pengujian T 2 -Hotelling menunjukkan bahwa secara umum ukuran tubuh kelompok domba jantan lebih besar (P<0,01) pada setiap jenis domba yang diamati. Perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan, pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan, pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina, pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Tipis betina dan pada kelompok domba Ekor Gemuk betina vs domba Ekor Tipis betina. Perbedaan yang nyata (P<0,05) ditemukan pada kelompok domba Ekor Gemuk jantan vs domba Ekor Tipis jantan. Variabel pembeda tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan, lebar dada, dalam dada, panjang kelangkang, lingkar dada dan lingkar kanon ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan; variabel pembeda tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan, lebar dada, dalam dada, lebar pinggul, panjang kelangkang, lingkar dada dan lingkar kanon ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan; variabel pembeda tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan dan lingkar dada ditemukan pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina. Faktor koreksi berdasarkan penggolongan Wald-Anderson sebesar 97,62% ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan; sebesar 96,92% ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan; sebesar 89,09% ii

3 ditemukan pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina. Jarak minimum D 2 -Mahalanobis antara kelompok domba Garut jantan dan domba Ekor Gemuk jantan sebesar 4,420, antara kelompok domba Garut jantan dan domba Ekor Tipis jantan sebesar 4,484 dan antara kelompok domba Garut betina dan domba Ekor Gemuk betina sebesar 2,588. Berdasarkan keseluruhan hasil analisis semakin banyak variabel pembeda yang ditemukan antara dua kelompok domba yang diamati maka jarak minimum D 2 -Mahalanobis semakin tinggi dan secara umum persentase faktor koreksi antara kedua kelompok domba tersebut semakin tinggi atau kesalahan penggolongan semakin kecil. Berdasarkan kriteria penggolongan Wald-Anderson, individu domba yang mengalami kesalahan penempatan kelompok tidak dapat digunakan sebagai bibit karena dapat membawa karakteristik morfometrik yang bukan merupakan karakteristik kelompoknya. Penggolongan berdasarkan kriteria Wald-Anderson memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan penggolongan berdasarkan skor diskriminan. Kata-kata kunci : domba, T 2 -Hotelling, diskriminan Fisher, Wald-Anderson, D 2 - Mahalanobis. iii

4 ABSTRACT Morphometric Classification of Garut Sheep, Fat-Tailed Sheep and Thin-Tailed Sheep Through Fisher Discriminant, Wald-Anderson Analysis and Minimum Distance D 2 - Mahalanobis Nurrahmi, O.D., R.H. Mulyono and I. Inounu Garut sheep, Fat-Tailed sheep and Thin-Tailed sheep are sheep breeds in Indonesia. This study aimed to get morphometric characteristic of those sheep. The calculation of the Fisher discriminant analysis, Wald-Anderson criteria and minimum distance D 2 -Mahalanobis are based on the measurement of body linear variables such as withers height, hip height, body length, chest width, chest depth, hip width, rump width, rump length,chest girth and canon circumference. T 2 -Hotelling test resulted that body size of rams is larger than ewes (P<0.01). T 2 -Hotelling test different very significantly (P<0.01) between Garut rams vs Fat-Tailed rams, between Garut rams vs Thin-Tailed rams, between Garut ewes vs Fat-Tailed ewes, between Garut ewes vs Thin-Tailed ewes and between Fat-Tailed ewes vs Thin-Tailed ewes; significantly (P<0.05) between Fat-Tailed rams vs Thin-Tailed rams. Variables distinguishing between Garut rams vs Fat-Tailed rams was withers height, hip height, body length, chest width, chest depth, rump length, chest girth and canon circumference; between Garut rams vs Thin-Tailed rams was withers height, hip height, body length, chest width, chest depth, hip width, rump length, chest girth and canon circumference; between Garut ewes vs Fat-Tailed ewes was withers height, hip height, body length and chest girth. Correction factor based on Wald-Anderson criteria was 97.62% between Garut rams vs Fat-Tailed rams; between Garut rams vs Thin-Tailed rams was 96.92%; and between Garut ewes vs Fat-Tailed ewes was 89.09%. Minimum distance D 2 -Mahalanobis between Garut rams and Fat-Tailed rams was 4.420; between Garut rams and Thin-Tailed rams was 4.484; and between Garut ewes and Fat-Tailed ewes was Keywords: sheep, T 2 -Hotelling, discriminant Fisher, Wald-Anderson, D 2 - Mahalanobis iv

5 PENGGOLONGAN MORFOMETRIK DOMBA GARUT, DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS MELALUI ANALISIS DISKRIMINAN FISHER, WALD-ANDERSON DAN JARAK MAHALANOBIS OMI DWI NURRAHMI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 v

6 Judul Nama NIM : Penggolongan Morfometrik Domba Garut, Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Melalui Analisis Diskriminan Fisher, Wald- Anderson dan Jarak Mahalanobis : Omi Dwi Nurrahmi : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Ir. Rini H. Mulyono, M.Si.) (Prof. Dr. Ir. Ismeth Inounu, M.S.) NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP Tanggal Ujian: 1 Juli 2011 Tanggal Lulus: vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Juli 1989 di Argamakmur, Bengkulu Utara. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan H. Izaddin, S.IP. dan Fauziah, S.Pd. Kakak kandung Penulis bernama Ifa Nadia Khairinnisa, S.Far.,Apt. Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak Raudhatul Atfal Argamakmur pada tahun 1994 dan diselesaikan pada tahun Pada tahun 1995 Penulis mengawali pendidikan dasar di SD Negeri 26 Argamakmur dan diselesaikan pada tahun Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 di SLTP Negeri 1 Argamakmur dan diselesaikan pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Argamakmur pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswi Penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) periode sebagai Kepala Divisi Peduli Pangan Peternakan (P3) dan Majalah Peduli Pangan dan Gizi EMULSI IPB sebagai Tim Marketing periode serta Penulis tergabung sebagai anggota dalam Ikatan Mahasiswa Bumi Rafflesia (IMBR) Bengkulu-Bogor. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitian dan kegiatan di kampus, antara lain Masa Perkenalan Fakultas (MPF) Peternakan 2009, Fapet Goes to Village 2009, Exploring The World of Jurnalistic (EXOTICS) 2009, 3 rd D Sate Festival 2010, Hari Susu Nusantara 2010, Kontes Bibit dan Seni Ketangkasan Domba Garut Nasional 2010 dan lain-lain. Penulis pernah memenangkan juara dua pada lomba pencarian dan peliputan berita (team) Journalistic Fair IPB Pada tahun 2010 Penulis berkesempatan mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian (PKM-P) DIKTI dan berhasil mendapatkan pendanaan dengan judul penelitian, Analisis Produksi Gas Bio Sebagai Bahan Bakar Alternatif yang Terbuat dari Campuran Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) dan Feses Sapi Potong. Pada tahun ajaran 2010/2011 Penulis terdaftar sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Teknik Pengolahan Susu. vii

8 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah-nya Penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat sebagai suri tauladan hingga akhir zaman. Skripsi dengan judul, Penggolongan Morfometrik Domba Garut, Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Melalui Analisis Diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan Jarak Mahalanobis merupakan tugas akhir yang menjadi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Domba merupakan salah satu komoditi peternakan yang banyak dikembangkan di Indonesia. Tiga jenis domba di Indonesia yaitu domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis. Peningkatan produktivitas domba salah satunya dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu genetik. Penelitian dan penulisan skripsi ini bertujuan untuk menggolongkan morfometrik domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis melalui analisis diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan jarak Mahalanobis sehingga dapat diketahui karakteristik fenotip kuantitatif setiap jenis domba tersebut. Informasi mengenai karakteristik morfometrik dan ukuran-ukuran tubuh sangat penting bagi peternak karena dapat digunakan sebagai alat seleksi untuk menentukan produktivitas dan performa ternak. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan acuan pengembangan domba lebih lanjut. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat Penulis harapkan agar skripsi ini menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca serta memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan dan peternakan. Amin. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Bogor, Juli 2011 Penulis viii

9 DAFTAR ISI LEMBAR SAMPUL DALAM. RINGKASAN... ABSTRACT.. LEMBAR PERNYATAAN.. LEMBAR PENGESAHAN. RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. Halaman PENDAHULUAN. 1 Latar Belakang.. 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Domba... 3 Domba Garut. 3 Domba Ekor Gemuk. 5 Domba Ekor Tipis. 6 Pertumbuhan dan Ukuran-Ukuran Tubuh Domba 8 Analisis Diskriminan. 13 Kriteria Penggolongan Wald-Anderson 14 Analisis Jarak Minimum D 2 -Mahalanobis 14 MATERI DAN METODE 15 Lokasi dan Waktu. 15 Materi 15 Prosedur 17 Pengumpulan Data 17 Pengukuran 17 Analisis Data 19 Statistik Deskriptif 19 Statistik T 2 -Hotelling 19 Analisis Fungsi Diskriminan Fisher.. 20 Analisis Wald-Anderson Analisis Jarak Minimum D 2 -Mahalanobis 22 i ii iv v vi vii viii ix xi xiii xiv ix

10 HASIL DAN PEMBAHASAN. 23 Kondisi Umum Lokasi Penelitian CV. Mitra Tani Farm (MT Farm) Ciampea Bogor.. 23 Tawakkal Farm Cimande Kabupaten Bogor.. 24 Hasil Statistik Deskriptif Ukuran Tubuh Domba yang Diamati.. 26 Hasil Uji T 2 -Hotelling. 29 Penggolongan Berdasarkan Fungsi Diskriminan Fisher dan Wald-Anderson serta Jarak Minimum D 2 -Mahalanobis.. 30 Kelompok Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Gemuk Jantan. 30 Kelompok Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan. 33 Kelompok Domba Ekor Gemuk Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina. 37 Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Tipis Betina 40 Kelompok Domba Ekor Gemuk Betina vs Domba Ekor Tipis Betina 41 Rekapitulasi Hasil Analisis Berdasarkan Fungsi Diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan Jarak Minimum D 2 -Mahalanobis.. 42 Kelompok Domba Jantan Kelompok Domba Betina KESIMPULAN DAN SARAN. 49 Kesimpulan.. 49 Saran. 50 UCAPAN TERIMA KASIH. 51 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.. 56 x

11 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah Ternak Domba yang Digunakan pada Penelitian Statistik Deskriptif Variabel Tinggi Pundak, Tinggi Pinggul, Panjang Badan, Lebar dada dan Dalam Dada Domba yang Diamati Statistik Deskriptif Variabel Lebar Pinggul, Lebar Kelangkang, Panjang kelangkang, Lingkar Dada dan Lingkar Kanon yang Diamati Rekapitulasi Hasil Uji T 2 -Hotelling pada Domba-Domba yang Diamati Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Gemuk Jantan Penggolongan Individu Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Gemuk Jantan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan Penggolongan Individu Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Ekor Gemuk Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina Penggolongan Individu Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Garut Betina vs Domba Ekor Tipis Betina Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Ekor Gemuk Betina vs Domba Ekor Tipis Betina. 41 xi

12 14. Jarak Minimum D 2 -Mahalanobis pada Domba Garut Jantan, Domba Ekor Gemuk Jantan dan Domba Ekor Tipis Jantan (Telah Diakarkan) Rekapitulasi Variabel Pembeda, Faktor Koreksi Wald- Anderson dan Jarak Minimum D 2 -Mahalanobis pada Setiap Dua Kelompok Domba Jantan Jarak Minimum D 2 -Mahalanobis pada Domba Garut Betina, Domba Ekor Gemuk Betina dan Domba Ekor Tipis Betina (Telah Diakarkan) Rekapitulasi Variabel Pembeda, Faktor Koreksi Wald Anderson dan Jarak Minimum D 2 -Mahalanobis pada Setiap Dua Kelompok Domba Betina.. 46 xii

13 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Domba Garut Jantan Domba Garut Betina Domba Ekor Gemuk Jantan Domba Ekor Gemuk Betina Domba Ekor Tipis Jantan Domba Ekor Tipis Betina Bagan Anatomi Kerangka Tubuh Ternak Domba Dewasa Domba Garut pada Penelitian Domba Ekor Gemuk pada Penelitian Domba Ekor Tipis pada Penelitian Peralatan Pengukuran Variabel-Variabel Tubuh Domba (a = Tongkat Ukur; b= Kaliper; c = Pita Ukur) Pengukuran Bagian-bagian Tubuh Domba Peta Lokasi CV. MT Farm (Ciampea) Kandang Domba CV. MT Farm Peta Lokasi Tawakkal Farm (Cimande Hilir) Kandang Domba Tawakkal Farm Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Gemuk Jantan Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina 39 xiii

14 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Cara Perhitungan Manual Uji Statistik T 2 -Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina Cara Perhitungan Fungsi Diskriminan Fisher pada Berbagai Ukuran Tubuh Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina Penggolongan Individu Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina Berdasarkan Skor Diskriminan Penggolongan Individu Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina Berdasarkan Kriteria Wald- Anderson Cara Perhitungan Jarak Minimum D 2 -Mahalanobis Kelompok Domba Garut Betina dan Domba Ekor Gemuk Betina Cara Pengukuran Bagian-Bagian Tubuh Domba Formulir Isian Ukuran-Ukuran Tubuh Domba. 80 xiv

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, maka kebutuhan protein hewani masyarakat juga semakin meningkat. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah ketersediaan ternak domba sebagai sumber daging. Domba merupakan ternak yang populer dan banyak dipelihara masyarakat Indonesia, terutama di pulau Jawa. Menurut Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2009) populasi ternak domba di Jawa Barat adalah ekor. Data Badan Pusat Statistik (2009) menyatakan bahwa populasi domba di Indonesia pada tahun 2008 sebanyak ekor. Ternak domba memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan karena memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai keadaan lingkungan, sifat toleransi yang tinggi terhadap berbagai pakan ternak dan dapat berkembang biak sepanjang tahun. Jenis domba yang secara umum terdapat di Indonesia adalah domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis. Jenis domba di Indonesia ini menunjukkan kemampuan produksi yang baik dalam iklim tropis lembab dan kondisi pemeliharaan yang sederhana. Domba Garut banyak ditemukan di Jawa Barat dan dikenal dua jenis domba Garut yaitu tipe tangkas dan pedaging. Domba Ekor Gemuk banyak ditemukan di Jawa Timur dan dikenal karena deposisi lemak pada ekor sehingga bentuk ekor nampak gemuk. Jenis domba ini tidak bertanduk dan benjolan tanduk ditemukan pada beberapa jantan. Domba Ekor Tipis banyak ditemukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah dan digolongkan sebagai domba berukuran kecil. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani, potensi ternak di Indonesia diperkirakan belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2008), populasi ternak di Indonesia diprediksi akan terus berkembang, namun akan stagnan atau turun bila ketersediaan bibit dan pertumbuhan populasi ternak tidak terpenuhi. Hal tersebut akan berakibat pada penurunan populasi ternak secara terus menerus karena kebutuhan yang terus meningkat dan tidak bisa diabaikan, oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan produktivitas ternak. Produktivitas ternak pada dasarnya dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berhubungan dengan potensi yang dimiliki setiap bangsa ternak, sedangkan faktor lingkungan banyak berhubungan dengan

16 ketersediaan pakan, kondisi iklim dan penyakit terutama parasit. Perbaikan faktor genetik ternak dapat dilakukan melalui seleksi dan persilangan. Kekerabatan yang dekat antara dua jenis kelompok ternak yang diamati memberikan petunjuk agar upaya seleksi pada setiap jenis kelompok ternak dilakukan. Kekerabatan yang jauh antara dua jenis kelompok ternak yang diamati memberikan petunjuk agar upaya persilangan antara kedua jenis kelompok ternak tersebut dilakukan. Kedua upaya tersebut ditujukan untuk meningkatkan mutu genetik. Program pemuliaan memerlukan informasi karakteristik morfometrik yang merupakan ciri khas dari setiap bangsa ternak yang digunakan. Perbedaan ukuran-ukuran linear tubuh diantara dua jenis ternak yang diamati merupakan bukti bahwa kedua jenis kelompok ternak tersebut secara genetis berbeda. Perbedaan tersebut dapat ditemukan hanya pada variabel-variabel tertentu sehingga variabel tersebut menjadi pembeda yang memberikan ciri khas pada setiap jenis domba yang diamati. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menggolongkan domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis yang diamati pada populasi ternak berdasarkan analisis diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan jarak minimum D 2 -Mahalanobis. Perhitungan analisis diskriminan Fisher dilakukan untuk mendapatkan variabel pembeda diantara setiap dua kelompok domba berdasarkan pengukuran variabelvariabel linear tubuh yang meliputi tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan, dalam dada, lebar dada, lebar pinggul, lebar kelangkang, panjang kelangkang, lingkar dada dan lingkar kanon. Perhitungan statistik Wald-Anderson dan jarak minimum D 2 -Mahalanobis dilakukan berdasarkan variabel pembeda yang ditemukan melalui analisis diskriminan Fisher. Berdasarkan penggolongan Wald-Anderson akan ditemukan individu-individu domba yang berada pada kelompok yang tidak semestinya sehingga individu-individu domba tersebut tidak harus dikawinkan dalam kelompoknya karena akan membawa sifat morfometrik yang bukan merupakan karakteristik jenis kelompoknya. Pendekatan statistik jarak minimum D 2 - Mahalanobis pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jarak ketidakserupaan morfometrik diantara dua jenis kelompok domba yang mencerminkan jarak kekerabatan diantara kedua kelompok domba tersebut. 2

17 TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan ternak yang sudah sejak lama dibudidayakan. Semua jenis domba memiliki beberapa karakteristik yang sama dan diklasifikasikan ke dalam kerajaan (kingdom) hewan, filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (hewan yang menyusui), ordo Artiodactyla (hewan berteracak atau berkuku genap), sub ordo Ruminate (Ruminansia), famili Bovidae (hewan memamah biak), genus Ovis dan spesies Ovis Aries (Damron, 2006). Domestikasi domba dimulai di daerah Aralo Caspian dan menyebar ke Iran, lalu ke arah timur yaitu ke anak benua India dan Asia Tenggara, Asia Barat dan bahkan sampai Eropa dan Afrika. Pada saat yang bersamaan, terjadi penyebaran domba ke Amerika, Australia dan beberapa pulau kecil di daerah Oseania (Williamson dan Payne, 1993). Food and Agriculture Organization atau FAO (2004) menyatakan bahwa ditemukan tiga jenis domba yang berkembang di Indonesia yaitu domba Garut, domba Ekor Tipis dan domba Ekor Gemuk. Menurut Bradford dan Inounu (1996), secara umum ditemukan dua jenis domba di Indonesia yaitu domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis dengan beberapa variasi di tiap daerah terutama untuk domba Ekor Tipis. Domba-domba tersebut dapat beradaptasi terhadap iklim tropis. Domba Garut Domba Garut atau domba Priangan merupakan domba Indonesia yang memiliki produktivitas lebih baik dibandingkan dengan domba lokal lain, terutama di daerah Jawa Barat (Riwantoro, 2005). Menurut FAO (2004), domba Garut atau domba Priangan berasal dari persilangan domba Merino dari Australia, domba Kaapstad dari Afrika Selatan yang disilangkan dengan domba Ekor Tipis atau domba Lokal. Mulliadi (1996) menyatakan bahwa performa domba Garut dipengaruhi tiga bangsa domba yaitu domba Kaapstad yang mempengaruhi tinggi dan pemunculan warna putih; domba Merino yang mempengaruhi sifat tanduk dan pemunculan warna putih; sedangkan domba Lokal yang mempengaruhi sifat tangkas dan pemunculan warna hitam dan coklat. Mulliadi (1996) lebih lanjut menyatakan bahwa domba Garut yang terbentuk saat ini merupakan hasil seleksi selama bertahun-tahun serta seleksi alam sehingga menimbulkan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap

18 lingkungan setempat. Margawati et al. (2007) menyatakan bahwa domba Garut memiliki potensi sebagai sumber daging asal ternak berdasarkan analisis kuantitatif dan genetis. Gambar 1 dan 2 menyajikan domba Garut jantan dan betina. Gambar 1. Domba Garut Jantan Gambar 2. Domba Garut Betina Menurut Mansjoer et al. (2007), domba Garut banyak dipelihara sebagai domba aduan (tipe tangkas) dan sebagai sumber pedaging (tipe pedaging). Gunawan dan Noor (2006) menyatakan bahwa program pemuliaan domba Garut diarahkan untuk dikembangkan sebagai tipe pedaging dan sebagai tipe tangkas. FAO (2004) 4

19 menyatakan bahwa domba Garut banyak digunakan untuk memperbaiki mutu genetik domba Lokal dari daerah lain, dengan cara menyilangkan betina-betina lokal dengan pejantan domba Garut. Domba Garut memiliki bobot hidup kg pada jantan dan betina kg; daun telinga relatif kecil dan kokoh; betina tidak bertanduk, sedangkan jantan bertanduk besar, kokoh, kuat dan melingkar; profil muka yang cembung; ekor berbentuk segitiga terbalik dan pada bagian bawah pangkal ekor terdapat lemak. Riwantoro (2005) menyatakan bahwa warna dasar yang dimiliki domba Garut adalah hitam, putih dan cokelat. Domba Ekor Gemuk Domba Ekor Gemuk banyak ditemukan di Madura, Jawa Timur dan Indonesia Timur. Jenis domba ini dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim kering (FAO, 2004). Domba Ekor Gemuk memiliki bentuk ekor yang panjang, lebar, tebal, besar dan semakin mengecil ke arah ujung. Ekor digunakan sebagai tempat menimbun lemak (cadangan energi), sehingga membesar pada saat ketersediaan pakan banyak. Domba Ekor Gemuk jantan dan betina tidak memiliki tanduk. Sebagian besar domba Ekor Gemuk berwarna putih, tetapi ditemukan beberapa berwarna hitam atau kecoklatan. Domba Ekor Gemuk jantan mampu mencapai berat sekitar kg, sedangkan betina 30 kg (FAO, 2004). FAO (2004) menyatakan bahwa domba Ekor Gemuk diduga merupakan keturunan domba Kirmani dari Persia yang dibawa pedagang Arab ketika berdagang ke Indonesia. Herman (2005) menyatakan bahwa komposisi karkas domba Ekor Gemuk memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi daripada domba Garut. Bradford dan Inounu (1996) menyatakan bahwa tanda-tanda yang merupakan karakteristik khas domba Ekor Gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Dijelaskan lebih lanjut bahwa diantara populasi domba Ekor Gemuk, domba yang ditemukan di Pulau Madura mempunyai ukuran ekor yang ekstrim dengan bagian pangkal ekor dan bagian ujung ekor kecil. Wijonarko (2007) menyatakan bahwa domba Ekor Gemuk banyak dipelihara di Indonesia bagian timur dan dikategorikan sebagai domba tipe pedaging, jenis domba ini sebagian besar dipelihara masyarakat sebagai penghasil daging (domba potong) dan hanya sebagian kecil dimanfaatkan sebagai penghasil susu. Gambar 3 dan 4 menyajikan domba Ekor Gemuk jantan dan betina. 5

20 Sumber: Info Ternak (2009 a ) Gambar 3. Domba Ekor Gemuk Jantan Sumber: Info Ternak (2009 b ) Gambar 4. Domba Ekor Gemuk Betina Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis merupakan domba asli Indonesia. Populasi domba Ekor Tipis paling banyak ditemukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Domba ini mampu hidup di daerah gersang. Domba Ekor Tipis memiliki tubuh kecil sehingga disebut domba Kacang, domba Kampung atau domba Jawa (Mulliadi, 1996). Domba Ekor Tipis memiliki ukuran ekor yang relatif kecil dan tipis; bulu pada umumnya berwarna putih, hanya kadang-kadang ditemukan warna lain, misal belang-belang hitam di sekitar mata, hidung atau bagian tubuh lain; betina domba Ekor Tipis tidak 6

21 bertanduk, sedangkan jantan bertanduk kecil dan melingkar; bobot dewasa jantan berkisar kg dan betina sekitar kg (FAO, 2004). Domba ini merupakan jenis domba ukuran kecil dengan bobot potong 19 kg dan tinggi pundak 57 cm (FAO, 2004). Menurut Bradford dan Inounu (1996), domba Ekor Tipis memiliki bobot badan berkisar antara kg pada sistem manajemen pemeliharaan secara tradisional. Tiesnamurti dan Inounu (1988) melaporkan bahwa frekuensi kejadian kelahiran anak kembar domba Ekor Tipis lebih banyak ditemukan di stasiun percobaan Cicadas. Gambar 5 dan 6 menyajikan domba Ekor Tipis jantan dan betina. Sumber: Info Ternak (2009 c ) Gambar 5. Domba Ekor Tipis Jantan Gambar 6. Domba Ekor Tipis Betina 7

22 Subandriyo et al. (1981) menyatakan bahwa domba Ekor Tipis yang berasal dari daerah Garut memiliki fertilitas tinggi. Jarak beranak domba Ekor Tipis antara 7,5-12,5 bulan. Rata-rata litter size domba Ekor Tipis adalah 1,97 dengan rata-rata jumlah anak yang lepas sapih 1,32. Bobot lahir dan bobot badan umur 30, 60 serta 90 hari, lebih besar ditemukan pada anak domba kelahiran tunggal daripada kelahiran kembar. Sutama (1988) menyatakan bahwa domba Ekor Tipis memiliki performa reproduksi yang relatif tinggi pada tingkat pakan berkualitas rendah, namun peningkatan beberapa aspek reproduksi masih dapat dilakukan dengan perbaikan pakan. Pertumbuhan dan Ukuran-Ukuran Tubuh Domba Bentuk dan ukuran tubuh domba dapat dideskripsikan dengan menggunakan ukuran dan penilaian visual. Ukuran sering digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan. Ukuran merupakan indikator penting pertumbuhan, tetapi tidak dapat digunakan untuk mengindikasikan komposisi tubuh ternak (Fourie et al., 2002). Pertumbuhan merupakan perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia. Perubahan organ-organ dan jaringan berlangsung secara gradual hingga tercapai ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan tersebut (Soeparno, 1998). Herren (2000) menyatakan bahwa secara umum pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan ukuran dan jumlah sel tubuh. Pertumbuhan terdiri atas dua fase utama yaitu prenatal (sebelum ternak lahir) dan postnatal (setelah ternak lahir). Semua organ dari tubuh ternak akan dibentuk pada pertumbuhan prenatal, sedangkan peningkatan dari ukuran dan sistem dewasa tubuh dan perkembangannya terjadi pada pertumbuhan postnatal. Selama periode prenatal dan postnatal, dihasilkan peningkatan sel-sel dalam ukuran (hypertrophy) ataupun jumlah (hyperplasia). Herren (2000) lebih lanjut menyatakan bahwa ternak mengalami pertumbuhan secara cepat dari waktu ternak tersebut dilahirkan sampai dengan mencapai dewasa kelamin. Setelah mencapai dewasa kelamin pertumbuhan akan tetap berlanjut, meskipun kecepatan pertumbuhan lebih lambat sampai dengan pertumbuhan dari otot dan tulang berhenti. Soeparno (1998) menyatakan bahwa pertumbuhan ternak diatur hormon. Testosteron sebagai steroid dari androgen mengakibatkan pertumbuhan 8

23 ternak jantan lebih cepat. Steroid kelamin terlibat dalam pengaturan pertumbuhan dan terutama berpengaruh terhadap komposisi tubuh antara jenis kelamin jantan dan betina. Soeparno (1998) lebih lanjut menyatakan bahwa genotip ternak juga dapat mempengaruhi laju pertumbuhan. Bangsa ternak yang besar akan lahir lebih berat, tumbuh lebih cepat dan lebih berat pada saat mencapai kedewasaan daripada bangsa ternak yang kecil. Menurut Salamena et al. (2007) keragaman genetik dapat diteliti melalui pengamatan keragaman fenotipik sifat-sifat kuantitatif melalui analisis morfometrik. Pengelompokan ternak berdasarkan sifat kuantitatif sangat membantu untuk memberikan deskripsi ternak, khususnya untuk mengevaluasi bangsa-bangsa ternak. Pendekatan morfometrik digunakan untuk mempelajari hubungan genetik, sehingga pengukuran dilakukan terhadap bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh. Warwick et al. (1995) menyatakan bahwa sifat kuantitatif berperan penting dalam bidang peternakan terutama yang menyangkut sifat produksi. Melalui ukuran-ukuran tubuh dapat diketahui asal-usul dan hubungan filogenetik suatu jenis ternak (Warwick et al., 1995). Perbedaan yang ditemukan diantara kedua jenis domba mengindikasikan suatu perbedaan pada struktur dan variasi fenotipik morfologi tubuh sebagai respon asal usul, proses domestikasi, seleksi maupun persilangan dari pengaruh utama faktor genetik (keturunan), lingkungan dan interaksi keduanya (Campbell dan Lasley, 1985). Noor (2008) menyatakan bahwa perbedaan yang ditemukan pada ternak untuk berbagai sifat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Kedua faktor ini berperan sangat penting dalam menentukan keunggulan suatu ternak. Bagian tubuh domba yang lain seperti ukuran ekor dan tanduk juga dapat digunakan sebagai variabel pembeda diantara jenis domba. Handiwirawan et al. (2011) melaporkan bahwa lebar ekor, lingkar dasar tanduk dan panjang tanduk merupakan variabel pembeda yang ditemukan antara domba Barbados Blak Belly Cross, Garut Lokal, Garut Komposit, Sumatra Komposit dan St. Croix Cross. Menurut Mulliadi (1996) penampilan rata-rata ukuran tubuh domba umur 1-3 tahun pada domba Garut Tangkas (GT) lebih besar dari domba Garut Daging (GD), silangan Garut Lokal (GL), silangan Lokal Ekor Gemuk (LE) dan silangan Lokal Garut (LG). Tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan dan lingkar dada merupakan ukuran utama yang dapat dijadikan patokan terhadap pendugaan bobot 9

24 badan pada saat seleksi. Ukuran-ukuran tersebut memiliki korelasi yang sangat erat dengan bobot badan domba. Riwantoro (2005) melaporkan bahwa tinggi pundak, lebar dada, dalam dada dan lingkar dada merupakan variabel ukuran tubuh yang digunakan untuk seleksi domba Garut tangkas. Riwantoro (2005) menyatakan bahwa seleksi terhadap ukuran tubuh sangat penting bagi peternak karena dapat menentukan produktivitas dan performa ternak untuk menduga bobot badan. Seleksi terhadap ukuran tubuh merupakan seleksi tidak langsung terhadap sifat bobot badan. Martojo (1990) menyatakan bahwa seleksi yang ditujukan untuk meningkatkan suatu sifat dapat dilakukan dengan seleksi terhadap sifat lainnya atau disebut dengan seleksi tidak langsung (indirect selection). Domba Garut tangkas membentuk kelompok tersendiri terhadap domba Ekor Gemuk, sedangkan domba Garut pedaging ditemukan satu kesatuan dengan domba Ekor Gemuk dengan pengelompokan yang berbeda (Riwantoro, 2005). Suryana (2008) melaporkan bahwa lingkar dada dan panjang badan dijadikan sebagai faktor penentu produktivitas domba persilangan Ekor Tipis dan Garut pada kelompok ternak Mandala, Maju, Cikadu dan Sukaresik. Hasil penelitian Diwyanto et al. (1984) menunjukkan bahwa secara umum domba Garut jantan lebih besar dibandingkan dengan betina. Domba Garut Tangkas (Priangan) memiliki bentuk morfologis tubuh yang berbeda dengan jenis domba lokal lain, bergaris muka cembung dan telinga rumpung (kecil). Jantan bertanduk kokoh dan kuat yang diperlihatkan dengan guratan transversal tanduk yang rapat, betina memiliki tanduk kecil atau hanya berupa benjolan. Jantan bergaris punggung cekung, pundak lebih tinggi dari kelangkang dengan bagian dada relatif lebih besar, yang pada domba Ekor Tipis bergaris punggung lurus, tinggi pundak relatif lebih rendah dari tinggi kelangkang (Mulliadi, 1996). Dijelaskan lebih lanjut bahwa betina Garut memiliki garis punggung lurus dan bagian dada lebih kecil. Bentuk pangkal ekor pada jantan diklasifikasikan sebagai domba tipe ekor sedang sampai gemuk, sedangkan pada betina tipe sedang (Mulliadi, 1996). Mulliadi (1996) menyatakan bahwa domba Garut tipe tangkas memiliki ukuran pundak yang lebih tinggi jika dibandingkan bagian tengah tubuh atau perut dan bagian pinggul. Lingkar perut yang dimiliki tidak terlalu besar serta panjang tubuh yang serasi dan tinggi. Hal ini karena pada saat beradu, kepala harus tepat beradu dengan kepala lawan, oleh karena itu perlu 10

25 ditunjang tinggi pundak dan kaki yang besar dan kuat, serta kelincahan dan keserasian tubuh. Pada domba Garut tipe tangkas ditemukan ukuran lingkar kanon dan bagian tubuh depan yang besar. Mulliadi (1996) melaporkan bahwa pada domba Garut tipe pedaging bagian belakang tubuh (paha) yang tampak lebih besar. Dengan demikian dua perbedaan tersebut yang membedakan domba Garut ke arah tangkas dan daging. Domba tipe tangkas memiliki bagian dada yang lebih besar, sedangkan tipe daging memiliki ukuran bagian belakang tubuh (paha dan kelangkang) yang lebih besar. Janssens dan Vandepitte (2003) melaporkan bahwa nilai heritabilitas lingkar kanon cukup tinggi, yaitu pada domba Bleu du Maine, Suffolk dan Texel berturut-turut ditemukan sebesar 0,39; 0,53; 0,37. Menurut Riwantoro (2005), seleksi terhadap ukuran tubuh pada domba Garut seperti dalam dada, lebar dada, lingkar dada dan tinggi pundak telah dilakukan oleh peternak terutama dalam proses seleksi domba Garut tangkas. Seleksi pada ukuran-ukuran tersebut dilakukan karena memiliki hubungan dengan pernafasan. Ukuran dada yang besar memungkinkan paru-paru lebih berkembang sehingga pernafasan menjadi lebih kuat dan panjang sehingga dapat meningkatkan produktivitas ternak. Seleksi tersebut memberikan dampak yang positif terhadap ukuran-ukuran kuantitatif tubuh. Djajanegara et al. (1992) melaporkan bahwa ditemukan keragaman pada semua ukuran tubuh domba Ekor Gemuk terutama pada sifat bobot badan. Rataan bobot badan domba Ekor Gemuk dilaporkan sebesar 27 kg dengan sebaran antara kg pada umur yang sama di enam kabupaten di Jawa Timur. Hal tersebut sebagai akibat dari perbedaan kondisi pemeliharaan, keragaman genetik dan kondisi alat pencernaan, waktu penimbangan, waktu makan maupun ketelitian dalam penimbangan. Gatenby (1991) menyatakan bahwa domba Ekor Tipis betina memiliki tinggi pundak rata-rata 55 cm dengan berat badan 20 kg. Mulliadi (1996) menyatakan bahwa domba Ekor Tipis memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil daripada domba Garut. Fourie et al. (2002) melaporkan bahwa tinggi pundak dianggap sebagai indikator yang baik untuk kerangka, disamping bobot dan panjang badan. Dalam dada, tinggi pundak, lebar pundak dan umur mempunyai pengaruh pada bobot badan. Bobot badan, dalam dada dan lebar pundak memberikan kontribusi yang tinggi terhadap performa ternak. Fourie et al. (2002) melaporkan bahwa secara umum lingkar dada, panjang badan, lebar dada dan lingkar tulang 11

26 kanon berkorelasi positif dengan pertumbuhan domba pada kondisi ekstensif. Ukuran tubuh dan penilaian visual selalu digabungkan dengan hasil uji performa dan nilai pemuliaan. Gambar 7 menyajikan bagan anatomi kerangka tubuh ternak domba dewasa. Sumber: North Carolina A & T State University (2011) Gambar 7. Bagan Anatomi Kerangka Tubuh Ternak Domba Dewasa Menurut Sisson dan Grossman (1975), tulang belakang tubuh ternak domba terdiri atas lima bagian yaitu cercival vertebrae, thoracic vertebrae, lumbar vertebrae, sacrum dan caudal vertebrae yang berperan penting dalam membentuk rangka domba. Menurut Herrera et al. (1996) yang melakukan penelitian morfometrik pada kambing, panjang panggul dan lingkar kanon merupakan variabel penciri atau pembeda pada pengamatan variabel linear tubuh pada kambing yang diturunkan melalui analisis diskriminan pada bangsa kambing Andalusian White (Blanca Serrena), Andalusian Black (Negra Serrana), Florida (Florida), Malaga (Malaguena) dan Granada (Garanadina). Lawrance dan Fowler (1997) menyatakan bahwa penelitian terhadap ukuran linear tubuh ternak selain dapat digunakan untuk mengetahui bentuk dan ukuran tulang dan tubuh sebagai karakteristik suatu jenis ternak, juga dapat digunakan untuk menduga bobot hidup. 12

27 Analisis Diskriminan Analisis diskriminan (discriminant analysis) merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui variabel-variabel penciri yang membedakan kelompok populasi yang diamati, disamping juga digunakan sebagai kriteria pengelompokan. Analisis diskriminan dilakukan berdasarkan perhitungan statistik terhadap kelompok yang terlebih dahulu diketahui secara jelas dan mantap pengelompokannya. Sebelum dilakukan analisis diskriminan terlebih dahulu dilakukan uji perbedaan vektor nilai rata-rata diantara dua populasi melalui statistik T 2 -Hotelling. Apabila pengujian statistik T 2 -Hotelling menunjukkan hasil yang nyata maka pengolahan dilanjutkan dengan fungsi diskriminan linear Fisher. Fungsi diskriminan digunakan untuk menerangkan perbedaan diantara populasi. Dalam bidang genetika populasi, fungsi diskriminan dipergunakan sebagai salah satu alat untuk seleksi (Gaspersz, 1992). Nisa (2008) menjelaskan bahwa analisis diskriminan merupakan suatu teknik analisis data multivariat yang digunakan untuk mengklasifikasikan objek ke dalam populasi-populasi yang berbeda berdasarkan sampel latihan (training sample) yang asal-usul populasi telah diketahui. Berdasarkan sampel tersebut, sebuah aturan pengklasifikasian ditentukan dan kemudian digunakan untuk mengklasifikasikan objek baru ke dalam salah satu populasi. Afifi dan Clark (1996) menyatakan bahwa teknik analisis diskriminan digunakan untuk menggolongkan individu-individu ke dalam satu dari dua atau lebih alternatif kelompok (atau populasi) berdasarkan pengukuran-pengukuran yang telah ditetapkan. Kelompok-kelompok telah diketahui secara jelas dan berbeda nyata dan tiap-tiap individu termasuk pada salah satunya. Teknik ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi variabel yang berkontribusi untuk membuat suatu penggolongan. Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa metode analisis diskriminan yang umum digunakan adalah diskriminan linear Fisher. Mangku (1993) menyatakan bahwa analisis diskriminan merupakan salah satu teknik yang penting dalam analisis banyak variabel (multivariate analysis). Analisis diskriminan dapat memberikan suatu eksistensi berbagai kelompok dari individuindividu sehingga dapat diketahui cara terbaik untuk memaparkan perbedaan antara kelompok (discriminant problems) dan suatu cara untuk menentukan individuindividu baru kedalam satu kelompok (classification problem). 13

28 Kriteria Penggolongan Wald-Anderson Gaspersz (1992) menyatakan bahwa analisis Wald-Anderson digunakan untuk keperluan penggolongan dan merupakan alternatif dari konsep analisis diskriminan Fisher. Anderson (1984) menyatakan bahwa pengelompokan perlu dibentuk untuk menggolongkan individu dalam satu kelompok dari beberapa kategori pengukuran. Prosedur dibentuk untuk meminimalkan kemungkinan kesalahan pengelompokan dan efek kurang baik. Ketika suatu populasi telah diidentifikasi, dapat diusulkan beberapa kriteria pengelompokan. Analisis Wald- Anderson memberikan hasil penggolongan yang baik. Analisis Jarak Minimum D 2 - Mahalanobis Statistik D 2 -Mahalanobis merupakan pengukuran jarak untuk karakter kuantitatif yang paling sering digunakan (Nei, 1987). Nilai rataan suatu variabel diantara kelompok berbeda apabila selang kepercayaan serempak 95% untuk suatu variabel tidak mengandung nilai nol. Dengan demikian, variabel yang membentuk suatu model menjelaskan perbedaan sifat diantara kedua kelompok yang dipelajari. Penentuan korelasi antara masing-masing variabel dan fungsi diskriminan dilakukan setelah menentukan jarak Mahalanobis. Unsur dari perhitungan analisis tersebut adalah vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok pertama, vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok kedua dan invers matriks gabungan (Gaspersz, 1992). 14

29 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Pebruari Penelitian dilakukan di dua peternakan domba yaitu CV. Mitra Tani Farm yang berlokasi di Jalan Baru No. 39 RT 4 RW 5 Tegal Waru Ciampea Bogor dan Tawakkal Farm yang berlokasi di Jalan Raya Sukabumi No 32. Desa Cimande Hilir Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Materi Ternak domba yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis. Domba yang digunakan adalah domba yang telah dewasa tubuh (berumur 1-2 tahun) atau minimal sepasang gigi seri telah berganti dengan gigi seri tetap (I 0 telah berganti dengan I 1 ). Adapun rincian jumlah ternak yang digunakan dapat dilihat selengkapnya pada tabel 1. Tabel 1. Jumlah Ternak Domba yang Digunakan pada Penelitian Jenis Domba Jantan ( ) Betina ( ) Garut 32 ekor 33 ekor Ekor Gemuk 10 ekor 22 ekor Ekor Tipis 33 ekor 33 ekor Total 75 ekor 88 ekor Domba Garut jantan dan betina, domba Ekor Gemuk jantan dan betina serta domba Ekor Tipis betina yang diukur berasal dari CV. Mitra Tani Farm sedangkan domba Ekor Tipis jantan yang diukur berasal dari Tawakkal Farm. Gambar 8, 9 dan 10 menyajikan jantan dan betina domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis yang digunakan dalam penelitian. Peralatan yang digunakan adalah sepatu boot, warepack, alat tulis, kamera digital, lembar data, kalkulator dan komputer. Peralatan pengukuran terdiri atas tongkat ukur, kaliper dan pita ukur. Pewarna (cat) digunakan untuk memberi tanda pada domba yang telah diukur. Gambar 11 menyajikan peralatan pengukuran yang digunakan dalam penelitian. 15

30 ( ) ( ) Gambar 8. Domba Garut pada Penelitian ( = Jantan; = Betina ) ( ) ( ) Gambar 9. Domba Ekor Gemuk pada Penelitian ( = Jantan; = Betina ) ( ) ( ) Gambar 10. Domba Ekor Tipis pada Penelitian ( = Jantan; = Betina ) 16

31 a b c Gambar 11. Peralatan Pengukuran Variabel-Variabel Tubuh Domba (a = Tongkat Ukur; b= Kaliper; c = Pita Ukur) Prosedur Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dengan cara melakukan pengukuran langsung terhadap variabel-variabel ukuran tubuh domba yang diamati. Seluruh data yang diperoleh diklasifikasikan berdasarkan jenis ternak (kelompok) dan jenis kelamin. Pemasokan data ke dalam software statistik komputer dilakukan berdasarkan klasifikasi tersebut. Pengolahan data dilakukan kemudian. Pengolahan data dibantu dengan perangkat lunak statistik Minitab Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel dan gambar; yang kemudian disajikan dalam bentuk tulisan hasil dan pembahasan. Pengukuran Data yang dikumpulkan, diperoleh dengan cara mengukur domba pada bagian-bagian linear tubuh menurut metode yang dibakukan pada ternak sapi yaitu Wagyu Cattle Registry Association, Jepang pada tahun 1979; seperti yang disarankan Amano et al. (1981). Variabel yang diamati sebanyak sepuluh variabel yang terdiri atas tinggi pundak (X 1 ), tinggi pinggul (X 2 ), panjang badan (X 3 ), lebar dada (X 4 ), dalam dada (X 5 ), lebar pinggul (X 6 ), lebar kelangkang (X 7 ), panjang kelangkang (X 8 ), lingkar dada (X 9 ) dan lingkar kanon (X 10 ). Gambar 12 menyajikan bagianbagian tubuh domba yang diukur pada penelitian. Metode pengukuran dari masingmasing variabel tersebut disajikan berikut ini. 1. Tinggi pundak (X 1 ) adalah jarak tertinggi pundak sampai permukaan tanah; pengukuran menggunakan tongkat ukur (cm). 2. Tinggi pinggul (X 2 ) adalah jarak tertinggi pinggul sampai permukaan tanah; pengukuran menggunakan tongkat ukur (cm). 17

32 3. Panjang badan (X 3 ) adalah jarak garis lurus dari tepi tulang processus spinosus sampai os ischium; pengukuran menggunakan tongkat ukur (cm). 4. Lebar dada (X 4 ) adalah jarak antara penonjolan sendi bahu (os scapula) kanan dan kiri; pengukuran menggunakan kaliper (cm). 5. Dalam dada (X 5 ) adalah jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada; pengukuran menggunakan tongkat ukur (cm). 6. Lebar pinggul (X 6 ) adalah jarak antara sendi pinggul kanan dan kiri; pengukuran menggunakan kaliper (cm). 7. Lebar kelangkang (X 7 ) adalah jarak antara sisi luar sudut pangkal paha kanan dan kiri; pengukuran menggunakan kaliper (cm). 8. Panjang kelangkang (X 8 ) adalah jarak antara muka pangkal paha sampai ke benjolan tulang tapis; pengukuran menggunakan pita ukur (cm). 9. Lingkar dada (X 9 ) diukur melingkar rongga dada di belakang sendi bahu; pengukuran menggunakan pita ukur (cm). 10. Lingkar kanon (X 10 ) diukur melingkar di tengah-tengah tulang pipa kaki depan sebelah kiri; pengukuran menggunakan pita ukur (cm). Gambar 12. Pengukuran Bagian-Bagian Tubuh Domba 18

33 Statistik Deskriptif Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis deskriptif yang meliputi rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman. Rumus rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman menggunakan rumus yang disarankan Walpole (1993). Rumus rataan sebagai berikut: Keterangan: X Xi N = rata-rata = ukuran ke-i dari peubah ke x X = i=1 N X i N = X 1 + X 2 + X X 4 N = jumlah sampel yang diambil dari populasi domba Rumus perhitungan simpangan baku sebagai berikut: S = n i=1 (X i X) 2 n 1 Keterangan: s X Xi n Keterangan: KK s X = simpangan baku = rata-rata = ukuran ke-i dari peubah x = jumlah sampel yang diambil dari populasi domba Rumus perhitungan koefisien keragaman sebagai berikut: = koefisien keragaman = simpangan baku = rata-rata Statistik T 2 -Hotelling KK = s X x 100 % Data setelah dianalisis deskriptif, kemudian diolah dengan menggunakan statistik T 2 -Hotelling (Gaspersz, 1992) sebagai berikut: T 2 = n 1 n 2 n 1+ n 2 X 1 X 2 S G 1 X 1 X 2 19

34 selanjutnya besaran: F = n 1 +n 2 p 1 n 1 + n 2 2 p T2 Akan berdistribusi dengan derajat bebas V 1 = p V 2 = n 1 + n 2 p 1 Keterangan: T 2 F = hasil uji statistik T 2 -Hotelling = nilai hitung untuk T 2 -Hotelling n 1 = ukuran contoh dari kelompok 1 n 2 = ukuran contoh dari kelompok 2 P S G 1 = banyaknya peubah yang digunakan = invers dari matriks kovarian (SG) X 1 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 X 2 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 Hipotesis dalam pengujian tersebut adalah sebagai berikut: H 0 : U 1 = U 2 : berarti bahwa vektor nilai rataan dari kelompok pertama sama dengan kelompok kedua H 1 : U 1 U 2 : berarti bahwa kedua vektor nilai rataan berbeda dari keseluruhan kelompok domba Uji diskriminan Fisher akan dilakukan setelah uji statistik T 2 -Hotelling. Uji tersebut dilakukan untuk memperoleh persamaan diskriminan Fisher yang mencakup variabel-variabel pembeda diantara dua kelompok jenis domba yang diamati. Analisis Fungsi Diskriminan Fisher Gaspersz (1992) merumuskan fungsi diskriminan linier Fisher sebagai berikut: Y = a X = X 1 X 2 S 1 G X = a 1 x 1 + a 2 x 2 + a 3 x a n x n Keterangan: a = vektor koefisien pembobot fungsi diskriminan X = vektor variabel acak yang diidentifikasi dalam model fungsi diskriminan X 1 X 2 = vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok pertama = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok kedua 20

35 S G 1 = invers dari matriks kovarian (SG) a n x n = vektor koefisien pembobot fungsi diskriminan ke-n = vektor variabel acak yang diidentifikasi dalam model fungsi diskriminan ke-n Pengujian selang kepercayaan serempak digunakan untuk menerangkan kontribusi variabel-variabel yang diukur sebagai variabel pembeda dalam fungsi diskriminan yang dibentuk. Bila selang kepercayaan yang mengandung nilai nol maka kedua rataan kelompok untuk variabel tersebut dianggap tidak berbeda pada taraf 95%, sehingga dapat dikeluarkan dari fungsi diskriminan. Pengujian selang kepercayaan menurut Gaspersz (1992) adalah sebagai berikut: c' X 1 - X 2 ± c' S G c n 1 + n 2 2 T p,n n 1 n 1 +n Keterangan: c = vektor nilai yang mengikuti perbandingan variabel Xi c = invers dari vektor nilai yang mengikuti perbandingan variabel Xi S G = matriks peragam gabungan X 1 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 X 2 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 T 2 = nilai T 2 -Hotteling dari tabel Hotteling dengan taraf nyata α n 1 = ukuran contoh pada kelompok 1 n 2 = ukuran contoh pada kelompok 2 Keeratan hubungan antara variabel pembeda dan fungsi diskriminan yang dibentuk pada setiap dua kelompok domba yang diamati dilakukan berdasarkan analisis korelasi menurut Gaspersz (1992) sebagai berikut: R Y,Xi = d i / S ii D 2 Keterangan: R, Y,Xi = korelasi antara fungsi diskriminan dengan variabel Xi dalam model di = selisih antara rataan variabel Xi diantara kedua kelompok domba Sii = ragam dari variabel Xi diperoleh dengan matriks S G D 2 = nilai statistik jarak genetik Mahalanobis yang diperoleh melalui perhitungan 21

36 Hasil perhitungan korelasi yang paling lemah adalah hasil perhitungan yang mengandung nilai nol sehingga diputuskan variabel paling lemah dikeluarkan dari model fungsi diskriminan. Model fungsi diskriminan menjadi berubah karena ditemukan variabel yang hilang. Analisis Wald-Anderson Menurut Gaspersz (1992), penggolongan berdasarkan kriteria statistik Wald- Anderson sebagai berikut: 1 1 W = X S G X 1 X 2 1/2 X 1 + X 2 S G X 1 X 2 Keterangan: W = nilai uji statistik Wald-Anderson X = vektor variabel acak individu 1 S G = invers matriks gabungan X 1 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 X 2 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 Kriteria penggolongan berdasarkan statistik W adalah: 1. Pengalokasian x ke dalam kelompok 1 jika W > 0 2. Pengalokasian x ke dalam kelompok 2 jika W 0 Apabila hasil perhitungan W>0 maka individu pertama dari kelompok satu yang memiliki karakteristik variabel yang menghasilkan W>0 digolongkan ke dalam kelompok satu. Penggolongan Wald-Anderson menyatakan penggolongan individu yang telah dikoreksi antara dua kelompok yang diamati. Analisis Jarak Minimum D 2 -Mahalanobis Jarak ketidakserupaan morfometrik antara dua kelompok jenis domba dihitung berdasarkan Gaspersz (1992), sebagai berikut: D 2 Mahalanobis = X 1 X, 1 2 S G X 1 X 2 Keterangan : X 1 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 X 2 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2-1 S G = invers matriks gabungan 22

37 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian CV. Mitra Tani Farm (MT Farm), Ciampea Bogor CV. MT Farm merupakan usaha peternakan yang berlokasi di Jalan Baru No.39 RT 4 RW 5 Tegal Waru Ciampea Bogor. Usaha ini memiliki luas lahan kandang sekitar satu hektar. Secara geografis Desa Ciampea berbatasan dengan Desa Ranca Bungur di sebelah Utara, Desa Bojong Rangkas di sebelah Selatan, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Benteng serta di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ciaruten Ilir. Desa Ciampea berada pada ketinggian 219 m di atas permukaan laut dengan curah hujan mm per tahun, temperatur udara berkisar C dan kelembaban 60%-90%. Ternak yang dibudidayakan terdiri atas domba, kambing dan sapi yang dipelihara secara intensif. Tenaga kerja pada peternakan direkrut dari warga di sekitar peternakan. Jenis domba yang dipelihara terdiri atas domba Ekor Tipis, domba Ekor Gemuk dan domba Garut. Domba-domba dipelihara untuk digemukkan dan dijadikan bibit. Domba Garut dan domba Ekor Tipis berasal dari beberapa tempat di daerah Bogor dan sekitarnya. Domba Ekor Gemuk didatangkan dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gambar 13 menyajikan peta lokasi CV. MT Farm. Gambar 13. Peta Lokasi CV. MT Farm (Ciampea) 23

38 Sistem perkandangan yang digunakan di CV. MT Farm adalah sistem kandang koloni. Kandang berpanggung dengan alas kandang dari bahan bambu yang disusun bercelah dan tipe atap monitor. Satu ekor jantan ditempatkan bersama sembilan ekor betina dalam satu kandang koloni pada kandang pembibitan. Domba dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin dan umur pada kandang penggemukan. Total keseluruhan kapasitas tampung kandang adalah ekor domba. Pakan diberikan sebanyak dua kali setiap hari pada pagi dan sore hari. Pakan yang diberikan meliputi pakan konsentrat dan rumput lapang. Kotoran dan limbah yang dihasilkan diolah menjadi pupuk. Gambar 14 menyajikan kandang domba MT Farm. Gambar 14. Kandang Domba CV. MT Farm Tawakkal Farm, Cimande Hilir Bogor Tawakkal Farm berlokasi di Jalan Raya Sukabumi No.32 Desa Cimande Hilir Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Usaha peternakan ini didirikan pada tahun 1993 dengan luas lahan sekitar dua hektar. Secara geografis peternakan ini berbatasan dengan Desa Lembah Duhur di sebelah Barat, Desa Ciderum di sebelah Timur serta Desa Caringin di sebelah Utara dan Selatan. Desa Cimande Hilir memiliki topografi wilayah yang cukup datar yaitu berada pada ketinggian m di atas permukaan laut. Temperatur udara berkisar antara C dengan kelembaban udara 70%-80% dan curah hujan antara mm per tahun. 24

39 Jumlah domba yang dipelihara berkisar ekor dan ditempatkan pada empat unit bangunan kandang. Tiga unit bangunan kandang digunakan sebagai kandang penggemukan, sedangkan satu unit kandang digunakan sebagai kandang pembibitan. Setiap kandang memiliki satu orang pekerja yang bertanggung jawab dalam pemeliharaan domba. Kandang dibuat berpanggung dengan alas kandang berupa bambu yang disusun bercelah dan tipe atap monitor. Jenis domba yang dipelihara yaitu domba Garut dan domba Ekor Tipis. Domba yang dibudidayakan didatangkan dari luar daerah yaitu Ciamis, Cianjur, Garut, Sumedang dan Banten. Sistem pemeliharaan di peternakan ini adalah sistem intensif yaitu ternak dikandangkan terus-menerus. Domba dikandangkan secara individual pada kandang penggemukan, sedangkan pada kandang pembibitan domba dikandangkan secara koloni. Gambar 15 menyajikan peta lokasi Tawakkal Farm. Gambar 15. Peta Lokasi Tawakkal Farm (Cimande Hilir) Tempat pakan berada pada kedua sisi bangunan kandang. Pakan diberikan tiga kali sehari yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Pakan yang diberikan meliputi ampas tahu, konsentrat dan rumput lapang. Ampas tahu diberikan sebagai pengganti air minum. Pengklasifikasian berdasarkan kondisi fisik dan bobot badan domba dilakukan pada kandang penggemukan. Gambar 16 menyajikan kandang domba Tawakkal Farm. 25

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Pebruari 2011. Penelitian dilakukan di dua peternakan domba yaitu CV. Mitra Tani Farm yang berlokasi di Jalan Baru No. 39 RT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani (MT) Farm Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pancoran Mas Depok dan Balai Penyuluhan dan Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Mitra Tani Farm, Ciampea, Bogor, Jawa Barat dan di Tawakkal Farm, Cimande, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Garut

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Garut TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonnsumsi pakan kualitas rendah dan dipelihara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba  Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Menurut Tomaszewska et al. (1993) domba berasal dari Asia, yang terdiri atas 40 varietas. Domba-domba tersebut menyebar hampir di setiap negara. Ternak domba merupakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi yang berbeda yaitu peternakan kambing PE Doa Anak Yatim Farm (DAYF) di Desa Tegal Waru, Kecamatan Ciampea dan peternakan kambing

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani Farm, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor untuk sapi PO jantan dan Rumah Potong Hewan (RPH) Pancoran Mas untuk sapi Bali jantan.

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Perkembangan Domba Asia merupakan pusat domestikasi domba. Diperkirakan domba merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi oleh manusia kira-kira

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Domestikasi domba diperkirakan terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 9.000 11.000 tahun lalu. Sebanyak tujuh jenis domba liar yang dikenal terbagi

Lebih terperinci

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba sejak dahulu sudah mulai diternakkan orang. Ternak domba yang ada saat ini merupakan hasil domestikasi dan seleksi berpuluh-puluh tahun. Pusat domestikasinya diperkirakan berada

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK TUBUH SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN DOMBA GARUT, DOMBA EKOR TIPIS DAN DOMBA EKOR GEMUK SKRIPSI BETARI UMI TIRTOSIWI

UKURAN DAN BENTUK TUBUH SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN DOMBA GARUT, DOMBA EKOR TIPIS DAN DOMBA EKOR GEMUK SKRIPSI BETARI UMI TIRTOSIWI UKURAN DAN BENTUK TUBUH SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN DOMBA GARUT, DOMBA EKOR TIPIS DAN DOMBA EKOR GEMUK SKRIPSI BETARI UMI TIRTOSIWI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi TINJAUAN PUSTAKA Sapi Sapi diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan yang memiliki tulang belakang), kelas Mammalia (hewan menyusui), ordo Artiodactile (hewan berkuku atau berteracak genap), sub-ordo

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing Kambing diklasifikasikan ke dalam kerajaan Animalia; filum Chordata; subfilum Vertebrata; kelas Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; familia Bovidae; sub-familia

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Asal-Usul dan Klasifikasi Domba Domba yang dijumpai saat ini merupakan hasil domestikasi yang dilakukan manusia. Pada awalnya domba diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penetapan Lokasi Penentuan Umur Domba

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penetapan Lokasi Penentuan Umur Domba MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) Fakultas Peternakan IPB yang berlokasi di desa Singasari, Kecamatan Jonggol; peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

TINJAUAN PUSTAKA. Domba TINJAUAN PUSTAKA Domba Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyak daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc. APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI HAFIZ PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. ) diukur dari lateral tuber humerus (tonjolan depan) sampai tuber ischii dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm.

MATERI DAN METODE. ) diukur dari lateral tuber humerus (tonjolan depan) sampai tuber ischii dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat; UPTD RPH Pancoran Mas, Kota Depok dan Mitra Tani Farm kabupaten Ciampea, Bogor,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba lokal dapat didefinisikan sebagai domba hasil perkawinan murni atau silangan yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis dan diketahui sangat produktif

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut : II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonnsumsi pakan kualitas rendah dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kuda yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kuda yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1).

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1). III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1). 1.2. Materi Materi penelitian ini

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin 15 Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Karo pada bulan Juli 2016 Bahan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing 1. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MORFOLOGI DOMBA ADU

KARAKTERISASI MORFOLOGI DOMBA ADU KARAKTERISASI MORFOLOGI DOMBA ADU UMI ADIATI dan A. SUPARYANTO Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221 Bogor 16002 ABSTRAK Domba Priangan merupakan domba yang mempunyai potensi sebagai domba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba

TINJAUAN PUSTAKA Domba TINJAUAN PUSTAKA Domba Pada awal sebelum terjadinya proses domestikasi, domba masih hidup liar di pegunungan dan diburu untuk diambil dagingnya. Domba yang sekarang menyebar di seluruh dunia ini sebenarnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing

Lebih terperinci

L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1

L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1 L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1 PERSAMAAN LAJU PERTUMBUHAN DOMBA LOKAL JANTAN DAN BETINA UMUR 1-12 BULAN YANG DITINJAU DARI PANJANG BADAN DAN TINGGI PUNDAK (Kasus Peternakan Domba Di

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Asal Usul dan Klasifikasi Domba Garut Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyak daging atau wol, ada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang cukup

Lebih terperinci

PENDUGAAN BOBOT BADAN SAPI BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN BERDASARKAN ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA (ARKU) SKRIPSI SIDDIQ PERNOMO

PENDUGAAN BOBOT BADAN SAPI BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN BERDASARKAN ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA (ARKU) SKRIPSI SIDDIQ PERNOMO PENDUGAAN BOBOT BADAN SAPI BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN BERDASARKAN ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA (ARKU) SKRIPSI SIDDIQ PERNOMO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Kuda TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda (Equus caballus atau Equus ferus caballus) memiliki klasifikasi ilmiah yaitu kerajaan Animalia (hewan), filum Chordata (bertulang belakang), kelas Mammalia (menyusui), ordo Perissodactylater

Lebih terperinci

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin Program Studi Peterenakan Fakultas Peternakan Dan Perikanan Universitas

Lebih terperinci

SKRIPSI RIRI SELVIA N

SKRIPSI RIRI SELVIA N PENGGOLONGAN MORFOMETRIK JANTAN SAPI BALI, PERANAKAN ONGOLE DAN PESISIR MELALUI ANALISIS DISKRIMINAN FISHER, WALD- ANDERSON DAN JARAK MINIMUM D 2 MAHALANOBIS SKRIPSI RIRI SELVIA N DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban TINJAUAN PUSTAKA Kurban Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Anis, 1972). Kurban hukumnya sunnah,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Manual Uji T 2 Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh pada Kuda Delman Jantan Manado vs Tomohon. Rumus: T 2 = X X S X X

Lampiran 1. Perhitungan Manual Uji T 2 Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh pada Kuda Delman Jantan Manado vs Tomohon. Rumus: T 2 = X X S X X LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Manual Uji T 2 Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh pada Kuda Delman Jantan Manado vs Tomohon Rumus: T 2 = X X S X X Selanjutnya: F = n + n p 1 (n + n 2) P T akan terdistribusi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien 19 4.1 Ukuran Tubuh Domba Lokal IV HASIL DAN PEMBAHASAN Indeks morfologi tubuh sangat diperlukan dalam mengevaluasi konformasi tubuh sebagai ternak pedaging. Hasil pengukuran ukuran tubuh domba lokal betina

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba Garut merupakan salah satu komoditas unggulan yang perlu dilestarikan sebagai sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia Ternak atau sering juga dikenal sebagai ternak ruminansia kecil, merupakan ternak herbivora yang sangat populer di kalangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluation Of Salako Cumulative Index On Local Ewes In Neglasari Darangdan District

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 1. Jumlah Kuda Delman Lokal Berdasarkan Lokasi Pengamatan. Kuda Jantan Lokal (ekor) Minahasa

MATERI DAN METODE. Tabel 1. Jumlah Kuda Delman Lokal Berdasarkan Lokasi Pengamatan. Kuda Jantan Lokal (ekor) Minahasa MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengolahan data dan penulisan dilakukan di Laboratorium Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong merupakan bangsa-bangsa kambing yang terdapat di wilayah Jawa Tengah (Dinas Peternakan Brebes

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN DAN BENTUK TUBUH DOMBA EKOR TIPIS MELALUI ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA DI UP3J, PETERNAKAN TAWAKAL DAN MITRA TANI

KARAKTERISTIK UKURAN DAN BENTUK TUBUH DOMBA EKOR TIPIS MELALUI ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA DI UP3J, PETERNAKAN TAWAKAL DAN MITRA TANI KARAKTERISTIK UKURAN DAN BENTUK TUBUH DOMBA EKOR TIPIS MELALUI ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA DI UP3J, PETERNAKAN TAWAKAL DAN MITRA TANI SKRIPSI YANDHI PRAHADIAN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bobot Badan Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh dapat menjadi acuan untuk mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh mempunyai kegunaan untuk menaksir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah (asal India) dengan lokal, yang penampilannya mirip Etawah tetapi

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli yang dikembangkan di Indonesia. Ternak ini berasal dari keturunan asli banteng liar yang telah

Lebih terperinci

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE)

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE) SNI 7325:2008 Standar Nasional Indonesia Bibit kambing peranakan Ettawa (PE) ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA SKRIPSI MUHAMMAD VAMY HANIBAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN PERSENTASE KARKAS DAN TEBAL LEMAK PUNGGUNG DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING Fajar Muhamad Habil*, Siti Nurachma, dan Andiana Sarwestri Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS

APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI HAFIZ PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia pada daging sapi segar dan berkualitas beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh berbagai aspek diantaranya,

Lebih terperinci

Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango.

Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango. Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango. Oleh *APRIYANTO BAKARI, ** NIBRAS K. LAYA, *** FAHRUL ILHAM * Mahasiswa Progra Studi Peternakan

Lebih terperinci

Sifat-Sifat Kuantitatif Domba Ekor Tipis Dwicki Octarianda Audisi

Sifat-Sifat Kuantitatif Domba Ekor Tipis Dwicki Octarianda Audisi SIFAT-SIFAT KUANTITATIF DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YEARLING PADA MANAJEMEN PEMELIHARAAN SECARA TRADISIONAL DI PESISIR PANTAI SELATAN KABUPATEN GARUT QUANTITATIVE TRAITS OF THIN TAIL SHEEP RAM YEARLING IN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Ayam Kampung Jantan (a) dan Ayam Kampung Betina (b) dari Daerah Ciamis

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Ayam Kampung Jantan (a) dan Ayam Kampung Betina (b) dari Daerah Ciamis MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Ciamis (Jawa Barat), Tegal (Jawa Tengah) dan Blitar (Jawa Timur). Waktu penelitian dibagi menjadi tiga periode. Periode pertama yaitu pengukuran

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Domba Priangan Domba Priangan atau lebih dikenal dengan nama domba Garut merupakan hasil persilangan dari tiga bangsa yaitu antara domba merino, domba kaapstad dan domba lokal.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dapat menghasilkan daging, wool, dan lain sebagainya. Prospek domba sangat menjanjikan untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 33 pertalian genetik yang relatif dekat akan kurang memberikan laju pertumbuhan anaknya dengan baik. Sifat morfolgis ternak seperti ukuran tubuh dan pola warna dapat digunakan untuk menganalisis estimasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan dewasa kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan dewasa kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi lokal Indonesia keturunan banteng liar yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di Pulau Bali dan kemudian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak dipelihara sebagai ternak penghasil daging oleh sebagian peternak di Indonesia. Domba didomestikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Domba Domba merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia. Disamping sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Salah satu komoditas kekayaan plasma nutfah nasional di sub sektor peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang dapat memproduksi susu,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu (Sumber : Suharyanto, 2007) Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur Kabupaten Kaur adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Bengkulu. Luas wilayah administrasinya

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di desa Tanjung Manggu Sindangrasa, Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat; di desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal, Jawa Tengah dan di desa Duren Talun, Blitar,

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA THE QUANTITATIVE OF LOCAL GOAT FEMALE AS A SOURCE OF BREED AT KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki

Lebih terperinci

Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas. Aisyah Nurmi

Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas. Aisyah Nurmi JURNAL PETERNAKAN VOLUME : 01 NO : 01 TAHUN 2017 ISSN : 25483129 1 Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas Aisyah Nurmi Dosen Program

Lebih terperinci

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Zoologis Sapi Menurut blakely dan bade, (1998) Secara umum klasifikasi Zoologis ternak sapi adalah sebagai berikut Kingdom Phylum Sub Pylum Class Sub Class Ordo Sub

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba Domba diklasifikasikan sebagai hewan herbivora (pemakan tumbuhan) karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba lebih menyukai rumput dibandingkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE sampai 5 Januari Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi

BAB III MATERI DAN METODE sampai 5 Januari Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi 9 BAB III MATERI DAN METODE aaaaaapenelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Wonogiri dari tanggal 19 September 2013 sampai 5 Januari 2014. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi pengamatan

Lebih terperinci

Bibit domba Garut SNI 7532:2009

Bibit domba Garut SNI 7532:2009 Standar Nasional Indonesia Bibit domba Garut ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Spesifikasi...

Lebih terperinci

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton Umaris Santoso, Siti Nurachma dan Andiana Sarwestri Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran umarissantoso@gmail.com

Lebih terperinci

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) SKRIPSI TRI MULYANINGSIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor

MATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor MTERI DN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi yang berbeda, yaitu dilaksanakan di Desa Tanjung Manggu, Ciamis; Desa Mejasem Timur, Tegal; dan di Desa Duren Talun, litar. Penelitian

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA SKRIPSI MUHAMMAD VAMY HANIBAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

VARIABEL PEMBEDA UKURAN TUBUH KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) BETINA DI TIGA PETERNAKAN BERBEDA NOVITA SAPRIKA THAMREN

VARIABEL PEMBEDA UKURAN TUBUH KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) BETINA DI TIGA PETERNAKAN BERBEDA NOVITA SAPRIKA THAMREN VARIABEL PEMBEDA UKURAN TUBUH KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) BETINA DI TIGA PETERNAKAN BERBEDA NOVITA SAPRIKA THAMREN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA

PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Jumlah Kuda Delman yang Diamati pada Masing-masing Lokasi

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Jumlah Kuda Delman yang Diamati pada Masing-masing Lokasi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini menggunakan data sekunder pengamatan yang dilakukan oleh Dr. Ir. Ben Juvarda Takaendengan, M.Si. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. selama 2 bulan, yakni mulai dari Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli 2013.

METODOLOGI PENELITIAN. selama 2 bulan, yakni mulai dari Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli 2013. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar selama bulan, yakni mulai dari Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli 013. 3..

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Peranakan Etawah Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo Ruminansia, Famili Bovidae, dan Genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burns,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa Klambir Lima Kampung, kecamatan Hamparan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci