BAB 2 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anestesi Spinal Sejak anestesi spinal / Sub-arachnoid block (SAB) diperkenalkan oleh August Bier (1898) pada praktis klinis, tehnik ini telah digunakan dengan luas untuk menyediakan anestesi, terutama untuk operasi pada daerah bawah umbilicus. Kelebihan utama tehnik ini adalah kemudahan dalam tindakan, peralatan yang minimal, memiliki efek minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien tetap sadar selama operasi dan menjaga jalan nafas, serta membutuhkan penanganan post operatif dan analgesia yang minimal. 1 Anestesi spinal merupakan tehnik anestesi yang aman, ekonomis dan dapat dipercaya serta sering di pergunakan pada tindakan anestesi sehari-hari. Anestesi spinal disertai dengan beberapa komplikasi yang sering timbul, salah satu komplikasi yang dapat timbul adalah postdural puncture headache (PDPH). Dimana menurut berbagai peneliti, insidensi terjadinya Post Dural Puncture Headache berkisar antara 0% - 46%. 2,3 Angka yang tertinggi dijumpai pada penusukan lumbal diagnostic dengan Gambar 1. Jenis Tipe Jarum 5

2 menggunakan jarum spinal tipe Quincke dengan ukuran 20G atau 22G. 2 Tiap robekan pada dura dapat mengakibatkan terjadinya PDPH. Hal ini bisa disebabkan oleh tindakan diagnostic lumbal puncture, tindakan myelogram, anestesi spinal atau wet tap epidural bila jarum epidural menembus ruang epidural dan memasuki ruang sub-arakhnoid. Banyak faktor yang diduga mempengaruhi insidensi dan keparahan PDPH termasuk umur, jenis kelamin, dan ras pasien, tehnik SAB, jumlah tusukan yang dilakukan, besar jarum dan desain ujung jarum. 16 Salah satu faktor terpenting dan paling memegang peranan adalah desain dan besar jarum. Ada beberapa tipe jarum yang saat ini digunakan untuk tindakan punksi dura. Seara umum tipe jarum ini dibedakan menjadi dua tipe, yakni tipe cutting (quincke) dan non-cutting / atraumatic (whitacre, sprotte, atraucan). Jarum dengan ujung Quincke memotong serat dura dan bisa menyebabkan robekan dura yang menetap, sementara ujung jarum spinal non-cutting atau seperti pencil-point (Whitacre, Sprotte) dapat mendorong serat dura sehingga dapat kembali ke tempat semula dan mengurangi hilangnya CSF setelah tusukan dura dan mengurangi insidensi PDPH. Oleh karena itu, banyak variasi dalam insidensi PDPH yang bisa timbul dengan desain jarum spinal yang berbeda. Dengan mengurangi besar dari jarum spinal telah memberikan dampak yang signifikan terhadap insidensi dari PDPH. Insidensinya adalah 40% pada jarum 22G, 25% pada jarum 25G, 2-12% pada jarum 26G Quincke, 1-6% pada jarum 27G Quincke dan <2% pada jarum 29G. 17 Dari penelitian Hwang dkk, membandingkan insidensi PDPH dengan jarum 25G Whitacre dengan jarum 25G dan 26G Quincke tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna secara statistik. 13 6

3 Dari penelitian Lynch dkk, menggunakan jarum spinal 27G Quincke dan 27G Whitacre pada pasien-pasien ortopedik dengan spinal anestesi, menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua tipe jarum dengan 27G Quincke 1.1% dan 27G Whitacre 0.5% dan tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap kegagalan tindakan anestesi dengan 27G Quincke 8.5% dan 27G Whitacre 5.5%. 14 Ripul dkk, membandingkan insidensi PDPH antara jarum 25G Quincke dengan 25G Whitacre pada pasien-pasien obstetrik. Mereka menemukan bahwa ada perbedaan yang bermakna terhadap kejadian insidensi PDPH antara jarum 25G Quincke (9%) dan 25G Whitacre (1%). 12 Dari penelitian Irawan dkk, di RS. Hasan Sadikin Bandung, meneliti insidensi PDPH pada pasien paska seksio caesarea dengan 3 jarum spinal, yakni 25G Quincke, 27G Quincke dan 27G pencil point, didapat hasil insidensi PDPH 68.2%, 31.8% dan 0%. (15) Shah dkk (2002), meneliti insidensi PDPH dengan tiga jarum yang serupa, yakni 25G dan 27G Quincke serta 27G Whitacre, didapatkan hasil insidensi PDPH 20%, 12.5% dan 4.5%. 1 Ada kecenderungan dengan pemakaian gauge/ukuran jarum lebih kecil (29G) disertai dengan insidensi kegagalan tehnik yang lebih besar. 12,16 Sebuah pengertian klasik mengenai dura mater spinal adalah serat kolagen yang tersusun teratur dan berjalan searah longitudinal. Hal ini didukung oleh penelitian histologis dari dura mater. Secara klinis dianjurkan untuk melakukan tindakan anestesi spinal bila dengan menggunakan jarum cutting secara paralel dan tidak memotong jalur serat dura longitudinal ini, dengan harapan akan memotong serat lebih sedikit. Akan tetapi dari penelitian mikroskop cahaya dan elektron menemukan pembantahan terhadap pendekatan klasik duramater manusia ini. Penelitian ini menemukan bahwa dura mater terdiri dari berbagai lapis serat, dimana tiap lapisan serat tidak memberikan orientasi arah yang spesifik. Sehingga penusukan jarum spinal dengan posisi sejajar searah longitudinal masih perlu dilakukan 7

4 penelitian lebih lanjut, walaupun ada penelitian yang menunjukkan adanya penurunan insidensi PDPH berdasarkan posisi bevel saat penusukan. 17 Ada beberapa penelitian yang meneliti mengenai hubungan banyaknya usaha tusukan spinal dengan insidensi PDPH yang menyertainya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Singh dkk (2009) dengan menggunakan jarum 23G Quincke membandingkan banyaknya tusukan dengan insidensi PDPH. Dari hasil penelitian tersebut didapat ada hubungan yang signifikan terhadap banyaknya usaha tusukan dengan tingginya insidensi. 18 Dari beberapa penelitian lain yang meneliti hubungan banyaknya tusukan spinal dengan insidensi PDPH pada jarum-jarum yang lebih kecil 26G dan 27G tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara banyaknya tusukan dengan tingginya insidensi PDPH, seperti yang dikemukakan oleh Kang SB dkk (1992). 19 Pada penelitian ini, peneliti meneliti insidensi PDPH antara dua tipe jarum ukuran 27G, sehingga peneliti mengesampingkan faktor banyaknya tusukan untuk mempengaruhi tingginya insidensi terjadinya PDPH. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jarum 27 G Spinocan sebagai tipe jarum Quincke dan jarum 27 G Pencan sebagai tipe jarum Whitacre. Kedua tipe jarum ini berasal dari perusahaan yang sama guna membantu homogenitas jarum. 2.2 Post Dural Puncture Headache Defenisi PDPH Sudah lebih dari seratus tahun sejak dr.bier mengalami dan menulis laporan kasus pertama terhadap post dural puncture headache. Deskripsi dr.bier terhadap sakit kepala postural berat ini masih lazim dipakai sampai saat ini. Sebuah nyeri yang biasanya sangat berat, tumpul, bilateral, biasanya pada daerah frontal, retroorbital dan occipital yang menjalar ke leher, dimana biasanya diperberat bila posisi tegak lurus dan berkurang pada posisi supine. Nyeri kepala bisa berdenyut atau konstan dan bisa disertai dengan fotofobia, mual, muntah, gangguan pendengaran atau penglihatan. 7,8,9 8

5 Onset nyeri kepala akibat PDPH ini bisa terjadi pada 12 sampai 72 jam setelah prosedur; akan tetapi, juga bisa ditemukan segera setelah tindakan. Pasienpasien yang mengalami post dural puncture heachache tidak boleh diabaikan. Bila tidak ditangani nyeri bisa berlangsung sampai berminggu-minggu, dan pada kasuskasus yang sangat jarang, bisa diperlukan tindakan operasi untuk mengatasinya. Post Dural Puncture Headache (PDPH) merupakan komplikasi dari tusukan pada duramater (salah satu meningens yang mengelilingi otak dan spinal cord). PDPH sering terjadi pada anestesi spinal dan lumbal, dan juga epidural anestesi. PDPH bisa timbul dalam hitungan jam sampai hari setelah tusukan dan memberikan tanda dan gejala seperti pusing dan mual dan menjadi makin berat bila pasien mengambil posisi tegak lurus. Jadi PDPH bisa disimpulkan sebagai sakit kepala berat yang bisa disertai mual atau muntah setelah tusukan spinal dengan ciri khas memberat bila berubah posisi duduk atau tegak lurus dan menghilang atau berkurang bila posisi tidur datar. Dari pernyataan di atas, diambil criteria Post Dural Puncture Headache: 1 1. Timbul setelah mobilisasi 2. Diperberat dengan perubahan posisi duduk atau berdiri dan batuk, bersin 3. Berkurang atau hilang dengan posisi tidur terlentang 4. Nyeri sering terlokalisir pada occipital, frontal atau menyeluruh Klasifikasi PDPH Nyeri sakit kepala PDPH menurut Crocker (1976) dikelompokkan menjadi 4 skala yakni: 1 1. Nyeri kepala ringan yang memungkinkan periode lama untuk duduk / berdiri dan tanpa ada gejala tambahan lain. 9

6 2. Sakit kepala sedang, yang membuat pasien tidak dapat bertahan berada pada posisi tegak lurus selama lebih dari setengah jam. Biasanya di sertai dengan mual, muntah dan gangguan pendengaran dan penglihatan. 3. Sakit kepala berat yang timbul segera ketika beranjak dari tempat tidur, berkurang bila berbaring terlentang di tempat tidur. Sering disertai dengan mual, muntah, gangguan penglihatan dan pendengaran. 4. Nyeri kepala sangat berat yang timbul bahkan ketika penderita sedang berbaring terlentang di tempat tidur dan bertambah makin berat bila duduk atau berdiri, untuk makan tidak mungkin dilakukan karena mual dan muntah. Keluhan PDPH ini diduga merupakan akibat dari hilangnya cairan cerebrospinal ke dalam ruang epidural. Berkurangnya tekanan hidrostatik pada ruang subaraknoid akan menyebabkan regangan terhadap meningens sehingga terjadi tanda dan gejala penyerta. Hal ini disebabkan hilangnya CSF lebih cepat dari produksinya sehingga terjadi traksi terhadap struktur-struktur yang menyangga otak, terutama dura dan tentorium. Peningkatan traksi pada pembuluh darah juga menambah nyeri kepala. Traksi pada syaraf kranial dapat menyebabkan diplopia (biasanya pada syaraf kranial keenam) dan tinnitus. Jan dkk, membagi tingkat keparahan dari PDPH dengan skala manalog nuremik verbal 0 sampai 10 (0=tanpa nyeri dan 10=nyeri yang paling tak tertahankan). Untuk mempermudah, Shaik dkk (2008), membagi skala 0 10 ini menjadi 3 tingkat, yakni ringan, sedang dan berat, sesuai dengan yang tertera pada tabel

7 Tabel Klasifikasi PDPH Ringan Tidak ada gangguan dalam aktivitas Tidak dibutuhkan penanganan Sedang Terjadi gangguan dalam aktivitas Dibutuhkan analgesia secara regular Berat Hanya dapat berbaring di tempat tidur Anoreksia Patofisiologi PDPH Anatomi dura mater spinal Dura mater spinal adalah sebuah tuba yang menjalar dari foramen magnum menuju segmen kedua dari sakrum. Ia terdiri dari spinal cord dan akar-akar nervus yang menembusnya. Dura mater itu sendiri merupakan jaringan konektif yang padat yang terdiri dari serat kolagen dan elastis. Deskripsi klasik dari duramater spinal adalah serat kolagen yang menjalar dengan arah longitudinal. Hal ini telah didukung oleh penelitian histologis terhadap dura mater. Pengajaran klinis berdasarkan hal ini merekomendasikan agar jarum cutting spinal diorientasikan paralel dibandingkan dengan arah memotong serat-serat longitudinal ini. Akan tetapi, dari studi miskroskopik electron dan cahaya telah melawan teori klasik terhadap anatomi dura mater ini. Studi ini menunjukkan bahwa dura mater terdiri dari serat kolagen yang tersusun berlapis-lapis, dimana tiap lapis terdiri dari serat kolagen dan elastis yang 11

8 tidak menunjukkan orientasi yang spesifik. Pada permukaan luar atau permukaan epidural memang teratur dengan arah longitudinal, tetapi pola ini tidak berulang pada lapis-lapis berikutnya. Dari penilaian lebar terhadap ketebalan dura menunjukkan bahwa dura posterior bervariasi dalam ketebalan sepanjang spinal, baik dalam individu maupun antar individu. Perforasi dura pada area yang tebal akan menyebabkan kebocoran CSF yang lebih sedikit dibanding perforasi pada area yang tipis, dan hal ini dapat menjelaskan kejadian yang tidak terduga pada akibat perforasi dura. 17 Gambar 2. Spinal cord dan nerve roots 12

9 Cairan Cerebrospinal Produksi CSF terjadi terutama pada pleksus koroid, tetapi ada beberapa bukti yang menunjukkan adanya produksi ekstrakoroidal. Sekitar 500 cc dari CSF diproduksi perhari (0.35 cc/min). volume CSF pada orang dewasa adalah sekitar 150 cc, dimana setengahnya berada di dalam kavitas kranial. Tekanan CSF pada region lumbal pada posisi horizontal adalah 5-15 cmh 2 O. diperkirakan pada posisi berdiri akan meningkat sampai 40 cmh 2 O. Tekanan CSF pada anak-anak akan meningkat sesuai umur Terapi PDPH Ada beberapa terapi yang sering dipakai untuk penanganan PDPH, baik invasif maupun non-invasif, yang tersedia bagi tim anestesi. Walaupun tidak semuanya didukung oleh evidence based yang lengkap, tetapi kebanyakan telah diterima dengan baik oleh berbagai kalangan anestesiolog. Terapi non-invasif meliputi tirah baring, status hidrasi, posisi, ikatan abdominal, analgesia, dan obat-obat farmakologis lain seperti kaffein intravena, theophylline, dsb. Terapi invasif meliputi Epidural Blood Patch dan Epidural Dextran. 17 Terapi konservatif meliputi posisi berbaring, analgesia, stagen abdomen, pemberian cairan infus atau oral, dan kaffein. Menjaga pasien tetap supine akan mengurangi tekanan hidrostatik yang mendorong cairan keluar dari lubang dura dan meminimalkan nyeri kepala. Medikasi analgesia bisa berkisar dari asetaminofen sampai NSAID. Hidrasi dan kaffein bekerja menstimulasi produksi CSF. Kaffein membantu dengan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah intrakranial. 17,21 Salah satu yang menjadi faktor penentu terjadinya PDPH adalah status hidrasi pasien, dimana konsep hidrasi pada PDPH masih banyak salah dimengerti. Tujuan dari hidrasi adalah untuk memastikan kecepatan produksi CSF optimal, dimana 13

10 pasien dalam keadaan dehidrasi akan menyebabkan produksi CSF yang berkurang. Sehingga, bila seseorang sudah terehidrasi dengan baik, dan kecepatan produksi CSF normal, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa overhidrasi akan membantu meningkatkan kecepatan produksi CSF. Oleh karena itu tidak diperlukan pemberian cairan berlebihan pada pasien yang telah terehidrasi dengan baik, dan penting untuk memastikan bahwa pasien dalam kondisi terhidrasi baik sebelum dilakukan tindakan anestesi spinal. Pada penelitian ini, kami memastikan pasien dalam keadaan terhidrasi baik dengan melakukan terlebih dahulu Tilt Test. 22 Tilt test itu sendiri adalah tes kecukupan cairan/hidrasi pada pasien, dengan memperhitungkan faktor posisi dan gravitasi, dilakukan dengan mengukur tekanan darah pasien saat terlentang mendatar dan kemudian mengukur tekanan darah pasien setelah diposisikan tidur terlentang dalam posisi head up dengan sudut selama 10 menit. Bila terjadi perbedaan MAP lebih dari 10, maka dinyatakan Tilt Test positif dan pasien masih belum terhidrasi dengan cukup. Epidural blood patch merupakan penanganan yang sangat efektif terhadap PDPH. Dengan melakukan injeksi cc darah autologous ke ruang epidural pada, satu interspace dibawahnya atau pada tempat tusukan dura. Hal ini dipercaya akan menghentikan kebocoran yang terjadi pada CSF oleh karena efek massa atau koagulasi. Efeknya bisa terjadi segera atau beberapa jam setelah tindakan ketika produksi CSF secara perlahan akan meningkatkan tekanan intrakranial yang dibutuhkan. Sebanyak 90% pasien akan memberikan respon terhadap tindakan blood patch ini. 17,21 14

11 SPINAL Jarum Spinal 27G Quincke Jarum Spinal 27G Whitacre Dura Mengalami Robekan CSF Mengalami Kebocoran Isi Cranial tertarik pada posisi tegak lurus PDPH Nyeri kepala berat dan tumpul yang bertambah bila posisi tegak lurus dan hilang bila posisi supine Gambar 3. Kerangka Konsep 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Spinal Anestesi Spinal Anestesi pertama kali ditemukan pada tahun 1885 oleh Leonard Corning, seorang ahli saraf di New York. Beliau bereksperimen dengan memasukan obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama berabad-abad. Bagaimanapun, kemajuan tehnik anestesi modern. memungkinkan operasi menjadi lebih aman. Ahli anestesi yang

BAB I PENDAHULUAN. selama berabad-abad. Bagaimanapun, kemajuan tehnik anestesi modern. memungkinkan operasi menjadi lebih aman. Ahli anestesi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan anestesi untuk menunjang tindakan operasi telah dilakukan selama berabad-abad. Bagaimanapun, kemajuan tehnik anestesi modern memungkinkan operasi menjadi lebih

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Anestesi Spinal Anestesi eter pernah dilakukan di dalam praktek obstetrik pada tahun 1847 dan mempunyai keunggulan pada anestesi regional. Tetapi dokter kandungan di

Lebih terperinci

KEJADIAN POSTDURAL PUNCTURE HEADACHE

KEJADIAN POSTDURAL PUNCTURE HEADACHE KEJADIAN POSTDURAL PUNCTURE HEADACHE (PDPH) PADA PASIEN YANG MENJALANI OPERASI ORTOPEDI EKSTREMITAS BAWAH DENGAN ANESTESI SPINAL MENGGUNAKAN JARUM TIPE QUINCKE 26G DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU ABSTRACT

Lebih terperinci

Tempat/Tgl Lahir : Banda Aceh,26 Februari : Jl. Sei Bahorok Gg. Keplor No.30 Medan. : dr. Nadi Zaini Bakri, SpAn

Tempat/Tgl Lahir : Banda Aceh,26 Februari : Jl. Sei Bahorok Gg. Keplor No.30 Medan. : dr. Nadi Zaini Bakri, SpAn LAMPIRAN 1: RIWAYAT HIDUP PENELITI Nama : Dr. Edlin Tempat/Tgl Lahir : Banda Aceh,26 Februari 1981 Agama Alamat Rumah Nama Ayah Nama Ibu Status : Islam : Jl. Sei Bahorok Gg. Keplor No.30 Medan : dr. Nadi

Lebih terperinci

Regional Anesthesia. Hospital Care Division PT B Braun Medical Indonesia

Regional Anesthesia. Hospital Care Division PT B Braun Medical Indonesia Regional Anesthesia Hospital Care Division PT B Braun Medical Indonesia Anestesi Kata Anestesia diperkenalkan oleh Oliver Vendel Holmes yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena

Lebih terperinci

JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 2 NOMOR 3, AGUSTUS 2015 TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 2 NOMOR 3, AGUSTUS 2015 TINJAUAN PUSTAKA JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 2 NOMOR 3, AGUSTUS 2015 TINJAUAN PUSTAKA Management PDPH (Post Dural Puncture Headache) as a Neurologic Complication After Regional Anaesthesia Arief Hariyadi S, *I Gusti

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU PERBANDINGAN JUMLAH KASUS POSTDURAL PUNCTURE HEADACHE PADA PASIEN PASCA SECTIO CAESAREA DENGAN ANESTESI SPINAL MENGGUNAKAN JARUM TIPE QUINCKE 25G DAN 26G DI RSUD ARIFIN ACHMAD Randa Pratama R.Sutantri

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Kejadian Post Dural Puncture Headache dan Nilai Numeric Rating Scale Pascaseksio Sesarea dengan Anestesi Spinal

ARTIKEL PENELITIAN. Kejadian Post Dural Puncture Headache dan Nilai Numeric Rating Scale Pascaseksio Sesarea dengan Anestesi Spinal Jurnal Anestesi Perioperatif [JAP. 2013;1(3): 183 8] Kejadian Post Dural Puncture Headache dan Nilai Numeric Rating Scale Pascaseksio Sesarea dengan Anestesi Dino Irawan, 1 Doddy Tavianto, 2 Eri Surahman

Lebih terperinci

PERBANDINGAN INSIDENSI POST DURAL PUNCTURE HEADACHE SETELAH ANESTESIA SPINAL DENGAN JARUM 27G QUINCKE DAN 27G WHITACRE TESIS.

PERBANDINGAN INSIDENSI POST DURAL PUNCTURE HEADACHE SETELAH ANESTESIA SPINAL DENGAN JARUM 27G QUINCKE DAN 27G WHITACRE TESIS. PERBANDINGAN INSIDENSI POST DURAL PUNCTURE HEADACHE SETELAH ANESTESIA SPINAL DENGAN JARUM 27G QUINCKE DAN 27G WHITACRE TESIS Oleh EDLIN DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif

BAB I PENDAHULUAN. Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif ditandai dengan perubahan degeneratif pada struktur organ, jaringan serta cadangan

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Pemberian Bolus 7,5 ml Poligelin pada Ruang Epidural untuk Menurunkan Kejadian Postdural Puncture Headache pada Anestesi Spinal

ARTIKEL PENELITIAN. Pemberian Bolus 7,5 ml Poligelin pada Ruang Epidural untuk Menurunkan Kejadian Postdural Puncture Headache pada Anestesi Spinal Jurnal Anestesi Perioperatif [JAP. 2013;1(3): 151 7] ARTIKEL PENELITIAN Pemberian Bolus 7,5 ml Poligelin pada Ruang Epidural untuk Menurunkan Kejadian Postdural Puncture Headache pada Anestesi Spinal I.

Lebih terperinci

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C TRAUMA KEPALA Doni Aprialdi C11050165 Lusi Sandra H C11050171 Cynthia Dyliza C11050173 PENDAHULUAN Insidensi trauma kepala di USA sekitar 180-220 kasus/100.000 populasi (600.000/tahunnya) 10 % dari kasus-kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sub Arachnoid Blok (SAB) atau anestesi spinal adalah salah satu teknik dalam anestesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnooid

Lebih terperinci

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI 1 BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI Judul mata Kuliah : Neuropsikiatri Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi dasar : Menerapkan ilmu Kedokteran klinik pada sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status fisik (ASA) pasien pra operatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio. keadaan ibu dan janin yang sedang dikandungnya.

BAB I PENDAHULUAN. abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio. keadaan ibu dan janin yang sedang dikandungnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sectio cesarea didefinisikan sebagai tindakan pembedahan melalui dinding abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio cesarea semakin

Lebih terperinci

GAMBARAN KEJADIAN KAKU LEHER PADA PASIEN PASCA SEKSIO SESAREA DENGAN ANASTESI SPINAL DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

GAMBARAN KEJADIAN KAKU LEHER PADA PASIEN PASCA SEKSIO SESAREA DENGAN ANASTESI SPINAL DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU GAMBARAN KEJADIAN KAKU LEHER PADA PASIEN PASCA SEKSIO SESAREA DENGAN ANASTESI SPINAL DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU ABSTRACT Ega Rahman Evsya 1), Sony ), Amsar AT 3) Existence of neck stiffness after

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama bulan Oktober 2010 sampai dengan

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama bulan Oktober 2010 sampai dengan 59 BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilaksanakan selama bulan Oktober sampai dengan bulan Februari di bangsal saraf dan bangsal bedah saraf RSUP Dr. Kariadi Semarang. Subyek penelitian ditentukan

Lebih terperinci

Anestesi spinal adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid.

Anestesi spinal adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal Anestesi spinal adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid. Teknik anestesi spinal sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan. Indikasi anestesi spinal yaitu untuk

Lebih terperinci

OLEH: dr. YUNITA DEWANI NIM: Universitas Sumatera Utara

OLEH: dr. YUNITA DEWANI NIM: Universitas Sumatera Utara KEJADIAN DAN TINGKAT KEPARAHAN POST DURAL PUNCTURE HEADACHE SETELAH TINDAKAN ANESTESI SPINAL DENGAN JARUM 26G ATRAUCAN DIBANDINGKAN DENGAN 26G QUINCKE PADA PASIEN BEDAH SESAR OLEH: dr. YUNITA DEWANI NIM:

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : Yunita Ekawati J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : Yunita Ekawati J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN PERBANDINGAN ANTARA PEMASANGAN TOURNIQUET UNILATERAL DAN BILATERAL PADA EXTREMITAS INFERIOR UNTUK MENGURANGI PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA ANESTESI SPINAL DI RSO. Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi

BAB I PENDAHULUAN. tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya,

Lebih terperinci

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI MANAJEMEN NYERI POST OPERASI Ringkasan Manajemen nyeri post operasi bertujuan untuk meminimalisasi rasa tidak nyaman pada pasien, memfasilitasi mobilisasi dini dan pemulihan fungsi, dan mencegah nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi regional saat ini semakin berkembang dan makin luas pemakaiannya dibidang anestesi. Mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, di antaranya relatif murah,

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN LAMPIRAN 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN Bapak/Ibu Yth, Perkenalkan nama saya dr Adikia Andreas Sitepu, saat ini saya sedang menjalani pendidikan di bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH

MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH Topik : Bedah saraf Judul : Cedera Kepala ( 3b) Tujuan pembelajaran Kognitf II. 1. Menjelaskan anatomi kepala 2. Menjelaskan patogenesa cedera kepala 3. Menjelaskan diagnosis

Lebih terperinci

KOMPLIKASI PHLEBOTOMY

KOMPLIKASI PHLEBOTOMY NAMA NIM/SMT : HALUMMA FADHILAH : P17434113014/ IVA ANALIS KOMPLIKASI PHLEBOTOMY A. Pendarahan Komplikasi pendarahan lebih sering terjadi pada pengambilan darah alteri. Pengambilan darah kapiler lebih

Lebih terperinci

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT)

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) A. Definisi Prosedur dan pemeriksaan khusus dalam keperawatan merupakan bagian dari tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dilaksanakan secara rutin. Perawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak BAB 1 PENDAHULUAN 11 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit Nyeri bersifat subjektif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Association for Study of Pain (IASP) dalam Potter & Perry

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Association for Study of Pain (IASP) dalam Potter & Perry BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan suatu rasa atau sensasi yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Nyeri bersifat subjektif,

Lebih terperinci

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan masalah yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan ke rumah sakit. Nyeri tidak melakukan diskriminasi terhadap manusia, nyeri tidak membeda-bedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinding abdomen dan uterus (Fraser, 2009). Sedangkan menurut Wiknjosastro

BAB I PENDAHULUAN. dinding abdomen dan uterus (Fraser, 2009). Sedangkan menurut Wiknjosastro BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sectio caesarea (SC) merupakan prosedur operatif yang dilakukan di bawah anestesia sehingga janin, plasenta dan ketuban dilahirkan melalui insisi dinding abdomen

Lebih terperinci

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka TRAUMA KEPALA TRAUMA KEPALA Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak / otak atau kulit seperti kontusio / memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi,

Lebih terperinci

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500 PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN DARAH ANTARA LIDOKAIN 5% HIPERBARIK DENGAN BUPIVAKAIN 0,5% HIPERBARIK PADA ANESTESI SPINAL UNTUK OPERASI EKSTREMITAS INFERIOR DI RSO. Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1 Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan HEAD INJURY Pendahuluan Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan peralatan keselamatan sabuk pengaman, airbag, penggunaan helm batas kadar alkohol dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikasi tindakan seksio sesaria pada wanita hamil berkisar antara 15 sampai 20% dari seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pada

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu tujuan dari bangsa Indonesia yang tercantum pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pada dewasa ini tingkat partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ tambahan seperti kantung yang terletak pada bagian inferior dari sekum atau biasanya disebut usus buntu

Lebih terperinci

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginjeksian medikasi adalah prosedur invasi yang melibatkan deposisi obat melalui jarum steril yang diinsersikan kedalam jaringan tubuh. Teknik aseptic harus dipertahankan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Nyeri kepala mungkin merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia,

BAB 1. PENDAHULUAN. Nyeri kepala mungkin merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia, BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri kepala mungkin merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia, Diperkirakan sekitar 90% manusia pernah mengalami minimal satu kali nyeri kepala berat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid untuk mendapatkan

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang dibina oleh Bapak Rudi Hamarno, M.Kep Oleh Kelompok 11 Pradnja Paramitha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosional atau mengalami cemas akan mengalami rasa nyeri yang hebat setelah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosional atau mengalami cemas akan mengalami rasa nyeri yang hebat setelah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri yang tidak ditangani dengan baik akan mengganggu mobilisasi pasien pasca operasi yang dapat berakibat terjadinya tromboemboli, iskemi miokard, dan aritmia.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informed consent 2.1.1 Definisi Informed consent Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau illeus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION. Oleh: Sugijanto

MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION. Oleh: Sugijanto MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION Oleh: Sugijanto Pengertian Traksi: proses menarik utk meregangkan jarak antar suatu bagian. Traksi spinal: tarikan utk meregangkan jarak antar vertebra. Traksi Non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan merupakan bagian yang terpenting dalam menjaga kelangsungan hidup seseorang. Jika seseorang sedang tidak dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cepat, termasuk pertumbuhan serta kematangan dari fungsi organ reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. yang cepat, termasuk pertumbuhan serta kematangan dari fungsi organ reproduksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah fase pertumbuhan dan perkembangan saat individu mencapai usia 10-19 tahun. Dalam rentang waktu ini terjadi pertumbuhan fisik yang cepat, termasuk

Lebih terperinci

PYLORUS STENOSIS HYPERTROPHY

PYLORUS STENOSIS HYPERTROPHY PYLORUS STENOSIS HYPERTROPHY Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah menyelesaikan modul ini peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi, fisiologi, patologi dan patogenesis dari hypertrophic

Lebih terperinci

CHECKLIST ANAMNESIS KASUS NYERI KEPALA

CHECKLIST ANAMNESIS KASUS NYERI KEPALA CHECKLIST ANAMNESIS KASUS NYERI KEPALA No. Aspek yang Dinilai Contoh/Parameter 1. Mengucap salam...assalamualaikum wr wb... 2. Memperkenalkan diri dan membina sambung rasa...perkenalkan saya Andi saya

Lebih terperinci

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA Materi 12 CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA Oleh : Agus Triyono, M.Kes A. CEDERA KEPALA Pengertian : Semua kejadian pada daerah kepala yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi otak baik

Lebih terperinci

MODUL INTERVENSI PAIN DAN CANCER PAIN

MODUL INTERVENSI PAIN DAN CANCER PAIN MODUL INTERVENSI PAIN DAN CANCER PAIN IGN Mahaalit Aribawa Tjokorda Gde Agung Senapathi I Made Gede Widnyana PROGRAM STUDI ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2016 BAB 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam waktu mendatang jumlah golongan usia lanjut akan semakin bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bertambahnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur os nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior wajah merupakan faktor

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

ANESTESI REGIONAL. Department of Anesthesiology Faculty Of Medicine Padjadjaran University

ANESTESI REGIONAL. Department of Anesthesiology Faculty Of Medicine Padjadjaran University ANESTESI REGIONAL Department of Anesthesiology Faculty Of Medicine Padjadjaran University Anestesi Umum I.V I.M Inhalasi P.O P.Rectal Regional Topikal Infiltrasi Field Block Blok Saraf Tepi Spinal Epidural

Lebih terperinci

Cedera Spinal / Vertebra

Cedera Spinal / Vertebra Cedera Spinal / Vertebra Anatomi 7 Servikal Anterior 12 Torakal Posterior 5 Lumbal Sakral Anatomi Posterior Anterior Motorik Cedera Spinal Sensorik Otonom Susunan Syaraf ke Ekstremitas Plexus Brachialis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kasus yang belum terselesaikan. Disisi lain juga telah terjadi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. kasus yang belum terselesaikan. Disisi lain juga telah terjadi peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi ini masalah kesejahteraan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada situasi beban ganda, dimana pada satu sisi penyakit menular masih merupakan masalah

Lebih terperinci

Pusat Hiperked dan KK

Pusat Hiperked dan KK Pusat Hiperked dan KK 1. Gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas, menghisap asap/gas beracun, kelemahan atau kekejangan otot pernafasan). 2. Gangguan kesadaran (gegar/memar otak, sengatan matahari langsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah merupakan kasus yang banyak ditemui. dalam praktek sehari-hari, umumnya menyerang semua orang tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah merupakan kasus yang banyak ditemui. dalam praktek sehari-hari, umumnya menyerang semua orang tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri punggung bawah merupakan kasus yang banyak ditemui dalam praktek sehari-hari, umumnya menyerang semua orang tanpa mengenal perbedaan umur, jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana dijumpai beraneka ragam jenis keluhan antara lain gangguan neuromuskular,

BAB I PENDAHULUAN. dimana dijumpai beraneka ragam jenis keluhan antara lain gangguan neuromuskular, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup sehat adalah harapan setiap individu baik sehat fisik maupun psikis. Namun harapan tersebut kadang bertentangan dengan keadaan di masyarakat, dimana dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian tubuh untuk perbaikan. Beberapa jenis pembedahan menurut lokasinya

BAB I PENDAHULUAN. bagian tubuh untuk perbaikan. Beberapa jenis pembedahan menurut lokasinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan atau operasi merupakan tindakan invasif dengan membuka bagian tubuh untuk perbaikan. Beberapa jenis pembedahan menurut lokasinya yaitu bedah kardiovaskuler,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J,

BAB I PENDAHULUAN. maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kraniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J, 2005). Pembedahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, tingkat aktivitas masyarakat Indonesia semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembedahan adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menstruasi adalah pendarahan periodik dan siklik dari uterus, disertai

BAB 1 PENDAHULUAN. Menstruasi adalah pendarahan periodik dan siklik dari uterus, disertai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menstruasi adalah pendarahan periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus menstruasi yang normal atau dianggap sebagai

Lebih terperinci

GAMBARAN ANGKA KEJADIAN KOMPLIKASI PASCA ANESTESI SPINAL PADA PASIEN SEKSIO SESARIA

GAMBARAN ANGKA KEJADIAN KOMPLIKASI PASCA ANESTESI SPINAL PADA PASIEN SEKSIO SESARIA GAMBARAN ANGKA KEJADIAN KOMPLIKASI PASCA ANESTESI SPINAL PADA PASIEN SEKSIO SESARIA Mardhiyah Hayati 1, Kenangan Marwan Sikumbang 2, Ahmad Husairi 3 1 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran,

Lebih terperinci

FORMULIR PERMINTAAN PELAYANAN SPIRITUAL BERDASARKAN AGAMA DAN KEPERCAYAAN PASIEN

FORMULIR PERMINTAAN PELAYANAN SPIRITUAL BERDASARKAN AGAMA DAN KEPERCAYAAN PASIEN FORMULIR PENGKAJIAN SPIRITUAL PASIEN Nama: L No. Register: Umur: Ruang: No. Rekam Medik: P 1. Keyakinan pasien terhadap Tuhan yang memotivasi kesembuhan:......... 2. Nilai-nilai hidup pasien:............

Lebih terperinci

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. 1 Terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering kedelapan di seluruh dunia. Insiden penyakit ini memiliki variasi pada wilayah dan ras yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan keperawatan bidang kesehatan modern mencakup berbagai macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah sectio caesaria. Di negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

PHLEBOTOMY. Oleh. Novian Andriyanti ( ) PSIK Reguler 2. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Malang

PHLEBOTOMY. Oleh. Novian Andriyanti ( ) PSIK Reguler 2. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Malang PHLEBOTOMY Oleh Novian Andriyanti (125070200111036) PSIK Reguler 2 Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang 2013 Komplikasi Phlebotomy Phlebotomy ternyata juga dapat mengakibatkan komplikasi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP. Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang

BAB III KERANGKA KONSEP. Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB I PENDAHULUAN Istilah anestesi artinya hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit) yang disertai hilangnya kesadaran 1. Spinal anestesi telah digunakan secara luas dan aman selama kurang lebih 100 tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti spinal dan intra orbita, dan meskipun tidak mengivasi jaringan otak, meningioma menyebabkan penekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Kazdin (2000) dalam American Psychological Association mengatakan kecemasan merupakan emosi yang ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keluhan dan gangguan. Hal ini terjadi karena kurangnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keluhan dan gangguan. Hal ini terjadi karena kurangnya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Aktivitas manusia yang beragam tanpa disadari dapat menimbulkan berbagai macam keluhan dan gangguan. Hal ini terjadi karena kurangnya perhatian terhadap masalah keamanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sectio caesaera adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus. Angka sectio caesarea terus meningkat dari insidensi 3-4%

Lebih terperinci

ANESTESI REGIONAL. Intan Arvianty Maretta Prihardini H. Preceptor:Riri Risanti, dr. Sp.An.

ANESTESI REGIONAL. Intan Arvianty Maretta Prihardini H. Preceptor:Riri Risanti, dr. Sp.An. ANESTESI REGIONAL Intan Arvianty Maretta Prihardini H. Preceptor:Riri Risanti, dr. Sp.An. SMF ANESTESIOLOGI RS AL IHSAN P3D FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA 2015 Anestesi Umum I.V I.M Inhalasi P.O P.Rectal Regional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan menurut Wahyuningsih (2005), terapi Intravena adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan menurut Wahyuningsih (2005), terapi Intravena adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terapi intravena adalah suatu cara dari pengobatan untuk memasukan obat atau vitamin ke dalam tubuh pasien (Darmawan, 2008). Sedangkan menurut Wahyuningsih (2005), terapi

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK MIGRAIN DI RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN (RSUP) DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JUNI 2012

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK MIGRAIN DI RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN (RSUP) DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JUNI 2012 ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK MIGRAIN DI RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN (RSUP) DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JUNI 2012 Dwi Nur Pratiwi Sunardi. 2013. Pembimbing I : Dedeh Supantini, dr.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung dan tidak langsung, kesehatan masyarakat juga perlu. With Low Back Pain : A Randomized Controllled Trial Bukti juga

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung dan tidak langsung, kesehatan masyarakat juga perlu. With Low Back Pain : A Randomized Controllled Trial Bukti juga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan dalam bekerja sangat penting bagi masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci