MODUL INTERVENSI PAIN DAN CANCER PAIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODUL INTERVENSI PAIN DAN CANCER PAIN"

Transkripsi

1 MODUL INTERVENSI PAIN DAN CANCER PAIN IGN Mahaalit Aribawa Tjokorda Gde Agung Senapathi I Made Gede Widnyana PROGRAM STUDI ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2016

2 BAB 1 KOMPETENSI PENCITRAAN RADIOLOGI Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memiliki pengetahuan tentang sejarah dari pencitraaan radiologi, karakteristik radiasi, refleksi fisika dari proses pencitraan, dan radiasi medis beserta batas aman paparan dari proses radiasi atau pencitraan. Tujuan pembelajaran khusus 1. Setelah mengikuti sesi ini peserta didik akan memiliki pengetahuan dalam dasar pencitraan radiologi secara kognitif, psikomotor, hubungan / komunikasi interpersonal dan profesionalisme: Kognitif 1. Mampu menjelaskan sejarah dari terbentuknya pencitraan radiolagi. 2. Mampu menjelaskan struktur atom pembentuk pencitraan radiologi. 3. Mampu menjelaskan orbit electron dan level energy dalam pencintraan radiologi 4. Mampu menjelaskan spectrum electromagnet dalam pencintraan radiologi 5. Mampu menjelaskan produksi sinar X dalam pencitraan radiologi. 6. Mampu menjelaskan karakteristik radiasi dalam pencitraan radiologi. 7. Mampu menjelaskan tentang gambaran fluoroscopic dalam pencitraan radiologi. 8. Mampu menjelaskan Radiasi medis dalam pencitraan radiologi. 9. Mampu menjelaskan batas aman dalam proses radiasi atau pencitraan. Psikomotor 1. Mampu memilih tindakan pencitraan yang digunakan dalam praktek intervensi nyeri 2. Mengetahui prinsip keamanan bagi pasien dan operator C-arm 3. Mampu menggunakan C-arm dengan berbagai posisi dan mauver yang diperlukan untuk intervensi nyeri Komunikasi/Hubungan interpersonal 1. Mampu menjelaskan kepada pasien tentang keperluan dilakukannya pencitraan radiologi.

3 2. Mampu menjelaskan pada pasien tentang efek yang ditimbulkan dari proses pencitraan radiologi. Profesionalisme 1. Mampu bekerja sesuai standar prosedur secara efisien. 2. Mampu menjamin keamanan diri dan lingkungan sekitar saat prosedur pencitraan dilakukan.

4 BAB 2 Modul Spinal Radioanatomi Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memiliki pengetahuan tentang Spinal radioanatomi, fluoroskopi pada blok saraf spinal, cervical, thoracal, lumbal dan anatomi orentasi tulang belakang. Tujuan pembelajaran khusus Setelah mengikuti sesi ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk mengetahui anatomi tulang vertebrae yang terdiri dari cervical, thoracal, lumbal, pengenalan mengenai pengetahuan spinal radiotomi dan flouroskopi pada penggunaan blok saraf. Kognitif 1. Mampu menjelaskan jenis-jenis anatomi tulang belakang. 2. Mampu menjelaskan fluoroskopi dapat di pakai pada blok spinal, cervical, thorakal lumbal. 3. Mampu menjelaskan pengertian lordosis. 4. Mampu menjelaskan scoliosis. 5. Mampu menjelaskan stuktur khas vertebra secara radioanatomi. 6. Mampu menjelaskan pengertian pedikel. 7. Mampu menjelaskan lamina. 8. Mampu menjelaskan tentang vertebra thorakal, lumbal dan sacral Psikomotor 1. Mampu menjelaskan dan identifikasi anatomi tulang vertebrae, thoracal, lumbal dan os sacrum 2. Mampu melakukan pencitraan radiologi tulang belakang dengan teknik yang benar 3. Mampu identifikasi facet joint, lamina, pedikel, proses spinosus dan prosesu transversus 4. Mampu memilih tempat yang aman untuk memasukan jarum ke daerah spinal 5. Mampu memilih tempat yang aman untuk memasukan jarum ke daerah epidural dan transforainal 6. Mampu mengerti gambar radiologi untuk melihat foramen persarafan pada daerah lumbal

5 Komunikasi/Hubungan interpersonal 1. Mampu berkomunikasi dengan pasien mengenai penanganan nyeri menggunakan teknik pencitraan radiologi 2. Mampu berkomunikasi dengan dokter disiplin lain yang mengkonsulkan psien nyeri 3. Mampu berkomunikasi dengan radiographer yang membantu operasional C-arm Profesionalisme 1. Mampu bekerja sesuai standar prosedur secara efisien. 2. Mampu bekerja secara aman dan berhati- hati

6 BAB 3 SURAT PERSETUJUAN UNTUK PROSEDUR PENANGANAN NYERI INTERVENSI Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memiliki pengetahuan dan mampu memberikan informasi kepada pasien dan kerabat pasien tentang kondisi pasien, prosedur tindakan serta efek yang dapat terjadi, hasil yang didapatkan dan komplikasi yang tidak diinginkan yang dapat terjadi Tujuan pembelajaran khusus Setelah mengikuti sesi ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk: Kognitif 1. Mampu menjelaskan secara rinci tentang tindakan dan prosedur penanganan nyeri intervensi 2. Mampu menjelaskan kepada pasien dan kerabatnya dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang kemungkinan hasil dari tindakan yang dilakukan 3. Mampu menjelaskan kepada pasien dan kerabatnya dengan bahasa yang mudah dimengerti mengenai efek samping atau komplikasi yang kemungkinan terjadi pada tindakan penanganan nyeri intervensi Komunikasi / Hubungan interpersonal 1. mampu menjelaskan secara rinci kepada pasien dan kerabatnya tentang kemungkinan hasil dari tindakan yang dilakukan 2. Mampu menjelaskan secara rinci tentang tindakan dan prosedur penanganan nyeri intervensi 3. Mampu berkomunikasi dengan sejawat operator dan tenaga medis yang terkait bila timbul efek samping dan gejala toksisitas, bekerjasama mengatasi komplikasinya. Profesionalisme 1. Mampu berkomunikasi dengan baik kepada pasien dan keluarga pasien, memberikan informasi tindakan yang akan dilakukan meliputi prosedur tindakan, keuntungan ataupun komplikasi yang terjadi secara efektif 2. Mampu bekerja sesuai dengan prosedur.

7 3. Mampu bekerjasama dengan sejawat operator dan tenaga medis terkait sehubungan dengan tindakan penanganan intervensi nyeri

8 BAB 4 Evaluasi Nyeri Pasien Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mempelajari modul ini peserta didik diharapkan mampu dan memahami tentang peran penting ilmu dan tim multidisiplin dalam menangani dan evaluasi nyeri, yang melibatkan dokterdokter spesialisasi yang beraneka ragam yang juga melibatkan dokter umum, terapis fisik, terapis kesehatan kerja, perawat nyeri, pekerja social, konsultan, dan staf pembantu lainnya. Peserta didik juga diharapkan juga untuk mampu dalam evaluasi nyeri secara holistik, yang terdiri dari Anamnesis (Anamnesis Umum, Keluhan Utama, Riwayat Nyeri, Diagram Nyeri, Riwayat Pengobatan Terdahulu, Riwayat keluarga, Riwayat personal), Pemeriksaan Fisik (Pemeriksaan Umum, Pemeriksaan Sistemik, Pemeriksaan Lokal, Pemeriksaan Neurologis), dan tes diagnostik umum dan test diagnostik secara khusus. Tujuan Pembelajaran Khusus I. Mampu memahami cabang ilmu yang terlibat dalam menangani nyeri Kognitif 1. Mampu mamahami berbagai pengetahuan terkait dengan bidang ilmu yang berhubungan dengan manajemen nyeri 2. Mampu menjelaskan jenis jenis pemeriksaan yang diperlukan untuk diagnosis dan penanganan nyeri 3. Mampu mengenali bidang ilmu yang akan dikonsultasikan untuk diagnosis dan penanganan nyeri Psikomotor 1. Mampu memilih alat alat penunjang untuk mendiagnosis nyeri 2. Mampu mengenali tanda klinis dan melakukan pemeriksaan nyeri 3. Mampu mengenali tanda klinis komplikasi dari nyeri Komunikasi 1. Mampu menjelaskan kepada pasien tentang efek nyeri 2. Mampu menjelaskan kepada operator tentang efek dan komplikasi dari nyeri

9 3. Mampu berkomunikasi sejawat operator dan tenaga medis lainnya yang tekait bila timbul efek samping dari nyeri Profesionalisme 1. Mampu bekerja sesuai standar prosedul secara efisien 2. Mampu menjaga membina kerja sama dengan bidang lainnya yang terkait dengan nyeri II. Melakukan Anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dalam evaluasi nyeri Kognitif 1. Mampu menjelaskan tentang cara evaluasi nyeri 2. Mampu menjelaskan tentang cara anamnesa yang sistematis 3. Mampu menjelaskan peenggunaan VAS pada evaluasi nyeri 4. Mampu menjelaskan tentang kuisoner nyeri sebagai pedoman evaluasi nyeri 5. Mampu menjelaskan tentang hubungan pola pikir pasien, permasalahan medisnya, harapannya, dan pilihan terapi yang memungkinkan baginya dalam evaluasi nyeri 6. Mampu menjelaskan tentang karakteristik nyeri, yaitu letak, onset, variasi nyeri harian, tingkat keparahan, faktor pemberat, faktor peringan, nyeri 7. Mampu menjelaskan tentang terapi dan kebiasaan sosial dalam hubungannya pada evaluasi nyeri 8. Mampu menjelaskan tentang pemeriksaan fisik yang dilakukan evaluasi nyeri 9. Mampu menjelaskan pemeriksaan inspeksi dan palpasi pada pemeriksaan fisik 10. Mampu menjelaskan pemeriksaan neurologis pada evaluasi nyeri, baik motoris, cerebrum, fungsi simpatis. 11. Mampu menjelaskan tes diagnostik baik umum dan khusus yang digunakan untuk evaluasi nyeri. Psikomotor 1. Mampu melakukan wawancara yang efektif dan efisien 2. Mampu melakukan pemeriksaan fisik secara cermat dan sistematis 3. Mampu menggunakan alat bantu yang sesuai dalam mengevaluasi nyeri

10 4. Mampu memilih tes diagnostik yang digunakan dalam penegakan diagnosa dan evaluasi nyeri Komunikasi/hubungan interpersonal 1. Mampu membangun hubungan saling percaya dan terbuka terhadap pasien 2. Mampu membangun rasa nyaman pada pasien selama pemeriksaan 3. Mampu menjelaskan tata cara serta tujuan pada pemeriksaan yang dilakukan 4. Mampu menjelaskan efek samping dan komplikasi pemeriksaan yang dilakukan Profesionalisme 1. Mampu melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang secara lege artis dan sesuai prosedur yang berlaku 2. Mampu menjamin ketersediaan SOP alat bantu yang dibutuhkan 3. Mampu memahami, memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarganya tentang evaluasi nyeri pasien sesuai hak pasien.

11 BAB 5 INTERVENTIONAL PAIN PENDEKATAN EPIDURAL LUMBAL, CAUDAL Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memiliki pengetahuan dan mampu melakukanintervensi nyeri yang meliputi penanganan nyeri dengan menggunakan neuroaxial blok epidural, lumbar dan caudal, pada materi ini peserta didik dijelaskan tentang anatomi, indikasi, kontraindikasi, prosedur tindakan, serta obat-obat yang digunakan untuk penangan nyeri dengan neuroaxial blok epidural, lumbar, caudal dengan baik dan benar Tujuan pembelajaran khusus Setelah mengikuti perkuliahan ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk: 1. Mampu menjelaskann mengenai intervensi nyeri dengan blok neuroaxial epidural, lumbar dan caudal 2. Mampu menjelaskan anatomi ruang epidural, lumbar dan caudal 3. Mampu menjelaskan indikasi dan kontraindikasi penggunaan multimodal intervensi yeri dengan neuroaxila blok epidural, lumbar dan caudal. 4. Mampu menjelaskan teknik dan prosedur serta obat-obatan yang digunakan saat dilakukan intervensi penanganan nyeri neuroaxial blok epidural, lumbar, caudal. 5. Peserta didik mengetahui keuntungan dan komplikasi yang didapat dengan penanganan nyeri neuroaxial blok epidural, lumbal dan caudal Psikomotor 1. Mampu memilih dan mempersiapkan alat-alat yang digunakan sesuai prosedur tindakan pemasangan blok epidural, lumbal dan caudal 2. Mampu menyiapkan obat-obatan yang diperlukan untuk tindakan intervensi nyeri di daerah neuroaxial blok epidural, lumbal, caudal. 3. Mampu menggunakan obat-obatan yang sesuai dengan dosis yang telah ditentukan secara benar 4. Mampu menyiapkan keseterilan alat serta bekerja sesuai prosedur tindakan.

12 5. Mampu mengenali tanda-tanda klinis bila terjadi efek samping dan toksisitas akibat pemberian obat-obatan serta tindakan yang digunakan untuk tindakan intervensi nyeri, 6. Mampu mencegah dan mengatasi komplikasi yang terjadi akibat pemberian obat dan tindakan yang dilakukan pada saat melakukan tindakan intervensi nyeri neuroaxial blok epidural, lumbal, caudal Komunikasi/Hubungan interpersonal 1. Mampu menjelaskan kepada pasien tentang efek yang menguntungkan serta komplikasi yang dapat ditimbulkan obat serta tindakan yang akan dilakukan 2. Mampu menjelaskan kepada sejawat operator tentang manfaat serta efek samping dan komplikasi yang dapat timbul dari pemberian obat serta tindakan neuroaxial blok penanganan epidural, lumbar, dan caudal. 3. Mampu berkomunikasi dengan sejawat operator dan tenaga medis yang terkait bila timbul efek samping dan gejala toksisitas, bekerja sama mengatasi komplikasinya. Profesionalisme 1. Mampu bekerja sesuai standar prosedur secara efisien. 2. Mampu menjamin ketersediaan dan sterilitas jenis obat anastesi lokal serta kontras yang akan digunakan dengan sesuai dosis, konsentrasi dan pengenceran, penambahan adjuvan yang sesuai dengan indikasi dan kebutuhan tindakan penanganan intervensi nyeri pendekatan ruang epidural, lumbar dan caudal.

13 BAB 6 Lumbal Facet dan Median Branch Blok Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memiliki pengetahuan dan mampu melakukan anestesia regional yang meliputi anestesia blok lumbar facet dan median branch block secara baik dan benar. Tujuan pembelajaran khusus Setelah mengikuti sesi ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk: 1. Mampu menjelaskan anatomi sendi facet dan tulang belakang. 2. Mampu menjelaskan patofisiologi terjadinya nyeri para proses trauma maupun degenerative 3. Mampu melakukan evaluasi dan diagnosa nyeri punggung 4. Mampu menjelaskan kontra indikasi tindakan facet block, median branch block dan injeksi intra artikular. 5. Mampu menjelaskan peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan tindakan facet block, median branch block 6. Mampu menjelaskan berbagai pendekatan dan teknik untuk melakukan injeksi facet joint. Kognitif 1. Mampu menjelaskan anatomi dari tulang belakang beserta kompartemennya. 2. Mampu menjelaskan anatomi sendi facet dan cabang cabang inervasi sarafnya. 3. Mampu menjelaskan kontraindikasi tindakan. 4. Mampu menjelaskan jenis anestesi lokal dan kortikosteroid yang digunakan untuk tindakan. 5. Mampu menjelaskan persiapan alat dan obat anestesi lokal dan kortikosteroid yang akan dipakai untuk melakukan tindakan. 6. Mampu menjelaskan prosedur median branch dan facet block dengan pendekatan intralaminar, transforaminal, dan caudal. 7. Mampu menjelaskan posisi pasien dalam melakukan tindakan median branch dan facet block.

14 8. Mampu menjelaskan indikasi dan kontraindikasi tindakan anestesia median branch dan facet block. 9. Mampu menyebutkan jenis obat, dosis, konsentrasi, pengenceran, mula kerja, lama kerja obat anestesi lokal dan kortikosteroid yang dapat dipakai untuk anestesia blok median branch dan facet block. 10. Mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran obat yang diinjeksikan serta proyeksi dari C-arm terhadap penyebaran obat. Psikomotor 1. Mampu memilih dan mempersiapkan jenis obat anastesi lokal, kortikosteroid yang akan dipakai dengan dosis, konsentrasi dan pengenceran. 2. Mampu menjaga sterilitas dan melakukan penyimpanan obat anestesi lokal, kortikosteroid dengan baik dan benar selama tindakan. 3. Mampu mempersiapkan posisi pasien sebelum melakukan tindakan. 4. Mampu mengatur posisi C-arm yg diperlukan 5. Mampu identifikasi facet joint 6. Mampu identifikasi prosesus tranversus dan pedikel 7. Melakukan identifikasi tempat insersi jarum dan evaluasi posisi jarum secara berkelanjutan 8. Melakukan identifikasi posisi nervus median yang mensarafi facet joint 9. Mampu melakukan injeksi obat de nervus media secara hati0hati dan lege artis Komunikasi/Hubungan interpersonal 1. Mampu menjelaskan kepada pasien tentang rencana tindakan dan prosedur yang akan dilakukan 2. Mampu menjelaskan kepada pasien tentang efek yang ditimbulkan obat anestesi lokal dan kortikosteroid 3. Mampu berkomunikasi dengan sejawat dan tenaga medis lainnya dalam menangani efek samping dan komplikasi akibat tindakan. Profesionalisme 1. Mampu bekerja sesuai standar prosedur secara efisien.

15 2. Mampu menjamin ketersediaan dan sterilitas jenis obat anastesi lokal dan kortikosteroid yang akan dipakai dengan dosis, konsentrasi dan pengenceran yang sesuai.

16 BAB 7 Penanganan Nyeri Sacroilliac Joint ( SIJ ) Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti perkuliahan ini peserta didik memiliki pengetahuan dan mampu melakukan penanganan nyeri yang meliputi penanganan nyeri dengan menggunakan blok saraf perifer persendian sacroiliac joint, pada materi ini peserta didik dijelaskan tentang anatomy, indikasi, kontraindikasi, prosedur tindakan, serta obat-obat yang digunakan untuk penanganan nyeri dengan blok sacroiliac joint dengan baik dan benar Tujuan pembelajaran khusus Kognitif Setelah mengikuti sesi ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk: 1. Mampu menegakkan diagnose nyeri SIJ 2. Mampu menjelaskan mengenai intervensi nyeri sacroiliac joint 3. Mampu menjelaskan anatomi yang melewati persarafan sacroiliac joint 4. Mampu menjelaskan indikasi dan kontraindikasi penggunaan multimodal intervensi yeri dengan blok saraf tepi sacroiliac joint 5. Mampu menjelaskan teknik dan prosedur serta obat-obatan yang digunakan saat dilakukan intervensi penanganan nyeri sacroiliac joint. 6. Peserta didik mengetahui keuntungan yang didapat dengan teknik sacroiliac joint Psikomotor 1. Mampu memilih dan mempersiapkan alat-alat yang digunakan sesuai prosedur tindakan sacroiliac joint 2. Mampu menyiapkan obat-obatan yang diperlukan untuk tindakan intervensi nyeri blok saraf sacroilliac. 3. Mampu menggunakan obat-obatan yang sesuai dengan dosis yang telah ditentukan secara benar 4. Mampu menyiapkan keseterilan alat serta bekerja sesuai prosedur tindakan. 5. Mampu menggunakan C-Arm secara benar untuk membantu intervensi SIJ

17 6. Mampu melakukan identifikasi os sacrum dan sacroiliac joint secara benar 7. Mampu melakukan insersi jarum secara benar dan identifikasi posisi jarum secara benar dengan bantuan kontras dan C-arm 8. Mampu mengenali tanda-tanda klinis bila terjadi efek samping dan toksisitas akibat pemberian obat-obatan serta tindakan yang digunakan untuk tindakan intervensi nyeri, 9. Mampu mencegah dan mengatasi komplikasi yang terjadi akibat pemberian obat dan tindakan yang dilakukan pada saat melakukan tindakan intervensi nyeri sacroiliac joint Komunikasi/Hubungan interpersonal 1. Mampu menjelaskan kepada pasien tentang efek yang meguntungkan serta komplikasi ditimbulkan obat serta tindakan yang akan dilakukan 2. Mampu menjelaskan kepada sejawat tentang manfaat serta efek samping dan komplikasi yang dapat timbul dari pemberian obat serta tindakan blok saraf sacroiliac joint. 3. Mampu berkomunikasi dengan tenaga medis yang terkait bila timbul efek samping dan gejala toksisitas, bekerja sama mengatasi komplikasinya. Profesionalisme 1. Mampu bekerja sesuai standar prosedur secara efisien. 2. Mampu menjamin ketersediaan dan sterilitas jenis obat anastesi lokal serta kontras yang akan digunakan dengan sesuai dosis, konsentrasi dan pengenceran, penambahan adjuvan yang sesuai dengan indikasi dan kebutuhan tindakan sacroiliac joint. 3. Mampu memahami, memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarganya tentang kondisi pasien sesuai hak pasien.

18 BAB 8 Modul Kompetensi Radiofrekuensi Koagulasi Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memiliki pengetahuan mengenai radiofrekuensi koagulasi dan mampu melakukan seleksi pasien, melihat indikasi maupun kontraindikasi, dan mampu melakukan tindakan radiofrekuensi koagulasi dengan baik dan benar. Tujuan pembelajaran khusus Setelah mengikuti sesi ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk memilih prosedur terapi radiofrekuensi dan melakukan prosedur radiofrekuensi secara tepat dan aman Kognitif 1. Mengevaluasi pasien dengan nyeri kronis dan mengerti pilihan tindakan prosedur untuk mengatasi nyeri kronis tersebut. 2. Mengetahui prinsip dan cara kerja radiofrekuensi 3. Mengetahui prosedur radiofrekuensi koagulasi untuk mengatasi nyeri kronis. 4. Mengetahui pilihan kriteria seleksi pasien nyeri kronis yang dapat menjalani prosedur radiofrekuensi koagulasi. 5. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi tindakan radiofrekuensi koagulasi. Psikomotor 1. Mampu identifikasi saraf yang menjadi target radiofrekuensi 2. Mampu melakukan tes sensorik sebelum prosedur radiofrekuensi dilakukan 3. Mampu melakukan tes motorik sebelum prosedur radiofrekuensi dilakukan 4. Mampu melakukan tindakan prosedur radiofrekuensi koagulasi. Komunikasi/Hubungan Interpersonal 1. Mampu menjelaskan kepada pasien mengenai tindakan prosedur radiofrekuensi koagulasi. 2. Mampu menjelaskan keutungan radiofrekuensi 3. Mampu menjelaskan efek samping dan komplikasi radiofrekuensi serta alternative terapinya

19 Profesionalisme 1. Mampu bekerja sesuai standar prosedur secara efisien. 2. Mampu memahami, memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarganya tentang kondisi pasien sesuai hak pasien.

20 BAB 9. Modul Kompetensi Blok Lumbar Simpatis Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memiliki pengetahuan dan mampu melakukan blok lumbar simpatis. Tujuan pembelajaran khusus Setelah mengikuti sesi ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk: 1. Mengenali anatomi saraf simpatis di daerah lumbal. 2. Memahami nyeri kronik yang berhubungan dengan rantai simpatis lumbal 3. Indikasi dari blok 4. Teknik melakukan blok 5. Pemilihan obat blok 6. Komplikasi yang mungkin muncul Kognitif 1. Mampu menjelaskan anatomi saraf simpatis di daerah lumbal 2. Mampu menjelaskan teknik blok lumbar simpatik 3. Mampu menjelaskan jenis jenis anestesi lokal 4. Mampu menjelaskan mekanisme kerja dan sifat obat anestesi lokal. 5. Mampu menjelaskan jenis-jenis serabut syaraf yang dihambat serta jenis hambatan yang dihasilkan dan cara pengecekkannya. 6. Mampu menjelaskan dosis, dosis maksimum, mula kerja, masa kerja, cara pemberian masing-masing obat anestesi lokal. 7. Mampu menjelaskan berbagai efek samping dan toksisitas yang dapat ditimbulkan obat anestesi lokal beserta tanda-tanda klinisnya. 8. Mampu menjelaskan cara mencegah dan menangani komplikasinya yang mungkin timbul saat tindakan blok lumbar simpatis.

21 Psikomotor 1. Mampu melakukan teknik blok lumbar simpatis 2. Mampu mempergunakan C-arm untuk blok simpatis lumbal 3. Mampu memilih dan mempersiapkan jenis obat anastesi lokal yang akan dipakai dengan dosis, konsentrasi dan pengenceran, penambahan adjuvan yang sesuai dengan indikasi dan kebutuhan. 4. Mampu memakai obat anestesi lokal dengan cara pemberian yang benar. 5. Mampu menjaga sterilitas dan melakukan penyimpanan obat anestesi lokal dengan baik dan benar. 6. Mampu mengenali tanda-tanda klinis dan melakukan pemeriksaan adanya hambatan simpatis saat obat anestesi lokal mulai bekerja atau akan habis. 7. Mampu mengenali tanda-tanda klinis bila terjadi efek samping dan toksisitas akibat pemberian obat anestesi lokal. 8. Mampu mencegah dan mengatasi komplikasi yang terjadi akibat blok lumbar simpatis. Komunikasi/Hubungan interpersonal 1. Mampu menjelaskan kepada pasien tentang efek yang ditimbulkan obat anestesi lokal dan resiko yang dapat timbul akibat blok lumbar simpatis. 2. Mampu menjelaskan kepada sejawat operator tentang manfaat serta efek samping dan komplikasi yang dapat timbul dari tindakan blok lumbar simpatis 3. Mampu berkomunikasi dengan sejawat operator dan tenaga medis yang terkait bila timbul efek samping dan gejala toksisitas, bekerja sama mengatasi komplikasinya. Profesionalisme 1. Mampu bekerja sesuai standar prosedur secara efisien. 2. Mampu menjamin ketersediaan dan sterilitas jenis obat anastesi lokal yang akan dipakai dengan dosis, konsentrasi dan pengenceran, penambahan adjuvan yang sesuai dengan indikasi dan kebutuhan. 3. Mampu memahami, memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarganya tentang kondisi pasien sesuai hak pasien.

22 BAB 10 MODUL KOMPETENSI NYERI KANKER Tujuan pembelajaran umum Setelah menyelesaikan modul ini, peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi nyeri kanker, melakukan assesment nyeri kanker dan breakthrough pain, melakukan pengelolaan nyeri kanker dan breakthrough pain dengan pendekatan farmakologis dan non farmakologis, menggunakan tehnik non invasif maupun invasif. Tujuan pembelajaran khusus Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memiliki kemampuan untuk: I. Menguasai patofisiologi nyeri kanker. Kognitif 1. Mampu menjelaskan patofisiologi nyeri kanker. 2. Mampu menjelaskan mekanisme terjadinya nyeri kanker. 3. Mampu menjelaskan jenis-jenis nyeri kanker. 4. Mampu menjelaskan tentang cancer pain syndrome. Psikomotor 1. Mampu menjelaskan patofisiologi dan mekanisme molekuler yang terlibat dalam terjadinya nyeri kanker. 2. Mampu mengenali jenis-jenis nyeri kanker 3. Mampu mengenali terjadinya cancer pain syndrome. Komunikasi/Hubungan interpersonal 1. Mampu menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang bagaimana terjadinya nyeri pada pasien yang menderita kanker. 2. Mampu berkomunikasi yang baik dengan sejawat di bidang lain dalam penanganan pasien kanker. 3. Mampu berkomunikasi yang baik dengan tim perawat tentang jenis nyeri yang dapat terjadi pada penderita kanker.

23 Profesionalisme 1. Mampu bekerja sesuai standar prosedur secara efisien. 2. Mampu menjamin adanya kecukupan informasi dan edukasi tentang nyeri kanker. II. Melakukan assesment nyeri kanker dan breakthrough pain. Kognitif 1. Mampu menjelaskan cara assesment dan reassesment pada nyeri kanker dengan menggunakan penilaian nyeri yang merefleksikan sumber nyeri multidimensional dengan Brief Pain Inventory. 2. Mampu menjelaskan elemen inti dari initial assesment. 3. Mampu menjelaskan tentang breakthrough pain dan menjelaskan tentang cara untuk melakukan assesment breakthrough pain. 4. Mampu menjelaskan faktor psikososial pada nyeri kanker. 5. Mampu menjelaskan faktor spiritual pada nyeri kanker. 6. Mampu menjelaskan hambatan dan solusi dalam melakukan assesment yang akurat pada pasien nyeri kanker. Psikomotor 1. Mampu melakukan assesment dan reassesment pada nyeri kanker dengan menggunakan penilaian nyeri yang merefleksikan sumber nyeri multidimensional dengan Brief Pain Inventory. 2. Mampu melakukan penilaian elemen inti dari initial assesment. 3. Mampu mengenali dan melakukan assesment terjadinya breakthrough pain pada pasien nyeri kanker. 4. Mampu melalukan penilaian aspek psikososial pada pasien nyeri kanker. 5. Mampu melakukan penilaian aspek spiritual pada pasien nyeri kanker. 6. Mampu mengenali hambatan dalam melakukan assesment yang akurat pada pasien nyeri kanker dan dapat melakukan tindakan antisipasi untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam melakukan assesment yang akurat pada pasien nyeri kanker.

24 Komunikasi/Hubungan interpersonal 1. Mampu menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang kondisi pasien setelah dilakukan penilaian nyeri awal dan penilaian nyeri lanjutan. 2. Mampu menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang kondisi pasien yang terjadi breakthrough pain pada pasien nyeri kanker. 3. Mampu menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien mengenai faktor-faktor psikososial dan spiritual yang dapat mempengaruhi penilaian nyeri seperti ketakutan, kecemasan, pola tidur, perubahan mood, pengaruh ekonomi dan dukungan spiritual. 4. Mampu mengkomunikasikan dengan pasien atau keluarga pasien hambatan dalam melakukan assesment yang akurat pada pasien nyeri kanker sehingga dapat melakukan tindakan antisipasi untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam melakukan assesment yang akurat pada pasien nyeri kanker. 5. Mampu berkomunikasi yang baik dan efektif dengan sejawat lain yang merawat bersama pasien dengan nyeri kanker sehingga terdapat kesepahaman penilaian nyeri kanker dan breakthrough pain. 6. Mampu berkomunikasi yang baik dan efektif dengan perawat yang merawat pasien dengan nyeri kanker sehingga terdapat kesepahaman penilaian nyeri kanker dan breakthrough pain. Profesionalisme 1. Mampu bekerja sesuai prosedur dengan efisien. 2. Mampu melakukan assesment dan reassesment nyeri pada pasien dengan nyeri kanker dan breakthrough pain. 3. Mampu berinteraksi dengan sejawat lain maupun tenaga paramedik dan tenaga medis lain atas dasar menghargai kompetensi masing-masing. 4. Mampu memahami, memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarganya tentang kondisi pasien sesuai hak pasien.

25 III. Melakukan pengelolaan nyeri kanker dan breakthrough pain dengan pendekatan farmakologis dan non farmakologis, menggunakan tehnik non invasif maupun invasif. Kognitif 1. Mampu menjelaskan penatalaksanaan nyeri kanker dan breakthrough pain dengan pendekatan non farmakologis dengan metode massage, aplikasi hangat dan dingin, TENS, distraksi teknik relaksasi. 2. Mampu menjelaskan penatalaksanaan nyeri kanker dan breakthrough pain dengan pendekatan farmakologis dengan obat-obat non opioid. 3. Mampu menjelaskan penatalaksanaan nyeri kanker dan breakthrough pain dengan pendekatan farmakologis dengan obat-obat opioid. 4. Mampu menjelaskan penatalaksanaan nyeri kanker dan breakthrough pain dengan pendekatan non invasif. 5. Mampu menjelaskan penatalaksanaan nyeri kanker dan breakthrough pain dengan pendekatan invasif. Psikomotor 1. Mampu melakukan penatalaksanaan nyeri kanker dan breakthrough pain dengan pendekatan non farmakologis dengan metode massage, aplikasi hangat dan dingin, TENS, distraksi teknik relaksasi. 2. Mampu melakukan penatalaksanaan nyeri kanker dan breakthrough pain dengan pendekatan farmakologis dengan obat-obat non opioid. 3. Mampu melakukan penatalaksanaan nyeri kanker dan breakthrough pain dengan pendekatan farmakologis dengan obat-obat opioid. 4. Mampu melakukan penatalaksanaan nyeri kanker dan breakthrough pain dengan pendekatan non invasif. 5. Mampu melakukan penatalaksanaan nyeri kanker dan breakthrough pain dengan pendekatan invasif.

26 Komunikasi/Hubungan interpersonal 1. Mampu menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang penatalaksanaan nyeri kanker dan breakthrough pain dengan pendekatan non farmakologis dengan metode massage, aplikasi hangat dan dingin, TENS, distraksi teknik relaksasi untuk mendapatkan informed consent. 2. Mampu menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang penatalaksanaan nyeri kanker dan breakthrough pain dengan pendekatan farmakologis dengan obat-obat non opioid dengan resiko dan efek samping yang dapat ditimbulkannya. 3. Mampu menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang penatalaksanaan nyeri kanker dan breakthrough pain dengan pendekatan farmakologis dengan obat-obat opioid dengan resiko dan efek samping yang dapat ditimbulkannya. 4. Mampu menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang penatalaksanaan nyeri kanker dan breakthrough pain dengan pendekatan farmakologis dengan metode invasif dengan resiko dan efek samping yang dapat ditimbulkannya. 5. Mampu berkomunikasi yang baik dan efektif dengan sejawat lain yang merawat bersama pasien dengan nyeri kanker sehingga penatalaksanaan dapat dilakukan secara komprehensif dan berjalan sinergis. 6. Mampu berkomunikasi yang baik dengan perawat yang merawat pasien dengan nyeri kanker sehingga penatalaksanaan dapat dilakukan secara komprehensif dan berjalan sinergis. Profesionalisme 1. Mampu bekerja sesuai prosedur dengan efisien. 2. Mampu melakukan penatalaksanaan secara cepat dan tep dan at terhadap pasien dengan nyeri kanker breakthrough pain 3. Mampu berinteraksi dengan sejawat lain maupun tenaga paramedik dan tenaga medis lain atas dasar menghargai kompetensi masing-masing. 4. Mampu memahami, memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarganya tentang kondisi pasien sesuai hak pasien.

Dr. H. Lilian B Koord. Blok Kedokteran Keluarga

Dr. H. Lilian B Koord. Blok Kedokteran Keluarga Dr. H. Lilian B Koord. Blok Kedokteran Keluarga Pendahuluan Pusat perhatian pelayanan kesehatan : - Core : Pasien - Cure : Pengobatan - Care : Perawatan Pada kondisi dimana pasien telah berada pada stadium

Lebih terperinci

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI MANAJEMEN NYERI POST OPERASI Ringkasan Manajemen nyeri post operasi bertujuan untuk meminimalisasi rasa tidak nyaman pada pasien, memfasilitasi mobilisasi dini dan pemulihan fungsi, dan mencegah nyeri

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA Nomor : / /RSUTP/SK/../2015 TENTANG SURAT PENUGASAN KLINIS DAN RINCIAN KEWENANGAN KLINIS dr. DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM

Lebih terperinci

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang SKDI 2012 : LBP Tingkat kompetensi : 3A Lulusan dokter mampu : Membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RSIA KEMANG NOMOR : 056/SK/DIR/5/2017 TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN ASESMEN PASIEN RSIA KEMANG

KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RSIA KEMANG NOMOR : 056/SK/DIR/5/2017 TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN ASESMEN PASIEN RSIA KEMANG KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RSIA KEMANG NOMOR : 056/SK/DIR/5/2017 TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN ASESMEN PASIEN RSIA KEMANG Menimbang : a. Bahwa semua pasien yang dilayani di RSIA Kemang harus diidentifikasi

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab Pengertian

Pendahuluan. Bab Pengertian Bab 1 Pendahuluan 1.1 Pengertian Nyeri dento alveolar yang bersifat neuropatik merupakan salah satu kondisi nyeri orofasial dengan penyebab yang hingga saat ini belum dapat dipahami secara komprehensif.

Lebih terperinci

TERAPI INHALASI MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI. : Prosedur Tidakan pada Kelainan Paru. I. Waktu. Mengembangkan kompetensi.

TERAPI INHALASI MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI. : Prosedur Tidakan pada Kelainan Paru. I. Waktu. Mengembangkan kompetensi. MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI NOMOR MODUL TOPIK SUB TOPIK I. Waktu : B02 : Prosedur Tidakan pada Kelainan Paru : Terapi Inhalasi TERAPI INHALASI Mengembangkan kompetensi Sesi Tutorial Diskusi

Lebih terperinci

Pedoman Pelayanan Anastesi

Pedoman Pelayanan Anastesi Pedoman Pelayanan Anastesi RSUD UMBU RARA MEHA WAINGAPU PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TIMUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UMBU RARA MEHA Jln. Adam Malik No. 54 Telp. (0387) 61302 Fax. 62551 W A I N G A P U 8 7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditemukan pada semua lapisan sosial, pendidikan, ekonomi dan ras di

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditemukan pada semua lapisan sosial, pendidikan, ekonomi dan ras di BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat dengan tanda dan gejala yang beraneka ragam, baik dalam derajat maupun jenisnya dan seringkali ditandai suatu perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada suatu saat dalam hidup mereka. Kerusakan punggung dan tulang belakang, suatu masalah kesehatan

Lebih terperinci

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH. Oleh

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH. Oleh MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH Oleh BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG NOVEMBER 2014 I. Waktu Mengembangkan kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi tertinggi menyerang wanita (Hoy, et al., 2007). Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi tertinggi menyerang wanita (Hoy, et al., 2007). Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri leher adalah masalah yang sering dikeluhkan di masyarakat. Prevalensi nyeri leher dalam populasi umum mencapai 23,1% dengan prevalensi tertinggi menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan usia dan atau mengalami gangguan akibat dari injuri atau sakit.

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan usia dan atau mengalami gangguan akibat dari injuri atau sakit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Peran fisioterapi memberikan layanan kepada individu atau kelompok individu untuk memperbaiki, mengembangkan, dan memelihara gerak dan kemampuan fungsi yang maksimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala Tinjauan Pustaka A. Pendahuluan Insiden dari metastasi tulang menempati urutan kedua setelah metastase ke paru-paru dan hati. Frekuensi paling sering pada tulang adalah metastase ke kolumna vertebra. Di

Lebih terperinci

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN Standar PAB.1. Tersedia pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benjolan pada payudara merupakan keluhan yang paling sering ditemui pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang bersifat jinak mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra

Lebih terperinci

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Akhmad Imron*) Departemen Bedah Saraf FK.Unpad/RSHS Definisi Instabilitas Spinal : adalah hilangnya kemampuan jaringan lunak pada spinal (contoh : ligamen, otot

Lebih terperinci

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB)

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB) PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB) STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN >/= 8% Terpenuhi 2-79% Terpenuhi sebagian < 2% Tidak terpenuhi Standar PAB.1. Tersedia pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak menyerang wanita. Kista atau tumor merupakan bentuk gangguan yang bisa dikatakan adanya pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan secara bio,psiko,sosial dan spiritual dengan tetap harus memperhatikan pasien dengan kebutuhan khusus dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap Tanggal : 22 Maret 2016 Pukul : 10.30 WIB Data subjektif pasien Ny. T umur 50 tahun bekerja

Lebih terperinci

MANAJEMEN NYERI. No. Dokumen: Halaman: 1 dari 3. No. Revisi: 00 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Disahkan oleh DIREKTUR UTAMA

MANAJEMEN NYERI. No. Dokumen: Halaman: 1 dari 3. No. Revisi: 00 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Disahkan oleh DIREKTUR UTAMA 1 dari 3 NIP. 1962043019871111 Pengertian Tujuan Cara meringankan atau mengurangi nyeri sampai tingkat kenyamanan yang dapat diterima pasien. Pelaksana adalah perawat, dokter jaga, dokter penanggung jawab,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Rekam Medis a. Definisi Rekam Medis Definisi Rekam Medis dalam berbagai kepustakaan dituliskan dalam berbagai pengertian: 1) M.Jusuf Hanafiah dan Amri Amir

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN I. Latar Belakang Rekam medis berdasarkan sejarahnya sejarahnya selalu berkembang mengikuti kemajuan ilmu kesehatan dan kedokteran. Sejak masa pra kemerdekaan, rumah sakit di Indonesia sudah

Lebih terperinci

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP NOMOR SOP : TANGGAL : PEMBUATAN TANGGAL REVISI : REVISI YANG KE : TANGGAL EFEKTIF : Dinas Kesehatan Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai PUSKESMAS TANAH TINGGI DISAHKAN OLEH : KEPALA PUSKESMAS TANAH TINGGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri menurut International Association For Study Of Pain / IASP yang dikutuip oleh Kuntono, 2011 adalah suatu pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan

Lebih terperinci

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang 3. PERENCANAAN TINDAKAN PERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan rasa nyaman TUJUAN DAN HASIL YANG DIHARAPKAN Tujuan : RENCANA TINDAKAN - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : RASIONAL - Nyeri dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan persalinan dengan operasi atau sectio caesarea hal ini disebabkan karena ibu memandang persalinan dengan sectio

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

ENDODONTIC-EMERGENCIES

ENDODONTIC-EMERGENCIES ENDODONTIC-EMERGENCIES (Keadaan darurat endodontik) Keadaan darurat adalah masalah yang perlu diperhatikan pasien, dokter gigi dan stafnya. Biasanya dikaitkan dengan nyeri atau pembengkakan dan memerlukan

Lebih terperinci

BAB I. gejala utama nyeri di daerah tulang punggung bagian bawah. 1

BAB I. gejala utama nyeri di daerah tulang punggung bagian bawah. 1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Nyeri punggung bawah (NPB) adalah sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama nyeri di daerah tulang punggung bagian bawah. 1 NPB merupakan penyebab tersering

Lebih terperinci

MODUL PALIATIF RSCM RUDI PUTRANTO TIM PALIATIF RUMAH SAKIT DR CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

MODUL PALIATIF RSCM RUDI PUTRANTO TIM PALIATIF RUMAH SAKIT DR CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA MODUL PALIATIF RSCM RUDI PUTRANTO TIM PALIATIF RUMAH SAKIT DR CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA 2015 Daftar Isi : 1. Modul Prinsip Paliatif 2. Modul Komunikasi 3. Modul Penilaian 4. Modul Tatalaksana 1. MODUL

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. perubahan klinis dan psikologis sehingga meningkatkan morbiditas, mortalitas,

BAB I. PENDAHULUAN. perubahan klinis dan psikologis sehingga meningkatkan morbiditas, mortalitas, BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap jenis pembedahan akan menimbulkan nyeri. Penanganan nyeri pascaoperasi yang tidak adekuat dan ditangani dengan baik akan menyebabkan perubahan klinis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia lima puluhan, lima puluh persen individu mengalami berbagai tipe

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN SPONDYLOSIS LUMBALIS 4-5 DENGAN MWD ULTRA SOUND DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE DI RSUD SRAGEN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN SPONDYLOSIS LUMBALIS 4-5 DENGAN MWD ULTRA SOUND DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE DI RSUD SRAGEN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN SPONDYLOSIS LUMBALIS 4-5 DENGAN MWD ULTRA SOUND DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE DI RSUD SRAGEN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, tingkat aktivitas masyarakat Indonesia semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informed consent 2.1.1 Definisi Informed consent Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah kesehatan gigi dewasa ini tidak hanya membahas gigi geligi saja, tetapi telah meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang. non modifiable yang merupakan konsekuensi genetik yang tak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang. non modifiable yang merupakan konsekuensi genetik yang tak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gagal jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas & mortalitas. Akhir-akhir ini insiden gagal jantung mengalami peningkatan. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung dan tidak langsung, kesehatan masyarakat juga perlu. With Low Back Pain : A Randomized Controllled Trial Bukti juga

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung dan tidak langsung, kesehatan masyarakat juga perlu. With Low Back Pain : A Randomized Controllled Trial Bukti juga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan dalam bekerja sangat penting bagi masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1

BAB V KESIMPULAN. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1 BAB V KESIMPULAN Osteogenesis imperfekta (OI) atau brittle bone disease adalah kelainan pembentukan jaringan ikat yang umumnya ditandai dengan fragilitas tulang, osteopenia, kelainan pada kulit, sklera

Lebih terperinci

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL.

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL. PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL. SURAT KEPUTUSAN No. : Tentang PANDUAN HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DIREKTUR RS Menimbang : a. Bahwa untuk mengimplementasikan hak pasien dan keluarga di

Lebih terperinci

Bismillaahirrahmaanirrahiim PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PROF. DR. TABRANI NOMOR : 092/RSTAB/PER-DIR/III/2015

Bismillaahirrahmaanirrahiim PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PROF. DR. TABRANI NOMOR : 092/RSTAB/PER-DIR/III/2015 Bismillaahirrahmaanirrahiim PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PROF. DR. TABRANI NOMOR : 092/RSTAB/PER-DIR/III/2015 Menimbang : TENTANG KEBIJAKAN ASESMEN PASIEN DIREKTUR RUMAH SAKIT PROF. DR. TABRANI a. Bahwa

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Masalah

1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Public Relations adalah sebuah fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan publik yang memengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan sistem simbol (Wilkinson, 2012) keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan sistem simbol (Wilkinson, 2012) keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG KASUS Hambatan komunikasi verbal adalah penurunan, keterlambatan, atau tidak adanya kemampuan untuk menerima, memproses, menghantarkan, dan menggunakan sistem simbol

Lebih terperinci

REHABILITASI STROKE FASE AKUT

REHABILITASI STROKE FASE AKUT Instalasi Rehabilitasi Medik RS Stroke Nasional Bukittinggi 2017 Stroke adalah kumpulan gejala kelainan neurologis lokal yang timbul mendadak akibat gangguan peredaran darah di otak yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

Bab 10 NYERI. A. Tujuan pembelajaran

Bab 10 NYERI. A. Tujuan pembelajaran Bab 10 NYERI A. Tujuan pembelajaran 1. Melaksanakan anamnesis pada pasien dengan nyeri. 2. Menerangkan mekanisme terjadinya dengan nyeri. 3. Membedakan klasifikasi dengan nyeri. 4. Menjelaskan etiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parekim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh kainnya, termasuk meningitis, ginjal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pasien yang menderita suatu penyakit membutuhkan adanya obat sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pasien yang menderita suatu penyakit membutuhkan adanya obat sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasien yang menderita suatu penyakit membutuhkan adanya obat sebagai tindakan medis sebagai terapi pengobatan. Dalam memberikan terapi, umumnya terdapat permasalahan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PROSEDUR MANAGEMEN NYERI DI RUMAH SAKIT

KEBIJAKAN DAN PROSEDUR MANAGEMEN NYERI DI RUMAH SAKIT KEBIJAKAN DAN PROSEDUR MANAGEMEN NYERI DI RUMAH SAKIT OLEH: LIDYA FITRIANA, SKEP Disampaikan pada Seminar & Workshop Pain Managemen Dalam Akreditasi JCIA versi 2012 Siloam Hospitals Group 13-14 juni 2013

Lebih terperinci

PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD (POMR) By: Raden Sanjoyo D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada

PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD (POMR) By: Raden Sanjoyo D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD (POMR) By: Raden Sanjoyo D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada Problem Oriented Medical Record merupakan suatu sistem yang memberikan cara dokumentasi menurut sistem

Lebih terperinci

MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION. Oleh: Sugijanto

MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION. Oleh: Sugijanto MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION Oleh: Sugijanto Pengertian Traksi: proses menarik utk meregangkan jarak antar suatu bagian. Traksi spinal: tarikan utk meregangkan jarak antar vertebra. Traksi Non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak timbul penyakit yang ditimbulkan salah satu hernia, penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. banyak timbul penyakit yang ditimbulkan salah satu hernia, penyakit ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan ini tuntutan kehidupan akan kebutuhan kesehatan sangat tidak dihiraukan oleh sebagian manusia. Banyak manusia hidup dengan malakukan pekerjaan keras

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PELAYANAN REKAM MEDIS. MATERI MIK 1 RMIK smt 1

DASAR-DASAR PELAYANAN REKAM MEDIS. MATERI MIK 1 RMIK smt 1 DASAR-DASAR PELAYANAN REKAM MEDIS MATERI MIK 1 RMIK smt 1 PENGERTIAN REKAM MEDIS KUBI : Hasil perekaman berupa keterangan tentang hasil pengobatan pasien; Sedangkan rekam kesehatan adalah hasil perekaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

Low Back Pain Dr.dr.Yunus Sp RM. MARS. MM. CFP

Low Back Pain Dr.dr.Yunus Sp RM. MARS. MM. CFP Low Back Pain Dr.dr.Yunus Sp RM. MARS. MM. CFP PENDAHULU AN Penyebab L.B.P. tulan g oto t saraf 4 DIFINISI ANATOMI ANATOMI 8 ANATOMI 9 10 SEBAB MEKANIK ANKILOSING SPONDILITIS 16 PENYEBAB sis 1. Spon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana dijumpai beraneka ragam jenis keluhan antara lain gangguan neuromuskular,

BAB I PENDAHULUAN. dimana dijumpai beraneka ragam jenis keluhan antara lain gangguan neuromuskular, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup sehat adalah harapan setiap individu baik sehat fisik maupun psikis. Namun harapan tersebut kadang bertentangan dengan keadaan di masyarakat, dimana dijumpai

Lebih terperinci

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER Tujuan Terapi Ketergantungan Narkotika Abstinensia: Tujuan terapi ini tergolong sangat ideal. Sebagian besar pasien ketergantungan narkotika

Lebih terperinci

NYERI TULANG BELAKANG; DIAGNOSIS DAN TATALAKSANANYA * )

NYERI TULANG BELAKANG; DIAGNOSIS DAN TATALAKSANANYA * ) NYERI TULANG BELAKANG; DIAGNOSIS DAN TATALAKSANANYA * ) *) Executive Summary dari Current Updates for GP 2017 dr. Maya Setyawati, MKK, Sp.Ok PENDAHULUAN Nyeri tulang belakang merupakan keadaan yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif

BAB I PENDAHULUAN. Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif ditandai dengan perubahan degeneratif pada struktur organ, jaringan serta cadangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum dan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengusahakan keamanan dan kenyamanan pasien perioperatif. Resiko

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengusahakan keamanan dan kenyamanan pasien perioperatif. Resiko BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anestesi diberikan untuk memberikan fasilitas pembedahan yang adekuat dengan mengusahakan keamanan dan kenyamanan pasien perioperatif. Resiko ringan hingga berat

Lebih terperinci

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER Tujuan Terapi Ketergantungan Narkotika Abstinensia: Tujuan terapi ini tergolong sangat ideal. Sebagian besar pasien ketergantungan narkotika tidak mampu atau kurang termotivasi

Lebih terperinci

Asuhan Kebidanan Koprehensif..., Dhini Tri Purnama Sari, Kebidanan DIII UMP, 2014

Asuhan Kebidanan Koprehensif..., Dhini Tri Purnama Sari, Kebidanan DIII UMP, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuhan kebidanan komprehensif merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan secara lengkap dengan adanya pemeriksaan laboratorium dan konseling. Asuhan kebidanan komprehensif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkemihan merupakan salah satu sistem yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesica urinaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan. sehingga dengan demikian walaupun etiologi LBP dapat bervariasi dari yang

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan. sehingga dengan demikian walaupun etiologi LBP dapat bervariasi dari yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan manifestasi keadaan patologik yang dialami oleh jaringan atau alat tubuh yang merupakan bagian pinggang

Lebih terperinci

BAB 3 PENURUNAN KESADARAN

BAB 3 PENURUNAN KESADARAN BAB 3 PENURUNAN KESADARAN A. Tujuan pembelajaran 1. Melaksanakan anamnesis atau aloanamnesis pada pasien penurunan kesadaran. 2. Menerangkan mekanisme terjadinya penurunan kesadaran. 3. Membedakan klasifikasi

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB I DEFENISI. Tujuan Discharge Planning :

BAB I DEFENISI. Tujuan Discharge Planning : BAB I DEFENISI Pelayanan yang diberikan kepada pasien di unit pelayanan kesehatan rumah sakit misalnya haruslah mencakup pelayanan yang komprehensif (bio-psiko-sosial dan spiritual). Disamping itu pelayanan

Lebih terperinci

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem muskuloskeletal yang terkait bisa karena masalah pada tulang, sendi

BAB I PENDAHULUAN. sistem muskuloskeletal yang terkait bisa karena masalah pada tulang, sendi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Low Back Pain atau yang biasa disebut dengan nyeri punggung bawah merupakan gejala ketidaknyamanan yang dirasakan pada daerah punggumg bawah berupa rasa sakit, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan prioritas pada upaya promotif dan preventif tanpa

BAB I PENDAHULUAN. memberikan prioritas pada upaya promotif dan preventif tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan berwawasan kesehatan dapat dilakukan dengan memberikan prioritas pada upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan kuratif dan rehabilitatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease

BAB I PENDAHULUAN. Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid untuk mendapatkan

Lebih terperinci

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN Modul 2 Bedah Anak POLIPEKTOMI REKTAL (No. ICOPIM: 5-482) 1. TUJUAN : 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi rektum dan isinya, menegakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat. Nyeri punggung bawah sering dijumpai dalam

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat. Nyeri punggung bawah sering dijumpai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri punggung bawah merupakan masalah umum kesehatan yang sering terjadi di masyarakat. Nyeri punggung bawah sering dijumpai dalam praktek sehari hari terutama di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Inovasi adalah perbuatan mengenalkan sesuatu yang baru dengan cara yang baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and Industry,

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION DAN ULTRASOUND PADA LOW BACK PAIN KINETIK

PENGARUH TERAPI TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION DAN ULTRASOUND PADA LOW BACK PAIN KINETIK PENGARUH TERAPI TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION DAN ULTRASOUND PADA LOW BACK PAIN KINETIK SKRIPSI DISUSUN SEBAGAI PERSYARATAN DALAM MERAIH GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI Disusun Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan pada umumnya

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada perempuan. Penyakit ini telah merenggut nyawa lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada perempuan. Penyakit ini telah merenggut nyawa lebih dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah kanker kedua terbanyak yang menyebabkan kematian pada perempuan. Penyakit ini telah merenggut nyawa lebih dari 250.000 perempuan diseluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

SKILL LAB. SISTEM NEUROPSIKIATRI BUKU PANDUAN MAHASISWA TEHNIK KETERAMPILAN WAWANCARA

SKILL LAB. SISTEM NEUROPSIKIATRI BUKU PANDUAN MAHASISWA TEHNIK KETERAMPILAN WAWANCARA SKILL LAB. SISTEM NEUROPSIKIATRI BUKU PANDUAN MAHASISWA TEHNIK KETERAMPILAN WAWANCARA Skill Lab. Sistem Neuropsikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar 2014 PENGANTAR Setelah melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang dapat mengganggu proses kerja sehingga menjadi kurang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang dapat mengganggu proses kerja sehingga menjadi kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini semua proses pekerjaan tidak terlepas dari posisi duduk, mulai dari orang kecil seperti murid sekolah sampai orang dewasa dengan pekerjaan yang memerlukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta atau Rumah Sakit Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota

Lebih terperinci

Metodologi Asuhan Keperawatan

Metodologi Asuhan Keperawatan Metodologi Asuhan Keperawatan A. Pendahuluan Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan

Lebih terperinci

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen 6 ke lateral dan sedikit ke arah posterior dari hubungan lamina dan pedikel dan bersama dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen yang menempel kepadanya. Processus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini pembangunan dan perkembangan suatu negara telah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini pembangunan dan perkembangan suatu negara telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini pembangunan dan perkembangan suatu negara telah memberikan dampak yang besar pada masyarakat, tidak terkecuali di Indonesia. Dampak tersebut telah mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun juga sehat rohani juga perlu, seperti halnya di negara sedang

BAB I PENDAHULUAN. namun juga sehat rohani juga perlu, seperti halnya di negara sedang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan merupakan suatu hal yang paling penting. Dengan hidup sehat kita dapat melakukan segala hal, sehat tidak hanya sehat jasmani saja namun juga sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker payudara adalah pertumbuhan sel yang abnormal pada jaringan payudara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker payudara adalah pertumbuhan sel yang abnormal pada jaringan payudara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara adalah pertumbuhan sel yang abnormal pada jaringan payudara seseorang, yang bersifat buruk, sifat tumbuhnya sangat cepat, merusak, menyebar dan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid atau Typhus Abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga manakala seseorang menderita sakit maka seseorang akan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga manakala seseorang menderita sakit maka seseorang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Sehat pada dasarnya merupakan dambaan atau kebutuhan setiap orang sehingga manakala seseorang menderita sakit maka seseorang akan mengusahakan dirinya untuk kesembuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit semakin dikenal oleh masyarakat. Salah satu diantaranya adalah apa yang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit semakin dikenal oleh masyarakat. Salah satu diantaranya adalah apa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup masyarakat yang cenderung semakin meningkat, berbagai macam penyakit semakin dikenal oleh masyarakat. Salah satu diantaranya adalah apa yang dinamakan diabetes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Keperawatan 1. Pengertian perawat Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metode deteksi dini yang akurat. Sehingga hanya 20-30% penderita kanker

BAB I PENDAHULUAN. metode deteksi dini yang akurat. Sehingga hanya 20-30% penderita kanker BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium (kanker indung telur) merupakan penyebab nomor satu dari seluruh kematian yang disebabkan kanker pada saluran reproduksi. Penderita kanker ini umumnya

Lebih terperinci