Universitas Pakuan Bogor. Kemampuan Bioakumulasi 137 Cs pada Penaeus sp Asal Tanjung Kait Tangerang Melalui Jalur Air Laut dengan Variasi Salinitas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Universitas Pakuan Bogor. Kemampuan Bioakumulasi 137 Cs pada Penaeus sp Asal Tanjung Kait Tangerang Melalui Jalur Air Laut dengan Variasi Salinitas"

Transkripsi

1 Kemampuan Bioakumulasi 137 Cs pada Penaeus sp Asal Tanjung Kait Tangerang Melalui Jalur Air Laut dengan Variasi Salinitas Muhammad Rahadiat Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengentahuan Alam, Universitas Pakuan Bogor ABSTRAK Kontaminasi 137 Cs di lingkungan perairan terjadi mulai dari percobaan senjata nuklir, buangan limbah radioaktif dan kecelakaan reaktor nuklir Fukushima Jepang. Isotop 137 Cs masuk ke perairan Indonesia memalui Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). Identifikasi adanya pelepasan 137 Cs dalam jumlah abnormal di perairan Tanjung Kait Tangerang diperlukan biokinetika proses bioakumulasi untuk mengetahui sebaran kontaminasi 137 Cs di perairan Tanjung Kait Tangerang. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan biokinetika 13 7Cs dan faktor bioakumulasi konsentrasi melalui simulasi kontaminasi dan pelepasan 137 Cs akibat pengaruh variasi salinitas selama bioakumulasi pada Penaeus sp. Penelitian ini meliputi pengambilan sampel Penaeus sp di Teluk Tanjung Kait Tangerang, persiapan akuarium dan air laut, aklimatisasi Penaeus sp dalam air laut murni, Pembuatan variasi salinitas air laut, bioakumulasi 137 Cs memalui jalur air laut dan pembuatan standar Penaeus sp. Tahapan pada bioakumulasi 137 Cs melalui jalur air laut meliputi kontaminasi Penaeus sp melalui jalur air laut, pengukuran aktivitas 137 Cs pada Penaeus sp, depurasi Penaeus sp, pengukuran aktivitas 137 Cs saat depurasi.. Pengukuran aktivitas 137 Cs pada proses bioakumulasi 137 Cs jalur air laut dan Penaeus sp tanpa kontaminan (standar) dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer gamma detektor HPGe. Penaeus sp dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran cesium berdasarkan kemampuannya mengakumulasi 137 Cs pada variasi salinitas. Pada salinitas 33 ppt, 34 ppt, 35 ppt, dan 36 ppt selama 9 hari waktu kontaminasi nilai konsentrasi 137 Cs sebesar 14,92 90,13 Bq/mL, nilai selisih konsentrasi ( C) berkisar antara 0,37 57,27 Bq/mL, nilai konstanta laju pengambilan (ku) 2,669 8,212 Bq.g -1.hari -1, nilai konstanta laju pelepasan (ke) 0, hari -1, waktu paruh biologis (t1/2b) 3,75 4,31 hari, dan nilai faktor bioakumulasi konsentrasi (FBK) 14,450 51,070 Bq.g-1. Nilai faktor bioakumulasi konsentrasi yang diperoleh lebih dari rerata konsentrasi ambien yaitu 21,22 Bq/g -1 sehingga mengindikasi tingginya tingkat toksisitas 137 Cs di perairan Tanjung Kait Tangerang. Semakin tinggi salinitas semakin tinggi menaikkan nilai konsentrasi 137 Cs, selisih konsentrasi ( C), Konstanta laju pengambilan (ku), nilai FBK dan memperlama waktu paruh biologis (t1/2b), serta menurunkan konstanta laju pelepasan (ke) 137 Cs pada Penaeus sp. Kata Kunci : Bioakumulasi 137 Cs, Penaeus sp, Biokinetika, Variasi Salinitas, Spektrofotometer Gammma 1

2 PENDAHULUAN Kontaminasi zat radioaktif dilingkungan terjadi sejak tahun 1940-an, mulai dari percobaan senjata nuklir, kecelakaan senjata nuklir dan buangan limbah radioaktif di masa lalu. Perilaku zat radioaktif di lingkungan sangat bervariasi antara lain: terdispersi di udara, terkoorpresipitasi dalam sedimen, dan terakumulasi dalam biota dan aquatik dan sebagainya. Radioekologi berkembang menjadi kajian ilmiah yang secara sistematis menelaah perilaku, distribusi dan mekanisme perpindahan radionuklida dalam berbagai ekosistem [1]. Pemanfaatan radionuklida buatan saat ini sudah sangat luas, sehingga mengakibatkan lingkungan menerima konsekuensi ekologis berupa peningkatan radiasi latar yang pada gilirannya berdampak pada kualitas lingkungan ditinjau dari aspek radioekologi. Sejak saat itu penelitian penelitian tentang radionuklida banyak dilakukan diberbagai negara termasuk di Indonesia [2]. Kecelakaan nuklir Fukushima Jepang dimungkinkan melepas radionuklida 137 Cs yang merupakan produk bahan bakar dari reaktor nuklir Isotop 137 Cs yang terdapat di Samudera Pasifik dikhawatirkan sampai ke perairan Indonesia melalui Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). Kekhawatiran ini disebabkan Indonesia terletak diantara dua samudera besar di dunia, yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Selama ini Indonesian Troughflow (ITF) lebih banyak diketahui merupakan aliran dari Samudra Pasifik ke Samudera Indonesia melewati Selat Makasar [3]. Udang pesisir termasuk kedalam filum Arthropoda yaitu golongan hewan yang tidak memiliki struktur tulang dalam tubuhnya namun, memiliki struktur dinding badan keras yang menutupi tubuh bagian luar untuk melindungi bagian dalam tubuh. Arthropoda merupakan golongan hewan yang anggotanya sangat beragam. Hewan hewan yang termasuk dalam golongan arthropoda memiliki karakteristik yang membedakan dengan filum lain yaitu : tubuh bersegmen, anggota tubuh bersegmen berpasangan, simetri bilateral dan eksoskeleton berkitin. Udang pesisir termasuk dalam klas crustaceae. Udang yang dijadikan dalam objek penelitian ini adalah udang pesisir (Penaeus sp) [4]. Akumulasi pada udang pesisir dapat disebabkan oleh kontaminasi langsung dari perairan atau kontaminasi pada pakan udang pesisir. Akumulasi radionuklida 137 Cs pada udang pesisir ini akan masuk ke jejaring makanan, dimana udang pesisir akan berperan sebagai pemakan plankton. Jika udang pesisir memakan plankton yang terkontaminasi oleh 137 Cs, maka akan terjadi akumulasi dan udang pesisir dimakan oleh organisme lain yang lebih besar maka akumulasi 137 Cs akan terjadi pada organisme pemangsa tersebut. Di sisi lain, udang pesisir juga marak dikonsumsi oleh manusia sehingga potensi adanya asupan 137 Cs langsung ke dalam tubuh manusia melalui kontaminasi udang pesisir yang telah terkontaminasi radionuklida tersebut dilingkungan perairan laut yang berasal dari kecelakaan nuklir reaktor Fukushima, Jepang dan global fall out [5]. Maka diperlukan bioindikator untuk mengidentifikasi adanya pelepasan radionuklida dalam jumlah abnormal, 137 Cs yang terdapat di perairan Tanjung Kait Tangerang yang dapat dihitung melalui biokinetika proses bioakumulasi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan biokinetika 137 Cs dan faktor bioakumulasi konsentrasi melalui simulasi kontaminasi dan pelepasan 137 Cs akibat pengaruh variasi salinitas selama bioakumulasi pada Penaeus sp. TATA KERJA Bahan dan Alat Udang pesisir (Penaeus sp) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari tempat aklimatisasi hasil tangkapan laut Tanjung Kait Tangerang. Percobaan bioakumulasi dan pengukuran radiasi dilakukan di Laboratorium Bidang Radioekologi Kelautan (BRK) PTKMR BATAN Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta 2

3 Selatan selama 6 bulan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat aquaria yang dilengkapi dengan sistem filtrasi, pompa untuk sistem filtrasi, akuarium berkapasitas 20 L, 30 L dan 80 L, batu aerasi, skimmer akuarium, kapas filter, beaker gelas (2000 ml), labu ukur (1000 ml), pipet ukur, bulp, pipet mikro kapasitas 100 μl, batang pengaduk, toples kaca, 8 wadah plastik, 6 tabung plastik bening, filter dengan pori berukuran 0,2 μm dan 0,45 μm, tip pipet mikro, torrent, coolbox, vial, jaring ikan, jerigen, lampu, saringan berukuran 0,45 μm, konduktometer, kulkas, timbangan digital, seperangkat komputer. Instrumen yang digunakan adalah seperangkat alat spektrofotometer gamma dengan detektor HPGe yang terhubung dengan high voltage power supply (HVPS Model 3106D), spektroskopi amplifier (model 2022), beserta sistem Multi Channel Analyzer (MCA) dan perangkat lunak Genie Bahan yang digunakan adalah perunut radionuklida 137 Cs aktivitas 185 MBq, air laut bebas kontaminan yang telah difiltrasi, 22 udang pesisir, aquades, dan daging ikan. METODE Pengambilan Sampel Penaeus sp Udang pesisir (Penaeus sp) yang digunakan sebagai bioindikator dalam penelitian ini diperoleh dari tempat aklimatisasi hasil tangkapan laut Teluk Tanjung Kait Tangerang. Sampel Penaeus sp dibersihkan dari lumpur yang menempel dan dimasukkan ke dalam plastik sampel sementara dengan volume air laut dan oksigen yang cukup agar Penaeus sp tetap hidup, kemudian diletakkan di dalam coolbox untuk dibawa ke laboratorium akuatik PTKMR BATAN dan menjalani proses aklimatisasi. Persiapan Akuarium dan Air Laut Persiapan akuarium dilakukan dengan cara menyiapkan dan memastikan akuarium berkapasitas 80 L yang akan digunakan tidak bocor, setelah akuarium siap, dilakukan pengisian air laut sebanyak 30 L pada 4 aquarium. Kemudian pada masing masing akuarium yang sudah berisi air tersebut dipasangkan sistem filtrasi, pompa, serta batu aerasi yang terhubung dengan aerator. Aklimatisasi Proses aklimatisasi berfungsi untuk memberikan waktu adaptasi bagi objek penelitian berupa organisme hidup di lingkungan penelitian. Proses aklimatisasi Penaeus sp dilakukan dengan menempatkan beberapa Penaeus sp yang akan dijadikan objek penelitian pada akuarium air laut, lengkap dengan sistem sirkulasi dan filtrasi, yang akan dijadikan media penelitian selama ± 1 bulan kedepan. Air laut dan air tawar yang digunakan dalam proses ini adalah air yang tidak mengandung radionuklida kontaminan ataupun jenis kontaminan lainnya. Pembuatan Variasi Salinitas Pembuatan variasi salinitas pada air laut dilakukan dengan cara memasukkan air laut ke dalam 4 akuarium yang berbeda selanjutnya ditambahkan air tawar ke dalam 4 akuarium yang sudah terisi air laut dengan variasi perbandingan volume antara air laut dan air tawar sebagai berikut : akuarium A (30:0), akuarium B (30:3), akuarium C (30:5) dan akuarium D (30:7). Selanjutnya diukur salinitas pada masing masing akuarium dengan menggunakan konduktometer Bioakumulasi melalui Jalur Air Laut Setelah proses aklimatisasi selesai diambil 8 Penaeus sp dengan massa yang beragam. Udang udang tersebut dibagi kedalam 4 akuarium yang masing masing berisi air laut dengan salinitas yang bervariasi, yakni 33, 34, 35, 36 dan sudah diaerasi. Sebelum Penaeus sp ditempatkan dalam akuarium, terlebih dahulu kedalam 4 akuarium tersebut ditambahkan perunut radioaktif 137Cs aktivitas 3,7 105 Bq. Proses kontaminasi dan uptake dilakukan selama 9 hari tanpa adanya pergantian media air laut pada empat akuarium tersebut. Proses pengukuran aktivitas 137Cs pada Penaeus sp dilakukan setiap hari dalam kurun waktu kontaminasi (9 hari). Sebelum dilakukan pengukuran setiap harinya, Penaeus sp diberi makan terlebih dahulu selama 15 menit. Pengukuran dilakukan dengan detektor gamma HPGe yang terhubung dengan high voltage 3

4 power supply (HVPS Model 3106D), spektroskopi amplifier (model 2022) dan perangkat lunak Genie Depurasi Proses depurasi dilakukan setelah menjalani proses bioakumulasi. Seluruh Penaeus sp percobaan yang berasal dari eksperimen bioakumulasi melalui jalur air laut, ditempatkan dalam akuarium yang berisi air laut bebas kontaminan lengkap dengan sistem filtrasi dan aerasi selama 4 hari Pengukuran aktivitas radionuklida 137 Cs pada saat depurasi dilakukan setiap hari dalam kurun waktu depurasi (4 hari), sistem pengukuran sama seperti saat proses kontaminasi yaitu dimulai dengan preparasi sampel Penaeus sp (memberi makan Penaeus sp dan menempatkannya dalam tabung plastik bening berisi air laut murni) hingga proses pengukuran dengan spektrofotometer gamma. Pembuatan Standar Pembuatan standar Penaeus sp dilakukan dengan cara mengambil salah satu udang pesisir yang bebas kontaminasi. Udang yang dipilih harus memiliki massa yang mendekati massa rata rata dari kedelapan udang pesisir yang digunakan sebagai objek yang dikontaminasi, yakni sekitar 3,25 g. Bagian badan yang lunak dari udang dibedah menggunakan cutter, kemudian dikeringkan dan dimasukkan tissue. Jumlah tissue yang dimasukkan kira kira setara dengan jumlah bagian pada badan udang yang dikeluarkan, untuk memastikan setelah tissue dimasukan badan udang ditimbang. Setelah massa udang sesuai, ke dalam badan udang berisi tissue tersebut diteteskan perunut radionuklida 137Cs sejumlah 50 μl sebanyak 1 kali. Standar udang yang telah diberi perunut kemudian dimasukkan ke dalam plastik, disegel, dan diletakkan ke dalam wadah yang kondisinya sama seperti wadah yang digunakan untuk counting harian. Standar Penaeus sp yang telah siap kemudian diukur aktivitasnya dengan proses dan menggunakan detektor yang sama seperti langkah sebelumnya. Setelah itu dilakukan pengolahan data biokinetika yang diperoleh dari data bioakumulasi dan depurasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan udang pesisir (Penaeus sp) dalam mengakumulasi kontaminan ( 137 Cs) dapat ditunjukkan oleh nilai faktor biokonsentrasi yang sangat dipengaruhi oleh sifat 137 Cs di perairan dan kebiasaan hidup udang pesisir yang digunakan sebagai bioindikator. Penentuan kemampuan Penaeus sp dalam mengakumulasi 137 Cs ditentukan dengan memperhitungkan paparan melalui jalur air. Paparan melalui jalur pakan dan sedimen dapat diabaikan karena dianggap berkontribusi sangat kecil dalam proses bioakumulasi. Pemeriksaan kestabilan kondisi fisik air laut dilakukan dengan mengukur salinitas yang divariasikan agar dapat diketahui pengaruh dari variasi salinitas terhadap percobaan bioakumulasi yang dilakukan. Penentuan salinitas air laut menggunakan metode TDS (Total Dissolve Solid) yang didasarkan pengukuran konduktansi air laut. Pemantauan salinitas air laut dilakukan selama 1 hari. Hasil pengukuran kondisi salinitas air laut yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 1. Aquarium Konduktivitas (μs/cm) Salinitas (ppt) A 6,69 33 B 6,09 34 C 6,36 35 D 6,

5 Konsentrasi 137 Cs pada Penaeus sp (Bq/mL) Universitas Pakuan Bogor Bioakumulasi melalui Jalur Air Laut Pada penelitian ini, dilakukan proses bioakumulasi 137 Cs pada Penaeus sp melalui jalur air laut untuk menentukan nilai biokinetika dan nilai faktor bioakumulasi pada bioakumulasi 137 Cs oleh Penaeus sp dengan memperhatikan pengaruh variasi salinitas air laut. Berdasarkan data penelitian diperoleh nilai konsentrasi 137 Cs pada Penaeus sp yang menunjukan jumlah 137 Cs yang telah diakumulasi oleh Penaeus sp selama 9 hari dalam akuarium kontaminasi. Data nilai konsentrasi 137 Cs merupakan data acuan yang digunakan untuk memperoleh nilai parameter biokinetika dan nilai faktor bioakumulasi dalam bentuk model kompartemen tunggal. Nilai konsentrasi 137 Cs pada Penaeus sp ditentukan melalui data awal yaitu luas area yang didapat dari pengukuran aktivitas cesium dengan spektrofotometer gamma selama 5 menit. Data luas area akan menentukan intensitas radiasi sampel (CPS sampel)intensitas radiasi standar (CPS standar), dan aktivitas standar, kemudian dapat diperoleh nilai konsentrasi 137 Cs dalam satuan Bq/mL. Konsentrasi 137 Cs pada Penaeus sp selama 9 hari waktu kontaminan dalam berbagai macam variasi salinitas digambarkan oleh gambar Waktu Kontaminasi (Hari) Penaeus sp A (33 ppt) Penaeus sp B (34 ppt) Penaeus sp C (35 ppt) Penaeus sp D (36 ppt) Gambar 1. Grafik nilai konsentrasi 137 Cs pada Penaeus sp terhadap waktu kontaminasi dalam 4 variasi salinitas. Berdasarkan gambar tersebut dijelaskan bahwa variasi salinitas mempengaruhi nilai konsentrasi 137 Cs pada Penaeus sp.jumlah cesium yang diakumulasi oleh Penaeus sp semakin banyak yang ditunjukkan dengan konsentrasi 137 Cs pada hari ke-9 dalam 4 variasi salinitas berturut turut yakni, Penaeus sp A (33 ppt) sebesar 36,25 Bq/mL, Penaeus sp B (salinitas 34 ppt) sebesar 41,64 Bq/mL, Penaeus sp C (salinitas 35 ppt) sebesar 44,41 Bq/mL, Penaeus sp D (salinitas 36 ppt) sebesar 90,13 Bq/mL. Tingginya salinitas mempengaruhi akumulasi cesium oleh Penaeus sp yakni menaikkan konsentrasi 137 Cs. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan salinitas dengan tekanan osmotik mempengaruhi osmolaritas yang merupakan penentu tingkat kerja osmotik pada Penaeus sp. Salinitas yang tinggi akan meningkatkan osmolaritas. Osmolaritas berkaitan dengan mekanisme osmoregulasi yaitu kemampuan Penaeus sp untuk mengontrol keseimbangan air dan ion cesium antara tubuh dengan lingkungan perairan. Menurut Chen dan Lin (1998), pada spesies kelas krustase osmolaritas meningkat dengan adanya peningkatan salinitas media berkaitan dengan mekanisme osmoregulasi sehingga spesies kelas krustase bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya pada media bersalinitas rendah dan hipoosmotik pada media bersalinitas tinggi. Biokinetika Proses Bioakumulasi Berdasarkan data konsentrasi 137 Cs pada Penaeus sp digunakan pendekatan selisih konsentrasi ( C) untuk merepresentasikan kemampuan bioakumulasi 137 Cs oleh Penaeus sp melalui jalur air laut. Nilai C merupakan selisih antara konsentrasi 137 Cs pada Penaeus sp di hari pertama (t) dengan konsentrasi 137 Cs pada Penaeus sp di hari ke- n. Nilai C menunjukkan jumlah konsentrasi 137 Cs yang diserap oleh Penaeus sp terhadap konsentrasinya di dalam air (Bq/mL) yang diperoleh dari hasil pengukuran konsentrasi sampel dalam satuan Bq. Kinetika bioakumulasi 137 Cs oleh Penaeus sp selama 9 5

6 k u (Bq.g.hari -1 ) C 137 Cs (Bq/mL) Universitas Pakuan Bogor hari pada berbagai macam variasi salinitas ditunjukkan oleh Gambar Waktu Kontaminasi (Hari) Penaeus sp A (33 ppt) Penaeus sp C (35 ppt) Penaeus sp B (34 ppt) Penaeus sp D ( 36 ppt) Gambar 2. Grafik nilai selisih konsentrasi ( C) 137 Cs pada Penaeus sp terhadap waktu kontaminasi dalam 4 variasi salinitas. Dilihat dari gambar 2 diketahui bahwa nilai C tertinggi terdapat pada salinitas 36 ppt dihari ke-9 yakni 57,37 Bq/mL. Hal ini mengindikasikan bahwa salinitas mencerminkan kestabilan kondisi fisik air laut sehingga faktor faktor lingkungan seperti salinitas salah satunya akan mempengaruhi bioakumulasi 137 Cs dengan cara meningkatkan bioavailabilitas 137 Cs. Bioavailabilitas Cs dalam berbagai bentuk senyawaan ataupun ion yang akan terabsorpsi oleh membran sel Penaeus sp sehingga memicu mudahnya 137 Cs terakumulasi. Maka ketika nilai salinitas rendah bioavailabilitas Cs akan menurun sehingga absorpsi 137 Cs oleh membran sel Penaeus sp berkurang menyebabkan akumulasi 137 Cs menurun yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai C seperti pada salinitas 33 ppt dihari ke-9 yakni 21,33 Bq/mL. Menurut Oehamann (2007), bioakumulasi suatu kontaminan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sifat bioavailabilitas kontaminan terhadap jaringan tubuh suatu organisme, bentuk dan sifat kimia dari kontaminan, serta sistem metabolisme dan organisme yang terkontaminasi. Nilai konstanta laju pengambilan kontaminan (ku) merupakan pengaruh faktor fisiologis biota, spesi kimiawi kontaminan dan interaksi antara faktor fisiologis dan spesi kimia. Kemampuan bioakumulasi pada Penaeus sp juga direpresentasikan oleh laju pengambilan kontaminan (ku). Dalam suatu kompartemen tunggal, nilai ku diasumsikan sebagai mekanisme pengambilan (uptake) kontaminan oleh seluruh tubuh Penaeus sp. Nilai ku (Bq g -1 hari -1 ) diperoleh dari C (Bq) sehingga nilai laju konstanta pengambilan (uptake) dihitung dari slope kurva C (Bq) terhadap t (dari t = 0 sampai dengan t pada kondisi tunak). Hubungan antara salinitas dengan nilai konstanta laju pengambilan kontaminan 137 Cs oleh Penaeus sp ditunjukkan oleh Gambar Salinitas (ppt) Gambar 3. Hubungan antara salinitas terhadap nilai konstanta laju pengambilan (ku) 137 Cs pada Penaues sp. Gambar 3 menunjukkan konstanta laju pengambilan 137 Cs oleh Penaeus sp dipengaruhi oleh salinitas media air laut yang digunakan untuk percobaaan. Salinitas perairan yang digunakan mempengaruhi kecepatan kemampuan Penaeus sp dalam mengakumulasi 137 Cs. Berdasarkan gambar diperoleh persamaan linier y = 1,7685x - 55,653 sehingga koefisien determinannya (R 2 ) adalah 0,9807. Salinitas tinggi (36 ppt) memiliki nilai konstanta laju pengambilan paling tinggi yakni 8,212 Bq.g.hari -1. Hal ini terjadi karena salinitas mempengaruhi tekanan osmotik diperairan dengan meningkatkan 6

7 k e (hari -1 ) % Teretensi Universitas Pakuan Bogor konsentrasi ion ion cesium yang terlarut dalam tubuh Penaeus sp sehingga osmolaritas udang meningkat. Osmolaritas tinggi akan menyebabkan Penaeus sp bersifat hipoosmotik. Selain faktor tekanan osmotik bioavailabilitas Cs yang meningkat mempengaruhi kenaikkan nilai konstanta laju pengambilan 137 Cs pada Penaeus sp dengan memicu mudahnya absorpsi 137 Cs oleh membran sel Penaeus sp dalam mekanisme transport aktif. Depurasi didefinisikan sebagai proses pelepasan kontaminan dari dalam tubuh biota jika kadar kontaminan yang dipaparkan dikurangi atau ditiadakan. Depurasi terjadi pada saat masuknya kontaminan lingkungan perairan terhenti atau berkurang sehingga kontaminan akan tereksternalisasi keluar dari dalam jaringan biota. Simulasi proses depurasi ini dilakukan untuk memperoleh nilai parameter biokinetika berupa laju pelepasan kontaminan 137 Cs dan waktu paruh biologis yang menggambarkan kemampuan Penaeus sp dalam mengeliminasi kontaminan 137 Cs yang terakumulasi di tubuhnya. Laju pelepasan dihitung dengan menentukan nilai slope dari kurva presentase 137 Cs yang teretensi dalam tubuh Penaeus sp terhadap waktu pelepasan (depurasi) [6]. Proses depurasi dalam tubuh Penaeus sp ditunjukkan oleh Gambar % 100% 0% Penaeus sp A (33 ppt) Penaeus sp C (35 ppt) Waktu depurasi (hari) Penaeus sp B (34 ppt) Penaeus sp D (36 ppt) Pada Gambar 4 diketahui depurasi kontaminan dari tubuh Penaeus sp terjadi karena semakin bertambahnya waktu depurasi sehingga presentase 137 Cs dalam tubuh Penaus sp semakin berkurang. Presentase (%) retensi menunjukkan presentase aktivitas 137 Cs pada Penaeus sp semakin menurun selama waktu depurasi pada berbagai salinitas yang berbeda. Adanya penurunan presentase (%) retensi 137 Cs menunjukkan bahwa terjadinya proses depurasi 137 Cs dari tubuh Penaeus sp. Penurunan jumlah 137 Cs dalam tubuh Penaeus sp dipengaruhi oleh salintas. Pada media air laut dengan salinitas tinggi (36 ppt) konsentrasi 137 Cs sangat tinggi sehingga tubuh Penaeus sp sulit untuk mengikat kembali kalium dan mensubstitusi cesium serta mengeliminasinya dari dalam tubuh, sedangkan pada salinitas rendah (33 ppt) konsentrasi 137 Cs rendah sehingga kemampuan untuk mengikat kembali kalium, mensubstitusi dan mengeliminasi cesium dari dalam tubuh Penaeus sp akan meningkat maka jumlah cesium yang dilepas akan semakin banyak. Kemampuan melepas kontaminan oleh tubuh biota direpresentasikan oleh nilai konstanta pelepasan (ke). Nilai ke dapat diperoleh dengan dari slope grafik % teretensi terhadap waktu depurasi (t) [7]. Persamaan linier diplot ke dalam suatu grafik dan ditentukan persamaan garis dari grafik tersebut. Slope persamaan garis tersebut merupakan nilai ke dari masing masing Penaeus sp. Hubungan antara nilai ke dan salinitas dapat dilihat pada Gambar 5. 0,19 0,18 0,17 0,16 0,15 0, Salinitas (ppt) Gambar 5. Hubungan salinitas dengan nilai konstanta laju pelepasan (ke) 137 Cs pada Penaeus sp. 7

8 t 1/2b (hari) FBK (Bq.g -1 ) Universitas Pakuan Bogor Pada Gambar 5 diperoleh nilai ke dari hasil perhitungan untuk Penaeus sp A (33 ppt); Penaeus sp B (34 ppt); Penaeus sp C (35 ppt); Penaeus sp D (36 ppt) secara berturut turut adalah 0,1847, 0,1748, 0,1649, dan 0,1608 hari-1. Berdasarkan data diketahui penurunan kemampuan pelepasan 137 Cs dari tubuh Penaeus sp dipengaruhi oleh peningkatan salinitas sebagai media. Hal ini dijelaskan melalui persamaan linier y = -0,0082x + 0,1917 dengan nilar R 2 yaitu 0,9706. Berdasarkan Gambar 5 menyatakan Penaeus sp memerlukan waktu 4 hari untuk mengeksresikan 137 Cs secara maksimal dari dalam tubuh Penaeus sp. Ukuran Cesium yang cukup besar sebagai ion mempengaruhi waktu yang diperlukan selama proses ekskresi. Mekanisme ekskresi melibatkan mekanisme transport aktif sehingga ion berukuran besar akan sulit untuk dieksresikan. Menurut Zhu (2000) pada saat Cesium masuk ke dalam tubuh biota, maka Cesium akan memiliki perilaku seperti kalium dan akan dilepas dengan cara yang sama seperti kalium, yakni dengan mekanisme regulasi komposisi ionik melalui proses reabsorpsi pada nephridia dan keluar bersama ammonia. Setelah menentukan nilai ke maka ditentukan pula nilai waktu paruh biologis (t1/2b) yang menunjukkan waktu yang diperlukan 137 Cs pada tubuh Penaeus sp untuk berkurang menjadi setengah dari jumlah awal yang masuk kedalam tubuh. Hubungan antara waktu paruh biologis dengan salinitas ditunjukkan pada Gambar 6. 4,4 4,3 4,2 4,1 4 3,9 3,8 3, Salinitas (ppt) Gambar 6. Hubungan antara salinitas dengan waktu paruh biologis 137 Cs pada Penaus sp Pada gambar diatas dapat diketahui bahwa semakin besar salinitas maka Penaeus sp akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengeliminasi setengah dari total 137 Cs yang ada dalam tubuhnya. Pernyataan ini dapat diketahui dari kenaikan nilai t1/2b yang sebanding dengan kenaikan salinitas air laut. Faktor Bioakumulasi 137 Cs pada Penaeus sp Kemampuan bioakumulasi 137 Cs oleh Penaeus sp pada penenlitian ini dinyatakan dengan nilai faktor bioakumulasi konsentrasi (FBK). Nilai FBK merupakan rasio antara konstanta pengambilan (ku) dan konstanta pelepasan (ke). Nilai FBK menunjukan kemampuan bioakumulasi 137 Cs oleh Penaeus sp melalui jalur air laut. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hubungan nilai faktor bioakumulasi konsentrasi terhadap salinitas ditunjukkan oleh Gambar Salinitas (ppt) Gambar 7. Hubungan salinitas dengan Nilai FBK pada Penaeus sp Kemampuan bioakumulasi 137 Cs pada Penaeus sp ditunjukkan dengan nilai faktor bioakumulasi konsentrasi yang meningkat berdasarkan peningkatan salinitas perairan yang digunakan sebagai media. Pada Gambar 7, nilai FBK pada Penaeus sp berkisar antara 14,450 51,070 Bq.g -1. Nilai FBK pada Penaeus sp dengan salinitas tertinggi (36 ppt) yakni 51,070 Bq.g -1. Hal ini mengindikasi bahwa tingginya bahaya toksisitas dan pengkajian resiko pencemaran 137 Cs di perairan Tanjung Kait Tangerang. Kenaikan nilai FBK ini disebabkan oleh penyebaran radionuklida cesium yang mudah terikat pada 8

9 perairan dengan salinitas tinggi sehingga cesium dengan kadar yang lebih tinggi akan terakumulasi lebih banyak pada biota laut khususnya Penaeus sp. KESIMPULAN 1. Penaeus sp dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran cesium berdasarkan kemampuannya mengakumulasi 137 Cs pada variasi salinitas. Pada salinitas 33 ppt, 34 ppt, 35 ppt, dan 36 ppt selama 9 hari waktu kontaminasi nilai konsentrasi 137 Cs sebesar 14,92 90,13 Bq/mL, selisih konsentrasi ( C) 0,37 57,37 Bq/mL, konstanta laju pengambilan 2,669 8,212 Bq.g.hari -1, pelepasan 137 Cs berkisar antara 37,35% 97,66%, konstanta laju pelepasan 0,1608 0,1847 hari -1 dan waktu paruh 137 Cs untuk menjadi setengah dari konsentrasi mula mula dalam jaringan tubuh Penaeus sp berkisar antara 3,75 4,31 hari. 2. Nilai Faktor Bioakumulasi konsentrasi (FBK) pada Penaeus sp dalam 4 macam variasi salinitas berkisar antara 14,450 51,070 Bq.g-1. Nilai faktor bioakumulasi konsentrasi yang diperoleh lebih dari rerata konsentrasi ambien yaitu 21,22 Bq.g -1 sehingga mengindikasikan tingginya tingkat toksisitas 137 Cs di perairan Tanjung Kait Tangerang. 3. Variasi salinitas mempengaruhi biokinetika proses bioakumulasi 137 Cs pada Penaeus sp. Semakin tinggi salinitas semakin tinggi menaikkan nilai konsentrasi 137 Cs, selisih konsnetrasi ( C), konstanta laju pengambilan (ku), nilai FBK dan memperlama waktu paruh biologis (t1/2b), serta menurunkan konstanta laju pelepasan (ke) 137 Cs pada Penaeus sp. DAFTAR PUSTAKA 1. Dahlgaard, M Marine Radioecology. Nordic Radioecology Compendium for a Nordic Postgraduate Course in General Radioecology, April 1991, Lund, Sweden. Departement of Astronomy. Physics and 2. Odum, E.P Dasar dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Diteremahkan oleh Tjahjono Samingan. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. 3. Suseno, Heny Studi 137 Cs dalam Air Laut di sekitar Perairan Bangka Selatan dan Sumatra Selatan. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif. Serpong Tangerang Selatan : ISSN Volume 16 Edisi Suplemen. 4. Rostikawati, Teti & Istiana, Rita Zoologi Invertebrata. Jelajah Nusantara. Jakarta. 5. Suseno, Heny dan Prihatiningsih, W. Retno Monitoring 137 Cs and 137 Cs at Marine Coasts in Indonesia Between 2011 and Marine Pollutin Bulletine, National Nuclear Agency, Indonesia. 6. Suseno, Heny Bioakumulasi 137 Cs oleh Siput Tawar (Pilla ampullanced melalui Jalur Air : Pengaruh ph Perairan dan Ukuran Biota terhadap Biokinetika 137 Cs. Jurnal Teknologi Limbah, vol 16 (1): Oehlmann, Jorg and Schulte-Oehlmann. Ulrike Molluse as a Bioindicator. Marine Pollution Buletin,pp Zhu, Y.G Effect of External Pottassium (K) Supply on the Uptake of 137 Cs by Spring Wheat (Triticium aestivum cv. Tonic): a Large-Scale Hydroponic Study. Journal of Environmental Radioactivity 55 :

10 9. Chen, J.C. and J.L. Lin Osmotic concentration and tissue water of Penaeus chinensis juveniles reared at different salinity and temperature levels. Aquaculture, 164:

Bioakumulasi 137 Cs Melalui Jalur Air Laut Pada Kerang Tahu (Meretrix Meretrix) Di Perairan Teluk Jakarta Dengan Variasi Salinitas Air Laut ABSTRAK

Bioakumulasi 137 Cs Melalui Jalur Air Laut Pada Kerang Tahu (Meretrix Meretrix) Di Perairan Teluk Jakarta Dengan Variasi Salinitas Air Laut ABSTRAK Bioakumulasi 137 Cs Melalui Jalur Air Laut Pada Kerang Tahu (Meretrix Meretrix) Di Perairan Teluk Jakarta Dengan Variasi Salinitas Air Laut Dian Kosasih Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Kajian Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) Sebagai Fitoremedia 134 Cs

Kajian Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) Sebagai Fitoremedia 134 Cs Kajian Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) Sebagai Fitoremedia 134 Cs Evi Setiawati Laboraturium Fisika Atom & Nuklir Jurusan Fisika FMIPA UNDIP Abstrak Telah dilakukan penelitian transfer 134 Cs dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama dipenuhi dengan mengembangkan suplai batu bara, minyak dan gas alam.

BAB I PENDAHULUAN. terutama dipenuhi dengan mengembangkan suplai batu bara, minyak dan gas alam. BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Konsumsi energi dunia tumbuh dua puluh kali lipat sejak tahun 850 sementara populasi dunia tumbuh hanya empat kali lipat. Pada pertumbuhan awal terutama dipenuhi dengan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berjudul Pengujian Biji Pala (Myristica sp.) sebagai Bahan Anestesi Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dilaksanakan di Laboratorium Bahan Baku dan Industri

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENGAMBILAN SAMPLING PADA ANALISIS UNSUR RADIOAKTIF DI UDARA DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

PENGARUH WAKTU PENGAMBILAN SAMPLING PADA ANALISIS UNSUR RADIOAKTIF DI UDARA DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA PENGARUH WAKTU PENGAMBILAN SAMPLING PADA ANALISIS UNSUR RADIOAKTIF DI UDARA DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA Noviarty, Iis Haryati, Sudaryati, Susanto Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir-BATAN Kawasan

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR RADIOAKTIVITAS UDARA BUANG PADA CEROBONG IRM MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

ANALISIS UNSUR RADIOAKTIVITAS UDARA BUANG PADA CEROBONG IRM MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA No.05 / Tahun III April 2010 ISSN 1979-2409 ANALISIS UNSUR RADIOAKTIVITAS UDARA BUANG PADA CEROBONG IRM MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA Noviarty, Sudaryati, Susanto Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS DEPURASI UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb dan Cd DALAM DAGING KERANG DARAH (Anadara granossa)

EFEKTIFITAS DEPURASI UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb dan Cd DALAM DAGING KERANG DARAH (Anadara granossa) EFEKTIFITAS DEPURASI UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb dan Cd DALAM DAGING KERANG DARAH (Anadara granossa) D 03 Putut Har Riyadi*, Apri Dwi Anggo, Romadhon Prodi Teknologi Hasil Perikanan, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perairan telah menjadi permasalahan kesehatan lingkungan hampir semua negara

BAB I PENDAHULUAN. perairan telah menjadi permasalahan kesehatan lingkungan hampir semua negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa dekade terakhir, pencemaran logam berat pada ekosistem perairan telah menjadi permasalahan kesehatan lingkungan hampir semua negara di dunia (Almeide

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan pesisir merupakan daerah peralihan antara daratan dan laut. Dalam suatu wilayah pesisir terdapat bermacam ekosistem dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

PENGARUH KUAT ARUS PADA ANALISIS LIMBAH CAIR URANIUM MENGGUNAKAN METODA ELEKTRODEPOSISI

PENGARUH KUAT ARUS PADA ANALISIS LIMBAH CAIR URANIUM MENGGUNAKAN METODA ELEKTRODEPOSISI ISSN 1979-2409 PENGARUH KUAT ARUS PADA ANALISIS LIMBAH CAIR URANIUM MENGGUNAKAN METODA ELEKTRODEPOSISI Noviarty, Darma Adiantoro, Endang Sukesi, Sudaryati Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap persiapan, pengamatan laju pertumbuhan Kappaphycus

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

AKTIVITAS CESIUM-137 ( 137 Cs) DI PERAIRAN BANGKA SELATAN SEBAGAI BASE LINE DATA RADIONUKLIDA DI PERAIRAN INDONESIA

AKTIVITAS CESIUM-137 ( 137 Cs) DI PERAIRAN BANGKA SELATAN SEBAGAI BASE LINE DATA RADIONUKLIDA DI PERAIRAN INDONESIA JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 36-42 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose AKTIVITAS CESIUM-137 ( 137 Cs) DI PERAIRAN BANGKA SELATAN SEBAGAI BASE LINE DATA

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia Institut Teknologi Bandung, yang terletak di Lantai 3 Gedung Kimia bagian Utara. 3.1 Peralatan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI KELAUTAN DI SEMENANJUNG LEMAHABANG, JEPARA TAHUN 2005

PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI KELAUTAN DI SEMENANJUNG LEMAHABANG, JEPARA TAHUN 2005 PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI KELAUTAN DI SEMENANJUNG LEMAHABANG, JEPARA TAHUN 2005 Heru Umbara, Heny Suseno, Chevy Cahyana, Budi Hari, Wahyu P Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK PEMANTAUAN RADIOEKOLOGI

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Penelitian Secara Umum

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Penelitian Secara Umum BAB 3 METODOLOGI 3.1 Penelitian Secara Umum Dalam bab ini menjelaskan cara penelitian yang dilakukan untuk menaikkan kualitas air hujan dengan batu kapur, baru kapur yang dipanaskan 400 C, karbon aktif

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di 34 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

PENGARUH COD, Fe, DAN NH 3 DALAM AIR LINDI LPA AIR DINGIN KOTA PADANG TERHADAP NILAI LC50

PENGARUH COD, Fe, DAN NH 3 DALAM AIR LINDI LPA AIR DINGIN KOTA PADANG TERHADAP NILAI LC50 Jurnal Teknik Lingkungan UNAND 9 (1) : 44-49 (Januari 2012) ISSN 1829-6084 PENGARUH COD, Fe, DAN NH 3 DALAM AIR LINDI LPA AIR DINGIN KOTA PADANG TERHADAP NILAI LC50 EFFECT OF COD, Fe, AND NH 3 IN LEACHATE

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Muara Kamal pada bulan Agustus Oktober 2011. Analisis preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

ANALISIS WARNA, SUHU, ph DAN SALINITAS AIR SUMUR BOR DI KOTA PALOPO

ANALISIS WARNA, SUHU, ph DAN SALINITAS AIR SUMUR BOR DI KOTA PALOPO Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 ANALISIS WARNA, SUHU, ph DAN SALINITAS AIR SUMUR BOR DI KOTA PALOPO Hasrianti 1, Nurasia 2 Universitas Cokroaminoto Palopo 1,2 hasriantychemyst@gmail.com

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen, karena pada penelitian ini dilakukan perlakuan untuk memanipulasi objek penelitian disertai dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur pengukuran osmolaritas media dan osmolaritas cairan tubuh(hemolim) juvenil udang galah 1. Kabel disambungkan ke sumber listrik

Lampiran 1 Prosedur pengukuran osmolaritas media dan osmolaritas cairan tubuh(hemolim) juvenil udang galah 1. Kabel disambungkan ke sumber listrik Lampiran 1 Prosedur pengukuran osmolaritas media dan osmolaritas cairan tubuh(hemolim) juvenil udang galah 1. Kabel disambungkan ke sumber listrik kemudian menekan tombol main power yang terletak di bagian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia 44 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Waktu dan Tempat 13 METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam 2 tahap yaitu uji, tahap I penelitian pendahuluan yang terdiri dari uji nilai kisaran dan uji toksisitas akut. Tahap II penelitian inti terdiri dari biokonsentrasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2013.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2013. 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2013. Tempat penelitian adalah Laboratorium Botani dan Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN Riska Emilia Sartika

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap I Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kelimpahan sel Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way Anova

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN. Kondisi Kualitas Air

HASIL PENELITIAN. Kondisi Kualitas Air HASIL PENELITIAN Kondisi Kualitas Air Kualitas Air pada Tahap Eksplorasi Salinitas yang digunakan sebagai perlakuan didasarkan pada penelitian pendahuluan yang menghasilkan petunjuk batas kisaran optimal

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. menggunakan suatu kolompok eksperimental dengan kondisi perlakuan tertentu

BAB IV METODE PENELITIAN. menggunakan suatu kolompok eksperimental dengan kondisi perlakuan tertentu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksperimental, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat dengan cara menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Tingkat Toksisitas Limbah Cair Industri Gula Tebu Tanpa Melalui Proses IPAL Terhadap Daphnia magna telah dilakukan. Hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Gedung IV Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April hingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

AKTIVITAS RADIONUKLIDA ANTROPOGENIK 137 CS DI PERAIRAN SEMARANG BERDASARKAN SIRKULASI ARUS GLOBAL

AKTIVITAS RADIONUKLIDA ANTROPOGENIK 137 CS DI PERAIRAN SEMARANG BERDASARKAN SIRKULASI ARUS GLOBAL JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 73-78 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose AKTIVITAS RADIONUKLIDA ANTROPOGENIK 137 CS DI PERAIRAN SEMARANG BERDASARKAN SIRKULASI

Lebih terperinci

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor ABSTRAK

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor ABSTRAK Efektivitas Eceng Gondok Terhadap Penurunan Kadar COD dan BOD pada Limbah Cair Industri Kembang Gula Lunak Mega Masittha, Dra. Ani Iryani, M.Si dan Farida Nuraeni, M.Si. Program Studi Kimia, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arus Lintas Indonesia atau ITF (Indonesian Throughflow) yaitu suatu sistem arus di perairan Indonesia yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

III. METODOLOGI PENELITIAN. di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 30 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2011 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok dalam pengembangan industri budidaya perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun eksternal. Sebagai media

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): 25 3 (25) 25 Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi baru yang potensial adalah energi nuklir. Energi nuklir saat ini di dunia

BAB I PENDAHULUAN. energi baru yang potensial adalah energi nuklir. Energi nuklir saat ini di dunia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkurangnya sumber energi minyak bumi memaksa kita untuk mencari dan mengembangkan sumber energi baru. Salah satu alternatif sumber energi baru yang potensial

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Proses pengambilan sampel dilakukan di Perairan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta pada tiga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN III.1 Diagram Alir Penelitian Identifikasi masalah Percobaan pendahuluan Persiapan media pemeliharaan ikan Adaptasi Kolam perlakuan (dengan penambahan Cs-134) Kolam kontrol (tanpa

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan Maret 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan Maret 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan Maret 2012 di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Kimia Anorganik Jurusan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor; Program St~di Pengeloiaan Sumberdaya

RINGKASAN. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor; Program St~di Pengeloiaan Sumberdaya RINGKASAN Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor; Program St~di Pengeloiaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Penulis : Pande Made Udiyani; Judul : Identifikasi Radionuklida Air di Luar Kawasan PUSPIPTEK

Lebih terperinci

Effect of Temperature on the Accumulation and Depuration of Copper (Cu) and Cadmium (Cd) in Nile Tilapia Fish (Oreochromis niloticus)

Effect of Temperature on the Accumulation and Depuration of Copper (Cu) and Cadmium (Cd) in Nile Tilapia Fish (Oreochromis niloticus) PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP AKUMULASI DAN DEPURASI TEMBAGA (Cu) SERTA KADMIUM (Cd) PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Effect of Temperature on the Accumulation and Depuration of Copper (Cu) and Cadmium

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR Pb, Ni DAN Cu DALAM LARUTAN URANIUM HASIL STRIPPING EFLUEN URANIUM BIDANG BAHAN BAKAR NUKLIR

ANALISIS UNSUR Pb, Ni DAN Cu DALAM LARUTAN URANIUM HASIL STRIPPING EFLUEN URANIUM BIDANG BAHAN BAKAR NUKLIR ISSN 1979-2409 Analisis Unsur Pb, Ni Dan Cu Dalam Larutan Uranium Hasil Stripping Efluen Uranium Bidang Bahan Bakar Nuklir (Torowati, Asminar, Rahmiati) ANALISIS UNSUR Pb, Ni DAN Cu DALAM LARUTAN URANIUM

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan yaitu pada bulan Februari - April 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan BDP, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas diagram alir proses penelitian, peralatan dan bahan yang digunakan, variabel penelitian dan prosedur penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Kondisi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 92 hari dengan pengambilan sampel sebanyak 13 kali untuk penelitian akumulasi Cs-134 dalam tubuh ikan lele dan 5 kali untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Sebagian besar bumi terdiri atas air karena luas daratan lebih kecil dibandingkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek 30 BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah akuarium dengan dimensi 50 x 30 x 30 cm 3 untuk wadah pemeliharaan ikan, DO-meter, termometer, ph-meter, lakban, stoples bervolume 3 L,

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis) Perairan Pantai Cilincing, Jakarta Utara. Sampel plankton diambil

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF BENTUK PADAT BERAKTIVITAS RENDAH DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2007

PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF BENTUK PADAT BERAKTIVITAS RENDAH DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2007 PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF BENTUK PADAT BERAKTIVITAS RENDAH DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2007 S u n a r d i Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, BATAN ABSTRAK PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF BENTUK

Lebih terperinci

BAB III METODE PERCOBAAN

BAB III METODE PERCOBAAN BAB III METODE PERCOBAAN 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Instrument PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Jalan Raya Tanjung Morawa Km. 9 pada bulan Februari

Lebih terperinci

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata,

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata, IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 di Laboratorium Pendidikan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga.

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGUKURAN KEAKTIVAN RADIOISOTOP Cs-137 MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

OPTIMASI PENGUKURAN KEAKTIVAN RADIOISOTOP Cs-137 MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA OPTIMASI PENGUKURAN KEAKTIVAN RADIOISOTOP Cs-137 MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA NOVIARTY, DIAN ANGGRAINI, ROSIKA, DARMA ADIANTORO Pranata Nuklir Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir-BATAN Abstrak OPTIMASI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Objek dan Lokasi Penelitian 1. Profil Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah jenis zooplankton yang ada di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April Agustus 2009 di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Pakuan Kota Bogor. Lokasi pengambilan contoh (Dekeng)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Desa Hanura, Kecamatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian diawali dengan survei pendahuluan pada bulan Agustus 2012. Penelitian utama ini telah dilaksanakan pada Januari 2013 - Februari

Lebih terperinci

PEMANTAUAN RADIOAKTIVITAS UDARA BUANG IEBE TAHUN 2009

PEMANTAUAN RADIOAKTIVITAS UDARA BUANG IEBE TAHUN 2009 ISSN 0854-5561 Hasil-hasil Penelitian EBN Tahun 2009 PEMANTAUAN RADIOAKTIVITAS UDARA BUANG IEBE TAHUN 2009 Sri Wahyuningsih ABSTRAK PEMANTAUAN RADIOAKTIVITAS UDARA BUANG IEBE TAHUN 2009. Pemantauan radioaktivitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 28 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Metode pengambilan sampel air, sedimen dan ikan dilakukan secara purposive sampling (secara sengaja) atau judgement sampling. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan 2. Alat

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan 2. Alat III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Limbah cair usaha kegiatan peternakan dari MT Farm Ciampea b. Air Danau LSI IPB. c.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan industri yang dapat mengubah kulit mentah menjadi kulit yang memiliki nilai ekonomi tinggi melalui proses penyamakan, akan tetapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci