Paul Karl Feyerabend

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Paul Karl Feyerabend"

Transkripsi

1 Paul Karl Feyerabend Paul Karl Feyerabend lahir di Wina, Austria pada tahun Pada masa mudanya ia tertarik untuk belajar ilmu pasti. Menjelang Perang Dunia II di saat Austria diduduki Nazi Jerman, ia ditarik sebagai tenaga kerja bagi The Third Reich dan sempat menjadi tentara di front Rusia. Sekembalinya ia dari perang, ia belajar filsafat di Wina. Di sana ia sempat belajar dari Berthold Brecht. Kemudian ia pindah ke Cambridge karena tertarik untuk berguru pada Wittgenstein. Sepeninggal Wittgenstein, ia pindah ke London School of Economics dan di sana ia berguru pada Karl Popper. Setelah sebelumnya menganut falsifikasi Popper, ia kemudian menyusun pemikirannya sendiri yang melawan pemikiran Popper. Ia kemudian mengajar di beberapa tempat seperti University of California-Berkeley, Yale dan Minnesota. Feyerabend adalah seorang filsuf ilmu pengetahuan yang cukup kontroversial. Di kalangan tertentu ia dianggap sebagai musuh ilmu pengetahuan karena mengadvokasi sisi nonilmiah untuk mencapai kebenaran. Ia juga dituduh sebagai anti rasionalitas karena mengadvokasi sisi intuitif manusia. Untuk tidak jatuh ke dalam pendapat umum, maka ada baiknya untuk melihat terlebih dahulu apa sebenarnya proyek yang ingin dikerjakan oleh Feyerabend. Feyerabend, sebagaimana Thomas Kuhn, mewarnai filsafat ilmu pengetahuan abad ke- 20 dengan melihat sejarah ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang sentral di dalam filsafat ilmu pengetahuan. Melalui analisis sejarah ilmu pengetahuan, ia melihat bahwa ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu yang tidak mungkin salah. Sepanjang sejarah ilmu umat manusia, setiap teori selalu digagalkan oleh teori yang berikutnya. Karena itu bagi Feyerabend tidak ada yang sakral tentang teori itu sendiri, seperti halnya klaim ilmu pengetahuan pada umumnya. Kita hanya bisa sekedar puas kalau teori ini benar pada batas tertentu dan pada waktu tertentu. Ia juga sependapat dengan Kuhn tentang ketidakterbandingan (incommensurability) antara dua paradigma ilmu yang berbeda. Artinya dua teori yang berbeda tidak bisa diukur dengan standar yang sama. Ia menolak bahwa pengamatan adalah standar yang bisa dipakai untuk melihat apakah sebuah teori terbukti atau tidak. Benar tidaknya sebuah pengamatan ditentukan oleh kerangka teorinya.[1] Contoh yang bisa kita pakai misalnya adalah konsep panjang dalam fisika Newtonian dan fisika relativistik. Dalam fisika Newtonian, panjang adalah sebuah entitas yang independen terhadap kecepatan benda, kecepatan pengamat dan medan gravitasi, namun dalam fisika relativistik panjang tidaklah independen terhadap kecepatan benda, kecepatan pengamat dan medan gravitasi.*2+ Dengan kata lain panjang dalam fisika Newtonian adalah mutlak, sedangkan dalam fisika relativistik adalah relatif.

2 Feyerabend lalu melakukan serangan melalui bukunya Against Method. Seperti yang diungkapkan dengan judulnya, Feyerabend melawan positivisme yang mengatakan bahwa kebenaran hanya bisa dicapai melalui metode ilmiah. Positivisme di dalam ilmu pengetahuan mengatakan bahwa kebenaran hanya bisa dicapai melalui pengamatan. Pengamatan menurut penganut positivisme adalah sesuatu yang betul-betul bebas nilai dan oleh karena itu objektif. Feyerabend menolak klaim ini. Ia berpendapat bahwa pengamatan tidaklah bebas nilai, melainkan terkandung di dalamnya metode yang dipakai (theory laden).[3] Dengan kata lain, metodologi yang berbeda akan menghasilkan pengamatan yang berbeda, oleh sebab itu pengamatan sama sekali tidak objektif. Seperti halnya Kuhn, Feyerabend justru melihat bahwa kemajuan ilmu pengetahuan, atau bahasa Kuhn perubahan paradigma, justru terjadi disaat metodologi ilmu pengetahuan dilanggar. Contohnya adalah pada kasus Galileo. Pembelaannya pada heliosentrisme justru dilakukan dengan melanggar standar ilmu pengetahuan Aristotelian yang berlaku pada waktu itu. Ini bisa terjadi karena realitas sesungguhnya jauh lebih kaya daripada apa yang bisa dijangkau oleh metode ilmiah,[4] secanggih apa pun metode ilmiah tersebut. Karena itulah Feyerabend mengambil jalan anarkistik untuk mencapai kebenaran di dalam ilmu pengetahuan, atau dengan kata lain anything goes.*5+ Inilah yang membuat ia dipandang sebagai seorang anarkis ilmu pengetahuan. Namun apa yang sesungguhnya ingin dicapai oleh Feyerabend? Untuk itu ia kembali merujuk pada sejarah. Ia melihat sesuatu yang menakutkan di dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan karena sesungguhnya ilmu pengetahuan, yang di dalam sejarahnya lahir untuk melawan metafisika khususnya metafisika agama, telah menjelma menjadi sebuah agama baru. Seperti halnya agama yang mempunyai klaim otoritatif yang tidak bisa diganggu gugat karena klaim ilahiah, ilmu pengetahuan pun mulai mencapai status ilahiah -nya melalui klaim metode ilmiah yang tidak bisa dibantah.[6] Ia telah menjadi metafisika yang telah dilawannya sendiri. Feyerabend melihat ini sebagai sesuatu yang tidak menggembirakan, karena seperti telah dijelaskan di depan, perkembangan ilmu pengetahuan terjadi justru karena penumbangan satu metode oleh metode yang lain. Jika suatu metode ilmiah tidak ditumbangkan, yang terjadi adalah kemandegan ilmu pengetahuan, karena metodologi menciptakan kebenarannya sendiri. Feyerabend kemudian merunut sejarah untuk melihat mengapa ini terjadi. Ia mengacu pada pernyataan Protagoras: Kamu dan saya, para dokter, seniman, dan pengrajin, tahu tentang banyak hal dan kita hidup karena mereka memiliki pengetahuan itu. Sekarang mereka yang menamakan diri mereka filsuf mengatakan bahwa pengetahuan kita hanyalah sekedar pendapat umum yang berdasarkan pada pengalaman yang tidak tetap dan membedakan kita yang banyak dengan yang sedikit, yang telah tercerahkan, yaitu mereka dan teori-teori aneh mereka.[7] Protagoras dengan ini ingin melawan pendapat Plato yang menganggap bahwa para filsuf tahu lebih baik tentang realitas dibandingkan dengan para praktisi sehari-hari. Menurut Plato, para praktisi ini sering kali membuat reduksi untuk bisa menjelaskan fenomena sesuai dengan bidang keahlian mereka. Dengan demikian mereka hanya memiliki kebenaran di dalam wilayahnya masing masing. Untuk bisa sampai kepada pengetahuan sejati, kepingan-kepingan pengetahuan ini haruslah disatukan supaya menjadi sebuah kebenaran yang utuh. Tugas untuk menyatukan kepingan-kepingan yang terpisah ini jatuh kepada filsuf.[8] Pandangan Plato ini sebenarnya juga tidak salah, jika filsuf dilihat secara sejajar dengan yang lain, atau menjadi sekedar moderator di dalam perdebatan di dalam mencari kebenaran. Protagoras tidak menyangkal bahwa keberadaan orang-orang bijak, seperti filsuf, dibutuhkan. Bahkan ia mengatakan bahwa perubahan hanyalah bisa dilakukan oleh orang-orang bijak ini,

3 mungkin karena mereka memiliki pandangan lebih luas dari orang pada umumnya. Namun, dengan mengacu pada kehidupan polis di Yunani terutama di Athena, Protagoras mengatakan bahwa keputusan untuk melakukan perubahan, dalam hal ini perubahan politis, tetap ada di tangan warga masyarakat banyak. Kapasitas filsuf adalah sebagai penasihat, bukanlah sebagai diktator. Protagoras memperingatkan bahwa jika para filsuf ini diberikan hak untuk menentukan masyarakat, mereka cenderung akan mengubah masyarakat menjadi sesuai dengan apa yang mereka anggap benar, bukan untuk semakin mendekati kebenaran hakiki.[9] Menurut Feyerabend, ini adalah awal dari otoritarianisme ilmu pengetahuan, dan proyek yang ingin dilakukan oleh Feyerabend adalah meruntuhkan otoritarianisme ini. Feyerabend juga menunjukkan bahwa usaha pengetahuan untuk membuat klaim kebenaran tunggal pun sebenarnya adalah sia-sia. Ia mengambil contoh dengan ilmu fisika sebagai ilmu yang paling eksak dibandingkan dengan ilmu yang lain. Dengan merujuk pada perkembangan ilmu pengetahuan, sampai saat ini tidak ada satu kesetujuan pandangan mengenai konsep ruang dan waktu di dalam ilmu fisika.[10] Yang ada satu teori yang bertentangan dengan teori yang lain. Lalu apa yang ditawarkan oleh Feyerabend untuk mencapai kebenaran? Feyerabend mengidealkan situasi di zaman Yunani Kuno. Kebenaran di zaman itu dipraktekkan dalam kehidupan di polis, di mana keputusan diambil di dalam rapat warga. Kebenaran, di dalam hal ini keputusan politik, di ambil dalam sebuah debat terbuka yang melihatkan orang-orang biasa warga polis. Semua suara berhak didengarkan. Setiap orang memiliki hak suara yang sama, tidak peduli ia seorang ahli atau bukan. Jika dinyatakan dalam sebuah proposisinya, bunyinya kurang lebih seperti ini: Warga masyarakatlah, bukan sekelompok tertentu yang menentukan apa yang benar dan apa yang salah, apa yang berguna dan apa yang tidak berguna untuk masyarakat mereka sendiri.[11] Feyerabend menamakan ini sebagai relativisme demokratis (democratic relativism). Ini bukan berarti seorang ahli sama sekali tidak memiliki tempat dalam menentukan kebenaran. Seorang ahli tetap dapat dipanggil untuk memberikan pendapatnya, tetapi ia tidak memiliki semacam hak veto untuk menentukan apa yang salah dan apa yang benar. Ini selaras dengan logika Aristoteles yang mengatakan bahwa kebenaran yang dikatakan seseorang tidaklah ditentukan oleh siapa orang itu, apa jabatannya, atau apa kompetensinya (ad hominem), melainkan oleh apa yang dikatakannya. Kebenaran yang dicapai dalam konsensus secara demokratis tentu saja tidak memberikan jaminan sama sekali bahwa itu adalah kebenaran yang sejati. Tetapi jika kebenaran yang diambil itu terbukti salah kemudian, ia akan menjadi sebuah pembelajaran yang baik bagi mereka yang telah mengambil keputusan yang salah. Dengan membuat kesalahan mereka akan menjadi semakin bijak untuk mengambil keputusan di kemudian hari.[12] Ini berbeda dengan keputusan yang diambil oleh elit. Masyarakat umum tetap harus menderita kalau keputusan yang diambil elit salah. Sementara itu karena keputusan diambil oleh elit secara tertutup, masyarakat tidak dapat melihat kompleksitas persoalan yang diputuskan. Dan dengan demikian elit pengambil keputusan dapat dengan mudah membelokkan kenyataan bahwa mereka telah salah mengambil keputusan dengan menutupinya, karena toh masyarakat tidak memiliki akses. Feyerabend justru melihat jalan inilah, yaitu relativisme demokratis, yang tidak menghambat perkembangan ilmu pengetahuan. Tujuan Feyerabend meruntuhkan kedigjayaan ilmu pengetahuan dengan klaim absolutnya justru adalah untuk memajukan ilmu pengetahuan. Ia ingin menyelamatkan ilmu pengetahuan dari kemandegannya sendiri. Ia mencoba

4 menyadarkan bahwa secanggih apapun sebuah metodologi, ia masih memiliki kekurangan. Metodologi absolut yang menjadi impian kaum positivistik, alih-alih mencapai kebenaran justru akan menciptakan kebenarannya sendiri yang justru menghambat kemajuan ilmu pengetahuan.[13] Feyerabend bahkan berani selangkah lebih maju untuk membela apa yang sering dicibir para ilmuwan sebagai tidak ilmiah seperti voodoo atau firasat. Feyerabend melihat bahwa halhal yang sering diklaim tidak ilmiah tidaklah otomatis tidak benar, melainkan sekedar tidak bisa dimasukkan ke dalam kerangka metodologis ilmu pengetahuan yang berlaku di saat itu. Feyerabend menolak untuk mengatakan bahwa pendekatan-pendekatan yang tidak ilmiah ini sebagai tidak rasional. Ia justru mempertanyakan definisi rasionalitas yang terlalu sempit.[14] Pandangan rasionalitas yang sempit sebagaimana yang didefinikan kaum positivistik, yaitu logis dan empiris, tidak dapat menangkap seluruh kekayaan dari realitas, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Namun ini tidak berarti kita bisa dengan semenamena memasukkan pandangan-pandangan ke dalam ilmu pengetahuan. Feyerabend justru mengharuskan kebenaran ilmu pengetahuan untuk diuji, bukan hanya sekedar sesuatu yang dipercaya begitu saja. Ia menolak klaim bahwa dunia barat lebih unggul dibandingkan dengan tradisi lainnya. Ia menyarankan studi perbandingan untuk membandingkan dunia dunia yang berbeda tersebut dan tidak langsung mengatakan bahwa yang satu lebih baik dari yang lain. Pengobatan tradisional Cina misalnya, yang menurut ilmu pengobatan barat tidak bisa dipertanggungjawabkan, adalah efektif bagi ahli pengobatan Cina. Keduanya tidak terbandingkan karena menganut metodologi yang berbeda. Namun ketidakterbandingan dua teori yang berbeda tidaklah membuat tidak ada dialog di antara kedua ilmu tersebut. Lagi pula ketidakterbandingan adalah masalah para filsuf, menurut Feyerabend.[15] Dalam ranah praktek, pembandingan antara dua teori yang berbeda tetap dapat dilakukan. Pendekatan yang dipakainya sama dengan pendekatan yang diusulkan oleh Protagoras, yaitu pendekatan rekayasa atau pragmatis.[16] Pendekatan seperti inilah yang disebut Feyerabend sebagaimana seorang empiris yang baik atau seorang metafisikus yang kritis: Langkah pertama yang harus dilakukan adalah merumuskan asumsi yang cukup umum namun tidak dihubungkan secara langsung dengan pengamatan; ini berarti langkah pertama yang harus dilakukan adalah menciptakan sebuah metafisika baru. Kemudian metafisika baru ini harus diuraikan secara mendetail untuk bisa berhadapan dengan teori yang ingin diuji, sehubungan dengan generalitas, detail dari prediksi, keakuratan perumusan Pembuangan semua metafisika, alih-alih meningkatkan muatan empirik dari teori tersebut, justru membuat teori tersebut menjadi sebuah dogma.[17] Dengan demikian cukup jelas bahwa apa yang dilawan oleh Feyerabend bukanlah ilmu pengetahuan, melainkan fundamentalisme ilmu pengetahuan. Yang dibela oleh Feyerabend bukalah sekedar kemajuan ilmu pengetahuan, tapi manusia itu sendiri. Sudah terlihat dari sejarah umat manusia, bahwa klaim universal ilmu pengetahuan telah menimbulkan penindasan dari satu kelompok manusia kepada kelompok manusia lain. Feyerabend ingin membela manusia, bahwa sekecil apapun suaranya ia tidak diabaikan. Pembelaan Feyerabend terhadap ilmu pengetahuan yang humanis dan pluralis ini mungkin bisa diringkas dengan sebuah kutipan darinya: Ilmu pengetahuan adalah salah satu ciptaan dari pikiran manusia yang paling menakjubkan melawan ideologi yang mengatasnamakan ilmu pengetahuan untuk membunuh kebudayaan.[18]

5 Relativisme dan Nilai Ilmu Kritik Thomas Kuhn dari pandangan umum bahwa sains telah meningkatkan secara besar pengetahuan kita mengenai dunia, melalui sifat obyektif dan standar berbagi untuk menilai teori-teori. Seperti Kuhn, Paul Feyerabend telah mengklaim bahwa pandangan pengetahuan ilmiah ini sangat keliru, karena ilmu terkadang tidak mengarah pada basis akumulasi pengetahuan berdasarkan standar objektif dan berbagi. Sebaliknya, berisi episode revolusioner di mana teori-teori yang ada benar-benar digulingkan, dan standar penaksiran teori kami secara radikal berubah. Ia juga berpendapat bahwa transisi dari pra-sains ke sains berisi episode revolusioner yang sama. Tidak seperti Kuhn, Feyerabend kadang-kadang berpendapat bahwa perubahan tersebut bisa begitu menyeluruh bahwa tidak mungkin untuk memberikan gambaran dunia dengan catatan independen mengapa gambaran baru harus disukai. Standar sendiri penting untuk internal dari gambaran dunia yang secara teori terdiri dari bagian, sehingga teori-teori tidak dapat cukup dinilai dengan benar secara independen dari sudut pandang tertentu. Sejumlah Tampilan Feyerabend terhadap relativisme di mana sifat alami dunia dan standar yang tepat untuk menilai teori adalah sepenuhnya internal untuk gambaran dunia. Dia berpendapat bahwa gambaran dunia tidak hanya catatan saingan dari dunia kita yang sebenarnya, akan tetapi beberapa pengertian mengenai hasil dunia itu sendiri; artinya adalah terdapat berbagai gambaran berbeda dari dunia yang berbeda. Ontologi gambaran itu adalah konstitutif (menurut kosnstitusi) sifat dasar dunia. Sebuah gambaran dunia yang mengacu pada dewa secara harfiah adalah gambar dari dunia yang berisi dewa. Karena gambaran dunia yang berbeda membuat dunia yang berbeda, hubungan sebab akibat antara hal-hal dan cara-cara yang tepat untuk mendapatkan pengetahuan tentulah berbeda dalam dunia yang berbeda. Dalam dunia yang berisi dewa, mengandalkan nubuat tertentu adalah cara yang tepat untuk mendapatkan pengetahuan, sementara banyak pengalaman yang tidak dapat dipercaya karena mungkin dihasilkan oleh dewa ganas yang sangat jahat. Selanjutnya, Feyerabend mengatakan bahwa apa yang merupakan pengetahuan tergantung pada gambar satu hal yang dibicarakan dalam dunia tersebut. Dalam gambaran dunia Homer dari orang-orang Yunani awal, pengetahuan adalah semacam daftar mengenai bagaimana aspek segala sesuatu hal yang telah dialami. Dalam pandangan dunia dari para filsuf Yunani, pengetahuan adalah pemahaman tentang apa yang ada di balik segala penampilan yang menyesatkan.[2] Hal ini penting untuk memahami betapa radikal implikasi dari catatan Feyerabend. Feyerabend ini, pada dasarnya, mengklaim bahwa tidak ada yang istimewa tentang sains saat ini sebagai metode pengumpulan pengetahuan, kecuali mungkin dalam satu gambaran dunia. Pernyataan bahwa sains saat ini adalah cara yang lebih aman untuk mengumpulkan pengetahuan daripada memungut dari teks-teks agama merupakan sesuatu yang tidak dapat dibenarkan karena dominasi keunggulan suatu gambaran dunia atas gambaran yang lainnya. Gambaran dunia yang ilmiah tidak lebih baik dari yang lain, kecuali dari sudut pandang yang sudah mengasumsikan standar ilmiah lebih unggul. Feyerabend tidak hanya menimbulkan masalah filosofis mengenai pandangan pengetahuan ilmiah. Ia berpendapat bahwa sains tidak seharusnya memiliki tempat khusus dalam hidup kita: karena hal ini tidak memberi kita pemahaman tentang dunia yang layak dengan penghormatan yang mendalam; cita-cita dan metode tidak terlalu layak sebagai emulasi; dan seharusnya sains tidak memiliki tempat khusus dalam sistem pendidikan, dalam bidang kedokteran dan dalam sistem hukum. Selanjutnya, dana untuk sains harus dikontrol oleh badan-badan yang berada di bawah kontrol demokratis langsung. Jika beberapa warga ingin voodoo diajarkan kepada anakanak mereka daripada fisika, ilmuwan tidak harus bisa mencegah dari apa yang diajarkan. Jika beberapa warga berpikir penyembuh iman/dukun dapat menyembuhkan penyakit lebih baik daripada dokter, maka dukun seharusnya mendapat kesempatan untuk melaksanakan praktik kedokteran. Jika sebagian besar warga berpikir bahwa fisika partikel berbahaya dan tidak boleh didanai, maka fisika partikel tidak boleh didanai. Jika sebagian besar warga berpikir bahwa ahli mistik tahu tentang peristiwa yang jauh bahkan mereka belum pernah melihatnya, maka mistik harus diperlakukan sebagai saksi ahli di pengadilan.

6 Bagian dari argumen Feyerabend untuk mengatakan bahwa sains tidak harus memiliki tempat khusus dalam masyarakat kita bergantung pada pembelaan terhadap relativisme. Tetapi dia juga berpendapat bahwa bahkan jika sains memberi kita sifat obyektif terhadap kebenaran pengetahuan, ini tidak berarti bahwa sains harus memiliki tempat khusus dalam masyarakat kita. Hal ini akan tergantung pada nilai komitmen kita dimana dan sejauh mana kedudukan sains harus terletak dalam masyarakat kita. Kita harus merasa sangat bebas untuk memperlakukan para ilmuwan sebagai orang yang terkadang menghasilkan gadget yang berguna bagi kita yang mereka kemudian juga dibayar. Berbeda dengan Feyerabend, Popper jelas berpikir bahwa sains adalah praktek yang tidak boleh dihargai hanya untuk aplikasi teknologinya. Ia berpendapat bahwa sains adalah contoh paradigmatik dari praktik rasional di mana diskusi kritis terbuka dapat terjadi dan masalah yang menarik secara intelektual dapat ditingkatkan. Ia berpikir bahwa belajar bagaimana dengan benar melakukan penelitian ilmiah adalah belajar bagaimana untuk terlibat dalam diskusi kritis dengan cara yang sesuai untuk kebebasan masyarakat. Sebaliknya, ia berpendapat bahwa ketika kita membatasi diri kita sendiri atau orang lain dalam pertanyaan yang kita ajukan dan bagaimana kita menjawabnya, kita mengambil sikap otoriter yang merupakan ancaman bagi peradaban demokrasi kita. Popper juga mengklaim bahwa untuk penelitian ilmiah atau diskusi penting lainnya untuk menjadi benar rasional, itu tidak dapat dibatasi oleh tujuan yang telah ditentukan. Solusi imajinatif untuk permasalahan mungkin mengubah sains dan kehidupan sosial kita dengan cara yang benar-benar tak terduga. Masalah yang kita mulai mungkin berubah menjadi sepele atau memiliki prasangka keliru. Menyalurkan penelitian ilmiah ke daerah-daerah yang telah ditentukan adalah tidak rasional dan tidak diinginkan. Perbedaan pandangan yang ditunjukkan oleh Popper dan Feyerabend dapat ditelusuri kembali ke Pencerahan dan kritik. Pandangan Popper diturunkan dari gagasan Pencerahan bahwa sains harus memiliki tempat khusus dalam pemikiran kita karena itu merupakan pencapaian tertinggi, usaha yang dibangun dan dilakukan secara rasional. Namun, tidak seperti beberapa pendahulu Pencerahannya, Popper menyatakan bahwa teori-teori ilmiah dan sosial adalah keliru dan bahwa teori-teori yang benar tentang nilai-nilai dapat sama sekali tidak secara logis berasal dari pengetahuan ilmiah. Akibatnya, ia berpikir ada kebutuhan bagi perdebatan terus-menerus bahkan teori-teori ilmiah terbaik yang teruji. Dia juga menganggap kebijakan sosial harus tunduk kepada diskusi kritis yang konstan. Namun demikian, Popper menyatakan bahwa dengan mengikuti cita-cita metodologis sains kita akan memiliki lembaga-lembaga sosial dan ilmiah yang toleran, di mana kita sampai pada kesimpulan sementara tentang dunia dan apa yang harus kita lakukan, melalui kritik rasional dan debat. Kehidupan manusia akan meningkat sebagai penganiayaan yang menurun dan sebagai peningkatan teknologi yang diterapkan untuk meringankan kesengsaraan manusia. Feyerabend sangat menekankan pada gagasan kebebasan individu, yang dipertahankan oleh beberapa filsuf Pencerahan. Namun, jalur utama argumennya diturunkan dari ide-ide anti- Pencerahan bahwa berpikir dengan cara-cara ilmiah tidak memadai untuk memahami dunia, dan bahwa pendekatan yang bersifat saintistik untuk banyak masalah memimpin kehidupan manusia ke arah kesengsaraan dan kehilangan jalan yang kaya dan bermakna bagi kehidupan. Saya akan menyatakan bahwa argumen Feyerabend untuk relativisme keliru. Saya juga akan berpendapat bahwa kritiknya tentang penempatan sains dalam masyarakat kita tidak memadai dan bahwa argumen Popper bahwa sains harus memiliki peran penting dalam masyarakat kita memiliki beberapa hal yang masuk akal. Namun demikian, saya akan setuju dengan klaim Feyerabend bahwa hal itu tidak akan masuk akal bagi seseorang untuk memilih sains yang hanya memiliki peran kecil dalam masyarakat kita.

7 1. PERUBAHAN RADIKAL DAN RELATIVISME Argumen Sejarah Feyerabend Feyerabend mengklaim bahwa tidak ada teori dari metode yang dapat membenarkan apa yang terjadi dalam revolusi ilmiah karena apa yang terjadi tidak dapat dinilai telah rasional dengan standar obyektif dan berbagi (shared). Apa yang seharusnya menjadi pertumbuhan pengetahuan kadang-kadang lebih seperti konversi agama. Dia mengatakan bahwa contoh penting dari episode tersebut adalah revolusi Copernicus. Peristiwa ini telah dianggap oleh banyak sejarawan dan filsuf telah menghasilkan kemajuan besar dalam pengetahuan. Dengan menyerang tampilan standar itu, Feyerabend artinya menantang apa yang ia pikirkan tersebut sebagai salah satu mitos sentral yang telah didukung status sains. Untuk memberikan pembaca pengetahuan yang cukup mengenai latar belakang untuk memahami argumennya, izinkan saya memulai dengan menjelaskan beberapa perubahan teoritis penting yang terjadi selama revolusi Copernicus sebagaimana Feyerabend ingin memahaminya. Dari akhir abad keenam belas dan seterusnya, campuran abad pertengahan fisika dan kosmologi Aristoteles dan Ptolemeus, yang akan saya sebut the Ptolemaic view, digantikan oleh pandangan Copernicus yang sangat berbeda dari sifat dan struktur alam semesta.[3] Ptolemeus berpikir ada sejumlah aneka macam materi, masing-masing memiliki kecenderungan yang berbeda. Ide ini digantikan oleh gagasan Copernicus bahwa ada satu jenis materi yang mematuhi hukum yang sama. Ptolemeus disusun dari materi sederhana dengan anggapan materi tersebut memerlukan suatu penggerak eksternal untuk tetap bergerak dalam garis horizontal.[4] Selanjutnya, dalam pandangan mereka, hal sederhana jatuh menuju tempat alaminya pada pusat bumi yang seharusnya memiliki percepatan sebanding dengan beratnya. Dalam konsepsi Copernican yang baru, semua materi memiliki kecenderungan untuk terus bergerak dalam gerakan garis lurus, atau untuk tetap diam. Tubuh yang jatuh menuju pusat bumi berakselerasi dengan cara yang tidak ada hubungannya dengan berat badan mereka, dan gerakan mereka bukan karena kecenderungan yang melekat pada mereka, tetapi karena daya tarik gravitasi bumi. Ptolemais berpikir benda-benda langit yang bergerak berada dalam bola raksasa kristal yang terbuat dari eter, zat yang memiliki kecenderungan secara alami agar benda tetap pada gerakan melingkar. Bumi digelar berada di tengah langit. Dalam konsepsi Copernicus, tidak ada bola kristal; dan planet-planet yang mirip dengan bumi, yang merupakan salah satu badan di antara banyak yang berputar mengelilingi matahari. Badan-badan ini disimpan dalam orbitnya dengan kombinasi kecenderungan alami mereka untuk terus bergerak dalam garis lurus dan daya tarik gravitasi matahari. Feyerabend mengklaim ada banyak perbedaan lainnya antara gambaran dunia Ptolemaic dan Copernicus. Arti dari istilah deskriptif dalam dua gambaran dunia tersebut adalah berbeda secara radikal. Untuk memahami maksudnya, Ptolemaic mempertimbangkan penggunaan istilah kinesis yang berarti equivalent dalam Latin. Kinesis digunakan oleh Ptolemeus untuk menggambarkan pergerakan benda ke arah pusat bumi, pergerakan planet-planet dan bintangbintang. Ini tidak berarti gerak, untuk itu istilah ini digunakan untuk menunjukkan jenis perubahan yang melibatkan realisasi dari potensi alam, seperti pertumbuhan dan perkembangan anak laki-laki menjadi seorang pria. Ini berarti bahwa kasus sehari-hari apa yang kita alami, dipengaruhi oleh konsepsi Copernicus, suatu istilah yang disebut gerak, adalah apa yang disebut oleh Ptolemeus baik sebagai kinesis atau perubahan tidak wajar yang disebabkan oleh penggerak eksternal (dan dijelaskan oleh prinsip-prinsip yang terpisah). Feyerabend mengatakan bahwa perbedaan antara dua gambaran dunia yang sedemikian rupa tersebut menyebabkan penggunaan istilah deskriptif dari sebuah teori tidak dapat didefinisikan dengan menggunakan istilah-istilah dari teori lain. Hal ini akan membuat mereka secara konseptual tidak dapat dibandingkan. (Gagasan tidak dapat dibandingkan secara konseptual dijelaskan dalam Bab 1.)

8 Dalam karya awalnya, Feyerabend mengakui bahwa hanya konsep yang tidak dapat dibandingkan yang meningkatkan masalah yang mana barangkali tidak serius sejak, seperti yang saya jelaskan di Bab I, teori yang sekedar konseptual tidak dapat dibandingkan ini dapat secara rasional dibandingkan. (teori tersebut membuat prediksi jenis tertentu dan kita dapat membandingkan prediksi mereka dengan memeriksa mereka terhadap apa yang terjadi, dijelaskan dalam hal masing-masing teori itu sendiri.) Namun, Feyerabend kemudian berpendapat bahwa prosedur ini cacat karena tidak ada standar gambar-independen yang dapat dibenarkan untuk pengujian manfaat relatif dari teori yang dapat dibandingkan. Perubahan revolusioner dalam ilmu yang terjadi di episode seperti revolusi Copernicus melibatkan perubahan standar untuk menilai teori yang tidak dapat dinilai sendiri dengan mengacu pada standar umum, sebagaimana teori-teori tersebut terlalu berbeda. Galileo dan penerusnya akan menyukai untuk menyatakan bahwa cara-cara baru mereka memperoleh pengetahuan dan asumsi baru mereka tentang dunia, lebih masuk akal daripada pendahulu Ptolemeus. Tapi mereka tidak mampu melakukannya. Hal ini memaksa mereka untuk menggunakan tipu daya dan propaganda untuk menggantikan gambaran dunia Ptolemaic, karena mereka tidak bisa menggunakan metode rasional. Ini berarti bahwa kemajuan dalam ilmu kadang-kadang tidak kumulatif atau rasional sesuai dengan gambar-teramat penting dan secara standar obyektif dapat dibenarkan rasionalitasnya. Feyerabend menyajikan tiga argumen utama untuk klaim bahwa revolusi Copernicus terjadi melalui tipuan dan bukan argumen rasional. Pertama, Feyerabend mengatakan bahwa Galileo diam-diam, dan tanpa argumen yang baik, mendapat banyak lawan-lawannya untuk menerima bahwa bukti teleskopik lebih unggul daripada bukti-bukti yang diberikan oleh mata telanjang. Menurut Ptolemy, orang normal dalam kondisi normal memandang dunia dengan benar. Instrumen dari berbagai jenis adalah tidak dapat dipercaya ketika digunakan dalam sesuatu yang berada di luar jangkauan persepsi manusia normal. Feyerabend menunjukkan bahwa, bagaimanapun, Galileo menggunakan hasil pengamatan dengan teleskop sebagai bukti sentral terhadap gambaran Ptolemaic. Dia melakukan ini tanpa memiliki teori yang memadai tentang bagaimana teleskop bekerja, sebagai apa yang akan diperlukan untuk membantah klaim Ptolemaic. Misalnya, dengan mata telanjang, ukuran dan kecerahan Venus hampir terlihat berubah dari waktu ke waktu. Namun menurut catatan Copernicus, ukuran dan kecerlangan banyak yang harus bervariasi karena kadang-kadang berarti jaraknya lebih dekat ke bumi. Hal ini tampaknya memberikan Ptolemaists sanggahan dari Copernicanism. Namun, Galileo menemukan bahwa bila dilihat melalui teleskop, Venus berubah dalam ukuran dan kecerahan sesuai dengan prediksi Copernicus. Galileo menggunakan bukti teleskopik untuk membantah argumen Ptolemeus melawan Copernicanism. Tetapi argumen Galileo dibenarkan menganggap pengamatan teleskopik lebih dapat diandalkan dibandingkan pengamatan mata telanjang. Kedua, Feyerabend berpendapat bahwa Galileo tidak bisa berurusan dengan kritik penting dari Copernicanism secara memadai tanpa cukup asumsi akan kebenaran yang merupakan bagian penting dari teori Copernican. Saat ia tidak bisa mempertahankan pandangan rasionalnya, ia menggunakan Muslihat untuk mengubah orang agar menyetujui pandangannya. Mari saya jelaskan klaim kedua Feyerabend secara detail. Menurut Copernicans, bumi berputar pada porosnya dengan kecepatan tinggi, sehingga orang akan berpikir batu jatuh dari menara akan mendarat ratusan meter di belakang menara. Bahkan, mendarat di kaki menara. Ptolemaists mengambil ini menjadi sanggahan percobaan Copernicanism. Solusi Galileo untuk masalah ini adalah bahwa batu dan menara keduanya bergerak ke arah yang sama, tetapi kita tidak melihat bahwa batu bergerak dengan cara Copernicus karena kita hanya mengamati gerak relatif terhadap menara. Dengan menggunakan serangkaian contoh cerdik, Galileo menunjukkan bahwa persepsi kita sehari-hari tentang gerak kadang-kadang sangat keliru. Dia menunjukkan bahwa hal ini terjadi ketika kita melihat gerak hanya relatif terhadap beberapa objek yang diamati dan menganggap gerakan yang mutlak. Dia mendalilkan bahwa ini juga berlaku untuk kasus-kasus lainnya. Feyerabend mengatakan, bagaimanapun, bahwa argumen ini tidak berurusan dengan argumen menara, sebagaimana Galileo membutuhkan prinsip inersia untuk menunjukkan bahwa, dalam kasus tertentu, persepsi sehari-hari adalah keliru. Feyerabend menegaskan bahwa Galileo memperkenalkan prinsip inersia melingkar agar dengan benar berurusan dengan argumen menara. Prinsip inersia melingkar menyatakan bahwa sebuah benda yang bergerak dengan kecepatan sudut pada

9 gesekan bola di sekitar pusat bumi akan terus bergerak dengan kecepatan sudut yang sama selamanya. Jika prinsip ini benar, salah satu asumsi utama di balik argumen tower salah dan argumen tower tidak memiliki kekuatan sebagai kritik terhadap pandangan Copernicus. Namun, Feyerabend mengklaim bahwa Galileo memperkenalkan prinsip inersia melingkar tanpa pembenaran eksperimental. Jadi, dengan catatan Feyerabend, Galileo tidak berurusan dengan argumen Ptolemaic dengan menarik bukti eksternal; sebaliknya, ia menyelundupkan dalam suatu asumsi yang tidak konsisten dengan pandangan Ptolemeus tanpa berdebat untuk itu. Asumsinya adalah hipotesis ad hoc, sehingga Galileo tidak cukup berurusan dengan argumen menara. Ketiga, Feyerabend menegaskan bahwa Copernicus menggantikan standar Ptolemaic yang penting untuk menilai manfaat relatif dari teori yang melalui tipuan. Ptolemeus berpikir teoriteori ilmiah yang sangat baik dapat tiba dengan menggunakan intuisi seseorang untuk memahami prinsip universal di balik pengamatan sehari-hari. Mereka tidak peduli apakah teori harus dimodifikasi ad hoc untuk menjelaskan pengamatan. Misalnya, astronomi Ptolemeus yang berpusat pada bumi tidak dapat memprediksi pergerakan planet-planet atau bintang dengan menggunakan lingkaran sederhana atau potongan tetapi harus diubah dengan cara yang sangat kompleks, namun mereka tidak berpikir bahwa ini adalah suatu masalah. Sebaliknya, Copernicus kemudian sangat menekankan fakta bahwa astronomi heliosentris mereka memiliki kekuatan untuk memprediksi fakta-fakta baru. Feyerabend mengklaim bahwa untuk mengatasi masalah tersebut, Copernicans dan pendukung filsafat modern mereka telah menggunakan berbagai macam trik untuk menggantikan tampilan Ptolemaic dengan mereka sendiri, tanpa memberikan argumen yang baik. Argumen Feyerabend Dari Relativisme Terlepas dari argumen historis, Feyerabend memiliki argumen besar bagi klaim bahwa revolusi ilmiah tidak dapat dinilai telah rasional dengan standar obyektif. Hal ini dapat dibandingkan bahwa teori-teori merupakan gambaran dunia yang selalu mengacu pada item yang berbeda, sehingga kita tidak bisa membandingkan mereka secara rasional. Dengan ini tidaklah berarti bahwa teori yang dapat dibandingkan menangani domain yang berbeda dari penjelasan di dunia kita dan mengacu pada item yang berbeda. Dia tidak mengatakan, misalnya, bahwa teoriteori geologi dan teori ekonomi yang tidak dapat dibandingkan dan merujuk ke berbagai item. Sebaliknya ia mengatakan bahwa teori yang tidak dapat dibandingkan berurusan dengan item yang berbeda dalam domain yang sama penjelasannya. Misalnya, dengan catatannya, dalam mencoba untuk menjelaskan pergerakan planet-planet, Ptolemaists menyebut planet sebagaimana fitur bola kristal sedangkan Copernicans menyebut planet sebagai objek seperti bumi di langit. Baik Ptolemaic dan pandangan Copernican berurusan dengan domain yang sama penjelasannya, sehingga mereka mengecualikan satu sama lain dalam arti bahwa seseorang tidak percaya keduanya untuk menjadi kenyataan. Untuk memahami argumen Feyerabend secara detail, kita mempertimbangkan dua teori yang secara konseptual tidak dapat dibandingkan meskipun berhubungan dengan domain yang sama. Seperti yang kita lihat dalam Bab 1, mereka akan harus sedemikian rupa sehingga: (a) istilah deskriptif tunggal dari suatu teori tidak dapat didefinisikan dengan menggunakan istilah deskriptif yang lain, dan (b) penggunaan salah satu terminologi dari teori menjadikan tidak berlakunya ketentuan lainnya. Feyerabend berpendapat bahwa teori-teori tersebut harus mengacu pada dunia yang berbeda karena: Tentu kita tidak bisa berasumsi bahwa dua teori yang tidak dapat dibandingkan berurusan dengan satu kondisi dan tujuan yang sama atas suatu urusan (untuk membuat asumsi kita harus berasumsi bahwa keduanya merujuk pada situasi objektif yang sama. Tapi bagaimana kita dapat menyatakan bahwa keduanya mengacu pada situasi objektif yang sama ketika keduanya tidak pernah masuk akal bersama-sama? Selain itu, pernyataan tentang apa yang dapat dan tidak bisa diperiksa hanya jika hal dimaksud dijelaskan dengan benar, tapi kemudian akan muncul lagi masalah dengan kekuatan yang baru.) oleh karena itu, kecuali kita ingin berasumsi bahwa teori itu tidak berurusan dengan apapun, kita harus mengakui bahwa teori tersebut menghadapi dunia yang berbeda dan bahwa perubahan (dari satu dunia yang lain) telah dibawa oleh saklar dari suatu teori ke teori yang lainnya. (Feyerabend, 1978 b: 70)

10 Kesimpulan akhirnya adalah bahwa dua teori yang tidak dapat dibandingkan menghasilkan dunia yang berbeda dan dengan demikian tidak dapat secara obyektif dibandingkan. Jumlah ini merupakan relativisme ontologis, seperti yang sedang diklaim bahwa adopsi oleh sekelompok asumsi teoritis fundamental tertentu tentang sifat dunia kadang-kadang cukup untuk membuat asumsi-asumsi yang benar bagi mereka dan membuat asumsi dasar saingan palsu untuk mereka. Sebagaimana yang Feyerabend katakan pada argumennya, kegiatan epistemik kita mungkin memiliki pengaruh yang menentukan bahkan pada bagian paling kokoh kita mengenai kosmologis furnitur-mereka yang dapat membuat para dewa musnah dan digantikan dengan tumpukan atom dalam ruang kosong (Feyerabend, 1978 b: 70 ). Argumen ini tampaknya cacat sebagaimana adanya sekarang, untuk itu sepertinya kita mungkin dapat menggunakan istilah-istilah yang tidak termasuk kedalam kedua teori maupun yang netral di antara kedua teori tersebut, untuk merujuk ke item yang ada di dunia. Tampaknya kita kemudian bisa memeriksa apakah item dimaksud dijelaskan dengan baik oleh salah satu dari teori-teori ini dengan memeriksa prediksi yang dibuat oleh teori-teori tersebut. Sebagai contoh, itu mungkin dikatakan dalam bahasa Inggris yang umum bahwa planet adalah item di langit dan bagian dari sesuatu yang biasanya terlihat dengan cara tertentu, sehingga kita tidak mengalami kesulitan untuk menemukan apa yang sedang dimaksud. Tapi Feyerabend memperjelas hal lainnya bahwa ketika ia berbicara tentang teori-teori yang tidak dapat dibandingkan, ia hanya berbicara tentang teori yang tidak dapat dibandingkan tersebut merupakan gambaran dunia; yaitu, teori-teori yang berhubungan dengan segala sesuatu yang ada dengan segala fiturnya (Feyerabend, 1988: 269; 1981b: 154, teks utama dan fn 54). Dia mengklaim teori tersebut memiliki implikasi untuk penggunaan setiap istilah dalam konteks apapun. Dalam kasus dua gambaran dunia yang tidak kompatibel, tidak ada istilah deskriptif dalam satu bahkan sebagian didefinisikan dari segi istilah deskriptif yang lain. Selanjutnya, masing-masing teori mengesampingkan yang lainnya dalam arti bahwa adopsi suatu teori tidak memungkinkan sebagai bahan referensi dalam teori lainnya. Dalam pandangan Ptolemeus, langit, lihat, dan istilah lainnya memiliki arti sebagai sesuatu yang sangat berbeda dari apa yang mereka maksud dalam pandangan Copernicus. Jadi, menurut catatan Feyerabend, seorang Copernicus yang menggunakan pengertian umum dalam bahasa Inggris harus menggunakan istilah dalam pengertian Copernican, sementara Ptolemaist menggunakan bahasa Inggris yang umum harus menggunakan istilah dalam arti Ptolemaic. Selain itu, bahasa lainnya yang menjadi istilah dapat digunakan untuk merujuk kepada benda-benda yang relevan di langit dan akan diliputi oleh asumsi kosmologis beberapa gambaran dunia, sehingga penggunaan istilah tersebut tidak akan menjadi netral untuk alam dan kegiatan bintang beserta planet-planetnya. Diskusi Kritis Kritik Terhadap Argumen Sejarah Feyerabend Semua klaim kunci sejarah Feyerabend yang masuk akal dapat kembali menyela. Pertama, seperti yang saya tunjukkan dalam Bab 1, kita tidak perlu teori yang kompleks untuk mengetahui bahwa instrumen seperti teleskop adalah reliabel. Data teleskopik dapat diperiksa untuk akurasi dalam domain terestrial, dan itu masuk akal untuk ekstrapolasi (perluasan data di luar data yg tersedia, tetapi tetap mengikuti pola kecenderungan data yg tersedia itu) dari pengetahuan tersebut. Tanggapan Ptolemeus bahwa teleskop tidak dapat diandalkan dalam domain langit adalah tidak masuk akal jika seseorang menggunakan induksi, berbagai penalaran yang meyakinkan dari yang dapat ditegaskan tanpa mengemis pertanyaan sebagai mana teori fisika atau mekanika langit lebih unggul. Hal ini tentu saja mungkin, meskipun tidak masuk akal, bahwa teleskop tidak dapat diandalkan dalam domain langit, seperti yang diklaim Ptolemaists. Tapi dalam hal apapun, Galileo menggunakan inferensi kepada penjelasan terbaik untuk menunjukkan bahwa teori Copernicus sangat masuk akal, dan inferensi untuk penjelasan terbaik adalah metode lain penalaran yang memiliki hal meyakinkan yang dapat ditegaskan secara independen dari teori tertentu fisika atau mekanika langit. Dengan menggunakan asumsi Copernicus, Galileo mampu memprediksi

11 item apa yang akan terlihat seperti melalui teleskop sebelum item tersebut diamati. Pada banyak kesempatan, ilusi seharusnya tampak seperti hal-hal yang diharapkan menurut pandangan Copernicus. Pertimbangkan dua contoh ini: 1. Galileo memprediksi hilangnya dan munculnya kembali titik-titik yang diyakini bulan Jupiter. Seperti yang dia katakan, jika titik-titik artefak selalu dihasilkan oleh teleskop, mengapa ia berulang kali dapat berhasil untuk menghitung periode hilangnya titik tersebut dan kembali denganasumsi bahwa mereka adalah satelit Jupiter? 2. Ketika merekamelihat bulanmelalui teleskop, banyak pengamatindependenberpikirbahwa fiturdi bulantampak agakseperti gunungdan tampaknyamenyebabkan bayangandengan cara yang persis seperti gunungakanmenangkap bayangan.[5] Seperti yang Galileo tunjukkan, mengapa fitur tersebut akan terlihat seperti ini jika Ptolemaists benar?[6] Dalam kasus apapun, Galileo tidak hanya mendalilkan bahwa pengamatan mata telanjang yang biasa dari planet adalah tidak dapat diandalkan, tapi juga menunjukkan secara eksperimental bahwa iradiasi yang mengelilingi sumber cahaya yang kecil, cerah dan jauh mengacaukan penglihatan mata telanjang di malam hari. Dia menetapkan ini dengan eksperimen di mana kita melihat obor yang jauh di malam hari dan membandingkan ukuran jelasnya pada siang hari. Pada malam hari, obor muncul jauh lebih besar dari ukuran sebenarnya. (Ini sebenarnya menggunakan gaya yang disetujui dari argumen Ptolemaic untuk berdebat pada intinya, yaitu pengamatan di siang hari seorang pengamat normal ditentukan sebagai standar.) Selanjutnya, Galileo berpendapat bahwa ketika Venus dilihat pada waktu senja dengan mata telanjang. Ketika objek tersebut memiliki tingkat terang yang tidak normal dibandingkan latar belakangnya yang gelap akan menjadi berubah dalam ukurannya sehingga lebih sesuai dengan Copernicanism. Dengan demikian, jika kita menyiapkan kondisi eksperimental di mana kita memiliki alasan yang baik untuk berpikir bahwa iradiasi yang mengacaukan mata dihilangkan, planet-planet terlihat, seperti yang Copernicanism prediksi mereka akan terlihat, bahkan dengan mata telanjang (Chalmers, 1990: 56 ff. ) Feyerabend membalas argumen tersebut dengan menunjukkan bahwa banyak ilusi teleskopik adalah saling subjektif dan bahwa banyak pengamatan awal teleskopik adalah ilusi. Hal ini, tentu saja, juga berlaku bagi ilusi yang terjadi ketika kita menggunakan mata kita (dan Galileo mampu menunjukkan hal ini dengan mudah). Dengan demikian, fakta bahwa teleskop kadangkadang menghasilkan ilusi tidak menunjukkan bahwa mereka tidak dapat berfungsi dengan baik dalam banyak situasi. Lebih penting lagi, kita berbicara tentang prediksi yang cukup tepat dari penampilan ilusi yang seharusnya tertentu, dimana tidak dapat dijelaskan secara masuk akal dengan asumsi mereka yang adalah artefak dari teleskop. Tentu saja, Feyerabend benar jika mengatakan teleskop kadang-kadang tidak dapat diandalkan, tapi ini hanya berarti bahwa pengamatan memerlukan pemeriksaan antar-subyektif, jika mungkin, prediksi harus dibuat atas dasar teori. Klaim Galileo yang cukup baik didukung oleh argumen yang masuk akal. Pengamatan teleskopik yang dikenal sering tidak dapat diandalkan, tetapi Galileo berpendapat bahwa mereka bisa diandalkan dalam keadaan tertentu.[7] Fakta bahwa Galileo kadang-kadang salah, dan bahwa itu diketahui bahwa metodenya mungkin gagal, hal ini hanya menjadi penting jika seseorang salah mengasumsikan pengetahuan yang haruslah dapat diandalkan/reliabel. Kedua, klaim Feyerabend bahwa Galileo menggunakan inersia sirkular sebagai perangkat ad hoc adalah salah. Galileo telah melakukan percobaan rinci dengan bidang miring untuk menunjukkan bahwa keberadaan semacam inersia horisontal dapat dibuktikan secara eksperimental dengan menggunakan pengamatan mata telanjang sebelum ia secara terbuka membela pandangan Copernicus (Chalmers, 1986:. 12 ff). Setelah berurusan dengan bagian pertama dari kedua klaim historis Feyerabend ini, biarkan Saya beralih ke klaim ketiga mengenai kunci sejarah Feyerabend, yang menunjukan adanya perbedaan asli dan tidak terselesaikan dalam standar untuk menilai teori antara Ptolemaists dan Copernicans. Ini memang tampak seolah-olah Ptolemaists agak tidak cemas tentang memodifikasi hipotesis ad hoc. Namun, ketika kita ingat bahwa Ptolemaists dapat mengenali bahwa mereka harus

12 membenarkan asumsi itu masuk akal untuk memodifikasi hipotesis ad hoc dengan merujuk pada standar bersama, kasus Feyerabend dapat dilihat menjadi jauh lebih lemah. Pandangan Para Ptolemaic yang menjadi pandangan dominan di lingkungan intelektual pada saat itu, tetapi bukan satu-satunya pandangan yang ditawarkan. Ini hanya sebagian yang sangat mempengaruhi akal sehat masyarakat abad pertengahan akhir. Pandangan Ptolemaic itu terlihat memiliki masalah serius dari sudut pandang akal sehat sebagai revolusi Copernicus yang dikembangkan. Sampai sekitar masa Kepler dan Galileo, tidak ada yang menghasilkan suatu teori yang tidak harus jauh dimodifikasi ad hoc sebelum dapat digunakan sebagai alat untuk membuat beberapa prediksi. Hal tersebut akan menjadi sia-sia untuk menyatakan bahwa teori tidak boleh ad hoc, dan harus memprediksi banyak fakta baru karena hanya tidak tampak dalam teori tersebut dan itu tidak jelas bahwa siapa pun bisa menghasilkannya. Namun sejak saat itu, program penelitian Copernicus mulai memproduksi serangkaian prediksi yang luar biasa dari fakta-fakta baru. Dari perspektif yang masuk akal, ini menawarkan sesuatu yang baru dan semacam bukti yang mendukung program Copernicus yang tidak terbayangkan. Standar ilmiah untuk menilai teori-teori yang rasional diubah ketika menjadi jelas teori mana yang harus digunakan dalam hal tersebut. Dari sudut pandang pergeseran rasional ini pada standar ilmiah yang dimotivasi oleh akal sehat, pandangan Ptolemeus dipandang cukup tidak masuk akal. Selain itu, seperti yang saya telah katakan, Galileo akan mengklaim bahwa teorinya tentang kecenderungan dan sifat benda dapat dibenarkan dengan menggunakan pengamatan seharihari, seperti yang orang-orang lakukan dengan memanfaatkan bidang miring atau dengan mengamati Venus di senjakala. Banyak klaim umum itu dari satu sama lainnya dihasilkan melalui hasil observasi sehari-hari yang membuat Ptolemais akan terpaksa menyetujui, bahkan pada asumsi mereka sendiri. Dengan cara ini, Galileo bisa menggunakan metode Ptolemeus dalam memperoleh pengetahuan untuk memperluas cara-cara di mana orang bisa mendapatkan pengetahuan (misalnya dengan menggunakan teleskop), mengkritik keandalan teknik yang disetujui dalam keadaan tertentu (misalnya dengan menunjukkan pengamatan mata telanjang di malam hari tidak bisa diandalkan), dan mengkritik teori fisika dan kosmologi Ptolemaic (misalnya dengan berdebat secara logis bagi keberadaan planet lain seperti kita sendiri). Pandangan para Ptolemaic itu tidak nampak sebagai jaringan mulus dari ide yang membentuk gambaran dunia, tetapi sesuatu yang sebagiannya dapat orang gunakan untuk mengkritik orang lain. Dengan demikian, klaim historis ketiga Feyerabend juga adalah salah. Ada satu masalah penting pada catatan Feyerabend tentang sejarah dalam revolusi Copernicus adalah bahwa ia berbicara seolah-olah pandangan Ptolemeus meresap dalam segala aspek kehidupan sehari-hari dengan cara dimana hal tersebut membuat semua pengamatan dan argumen tergantung pada asumsi Ptolemeus. Artinya, ia berbicara seolah-olah teori itu adalah gambaran dunia. Namun pandangan Ptolemeus telah relatif baru menjadi doktrin yang lebih atau kurang resmi dan doktrin lainnya secara luas dibahas. Hal ini juga diketahui bahwa argumen Ptolemeus telah ditantang di zaman kuno dan Ptolemais masih harus mempertahankan pandangan mereka. Selanjutnya, banyak pemikir yang cenderung untuk menerima beberapa aspek dari pandangan Ptolemeus tetapi tidak dengan aspek yang lainnya. Gambaran menyeluruh dari keyakinan yang diandaikan oleh Feyerabend tidak konsisten dengan bukti-bukti sejarah. Akhirnya, standar yang masuk akal dapat digunakan untuk menilai baik itu terhadap pandangan Ptolemaic serta saingannya.[8] Permasalahan yang melingkupi catatan Feyerabend tentang evolusi Copernicus adalah masalah yang menembus semua catatan relativistik yang berpikiran tentang peristiwa historis. Untuk tujuan kesederhanaan, antropolog sering menggambarkan asumsi tertentu sebagai asumsi yang berlaku dalam masyarakat yang saling berhubungan serta membentuk segala sesuatu. Namun asumsi ini lebih dari bauran pandangan yang kadang-kadang bertentangan dibanding keseluruhan konsep terpadu. Selain itu, seluruh masyarakat manusia yang sebenarnya berisi penentang yang menganut pandangan yang sangat berbeda dan yang memiliki pandangan yang terbilang dikenal secara luas.[9] Pada akhirnya, meskipun para pendukung yang disebut pandangan yang berlaku mengakui berbagai persoalan dengannya dan berusaha untuk mengatasinya.

13 Permasalahan penting lain dengan catatan Feyerabend adalah bahwa ia menganggap bahwa penalaran seseorang yang meyakinkan ditentukan oleh apa yang sedang ditentukan oleh pandangan yang dianggap berlaku. Dengan demikian, ia menganggap bahwa Ptolemais tidak bisa dibujuk oleh penalaran yang tidak seharusnya berada di luar hal masuk akal tentang teori Ptolemaic. Tetapi orang-orang kadang-kadang akan menemukan alasan tertentu yang meyakinkan, apakah itu ditentukan atau tidak. (Hal ini tampaknya terutama berlaku ketika penalaran melibatkan kepentingan praktis mereka.). Saya menyarankan bahwa ini adalah karena, sama seperti ketika kita telah dilatih dalam lingkungan tertentu, struktur biologis kita akan menyebabkan cara tertentu untuk kita mengenai hal yang harus dilihat, maka demikian juga argumen yang akan menyerang dengan meyakinkan membuat secara wajar bertahan terhadap pengaruh teoritis. Saya mengusulkan bahwa banyak intuisi kita tentang alasan yang masuk akal tidak terpengaruh oleh keyakinan teoritis kita. Tentu saja, sama seperti kita dapat belajar untuk mengesampingkan laporan secara prima facie (berdasarkan kesan pertama; diterima sebagai benar sampai dibuktikan sebaliknya.) dari indera kita, kita dapat belajar untuk mengesampingkan laporan intuisi kita tentang jenis argumen. Akan tetapi jika Saya memang benar, laporan ini akan mempertahankan kekuatan residual tertentu, dan dapat dibawa kedalam peran ketika standar yang diterima meluas karena menilai manfaat relatif dari teori yang bersangkutan.[10] Saya telah membahas studi kasus Feyerabend yang paling penting dan menemukan catatannya tidak masuk akal. Namun, pembaca harus memperhatikan bahwa Feyerabend benar untuk mengajak bahwa sebagian masalah secara empiris mengenai apakah perubahan radikal dalam teori-teori ilmiah terjadi dengan alasan objektif yang baik. Itu selalu mungkin bahwa baru saja ditemukan materi historis yang mungkin menanggung analisis Feyerabend tentang revolusi ilmiah. Hal ini juga selalu mungkin bahwa bahan empiris akan terungkap dan meruntuhkan beberapa klaim non-historis yang telah Saya gunakan untuk mengkritisi Feyerabend. Misalnya, klaim saya bahwa ada akal sehat yang mendasari dimana kita bisa menilai masuk akal argumen dan yang melampaui batas perspektif teoritis tertentu, klaim ini merupakan klaim yang dapat diuji tentang psikologi manusia. Dengan demikian, apakah catatan Feyerabend adalah benar atau tidak sangat bergantung pada penemuan empiris. Kritik Terhadap Relativisme Argumen Feyerabend untuk relativisme tidak bekerja karena dua alasan. Pertama, ia tidak bisa menunjukkan kepada kita bahwa ada dua gambaran dunia yang dapat dibandingkan mengacu pada item dalam dunia yang berbeda. Dalam Asumsinya, untuk menunjukkan hal tersebut dalam gambaran dunia kita, ia akan perlu untuk menunjukkan hal tersebut ketika menggunakan konsep dan asumsi dasar. Tapi ini tidak mungkin, karena, dengan catatanya, referensi dari konsep-konsep kita ditentukan oleh asumsi dasar kita mengenai gambaran dunia yang sangat berbeda dari asumsi dalam dalil gambaran dunia lainnya. Ini berarti bahwa dalam gambaran dunia kita konsep dalam gambaran dunia lainnya seharusnya tidak dapat merujuk. Dengan demikian, ketika dia bergantung pada asumsi dasar kita untuk berpendapat bahwa konsepkonsep dalam gambaran dunia lain juga merujuk, dia harus gagal. Kedua, untuk mendirikan relativisme tersebut tepat ketika mempresentasikan argumen yang digunakan pada konsep kita, ia akan perlu untuk menunjukkan bahwa beberapa orang di dunia kita juga memiliki gambaran dunia secara radikal dapat dibandingkan dengan kita dan menghuni dunia yang berbeda. (Jika mereka hanya menghuni dunia yang dihasilkan oleh gambaran dunia mereka, kita tidak bisa memiliki bukti bahwa mereka eksis menggunakan konsep gambaran dunia kita.) Ini berarti bahwa memahami individu harus menghuni kedua dunia pada saat yang sama karena, untuk memahami dunia Anda harus berada di dalamnya, dan dianggap dalam dunia Anda harus berada di dalamnya. Tapi, hal ini berarti bahwa jika Feyerabend bisa menunjukkan ada dua dunia, harus ada satu dunia sebagai istilah yang kita gunakan untuk merujuk kepada seseorang di dunia kita juga harus mengacu pada individu yang sama di dunia lain.

Galileo and the Science of Mechanics

Galileo and the Science of Mechanics Galileo and the Science of Mechanics Galileo and the Science of Mechanics http://www.google.co.id/imgres?q=galileo+and+the+science+of+mechanic/ ILMU astronomi dikaitkan dengan imamat dan tradisi ilmiah

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

Periode Renaissance. awal kebangkitan kembali aktivitas ilmiah dari belenggu agama.

Periode Renaissance. awal kebangkitan kembali aktivitas ilmiah dari belenggu agama. Periode Renaissance awal kebangkitan kembali aktivitas ilmiah dari belenggu agama. RENAISSANCE Tidak ada demarkasi tunggal yg memisahkan periode Pertengahan dan masa sesudahnya. Renaissance boleh jadi

Lebih terperinci

THOMAS KUHN. Ajat Sudrajat FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAKWA, MANDIRI, CENDEKIA.

THOMAS KUHN. Ajat Sudrajat FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAKWA, MANDIRI, CENDEKIA. THOMAS KUHN Ajat Sudrajat ajat@uny.ac.id FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SCIENTIFIC REVOLUTIONS Scientific revoloutions, bentuk plural, artinya meliputi kurun waktu yang luas, peralihan

Lebih terperinci

TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL KETUA

TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL KETUA TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL 071211133053 KETUA 2. MAS ULA 071211132008 SEKRETARIS 3. VINANDA KARINA D. P

Lebih terperinci

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Teori Relativitas Umum Sebelum teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga

Lebih terperinci

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain. TUHAN? Gagasan manusia tentang Tuhan memiliki sejarah, karena gagasan itu selalu mempunyai arti yang sedikit berbeda bagi setiap kelompok manusia yang menggunakannya di berbagai periode waktu. Gagasan

Lebih terperinci

BAB 1 : MASSA, ENERGI, RUANG, DAN WAKTU

BAB 1 : MASSA, ENERGI, RUANG, DAN WAKTU BAB 1 : MASSA, ENERGI, RUANG, DAN WAKTU A. Pengertian Dasar Setiap hari kita melihat berbagai macam hal di lingkungan sekitar. Ada banyak hal yang bisa diamati. Misalnya jenis kendaraan yang melintas di

Lebih terperinci

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( ) FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE (1866-1952) Filsafat Sejarah Croce (1) Benedetto Croce (1866-1952), merupakan pemikir terkemuka dalam mazhab idealisme historis. Syafii Maarif mengidentifikasi empat doktrin

Lebih terperinci

SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH

SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH l Edisi 048, Februari 2012 P r o j e c t SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH i t a i g k a a n D Sulfikar Amir Edisi 048, Februari 2012 1 Edisi 048, Februari 2012 Sains, Islam, dan Revolusi Ilmiah Tulisan

Lebih terperinci

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif,

Lebih terperinci

MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim

MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim Jika Tuhan itu ada, Mahabaik, dan Mahakuasa, maka mengapa membiarkan datangnya kejahatan?

Lebih terperinci

Minggu ketiga. Newton : Hukum-hukum Gerak Dr.Arief Hermanto, Msc

Minggu ketiga. Newton : Hukum-hukum Gerak Dr.Arief Hermanto, Msc Minggu ketiga Newton : Hukum-hukum Gerak Dr.Arief Hermanto, Msc Kita ulang dulu perbandingan antara Aristoteles (A) dan Galileo (G). K = Komentar.. ----------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. serta merta membuat sosiologi ilmu menggunakan metode-metode filsafat.pada

BAB V PENUTUP. serta merta membuat sosiologi ilmu menggunakan metode-metode filsafat.pada BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah sosiologi ilmu tidak lain adalah sejarah dari pelimpahan warisan metafisika perkemabangan filsafat ilmunya. Terbentang dari tradisi keilmuan China, Yunani, dan kemudian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PADJADJARAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN BIOLOGI DASAR Bab 1 PENDAHULUAN TIM DOSEN BIOLOGI DASAR JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN 1 Definisi biologi Biologi (bios hidup + logos ilmu): ilmu

Lebih terperinci

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Erna Karim DEFINISI AGAMA MENGUNDANG PERDEBATAN POLEMIK (Ilmu Filsafat Agama, Teologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Perbandingan Agama) TIDAK ADA DEFINISI AGAMA YANG

Lebih terperinci

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT Prof. Dr. Almasdi Syahza,, SE., MP Peneliti Senior Universitas Riau Email : asyahza@yahoo.co.id syahza.almasdi@gmail.com Website : http://almasdi.staff.unri.ac.id Pengertian

Lebih terperinci

FILSAFAT PENGANTAR TERMINOLOGI

FILSAFAT PENGANTAR TERMINOLOGI FILSAFAT PENGANTAR Kata-kata filsafat, filosofi, filosofis, filsuf, falsafi bertebaran di sekeliling kita. Apakah pemakaiannya dalam kalimat-kalimat sudah tepat atau sesuai dengan arti yang dimilikinya,

Lebih terperinci

MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS

MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS Walaupun teori adalah suatu abstraksi dari realitas, penting disadari akan hubungan antara keduanya. Teori bukanlah murni abstrak, tanpa berdasarkan pengalaman yang nyata.

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dan Logika

Filsafat Ilmu dan Logika Filsafat Ilmu dan Logika Modul ke: METODE-METODE FILSAFAT Fakultas Psikologi Masyhar Zainuddin, MA Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengantar metode filsafat bukanlah metode ketergantungan

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Modul ke: PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Fakultas 10FEB Melisa Arisanty. S.I.Kom, M.Si Program Studi MANAJEMEN PANCASILA SEBAGAI ETIKA BERNEGARA Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Saeful Ulum, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Saeful Ulum, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alasan rasional dan esensial yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini di antaranya berdasarkan pada dua hal utama, yaitu 1) Opini masyarakat

Lebih terperinci

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 10Fakultas Dr. PSIKOLOGI ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id . Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Ilmu Beberapa

Lebih terperinci

BAB IV ALIRAN-ALIRAN SEPUTAR EKSISTENSI TUHAN

BAB IV ALIRAN-ALIRAN SEPUTAR EKSISTENSI TUHAN BAB IV ALIRAN-ALIRAN SEPUTAR EKSISTENSI TUHAN Aliran-aliran pemikiran seputar keberadaan Tuhan lahir dan berbagai sikap baik yang menerima, menolak, maupun yang acuh tak acuh. Masing-masing kemudian membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada hakikatnya, matematika merupakan induk dari ilmu pengetahuan lain dan sekaligus berperan untuk membantu perkembangan ilmu tersebut (Suherman, 2012).

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009 BAB I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Berangkat dari sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa Estetika sebagai logika, mengantarkan saya untuk mencoba mendalami dan menelusuri tentang keduanya, serta

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Berbicara mengenai filsafat, yang perlu diketahui terlebih dahulu bahwa filsafat adalah induk dari segala disiplin ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

Hubungan Sains dan Agama

Hubungan Sains dan Agama Hubungan Sains dan Agama Pendahuluan Di akhir dasawarsa tahun 90-an sampai sekarang, di Amerika Serikat dan Eropa Barat khususnya, berkembang diskusi tentang sains (ilmu pengetahuan) dan agama (kitab suci).

Lebih terperinci

BENARKAN TAHUN INI ADA MATAHARI KEMBAR?

BENARKAN TAHUN INI ADA MATAHARI KEMBAR? BENARKAN TAHUN INI ADA MATAHARI KEMBAR? Anak saya dan beberapa sahabat di Banjarmasin terperangah ketika membaca berita harian Banjarmasin Post edisi Senin 24 Januari 2011 pada halaman pertama memuat sebuah

Lebih terperinci

Metode, Sikap, Proses, dan Implikasi Ilmiah. Sulistyani, M.Si.

Metode, Sikap, Proses, dan Implikasi Ilmiah. Sulistyani, M.Si. Metode, Sikap, Proses, dan Implikasi Ilmiah Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id Berlatar belakang Penalaran deduktif (rasionalisme) dan induktif (empirisme) memiliki kelemahan dalam mengungkap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemikiran Yoga dapat dilihat sebagai suatu konstelasi pemikiran filsafat, bukan hanya seperangkat hukum religi karena ia bekerja juga mencapai ranah-ranah

Lebih terperinci

LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN. Oleh Agus Hasbi Noor

LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN. Oleh Agus Hasbi Noor LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN Oleh Agus Hasbi Noor Ilmu dan Proses Berpikir Ilmu atau sains adalah pengetahuan tentang fakta-fakta, baik natura atau sosial yang berlaku umum dan sistematik.

Lebih terperinci

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI Oleh NIM : Boni Andika : 10/296364/SP/23830 Tulisan ini berbentuk critical review dari Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Filsafat, Teori dan Metodologi

Lebih terperinci

EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR

EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi UPN Veteran Jawa Timur Pengantar Epistemologi merupakan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN PENDAHULUAN. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMU DAN PENDAHULUAN. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI PENDAHULUAN Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Filsafat Secara Etimologis : kata filsafat berasal

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

ALAM SEMESTA. Gambar 1.1: Batas alam semesta (sumber: www. wikipedia indonesia.com)

ALAM SEMESTA. Gambar 1.1: Batas alam semesta (sumber: www. wikipedia indonesia.com) ALAM SEMESTA Sekali waktu tataplah langit di malam hari. Bayangkan jika dapat terbang menembus langit dan melewati bintang-bintang. Di atas ketinggian kita juga menatap bumi yang kita tinggalkan, maka

Lebih terperinci

Revelation 11, Study No. 13 in Indonesian Language. Seri Kitab Wahyu Pasal 11, Pembahasan No. 13, oleh Chris

Revelation 11, Study No. 13 in Indonesian Language. Seri Kitab Wahyu Pasal 11, Pembahasan No. 13, oleh Chris Revelation 11, Study No. 13 in Indonesian Language Seri Kitab Wahyu Pasal 11, Pembahasan No. 13, oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di Pemahaman Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu.

Lebih terperinci

KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL. Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si

KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL. Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si Pendahuluan Saat ini, dimanapun di dunia ini, klien berjuang di dalam berbagai lembaga untuk menemui pekerja sosial. Barangkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial yang berlaku dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan

Lebih terperinci

ALAM SEMESTA. Pernahkah kamu bayangkan betapa luas alam semesta tempat kita tinggal? Seberapa jauhkah jarak yang dapat kamu bayangkan?

ALAM SEMESTA. Pernahkah kamu bayangkan betapa luas alam semesta tempat kita tinggal? Seberapa jauhkah jarak yang dapat kamu bayangkan? ALAM SEMESTA Pernahkah kamu bayangkan betapa luas alam semesta tempat kita tinggal? Seberapa jauhkah jarak yang dapat kamu bayangkan? bumi hanyalah sebesar debu jika dibandingkan dengan ukuran alam semesta

Lebih terperinci

Konsep Politik Menurut Pemikiran Filsuf Barat. By : Amaliatulwalidain, MA

Konsep Politik Menurut Pemikiran Filsuf Barat. By : Amaliatulwalidain, MA Konsep Politik Menurut Pemikiran Filsuf Barat By : Amaliatulwalidain, MA NEGARA KOTA Apakah negara-negara kota itu? Terlebih dahulu perlu dijelaskan bahwa persepsi kita mengenai negara saat ini jelas berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu jenis media dimana penyampaianya berupa teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh tertentu ataupun

Lebih terperinci

Para Filsuf [sebahagian kecil contoh] Oleh Benny Ridwan

Para Filsuf [sebahagian kecil contoh] Oleh Benny Ridwan Para Filsuf [sebahagian kecil contoh] Oleh Benny Ridwan 1 Socrates adalah filsuf Yunani. Ia sangat berpengaruh dan mengubah jalan pikiran filosofis barat melalui muridnya yang paling terkenal, Plato. Socrates

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan Filsafat merupakan disiplin ilmu yang terkait dengan masalah kebijaksanaan. Hal yang ideal bagi hidup manusia adalah ketika manusia berpikir

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

DAFTAR ISI. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE PROSES Acara Cepat KLRCA Bagian II SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI Bagian III PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

Lebih terperinci

TUGAS PAPER FILSAFAT SAINS MEMAHAMI PARADIGMA SAINS DALAM IPA SEBAGAI KESEPAKATAN KOLEKTIF DIANTARA PARA ILMUAN

TUGAS PAPER FILSAFAT SAINS MEMAHAMI PARADIGMA SAINS DALAM IPA SEBAGAI KESEPAKATAN KOLEKTIF DIANTARA PARA ILMUAN TUGAS PAPER FILSAFAT SAINS MEMAHAMI PARADIGMA SAINS DALAM IPA SEBAGAI KESEPAKATAN KOLEKTIF DIANTARA PARA ILMUAN Oleh RAHMAWATI M / NIM : 30215005 RIRI JONUARTI / NIM : 30215004 PROGRAM STUDI DOKTOR FISIKA

Lebih terperinci

A. Proses Pengambilan Keputusan

A. Proses Pengambilan Keputusan A. Proses Pengambilan Keputusan a) Definisi Menurut James A.F. Stoner, keputusan adalah pemilihan di antara berbagai alternatif. Definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu: (1) ada pilihan atas dasar

Lebih terperinci

Kepemimpinan dalam Fisika

Kepemimpinan dalam Fisika Kepemimpinan dalam Fisika (Prof. Yohanes Surya Ph.D/Chairman Surya Institute) Fisika adalah ilmu tentang alam. Dalam fisika kita belajar bagaimana cara alam bekerja. Dalam Fisika kita juga belajar apa

Lebih terperinci

PENDAPAT TERPISAH HAKIM ZEKIA

PENDAPAT TERPISAH HAKIM ZEKIA Saya menyetujui, dengan segala hormat, bagian pengantar keputusan terkait prosedur dan fakta dan juga bagian penutup tentang dengan penerapan Pasal 50 (pas. 50) dari Konvensi terhadap kasus ini. Saya juga

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS 3.1 Teori Kritis Jurgen Habermas Habermas berasumsi bahwa modernitas merupakan sebuah proyek yang belum selesai. Ini artinya masih ada yang perlu untuk dikerjakan kembali.

Lebih terperinci

GERHANA MATAHARI DAN GERHANA BULAN

GERHANA MATAHARI DAN GERHANA BULAN GERHANA MATAHARI DAN GERHANA BULAN Tanpa disadari sebenarnya kita selalu berputar dimuka bumi ini sesuai dengan bumi dan tata surya. Sistem tata surya kita yang terdiri dari 9 planet, bulan, komet (asteroid)

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU RESENSI BUKU Judul : Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan Penulis : Mohammad Muslih Penerbit : Belukar Yogyakarta Cetakan : I, 2005 Tebal : XI + 269 halaman

Lebih terperinci

MENYENANGI MATEMATIKA DAN SAINS MELALUI ASTRONOMI* 1

MENYENANGI MATEMATIKA DAN SAINS MELALUI ASTRONOMI* 1 MENYENANGI MATEMATIKA DAN SAINS MELALUI ASTRONOMI* 1 Oleh Judhistira Aria Utama Laboratorium Bumi dan Antariksa Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

ILMU, METODE ILMIAH DAN PENELITIAN ILMIAH KULIAH MATERI

ILMU, METODE ILMIAH DAN PENELITIAN ILMIAH KULIAH MATERI PERTEMUAN 1 DOSEN VED,SE.,MSI.,AK.,CA MATERI ILMU, METODE ILMIAH DAN PENELITIAN ILMIAH KULIAH MATERI ILMU, METODE ILMIAH DAN PENELITIAN ILMIAH 1.1 Pengertian dan Komponen Ilmu 1.2 Metode Ilmiah 1.3 Penelitian

Lebih terperinci

Negara Jangan Cuci Tangan

Negara Jangan Cuci Tangan Negara Jangan Cuci Tangan Ariel Heryanto, CNN Indonesia http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160426085258-21-126499/negara-jangan-cuci-tangan/ Selasa, 26/04/2016 08:53 WIB Ilustrasi. (CNN Indonesia)

Lebih terperinci

Astronomi Sabar Nurohman, M.Pd

Astronomi Sabar Nurohman, M.Pd Astronomi Sabar Nurohman, M.Pd Sabar Nurohman Dafatar Isi Bumi dalam Bola Langit Tata Surya Sistem Bumi-Bulan Gerak Planet dan Satelit Fisika Bintang Evolusi Bintang Galaksi Struktur Jagad Raya Bumi dan

Lebih terperinci

HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN

HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN Pernahkah Anda berpikir; mengapa kita bisa begitu mudah berjalan di atas lantai keramik yang kering, tetapi akan begitu kesulitan jika lantai

Lebih terperinci

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PERENIALISME Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FILSAFAT ILMU Filsafat: upaya sungguh-sungguh dlm menyingkapkan segala sesuatu, sehingga pelakunya menemukan inti dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki kesempurnaan lebih dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dalam al-quran, Allah berfirman:

Lebih terperinci

PERSEPSI TERHADAP ALAM (3)

PERSEPSI TERHADAP ALAM (3) PERSEPSI TERHADAP ALAM (3) Suyoso suyoso@uny.ac.id UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Persepsi terhadap Alam Orang Babylonia Puncak pemikiran Mitos adalah Zaman Babylonia (700 600 SM). Mereka menyatakan bahwa

Lebih terperinci

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Konsep (pengertian) ilmu pengetahuan Memahami dan menjelaskan konsep (pengertian) ilmu pengetahuan secara umum Hubungan sosiologi dengan ilmu-ilmu sosial lainnya Memahami

Lebih terperinci

Tinjauan Buku. Alvin Plantinga, Where The Conflict Really Lies: Science, Religion and Naturalism (New York: Oxford University, 2011), 376 halaman.

Tinjauan Buku. Alvin Plantinga, Where The Conflict Really Lies: Science, Religion and Naturalism (New York: Oxford University, 2011), 376 halaman. Tinjauan Buku Alvin Plantinga, Where The Conflict Really Lies: Science, Religion and Naturalism (New York: Oxford University, 2011), 376 halaman. Tesis utama Plantinga dalam buku ini ialah bahwa konflik

Lebih terperinci

ESSENTIALS OF RESEARCH DESIGN AND METHODOLOGY Rintania, 09/292890/PTK/06245 Ain Sahara, 10/308643/PTK/07002 Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

ESSENTIALS OF RESEARCH DESIGN AND METHODOLOGY Rintania, 09/292890/PTK/06245 Ain Sahara, 10/308643/PTK/07002 Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta ESSENTIALS OF RESEARCH DESIGN AND METHODOLOGY Rintania, 09/292890/PTK/06245 Ain Sahara, 10/308643/PTK/07002 Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta BAB 1 1.1 Pendahuluan Didefinisikan secara luas, tujuan

Lebih terperinci

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Oleh : Agustina Abdullah *) Arti dan Pentingnya Filsafat Ilmu Manusia mempunyai seperangkat pengetahuan yang bisa membedakan antara benar dan salah,

Lebih terperinci

RINGKASAN BAB VII KERANGKA KONSEPTUAL FASB

RINGKASAN BAB VII KERANGKA KONSEPTUAL FASB RINGKASAN BAB VII KERANGKA KONSEPTUAL FASB Setelah mengetahui anggota dari panitia pembuat dokumen (FASB) dan berasal dari AICPA, APB dan AAA. Rangkaian dari dokumen sangatlah penting, dimana dua hal yang

Lebih terperinci

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA CIREBON

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA CIREBON PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa

Lebih terperinci

TANTANGAN FILSAFAT ILMU DALAM PERKEMBANGAN GEOGRAFI YULI IFANA SARI

TANTANGAN FILSAFAT ILMU DALAM PERKEMBANGAN GEOGRAFI YULI IFANA SARI TANTANGAN FILSAFAT ILMU DALAM PERKEMBANGAN GEOGRAFI YULI IFANA SARI RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana peranan filsafat ilmu dalam perkembangan ilmu pengetahuan? 2. Bagaimana perkembangan ilmu geografi? 3. Apa

Lebih terperinci

Minggu ke 4 Newton : Hukum Gravitasi

Minggu ke 4 Newton : Hukum Gravitasi Minggu ke 4 Newton : Hukum Gravitasi Kontribusi Newton pada Fisika Hukum-hukum Gerak ( Hukum 1, 2, dan 3 Newton) Hukum Gravitasi. Hukum Gravitasi Newton mungkin boleh dikatakan sebagai dasar bagi Kosmologi

Lebih terperinci

Misiologi David Bosch

Misiologi David Bosch Misiologi David Bosch Definisi Sementara Misi. 1. Iman Kristen bersifat misioner, atau menyangkali dirinya sendiri. Berpegang pada suatu penyingkapan yang besar dari kebenaran puncak yang dipercayai penting

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Etika Michael Hariadi / Teknik Elektro

Dasar-Dasar Etika Michael Hariadi / Teknik Elektro Dasar-Dasar Michael Hariadi / 1406564332 Teknik Elektro Sama halnya antara karakter dan kepribadian, demikian juga antara etika dan moralitas yang penggunaan sering menjadi rancu. berasal dari bahasa Yunani,

Lebih terperinci

Berpikir Kritis (Critical Thinking)

Berpikir Kritis (Critical Thinking) Berpikir Kritis (Critical Thinking) What Is Critical Thinking? (Definisi Berpikir Kritis) Kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional, yang meliputi kemampuan untuk berpikir reflektif dan independen Definisi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE PROSES Acara Cepat KLRCA Bagian II SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI Bagian III PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

Lebih terperinci

MATERI KULIAH ILMU NEGARA MATCH DAY 2 PERKEMBANGAN ILMU NEGARA DARI MASA KE MASA

MATERI KULIAH ILMU NEGARA MATCH DAY 2 PERKEMBANGAN ILMU NEGARA DARI MASA KE MASA MATERI KULIAH ILMU NEGARA MATCH DAY 2 PERKEMBANGAN ILMU NEGARA DARI MASA KE MASA Kapan timbulnya ilmu negara (pemikiran tentang negara dan hukum)?. Teori-teori pemahaman tentang negara atau ilmu-ilmu yang

Lebih terperinci

Week 2 Metode Ilmiah

Week 2 Metode Ilmiah Week 2 Metode Ilmiah You, you, and you. Wake up!!! 1. Sebutkan dan jelaskan beberapa ciri lingkungan media baru! 2. Apa yang dimaksud dengan agen? Bagaimanakah cara kerja agen yang dapat membantu manusia?

Lebih terperinci

PENGETAHUAN FILOSOFIS

PENGETAHUAN FILOSOFIS Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1 PENGETAHUAN FILOSOFIS Mata Kuliah: Filsafat Ilmu Sosial Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 2 Secara Harfiah: Berasal dari bahasa Yunani philein artinya cinta dan sophia

Lebih terperinci

BAB I KONTEK PENELITIAN

BAB I KONTEK PENELITIAN BAB I KONTEK PENELITIAN Pembahasan bagian ini menempatkan kegiatan penelitian ke dalam beberapa aspek penelitian. Aspek pertama akan membahas penelitian yang bersifat positif dan ilmiah dan diproses untuk

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090)

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090) Akal dan Pengalaman Filsafat Ilmu (EL7090) EROPA History TEOLOGI ±10 Abad COSMOS RENAISSANCE Renaissance Age ITALY Renaissance = Kelahiran Kembali - TEOLOGIS - Rasionalitas dan Kebebasan Berfikir Martabat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

Mengapa Sosialisme? Albert Einstein

Mengapa Sosialisme? Albert Einstein Mengapa Sosialisme? Albert Einstein Apakah pantas bagi seseorang yang bukan merupakan pakar di bidang persoalan sosial dan ekonomi mengemukakan pandangannya berkaitan dengan sosialisme? Karena berbagai

Lebih terperinci

Bab 3 Filsafat Ilmu. Agung Suharyanto,M.Si. Psikologi - UMA

Bab 3 Filsafat Ilmu. Agung Suharyanto,M.Si. Psikologi - UMA Bab 3 Filsafat Ilmu Agung Suharyanto,M.Si Psikologi - UMA 2017 Definisi Filsafat Ilmu Robert Ackermann Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapatpendapat ilmiah dewasa

Lebih terperinci

MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER

MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER l Edisi 001, Oktober 2011 Edisi 001, Oktober 2011 P r o j e c t i t a i g D k a a n MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER Ihsan Ali Fauzi 1 Edisi 001, Oktober 2011 Informasi Buku: Abdullahi Ahmed An- Na`im,

Lebih terperinci

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada KESIMPULAN UMUM 303 Setelah pembahasan dengan menggunakan metode tiga telaah, deskriptif-konseptual-normatif, pada bagian akhir ini, akan disampaikan kesimpulan akhir. Tujuannya adalah untuk menyajikan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU PENGERTIAN ILMU KARAKTERISTIK ILMU Ernest van den Haag JENIS JENIS ILMU

DASAR-DASAR ILMU PENGERTIAN ILMU KARAKTERISTIK ILMU Ernest van den Haag JENIS JENIS ILMU DASAR-DASAR ILMU Ilmu adalah hal mendasar di dalam kehidupan manusia. Dengan ilmu manusia akan mengetahui hakikat dirinya dan dunia sekitarnya. Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis

Lebih terperinci

NATURALISME (1) Naturalisme 'natura' Materialisme

NATURALISME (1) Naturalisme 'natura' Materialisme NATURALISME (1) Naturalisme adalah teori yang menerima 'natura' (alam) sebagai keseluruhan realitas. Naturalisme adalah kebalikan dari dari istilah supernaturalisme yang mengandung pandangan dualistik

Lebih terperinci

PANDUAN PENJURIAN DEBAT BAHASA INDONESIA. Disusun oleh: Rachmat Nurcahyo, M.A

PANDUAN PENJURIAN DEBAT BAHASA INDONESIA. Disusun oleh: Rachmat Nurcahyo, M.A PANDUAN PENJURIAN DEBAT BAHASA INDONESIA Disusun oleh: Rachmat Nurcahyo, M.A DAFTAR ISI Pengantar: Lomba Debat Nasional Indonesia 1. Lembar Penilaian hal.4 a. Isi hal. 4 b. Gaya hal.5 c. Strategi hal.5

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dalam bagian ini, akan di buat kesimpulan dari pembahasan bab 1 sampai. dengan bab 4 serta saran-saran. 5.1.

BAB V PENUTUP. Dalam bagian ini, akan di buat kesimpulan dari pembahasan bab 1 sampai. dengan bab 4 serta saran-saran. 5.1. BAB V PENUTUP Dalam bagian ini, akan di buat kesimpulan dari pembahasan bab 1 sampai dengan bab 4 serta saran-saran. 5.1. Kesimpulan Teologi pluralisme agama memang simpatik karena ingin membangun teologi

Lebih terperinci

Pratityasamutpada: Sebuah Pujian Buddha (Dependent Arising: A Praise of the Buddha) oleh Je Tsongkhapa

Pratityasamutpada: Sebuah Pujian Buddha (Dependent Arising: A Praise of the Buddha) oleh Je Tsongkhapa 1 Pratityasamutpada: Sebuah Pujian Buddha (Dependent Arising: A Praise of the Buddha) oleh Je Tsongkhapa Sujud kepada Guruku, Manjushri yang belia! Yang melihat dan membabarkan pratityasamutpada (saling

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH

POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH BAGI POLITIK HUKUM. Negara perlu disatu sisi karena Negara merupakan institusi pelembagaan kepentingan umum dan di lain

Lebih terperinci

Etika dan Filsafat. Komunikasi

Etika dan Filsafat. Komunikasi Modul ke: Etika dan Filsafat Komunikasi Pokok Bahasan Fakultas Ilmu Komunikasi Pengantar Kepada Bidang Filsafat Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Pengantar Rasa

Lebih terperinci

A. Pengertian Pancasila

A. Pengertian Pancasila PANCASILA SEBAGAI SISTEM NILAI A. Pengertian Pancasila Istilah nilai dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya keberhargaan atau kebaikan. Di samping itu juga untuk menunjuk kata kerja yang

Lebih terperinci

Jangan membiarkan, jangan mengundang iblis. (*Dengan Komentar Shifu) Dengan Pikiran Lurus manfaatkan waktu menyelamatkan manusia

Jangan membiarkan, jangan mengundang iblis. (*Dengan Komentar Shifu) Dengan Pikiran Lurus manfaatkan waktu menyelamatkan manusia Jangan membiarkan, jangan mengundang iblis (*Dengan Komentar Shifu) Dengan Pikiran Lurus manfaatkan waktu menyelamatkan manusia (Minghui net. 6 Agustus 2009) Beberapa tahun belakangan ini, sejumlah pengikut

Lebih terperinci

Modul Perkuliahan I. Metode Penelitian Kualitatif. Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian Ilmiah. Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm.

Modul Perkuliahan I. Metode Penelitian Kualitatif. Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian Ilmiah. Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm. Modul ke: 01 Ponco Fakultas ILMU KOMUNIKASI Modul Perkuliahan I Metode Penelitian Kualitatif Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian Ilmiah Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm Program Studi Public Relations

Lebih terperinci

Filsafat Umum. Pengantar ke Alam Filsafat 2. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Filsafat Umum. Pengantar ke Alam Filsafat 2. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Filsafat Umum Modul ke: 02 Pengantar ke Alam Filsafat 2 Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Obyek Kajian Filsafat Obyek Materi: segala sesuatu yang ada atau yang mungkin

Lebih terperinci

Kesalahan Umum Penulisan Disertasi. (Sebuah Pengalaman Empirik)

Kesalahan Umum Penulisan Disertasi. (Sebuah Pengalaman Empirik) Kesalahan Umum Penulisan Disertasi (Sebuah Pengalaman Empirik) Setelah membimbing dan menguji disertasi di sejumlah perguruan tinggi selama ini, saya memperoleh kesan dan pengalaman menarik berupa kesalahan-kesalahan

Lebih terperinci