KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI DEWI NOVIA TARWYATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI DEWI NOVIA TARWYATI"

Transkripsi

1 KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI DEWI NOVIA TARWYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 ABSTRACT DEWI NOVIA TARWYATI. Study on Packaging Impact to Physical Damage on Cabbage during Transportation. Supervised by Dr. Ir. SUROSO, M.Agr (Ketua) dan Dr. Ir. I WAYAN BUDIASTRA, M.Agr (Anggota). Cabbage is one of subtropical vegetables that can grow in up land Indonesia. In groups of vegetables, production yield of cabbage is highest and mainly supply for domestic market. Cabbage is one of major vegetables export commodity in several years ago. Unfortunately since 2005, the amount and value of export of cabbage decrease and become very small. Postharvest handling concerns to nature of cabbage are its bulky, perishables, harvest time and duration to designated market. Improper of postharvest handling causes losses in term of technical and economical aspect. The introduction good handling practices and packaging technique will increase the value added that can increase economic value of product, even though it may add to cost production. The study assessed impact of packaging technique, and stacking depth to physical damage on cabbages during transportation it s also evaluate economic feasibility of packing system. The physical damage measures weight losses, percentage of bruising area (physical damage level), and firmness level. It applied statistical analysis with 3 factorials are packaging technique (plastic crate + plastic film, plastic crate + cabbages leafs, plastic crate, corrugated box + plastic film, corrugated box + cabbages leafs, corrugated box and control), duration of simulation transportation (1, 2 and 5 hours), and also stacking place (top, middle, bottom). Economic aspect calculates the feasibility of packaging technique in cabbage agribusiness. The result of study showed that packaging combination of cabbages in corrugated box and wraps plastic film caused the lowest average weight losses during transport simulation duration are % (1 hour), 11.41% (2 hours), and 21.24% (5 hours). It is also supported by percentage bruising area evaluation are 0.17(1 hour), 0.65(2 hours) and 1.36(5 hours). Based on Duncan test, plastic crate + plastic film shows insignificant value of weight losses and percentage bruising area compare to corrugated box except for value of weight losses during 2 hours simulation transportation. The firmness evaluation results only packaging technique impact to cabbages firmness and its value very low (R-square 0.59). Based on technical aspect, the result on usage of plastic crate and corrugated box tend to insignificant different on weight losses. Than on economic aspect, plastic crate has the higher economic value (B/C or R/C) because of packaging cost is lower than corrugated box. Packaging technique (plastic crate) for cabbages can be applied by farmer with addition of packaging cost Rp /kg (with plastic film) and Rp 35.71/kg (without plastic film). The production of cabbage with plastic crate packaging will be feasible (B/C 1) on the price level Rp 1,950/kg to Rp 2,100/kg for the producers who have distance 1 and 2 hour of simulation transportation or equivalent with km and km. Key words : cabbage, postharvest losses, physical damage, mechanical damage, transportation, distribution, economic analysis, financial analysis.

3 ABSTRAK DEWI NOVIA TARWYATI. Kajian Pengaruh Kemasan Terhadap Kerusakan Fisik Kubis Segar (Brassica Oleracea L.Var. Capitata) Selama Transportasi. Dibimbing oleh Dr. Ir. SUROSO, M.Agr (Ketua) dan Dr. Ir. I WAYAN BUDIASTRA, M.Agr (Anggota). Kubis adalah salah satu sayuran subtropik yang banyak ditanam di Indonesia khususnya di dataran tinggi. Kubis merupakan sayuran dengan produksi tertinggi dan kebanyakan dipasarkan di dalam negeri. Kubis pernah menjadi salah satu komoditi utama untuk ekspor. Tetapi sejak 2005, volume dan nilai ekspor kubis sangat kecil. Penanganan pasca panen perlu memperhatikan sifat kubis yang mudah rusak, berbentuk bulat besar (voluminous), waktu panen, dan waktu tempuh untuk mencapai pasar yang dituju. Penanganan yang sembarangan menyebabkan susut jumlah, mutu dan nilai ekonomi kubis. Praktek penanganan pasca panen dan cara pengemasan yang baik dapat meningkatkan nilai tambah yang akan meningkatkan nilai ekonomis kubis, walaupun akan meningkatkan biaya produksi. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh jenis kemasan dan tumpukan terhadap kerusakan kubis selama transportasi dan untuk mengevaluasi kelayakan ekonomi dari kemasan. Sifat fisik kubis yang dievaluasi adalah susut berat, persentase luas memar dan kekerasan. Rancangan percobaan menggunakan acak lengkap dengan 3 faktorial untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang terdiri dari kombinasi kemasan (keranjang+plastik film, keranjang+daun, keranjang, kardus+plastik film, kardus+daun, kardus, kontrol), lama simulasi transportasi (1, 2, 5 jam) dan posisi tumpukan (atas, tengah dan bawah). Aspek ekonomis dilakukan dengan menghitung kelayakan penggunaan kemasan dalam usahatani kubis segar. Hasil kajian menunjukkan bahwa kombinasi kemasan kubis yang menggunakan plastik film dan kardus menghasilkan susut berat yang paling rendah pada setiap lama simulasi transportasi yaitu % (1 jam), 11.41% (2 jam), dan 21.24% (5 jam). Hal ini juga ditunjukkan dengan persentase luas memar terendah sebesar 0.17 (1 jam), 0.65 (2 jam) dan 1.36 (5 jam). Berdasarkan Uji Duncan, keranjang menunjukkan nilai susut berat dan persentase luas memar yang tidak berbeda nyata dengan kardus kecuali pada susut berat pada 2 jam simulasi transportasi. Pada pengujian tingkat kekerasan kubis, hanya faktor kombinasi kemasan yang memberikan pengaruh walaupun tingkat pengaruh tersebut sangat rendah (R-square 0.59). Berdasarkan pendekatan teknis, penggunaan kardus menunjukkan kehilangan susut lebih rendah daripada keranjang tetapi cenderung tidak berbeda nyata. Sedangkan pendekatan ekonomi menunjukkan bahwa keranjang menghasilkan nilai kelayakan ekonomi lebih tinggi (B/C dan R/C) karena biaya kemasan yang lebih rendah daripada kardus. Penggunaan kombinasi kemasan dengan keranjang diterapkan ditingkat petani dengan tambahan biaya untuk pengemasan sebesar Rp /kg (dengan plastik film) dan Rp 35.71/kg (dengan atau tanpa daun kubis). Tingkat kelayakan usahatani kubis segar (B/C >1) dengan teknik pengemasan dengan keranjang ini, akan layak dilakukan pada tingkat Rp 1,950/kg sampai Rp 2,100/kg bagi produsen berjarak 1 dan 2 jam simulasi transportasi atau setara km dan km. Kata kunci : kubis, kehilangan pascapanen, kerusakan fisik, kerusakan mekanis, transportasi, distribusi, analisa ekonomi, analisa finansial.

4 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

5 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA OLERACEA L VAR CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks ini dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2007 Dewi Novia Tarwyati

6 KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI DEWI NOVIA TARWYATI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pascapanen SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

7 Judul Tesis : Kajian Pengaruh Kemasan Terhadap Kerusakan Fisik Kubis Segar (Brassica Oleracea L Var Capitata) Selama Transportasi Nama : Dewi Novia Tarwyati NRP : F Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. SUROSO, M.Agr Ketua Dr. Ir. I WAYAN BUDIASTRA, MAgr Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 8 Agustus 2007 Tanggal Lulus :

8 Bukanlah Kami telah melapangkan untukmu dadamu, dan Kami telah menghilangkan darimu bebanmu; yang memberatkan punggungmu;dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu; Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan; sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan; Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain; dan hanya Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Alam Nasyroh : 1-8)

9 PRAKATA Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT dan kasih sayang yang selalu dilimpahkan dimana kadang ada keprihatinan yang harus penulis lalui dan rasakan namun akhirnya atas ijinnya penulisan tesis dengan judul Kajian Pengaruh Kemasan Terhadap Kerusakan Fisik Kubis Segar (Brassica Oleracea L Var Capitata) Selama Transportasi akhirnya dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya dan tulus kepada Bapak Dr. Ir. Suroso, M.Agr selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Budiastra, MAgr selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran yang selalu penulis dapatkan selama dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga pada Ibu Dr. Ir. Emmy Darmawati M.Si sebagai Penguji Luar Komisi yang telah banyak memberikan wawasan dan pengetahuannya serta semua pihak yang telah memberikan semangat terutama teman-teman satu angkatan di Program Studi Teknologi Pascapanen terutama Wiwik, Munawar dan Slamet Bejo Santoso yang dengan tulus dan ikhlas meluangkan waktu untuk memberikan semangat pada penulis. Ucapan terima kasih tak terhingga juga penulis sampaikan pada Ibu tercinta Wahyuti, Suamiku Cahyo Prabowo dan ketiga putriku tersayang Fidecya Asharani, Destiana Isyarani dan Oktivia Andarani, yang telah menjadi sumber semangat dalam hidupku. Dengan do a serta dukungan mereka selama ini sehingga penyusunan tesis ini dapat terselesaikan. Akhir kata penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk memperkaya dan memperbaikinya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama yang memerlukannya. Bogor, Agustus 2007 Penulis

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 November 1968, dari Ayah H.R. Tarmidi Sukirman (almarhum) dan Ibu Wahyuti Ngisom. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari tahun 1987 sampai dengan lulus pada tahun Pada tahun 1995 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Badan Agribisnis, Departemen Pertanian, Jakarta. Seiring dengan perjalanan waktu saat ini penulis bertugas di Biro Kerjasama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian Pada tahun 1992 penulis menikah dengan Ir. Cahyo Prabowo dan sekarang telah dikaruniai tiga putri yaitu Fidecya Asharani, Destiana Isyarani dan Oktivia Andarani. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan mengambil Program Studi Teknologi Pascapanen secara mandiri disela-sela tugas sebagai Pegawai Negeri Sipil di Departemen Pertanian.

11 DAFTAR ISI Hal Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Tujuan 4 Manfaat 4 TINJAUAN PUSTAKA Persyaratan Mutu Kubis 5 Rantai Suplai Sayuran di Jawa Barat 6 Penanganan Pascapanen pada Kubis 7 Faktor Pengangkutan atau Transportasi 9 Analisa Usahatani Kubis 12 METODE PENELITIAN Bahan dan Alat 14 Tempat dan Waktu 14 Metode Pengujian 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Susut Berat 24 Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Getaran Terhadap Tingkat Kerusakan 31 Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Getaran Terhadap Tingkat Kekerasan 39 Analisa Kelayakan Finansial Unit Usahatani Kubis Segar 41 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 46 Saran 47 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN i

12 DAFTAR TABEL Hal Tabel 1. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun (ton/ha) 1 Tabel 2. Volume dan Nilai Ekspor Sayuran Segar di Indonesia 2 Tabel 3. Cara Pengambilan Contoh 14 Tabel 4. Hasil Uji Penurunan Berat Kubis Akibat Simulasi Transportasi dan pengupasan 18 Tabel 5. Hasil Uji Kekerasan Kubis (kg) 19 Tabel 6. Hasil Uji Tingkat Kerusakan 19 Tabel 7 Perhitungan Manfaat dari Introduksi Kemasan pada kubis Segar 21 Tabel 8 Hasil Uji Duncan Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi terhadap Susut Berat akibat Simulasi Transportasi (%) 26 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Hasil Uji Duncan Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi terhadap Susut Berat akibat Simulasi Transportasi dan Pengupasan Hasil Uji Duncan Pada Pengaruh Kombinasi Kemasan Dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Persentase Luas Memar Hasil Uji Duncan Pada Pengaruh Kombinasi Kemasan Dan Letak Tumpukan Terhadap Persentase Luas Memar Hasil Uji Duncan Pada Pengaruh Kemasan Terhadap Tingkat Kekerasan Tabel 13 Hasil Perhitungan Analisa Finansial pada Usahatani Kubis Segar 42 Tabel 14 Hasil Perhitungan Analisa Finansial pada Usahatani Kubis Segar pada 45 Tingkat Harga Rp 2,100/kg ii

13 DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1. Unsur-Unsur Rantai Sayuran di Jawa Barat 6 Gambar 2. Lankah-langkah Penelitian 15 Gambar 3. Kubis Dengan dan Tanpa Kemasan Primer 16 Gambar 4. Kubis Dengan Kemasan Sekunder Kardus dan Keranjang 16 Gambar 5. Simulasi Transportasi dengan Meja Getar 17 Gambar 6. Tumpukan Wadah (Kemasan Sekunder) Di Atas Meja Getar 17 Gambar 7. Cara penyusunan Kubis Segar 18 Gambar 8. Ilustrasi Luas Memar Kubis 19 Gambar 9. Pengukuran Susut Berat setelah Simulasi Transportasi 24 Gambar 10. Susut Berat Kubis Pada Berbagai Kemasan setelah Simulasi 25 Transportasi Gambar 11. Susut Berat Kubis setelah Simulasi Transportasi dan Pengupasan 29 Gambar 12. Memar Pada Sisi dan Atas Kubis yang Berupa Garis-Garis 32 Gambar 13. Persentase Luas Memar pada Setiap Kombinasi Kemasan dan 33 Lama Simulasi Transportasi Gambar 14. Persentase Luas Memar pada Setiap Tumpukan Pada Berbagai 35 Kemasan Gambar 15. Kemiringan Tumpukan Kemasan Sekunder (kardus) Setelah 36 Simulasi Transportasi Gambar 16. Penyusunan Kubis pada Perlakuan Kontrol 39 Gambar 17. Tingkat Kekerasan pada Daun dan Tulang Daun Kubis Pada 39 Berbagai Kemasan iii

14 DAFTAR LAMPIRAN Hal Lampiran 1. Hasil Pengukuran Gerakan Bak Truk Angkutan Setara 30 Km 48 pada Beberapa Kondisi Jalan Lampiran 2. Perhitungan Amplitudo dan Frekuensi Rataan dari Meja Getar 49 Selama 60 menit atau 1 jam Lampiran 3. Perhitungan Setara Panjang Jalan Simulasi Pengangkutan 50 selama 60 menit pada Jalan Luar Kota Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam Penurunan Berat Kubis Segar 51 Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Tingkat Kerusakan Kubis Segar 52 Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Tingkat Kekerasan Kubis Segar 53 Lampiran 7. Struktur Biaya Usahatani Kubis Segar 54 Lampiran 8. Perhitungan Biaya Operasional dan Penerimaan pada Tingkat 55 Harga Kubis Rp. 1500/kg Lampiran 9. Perhitungan Rasio Manfaat-Biaya pada Tingkat Harga Kubis 56 Rp. 1500/kg Lampiran 10. Perhitungan Rasio Penerimaan-Biaya pada Tingkat Harga 57 Kubis Rp. 1500/kg Lampiran 11. Perhitungan Analisa Finansial Usahatani Kubis pada Beberapa Tingkat Harga 58 iv

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Kubis atau dikenal dengan nama kol atau engkol merupakan salah satu jenis sayuran yang berasal dari daerah subtropik. Tanaman ini telah lama dikenal dan dibudidayakan di Indonesia, khususnya di wilayah pegunungan. Produksi kubis Indonesia saat ini, sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan menduduki peringkat pertama dalam volume produksi sayuran di Indonesia (Tabel 1). Sentra produksi kubis terdapat di propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah yang produktivitas rataan pada tahun 2005 masing-masing adalah 25.9 ton/ha dan 20.3 ton/ha (Statistik Indonesia, 2006). Kubis juga menjadi salah satu dari kelompok sayuran yang diekspor. Hal ini dinyatakan oleh Rukmana (1994) bahwa sayuran kubis merupakan salah satu dari 6 (enam) kelompok sayuran segar yang diekspor selain brokoli, kentang, tomat, cabe dan bawang merah. Tabel 1. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun (Ton/Ha) Tahun Kubis Kentang Bawang Wortel Cabai Merah ,338, , , , , ,459, , , , , ,447, , , , , ,336, , , , , ,238, , , , , ,232, , , , , ,348,433 1,009, , , , ,432,814 1,027, , , , ,292,984 1,009, , , Sumber : Statistik Indonesia 2006 Menurut Statistik Pertanian tahun 2003 (Departemen Pertanian, 2003), kubis masih merupakan produk sayuran terbesar kedua yang diekspor dengan kenaikan nilai ekspor sebesar % dan volume ekspor kubis ini turun sebesar % yang dihitung berdasarkan nilai ekspor tahun 2002 dari Kemudian, dua tahun berikutnya kubis bukan lagi menjadi produk andalan ekspor Indonesia. Hal ini terlihat dalam Statistik 1

16 Pertanian tahun 2005 dimana kubis hanya masuk dalam kelompok sayuran lainnya yang volume dan nilai ekspornya menurun sejak tahun 2003 (Tabel. 2) Tabel 2. Volume dan Nilai Ekspor Sayuran Segar di Indonesia. No Komoditi Volume Ekspor (ton) Nilai Ekspor (000US$) Δ Δ 1. Bawang Merah 5, , , , Kentang 18, , , , Cabe , Sayuran 49, , , , lainnya 5. Lain-lain 36, , , , TOTAL 109, , ,018 32, Sumber : Statistik Pertanian 2005, Departemen Pertanian Fenomena atau kondisi tersebut banyak terjadi karena mutu produk pertanian Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan pasar. Keberhasilan pemasaran produk sayuran segar dimulai dengan budidaya yang baik untuk menghasilkan produk bermutu dan membutuhkan penanganan pascapanen yang dapat menjaga mutu (fisik), nutrisi dan keamanan pangan (kimiawi) agar dapat mempertahankan nilai ekonomis dari suatu produk. Kubis merupakan komoditi yang bersifat mudah rusak (perishable) dan memenuhi tempat (bulky) sehingga memerlukan penanganan pascapanen yang tepat untuk mengurangi susut mutu dan memperpanjang masa simpan namun dengan tetap mempertahankan skala ekonomis dalam perdagangan. Permasalahan pada pascapanen dapat disebabkan karena penanganan sebelum panen dan sesudah panen. Secara umum, penanganan pascapanen kubis meliputi cara panen, pengangkutan dari lahan ke tempat pengemasan, sortasi, pengkelasan (grading) dan pendistribusian ke pasar. Praktek penyimpanan kubis jarang dilakukan oleh petani kubis segar di pedesaan. Alat pengangkutan kubis di pedesaan dapat berupa sepeda, motor, mobil pick-up terbuka dan truk. Hal-hal tersebut memberikan kontribusi pada kehilangan pascapanen karena sebagian besar petani kubis berada jauh dari lokasi pasar, dan skala usaha masih kecil serta praktek penanganan sejak panen sampai ke konsumen masih belum memadai. 2

17 Pada umumnya kubis segar diupayakan secepat mungkin untuk dapat diterima konsumen akhir sejak panen, agar dapat menghindari penurunan mutu ataupun kehilangan nilai ekonomi yang lebih besar. Jangka waktu untuk mencapai konsumen tersebut, transportasi atau distribusi relatif membutuhkan lebih banyak waktu dibandingkan praktek penanganan lainnya. Hal ini disebabkan jarak antara produsen dan konsumen akhir relatif jauh. Upaya petani atau pedagang untuk dapat mengurangi kehilangan atau penurunan nilai ekonomi kubis selama transportasi antara lain : secepatnya mencapai konsumen akhir, dan melakukan pengiriman pada saat dini hari. Hal lain yang dapat menyebabkan kehilangan pascapanen selama waktu transportasi dan belum mendapat perhatian khusus, seperti penggunaan kemasan atau wadah masih sederhana yang dikenal dengan waring atau keranjang bambu serta penyusunan produk dalam alat transportasi yang tidak memadai. Selain itu pengangkutan dengan bercampur dengan produk hortikultura lainnya dapat menurunkan nilai ekonomis kubis. Ada kecenderungan petani atau pedagang di pedesaan khawatir untuk memperbaiki penanganan pascapanennya karena hanya akan menambah biaya sehingga mengurangi keuntungan dari hasil penjualannya. Hal ini logis karena sebagian konsumen lokal belum dapat menghargai mutu produk yang dihasilkan dengan harga yang lebih tinggi. Akan tetapi, banyak petani sayuran yang bersifat inovatif dan memiliki kemampuan berwirausaha melakukan terobosan-terobosan untuk dapat mengurangi kehilangan pascapanen dan dapat merasakan manfaat yang dari penanganan pascapanen yang tepat tersebut. Di Indonesia, kubis bukan lagi merupakan komoditi eksotik yang memiliki harga jual tinggi sehingga sebagian keuntungan dapat digunakan untuk mengadopsi teknologi pascapanen yang baru untuk tujuan mendapatkan keuntungan dalam jangka panjang. Teknologi pascapanen yang sederhana, mudah dilakukan dan dapat memberikan manfaat atau keuntungan merupakan salah satu pertimbangan petani untuk menerima teknologi penanganan pascapanen. 3

18 Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kerusakan fisik pada kubis segar selama distribusi mulai dari panen sampai diterima oleh konsumen, dan secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mempelajari pengaruh kemasan kubis terhadap susut pascapanen kubis selama transportasi 2. Mengetahui manfaat dari introduksi kemasan baru yang dapat diterima atau diadopsi oleh petani secara ekonomis. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa kelompok masyarakat dibawah ini : 1. Petani : dapat menentukan cara penanganan pascapanen yang paling sesuai dengan permintaan pasar dan mendapatkan keuntungan dari pemilihan tersebut. 2. Peneliti : dapat memberikan alternatif cara penanganan pascapanen kepada petani teknologi pascapanen yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi aktual. 3. Pemerintah : dapat mendukung peningkatan pendapatan petani dengan memberikan arahan penanganan pascapanen secara tepat guna. 4

19 TINJAUAN PUSTAKA Tingkat kehilangan pada produk hortikultura, dalam hal kualitas maupun kuantitas antara panen sampai ke konsumen berkisar % di negara berkembang dan 5-25% di negara maju, tergantung dari jenis komoditi, varietas dan kondisi penanganannya (Kader, 2002). Di Indonesia kehilangan pascapanen pada produk sayuran berkisar 25-40% (Muchtadi, 1995). Kader (2002) lebih lanjut menyatakan bahwa untuk mengurangi kehilanganan tersebut produsen dan pedagang harus : 1) mengetahui faktor biologi dan lingkungan yang mengakibatkan deteorisasi (penurunan mutu), dan 2) menggunakan teknik pascapanen yang menunda penuaan dan menjaga mutu. Persyaratan Mutu Kubis Kubis segar yang didefinisikan dalam Standar Nasional Indonesia (1998) adalah kumpulan daun-daun yang masih menempel pada batang dan membentuk telur/krop berasal dari tanaman kubis (Brassica Oleracea, var.capitata,linn) dalam keadaan segar dan bersih. Kubis digolongkan dalam 3 (tiga) ukuran 1) Kecil : 500 gram, 2) Sedang : gram, dan 3) Besar : > 1250 gram. Standar Nasional Indonesia untuk Kubis Segar adalah SNI yang berisikan syarat mutu kubis adalah sebagai berikut : No Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu I Mutu II 1. Keseragaman varietas - seragam Seragam 2. Keseragaman ukuran berat % Min. 100 Min Kepadatan - padat kurang padat 4. Warna daun luar - putih kehijauan dan segar putih kehijauan dan segar 5. Kadar kotoran % Maks. 0 Maks. 0 (bobot/bobot) 6. Kubis cacat % Maks. 0 Maks. 0 (jumlah/jumlah) 7 Panjang Batang Kubis cm Maks.1 Maks.1 5

20 Rantai Suplai Sayuran di Jawa Barat Adiyoga (2003) menyatakan bahwa rantai suplai sayuran di Jawa Barat adalah pelayanan kelembagaan untuk menghantarkan pergerakan sayuran dari produsen kepada konsumen. Intervensi pemerintah sangat terbatas untuk mendukung ketersediaan sarana fisik seperti jalan dan pasar. Rantai suplai sayuran di Jawa Barat yang teridentifikasi, dijelaskan seperti Gambar 1 berikut : Produsen/Petani Pengangkutan Pengumpul Desa Pengumpul Kota Unit Pengemasan Unit Pengangkutan Pasar Induk Di Bandung Pedagang Eceran Di Bandung Pasar Induk Di Jakarta Pedagang Eceran Di Jakarta Pasar Swalayan, Hotel, Restauran Konsumen Akhir/Pengguna Gambar 1. Unsur-unsur Rantai Suplai Sayuran di Jawa Barat 6

21 Penanganan Pascapanen pada Kubis Menurut Syarief (1990), sebagian besar buah dan sayuran lebih disukai dalam keadaan segar. Oleh karena itu berbagai cara diupayakan untuk mempertahankan mutu dan kesegaran buah dan sayuran agar bisa bertahan lebih lama dan bisa dikonsumsi dalam keadaan segar. Winarno dan Betty (1983) menyatakan suatu bahan dianggap rusak jika menunjukkan penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indra atau parameter lainnya. Berdasarkan penelitian Anastasia (1983) sistem penanganan kubis meliputi pemanenan, pengemasan, pengangkutan, pengkelasan mutu dan pemasaran dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Pemanenan Penanganan kubis harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak lecet, luka atau memar, karena keadaan ini dapat menurunkan mutu dan harga jual (Muchtadi dan Anjarsari, 1996). Menurut Rukmana (1996), pemanenan diharapkan jangan sampai terlambat, karena menyebabkan kropnya pecah (retak-retak) dan kadangkadang diikuti dengan pembusukan. Cara pemanenan, baik secara mekanik ataupun secara manual akan mempengaruhi derajat (tingkat) dan tipe pelukaan, kememaran dan sayatan yang terjadi. Bagian yang rusak demikian merupakan titik-titik masuk bagi jasad renik yang akan menurunkan kualitas (Ronoprawiro, 1993). Sayuran dan buah-buahan setelah dipanen, pada dasarnya masih merupakan jaringan hidup dan masih berlangsung proses respirasi. Kader (2002), mengklasifikasikan komoditas hortikultura berdasarkan laju respirasinya dan kubis termasuk dalam kelas tinggi dengan laju respirasi pada 5 0 C atau 41 0 F berkisar mg CO 2 /kg-jam. Subekti (1998) menyatakan bahwa laju respirasi kubis pada suhu kamar atau suhu 30 0 C adalah sebesar ml CO 2 /kg-jam dan ml O 2 /kg-jam, serta pada suhu 5 0 C sebesar ml CO 2 /kg-jam dan mlo 2 /kg-jam. 7

22 2. Pengemasan Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mempertahankan mutu produk pangan. Selain itu pengemasan juga merupakan penunjang bagi transportasi, distribusi, dan merupakan bagian penting dari usaha untuk mengatasi persaingan dalam pemasaran (Rahardi et al., 1998.). Setyowati et al.,(1992) menyatakan fungsi pengemasan dilakukan untuk mempermudah pengangkutan ditingkat petani dan untuk melindungi mutu sayuran bagi pedagang serta dapat menarik minat konsumen. Komoditi kubis dari Cipanas umumnya di kemas dengan 3 cara yaitu ikatan, keranjang dan kantong plastik berlubang (Anastasia, 1983). Asgar (1989) menjelaskan bahwa pengepakan yang baik adalah dengan dikemas dalam keranjang plastik ukuran 75 x 50 x 50 cm 3 karena mengalami kerusakan mekanis yang lebih kecil (12,27%) dibandingkan dengan pengepakan dalam peti kayu ukuran 54 x 50 x 32 cm 3 (15,92%), keranjang bambu ukuran 42 x 32 x 43 cm 3 (18,88%), karung plastik ukuran 93,5 x 54 cm 2 (25,27%) dan tanpa pengemasan (33%). 3. Pengangkutan Pengangkutan merupakan mata rantai penting dalam penanganan, penyimpanan, dan distribusi buah-buahan atau sayur-sayuran. Pengangkutan dimulai dari kebun ke tempat-tempat pengumpulan. Dari tempat-tempat ini dilakukan pengangkutan hasil sebagai barang curahan oleh pengecor, tengkulak, pedagang besar, pemroses, pengeskpor dan pengimpor di stasiun-stasiun pengemasan, tempat-tempat penyimpangan, tempat-tempat pengiriman dan pelabuhan pemuatan dan pembongkaran (Kamariyani dan Gembong T.,1993). Kendaraan pengangkut kubis di pedesaan adalah truk, dan mobil pick-up. a. Pengkelasan mutu Setyowati et. al (1992) menyatakan sebenarnya agak susah menyeragamkan sayuran dari beragam petani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan budidaya, areal penanaman dan penganganan pascapanen. 8

23 b. Pemasaran. Secara umum pemasaran dapat diartikan pelaksanaan semua aktivitas yang berguna untuk menciptakan, memajukan dan mendistribusikan barang yang dihasilkan (Dalimartha,1978) Faktor Pengangkutan atau Transportasi Sayuran dan buah-buahan setelah dipanen, pada dasarnya masih merupakan jaringan hidup dan masih berlangsung respirasi. Proses ini ditandai dengan perubahan warna produk, tekstur dan rasanya demikian pula kandungan nutrisinya (Ashari,1995). Susut bobot dapat dicegah dengan pengemasan yang baik, pengangkutan yang baik dan pemilihan varietas yang tahan angkut jarak jauh (Sunarjono,1976). Selama pengangkutan sayuran, pertimbangan terhadap faktor-faktor seperti pengaturan suhu dan kelembaban dan kehati-hatian penanganan selalu penting (Ronopriwo,1993). Menurut Ronopriwo (1993) pemilihan angkutan akan dipengaruhi oleh jarak, kemudahan busuknya hasil dan ketersediaan dan biaya angkutan. Jarak pasar yang sangat jauh mungkin memerlukan penggunaan pesawat terbang, sedang truk dan mobil van mungkin cocok untuk jarak-jarak lebih dekat. Di daerah yang dekat dengan sungai atau pantai angkutan air adalah umum digunakan. Pada umumnya, pengakutan kubis menggunakan kendaraan pengangkut seperti truk, mobil pick-up untuk jarak menengah dan jauh (Anastasia, 1983). Menurut Kitinoja dan Kader (2003) pada pengangkutan dengan kendaraan terbuka, tumpukan produk harus hati-hati disusun agar tidak menyebabkan kerusakan mekanis. Kendaraan dapat dilindungi dengan lapisan jerami atau karung sebagai penahan getaran pada kendaraan kecil. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada kendaraan terbuka sedapat mungkin udara dapat melewati produk dengan baik. Menurut Frazier dan Westhoff (1978), beberapa jenis kebusukan yang biasa terjadi selama pemasaran adalah busuk lunak bakteri yang disebabkan Erwinia carotovora, yang menyebabkan degradasi pektin pada sayuran sehingga menjadi lunak dan berbau busuk. Organisme lain penyebab kebusukan adalah Sclerotinia sclerotiorum,fusarium roseum, 9

24 Phytothora sp Rhizoctonia, dan Alternaria sp yang tumbuh selama pengangkutan dan penyimpanan. Organisme ini menyebabkan cacat yang tidak kelihatan (Adair, 1971). Pengemasan yang buruk (tanpa bungkus) adalah salah satu sebab turunnya kualitas selama pengangkutan. Pembungkusan berfungsi sebagai pelindung terhadap bahaya (resiko) selama perjalanan. Jika tidak cukup, kerusakan mekanis akan terjadi (Ronoprawiro, 1993). Levi, 1964 dalam Pantastico (1989) dalam surveynya mengenai persoalan pengangkutan dinegara berkembang, menyatakan bahwa usaha-usaha untuk memperbaiki kondisi pengangkutan dapat dimulai dengan pembuatan wadah-wadah yang diisolasi dengan baik. Ukuran kemasan untuk distribusi buah dan sayuran segar agar penanganan lebih mudah, yang direkomendasi oleh The Organization for Economic Cooperation and Development adalah yang berukuran 60 x 40, 50 x 40, 50 x 30, 40 x 30 (cm). Tinggi kemasan bervariasi berdasarkan ukuran produk yang dikemas (Ryall dan Pentzer, 1982). Lebih lanjut, Soedibyo (1985) mengemukakan berat bersih isi kemasan yang ideal berkisar antara kg. Sementara itu Mc. Gregor (1989) menyatakan kemasan yang lebih dari 23 kg (50 lb) mendorong penanganan kasar, kerusakan pada produk dan kesalahan pada penyusunan. Pantastico (1989), memberikan pertimbangan-pertimbangan dasar untuk pengangkutan jarak pendek dan jarak jauh sebagai berikut : 1. Pada pengangkutan dalam jangka waktu pendek, komoditi harus dilindungi terhadap kerusakan mekanik dan kemungkinan terkena suhu ekstrem. 2. Untuk pengangkutan jarak jauh, ada resiko tambahan berupa kerusakan komoditi disebabkan oleh pemanasan yang berlebihan dan pelayuan, masuknya organisme pembusukan, kerusakan akibat pendinginan, pelunakan komoditi yang mengandung banyak air atau pematangan buah. Lebih lanjut Pantastico (1989) menyatakan kerusakan lain adalah, bahwa dalam pengangkutan yang menggunakan jasa pengangkutan umum, para penanganan dan penumpang tidak memperhatikan keamanan dan mutu barang. 10

25 Kitinoja dan Gorny (1999) menyatakan cara penanganan pada pengangkutan atau transportasi yang mengakibatkan kehilangan pascapanen, mutu dan keamanan pangan yaitu : 1. Pengiriman yang melebihi kapasitas 2. Menempatkan produk yang berat diatas produk yang lebih lunak 3. Pengiriman dengan kendaraan berpendingin tanpa pre-cooling baik kendaraan maupun produk 4. Menggunakan kemasan dengan mutu rendah atau tanpa kemasan dapat mengakibatkan kerusakan karena penekanan. 5. Kurangnya ventilasi yang cukup selama transportasi 6. Kurangnya tekanan udara pada kendaraan 7. Penanganan yang kasar atau tidak baik selama bongkar-muat pada kendaraan 8. Alat pendingin yang mati atau membiarkan produk terkena panas matahari. 9. Kerusakan karena etilen, odor dan atau chiling injury karena pengiriman yang dicampur dengan produk lain. Mc. Gregor (1987) menyatakan bahwa kubis merupakan salah satu produk yang sensitive dengan etilen dan tingkat kepekaan terhadap freezing injury termasuk golongan sedang atau moderat artinya kubis cukup baik disimpan pada suhu rendah. Cara penanganan dalam penyusunan tumpukan dalam kendaraan sangat berpengaruh pada ketahanan kemasan dalam melindungi produk. Kitinoja dan Gorny (1999) menyatakan bahwa penataan tumpukan harus secara tepat karena kekuatan pada wadah bertumpu pada sudutnya dan 1 inchi kesalahan letak pada tumpukan akan menurunkan kekuatan wadah berkisar % sebagai penahan getaran. Mc Gregor (1989) menyatakan bahwa penataan secara menyilang dari kardus dapat menyebabkan kekuatan kardus hilang 50% di semua letak tumpukan dari atas sampai bawah. Pantastico (1989) menyebutkan bahwa sayuran daun paling baik disimpan pada suhu 32 0 F, RH 90-95%. Untuk Kubis suhu F dapat mempertahankan umur simpannya 3-5 minggu dan pada suhu 50 0 F hanya dapat bertahan 10 hari. Sedangkan Sarimadona 11

26 A.L (1988) menemukan adanya umur ekonomis yang lebih lama pada kubis yang disimpan pada suhu C dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu kamar baik untuk kubis bulat maupun kubis gepeng. Kitinoja dan Gorny (1999) juga menyatakan pengiriman saat-saat lebih dingin (malam atau dini hari) dapat mengurangi panas pada produk sehingga dapat meminimalkan kerusakan. Analisa Usahatani Kubis Syarief, AM (terjemahan Henderson dan Penny, 1989) menyatakan keberhasilan atau kegagalan dagang dari suatu usaha tergantung pada perbedaan antara biaya produksi dan pendapatan. Jenis biaya dibagi menjadi biaya tetap dan biaya operasional. Lebih lanjut dinyatakan bahwa perhatian yang sungguh-sungguh harus diberikan pada masalah pembiayaan karena masalah ini merupakan salah satu dari faktor-faktor yang penting dalam setiap masalah teknik. Kadariah (1988) menyatakan kalau biaya dan manfaat telah diukur dalam satuan/ukuran uang dengan sebaik-baiknya, maka hasilnya dapat disusun atau dinyatakan dalam empat bentuk, ialah a) internal rate of return (IRR) bagi investasi, b) benefit-cost ratio (gross dan net), c) net present worth, dan d) payback period atau break even point (BEP). Lebih lanjut, dikatakan bahwa masing-masing kriteria tersebut mempunyai keunggulan maupun kelemahannya dibandingkan dengan kriteria lainnya. Usahatani kubis masih merupakan salah satu usaha pertanian yang cukup memberikan keuntungan bagi petani sayuran hortikultura dengan rasio pendapatan dan biaya diatas 1. Dinas Pertanian propinsi Jawa Barat dalam situs resminya menunjukkan bahwa usahatani kubis diwilayah propinsi Jawa Barat memiliki nilai rasio pendapatan dan biaya produksi (R/C rasio) mencapai 1.21 dengan biaya produksi Rp. 17,328,000 dan nilai produksi Rp. 21,000,000. Departemen Pertanian melalui bulletin Pusdatin (2005) mengkaji struktur ongkos usahatani Kubis dalam areal 1 ha di Kabupaten Magelang, Malang, dan Probolinggo 12

27 dengan R/C rasio masing-masing 1.5, 1.39 dan Dinyatakan juga bahwa, jika ditinjau dari pendapatan petani per bulan, dengan rata-rata pendapatan petani Indonesia sekitar Rp. 1,000,000 per bulan, maka Kabupaten Magelang mempunyai pendapatan rata-rata di atas rata-rata pendapatan petani Indonesia sedangkan pendapatan petani kubis di Malang dan Probolinggo masih rendah. Hasil penerapan teknologi Organic farming tahun 2000 di kecamatan Lembah Gumanti Sumatera Barat (Departemen Pertanian), analisa usahatani kubis organik memberikan nilai R/C rasio sebesar 2.30 dengan nilai harga jual yang sama dengan kubis tanpa teknologi organik dan hasil produksi sebesar 38,250 kg. Adapun tingkat biaya produksi per-kg mencapai Rp

28 METODE PENELITIAN Bahan Dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa kubis segar (Brassica oleracea L var capitata atau kubis hijau) yang didapat langsung dari petani (produsen), kardus dan keranjang plastik sebagai wadah dan juga wrapping plastic sebagai kemasan individual kubis. Alat yang digunakan untuk penelitian berupa timbangan digital dengan kapasitas 2 kg dan ketelitian 0.02 kg, kaca pembesar dan pengaris sebagai alat pengukur (20 cm) untuk memudahkan pengamatan kerusakan kubis dan Rheometer untuk melihat tingkat kekerasan krop, serta alat Simulasi Transportasi Meja Getar. Rheometer diatur pada mode 20, maksimum 10 kg, R/h hold 10 mm dan Press 30 mm/m dengan penggunaan jarum Rheometer berdiameter 5 mm. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan di lapangan dimana perhitungan biaya penanganan kubis mulai dari petani (produsen) sampai ke konsumen akhir yang menggunakan kubis sebagai bahan pangan, termasuk harga jualnya. Pengamatan lapangan dilakukan di sentra produksi kubis di Jawa Barat (Kabupaten Bandung) untuk dapat memotret situasi dan kondisi distribusi kubis sehingga aplikasi kemasan dan simulasi transportasi di laboratorium dapat mendekati dengan kondisi rantai suplai kubis yang ada. Kemudian penelitian berikutnya di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian pada bulan November 2006 s/d Januari Langkah-langkah penelitian di laboratorium ada pada Gambar 2. Pada tahap persiapan, teknik pengambilan contoh (sampling) kubis segar yang akan diuji disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Cara Pengambilan Contoh Jumlah Kemasan dalam Jumlah kemasan yang diambil partai/lot sampai sampai sampai sampai Sumber : Standar Nasional Indonesia Kubis,

29 Persiapan Contoh Uji Fisik awal Pengukuran berat Uji Transportasi Kombinasi kemasan Lama simulasi transportasi Posisi tumpukan Uji Fisik akhir Pengukuran susut Tingkat Kerusakan Tingkat kekerasan Uji Statistik Analisa Manfaat Biaya Gambar 2. Langkah-langkah Penelitian Metode Pengujian 1. Uji Transportasi Simulasi transportasi dilakukan berdasarkan lama perjalanan dari produsen sampai rantai terakhir sebelum konsumen. Simulasi dilakukan menggunakan meja getar dengan frekuensi sesuai kondisi jalan yang dilalui. Uji ini bertujuan menganalisis pengaruh transportasi terhadap tingkat kerusakan fisik pada kubis. Uji dilakukan sebanyak 2 (dua) ulangan untuk tiap perlakuan kombinasi kemasan dan kontrol. Perlakuan yang diaplikasi dalam simulasi transportasi adalah : a. Perlakuan dengan kombinasi kemasan sekunder dan primer. Kemasan sekunder sebagai wadah diaplikasikan kardus (corrugated box), dan keranjang plastik (plastic crate), sedangkan sebagai kemasan primer adalah plastik film, daun kubis 3-5 lembar dan tanpa kemasan primer serta perlakuan kontrol yang tidak 15

30 menggunakan kemasan primer dan juga wadah sebagai kemasan sekunder (Gambar 3 dan 4). Plastik Film Daun Kubis Tanpa Kemasan primer Gambar 3. Kubis Dengan dan Tanpa Kemasan Primer Gambar 4. Kubis Dengan Kemasan Sekunder Kardus dan Keranjang b. Lama perjalanan sebagai acuan waktu tempuh dari sentra produksi kubis di Jawa Barat dan Jawa Tengah ke Jakarta dalam lama simulasi transportasi adalah 1 jam, 2 jam dan 5 jam yang merupakan hasil perhitungan dengan rataan frekuensi getar dan amplitudo selama simulasi. Adapun dasar perhitungan 1 jam adalah jarak antara Cianjur ke Jakarta, sedangkan 2 jam adalah jarak antara Pengalengan ke Jakarta, dan 5 jam adalah jarak dari wilayah Jawa Tengah (Temanggung atau Wonosobo) ke Jakarta. Rumusan untuk perhitungan simulasi 1 jam setara panjang jalan adalah : Jumlah luas getaran simulasi (1Jam) X 30 km.(1) Jumlah luas seluruh getaran truk di jalan luar kota selama 30 menit ~ 30 km 16

31 Dimana jumlah luas getaran simulasi (1 jam) dan jumlah luas seluruh getaran truk di jalan luar kota selama 30 menit atau setara 30 km berturut-turut dengan rumusan dibawah ini : T Jumlah luas getaran simulasi (1 jam) = [ A m sin ω m T dt ] x 1 jam x f m... (2) 0 Jumlah luas seluruh getaran truk di jalan luar kota selama 30 menit atau setara 30 km = T [ A t sin ω t T dt ] x 30 x 60 x f t... (3) 0 Gambar 5. Simulasi Transportasi Pada Meja Getar c. Tumpukan kemasan sekunder atau wadah juga merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan dalam uji transportasi (Gambar 6) ATAS TENGAH BAWAH Gambar 6. Tumpukan Wadah (Kemasan Sekunder) Diatas Meja Getar 17

32 d. Metode penyusunan kubis segar pada kontrol mengikuti kebiasaan petani dalam meletakkan kubis dalam alat angkut seperti truk atau pick-up terbuka (Gambar 7) Pangkal Tulang daun Krop kubis Gambar 7. Cara Penyusunan Kubis Segar 2. Uji Sifat Fisik Kubis Pengujian diawali dengan penimbangan berat kubis untuk membandingkan berat kubis sebelum dan sesudah ada pengaruh simulasi transportasi. Selain itu, berat kubis juga diukur setelah dilakukan trimming atau pengupasan sampai tanda kerusakan tidak terlihat untuk mendapatkan berat akhir yang merupakan nilai jual yang sebenarnya (Tabel 4). Tabel 4. Hasil Uji Penurunan Berat Kubis Akibat Simulasi Transportasi dan Pengupasan Berat Stl Berat Stl Penurunan Berat simulasi pengupasan stl simulasi tranportasi transportasi (%) Perlakuan Ulangan Berat Awal Penurunan Berat stl Pengupasan (%) Pengujian dilanjutkan dengan uji kekerasan dengan Rheometer dimana posisi kubis saat pengujian adalah posisi horisontal dan diukur pada 2 bagian yaitu daun dan batang daun dengan masing-masing 2 (dua) ulangan. Uji ini bertujuan untuk mengetahui tingkat firmness (kekerasan) pada kubis segar setelah simulasi transportasi (Tabel 5). 18

33 Tabel 5. Hasil Uji Kekerasan Kubis (kg) Perlakuan Ulangan Daun 1 Daun 2 Batang 1 Batang 2 Uji Fisik lainnya setelah simulasi transportasi adalah uji kerusakan. Parameter kerusakan adalah persentase luas memar. Pengamatan parameter kerusakan dilakukan pada lapisan atas, tengah, dan bawah dari tiap kemasan perlakuan. Memar merupakan salah satu bentuk kerusakan fisik kubis yang dapat dikaji secara visual dimana permukaan kubis terlihat bewarna lebih terang dibandingkan dengan sekitarnya khususnya pada tulang daun (Gambar 8). Benturan atau gesekan pada kubis meninggalkan bentuk memar yang mengikuti pola tulang daun sehingga berbentuk persegi panjang. Apabila ditemukan sobek pada daun, juga akan dikategorikan sebagai memar. memar kubis Gambar 8. Ilustrasi Luas Memar Kubis Adapun perhitungan persentase luas memar dihitung berdasarkan jumlah kumulatif luas memar pada kubis, kemudian dibagi dengan luas permukaan kubis yang berbentuk bola (Tabel 6). Perlakuan Tabel 6. Hasil Uji Tingkat Kerusakan Ulangan Kerusakan Luas Memar Luas kubis Presentase Luas Memar (%) 19

34 Luas bagian yang memar pada buah diasumsikan sebagai luas bola dan luas permukaan krop kubis diasumsikan sebagai luas segi empat yang memanjang sesuai tulang daun. Rumusannya sebagai berikut : Persentase luas memar kumulatif memar = luas permukaan kubis x100 % (4) Luas memar = panjang. x. lebar (5) Luas permukaan = πd (6) 3. Uji Statistik Hasil pengukuran kerusakan dilanjutkan dengan uji statistik untuk mengetahui pengaruh transportasi terhadap parameter parameter kerusakan fisik pada kubis segar. Untuk menganalisis digunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan model sistematik sebagai berikut : Yijkl = μ + α + β + γ + αβ + αγ + βγ + αβγ + ε...(7) i j k ij ik jk ijk ijkl Dengan i = 1,2,..., 7 j = 1,2, 3 k = 1,2, 3 l = 1, 2 Keterangan : Y ijkl : nilai pengamatan pada kubis dengan kemasan ke-i lama perjalanan kej pada tumpukan ke-k ulangan ke-l μ : rataan umum α i : pengaruh aditif dari kemasan ke-i β j : pengaruh aditif dari lama simulasi transportasi ke-j γ k : pengaruh aditif dari tumpukan ke-k αβ : pengaruh interaksi antara kemasan ke-i dengan lama perjalanan ke-j ij αγ ik : pengaruh interaksi antara kemasan ke-i dengan tumpukan ke-k βγ : pengaruh interaksi antara lama perjalanan ke-j dengan tumpukan ke-k jk αβγ ijk : pengaruh interaksi antara kemasan ke-i dengan lama simulasi transportasi ke-j dan tumpukan ke-k ε ijkl : pengaruh galat dari kemasan ke-i, lama simulasi transportasi ke-j dan diberi tumpukan ke-k ulangan ke-l 20

35 Uji Statistik diawali dengan analisis ragam untuk melihat interaksi, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan sebagai penentu beda nyata dari hasil perhitungan. Acuan dalam analisis ragam untuk dapat dilanjutkan ke uji Duncan apabila : jika P-value 5% maka tidak signifikan / tidak berpengaruh jika P-value < 5% maka signifikan /berpengaruh 4. Analisa Kelayakan Finansial Analisa finansial adalah menyelidiki terutama perbandingan antara pengeluaran dan revenue earning proyek; apakah proyek itu akan terjamin dananya yang diperlukan; apakah proyek akan mampu membayar kembali dana tersebut; dan apakah proyek akan berkembang sedemikian rupa secara finansial dapat berdiri sendiri (Kadariah, 1988). Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang/biaya dengan harapan akan memperoleh hasil (Gittinger, 1986). Lebih lanjut kadariah (1988) menyatakan, jika dipakai rasio Manfaat - Biaya (B/C) maka sebagai kriterium untuk menerima proyek adalah : B C 1.. (8) Manfaat tersebut diatas adalah nilai jual kubis segar yang telah dikurangi dengan biaya-biaya produksi yang telah dikeluarkan. Nilai jual kubis segar dihitung dari nilai produksi yang sudah dikurangi penurunan berat akibat transportasi dan pengupasan (hasil Tabel 4), setelah itu didapat berat bersih yang dapat dinilai dengan dikalikan harga jual kubis segar. Sedangkan biaya adalah pengeluaran atau biaya operasional untuk sarana produksi seperti alat, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, biaya sewa lahan dan transportasi. Tabel 7. Perhitungan Manfaat Dari Introduksi Kemasan Pada Kubis Segar Kemasan Hasil Produksi (kg) Susut berat (%) Berat Bersih (kg) Nilai Jual (Rp) Biaya Produksi (Rp) 21

36 Pada unit usaha pertanian, sering juga digunakan perhitungan lebih sederhana untuk membandingkan penerimaan atau nilai jual kubis segar dengan biaya selama produksi rasio penerimaan biaya (R/C), sebagai berikut : R C = Σ kubis X harga kubis per kg > 1 Σ biaya operasional.. (9) Perhitungan biaya operasional ditingkat petani hanya untuk mengetahui tingkat keuntungan dari suatu unit usaha pada satu musim tanam untuk tanaman semusim (Tabel 7). Perhitungan Biaya ini tidak memperhitungkan biaya investasi seperti pembangunan tempat pengemasan dan biaya suku bunga pinjaman karena memang tidak dilakukan untuk usahatani kubis segar baik dengan cara tradisional maupun dengan introduksi kemasan pada penelitian ini. Oleh karena itu, pengukuran dengan nilai bersih saat ini (Net Present Value) atau tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return) tidak perlu dilakukan. Mengacu pada struktur biaya pada kelompok tani di kabupaten Bandung Jawa Barat diketahui biaya operasional untuk produksi kubis segar adalah : - Sarana produksi untuk dilahan produksi sampai dengan pasca panen termasuk sewa lahan produksi. Sewa lahan menjadi salah satu unsur biaya mengingat jarang petani memiliki luas lahan sebesar 1 Ha atau 10,000 m 2 - Tenaga kerja merupakan unsur biaya yang penting karena pada umumnya penggunaan tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan. - Transportasi adalah salah satu sarana yang sangat jarang dimiliki, khususnya untuk pengangkutan ke luar desa atau kota atau tujuan penjualan. Gittinger (1986) semua proyek yang sedang dipersiapkan dan sedang dianalisa harus menggunakan suatu set asumsi yang konsisten mengenai hal-hal seperti kelangkaan danadana investasi, devisa dan tenaga kerja. Perhitungan analisa usahatani kubis yang dilakukan dengan pendekatan perhitungan tehnik, dalam hal ini mengintroduksi tehnik pengemasan atau metode kemasan, dalam skala laboratorium memerlukan beberapa 22

37 asumsi yang digunakan dalam perhitungan struktur biaya dan manfaat dari usahatani kubis segar, yaitu : - Nilai biaya setiap unsur biaya adalah sama pada setiap tempat produksi yang berdasarkan lama simulasi transportasi meliputi sarana produksi, tenaga kerja, sewa lahan per musim, dan sewa transportasi. - Hasil produksi kotor penanaman kubis seluas 1 Ha adalah 35,000 kg atau 35 ton. Nilai ini sesuai rata-rata produksi di kabupaten Bandung Jawa Barat. - Harga jual kubis per kg adalah sama karena produsen tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga pasar. - Praktek penanganan sejak produksi sampai pasca panen, termasuk penanganan bongkar muat kubis kedalam alat transportasi adalah sama pada setiap tempat yang sesuai dengan lama simulasi transportasi. - Jarak antara produsen dan konsumen sesuai dengan lama simulasi transportasi serta konsumen atau pembeli berada di Kota Jakarta. 23

38 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Susut Berat Penurunan berat atau susut berat yang dianalisa adalah susut berat akibat lama simulasi transportasi, dan penurunan susut berat akibat lama simulasi transportasi dan trimming atau pengupasan. Perhitungan ini didasarkan bahwa kubis segar langsung didistribusi ke tempat tujuan dan setelah sampai masih memerlukan penanganan atau pengupasan kubis untuk menghindari kerusakan yang lebih besar dan mempertahankan mutu agar memenuhi persyaratan konsumen. Hasil perhitungan kesetaraan jarak antara produsen dan konsumen dengan lama simulasi transportasi, sebagai berikut : - 1 jam simulasi transportasi setara dengan jarak km - 2 jam simulasi transportasi setara dengan jarak km - 5 jam simulasi transportasi setara dengan jarak km 1. Susut Berat setelah Simulasi Transportasi. Susut berat setelah simulasi transportasi merupakan pengukuran berat kubis sebelum dilakukan penilaian kerusakan, penilaian kekerasan dan pengupasan krop kubis yang rusak (Gambar 9). Susut pada saat setelah simulasi transportasi lebih banyak disebabkan faktor metabolisme kubis yaitu respirasi. Beberapa hal yang mempengaruhi tingkat respirasi kubis dalam simulasi transportasi adalah getaran mesin, gesekan antar kubis dan gesekan dengan wadah. Bahan dasar dari wadah atau kemasan sekunder yang digunakan dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada tingkat respirasi kubis. Gambar 9. Pengukuran Susut Berat Setelah Simulasi Transportasi 24

KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI DEWI NOVIA TARWYATI

KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI DEWI NOVIA TARWYATI KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI DEWI NOVIA TARWYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI DEWI NOVIA TARWYATI

KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI DEWI NOVIA TARWYATI KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI DEWI NOVIA TARWYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan Dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan Dan Alat METODE PENELITIAN Bahan Dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa kubis segar (Brassica oleracea L var capitata atau kubis hijau) yang didapat langsung dari petani (produsen), kardus dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan terhitung mulai bulan Januari hingga April 2012 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN (Changes in the quality of mangosteen fruits (Garcinia mangosiana L.) after transportation and

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN Pasca Panen Sayuran yang telah dipanen memerlukan penanganan pasca panen yang tepat agar tetap baik mutunya atau tetap segar seperti saat panen. Selain itu kegiatan pasca panen dapat

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCAPANEN

PENANGANAN PASCAPANEN 43 PENANGANAN PASCAPANEN Pascapanen Penanganan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan kualitas buah yang didapat. Oleh karena itu pelaksanaannya harus dilakukan dengan mempertimbangkan kualitas buah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian IPB selama 3 bulan yaitu bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat B. Bahan dan Alat C. Tahapan Penelitian 1. Persiapan bahan

III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat B. Bahan dan Alat C. Tahapan Penelitian 1. Persiapan bahan III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2009 hingga Mei 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian dengan topik Pengaruh Perlakuan Pengemasan Belimbing (Averrhoa carambola L) dengan Penggunaan Bahan Pengisi terhadap Mutu Fisik Belimbing selama Transportasi

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si.

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai segar mempunyai daya simpan yang sangat singkat. Oleh karena itu, diperlukan penanganan pasca panen mulai

Lebih terperinci

ABSTRACT PENDAHULUAN. Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN : X, Vol 5, No 1, Maret 2017 (12-20)

ABSTRACT PENDAHULUAN. Jurnal REKAYASA DAN MANAJEMEN AGROINDUSTRI ISSN : X, Vol 5, No 1, Maret 2017 (12-20) APLIKASI COMMODITY SYSTEM ASSESSMENT METHOD (CSAM) DALAM DISTRIBUSI KUBIS (Brassica oleraceae var. capitata) DARI PETANI DI KECAMATAN PETANG KE PENGECER. I Gede Budiastra 1, I.G.A Lani Triani 2, Amna Hartiati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia adalah buah-buahan yaitu buah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian (agraris) yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau bergerak di bidang pertanian. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

TEKNOLOGI DAN SARANA PASCA PANEN MANGGIS

TEKNOLOGI DAN SARANA PASCA PANEN MANGGIS TEKNOLOGI DAN SARANA PASCA PANEN MANGGIS Dr.Y. Aris Purwanto Pusat Kajian Hortikultura Tropika Institut Pertanian Bogor arispurwanto@gmail.com 08128818258 ... lanjutan Proses penanganan buah yang baik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian Pengaruh Perlakuan Bahan Pengisi Kemasan terhadap Mutu Fisik Buah Pepaya Varietas IPB 9 (Callina) Selama Transportasi dilakukan pada

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Packing House Packing house ini berada di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Packing house dibangun pada tahun 2000 oleh petani diatas lahan

Lebih terperinci

Penentuan Tingkat Kerusakan Buah Alpukat pada Posisi Pengangkutan Dengan Simulasi Getaran yang Berbeda

Penentuan Tingkat Kerusakan Buah Alpukat pada Posisi Pengangkutan Dengan Simulasi Getaran yang Berbeda Penentuan Tingkat Kerusakan Buah Alpukat pada Posisi Pengangkutan Dengan Simulasi Getaran yang Berbeda Khusna Fauzia*, Musthofa Lutfi, La Choviya Hawa Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Mentimun Mentimun, timun, atau ketimun (Cucumis sativus L.; suku labu-labuan atau Cucurbitaceae) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan secara langsung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS ENDANG MINDARWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 6 Judul Tesis Nama NIM : Kajian

Lebih terperinci

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Emmy Darmawati 1), Gita Adhya Wibawa Sakti 1) 1) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

Lebih terperinci

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 ABSTRACT SUGIARTO. Effects of Modified Atmospheres

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

Anang Suhardianto FMIPA Universitas Terbuka. ABSTRAK

Anang Suhardianto FMIPA Universitas Terbuka. ABSTRAK ANALISIS PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK CAISIN DENGAN PERLAKUAN PENGATURAN SUHU DIMULAI DARI SESAAT SETELAH PANEN, SELAMA PENGANGKUTAN, HINGGA SETELAH PENYIMPANAN *) Anang Suhardianto FMIPA Universitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN WADAH PENGEMASAN TERHADAP MUTU CABE RAWIT (Capsicum frutescens) YANG DISIMPAN PADA RUANG PENDINGIN ABSTRACT

KAJIAN PENGGUNAAN WADAH PENGEMASAN TERHADAP MUTU CABE RAWIT (Capsicum frutescens) YANG DISIMPAN PADA RUANG PENDINGIN ABSTRACT KAJIAN PENGGUNAAN WADAH PENGEMASAN TERHADAP MUTU CABE RAWIT (Capsicum frutescens) YANG DISIMPAN PADA RUANG PENDINGIN Diliyanti Oktavia Kapoh 1) Frans Wenur 2), Douwes D. Malik 3 ), Stella M.E.Kairupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

KAJIAN JENIS KEMASAN SELAMA TRANSPORTASI DAN PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS ( Garcinia mangostana L.

KAJIAN JENIS KEMASAN SELAMA TRANSPORTASI DAN PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS ( Garcinia mangostana L. KAJIAN JENIS KEMASAN SELAMA TRANSPORTASI DAN PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS ( Garcinia mangostana L.) Oleh : REZKI YUNIKA F14051372 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

Upaya Mengurangi Tingkat Kerusakan Buncis Pada Proses Transportasi

Upaya Mengurangi Tingkat Kerusakan Buncis Pada Proses Transportasi Naskah diterima : 15 Maret 2010 A R T I K E L Upaya Mengurangi Tingkat Kerusakan Buncis Pada Proses Transportasi Emmy Darmawati Institut Pertanian Bogor Dramaga Bogor ABSTRAK Sumber pangan selain padi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Kebun Air sangat diperlukan tanaman untuk melarutkan unsur-unsur hara dalam tanah dan mendistribusikannya keseluruh bagian tanaman agar tanaman dapat tumbuh secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan salah satu produk hortikultura. Jagung manis memiliki laju respirasi yang tinggi sehingga mudah mengalami

Lebih terperinci

BAB III SARANA PRASARANA

BAB III SARANA PRASARANA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 217 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB III SARANA PRASARANA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis penelitian, dan (7) Tempat dan waktu penelitian. memperhatikan teknik pengemasan dan suhu penyimpanan (Iflah dkk, 2012).

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis penelitian, dan (7) Tempat dan waktu penelitian. memperhatikan teknik pengemasan dan suhu penyimpanan (Iflah dkk, 2012). I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, (6) Hipotesis penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

PASCA PANEN CABE MERAH Oleh : Isnawan BP3K Nglegok. 1.. Pengangkutan

PASCA PANEN CABE MERAH Oleh : Isnawan BP3K Nglegok. 1.. Pengangkutan PASCA PANEN CABE MERAH Oleh : Isnawan BP3K Nglegok 1.. Pengangkutan I. Latar Belakang Pengangkutan merupakan mata rantaipenting dalam penanganan pascapanen dan Pada tahap ini transportasi memiliki peranan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan bahan penelitian ini terdiri atas pelepah salak, kawat, paku dan buah salak. Dalam penelitian tahap I digunakan 3 (tiga) varietas buah salak, yaitu manonjaya, pondoh,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kubis atau kol atau engkol yang kita kenal sekarang pada mulanya merupakan tumbuhan liar dari daerah sub tropik. Tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai April sampai Juni 2010 di Vegetable Garden, Unit Lapangan Darmaga, University Farm, IPB Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian berada pada ketinggian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami hal-hal yang menyebabkan kerusakan dan kehilangan serta memahami teknologi penanganan pasca panen

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Hortikultura Komoditas hortikultura termasuk produk yang mudah rusak (perishable product), dimana tingkat kerusakan dapat terjadi dari masa panen hingga pascapanen dan pada saat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK SKALA KECIL DI KABUPATEN BANJARNEGARA

STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK SKALA KECIL DI KABUPATEN BANJARNEGARA STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK SKALA KECIL DI KABUPATEN BANJARNEGARA Oleh: Agus Suprapto 1, Sardju Subagjo 2, dan Poppy Arsil 2 1). Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Pertanian

Lebih terperinci

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C.

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C. KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA TALAS DENGAN SISTEM MONOKULTUR DAN TUMPANGSARI Danty Rinjani Aristanti Permadi 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi dantybanana91@gmail.com Suyudi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCA PANEN MKB 604/3 SKS (2-1)

TEKNOLOGI PASCA PANEN MKB 604/3 SKS (2-1) TEKNOLOGI PASCA PANEN MKB 604/3 SKS (2-1) OLEH : PIENYANI ROSAWANTI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2016 KONTRAK PERKULIAHAN KEHADIRAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

ANALISIS INVESTASI USAHATANI PEMBIBITAN SAPI POTONG DI KABUPATEN SLEMAN TESIS

ANALISIS INVESTASI USAHATANI PEMBIBITAN SAPI POTONG DI KABUPATEN SLEMAN TESIS ANALISIS INVESTASI USAHATANI PEMBIBITAN SAPI POTONG DI KABUPATEN SLEMAN TESIS untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 Program Studi Ilmu Peternakan Kelompok Bidang Ilmu-Ilmu Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penentuan waktu hydrocooling dan konsentrasi klorin optimal untuk pak choi Tahap precooling ini dilakukan untuk menentukan kombinasi lama hydrocooling dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Produksi Tanaman dan RGCI, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Pendahuluan. Setelah diketahui bahwa buah sudah cukup tua untuk dipanen, panen dapat segera dilakukan dan buah harus

Pendahuluan. Setelah diketahui bahwa buah sudah cukup tua untuk dipanen, panen dapat segera dilakukan dan buah harus CARA PANEN BUAH Pendahuluan Setelah diketahui bahwa buah sudah cukup tua untuk dipanen, panen dapat segera dilakukan dan buah harus dikumpulkan di lahan secepat mungkin. Panen harus dilakukan secepat mungkin,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEKNIK PENGEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU BUNGA POTONG KRISAN WHITE FIJI TIPE STANDAR SELAMA TRANSPORTASI

PENGEMBANGAN TEKNIK PENGEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU BUNGA POTONG KRISAN WHITE FIJI TIPE STANDAR SELAMA TRANSPORTASI PENGEMBANGAN TEKNIK PENGEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU BUNGA POTONG KRISAN WHITE FIJI TIPE STANDAR SELAMA TRANSPORTASI Oleh : FUAD ARIESTYADI F14103063 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pertanian menurut A.T. Mosher (1965) adalah suatu proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pertanian menurut A.T. Mosher (1965) adalah suatu proses 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Pengertian pertanian menurut A.T. Mosher (1965) adalah suatu proses produksi yang khas yang didasarkan atas proses-proses pertumbuhan tanaman dan hewan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman pertanian yang strategis untuk dibudidayakan karena permintaan cabai yang sangat besar dan banyak konsumen yang mengkonsumsi

Lebih terperinci

DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS, CICURUG, SUKABUMI. Oleh: ASEP JONI KARTER F SKRIPSI

DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS, CICURUG, SUKABUMI. Oleh: ASEP JONI KARTER F SKRIPSI SISTEM PENANGANAN PASCA PANEN PETSAI (Brassica pekillensis L.) DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS, CICURUG, SUKABUMI Oleh: ASEP JONI KARTER F01495102 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan Teknologi Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu mengalami perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas

Lebih terperinci

METODOLOGI. = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah dari pengamatan σ i ε ij

METODOLOGI. = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah dari pengamatan σ i ε ij II. METODOLOGI 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Balai Benih Ikan Air Tawar (BBIAT), Kecamatan Mempaya, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung. Waktu penelitian dimulai dari April

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN KENAPA PERLU PENANGANAN PASCA PANEN??? Buah-buahan, setelah dipanen masih tetap merupakan jaringan hidup, untuk itu butuh penanganan pasca panen yang tepat supaya susut kuantitas

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabe berasal dari Amerika Tengah dan saat ini merupakan komoditas penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Hampir semua rumah tangga

Lebih terperinci

PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI

PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 i SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA

PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA Kebanyakan pasca panen produk hortikultura segar sangat ringkih dan mengalami penurunan mutu sangat cepat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Buah-buahan merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Buah-buahan merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Buah-buahan merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan (perishable), seperti mudah busuk dan mudah susut bobotnya. Diperkirakan jumlah kerusakan

Lebih terperinci