POLITIK DESENTRALISASI, DARI PEMEKARAN WILAYAH DI ERA REFORMASI VERSUS KESEJAHTERAAN MASYARAKAT. Oleh : Joko Tri Nugraha, S.Sos, M.
|
|
- Doddy Lesmono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 POLITIK DESENTRALISASI, DARI PEMEKARAN WILAYAH DI ERA REFORMASI VERSUS KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Oleh : Joko Tri Nugraha, S.Sos, M.Si KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA UNIVERSITAS TIDAR 2015
2 Politik Desentralisasi, Dari Pemekaran Wilayah di Era Reformasi Versus Kesejahteraan Masyarakat Oleh : Joko Tri Nugraha, S.Sos, M.Si 1 jokotri.nugraha@gmail.com Ringkasan Pemekaran daerah pada dasarnya merupakan efek samping yang logis dari kebijakan desentralisasi. Cepatnya pertumbuhan daerah administratif baru di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota terjadi karena saat ini lebih banyak sumberdaya yang telah dialihkan oleh pemerintah pusat ke daerah. Jika dilakukan dengan landasan berpikir yang benar, pemekaran ditujukan untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik karena administrasi pemerintahan akan lebih dekat kepada rakyat di daerah. Namun di dalam praktik di Indonesia yang mengemuka adalah sentimen primordial, syahwat elit lokal yang menginginkan jabatan baru, keuntungan politis maupun keuntungan materi, yang kebetulan berimpit dengan kepentingan para perumus kebijakan di pusat sehingga merekapun kurang tegas dalam mewujudkan moratorium pemekaran. Kata Kunci : daerah otonom, moratorium, pemekaran wilayah A. Pendahuluan Makalah ini merupakan tinjauan gambaran umum pemekaran wilayah beberapa daerah di era reformasi (sejak tahun 1999 hingga sekarang) ini, permasalahan yang dihadapi serta beberapa alternatif pemecahan masalah. Saya menilai, bahwa pemekaran wilayah di Indonesia secara besar-besaran, sehingga berubah menjadi semacam industri bahkan bisnis pemekaran saat ini, tidak sepenuhnya didasari oleh pandangan-pandangan normatif teoritis seperti halnya yang tersurat dalam peraturan pemekaran wilayah atau dalam teori-teori desentralisasi yang dikemukakan oleh banyak pakar. Idealnya, tujuan pemekaran wilayah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengembangkan dan memperkokoh demokrasi lokal, memaksimalkan akses publik ke pemerintahan, mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya, menyediakan pelayanan publik sebaik dan seefisien mungkin. Sayangnya, untuk konteks negara kita yang terjadi justru sebaliknya, tujuan-tujuan politis pragmatis seperti untuk merespons 1 Dosen Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Tidar 1
3 separatisme agama dan etnis, membangun citra rezim sebagai rezim yang demokratis, memperkuat legitimasi rezim yang berkuasa dan juga karena self interest dari para aktor (baik daerah dan pusat), merupakan faktor-faktor yang lebih dominan. Politisasi dan pragmatisme dalam pemekaran wilayah seperti itulah yang pada akhirnya menimbulkan banyak persoalan bahkan komplikasi di daerah-daerah pemekaran induk dan juga di pusat (Turner dan Hulme, 1997). Sebagaimana kita ketahui secara geografis, Indonesia adalah negara yang berpenduduk lebih dari 200 juta jiwa dan bersifat majemuk dalam hal etnis, bahasa daerah, agama, budaya, geografi, demografi dan lain-lain. Dari salah satu pendapat, terdapat sekitar 656 suku di seluruh nusantara di mana 1/6 di antaranya (sekitar 109 suku) tinggal di Indonesia Barat (Jawa dan Sumatra) dan selebihnya di Indonesia Timur menurut pembagian garis Wallace (Tomagola, 2006). Pengelompokan etnis tersebut seringkali bertindihan dengan pengelompokan agama. Sebagai contoh, etnis Ambon pada umumnya beragama Kristen dan etnis Bugis sebagian besar beragama Islam. Sehubungan dengan itu, maka kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah masa reformasi merupakan kebijakan yang tepat untuk merespon keberagaman tersebut. Pemekaran wilayah merupakan salah satu aktualisasi dari kebijakan itu yang terbukti kemudian peluang ini banyak ditangkap dan dimanfaatkan oleh daerah dan elit-elitnya (Ratnawati, 2009). Hanya yang perlu diperhatikan dan direnungkan dalam pemekaran wilayah ini adalah apakah benar bahwa pemekaran memang sejalan dengan tujuan desentralisasi untuk memakmurkan dan mensejahterahkan rakyat serta meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah? Jika jawabannya masih tidak, inilah momentum yang tepat untuk mengkaji dan mengevaluasi kembali pemekaran wilayah seraya mengutamakan kepentingan bangsa yang jauh lebih besar. 2
4 B. Inkonsistensi Moratorium Pemekaran Pemekaran daerah pada dasarnya merupakan efek samping yang logis dari kebijakan desentralisasi. Cepatnya pertumbuhan daerah administratif baru di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota terjadi karena saat ini lebih banyak sumberdaya yang telah dialihkan oleh pemerintah pusat ke daerah. Kebijakan desentralisasi yang mengakibatkan pemekaran daerah, sebenarnya bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di berbagai negara, misalnya Canada, Rusia, Nigeria, Pakistan dan sebagainya. Masalahnya, pemekaran daerah yang terjadi di Indonesia saat ini adalah kurang rasional dan dilandasi dengan pertimbangan yang lemah (Ferrazi, 2008). Pasca reformasi, laju pemekaran daerah di Indonesia begitu cepat sehingga sulit untuk dikendalikan. Dalam kurun waktu 10 tahun ( ) saja, tercatat terdapat tambahan sebanyak 205 daerah otonom baru (DOB) hasil pemekaran dan jumlah ini dipastikan bertambah karena aspirasi pemekaran juga terus berkembang. Laju pertumbuhan DOB ini ternyata berbanding terbalik dengan kondisi sebelum diberlakukan otonomi daerah. Sejak negara kita merdeka hingga tahun 1999, Indonesia hanya memiliki 319 daerah otonom. Artinya, selama 54 tahun pemerintah telah berhasil menekan laju pembentukan daerah otonom baru. Dengan demikian, sistem sentralisasi yang diterapkan juga membuat aspirasi pemekaran daerah menjadi tersumbat, karena semua urusan pemerintahan didominasi oleh kepentingan pusat. Data yang dirilis oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN), selama 11 tahun era otonomi daerah telah terbentuk sekitar 205 DOB. Jika ditambah dengan 1 provinsi dan 4 kabupaten yang baru disahkan pemerintah beberapa waktu yang lalu, maka saat ini Indonesia memiliki 529 daerah yang terdiri dari 34 provinsi, 402 kabupaten dan 93 kota. Jumlah ini masih bisa bertambah, jika permohonan untuk membentuk daerah baru semuanya diluluskan, mengingat saat ini di Kementerian Dalam Negeri telah menanti usulan 33 provinsi baru serta 150 calon kabupaten dan kota. Ke depan, akan 3
5 muncul daerah otonom baru dan tentu saja akan semakin sulit dikendalikan secara administratif (Nugraha, 2012). Ironisnya, kebijakan moratorium yang telah dicanangkan oleh pemerintah justeru diingkari sendiri. Buktinya, Senin, 3 Februari 2014 pemerintah dan Komisi II DPR tetap membahas usulan pembentukan daerah otonom baru (DOB). Setelah 19 usulan DOB, kali ini ada 65 usulan DOB dibahas dalam rapat kerja komisi II dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Dari 65 usulan DOB, 57 diantaranya usulan pembentukan kabupaten dan kota serta 8 usulan pembentukan provinsi baru. Ke delapan provinsi itu adalah Tapanuli, Kepulauan Nias, Pulau Sumbawa, Kapuas Raya, Bolaang Mongondow Raya, Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Barat Daya (Nugraha, 2014). C. Mengapa Pemekaran? Maraknya pemekaran wilayah ini di satu pihak perlu disyukuri karena memberikan tempat bagi aspirasi, keberagaman dan otonomi lokal sesuatu hal yang diabaikan di masa orde baru. Jika dilihat dari konsep tata pemerintahan (governance), sebenarnya pemekaran daerah ditujukan untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik dengan asumsi administrasi pemerintahan akan lebih dekat dengan masyarakat di daerah. Sayangnya, dalam praktek di negara kita justru yang lebih mengemuka adalah sentimen primodial, kepentingan elit lokal yang menginginkan jabatan baru, keuntungan politis maupun keuntungan materi yang berkaitan juga dengan kepentingan para perumus kebijakan di pusat. Kepentingan pribadi elit lokal ini tercermin nyata dari keinginan untuk menjabat di birokrasi lokal atau DPRD, ingin lepas dari himpitan penindasan kelompok etnis atau agama lain, ingin membangun kembali sejarah kekuasaan aristrokrasi lama yang pernah pudar di masa orde baru, sehingga seringkali mereka pun kurang tegas untuk melakukan moratorium pemekaran (Djohan dalam Piliang dan Mubarak, 2006). Pembentukan DOB pada umumnya terjadi karena didorong rasa sentimen primordial warga di daerah yang justru dimanfaatkan oleh elit politik lokal untuk kepentingan pribadinya. Biasanya alasan yang sering 4
6 dikemukakan untuk mengajukan pemisahan daerah adalah unsur sejarah, adat-istiadat, bahasa dan karakter etnis yang berbeda. Dalam situasi seperti ini elit politik lokal, bupati atau anggota dewan mendorong upaya pembentukan daerah baru dengan menebar janji mengenai pentingnya identitas baru, perbaikan kondisi ekonomi daerah serta peningkatan kualitas pelayanan publik. Di jajaran pemda, ternyata pemekaran juga mendapat dorongan yang kuat. Mengapa? Karena banyak yang melihat peluang, adanya jabatan baru jika daerah baru yang diimpikan tersebut terbentuk. Dengan dasar PP No. 41 tahun 2007 yang memungkinkan daerah membentuk struktur organisasi baru yang sesuai dengan kebutuhan daerah, akan terbuka kemungkinan adanya kenaikan eselon pejabat daerah segera setelah provinsi atau kabupaten dan kota itu terbentuk. Pola yang sering terjadi dalam pembentukan kabupaten baru ialah adanya kecamatan yang warganya merasa tersisih dari derap pembangunan di kabupaten induk. Ketika kabupaten pemekaran terbentuk, para pejabat di kecamatan tersebut praktis akan mendapatkan manfaat karena kenaikan eselon. Sekalipun masih berdomisili di kabupaten induk, mereka tetap ingin menjadi pejabat di kabupaten baru karena iming-iming tunjangan jabatan baru. Selanjutnya bagaimana dengan kalangan swasta? Terbentuknya daerah baru akan banyak memberi berkah karena banyak proyek dari anggaran pemerintah. Setelah kabupaten baru terbentuk, tentunya prasarana yang harus tersedia adalah kantor-kantor pemda baru, gedung DPRD baru. Semuanya harus dibangun dikompleks pemda dengan akses jalan dan kelengkapan infrastruktur pendukungnya seperti listrik, air minum dan telepon. Inilah kesempatan bagi rekanan swasta yang bergerak di bidang konstruksi. Daerah baru berarti peluang untuk menangkap proyek fisik dari anggaran pemerintah. Ketika menerima usulan daerah untuk membentuk kabupaten baru, kebanyakan elit politik pun di pusat cenderung menyetujui usulan tersebut tanpa pertimbangan yang matang. Pada saat para anggota DPR membahas RUU pemekaran, elit politik dan pejabat daerah sudah menyetor uang kepada 5
7 mereka. Substansi yang mengkaji pemekaran sesuai PP No. 78 tahun 2007 acapkali diabaikan. Dengan begitu banyaknya pihak yang cenderung mendorong pembentukan daerah baru, di daerah maupun di pusat, maka menjadi semakin sulit untuk mengerem kebijakan pemekaran. Suara tentang pentingnya moratorium pemekaran hanya terdengar samar-samar di antara para pakar, akademisi atau unsur-unsur LSM di daerah yang prihatin dengan semakin buruknya kualitas pelayanan publik di daerah. D. Beberapa Permasalahan Daerah Pemekaran LIPI dalam studinya di wilayah Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Jawa Barat dan Banten, Sulawesi Utara dan Gorontalo serta Maluku menyimpulkan bahwa kesejahteraan masyarakat justru mengalami penurunan setelah pemekaran wilayah. Cerita-cerita sukses tentang pemekaran memang cenderung kurang bila dibandingkan dengan realita banyaknya permasalahan yang terjadi di daerah-daerah pemekaran. Beberapa contoh permasalahan itu misalnya (Pamungkas, 2007): 1. Konflik dengan kekerasan Salah satu contoh kasusnya adalah Kabupaten Polewali-Mamasa yang dimekarkan pada 2002 menjadi Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa di Provinsi Sulawesi Barat. Konflik yang terjadi di Kecamatan Aralle, Tebilahan dan Mambi (ATM). Ketiga kecamatan ini menolak bergabung dengan Kecamatan Mamasa. Konflik dengan kekerasan juga terjadi dalam pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat. 2. Menurunnya jumlah penduduk dan PAD secara drastis Salah satu contoh kasusnya adalah kasus Kabupaten Aceh Utara sebelum pemekaran penduduknya berjumlah jiwa. Setelah pemekaran (menjadi Kota Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara) penduduknya tinggal Pembentukan Kota Singkawang menyebabkan Kabupaten Bengkayang banyak kehilangan penduduknya karena bermigrasi ke Kota Singkawang. Selain itu, Bengkayang juga menderita karena menurunnya secara drastis PAD daerah tersebut pasca ditinggalkan oleh Singkawang. 6
8 3. Menyempitnya luas wilayah dan beban daerah induk Contoh kasusnya adalah Kabupaten Halmahera Barat, yang setelah pemekaran wilayahnya menyempit secara drastis, saat ini dibebani oleh pembiayaan daerah-daerah baru di Kabupaten Halmahera Utara, Halmahera selatan dan Kepulauan Sula. 4. Perebutan wilayah dan masalah ibukota pemekaran Kasus ini terjadi misalnya antara Pemda Kampar dan Pemda Rokan Hulu yang memperebutkan tiga desa, yaitu Tandun, Aliantan dan Kabun. Konflik mengenai ibukota pemekaran terjadi, misalnya di Kabupaten Banggai (Sulawesi Tengah). 5. Perebutan aset Kasus ini pernah terjadi di Kabupaten Nunukan yang dimekarkan pada tahun 1999 yang kemudian berebut gedung dan peralatan dengan kabupaten induknya (Kabupaten Bulungan). Masalah ini juga terjadi antara kota Lhokseumawe (kota pemekaran) dengan Kabupaten Lhoksukon di Aceh (daerah induk). E. Penutup Kajian akademis mengenai pemekaran wilayah perlu dilakukan secara serius dan komprehensif karena akan terkait dengan konseptualisasi reformasi kewilayahan (administrative reform atau territorial reform) yaitu manajemen tentang ukuran, bentuk dan hierarkhi unit-unit pemerintahan daerah untuk mencapai tujuan-tujuan administrasi dan politik suatu negara (Ferrazzi, 2008). Di samping itu, studi mengenai pemekaran wilayah juga penting untuk menyempurnakan konsep otonomi daerah dan pembangunan bangsa yang multikultural di Indonesia. Selanjutnya semangat nasionalisme lokal atau segregasi lokal perlu dikelola oleh pusat dengan bijak, sehingga tidak menjadi ancaman bagi nation building dan integrasi nasional (Bertrand, 2004). Upaya menghentikan pemekaran benar-benar membutuhkan komitmen elit politik yang kuat. Pengalaman desentralisasi di Negeria menunjukkan bahwa perubahan konstitusi pun tidak bisa menghentikan pemekaran karena 7
9 insentif bagi elit politik yang begitu besar dari terciptanya daerah baru. Untuk di Indonesia, sebagian pihak bahkan mengusulkan agar kewenangan DPR dalam meratifikasi undang-undang tentang pembentukan daerah baru dipertimbangkan kembali. Instrumen yang paling mudah untuk digunakan adalah membuat supaya dana perimbangan yang diberikan kepada daerah bisa menghambat usulan pemekaran. Selama ini, DAU (Dana Alokasi Umum) selalu diberikan dengan proporsi yang sama bagi semua daerah. Akibatnya, di samping DAU tidak bisa mengatasi kesenjangan horizontal antar daerah, dana ini juga mendorong pemekaran. Andaikata pemberian DAU diberikan secara netral, bahwa daerah pemekaran akan mendapat jumlah DAU yang dibagi dari daerah induknya, para pejabat pemda dan elit lokal akan berpikir ulang untuk memekarkan diri. Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk menerapkan moratorium pemekaran wilayah antara lain: Pertama, melakukan pendidikan politik di antara rakyat di daerah. Pendidikan politik seperti ini merupakan upaya yang paling mendasar dan akan menghasilkan pengaruh yang berkelanjutan. Semua warga diyakinkan agar dapat menahan diri supaya tidak hanya mengedepankan kepentingan sempit seperti etnisitas, sejarah masa lalu, sentimen adat dan sebagainya. Sebaliknya, warga perlu terus didorong untuk mementingkan hal-hal yang substansial dalam otonomi daerah seperti tingkat kemakmuran rakyat yang merata, pelayanan publik yang efisien dan sebagainya, sehingga mereka tidak akan begitu mudah untuk kepentingan-kepentingan yang sempit. Kedua, melakukan strategi pembangunan yang lebih merata sehingga masyarakat tidak memiliki perasaan tertinggal yang berujung pada tuntutan untuk memekarkan diri. Ketiga, penggunaan instrumen finansial, terutama DAU dan DAK untuk mendorong agar para pejabat pemda lebih mengedepankan efisiensi dan efektivitas dalam pelayanan publik ketimbang sentimen identitas kedaerahan. Seandainya kriteria tentang jumlah penduduk masih belum bisa diterima oleh para politisi di daerah, kriteria obyektif lain yang terkait dengan pelayanan publik, misalnya pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM), 8
10 analisis biaya efektivitas (cost effectiveness) dengan terciptanya daerah baru atau kondisi riil kemakmuran yang dapat diukur dengan berbagai macam indikator seperti pendidikan, kesehatan dan penyediaan infrastruktur layanan. Keempat, pertimbangan politis dalam mengevaluasi aspirasi dari berbagai daerah yang menuntut pemekaran hendaknya diimbangi dengan pertimbangan teknokratis disertai argumen empiris yang kuat. Ini harus dilakukan untuk mengurangi masih banyaknya wacana tentang pemekaran di dalam draft RUU yang dibahas oleh para anggota DPR. Sebaliknya, perlu diupayakan agar kemungkinan penggabungan wilayah administratif jika pemda terbukti belum mampu menyelenggarakan pelayanan publik harus lebih dikedepankan. Kelima, pemerintah harus mengambil pendekatan yang komprehensif terhadap kinerja pemekaran supaya benar-benar memasukkan kemakmuran rakyat di daerah sebagai kriteria pokok. Hal ini tidak mungkin dilakukan secara sepihak oleh pemerintah atau kementerian dalam negeri saja. Pemerintah harus merangkul elit politik di jajaran pemda, para anggota DPRD, DPD dan DPR serta mengambil kebijakan dengan dasar rasional seperti telah ditemukan dari banyak hasil studi. 9
11 Daftar Pustaka Bertrand, Jacques Nationalism and Ethnic Conflict in Indonesia, Cambridge: University Press. Jakarta. Djohan, Djohermansyah Mengkaji Kembali Konsep Pemekaran Daerah Otonom, Yayasan Harkat Bangsa-Partnership, Jakarta. Ferrazzi, Gabriele International Experiences in Territorial Reform- Implications for Indonesia, USAID Democratic Reform Support Program (DRSP). Nugraha, Joko Tri Kolom Opini: Pemekaran Vs Kesejahteraan, dimuat di Harian Satelit Pos, 25 November Nugraha, Joko Tri Kolom Wacana: Inkonsistensi Moratorium Pemekaran Daerah, dimuat di Harian BERNAS JOGJA, 3 Juni Piliang, Indra J. dan M. Zaki Mubarak Blue Print Otonomi Daerah Indonesia, Yayasan Harkat Bangsa-Partnership, Jakarta. Pramusinto, Agus dan Erwan Agus Purwanto Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan dan Pelayanan Publik, Gava Media, Yogyakarta. Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 Tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Ratnawati, Tri Pemekaran Daerah, Politik Lokal & Beberapa Isu Terseleksi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Tomagola, Tamrin Amal Pengelolaan Potensi Konflik Komunal Dalam Pemekaran Daerah, Makalah Halaman 3, Jakarta. Turner, Mark dan David Hulme Administration and Development, Macmillan Press, Ltd. UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Wibawa, Samodra Administrasi Negara Isu-Isu Kontemporer, Graha Ilmu, Yogyakarta. 10
Pemekaran Wilayah. Tabel Pemekaran Daerah Tahun
Pemekaran Wilayah Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten/kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mulai dilaksanakan pada tanggal 1 januari 2001, pemekaran daerah kabupaten dan kota dan juga propinsi menjadi suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945) menyebutkan bahwa tujuan dari dibentuknya negara Indonesia adalah:
Lebih terperinciAnalisis Terhadap Hasil Pemeriksaan BPK Mengenai Pemenuhan Kewajiban Pembiayaan Pada Masa Transisi Pemekaran Daerah
Analisis Terhadap Hasil Pemeriksaan BPK Mengenai Pemenuhan Kewajiban Pembiayaan Pada Masa Transisi Pemekaran Daerah Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema 1. PENDAHULUAN Jumlah pemerintahan
Lebih terperinciEvaluasi Pemekaran Daerah di Era Reformasi
Review / Ulasan Edisi 1 No. 4, Oktober Desember 2014, p.60-65 Evaluasi Pemekaran Daerah di Era Reformasi Endarto Widyaiswara Pertama Provinsi Banten, Jln. Raya Lintas Timur KM.4 Karang Tanjung, Pandeglang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pandangan umum mengakui bahwa pemerintahan yang sentralistik semakin kurang populer, karena ketidakmampuannya untuk memahami secara tepat nilainilai daerah atau sentimen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif dalam menyelesaikan berbagai
Lebih terperinciEXECUTIVE SUMMARY Kajian Evaluasi Pembentukan, Pemekaran, Penggabungan dan Penghapusan Daerah
EXECUTIVE SUMMARY Kajian Evaluasi Pembentukan, Pemekaran, Penggabungan dan Penghapusan Daerah Era reformasi yang ditandai dengan meningkatnya tuntutan untuk melakukan pemekaran daerah berjalan seiring
Lebih terperinciKomentar Atas Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah
Komentar Atas Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah Iskandar Saharudin Memo Kebijakan #3, 2014 PENGANTAR. RANCANGAN Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah (RUU Pemda) saat ini sedang dibahas oleh
Lebih terperinciPemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi? MENGAPA HARUS MEKAR. Disusun Oleh : Rita Helbra Tenrini 1
Pemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi? MENGAPA HARUS MEKAR Disusun Oleh : Rita Helbra Tenrini 1 ABSTRAKSI Pemerintah mengakui pemekaran daerah tidak terkendali, fenomena pemekaran daerah
Lebih terperinciPEMIKIRAN MENGENAI RUU PEMERINTAHAN DAERAH (RENCANA REVISI UU NO.32/2004)
PEMIKIRAN MENGENAI RUU PEMERINTAHAN DAERAH (RENCANA REVISI UU NO.32/2004) Wahyudi Kumorotomo, PhD Guru-besar pada Jurusan Manajemen Kebijakan Publik Fisipol UGM 2014 APAKAH KOMITMEN UNTUK REVISI UU.32/2004
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. permasalahan dalam bab- bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan,
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Dalam pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dan berdasarkan permasalahan dalam bab- bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan, 1. Bahwa secara Normatif pengaturan pemekaran
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Transfer antarpemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya dan bahkan sudah menjadi ciri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Reformasi yang bergulir tahun 1998 di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak masa orde lama, orde baru hingga era reformasi sekarang ini, pemerintah selalu melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan guna meningkatkan taraf hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada era otonomi sekarang ini terjadi pergeseran wewenang dan tanggung
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi sekarang ini terjadi pergeseran wewenang dan tanggung jawab dalam pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah untuk kemandirian keuangan daerah. Hal ini membuat topik tentang kemandirian keuangan daerah
Lebih terperinciBANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya
BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini, berdampak pada percepatan perubahan perilaku masyarakat, terutama yang berkaitan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diyakini oleh banyak pihak telah menimbulkan banyak masalah, khususnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kewenangan sentralisasi yang awalnya dianut oleh pemerintah Indonesia diyakini oleh banyak pihak telah menimbulkan banyak masalah, khususnya masalah di daerah, contohnya
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
2 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemekaran daerah adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Alasan paling mengemuka dalam wacana pemekaran
Lebih terperinciANCAMAN RUU PEMDA KEPADA DEMOKRATISASI LOKAL DAN DESENTRALISASI
ANCAMAN RUU PEMDA KEPADA DEMOKRATISASI LOKAL DAN DESENTRALISASI Pembahasan RUU Pemda telah memasuki tahap-tahap krusial. Saat ini RUU Pemda sedang dibahas oleh DPR bersama Pemerintah, ditingkat Panja.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekuatan gerak yang tidak dapat dibendung akibat sistem penyelenggaraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Semangat reformasi telah mendorong para pemimpin bangsa Indonesia ntuk melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru. Keinginan untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penggabungan Kecamatan Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa proses penggabungan daerah dengan
Lebih terperinciPemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi? POTRET PEMEKARAN DAERAH. Disusun Oleh : Sri Lestari Rahayu 1
Pemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi? POTRET PEMEKARAN DAERAH Disusun Oleh : Sri Lestari Rahayu 1 ABSTRAKSI Tujuan pembentukan DOB adalah untuk meningkatkan kemandirian daerah, meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis suatu daerah dapat menentukan kemampuan daerah tersebut dalam memenuhi segala kebutuhannya untuk pembangunan maupun kesejahteraan penduduknya. Namun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki abad 21, hampir seluruh negara diberbagai belahan dunia (termasuk Indonesia) menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan sistem demokrasi,
Lebih terperinciBAB VI SIMPULAN DAN SARAN
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Sentralisme pemerintahan yang telah lama berlangsung di negeri ini, cenderung dianggap sebagai penghambat pembangunan daerah. Dari sekian banyak tuntutan yang diperhadapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan desentralisasi yang lebih dikenal oleh masyarakat umum sebagai kebijakan otonomi daerah telah lama bergulir sejalan dengan bergulirnya kebijakan reformasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa penyelenggaraan desentralisasi dilaksanakan dalam bentuk pemberian kewenangan Pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, 2007). Untuk mewujudkan
Lebih terperinciKEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA LAPORAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU SEKRETARIS DPOD KEBIJAKAN PENATAAN DAERAH TERKAIT
KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA LAPORAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU SEKRETARIS DPOD KEBIJAKAN PENATAAN DAERAH TERKAIT PADA DAERAH OTONOM BARU BERDASARKAN SIDANG DPOD UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciKeterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif
Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Gender menjadi aspek dominan dalam politik, dalam relasi kelas, golongan usia maupun etnisitas, gender juga terlibat di dalamnya. Hubungan gender dengan politik
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan
Lebih terperinciINUNG ISMI SETYOWATI B
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE JAWA TENGAH PERIODE 2006-2007)
Lebih terperinciDesentralisasi dan Otonomi Daerah:
Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Teori, Permasalahan, dan Rekomendasi Kebijakan Drs. Dadang Solihin, MA www.dadangsolihin.com 1 Pendahuluan Diundangkannya UU 22/1999 dan UU 25/1999 merupakan momentum
Lebih terperinciPenataan Ulang Dapil
Penataan Ulang Dapil Dengan sedikit perubahan pada tahun 2008, daerah pemilihan anggota DPR dan DPRD yang ada sekarang ini tidak hanya sudah berlaku selama tiga kali pemilu (2004, 2009, dan 2014), tetapi
Lebih terperinciPemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi? MENGURAI REGULASI PEMEKARAN. Disusun Oleh : Agunan P. Samosir 1 ABSTRAKSI
Pemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi? MENGURAI REGULASI PEMEKARAN Disusun Oleh : Agunan P. Samosir 1 ABSTRAKSI Syarat-syarat pemekaran nampaknya mudah diimplementasikan, seperti: kajian
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kebebasan mendirikan partai politik, pemilihan presiden secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak reformasi berjalan di Indonesia, semangat untuk merayakan demokrasi dengan perbaikan sistem pemerintahan pun mengalir dengan derasnya. Mulai dari kebebasan
Lebih terperinciPEMEKARAN DAERAH DI INDONESIA. Nunik Retno Herawati
PEMEKARAN DAERAH DI INDONESIA Nunik Retno Herawati Abstract Regional autonomy has brought impact of the desire to split parts of themselves or in other words, broke away to become the new autonomous region.
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan dikatakan sukses apabila kesejahteraan masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilaksanakan dengan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Pembangunan dikatakan sukses apabila kesejahteraan masyarakat tercapai dan sebaliknya pembangunan
Lebih terperinciKEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT
DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 26/DPD RI/II/2013-2014 PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH PEMBENTUKAN KOTA SEBATIK SEBAGAI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Faktor keuangan merupakan faktor utama yang merupakan sumber daya finansial bagi pembiayaan penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Dalam rangka penyelenggaraan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I S I A K Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciDinamika Politik Pemekaran Daerah
Dinamika Politik Pemekaran Daerah Penyunting: Indra Pahlevi Diterbitkan oleh: P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika Judul: Dinamika Politik Pemekaran Daerah Perpustakaan Nasional: Katalog
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan, maupun kemasyarakatan maupun tugas-tugas pembantuan yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah dan Desentralisasi Otonomi daerah dan desentralisasi memiliki kaitan erat dengan pemekaran wilayah. Kebijakan otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Undang-undang No 34 Tahun 2000 yang sekarang diubah menjadi Undang-undang No 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 menyatakan Daerah Otonom adalah kesatuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 memberikan dampak besar bagi semua aspek kehidupan, yakni era reformasi. Reformasi yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
Lebih terperinciB. Refleksi Teoritis, tindaklanjut dan saran
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Bahwa elitlah yang menjadi motor utama dalam semua aktivitas politik dibmr adalah benar adanya. Wacana pemekaran untuk kesejahteraan telah membawa masyarakat ikut mendukung
Lebih terperinciBAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. (Susantih dan Saftiana,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semenjak diputuskannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah (Otoda), semua wilayah daerah otonom di Indonesia baik itu propinsi maupun kabupaten dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu adanya pelimpahan wewenang dari organisasi tingkat atas kepada tingkat bawahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana untuk mendirikan provinsi-provinsi baru di Indonesia. Pembentukan provinsi baru ini didasari
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I S I A K Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam
Lebih terperinciPerekonomian Indonesia
Perekonomian Indonesia Modul ke: Membahas Sistem Otonomi Daerah - DAU Fakultas Ekonomi & Bisnis Abdul Gani,SE MM Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Definisi Definisi Pemerintahan Daerah (Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan pasca-orde baru, pemerintah pusat tetap memainkan peranan penting dalam mendukung pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat-Daerah, Dalam UU tersebut perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah suatu sistem
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksesibilitas
Lebih terperinciPENERAPAN GOOD GOVERNANCE DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH (Suatu Studi pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro)
PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH (Suatu Studi pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro) Oleh MELANI DWIYANTI SELAMAT Abstraksi Berkembangnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia saat ini semakin pesat seiring dengan adanya era reformasi. Negara Indonesia yang awalnya menggunakan sistem sentralisasi dalam pemerintahannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kinerja kepala daerah beserta wakil rakyat di kursi dewan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah menjadikan daerah memiliki kewenangan tersendiri dalam mengatur dan melaksanakan anggaran sesuai dengan prioritas yang telah ditetapkan. Kepala daerah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa Barat berdasarkan keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Kota Serang menjadi Pusat pemerintahannya.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA
Lebih terperinciTata Cara Pemotongan DAU dan/atau DBH Bagi Daerah Induk/Provinsi. yang Tidak Memenuhi Kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan Kepada
Tata Cara Pemotongan DAU dan/atau DBH Bagi Daerah Induk/Provinsi yang Tidak Memenuhi Kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan Kepada Daerah Otonom Baru (DOB) I. PENDAHULUAN Pembentukan suatu daerah otonom baru
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kesatuan yang menganut Sistem Pemerintahan Presidensiil. Dalam sistem ini dijelaskan bahwa kepala eksekutif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada potensi daerah dengan sumber daya yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Negara maju maupun berkembang, pembangunan suatu negara sangat berpengaruh pada potensi daerah dengan sumber daya yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pemberdayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia merupakan strategi yang bertujuan ganda. Yuwono, dkk (2005) menyatakan strategi tersebut adalah (1) pemberian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya masa orde baru merupakan awal mula demokrasi di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berakhirnya masa orde baru merupakan awal mula demokrasi di Indonesia. Hal ini ditandai dengan lahirnya amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Dalam amandemen UUD 1945
Lebih terperinciBAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran Daerah adalah suatu rencana keuangan yang disusun untuk satu periode mendatang yang berisi tentang Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah yang menggambarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paradigma pengelolaan keuangan daerah telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang No. 32 tahun 2004
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sektor publik merupakan entitas yang aktivitasnya memberikan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2). Dalam menyelenggarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah. Karena otonomi daerah itu sendiri adalah hak, wewenang, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada kenyataannya, otonomi daerah tidak bisa diserahkan begitu saja pada pemerintah daerah. Karena otonomi daerah itu sendiri adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan transparansi dan akuntabilitas sudah menjadi kewajiban yang harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) dan Undang-Undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang telah berjalan di Indonesia menyebabkan konsekuensi
1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Otonomi daerah yang telah berjalan di Indonesia menyebabkan konsekuensi terhadap pola pembangunan di berbagai daerah. Diantaranya menyangkut penataan daerah dalam rangka
Lebih terperinciBAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 disebutkan pengertian desa
Lebih terperinci- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA
- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik. Dari segi pemerintahan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan pemekaran kabupaten Simalungun. Adanya pergantian anggota dewan untuk 5 tahun ke depan pasca
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemekaran kabupaten Simalungun seperti sebuah kemustahilan, hal ini jika dilihat dari pertama kali dilontarkan tanggal 22 Juni 2001 sampai sekarang belum terealisasi.
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK
Lebih terperinciBUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMUJU UTARA, Menimbang : a. bahwa Desa merupakan entitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kemajuan suatu bangsa melalui peningkatan kesejahteraan rumah tangga atau penduduk. Kemajuan suatu bangsa tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perjalanan sistem kepemerintahannya, Indonesia sempat mengalami masa-masa dimana sistem pemerintahan yang sentralistik pernah diterapkan. Di bawah rezim
Lebih terperinciBAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI
BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor
Lebih terperinciAIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM
AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM Latar Belakang Respon penanggulangan HIV dan AIDS yang ada saat ini belum cukup membantu pencapaian target untuk penanggulangan HIV dan AIDS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi
Lebih terperinci