BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
|
|
- Djaja Lie
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mulai dilaksanakan pada tanggal 1 januari 2001, pemekaran daerah kabupaten dan kota dan juga propinsi menjadi suatu fenomena, sejak saat itu jumlah daerah terus bertambah. Sebenarnya pembentukan daerah baru dengan pertimbangan mendekatkan pelayanan publik pada masyarakat atapun pertimbangan strategis geopolitik dan geoekonomi, sudah dilakukan oleh Pemerintahan Indonesia sebelum dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diberlakukan sejak Januari Undang-Undang 22 tahun 1999 membuka peluang kepada daerah provinsi, kabupaten dan kota untuk melakukan pemekaran daerah. Aturan pelaksanaan pemekaran diatur dalam PP Nomor 129 tahun 2000 tentang kriteria pemekaran dan persyaratan pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah (Juanda, 2007). Dalam PP Nomor 129 tahun 2000 ditetapkan beberapa kriteria penilaian indikator yang harus dapat dipenuhi oleh daerah-daerah yang akan dimekarkan. Walaupun UU Nomor 22 tahun 1999 sudah direvisi menjadi UU Nomor 32 tahun 2004 yang mengatur 3 persyaratan untuk pembentukan daerah (yaitu syarat administratif, teknis, kewilayahan), namun teknis pengaturan pemekaran daerah masih mengacu pada PP Nomor 129 tahun 2000 (Juanda, 2007). Pada perkembangannya PP Nomor 129 tahun 2000 direvisi menjadi PP Nomor 78 tahun 2007 tentang kriteria pemekaran dan persyaratan pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah. Sejak proses demokratisasi bergulir di Indonesia mulai tahun 1998, dan ditambah lagi dengan diberlakukannya otonomi daerah secara resmi mulai tanggal 1 Januari 2001, keinginan masyarakat di daerah untuk melakukan pemekaran wilayah meningkat tajam. Sebagaimana disampaikan oleh Dirjen Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan RI telah terbentuk 205 daerah otonom baru yang terdiri 7 Provinsi, 165 Kabupaten, dan 34 Kota. Sehingga, total daerah otonom saat ini 524
2 2 yang terdiri dari 33 Provinsi dan 465 Kabupaten dan Kota. Sementara itu, Provinsi DKI Jakarta terdiri dari 1 Kabupaten administratif dan 5 Kota administratif, karena DKI Jakarta merupakan daerah khusus istimewa. Terdapat beberapa alasan kenapa pemekaran wilayah sekarang menjadi salah satu pendekatan yang cukup diminati dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peningkatan pelayanan publik, yaitu: Keinginan untuk menyediakan pelayanan publik yang lebih baik dalam wilayah kewenangan yang terbatas/terukur. Pendekatan pelayanan melalui pemerintahan daerah yang baru diasumsikan akan lebih dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan pelayanan melalui pemerintahan daerah induk dengan cakupan wilayah pelayanan yang lebih luas (Hermanislamet, 2005). Melalui proses perencanaan pembangunan daerah pada skala yang lebih terbatas, maka pelayanan publik sesuai kebutuhan lokal akan lebih tersedia. Mempercepat pertumbuhan ekonomi penduduk setempat melalui perbaikan kerangka pengembangan ekonomi daerah berbasiskan potensi lokal (Hermanislamet, 2005). Dengan dikembangkannya daerah baru yang otonom, maka akan memberikan peluang untuk menggali berbagai potensi ekonomi daerah baru yang selama ini tidak tergali. Penyerapan tenaga kerja secara lebih luas di sektor pemerintah dan bagi-bagi kekuasaan di bidang politik dan pemerintahan. Kenyataan politik seperti ini juga mendapat dukungan yang besar dari masyarakat sipil dan dunia usaha, karena berbagai peluang ekonomi baru baik secara formal maupun informal menjadi lebih tersedia sebagai dampak ikutan pemekaran wilayah. Ada berbagai alasan yang mendorong meningkatnya keinginan pemekaran wilayah. Hal tersebut dapat dipicu oleh faktor perbedaan agama, perbedaan etnis (budaya), ketimpangan (disparitas) pembangunan ekonomi antar wilayah dan luas wilayah. Secara formal, keinginan pemekaran wilayah dipicu dalam kerangka meningkatkan jangkauan pelayanan publik, terutama untuk daerah dengan luas cukup
3 3 besar. Akan tetapi tidak dapat pula dimungkiri bahwa keinginan untuk melakukan pemekaran wilayah tersebut juga dipicu oleh aspek keuangan daerah dan politis. Menurut Blane (2001) Aspek keuangan muncul sebagai akibat dari perubahan sistem alokasi keuangan negara untuk daerah yang diberlakukan seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah (Sjafrizal, 2008). Dalam hal ini masing-masing pemerintah daerah, termasuk daerah pemekaran baru berhak mendapatkan alokasi dana perimbangan, baik dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Sedangkan aspek politis yang sering muncul adalah dalam bentuk keinginan dari beberapa tokoh politik untuk mendapatkan jabatan baru, baik sebagai Kepala dan Wakil Kepala Daerah maupun Anggota DPRD pada daerah pemekaran (Sjafrizal, 2008). Fakta pelayanan kepada masyarakat, diangkat dari sebuah survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengatakan, otonomi daerah gagal memberikan kesejahteraan kepada rakyat (Media Indonesia, 27 Maret 2007). Sebagian besar responden mengatakan, aspek pendidikan, kesehatan, pengangguran, dan kemiskinan justru lebih parah jika dibandingkan dengan sistem sentralisasi sebelumnya. Analisis Litbang Kompas menyebutkan bahwa dengan data-data pemekaran hasilnya menunjukan lebih dari 46 persen daerah pemekaran memperlihatkan pertumbuhan indeks evaluasi yang negatif. Hal ini menunjukkan potensi pembangunannya justru menurun dibandingkan sebelum pemekaran. Salah satu daerah otonom baru yang memekarkan diri adalah Kabupaten Mamasa yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Polewali Mamasa (sekarang Polewali Mandar) pada tahun Melihat sejarah Kabupaten Mamasa kebelakang, sejak tahun 1958 muncul wacana pembentukan kabupaten Mamasa, pada tahun inilah dimulai gerakan pembentukan kabupaten Mamasa, akan tetapi hal itu kandas oleh karena tidak satunya persepsi para tokoh adat dan tokoh masyarakat yang ada di wilayah Pitu Ulunna Salu. Kegagalan ini juga diakibatkan oleh karena konspirasi politisi yang ada Pitu ba bana binanga, sehingga gerakan ini mengalami kegagalan, pada tahun 1960, ketika keluarnya Kepres RI Nomor 5 tahun 1960 (Lembaran Negara tahun 1960 No.38) dimana pada saat itu keluar kebijakan untuk memekarkan
4 4 Sulawesi Selatan menjadi 27 daerah tingkat dua, dimana pemakaran dilakukan berdasarkan eks kewedanan, maka di Mandar pada saat itu Cuma ada tiga kabupaten diantaranya adalah kabupaten Majene, Mamuju dan Polewali Mamasa, maka pada saat itu eks kewedanaan Mamasa dan Polewali digabung, sehingga kabupaten Polewali Mamasa adalah penamaan alternatif. Dalam sejarah di daerah Mandar (sekarang merupakan wilayah Provinsi Sulawesi Barat) ada dua kelompok kerajaan. Pertama, Kerajaan Pitu Ba bana Binanga adalah tujuh kerajaan di Mandar yang berada dan masing-masing berpusat di tujuh muara sungai atau di wilayah pantai, ketujuh kerajaan tersebut adalah: (1) Kerajaan Balanipa, (2) Kerajaan Banggae, (3) Kerajaan Pamboang, (4) Kerajaan Sendana, (5) Kerajaan Tapalang, (6) Kerajaan Mamuju, (7) Kerajaan Binuang. Kedua, Kerajaan Pitu Ulunna Salu adalah Kerajaan yang berada di kawasan pegunungan termasuk dalam wilayah mandar disebut kerajaan Pitu ulunna salu karena kerajaan-kerajaan tersebut berpusat di tujuh hulu sungai semuanya dalam wilayah Kabupaten Polmas, ketujuh kerajaan Pitu ulunna salu adalah: (1) Kerajaan Rante Bulahan, (2) Kerajaan Aralle, (3) Kerajaan Mambi, (4) Kerajaan Tabulahan, (5) Kerajaan Matangga, (6) Kerajaan Bambang, (7) Kerajaan Tabang. Secara historis Kerajaan di Pitu Ba bana Binanga mayoritas suku mandar yang beragama Islam sedangkan Kerajaan di Pitu Ulunna Salu mayoritas beragam Kristen dan banyak dipengaruhi oleh Suku Tana Toraja. Pasca orde baru adalah masa kebangkitan daerah atau kebangkitan identitas, sehingga muncullah berbagai gerakan untuk memperjuangkan Demokrasi dan HAM, Pasca orde baru kemudian bangkitlah isu tentang otonomi daerah. Pasca orde baru di tahun 2000 muncullah gerakan pembentukan Kabupaten Mamasa untuk percepatan pembangunan di wilayah Pitu Ulunna Salu karena harus diakui bahwa telah terjadi ketidakseimbangan antara wilayah pantai dan wilayah pegunungan dalam hal pembangunan, Amiruddin (2006).
5 5 1.2 Perumusan Masalah Menurut Juanda dan Tuerah (2007), tujuan pemekaran wilayah yang memiliki suatu pemerintahan daerah otonom adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menciptakan kesejahteraan masyarakat, serta menciptakan daerah makin mandiri dan demokratis. Tujuan ideal ini dapat diwujud nyatakan melalui peningkatan profesionalisme birokrasi daerah untuk dapat menyelenggarakan pemerintahan yang efisien, dapat menciptakan kesempatan lebih luas untuk masyarakat, serta dapat akses langsung pada unit-unit pelayanan publik yang tersebar dan mudah dijangkau oleh masyarakat pedesaan maupun kota. Meskipun pada dasarnya tujuan akhir dari pemekaran wilayah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui performance diatas, akan tetapi menurut Tuerah (2006), dari beberapa tujuan pemekaran wilayah tersebut nampaknya tujuan peningkatan transfer dana pemerintah ke daerah menjadi hidden goal. Meskipun dapat memberikan berbagai manfaat yang dapat menyentuh langsung kepada masyarakat lokal, pemekaran wilayah juga berdampak negatif secara langsung terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD Provinsi), Juanda (2007). Berbagai konsekuensi biaya yang harus dibebankan pada APBN dan APBD Provinsi untuk pemekaran daerah kabupaten dan kota, dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Porsi Dana Alokasi Umum (DAU) tiap daerah penerima semakin berkurang. 2. Dana Alokasi Khusus (DAK) pra-sarana untuk daerah meningkat dalam APBN. 3. Pembiayaan sarana-sarana pelayanan umum. 4. Dana Pendampingan Daerah. pemekaran wilayah selain menambah beban terhadap APBN, membebani juga APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota. 5. Dana Bantuan Pemerintah Provinsi. Pemerintah provinsi berkewajiban membantu dan membiayai pembangunan di Kabupaten dan Kota melalui dana bagi hasil dan dana bantuan. RPJMN mengamanatkan adanya program penataan daerah otonom baru (DOB). Program ini bertujuan untuk menata dan melaksanakan kebijakan
6 6 pembentukan DOB agar pembentukannya tidak memberikan beban pada keuangan negara dalam kerangka upaya meningkatkan pelayanan masyarakat dan percepatan pembangunan wilayah Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain : 1. Pelaksanaan evaluasi perkembangan daerah-daerah otonom baru dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. 2. Pelaksanaan kebijakan pembentukan daerah otonom baru dan/atau penggabungan daerah otonom, termasuk perumusan kebijakan dan pelaksanaan upaya alternatif bagi peningkatan pelayanan masyarakat, dan percepatan pembangunan wilayah selain melalui pembentukan daerah otonom baru. 3. Penyelesaian status kepemilikan dan pemanfaatan aset daerah secara optimal, serta 4. Penataan penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom baru. Evaluasi ini sangat terkait dengan kemampuan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Apabila lima tahun setelah mendapat kesempatan memperbaiki kinerja dan mengembangkan potensinya, ternyata hasilnya tidak tercapai, maka daerah yang bersangkutan dapat dihapus dan digabungkan dengan daerah lain (Ratnawati et al. 2005) dalam (Bappenas dan UNDP. 2008). Evaluasi ini diharapkan memberi gambaran secara umum tentang kondisi DOB hasil pemekaran, yang dapat dijadikan bahan kebijakan yang cukup kuat dalam penentuan arah kebijakan pemekaran wilayah selanjutnya, termasuk penggabungan daerah. Pemekaran wilayah secara intensif berkembang di Indonesia sebagai salah satu jalan untuk pemerataan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Setelah berjalan lebih dari lima tahun, banyak pihak ragu apakah tujuan pemekaran tersebut dapat tercapai atau tidak, meski saat ini pemekaran tidak dapat dielakkan lagi dalam situasi politik yang terjadi namun upaya membangun penilaian yang lebih obyektif akan bermanfaat dalam menentukan arah kebijakan pemekaran selanjutnya (Bappenas dan UNDP, 2008). Kabupaten Mamasa yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Polewali Mamasa (sekarang Polewali Mandar) berdasarkan Undang-undang Nomor 11 tahun
7 7 2001, terdiri atas 10 Kecamatan yakni Tabulahan, Mamasa, Tabang, Pana, Messawa, Sumarorong, Sesenapadang, Tanduk Kalua, Mambi dan Aralle, di mana Ibu Kota Kabupaten di Kecamatan Mamasa. Setelah terbentuk dari periode perlu diperlukan kajian untuk mendapatkan gambaran secara komprehensif mengenai dampak yang ditimbulkan dari pemekaran wilayah di Kabupaten Mamasa. Sehubungan dengan hal tersebut maka peneliti akan mengadakan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kelayakan pemekaran Kabupaten Mamasa? 2. Bagaimana dampak pemekaran terhadap pembangunan ekonomi di Kabupaten Mamasa? 3. Bagaimana dampak pemekaran terhadap kapasitas fiskal dan potensi fiskal daerah di Kabupaten Mamasa? 4. Bagaimana dampak pemekaran terhadap pelayanan publik, aparatur pemerintahan di Kabupaten Mamasa Kabupaten Mamasa? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai dampak pemekaran wilayah di Kab. Mamasa, sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengkaji kelayakan pemekaran Kabupaten Mamasa? 2. Mengkaji dampak pemekaran terhadap pembangunan ekonomi di Kabupaten Mamasa? 3. Mengkaji dampak pemekaran terhadap kapasitas fiskal dan potensi fiskal di Kabupaten Mamasa? 4. Mengkaji dampak pemekaran terhadap pelayanan publik, aparatur pemerintahan di Kabupaten Mamasa? 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk : 1. Bahan informasi tentang bagaimana pemekaran di Indonesia;
8 8 2. Penelitian ini diharapkan berguna bagi perumus kebijakan pembangunan dalam usaha pembangunan di Kabupaten Mamasa; 3. Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian yang membahas pemekaran wilayah. 1.5 Kerangka Pemikiran Penelitian Studi ini akan melakukan kajian berdasarkan tujuan pemekaran yang telah diuraikan sebelumnya. Landasan kajian pemekaran daerah didasarkan atas tujuan pemekaran daerah itu sendiri, yang tertuang dalam PP 129/2000. Dalam Bab II Tujuan pasal 2 disebutkan pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan Daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melalui: 1. peningkatan pelayanan kepada masyarakat; 2. percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi; 3. percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah; 4. percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban; 5. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Ada dua hal penting yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, yaitu pertama, bagaimana pemerintah melaksanakannya, dan kedua, bagaimana dampaknya di masyarakat setelah pemekaran dilaksanakan. Untuk hal yang pertama, aspek yang dikaji adalah sejauh mana input yang diperoleh pemerintah daerah pemekaran dapat digunakan semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karenanya, aspek yang dikaji adalah keuangan pemerintah daerah dan aparatur pemerintah daerah, kedua aspek tersebut sangat dominan pengelolaannya oleh pemerintah daerah. Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat sulit direalisasikan tanpa adanya keuangan dan aparatur yang melaksanakannya. Hal yang kedua ialah melihat kondisi yang langsung diterima oleh daerah dan masyarakat, baik sebagai dampak langsung pemekaran daerah itu sendiri maupun disebabkan karena adanya perubahan sistem pemerintahan daerah, oleh karena itu kajian output akan difokuskan kepada
9 9 aspek kepentingan utama masyarakat dalam mempertahankan hidupnya, yakni sisi ekonomi. Apabila kondisi ekonomi masyarakat semakin membaik, maka secara tidak langsung hal ini berpengaruh kepada akses masyarakat terhadap pelayanan publik, baik pendidikan maupun kesehatan. Di sisi lain, pelayanan publik juga mencerminkan sejauh mana pemerintah daerah mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta kondisi umum daerah itu sendiri. Selain itu perlu dilakukan kajian tentang bagaimana perkembangan tingkat pembangunan manusia di suatu wilayah karena mampu memberi gambaran keberhasilan pembangunan manusia. Manfaat pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah pada akhirnya harus dinilai pada sejumlah mana kebijaksanaan ini mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Studi otonomi daerah ini tidak akan langsung mengkaji dampak pelaksanaan otonomi pada kesejahteraan rakyat, tetapi lebih ditujukan pada pengamatan dampaknya terhadap pelaksanaan pelayanan publik. Hal ini perlu dilakukan karena salah satu tujuan kebijaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan melihat perkembangan pemekaran wilayah di Indonesia yang dinilai kurang berhasil, menunjukkan bahwa aturan yang berjalan kurang efektif, ini dapat disebabkan adanya dominasi lembaga legislatif dalam pembentukan daerah otonom baru sehingga persyaratan pembentukan daerah otonom baru yang sesuai dengan syarat fisik, kewilayahan, dan administrasi kurang dipenuhi, ini menjadikan dasar perlunya evaluasi bagaimana kelayakan pembentukan daerah otonom baru yang sesuai dengan undang-undang sehingga dapat menunjukkan wilayah tersebut memang layak atau tidak untuk dimekarkan. Berdasarkan pemikiran di atas, maka kajian difokuskan pada: 1) Kelayakan Pemekaran Wilayah, 2) Pembangunan ekonomi, 3) Kapasitas fiskal, 4) Pelayanan Publik dan Aparatur Pemerintah Daerah. Keempat aspek tersebut saling terkait satu sama lain. Secara teoritis, pemekaran daerah mendorong lahirnya pemerintahan baru, yang pada gilirannya membutuhkan aparatur untuk menjalankannya (Gambar 1).
10 Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Melalui: 1. Peningkatan Pelayanan Kepada Masyarakat; 2. Percepatan Pertumbuhan Kehidupan berdemokrasi; 3. Percepatan Pembangunan Pelaksanaan Pembangunan; perekonomian daerah 4. Percepatan Pengelolaan Potensi daerah; 5. Peningkatan Keamanan dan Ketertiban; 6. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah KAB. POLEWALI MANDAR MENURUNNYA BEBAN TUGAS KAB. POLEWALI MAMASA PEMEKARAN WILAYAH (UU No. 11 Tahun 2001) KAB. MAMASA MENINGKATNYA KEWENANGAN 10 UU Nomor 22Tahun 1999 PP No.129 Tahun 2000 Ketimpangan Pembangunan wilayah Perbedaan Suku dan Agama Potensi Sumberdaya wilayah Luas wilayah kab. Polmas Tuntutan Aspirasi Masyarakat Pitu Ulunna Salu Daerah Induk Kab. Polman Daerah Baru Kab. Mamasa PROSES PEMBANGUNAN KAJIAN DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH - Perkembangan Pemekaran wilayah yang sangat pesat; - Tujuan Pemekaran wilayah tercapai; - Biaya Pemekaran yang sangat besar KAPASITAS FISKAL PEMBANGUAN EKONOMI DAERAH PELAYANAN PUBLIK DAN APARATUR PEMERINTAH DAERAH KELAYAKAN PEMEKARAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAB. MAMASA Gambar 1 Kerangka Pemikiran
KAJIAN DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus: Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat) MUHAMMAD ARAFAT ABDULLAH
KAJIAN DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus: Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat) MUHAMMAD ARAFAT ABDULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PENYATAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAMASA DAN KOTA PALOPO DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAMASA DAN KOTA PALOPO DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAMASA DAN KOTA PALOPO DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPemekaran Wilayah. Tabel Pemekaran Daerah Tahun
Pemekaran Wilayah Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten/kota
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAMASA DAN KOTA PALOPO DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
1 of 16 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAMASA DAN KOTA PALOPO DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI tahun 1945, pemerintah daerah berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam setiap aktivitas pemerintahan daerah, bahkan rancangan pembangunan disetiap daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pulau dan banyak provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota, kecamatan, kelurahan dan dibagi
Lebih terperinciINUNG ISMI SETYOWATI B
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE JAWA TENGAH PERIODE 2006-2007)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas pemerintah secara profesional untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan Indonesia menerapkan sistem pemerintahan desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya kepada pemerintah daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut dengan Anggaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini memaparkan sejarah dan kondisi daerah pemekaran yang terjadi di Indonesia khususnya Kota Sungai Penuh. Menguraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat-Daerah, Dalam UU tersebut perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah suatu sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota, memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang bergulir tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk pemerintahan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pandangan umum mengakui bahwa pemerintahan yang sentralistik semakin kurang populer, karena ketidakmampuannya untuk memahami secara tepat nilainilai daerah atau sentimen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paradigma pengelolaan keuangan daerah telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang No. 32 tahun 2004
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub sistem pemerintahan Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia saat ini semakin pesat seiring dengan adanya era reformasi. Negara Indonesia yang awalnya menggunakan sistem sentralisasi dalam pemerintahannya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan tuntutan reformasi di Indonesia, otonomi daerah mulai diberlakukan. Hal ini salah satunya ditandai dengan adanya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program di segala bidang secara menyeluruh, terarah dan berkesinambungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah untuk kemandirian keuangan daerah. Hal ini membuat topik tentang kemandirian keuangan daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam waktu tujuh tahun sejak tumbangnya rezim orde baru, bangsa Indonesia terus berupaya memperbaiki sistem pemerintahannya. Bahkan upaya-upaya perubahan yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan aspirasi masyarakat yang berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 memberikan dampak besar bagi semua aspek kehidupan, yakni era reformasi. Reformasi yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aspek yang sangat krusial dalam desentralisasi (otonomi daerah) adalah permasalahan desentralisasi fiskal. Secara konseptual, desentralisasi fiskal mensyaratkan
Lebih terperinciData Agregat per Kecamatan BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAMASA
Kabupaten Mamasa Data Agregat per Kecamatan BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAMASA 16 1 PENUTUP Kegiatan Sensus Penduduk 2010 merupakan kegiatan besar yang sangat penting demi mensukseskan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peralihan masa orde baru ke reformasi memberikan perubahan terhadap pemerintahan Indonesia. Salah satu perubahan tersebut adalah otonomi daerah yang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian penting dari pembangunan nasional. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari terwujudnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Sumatera Utara
25. Perhitungan Analisis Shift-Share Kecamatan Aek Natas Tahun 2006-2010... 145 26. Perhitungan Analisis Shift-Share Kecamatan Kualuh Hulu Tahun 2006-2010... 148 27. Perhitungan Analisis Shift-Share Kecamatan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era reformasi ini tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia yang menyebabkan adanya aspek akuntabilitas dan transparansi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Kebijakan terkait yang tertuang dalam UU
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Transfer antarpemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya dan bahkan sudah menjadi ciri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga pemerintahan merupakan organisasi yang diberi kekuasaan untuk mengatur kepentingan bangsa dan negara. Lembaga pemerintahan dibentuk umumnya untuk menjalankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi, pola hubungan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat mengalami
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah dan Desentralisasi Otonomi daerah dan desentralisasi memiliki kaitan erat dengan pemekaran wilayah. Kebijakan otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Transfer antar pemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi pada beberapa negara di dunia yang melaksanakan sistem pemerintahan desentralisasi. Transfer antar pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang melanda indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat ekonomi lemah berupa ketimpangan ekonomi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan desentralisasi tercatat mengalami sejarah panjang di Indonesia. Semenjak tahun 1903, Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan Desentralisatie wet yang menjadi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah sangat erat kaitannya dengan otonomi daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem pemerintahan di Indonesia bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era otonomi terjadi pergeseran wewenang dan tanggung jawab dalam pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi daerah memberikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu asas pembangunan daerah adalah desentralisasi, menurut ketentuan umum UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi yaitu penyerahan wewenang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberilakukannya otonomi daerah. Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU
Lebih terperinciPemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi? MENYIBAK KEGAGALAN PEMEKARAN. Disusun Oleh : Rita Helbra Tenrini 1
Pemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi? MENYIBAK KEGAGALAN PEMEKARAN Disusun Oleh : Rita Helbra Tenrini 1 ABSTRAKSI Hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri menunjukkan bahwa hanya 22 persen
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Reformasi yang bergulir tahun 1998 di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan mendasar paradigma pengelolaan keuangan daerah terjadi sejak diterapkan otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tonggak perubahan yang bergerak sejak tahun 1998 dengan pergantian pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan dalam aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan dana merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen organisasi. Oleh karena itu, anggaran memiliki posisi yang penting sebagai tindakan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting daripada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai dilaksanakan secara efektif tanggal 1 Januari 2001, merupakan kebijakan yang dipandang sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 diharapkan pembangunan di daerah berjalan seiring dengan pembangunan di pusat. Hal tersebut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menempuh babak baru dalam kehidupan masyarakatnya dengan adanya reformasi yang telah membawa perubahan segnifikan terhadap pola kehidupan baik
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap pelayanan prima dari pemerintah yang berorientasi pada kepuasan masyarakat semakin besar sejak era
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa sentralisasi pemerintahan telah berakhir diganti dengan otonomi daerah. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciPELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN U.U. NO. 32 TAHUN SANTOSO BUDI N, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI
PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN U.U. NO. 32 TAHUN 2004 SANTOSO BUDI N, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI Abstract:In order to establish the local autonomy government, the integration
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kebijakan otonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan reformasi sektor publik yang begitu dinamis saat ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan masyarakat yang melihat secara kritis buruknya kinerja
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom. daerah otonom yaitu daerah yang merupakan kewajiban, hak, dan wewenang untuk mengurus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang
BAB I PENDAHULIAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat. Ini dapat dibuktikan dengan jelas dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Bab VI tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa Pembagian daerah Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi Daerah di Indonesia dimulai dengan bergulirnya Undang- Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat pertambahan faktor-faktor produksi pada umumnya tidak selalu diikuti oleh pertambahan produksi barang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan pasca-orde baru, pemerintah pusat tetap memainkan peranan penting dalam mendukung pelaksanaan
Lebih terperinci