BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis suatu daerah dapat menentukan kemampuan daerah tersebut dalam memenuhi segala kebutuhannya untuk pembangunan maupun kesejahteraan penduduknya. Namun, suatu daerah yang letak geografisnya memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah justru seringkali pemerintah pusat yang paling berperan dalam pengelolaannya, sehingga perlu ada reformasi pada tingkat struktur pemerintahan. Sesuai keputusan rakyat di akhir dekade 1990 atau akhir abad ke-20 rakyat melakukan reformasi pada tingkat struktur pemerintahan dikenal dengan kebijakan desentralisasi dan pengelolaan pemerintah daerah atau kerap disebut otonomi daerah (Halim, 2009:9) Otonomi daerah tersebut tidak terlepas dari berbagai permasalahan keuangan di level daerah dikarenakan kurang baiknya realitas hubungan fiskal antara pusat dan daerah yang ditandai dengan tingginya kontrol pusat terhadap proses pembangunan daerah. Ini jelas terlihat dari rendahnya proporsi PAD (Pendapatan Asli Daerah) terhadap total pendapatan daerah dibanding besarnya subsidi (grants) yang di drop dari pusat (Kuncoro, 2006:500). Menurut Kuncoro (2006), setidaknya ada lima penyebab utama rendahnya PAD (Pendapatan A sli Daerah) yang pada gilirannya menyebabkan tingginya ketergantungan terhadap subsidi dari pusat, pertama, kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah, kedua, tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, ketiga, kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan, keempat, lebih bersifat politis. Ada yang khawatir bila daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme, dan kelima, adalah kelemahan dalam pemberian subsidi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. 1

2 Otonomi daerah yang telah disinggung di atas merupakan implementasi dari UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang kemudian diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Jelas bahwa tingkat pemerintahan yang dimaksud di atas adalah tingkat kabupaten/kota. Secara teoretis desentralisasi di pemerintahan kabupaten/kota memiliki beberapa tujuan penting, diantaranya alokasi sumber daya yang efisien, menjalin koordinasi dengan daerah lain, menciptakan/memperbaiki daya saing lokal, dan meningkatkan legitimasi pemerintah daerah dimata rakyat (Brodjonegoro, 2005). Alokasi sumber daya yang efisien dan menciptakan atau memperbaiki daya saing (competitiveness) lokal merupakan suatu cara pemerintah daerah untuk dapat meningkatkan pembangunan ekonomi daerah. Kebijakan otonomi daerah sesungguhnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam naungan wilayah NKRI yang semakin kokoh melalui strategi pelayanan kepada masyarakat yang semakin efektif dan efisien dan adanya akselerasi pertumbuhan dan perkembangan potensi daerah yang semakin cepat. Dalam bahasa yang sederhana yaitu untuk mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan lebih merata (Djoko, 2013). Masalah pokok dalam pembangunan daerah terletak pada penekanannya terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada ciri khas (unique value) dari daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah) (Arsyad, 2010). Kebijakan pembangunan seperti yang telah diatur dalam undang-undang tersebut di atas diarahkan kepada proses kemandirian suatu daerah dalam pengelolaan keuangannya yang mengharuskan suatu daerah untuk mencari sumber pendapatan dan mengurus kebutuhan sendiri agar tidak menambah beban 2

3 pemerintah pusat. Dampak konsep federalisasi yang terkandung dalam undang - undang ini memberikan respon yang berbeda kepada daerah-daerah, karena alokasi sumber daya hanya memberikan tambahan dana amat kecil (Yuwono, 1999). Respon masing-masing daerah tersebut tergantung dari sumber daya potensial yang dimiliki oleh masing-masing daerah, jika daerah tersebut memiliki sumber daya yang melimpah maka akan merespon dengan positif, namun jika tidak memiliki sumber daya maka respon daerah tersebut akan negatif. Terlepas dari tanggapan positif maupun negatif tersebut, seperti banyak kasus yang terjadi saat ini, sebagian wilayah tiga Cirebon (Ciayumajakuning) menanggapi hal tersebut dengan ingin membentuk provinsi atau wilayah baru yaitu provinsi Cirebon. Seiring dengan dinamika masyarakat dalam era reformasi, banyak sekali tuntutan "sebagian" masyarakat untuk membentuk provinsi baru anara lain seperti Banten, Bangka-Belitung, Kepulauan Riau, Gorontalo, Sulawesi, Barat, dan sebagainya (Thoha dan Soekarni, 2000). Menurut Risanto (2009), setidaknya ada lima alasan mengapa Cirebon menginginkan membentuk provinsi baru, yaitu: 1. Jawa Barat masih terlalu luas dengan jumlah penduduk yang besar. Sehingga secara manajemen, akan sulit mengelolanya dibandingkan mengelola sebuah wilayah yang lebih kecil dengan penduduk yang lebih sedikit. Kini, dengan jum lah penduduk wilayah III Cirebon atau Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan) mencapai jumlah 8,5 juta jiwa. 2. Potensi ekonomi wilayah Ciayumajakuning sangat tinggi dan bisa menarik investor lebih banyak lagi. 3. Melihat segi historis karena pernah menjadi Kesultanan Cirebon yang berdaulat dan berjaya. 4. Adanya ketidakseimbangan pembangunan di Jawa Barat yang lebih terpusat di Bandung dan sekitarnya. 3

4 5. Adanya momentum gerakan warga yang merasa kecewa karena tidak ada figur dari wilayah Ciayumajakuning yang bisa tampil sebagai pimpinan di tingkat Jawa barat. Dalam UU No. 32 Tahun 2004, pasal 5, ayat (1), persyaratan dibentuknya daerah baru harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Kemudian dijelaskan syarat teknis tersebut yang tercantum dalam pasal 5, ayat (4) bahwa faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Berangkat dari pasal 5 ayat (1) dan (4) tersebut, maka penulis bermaksud meneliti potensi ekonomi yang menjadi syarat agar dapat memenuhi terbentuknya suatu provinsi sebagai pertimbangan dari pasal 4 ayat (1) bahwa pembentukan provinsi tersebut untuk mengurus kepentingan masyarakat terutama dari segi perekonomiannya yang sesungguhnya dalam UU No. 32 Tahun 2004 tersebut tidak dipaparkan secara rinci tentang perekonomiannya yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menentukan layak atau tidaknya suatu daerah yang ingin menjadi daerah baru (Thoha dan Soekarni, 2000). Namun penekanan pada penelitian ini adalah "analisis potensi ekonomi wilayah tiga Cirebon (Ciayumajakuning)" bukan untuk meneliti apakah wilayah tiga Cirebon layak atau tidak menjadi suatu provinsi. 1.2 Perumusan Masalah Potensi suatu daerah di masing-masing wilayah memiliki keragaman yang berbeda, sehingga analisis mengenai potensi yang berhubungan dengan perekonomian suatu daerah sangatlah penting, karena analisis tersebut berkaitan dengan perencanaan pembangunan ekonomi daerah agar lebih efisien. Perencanaan ekonomi yang efisien membutuhkan suatu proses perencanaan yang teliti mengenai penggunaan sumberdaya publik dan sektor swasta (misalnya petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi-organisasi sosial) 4

5 harus mempunyai peran dalam proses perencanaan (Arsyad, 2010), sehingga semua elemen sumber daya harus diketahui seberapa besar peranannya dalam perekonomian daerah tersebut. Kemudian, alasan pentingnya analisis potensi perekonomian suatu daerah berkaitan dengan adanya perbedaan kondisi sosial-ekonom i pada setiap daerah tersebut akan membawa implikasi pada adanya perbedaan derajat dan cakupan campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Perbedaan tingkat pembangunan antar daerah mengakibatkan perbendaan tingkat kesejahteraan antar daerah dan jika hal ini dibiarkan dapat menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi suatu negara (Arsyad, 2010). Selain alasan di atas menurut Arsyad (2009) salah satu faktor yang membuat Negara Sedang Berkembang (NSB) kurang diperhatikan dalam masalah pembangunannya yaitu karena di lingkungan para pakar ekonom i, pelelitian dan analisis mengenai masalah pembangunan ekonomi masih sangat terbatas. 1.3 Pertanyaan Permasalahan Setelah penulis merumuskan permasalahan, kemudian timbu l pertanyaan seputar permasalahan yang terjadi, pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain: 1. Sektor/subsektor perekonomian apa sajakah yang memiliki keunggulan komparatif (basis), bagaimana dinamika keunggulan komparatifnya dan sektor/subsektor apa sajakah yang bergeser dari sektor/subsektor basis ke sektor/subsektor nonbasis atau bahkan sebaliknya pada masing-masing daerah di wilayah tiga Cirebon (Ciayumajakuning)? 2. Bagaimanakah perubahan struktur sektor/subsektor perekonomian dan seberapa jauh perubahan di antara sektor/subsektor perekonomian tersebut pada masing-masing daerah di wilayah tiga Cirebon (Ciayumajakuning)? 5

6 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan antara lain: 1. Untuk mengetahui sektor/subsektor yang memiliki keunggulan komparatif (basis), mengetahui dinamika keunggulan komparatif, dan untuk mengetahui pergeseran sektor/subsektor perekonomian tersebut dari sektor/subsektor basis ke sektor/subsektor nonbasis atau bahkan sebaliknya pada masing-masing daerah di wilayah tiga Cirebon (Ciayumajakuning). 2. Untuk mengetahui perubahan struktur sektor/subsektor perekonomian dan seberapa jauh perubahan di antara sektor/subsektor perekonomian tersebut pada masing-masing daerah di wilayah tiga Cirebon (Ciayumajakuning). 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dilakukannya penelitian ini antara lain adalah: 1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk perencanaan pembangunan ekonom i wilayah tiga Cirebon (Ciayumajakuning). 2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang terkait dengan pembangunan dan perencanaan ekonomi daerah. 1.5 Sistematika Penulisan Sitematika penulisan yang akan dipaparkan adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab II Kerangka Teori dan Metodologi Penelitian Bab III Kondisi Sosio-Ekonomi Wilayah Tiga Cirebon Bab IV Analisis Data dan Pembahasan Bab V Kesimpulan dan Saran. 6