BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
|
|
- Harjanti Wibowo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI FRACTIONAL AIRCRAFT OWNERSHIP Fractional Aircraft Ownership (FAO), yang dikenal pula dengan sebutan Fractional Jets, merupakan suatu konsep kemilikan pesawat secara bersama dengan sistem saham atau share. Berdasarkan FAR Part 91 Subpart K (Fauzia, 2007), komponen-komponen yang terlibat di dalam FAO antara lain: Fractional owner Fractional owner adalah individu atau entitas yang memiliki fractional ownership interest (atau FAO share) minimum atas pesawat dalam program FAO yang tercantum dalam perjanjian. Untuk minimal satu pesawat subsonic, fixed-wing, atau powered-lift, maka FAO share minimum adalah sebesar atau lebih dari 1/16. Sedangkan untuk minimal satu pesawat rotorcraft, FAO share minimum adalah sebesar atau lebih dari 1/32. Fractional ownership program Fractional ownership program adalah suatu sistem kepemilikan pesawat yang terdiri dari elemen-elemen berikut: Fractional Management Company (FMC) yang mewakili fractional owners. Dua atau lebih pesawat yang memenuhi syarat kelaikan udara. Satu atau lebih fractional owners. Kepemilikan atas fractional ownership interest minimum pada satu atau lebih FAO aircraft (pesawat yang termasuk dalam program FAO). 6
2 Perjanjian yang mencakup fractional ownership, program management service, dan dry-lease aircraft exchange dari setiap pesawat. Fractional ownership program Fractional ownership program adalah satuan administrasi yang bertanggung jawab atas: Pembuatan dan implementasi panduan keselamatan terbang. Pekerjaan atau kontrak atas pilot dan kru pesawat lain. Pelatihan dan kualifikasi dari pilot dan kru pesawat lain. Penjadwalan dan koordinasi pesawat dan kru. Perawatan pesawat. Pemenuhan persyaratan dan dokumentasi pelaksanaan teknis. Fractional ownership program merupakan kebijakan yang dilakukan oleh FMC untuk mewakili konsumen dalam pengelolaan operasional pesawat. 2.2 DEFINISI STUDI KELAYAKAN Studi kelayakan atau feasibility study merupakan suatu penelitian yang dilakukan untuk menentukan apakah suatu proyek layak atau tidak untuk dilaksanakan. Studi ini merupakan jalan untuk meminimalkan terjadinya penghamburan biaya proyek di masa yang akan datang. Studi kelayakan menggambarkan tentang kelayakan proyek, baik secara operasional maupun finansial, kepada pihak-pihak terkait, seperti pemilik proyek dan penanam modal. Suatu studi kelayakan paling tidak harus mampu menjawab lima pertanyaan penting berikut: Apakah proyek akan berjalan atau tidak? Apakah proyek menguntungkan atau tidak? Berapa biaya yang diperlukan untuk dapat memulai proyek? Apakah pelaksanaan proyek itu berharga? 7
3 Apakah proyek layak ditindaklanjuti menjadi suatu business plan? Dalam kaitannya dengan jasa transportasi udara, maka studi kelayakan merupakan bagian dari perencanaan operasi bagi aircraft operator. Dan dalam hal operasi penerbangan dengan sistem FAO, maka FMC adalah pihak yang bertindak sebagai aircraft operator. Studi perencanaan operasi bagi aircraft operator merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Bentuk perencanaan operasi yang dilakukan oleh aircraft operator diantaranya adalah airline analysis. Studi tersebut dilakukan airline untuk melaksanakan operasi penerbangan berjadwal. Namun, konsep ini pun dapat diterapkan pada operasi penerbangan dengan sistem FAO karena posisi FMC adalah sebagai aircraft operator. Analisis perencanaan operasi dapat dilakukan dengan melakukan langkah-langkah berikut ini: 1. Analisis Pasar/Daerah Operasi (Market Analysis) 2. Analisis Perlengkapan (Equipment Analysis) 3. Analisis Operasi (Operational Analysis) 4. Analisis Ekonomi (Economic Analysis) 5. Analisis Keuangan (Financial Analysis) Analisis di atas sangat penting dilakukan untuk mengantisipasi resiko di masa yang akan datang, menentukan posisi di pasar dibandingkan dengan kompetitor lain, dan mengetahui segala potensi yang dimiliki untuk kemudian dimanfaatkan untuk pengembangan operasi aircraft operator. Keterkaitan antara lima bagian tersebut digambarkan oleh Darma (2003) dalam skema berikut: 8
4 Gambar 2-1 Skema Airline Analysis Analisis Pasar (Market Analysis) Analisis pasar adalah suatu awal bagi perencanaan kegiatan aircraft operator, termasuk FMC. Analisis yang dilakukan dapat memberikan kerangka dasar yang akurat dan fleksibel bagi perencanaan lanjutan, yaitu perencanaan rute perjalanan, pemilihan tipe pesawat, analisis keuangan, dan finansial. Tujuan analisis pasar adalah memperkirakan kebutuhan perjalanan konsumen yang ingin menikmati kebebasan penerbangan tanpa terikat oleh jadwal. Potensi pemasaran untuk sistem operasi FAO adalah pihakpihak yang membutuhkan mobilisasi secara cepat dan tidak ingin terikat jadwal ataupun pihak-pihak yang ingin mencapai daerah tujuan yang tidak dilayani oleh penerbangan komersial berjadwal. Analisis pasar dapat dilakukan dengan metodologi prakiraan (forecast). Proses prakiraan pasar dapat dilakukan pada regional yang luas 9
5 (tingkat makro) dan berlanjut pada tingkat negara, prakiraan daerah operasi hingga rangkaian perjalanan Analisis Perlengkapan (Equipment Analysis) Menurut Banfe (1992), aset fisik yang paling penting yang dimiliki aircraft operator adalah pesawat, yang nilainya sekitar 80% dari aset tetap yang dimiliki. Sekitar ¼ dari 80% aset tersebut terdiri dari suku cadang dan mesin. Perlengkapan yang dimiliki oleh aircraft operator bukan hanya sebagai investasi utama, tetapi juga penentu dari prosedur operasi, menentukan citra/image dari aircraft operator yang bersangkutan dan pasar yang menjadi sasaran pengoperasian, respon positif dari penumpang dan mencerminkan potensi keuntungan atau kerugian aircraft operator. Dalam pemilihan perlengkapan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya: Analisis pesawat udara, yang perlu diperhatikan adalah konfigurasi internal/kabin dan performa pesawat secara keseluruhan (mesin, berat pesawat, prestasi, dan sebagainya). Karakteristik dan kemampuan dari bandara. Kondisi bandara akan memengaruhi berat take-off dan landing maksimum yang diijinkan. Keberadaan bandara cadangan selama operasi. Kondisi kawasan operasi yang meliputi: jarak terbang, arah/kecepatan angin, temperatur, block fuel, dan pengeluaran untuk setiap block time operasi pesawat Analisis Operasi (Operational Analysis) Dalam kaitannya dengan operasi penerbangan dengan sistem FAO, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah ketersediaan pesawat untuk memenuhi permintaan konsumen, manajemen waktu perawatan (scheduling), transit times, dan turnaround times. Operasi pesawat untuk melayani berbagai rute dianalisis secara mendalam pada tahap ini. Hal ini 10
6 dimaksudkan agar gambaran rotasi penggunaan pesawat dan segala kemungkinan terjadinya keterlambatan atau ketidaktersediaan armada dapat sedini mungkin diantisipasi Analisis Ekonomi (Economic Analysis) Dengan memperhatikan sisi keuangan dari implikasi operasi, maka analisis ekonomi yang dapat dilakukan FMC secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Revenue Analysis, meliputi analisis pendapatan yang didapatkan dari penjualan share yang ditawarkan FMC kepada konsumen. Dari analisis ini dapat diperkirakan besarnya annual revenue. 2. Cost Analysis, meliputi: Perhitungan Direct Operating Cost (DOC), yang bergantung pada lingkungan operasional sesuai dengan karakteristik pesawat, dan Perhitungan Indirect Operating Cost (IOC), yang bergantung pada metode alokasi biaya yang dilakukan, bagaimana, dan dimana pesawat dioperasikan Analisis Keuangan (Financial Analysis) Analisis keuangan dibuat untuk menentukan kekuatan relatif dari FMC. Terutama digunakan untuk mengetahui keuntungan yang dapat diraih oleh perusahaan. Informasi yang didapatkan dari analisis ini memberikan pula gambaran perkembangan perusahaan bagi investor untuk memperkirakan antara cash flow dengan stabilitas dari aliran cash itu sendiri. 2.3 KEBIJAKAN TRANSPORTASI UDARA DI INDONESIA Aturan penyelenggaraan angkutan udara di Indonesia, secara khusus, diatur oleh Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 Tahun 11
7 2004. Dalam aturan tersebut, izin usaha angkutan udara dibagi ke dalam dua kategori, yaitu: 1. Angkutan udara niaga, yang terbagi menjadi angkutan udara niaga berjadwal dan angkutan udara niaga tak berjadwal, dan 2. Angkutan udara bukan niaga. Proses perijinan usaha angkutan udara niaga meliputi permohonan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dengan menyertakan kelengkapan dokumen berupa Akta pendirian perusahaan yang disahkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM, studi kelayakan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan domisili perusahaan. Studi kelayakan mencakup aspek demand dan supply, aspek jenis dan jumlah pesawat, rute penerbangan (untuk penerbangan berjadwal) atau daerah operasi (untuk penerbangan tidak berjadwal), aspek pemasaran, aspek SDM dan organisasi, aspek kesiapan teknik dan kelayakan operasi, serta aspek analisis ekonomi dan finansial. Studi kelayakan ini harus mencantumkan perencanaan sekurangkurangnya lima tahun ke depan. Setelah mengajukan permohonan, calon harus memberikan presentasi di hadapan Ditjen Perhubungan Udara yang juga dihadiri oleh INACA. Ditjen Perhubungan Udara kemudian akan menilai kelayakan calon, yang mana persetujuan atau penolakan akan diberikan dalam jangka waktu paling lambat 60 hari. Penolakan yang diberikan wajib diberikan alasan. Berdasarkan tipe pesawat, dikenal dua jenis operator, yaitu operator yang mendapatkan sertifikasi berdasarkan CASR 121 untuk operator angkutan udara berjadwal (pesawat yang lebih dari 30 kursi) dan operator dengan sertifikasi operasi berdasarkan CASR 135 untuk operator angkutan udara tidak berjadwal (pesawat dengan kursi kurang dari 30). Untuk mendapatkan sertifikat operator pesawat (Air Operator Certificate atau AOC) calon harus memenuhi KM No. 18 Tahun 2002 tentang CASR Part 135 revisi 02 atau KM 22 Tahun 2002 tentang CASR Part 121 revisi
8 Hingga saat ini, masih belum ada aturan yang menjelaskan secara lengkap tentang pelaksanaan FAO di Indonesia. Untuk menyikapi hal ini, maka dilakukan penyesuaian dengan aturan yang ada saat ini ditambah dengan aturan yang berlaku menurut FAR Part 91 Subpart K. Dengan merujuk pada aturan yang berlaku pada KM 81 Tahun 2004, maka kepemilikan pesawat dengan konsep FAO dapat digolongkan sebagai operasi angkutan udara niaga tidak berjadwal. Angkutan udara niaga tak berjadwal adalah angkutan udara niaga yang dilaksanakan pada rute dan jadwal penerbangan yang tidak tetap dan tidak teratur dengan tarif sesuai kesepakatan antara penyedia dan pengguna jasa dan tidak dipublikasikan. Dalam hal ini, penyedia jasa dapat dikatakan sebagai Fractional Management Company (FMC), sedangkan pengguna jasa adalah Fractional owners. Berdasarkan aturan yang sama, maka ada beberapa poin dalam studi kelayakan untuk angkutan niaga tidak berjadwal yang harus diperhatikan. Poin-poin tersebut adalah: 1. Permintaan (Demand) Demand sesuai dengan rencana daerah operasi yang akan dilayani, ditunjukkan dengan jumlah pergerakan angkutan udara pada kurun waktu tertentu. Data demand sesuai rencana daerah operasi, minimal data empiris selama kurun waktu lima tahun terakhir. Prakiraan demand untuk minimal lima tahun ke depan menyertakan: o Metode prakiraan permintaan o Faktor-faktor eksternal, yaitu ekonomi, sosial, pariwisata, politik, dan sebagainya. o Asumsi dasar penyusunan prakiraan permintaan (demand forecast) yang dapat dipertanggungjawabkan. 13
9 2. Aspek Daerah Operasi Tahapan rencana untuk lima tahun ke depan dibuat dengan memperhatikan: Segmentasi pasar atau target pangsa pasar. Kondisi pesaing angkutan udara niaga tidak berjadwal. Kemampuan perusahaan dalam meraih segmen pasar. 3. Aspek Armada Udara Perencanaan armada untuk minimal lima tahun ke depan, memuat: Alasan pemilihan jenis dan tipe pesawat yang akan digunakan. Karakteristik dan spesifikasi jenis dan tipe pesawat yang akan digunakan. Perhitungan kebutuhan jumlah pesawat dan tahapan pengadaan, dengan minimal dua pesawat udara yang dapat saling mendukung operasi. Cara perolehan pesawat udara: o Cara perolehan 1) Cara sewa, dengan penjelasan sistem sewa. 2) Cara beli, dengan penjelasan sistem pembelian. o Sumber atau negara asal pesawat udara 2.4 OPERASI PENERBANGAN DENGAN SISTEM FAO Setiap pemegang saham atau fractional owner memiliki hak untuk menggunakan pesawat sebesar jam terbang tertentu sesuai dengan perjanjian yang dibuat bersama FMC. Fractional owner membeli saham atau fractional interests dari suatu pesawat yang berkisar antara ½ hingga 1/16 bagian. Suatu program FAO biasanya menawarkan suatu armada pesawat yang terdiri dari satu atau beberapa tipe pesawat dan kemudian menjual setiap pesawat dalam bentuk bagian saham kepada konsumen. Konversi jam terbang yang menjadi hak 14
10 fractional owner berdasarkan bagian saham yang dibelinya dapat dilihat pada Tabel 2-1. Tabel 2-1 Tabel Konversi Saham terhadap Jam Terbang Bagian Saham (Fractional Interest) Jam terbang/tahun 1/ / / ¼ 200 5/ / / ½ 400 Jika dibandingkan dengan konsep penerbangan charter, maka operasi penerbangan hanya berbeda dari segi kepemilikan saja. Pada operasi penerbangan charter, konsumen memiliki kebebasan untuk melakukan pemesanan keberangkatan dengan batas waktu tertentu. Begitu pula dengan sistem pemesanan keberangkatan yang biasanya memiliki waktu pemesanan maksimum tiga jam sebelum keberangkatan. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Hubbard, et al. (2006) dan menurut FAR , operasi penerbangan biasanya diawali dan diakhiri dari suatu kota atau bandara tertentu, yang menjadi base atau basis operasi. Bandara yang dipilih sebagai basis operasi harus merupakan suatu bandara dengan komponen pendukung yang lengkap selain operasi tinggal landas dan pendaratan, seperti perawatan, hangar, pengisian bahan bakar, dan lainnya. Selain itu, bandara tersebut berada pada daerah yang strategis, yaitu dekat dengan pasar potensial, seperti ibukota negara, ibukota propinsi, kabupaten/kota, atau kota pusat dagang/bisnis. Jika owner tidak berdomisili di kota di mana bandara basis operasi berada maka akan terjadi yang dinamakan penerbangan kosong atau dead head atau repositioning flight. Penerbangan tersebut dilakukan untuk menjemput owner yang berada di kota lain untuk diantar ke kota 15
11 selanjutnya. Selain untuk penjemputan, penerbangan kosong pun dapat terjadi jika kota tujuan terakhir owner bukanlah bandara basis operasi. Fractional Management Company (FMC) yang telah ada sejak lama dan berkembang pesat seperti NetJets dan FlexJet, mulanya hanya melayani daerah-daerah regional suatu negara saja, seperti Amerika Serikat. Namun kini, tidak hanya sebatas itu karena perusahaan-perusahaan tersebut telah melayani penerbangan lintas negara. Permintaan owner untuk melakukan rangkaian perjalanan tidak dapat diketahui secara pasti karena pada kenyataannya ke mana dan kapan ia akan berangkat tidak didasarkan pada jadwal yang dikeluarkan oleh operator, atau dalam hal ini FMC. Jadi, salah satu cara untuk memahami pola pergerakan pesawat atau rangkaian perjalanan yang dilakukan oleh owner adalah dengan membuat pemodelan terhadap permintaan dan pergerakan itu sendiri. 2.5 PEMODELAN OPERASI PENERBANGAN Pemodelan suatu sistem, seperti operasi penerbangan, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam teknik dan metode, salah satunya adalah simulasi. Menurut Oxford English Dictionary, yang diterjemahkan secara bebas, simulasi merupakan suatu teknik meniru kelakuan dari beberapa situasi atau sistem (ekonomi, mekanik, dan lain-lain) yang dilakukan dengan membuat suatu model, situasi, atau alat yang data digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih baik. Dengan kata lain, simulasi adalah suatu teknik pembangunan suatu model dari suatu sistem yang riil untuk mengetahui kelakuan sistem tersebut pada kondisi-kondisi tertentu. Kunci utama dari suatu simulasi adalah kemampuan untuk memodelkan suatu sistem yang kelakuannya dapat berubah seiring berjalannya waktu. Salah satu metode simulasi yang dapat dilakukan untuk memodelkan suatu sistem adalah discrete event simulation, yang merupakan simulasi yang menganalisis kelakuan dinamis dari suatu sistem terhadap waktu. Operasi penerbangan merupakan suatu bentuk sistem yang 16
12 kelakuannya berubah terhadap waktu. Aspek-aspek yang dapat dimodelkan dalam operasi penerbangan, khususnya dalam analisis operasi penerbangan FAO, adalah permintaan owner dan pergerakan pesawat. Pemodelan terhadap permintaan dapat dilakukan dengan membuat suatu analisis pembangkitan rute atau yang dikenal dengan istilah trip generation. Pembangkitan rute yang dilakukan oleh Hubbard, et al. (2006) menggunakan metode Monte Carlo untuk mengetahui permintaan owner yang bervariasi. Pembangkitan rute perjalanan tersebut dibuat dengan memasukkan data kota-kota yang menjadi daerah operasi penerbangan. Lalu, seluruh perjalanan yang mungkin dilakukan berdasarkan batasan tertentu, dikumpulkan dan dipilah-pilah berdasarkan jarak leg, atau jarak langsung dari kota asal (origin) ke kota tujuan (destination). Perjalanan-perjalanan tersebut kemudian menjadi masukan bagi analisis biaya dan finansial. Pemodelan pada penelitian tersebut dibuat dengan menggunakan perangkat lunak berbasis simulasi desain utilisasi bernama ARENA. Simulasi tersebut dilakukan untuk mengetahui performa rancangan operasi yang telah dibuat sehingga sistem pembiayaan dapat dianalisis secara lebih lengkap berdasarkan pola operasi yang dilakukan. 17
FRACTIONAL AIRCRAFT OWNERSHIP
BAB 2 FRACTIONAL AIRCRAFT OWNERSHIP Fractional Aircraft Ownership (FAO) adalah konsep kepemilikan pesawat di mana pengguna hanya perlu membeli sebagian kecil saham dari pesawat dibanding membeli keseluruhan
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI 3.1 LANGKAH PENYUSUNAN TUGAS AKHIR 3.2 PENGUMPULAN DATA
BAB 3 METODOLOGI 3.1 LANGKAH PENYUSUNAN TUGAS AKHIR Analisis yang dilakukan dalam studi ini merupakan gabungan antara studi kelayakan dengan simulasi operasi atau analisis komputasi menggunakan perangkat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Fractional Aircraft Ownership (FAO) atau dikenal pula dengan sebutan Fractional Jets adalah suatu konsep kepemilikan pesawat dimana konsumen (yang dalam hal ini disebut
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 81 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UDARA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 11 Tahun 2001 telah
Lebih terperinciSTUDI KELAYAKAN OPERASI PENERBANGAN DENGAN SISTEM FRACTIONAL AIRCRAFT OWNERSHIP DI INDONESIA
STUDI KELAYAKAN OPERASI PENERBANGAN DENGAN SISTEM FRACTIONAL AIRCRAFT OWNERSHIP DI INDONESIA TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana S1 Teknik Penerbangan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 41 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 41 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 25 TAHUN 2008 TENTANG
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan L
No.817, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Penyelenggaraan Angkutan Udara. Perubahan Kesepuluh. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KESEPULUH
Lebih terperinci2 Ke Dan Dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.496, 2015 KEMENHUB. Angkutan Udara. Tidak Berjadwal. Pesawat Udara. Sipil Asing. NKRI. Kegiatan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 66 TAHUN 2015
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.6, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Angkutan Udara. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 5 TAHUN 2015 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan
No.1213, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Kegiatan Angkutan Udara Perintis dan Subsidi Angkutan Udara Kargo. Kriteria. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 79 TAHUN
Lebih terperinci-9- keliru. Personel AOC melakukan landing yang menyimpang dari prosedur
-9-4.35. 4.36. 4.37. 4.38. 4.39. 4.40. 4.41 4.42. 4.43. 4.44. 4.45. 4.46. 4.47. 4.48. 4.49. 4.50. 4.51. 4.52. 4.53. 4.54. 4.55. 4.56. 4.57. 4.58. 4.59. Personel AOC melakukan approach to landing yang bertentangan
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS 4.1 SKENARIO OPERASI PENERBANGAN
BAB 4 ANALISIS 4.1 SKENARIO OPERASI PENERBANGAN Sebelum melakukan analisis dan simulasi operasi penerbangan dengan sistem FAO, maka skenario operasi harus dibuat terlebih dahulu untuk membatasi jenis operasi
Lebih terperinci2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.498, 2015 KEMENHUB. Angkutan Udara. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 68 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS
Lebih terperinci2016, No Republik Indonesia Nomor 3601) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang.perubahan atas
No.65, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Angkutan Udara Perintis. Kriteria. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KRITERIA DAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN
Lebih terperinci`KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 82 TAHUN 2004 TENTANG PROSEDUR PENGADAAN PESAWAT TERBANG DAN HELIKOPTER MENTERI PERHUBUNGAN,
`KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 82 TAHUN 2004 TENTANG PROSEDUR PENGADAAN PESAWAT TERBANG DAN HELIKOPTER MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa Prosedur Pengadaan Pesawat Terbang dan Helikopter
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.560, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Perizinan. Penyelenggaraan. Sarana. Perkeretaapian Umum. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 31 TAHUN 2012 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya bidang teknologi dan perubahan pola kehidupan manusia yang semakin cepat membuat begitu banyak aktivitas yang harus dilakukan oleh manusia untuk
Lebih terperinci2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.561, 2014 KEMENHUB. Penetapan. Biaya. Navigasi Penerbangan. Formulasi. Mekanisme. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 17 TAHUN 2014 TENTANG FORMULASI
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3610) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperincikegiatan angkutan udara bukan niaga dan lampirannya beserta bukti
-3-1.26. 1.27. 1.28. 1.29. 1.30. 1.31. 1.32. 1.33. 1.34. 1.35. 1.36. 1.37. 1.38. Perusahaan angkutan udara asing dan badan usaha angkutan udara yang melaksanakan kerjasama penerbangan pada rute luar negeri
Lebih terperinciBAB l PENDAHULUAN. Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2012, untuk lalu lintas dan angkutan jalan ratarata
BAB l PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Perusahaan Pertumbuhan potensi dan produksi di sub sektor perhubungan darat dari Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2012, untuk lalu lintas dan angkutan jalan ratarata
Lebih terperinci2 menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkuta
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1901, 2014 KEMENHUB. Angkutan Udara. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 77 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan global diproyeksikan tumbuh sebesar 3,5 % pada
1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan global diproyeksikan tumbuh sebesar 3,5 % pada 2012,seperti yang tercantum pada theglobal-review.com menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG PENYEDIAAN TRANSPORTASI UDARA BAGI JEMAAH HAJI REGULER
PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG PENYEDIAAN TRANSPORTASI UDARA BAGI JEMAAH HAJI REGULER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.716, 2015 KEMENHUB. Angkutan Udara Niaga. Keterlambatan Penerbangan. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2015 TENTANG
Lebih terperinci2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1593 2015 KEMENHUB. Perawat Udara. Niaga. Armada. Peremajaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 160 TAHUN 2015 TENTANG PEREMAJAAN ARMADA PESAWAT
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)
Lebih terperinciNOMOR: PM 17 TAHUN 2014
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 17 TAHUN 2014 TENTANG FORMULASI DAN MEKANISME PENETAPAN BIAYA PELAYANAN JASA NAVIGASI PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinci2015, No Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014; 4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.831, 2015 KEMENHUB. Kepemilikan. Penguasaan. Pesawat Udara. Petunjuk Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 97 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era modern ini, sering kali segala sesuatu dituntut serba cepat. Di negara yang sedang berkembang, misalnya Indonesia, banyak hal yang dituntut tepat waktu untuk
Lebih terperinci2016, No udara niaga tidak berjadwal luar negeri dengan pesawat udara sipil asing ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1378, 2016 KEMENHUB. Pesawat Udara Sipil Asing. Angkutan Udara Bukan Niaga. Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal Luar Negeri. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 187 Tahun 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 56 TAHUN 2015 TENTANG KEGIATAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak hanya produk berupa barang yang banyak memberikan manfaat untuk kelangsungan hidup manusia. Di era modern dan perkembangan teknologi serta meningkatnya kebutuhan
Lebih terperinci2017, No Udara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tam
No.732, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Penyelenggaraan Angkutan Udara. Perubahan Kesembilan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 38 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KESEMBILAN
Lebih terperinciTanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi
Perkeretaapian UU No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 157 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERIZINAN USAHA DI BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KETENAGALISTRIKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dicirikan dengan adanya akses transportasi yang cukup baik. Perbaikan akses transportasi ke suatu tempat akan menjadikan lahan tersebut semakin menarik. Berkembangnya
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Implementasi Sistem Manajemen K3 pada PT.Merpati terbagi menjadi tiga
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Implementasi Sistem Manajemen K3 pada PT.Merpati terbagi menjadi tiga aspek yaitu keselamatan penerbangan (safety), keselamatan gedung (security), dan total quality management
Lebih terperinci2 Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tenta
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.290, 2015 KEMENHUB. Sertifikat Operator Pesawat Udara. Keselamatan. Penilaian Kinerja. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2015 TENTANG
Lebih terperincibagi Indonesia dalam menghadapi persaingan regional maupun global. Kedua, Infrastruktur industri penerbangan juga memiliki kelebihan berupa banyaknya
BAB V KESIMPULAN Fenomena ASEAN Open Sky menjadi fenomena yang tidak dapat dihindari oleh Pemerintah Indonesia. sebagai negara yang mendukung adanya iklim perdagangan bebas dunia, Indonesia harus mendukung
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor: KP 4 TAHUN 2016 TENTANG
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor: KP 4 TAHUN 2016 TENTANG AGEN PENGURUS PERSETUJUAN TERBANG {FLIGHT APPROVAL) UNTUK KEGIATAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No. 696, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Angkutan Udara. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 56 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDELAPAN
Lebih terperinciPEDOMAN PENGOPERASIAN, PERAWATAN, DAN PEMELIHARAAN PESAWAT TERBANG MICROLIGHT TRIKE
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.5/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PENGOPERASIAN, PERAWATAN, DAN PEMELIHARAAN PESAWAT TERBANG MICROLIGHT TRIKE DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 20 TAHUN 2008 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 20 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM. 43 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN SEBAGAIMANA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Transportasi Nasional yang keberadaannya memiliki posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional
Lebih terperinciInvestasi. Studi Kelayakan (Feasibility Study) Jenis Investasi. Pengertian Studi Kelayakan. Alam Santosa. Pendahuluan. Investasi Nyata (Real)
Alam Santosa Studi Kelayakan (Feasibility Study) Pendahuluan Investasi Usaha berarti investasi, yaitu pengeluaran modal (capital expenditure) yang ditujukan untuk menghasilkan suatu profit/benefit tertentu.
Lebih terperinciREPUBLIK INDONESIA MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (P.K.P.S.) BAGIAN 143 SERTIFIKASI DAN PERSYARATAN PENGOPERASIAN BAGI PENYELENGGARA PELATIHAN PELAYANAN LALU LINTAS PENERBANGAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan terluas di dunia dengan total luas 1,9 juta km 2,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia dengan total luas 1,9 juta km 2, Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi perpindahan barang dan orang terbesar di
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 072 TAHUN 2018 TENTANG
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 072 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN TEKNIS OPERASIONAL PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 39 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA DAN FORMULASI PERHITUNGAN BIAYA OPERASI PENERBANGAN ANGKUTAN UDARA PERINTIS
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.408, 2015 KEMENHUB. Pengusahaan. Bandar Udara. Kegiatan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 56 TAHUN 2015 TENTANG KEGIATAN PENGUSAHAAN DI BANDAR
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,
v MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 38 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KESEMBILAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 25 TAHUN 2008 TENTANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur
Lebih terperinciPEMILIHAN TIPE PESAWAT TERBANG UNTUK RUTE YOGYAKARTA JAKARTA BERDASARKAN PERKIRAAN BIAYA OPERASIONAL
PEMILIHAN TIPE PESAWAT TERBANG UNTUK RUTE YOGYAKARTA JAKARTA BERDASARKAN PERKIRAAN BIAYA OPERASIONAL Didik Prihananto Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Jl. Janti Blok R Lanud Adisutjipto, Yogyakarta
Lebih terperinciBoks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi
Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi Perekonomian Jambi yang mampu tumbuh sebesar 5,89% pada tahun 2006 merupakan prestasi tersendiri. Pada awal tahun bekerjanya mesin ekonomi
Lebih terperinciPerhitungan Break Event Point untuk Jalur Penerbangan Domestik Rute Semarang-Jakarta dengan Pesawat Boeing CFM56-3C
Perhitungan Break Event Point untuk Jalur Penerbangan Domestik Rute Semarang-Jakarta dengan Pesawat Boeing 737-400 CFM56-3C Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur
Lebih terperinci2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubung
No.93, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Batas Usia Pesawat Udara. Kegiatan Angkutan Udara Niaga. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 155 TAHUN 2016 TENTANG BATAS USIA
Lebih terperinciMenimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 313 ayat 3
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA ^ PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 30 TAHUN 2015 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PELANGGARAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkutan Umum Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu:
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG A. Dasar Hukum Penetapan Tarif Angkutan Penumpang Undang-undang pengangkutan Indonesia menggunakan istilah orang untuk pengangkutan penumpang.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : PM. TAHUN 2005 TENTANG INTERKONEKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : PM. TAHUN 2005 TENTANG INTERKONEKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang luas yang terdiri dari banyak pulau.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas yang terdiri dari banyak pulau. Kondisi geografis yang sedemikian rupa menyebabkan alat-alat transportasi baik transportasi darat,
Lebih terperinci2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinci2015, No Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestar
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1289, 2015 KEMENHUB. Perjanjian Tingkat Layanan. Jasa Bandar Udara. Penyusunan Pedoman. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 129 TAHUN 2015 TENTANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASKAPAI PENERBANGAN, TERTUNDANYA PENERBANGAN DAN PENUMPANG
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASKAPAI PENERBANGAN, TERTUNDANYA 2.1 Maskapai penerbangan 2.1.1 Pengertian Maskapai Penerbangan PENERBANGAN DAN PENUMPANG Maskapai penerbangan adalah berasal dari bahasa Belanda
Lebih terperinciVI. RENCANA MANAJEMEN DAN ORGANISASI
VI. RENCANA MANAJEMEN DAN ORGANISASI 6.1. Aspek Legalitas Suatu industri yang didirikan perlu mendapatkan legalitas dari pihak yang terkait, dalam hal ini adalah pemerintah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penerbangan salah satu yang unik yang disebut Airline Low Cost Carrier (LCC)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia usaha penerbangan saat ini telah berkembang pesat dengan berbagai perubahan strategi bagi operator dalam menggunakan berbagai model penerbangan salah satu
Lebih terperinciBAB V RENCANA AKSI. model bisnis makanan sehat cepat saji Manahipun sebagaimana telah dirancang. tanggung jawab, dan evaluasi pengukuran kinerja.
BAB V RENCANA AKSI Bab V berisi tentang rencana aksi yang dilakukan untuk merealisasikan model bisnis makanan sehat cepat saji Manahipun sebagaimana telah dirancang. Untuk mendukung realisasi rancangan
Lebih terperinciBAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT
BAHAN PAPARAN Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT PENGERTIAN ISTILAH 1. Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang
Lebih terperinciIII ASPEK ORGANISASI, ISSUE-ISSUE DAN PERMASALAHAN DALAM INDUSTRI PENERBANGAN
ASPEK ORGANISASI, ISSUE-ISSUE DAN PERMASALAHAN DALAM INDUSTRI PENERBANGAN ASPEK ORGANISASI DALAM INDUSTRI PENERBANGAN 1. Organisasi Menurut Stoner Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang melibatkan para investor dan kontraktor asing. Kalau jumlah proyek-proyek skala besar yang berorientasi jangka panjang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis alat berat / alat konstruksi semakin bergairah seiring dengan semakin surutnya dampak krisis ekonomi moneter. Dalam tiga tahun terakhir, lahan usaha alat-alat
Lebih terperinciBAB II STUDI LITERATUR
BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Komponen Berat Pesawat Udara Berat pesawat udara, pada umumnya, terbagi menjadi 3 (tiga) bagian besar, yaitu APS (Aircraft Prepared for Service) weight, payload, dan berat bahan
Lebih terperinci1. BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT TransNusa Aviation Mandiri biasa disingkat menjadi TransNusa merupakan maskapai penerbangan domestik di Indonesia yang menyediakan layanan transportasi udara
Lebih terperinci2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor
No.1212, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pelanggaran Bidang Penerbangan. Pengenaan Sanksi Administratif. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 78 TAHUN 2017 TENTANG
Lebih terperinci-2- Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.494, 2016 KEMENHUB. Angkutan Bermotor. Pencabutan. Orang. Kendaraan PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 32 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 69 TAHUN 2014 TENTANG
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 69 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS LAPORAN KEUANGAN DAN EVALUASI KINERJA KEUANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau UAS (Unmanned Aircraft System) merupakan salah satu teknologi kedirgantaraan yang saat ini sedang berkembang dengan pesat.
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.55, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Pesawat Terbang. Microlight Trike. Pengoperasian. Perawatan. Pemeliharaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.5/Menhut-II/2014
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Umum Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain untuk tujuan tertentu. Manusia selalu berusaha
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1297, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Jaringan. Rute. Penerbangan. Angkutan Udara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 88 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. 08/Per/M.KOMINF/02/2006 TENTANG INTERKONEKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 08/Per/M.KOMINF/02/2006 TENTANG INTERKONEKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industrialisasi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara atau bangsa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Transportasi berperan sebagai dasar untuk pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan informasi yang sudah diproses dan dilakukan penyimpanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi pada masa sekarang sangat cepat. Teknologi Informasi adalah salah satu alat yang digunakan para manajer untuk mengatasi perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia penerbangan saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan merupakan salah satu unsur penting dalam menggerakan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas
Lebih terperinciINSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : INST.03 TAHUN 2011 TENTANG
INSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : INST.03 TAHUN 2011 TENTANG TINDAK LANJUT HASIL RAPAT KOORDINASI TEKNIS DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : KP. 572 TAHUN 2011 TENTANG
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : KP. 572 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENERIMAAN, PENYETORAN, PENGGUNAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau Low Cost Carrier (LCC), terjadi persaingan bisnis yang cukup signifikan.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bisnis penerbangan khususnya untuk penerbangan berbiaya murah atau Low Cost Carrier (LCC), terjadi persaingan bisnis yang cukup signifikan. Untuk di Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Undang undang Nomor 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mendefinisikan angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu
Lebih terperinciRANCANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2002
Draft 7 Maret 2003 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2002 TENTANG JUAL BELI, SEWA JARINGAN TRANSMISI DAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB VI INTEGRASI ANALISA CRUISE, LANDING, DAN TAKEOFF
BAB VI INTEGRASI ANALISA CRUISE, LANDING, DAN TAKEOFF 6.1. Hasil Analisis Fasa Terbang Setelah tiap tahap analisis selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah melakukan penggabungan hasil-hasil tersebut
Lebih terperinciPEMERINTAH PROPINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2002
PEMERINTAH PROPINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) ANGKUTAN UDARA PERSEROAN TERBATAS (PT) RIAU AIRLINES DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinci2012, No.28 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha penyediaan tenaga listrik adalah pengadaan te
No.28, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KETENAGALISTRIKAN. Tenaga Listrik. Kegiatan. Usaha. Penyediaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5281) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1306, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pesawat Udara. Rusak. Bandar Udara. Pemindahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.128 TAHUN 2015 TENTANG PEMINDAHAN PESAWAT
Lebih terperinciPANDUAN PEMBUATAN BUSINESS PLAN
PANDUAN PEMBUATAN BUSINESS PLAN PANDUAN PEMBUATAN BUSINESS PLAN Business Plan adalah dokumen yang berisi narasi mengenai hal yang ingin dicapai sebuah perusahaan dan cara mencapainya. Secara umum, terdapat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan salah satu pengkhususan dalam akuntansi, sama halnya dengan akuntansi keuangan, akuntansi pemerintahan, akuntansi pajak, dan sebagainya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bisnis alat berat / alat konstruksi semakin bergairah seiring dengan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis alat berat / alat konstruksi semakin bergairah seiring dengan semakin surutnya dampak krisis ekonomi moneter. Dalam tiga tahun terakhir, lahan usaha alat-alat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerbangan dengan pesawat terdiri dari 3 (tiga) fasa, yaitu lepas landas (take-off), menempuh perjalanan ke tujuan (cruise to destination), dan melakukan pendaratan
Lebih terperinci