LAPORAN LOKAKARYA. Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Kupang, NTT Januari Supported by:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN LOKAKARYA. Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Kupang, NTT Januari Supported by:"

Transkripsi

1 Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Kupang, NTT Januari 2011 LAPORAN LOKAKARYA Supported by: SWEDISH INTERNATIONAL DEVELOPMENT COOPERATION AGENCY

2 LAPORAN LOKAKARYA Daftar Isi A. Latar Belakang 3 B. Executive Summary 5 C. Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan: Kesimpulan dan Pokok-Pokok Diskusi 7 D. Lampiran 25 2 Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Kupang, NTT

3 A. LATAR BELAKANG Menindaklanjuti permohonan untuk kerjasama di bidang analisis ketenagakerjaan dan perencanaan ketenagakerjaan dari Pemerintah Nusa Tenggara Timur (NTT), sebuah lokakarya tentang analisa diagnostik ketenagakerjaan yang berfokus pada NTT dilaksanakan secara bersama oleh ILO dan BAPPEDA NTT di Kupang, pada Januari. Tujuan utama dari lokakarya ini adalah untuk mencapai pemahaman bersama tentang sifat dari hambatan utama dan tantangan-tantangan terhadap penciptaan pekerjaan produktif di NTT sebagai basis untuk pembuatan kebijakan yang efektif. Lokakarya selama dua setengah hari itu diisi dengan latihan yang sangat interaktif dimana para peserta berperan aktif dalam analisis dan penemuan hambatan-hambatan utama, tantangan dan peluang untuk meningkatkan penciptaan pekerjaan yang produktif di NTT melalui analisis terstruktur bersama yang didasarkan pada metodologi yang dikembangkan untuk tujuan ini oleh ILO. 1 Kesimpulan dari analisis bersama ini menjadi basis untuk sebuah diskusi tentang prioritas untuk pembuatan kebijakan dan intervensi publik lainnya, dengan pertimbangan untuk mempromosikan penciptaan lapangan kerja yang produktif yang meluas dan berkelanjutan di tingkat propinsi maupun kabupaten. Hasil-hasil utama lokakarya ini adalah : 1. Pemahaman bersama tentang hambatan utama serta tantangan-tantangan dalam mencapai pertumbuhan yang inklusif (merata) dan kaya lapangan pekerjaan yang akan membantu memprioritaskan masalah-masalah yang menghambat pertumbuhan pekerjaan. 2. Konsensus umum tentang kebijakan dan intervensi yang dibutuhkan untuk meningkatkan penciptaan pekerjaan yang produktif di NTT. 3. Pelatihan langsung dalam analisa ketenagakerjaan 1 Conceptual dan Methodological Guide to Employment Diagnostic Analysis / Panduan Konseptual dan Metodologi untuk Analisa Diagnostik Pekerjaan, (Geneva & Jakarta: ILO, 2010) Draf. 3

4 LAPORAN LOKAKARYA 4 Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Kupang, NTT

5 B. RINGKASAN EKSEKUTIF Lokakarya selama dua setengah hari ini ditandai dengan partisipasi aktif oleh para pejabat pemerintah (provinsi NTT dan kecamatan-kecamatan di NTT), serikat-serikat perdagangan, KADIN, Bank Indonesia dan perwakilan akademisi. Sebagai bahan diskusi, diberikan presentasi tentang isu-isu yang relevan diantara dan sebelum sesi diskusi kelompok. 2 Lokakarya ini dibuka oleh Wakil Gubernur NTT dan Direktur Kantor ILO di Jakarta. Sesi pembukaan diikuti oleh sederetan presentasi singkat yang relevan untuk lokakarya tersebut. Visi dan fokus utama dari Rencana Pembangunan NTT dipresentasikan oleh Kepala BAPPEDA NTT, Bapak Wayan Darmawa (lihat Lampiran 3). Bapak Per Ronnas, dari ILO Jenewa, memberi presentasi singkat tentang dasar-dasar konseptual dan fitur-fitur utama metode untuk analisis diagnostik ketenagakerjaan (lihat Lampiran 4), sementara Bapak Kazutoshi Chatani dari ILO Kantor Jakarta mempresentasikan kesimpulan utama dari analisis baru-baru ini tentang hambatan-hambatan utama tentang pertumbuhan yang merata yang dilakukan oleh ILO, ADB (Bank Pembangunan Asia) dan IDB (lihat Sub-lampiran 5). Dalam bagian kedua dari hari pertama, fokus berpindah ke pelaksanaan bersama dari analisa diagnostik ketenakerjaan di NTT berdasarkan metode yang dipresentasikan sebelumnya selama hari itu. Sepanjang siang hari pertama itu dan sepanjang hari kedua, para peserta bekerja dalam beberapa kelompok untuk membahas dan memprioritaskan isu-isu yang relevan untuk meningkatkan lapangan kerja yang produktif di NTT, yang mencakup bidangbidang utama seperti sumber daya manusia dan akses ke lahan, meningkatkan tingkat serta kualitas pembangunan ekonomi dan menangani sumber-sumber ketidaksetaraan yang sudah ada maupun yang baru muncul. Pada penutup hari kedua, empat bidang penting untuk meningkatkan pekerjaan yang produktif telah teridentifikasi (Lampiran 9): 1. Sumber daya manusia (terutama pendidikan) 2. Pengembangan pasar (terutama kegagalan pasar) 3. Akses ke keuangan 4. Lingkungan bisnis (usaha) Selama kerja kelompok tentang sumber-sumber dan penyebab ketidakmerataan (ketidaksetaraan) dalam akses terhadap pekerjaan yang produktif, teridentifikasi tiga dimensi ketidakmerataan yang teramat penting: Ketidakmerataan antara area pedesaan dan perkotaan Ketidaksetaraan berdasarkan gender Ketidakmerataan antara bagian-bagian provinsi yang berbeda 2 Untuk rinciannya lihat agenda dalam Appendix 1. 5

6 LAPORAN LOKAKARYA Guna memastikan pembangunan yang setara, semua kebijakan dan intervensi perlu dirancang sedemikian rupa sehingga memastikan bahwa pembangunan memberi manfaat pada semua dan bukan hanya beberapa pihak, dan mengurangi ketidakmerataan dengan efektif. Untuk mencapai hal itu, kerja kelompok yang terakhir berfokus pada mengidentifikasi dan menangani aspek-aspek keadilan utama pada ketiga dimensi yang teridentifikasi pedesaanperkotaan, berbasis gender dan geografis sehubungan dengan keempat bidang penting untuk meningkatkan lapangan kerja produktif yang telah teridentifikasi sebelumnya. Sesi terakhir di hari ketiga menghasilkan kesimpulan ringkasan sebagai berikut: 1. Aspek-aspek dan sumber-sumber ketidakmerataan perlu dipahami sepenuhnya dan diarusutamakan kedalam kebijakan serta intervansi lainnya yang bertujuan untuk menanggapi tantangan-tantangan pembangunan dalam empat bidang prioritas yang teridentifikasi. 2. Kualitas sumber daya manusia saat ini di NTT tidaklah cukup untuk mendorong pembangunan ekonomi. Kekurangan di bidang sumber daya manusia mulai dari para perencana di badan-badan pemerintah hingga badan-badan teknis hingga ke para petani itu sendiri. Beberapa penyebab yang teridentifikasi a.l. meskipun pendidikan dasar sudah tersedia di semua daerah di NTT, ada kekurangan dalam kualitas dan ketersediaannya pendidikan menengah NTT, terutama di daerah pedesaan dan khususnya di beberapa daerah terpencil. Ketidaksetaraan atau ketidakmerataan akses untuk pendidikan antara kedua jenis kelamin juga teridentifikasi. Bagi petani, terpencilnya lokasi menyebabkan ketidaksetaraan akses terhadap informasi dan pengetahuan, sehingga menghambat intensifikasi pertanian. 3. Pasar-pasar untuk produk dan input pertanian masih kurang dikembangkan dan menghambat intensifikasi pertanian. Kurangnya akses ke informasi pasar terutama harga, pembeli, tren harga baik di pasar internal dan eksternal menyebabkan kurang tepatnya pengelolaan tanaman di banyak daerah. Selain itu fasilitas pengolahan produk pertanian juga sangat langka dan jalur produk pertanian ke depan dan ke belakang juga umumnya kurang dikembangkan. Variasi tanaman juga sering kurang teradaptasi dengan kondisi alam (tanah, curah hujan dsb.) dan ini adalah salah satu alasan dari rendahnya tingkat produksi. Di beberapa daerah, masalah lahan dan kurang jelasnya (tidak pasti) hak kepemilikan serta hak pengguna lahan mempertajam masalah itu, dan menciptakan hambatan tambahan dalam mencapai pertanian yang berkelanjutan dan intensif, sekaligus menjauhkan investor berpotensi. Fungsi pasar yang kurang baik serta sulitnya transportasi antar daerah juga menjadi penghambat terciptanya perekonomian dinamis yang memadukan semua bagian dari provinsi. 4. Kurangnya akses keuangan bagi petani teridentifikasi sebagai hambatan utama terhadap pengembangan pertanian. Sementara agunan untuk kredit merupakan masalah bagi petani, bank-bank dan badan-badan keuangan setempat juga kekurangan modal. Salah satu alasannya adalah rendahnya tabungan. Karena itu, pemerintah perlu membudayakan tabungan di kalangan petani dan penduduk desa. 5. Lingkungan bisnis dianggap kurang baik; beberapa isu seperti korupsi, birokrasi parah, kurangnya insentif, kurangnya infrastruktur, menyebabkan berkurangnya minat di kalangan investor (baik eksternal maupun internal). Semua temuan diatas diperoleh dari diskusi peserta terutama dalam sesi 8. Catatan yang lebih terperinci tentang presentasi, analisis dan kesimpulan tersedia dibawah ini. 6 Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Kupang, NTT

7 C. ANALISA DIAGNOSTIK KETENAGAKERJAAN: KESIMPULAN DAN POKOK-POKOK DISKUSI Dinamika Ketenagakerjaan, Pasar Tenaga Kerja dan Ekonomi Ulasan tentang dinamika pekerjaan, pasar tenaga kerja serta ekonomi di NTT menjadi pembukaan sesi analisis (lihat Lampiran 6). Ulasan ini didasarkan pada sebuah studi yang dilaksanakan oleh ILO sebagai input bagi lokakarya itu dan untuk menciptakan pemahaman umum dari fitur-fitur utama serta tantangan bagi pembangunan di NTT selama dasawarsa lalu dari perspektif penciptaan pekerjaan. 3 NTT memiliki populasi yang muda dan berkembang pesat yang menyiratkan adanya tekanan kuat terhadap perekonomian untuk menciptakan peluang pekerjaan yang produktif bagi banyaknya kaum muda yang memasuki usia pasar tenaga kerja. Pesatnya pertumbuhan populasi juga mengakibatkan meningkatnya tekanan populasi atas lahan di daerah pedesaan, yang menggaris-bawahi perlunya intensifikasi pertanian dan penciptaan peluang pekerjaan alternatif di sektor non-pertanian dalam perekonomian. Namun, struktur demografis juga menyiratkan adanya peluang. Ketika tingkat kesuburan mulai jatuh, rasio ketergantungan mulai meningkat dan apa yang disebut jendela peluang demografis mulai membuka di NTT. Ketika pangsa populasi berusia bekerja dalam populasi total meningkat, beban jiwa yang harus didukung oleh pencari nafkah utama akan berkurang, dan menciptakan kondisi yang bagus untuk meningkatkan pendapatan per kapita dan tabungan, asalkan tingginya tingkat aktivitas itu dapat dipertahankan dan bahwa pertumbuhan pekerjaan tidak terjadi dengan mengorbankan produktivitas. Tingkat kegiatan di NTT tinggi, namun tampaknya telah turun dalam beberapa tahun terakhir, sebagian karena kaum muda cenderung memasuki pasar tenaga kerja pada usia lebih tua. Aspek yang lebih mengkhawatirkan adalah bahwa tingkat kegiatan untuk perempuan adalah jauh lebih rendah daripada laki-laki. Meskipun hampir semua laki-laki dalam kelompok usia tahun adalah aktif secara ekonomi, sepertiga dari perempuan di kelompok usia ini tidak bekerja. Kecenderungan menurunnya tingkat kegiatan harus dihentikan, sementara mungkin dibutuhkan upaya khusus untuk meningkatkan tingkat kegiatan perempuan. Defisit lapangan kerja yang produktif terlihat dari dua bentuk utama: pengangguran terbuka dan pekerja miskin. Pengangguran cukup rendah, yang mencerminkan perekonomian dan pasar tenaga kerja yang bersifat pertanian dan pedesaan. Namun, tingginya tingkat pengangguran di kalangan pemuda kota, begitu pula dikalangan perempuan muda kota, menunjukkan 3 Miranda Kwong dan Per Ronnås, Dinamika Pekerjaan, Pasar Tenaga Kerja serta Perekonomian di Nusa Tenggara Timur (The Dynamics of Employment, the Labour Market and the Economy in NTT) (Geneva dan Jakarta: ILO, 2010). Draft 7

8 LAPORAN LOKAKARYA bahwa banyak kaum muda di daerah perkotaan yang kesulitan dalam memasuki pasar tenaga kerja. Tetap saja, kurangnya pekerjaan yang produktif umumnya tercermin pada bekerja tapi miskin, dan bukannya pengangguran terbuka. Kemiskinan mempengaruhi seperempat dari total populasi di NTT, yang berarti bahwa sekitar setengah angkatan kerja adalah pekerja miskin (working poor). Ini juga termasuk mereka yang bekerja lebih dari delapan jam namun tetap belum memberi penghasilan yang cukup untuk keluar dari kemiskinan. Perhitungan kasarnya menunjukkan bahwa pada tahun 2008/2009 sekitar 27 persen dari tenaga kerja NTT, yang berjumlah 585,000 orang, tak memiliki pekerjaan yang produktif. Sekitar 23,3 persen dari tenaga kerja adalah pekerja miskin, sementara 3,7 persen menganggur. Satu cara untuk mengatasi persoalan pekerja miskin adalah untuk meningkatkan modal manusia (sumber daya manusia) di NTT karena provinsi ini masih tertinggal di belakang Indonesia secara keseluruhan. Karena setengah dari siswa putus sekolah setelah SD, akses ke sekolah menengah tetap terbatas, terutama untuk perempuan yang lebih sulit dalam mengakses pendidikan tinggi dibanding laki-laki. Perbedaan gender juga tercermin pada upah. Perempuan menerima upah ebih rendah dari laki-laki di semua tingkat pendidikan. Selain itu, bila melihat tingkat upah sesuai tingginya pendidikan, ada fakta yang menyolok: mereka yang belajar di SMU atau lebih tinggi menerima setidaknya duakali lipat gaji mereka yang hanya sampai jenjang SMP. Di lain pihak, mereka yang berpendidikan lebih tinggi juga lebih mungkin untuk menganggur. Ini tampaknya menunjukkan ketidakcocokan antara pasokan keahlian dan kebutuhan dari pasar tenaga kerja ditambah dengan kurangnya peluang pekerjaan yang atraktif untuk mereka yang sangat trampil terutama di daerah pedesaan. Sifat-sifat pedesaan dari propinsi itu jelas terlihat dalam komposisi pekerjaan, dimana duapertiga dari angkatan kerja bekerja di sektor pertanian, terutama dalam pertanian untuk memenuhi kebutuhan pokok. Pekerjaan di bidang layanan terutama terdapat di daerah perkotaan seperti Kupang, dan umumnya melibatkan mereka yang bekerja di sektor pemerintah/publik serta di perdagangan borongan dan eceran. Industri manufaktur (terutama tenun) jauh tertinggal di belakang baik dari output dan pekerjaan yang menunjukkan kondisi kurang berkembangnya sektor ini. Dominasi pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok (subsistence-based agriculture) dan hampir tidak adanya industri manufaktur modern menjelaskan pentingnya menjadi pengusaha dan sektor informal, yang menyerap lebih dari 80 persen tenaga kerja. Karena sektor informal umumnya terhubung dengan kemiskinan dan bercirikan kerentanan serta gaji lebih rendah, isu spesifik ini patut mendapat perhatian khusus dari para pembuat kebijakan. Sementara pertanian tetap merupakan sumber utama pekerjaan, sektor layanan menyumbang pangsa output terbesar. Hingga tahun 2006 pekerjaan di bidang pertanian tumbuh lebih pesat dari produksi yang menunjukkan bahwa produktifitas tenaga kerja dalam pertanian menurun. Sejak 2006, gambarannya tampak sangat berbeda. Pertumbuhan pekerjaan dalam pertanian tampaknya telah berhenti sama sekali dan, sementara itu pekerjaan dibidang layanan, terutama perdagangan, telah meningkat sangat cepat beberapa tahun terakhir dan telah membantu peningkatan keseluruhan dalam tenaga kerja. Karenanya, tampaknya ada awal dari perubahan struktural yang menjauh dari pertanian kearah layanan dan menjadi sumber utama untuk lapangan kerja baru. Ini tidak selalu merupakan perkembangan positif, karena pertumbuhan pekerjaan di bidang layanan dalam beberapa tahun terakhir telah lebih cepat dari pertumbuhan nilai tambah yang diproduksi di sektor-sektor ini, yang menunjukkan jatuhnya produktifitas tenaga kerja. Karenanya, faktor-faktor pendorong dan bukannya penarik yang mungkin telah 8 Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Kupang, NTT

9 mendorong sebagian besar dari perubahan struktural dalam pekerjaan di beberapa tahun terakhir dalam hal orang tampaknya terdorong keluar dari bidang pertanian akibat rendahnya penghasilan, dan bukannya ditarik ke bidang layanan oleh peluang pekerjaan yang bagus. Dari studi yang diadakan, beberapa kesimpulan kebijakan juga ditarik dan memberi input bagi presentasi berikutnya serta diskusi kelompok lokakarya itu. Sektor pertanian adalah sumber utama mata pencaharian di NTT, namun produksi di sektor ini terutama masih berorientasi pada pertanian untuk mencukupi kebutuhan pokok dan tingkat teknologi serta produksi tetap rendah. Ada kebutuhan mendesak untuk mengembangkan sektor pertanian yang bertujuan meningkatkan pengembalian keuntungan ke lahan dan tenaga kerja, bersama dengan meningkatnya orientasi pasar dari produksi. Di saat bersamaan, ada kebutuhan untuk mendiversifikasikan perekonomian melalui pengembangan sektor-sektor non pertanian untuk menciptakan lebih banyak peluang pekerjaan yang produktif diluar pertanian untuk menciptakan dasar bagi tingkat tinggi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Secara keseluruhan, langkah-langkah ini akan memungkinkan pergeseran perlahan tenaga kerja dari pertanian ke sektor-sektor ekonomi lainnya. Selain dari kedua tantangan kembar ini, pengembangan ceruk-ceruk pasar untuk ekspor dengan fokus pada produk-produk bernilai tambah tinggi harus dipertimbangkan Meningkatkan investasi dalam sumberdaya manusia dan infrastruktur fisik harus menjadi pilar utama untuk strategi apapun yang meningkatkan basis produktivitas perekonomian. Juga perlu untuk menangani isu-isu yang berhubungan dengan ketidaksetaraan guna mencapai pembangunan yang adil dan merata setara, seperti kesetaraan akses untuk pendidikan di semua bagian dari provinsi Pokok-pokok diskusi: Setelah presentasi ini, fasilitator meminta peserta untuk menjelaskan tiga pertanyaan berikut: 1. Karakteristik, isu atau masalah pengembangan ekonomi apakah yang paling penting di NTT? 2. Karakteristik, isu atau masalah ketenagakerjaan apakah yang paling penting di NTT? 3. Karakteristik, isu atau masalah pasar tenaga kerja apakah yang paling penting di NTT? Pada umumnya, peserta setuju dengan temuan-temuan itu dan keputusan yang digarisbawahi dalam presentasi. Sehubungan dengan pertanyaan pertama yang terkait dengan pengembangan ekonomi di NTT, para peserta menunjuk pertanian, rendahnya investasi dan penghasilan, tingginya inflasi, pekerja migran, kurangnya pengembangan industri, kecilnya skala perekonomian, kurangnya pengolahan lokal dari sumberdaya alam serta ketidak-setaraan antara kecamatan sebagai persoalan-persoalan yang paling penting. Untuk pertanyaan kedua yang terkait dengan pekerjaan di NTT, para peserta terutama menekankan rendahnya tingkat pendidikan dan keahlian dari tenaga kerja, terutama mereka yang terlibat dalam pertanian dan di sektor informal. Terakhir, tentang pertanyaan ketiga yang terkait dengan pasar lapangan kerja di NTT, para peserta terutama menunjuk kurangnya informasi dan terbatasnya akses ke pasar tenaga kerja, sebagian karena rendahnya tingkat pendidikan dan keahlian. 9

10 LAPORAN LOKAKARYA Analisa diagnostik ketenagakerjaan bersama Analisa diagnostik ketenagakerjaan bersama yang dilaksanakan selama lokakarya itu mengikuti pendekatan yang terstruktur dan bertahap berdasarkan pohon referensi diagnostik ketenagakerjaan dibawah ini. Sesi pertama berfokus pada sumber daya produktif yang tersedia untuk tenaga kerja, terutama dalam bentuk sumber daya manusia (pendidikan, kesehatan dsb.), namun juga sumber daya produktif lainnya seperti lahan. Ini diikuti oleh sesi dimana fokusnya berpindah ke tingkat dan kualitas pertumbuhan ekonomi dengan pertimbangan untuk menelusuri hambatan-hambatan dan tantangan sehubungan dengan peluang pekerjaan yang produktif. Sesi berikutnya berfokus pada penyebab ketidakmerataan dalam akses ke pekerjaan yang produktif. Selama sesi akhir, kesimpulan dan temuan-temuan utama dipresentasikan bersama-sama 1.1. Demografis Peningkatan lapangan kerja produktif dan pertumbuhan yang kaya lapangan kerja dan bersifat inklusif 1. Tingkat SDM/ daya layak kerja 2. Peluang untuk dan pengembalian keuntungan ke SDM (kesempatan kerja) 3. Keberlanjutan 1.2. Aspek 1.3. Investasi 2.1. Pertumbuhan Ekonmi 2.2. Kualitas Pertumbuhan 2.3. Ketidakmerataan sumber daya, akses dan peluang 3.1. Kelestarian lingkungan/ perubahan iklim 3.3. Investasi pada kaum muda 3.3. Kerentanan terhadap guncangan 10 Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Kupang, NTT

11 2. Peluang untuk dan pengembalian ke SDM (kesempatan kerja) 2.1. Pertumbuhan Ekonmi Integrasi dalam ekonomi global Biaya keuangan Laba sosial atas investasi Kebijakan makro ekonomi Faktor kelembagaan 2.2. Kualitas pertumbuhan Komposisi sektor/teknologi Kualitas lingkungan bisnis Nilai tukar dagang dalam negeri Ekstraksi keuntungan (Rent Extraction) Institusi pasar tenaga kerja 2.3. Ketidakmerataan sumber daya, akses dan/atau peluang Daya layak kerja yang tidak sama Akses ke pasar tenaga kerja & peluang kerja Jaminan sosial Ketersediaan Kegagalan pasar Konsentrasi pertumbuhan regional Terms of Trade (Nilai tukar dagang)/faktor siklis 11

12 LAPORAN LOKAKARYA Sumber daya manusia dan sumber daya produktif lainnya Sebuah presentasi pendahuluan tentang sumber daya manusia memperlihatkan bahwa NTT berada dibelakang daerah Indonesia lainnya dalam beberapa hal penting (lihat Lampiran 7). Meskipun pendidikan dasar sudah berkembang dengan baik dan telah mencapai hampir semua daerah, akses ke pendidikan menengah serta pelatihan kejuruan masih terbatas dan tingkat pendaftaran di sekolah menengah adalah jauh dibawah rata-rata untuk Indonesia. Juga terlihat bahwa ada perbedaan berbasis gender yang besar begitu pula perbedaan pedesaan perkotaan dalam akses ke pendidikan pasca SD serta pelatihan kejuruan. Satu lagi penyebab kekhawatiran besar adalah sangat tingginya tingkat kekurangan gizi di kalangan anak-anak. Ini sangat mengkhawatirkan karena kekurangan gizi yang parah bagi balita menyababkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki terhadap kemampuan dan kapasitas untuk belajar dan mengambil manfaat dari pendidikan. Terlihat bahwa pengeluaran publik untuk pendidikan dan kesehatan telah meningkat secara signifikan dalam tahun-tahun belakangan ini, namun juga masih banyak yang harus dilakukan sebelum NTT dapat mengejar daerah lainnya di Indonesia. Presentasi selanjutnya berfokus pada pentingnya keahlian hingga perkembangan ekonomi pada umumnya dan khususnya intensifikasi pertanian serta pengembangan rantai-rantai nilai tambah yang terkait pertanian. Contoh-contoh dari daerah lain di Indonesia digunakan untuk memperlihatkan bagaimana penilaian kebutuhan akan keahlian dapat dilaksanakan dan digunakan. Dalam kerja kelompok berikut ini dibicarakan tiga pertanyaan utama: 1. Apakah 3-4 masalah/isu utama yang perlu ditangani untuk meningkatkan tingkat dan kualitas pendidikan dari tenaga kerja NTT saat ini dan dimasa depan? 2. Apakah pengeluaran untuk pendidikan/kesehatan di NTT sudah mencukupi dibanding di Indonesia secara keseluruhan? Bila tidak, bagaimana cara meningkatkan pengeluaran dan bidang-bidang apa yang harus diprioritaskan? (Dalam sektor pendidikan, kesehatan atau lainnya). 3. Apakah langkah yang paling penting untuk mengurangi kekurangan gizi dan untuk meraih ketahanan pangan bagi semua? Ketidak-setaraan dalam akses ke pendidikan serta perawatan kesehatan bermutu tinggi teridentifikasi sebagai masalah besar. Terlihat bahwa daerah pedesaan terutama mengalami infrastruktur fisik yang kurang baik (gedung sekolah dan ruang kelas yang kurang memadai serta berkualitas rendah), kekurangan tenaga pendidik serta rendahnya tingkat kualifikasi di kalangan para guru (banyak yang tidak memiliki sertifikasi formal dan guru-guru terbaik bekerja di kota kecil). Hanya sedikit sekolah menengah di luar pusat perkotaan utama dan akibatnya anak-anak pedesaan kesulitan dalam mengakses sekolah menengah karena jarak yang jauh itu. Memang, disimpulkan bahwa anak-anak di daerah pedesaan berada dalam posisi sangat dirugikan dalam hal akses ke pendidikan yang baik. Ketidaksetaraan gender dalam hal akses ke pendidikan paska SD juga dianggap sebagai masalah besar. Faktor-faktor kultural dan sikap konservatif akan peran perempuan dilihat sebagai faktor-faktor utama yang menghambat akses bagi anak perempuan dan wanita muda ke pendidikan. Beberapa masalah umum juga dipersembahkan. Kondisi kerja dan gaji para guru tidaklah menarik. Masalah ini terutama sangat buruk di daerah pedesaan. Terdapat gejala umum 12 Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Kupang, NTT

13 kurangnya pelatihan kejuruan dan ketrampilan dan dari sedikit yang sudah ada sering tidak selaras dengan permintaan pasar. Meskipun dengan adanya peningkatan baru-baru ini dalam pengeluaran publik untuk pendidikan dan kesehatan, pengeluaran itu masih dianggap tidak cukup. Para peserta menunjuk kurangnya tenaga pendidik pada umumnya dan guru berkualifikasi pada khususnya, buruknya kualitas gedung sekolah, kurangnya ketersediaan bea-siswa serta kurangnya keterlibatan sektor swasta dalam pendidikan. Diingatkan tentang adanya kebutuhan untuk kebijakan yang pro-pendidikan serta naiknya alokasi anggaran untuk pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan akses ke pendidikan serta akses ke pendidikan. memperbaiki kondisi kerja bagi para guru serta peningkatan cukup besar dalam ketersediaan beasiswa untuk anak-anak berbakat dari keluarga miskin juga sangat dibutuhkan. Situasi di sektor kesehatan memiliki banyak kesamaan dengan situasi di sektor pendidikan. dokter dan perawat berkualifikasi hampir selalu hanya dapat ditemukan di kota-kota utama, karena kondisi kerja di daerah pedesaan tidak menarik. Dalam komunitas pedesaan ada kurangnya informasi secara umum tentang isu-isu berkaitan dengan kesehatan dan tidak ada sistem untuk menyebarkan informasi seperti itu di daerah pedesaan. Dalam banyak daerah akses ke obat juga merupakan masalah dan stok obat sering habis. Solusi terhadap kurangnya pemberian perawatan kesehatan di daerah pedesaan ternyata cukup serupa dengan solusi di bidang pendidikan. infrastruktur perawatan kesehatan di daerah pedesaan perlu ditingkatkan dan insentif kuat harus diciptakan untuk menarik staf kesehatan yang berkualifikasi untuk bekerja di daerah pedesaan. Juga ada kebutuhan untuk mengadakan kampanye kesehatan rutin di daerah pedesaan. Malnutrisi umumnya dianggap sebagai persoalan yang parah bukan hanya sendirinya, namun juga karena malnutrisi menghambat perkembangan mental dan fisik serta menyebabkan kesehatan yang buruk. Oleh karena itu, anak-anak yang menderita malnutrisi lebih kecil kemungkinannya untuk mendapatkan pekerjaan yang produktif ketika tumbuh dewasa. Malnutrisi merupakan fenomena musiman yang sangat luas di NTT karena musim kering yang berkepanjangan. Campuran tanaman yang baik serta diversifikasi tanaman dapat memperbaiki situasi, namun pengentasan malnutrisi akan membutuhkan baik intensifikasi serta diversifikasi pertanian. Ini juga akan membutuhkan sistem untuk menyediakan pangan tambahan bagi kaum miskin, misalnya dalam bentuk program makan siang/susu di sekolah, serta diaktifkannya posyandu (layanan kesehatan masyarakat di tingkat desa). Meningkatkan peluang lapangan kerja yang produktif Fokus dalam ekonomi Penciptaan peluang lapangan kerja produktif amat terkait dengan tingkat dan kualitas pertumbuhan ekonomi. Guna menciptakan peluang lapangan kerja produktif untuk sejumlah besar kaum muda yang memasuki pasar tenaga kerja tiap tahunnya DAN mengurangi jumlah pekerja miskin (working poor) dan pengangguran, maka ekonomi memerlukan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan pertumbuhan tersebut haruslah dapat meningkatkan lapangan kerja produktif yang meluas (inklusif) dan berkelanjutan secara efektif. Sebuah ulasan singkat mengenai pembangunan ekonomi di NTT (lihat Lampiran 8) selama beberapa dasawarsa terakhir menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi di NTT lebih rendah dibandingkan di Indonesia secara keseluruhan. Pertumbuhan stagnan pada tingkat 3-4 persen per tahun dan sebagai hasilnya, NTT semakin tertinggal dari daerah lain di Indonesia dalam hal pembangunan ekonomi, lapangan kerja produktif dan pendapatan. Tingkat 13

14 LAPORAN LOKAKARYA pertumbuhan ekonomi yang rendah dihubungkan dengan struktur ekonomi. Perekonomian masih didominasi oleh pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan sektor jasa yang sedang tumbuh, dimana sektor layanan publik memainkan peranan utama sementara peran sektor manufaktur dalam ekonomi sangatlah kecil. Hal-hal yang diperlukan untuk menempatkan ekonomi ke jalur pertumbuhan yang berkelanjutan dan cepat yang diperlukan guna memastikan lapangan kerja produktif untuk semua dan pengentasan kemiskinan: Intensifikasi dan peningkatan usaha pertanian yang berorientasi pada pasar. Diversifikasi ekonomi, dengan prioritas pada pengembangan linkage ke dan dari pertanian, rantai nilai tambah domestik yang kuat dan manufaktur (pengolahan) modern. Intensifikasi dan pengembangan ceruk pasak ekspor. Mencapai pertumbuhan yang merata. Pembangunan ekonomi haruslah bersifat meluas dan pro-masyarakat miskin. Analisis berikut ini berfokus pada identifikasi hambatan dan kendala utama dalam mencapai pembangunan tersebut. Tingkat dan kualitas pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh serangkaian faktor-faktor. Ohon acuan diagnostik ketenagakerjaan digunakan untuk menyusun struktur analisa. Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dapat dibagi menjadi tiga kategori. Faktor-faktor di luar kendali pejabat provinsi yang berwenang di NTT Faktor-faktor yang menyajikan tantangan-tantangan penting untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi dan peningkatan lapangan kerja dengan cepat di NTT. Faktor-faktor yang kurang penting bagi pembangunan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja produktif di NTT saat ini. Faktor yang pertama mencakup faktor-faktor kebijakan ekonomi makro, integrasi dalam perekonomian global, nilai tukar dagang (terms of trade) dan faktor-faktor siklis. Ini semua adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ekonomi di NTT, namun pihak yang berwewenang di provinsi tidak memiliki kendali atas faktor-faktor tersebut. Analisa dan diskusi berikut ini berfokus pada identifikasi faktor-faktor yang menjadi hambatan dan tantangan terbesar terhadap (i) intensifikasi pertanian dan (ii) diversifikasi ekonomi serta pengembangan sector manufaktur (pengolahan). Hasil analisa sepakat bahwa hambatan dan tantangan terbesar dimiliki oleh tiga cabang dalam pohon diagnostik ketenagakerjaan dan oleh karenanya perlu diberikan prioritas perhatian oleh para pengambil kebijakan. Hal-hal tersebut antara lain: Pasar yang kurang berfungsi dengan baik Akses ke keuangan / kredit Kualitas lingkungan usaha Persoalan pasar yang kurang berkembang dan tidak berfungsi dengan baik wujudnya bermacam-macam. Pasar untuk produk-produk pertanian yang tidak berfungsi dengan baik. Petani seringkali kesulitan dalam mengakses pasar untuk menjual produk mereka. Karena 14 Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Kupang, NTT

15 pasar-pasar yang ada sebagian besar bersifat kecil dan tidak terintegrasi dengan satu sama lain, penawaran dan permintaan sangat berbeda, menyebabkan fluktuasi harga yang cukup besar sehingga menciptakan ketidakpastian baik untuk pembeli dan penjual. Petani seringkali memperoleh harga yang kurang menguntungkan untuk produk mereka karena berada dalam genggaman pembeli monopoli, yang juga seringkali memberikan pinjaman dan input. Ditemukan juga bahwa pasar yang menyediakan input untuk pertanian kurang berkembang dengan baik. Apabila pasar dikembangkan dengan baik, petani akan memperoleh manfaat dari harga yang dapat diprediksi serta lebih menguntungkan. Hal ini, pada akhirnya akan menciptakan insentif bagi para petani untuk memproduksi lebih banyak untuk pasar dan berinvestasi pada penggunaan pupuk yang lebih banyak, bibit yang lebih baik serta teknologi lain yang dapat meningkatkan hasil pertanian. Penyebab lainnya dari pasar yang tidak berfungsi dengan baik adalah biaya yang tinggi serta kesulitan transportasi antar daerah dan pulau yang berbeda di provinsi NTT. Hal ini ditemukan menjadi hambatan dalam menciptakan ekonomi yang terintegrasi dan efisien yang mencakup seluruh provinsi. Satu ilustrasi terhadap tingkat integrasi ekonomi domestik yang rendah adalah sebagian besar makanan yang dijual di took di Kupang dan kota-kota besar lainnya datang dari Jawa dan daerah lain di Indonesia walaupun dapat diperoleh dari daerah setempat. NTT adalah bagian yang terpadu dari ekonomi Indonesia secara menyeluruh dan dapat memperoleh manfaat yang cukup besar dari ekspor ke pasar yang besar ini. Namun, potensi ekspor ini belum dimanfaatkan dengan sepenuhnya. Ekspor NTT sebagian besar merupakan bahan mentah sementara impornya berupa barang olahan dan makanan yang dikonsumsi di provinsi. Sebagian besar produsen di NTT adalah produsen kecil dan informasi dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengekspor dengan sukses. Pasar tanah yang kurang berfungsi baik atau tidak ada juga ditemukan menjadi kendala utama dan hambatan penting untuk menarik investasi. Sebagian besar tanah dimiliki bersama, disebut sebagai tanah ulayat, Membeli lahan seperti ini prosesnya rumit dan kesulitan dalam memperoleh hak kepemilikan lahan yang aman cenderung menjauhkan investor potensial. Akses ke keuangan dan kredit yang buruk dalam beberapa cara dapat dilihat sebagai sebuah contoh dari pasar yang kurang berfungsi dengan baik. Terdapat banyak contoh dimana usaha dan petani kecil menderita karena mereka tidak memiliki akses ke pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya. Sektor perbankan tetap kurang berkembang dan walaupun jumlah pinjaman bank telah berkembang dengan cepat, sebagian besar pinjaman adalah untuk konsumsi dan jangka waktu pinjaman masih terlalu lama untuk investasi. Dalam pertanian, dimana fluktuasi musiman dalam penghasilan dan dan pengeluaran cukup besar sehingga menciptakan kebutuhan akan kredit, para petani menemukan kesulitan dalam mengakses kredit dengan persyaratan yang layak. Sebagai hasilnya, mereka seringkali menjadi korban dari tengkulak yang menerapkan bunga yang sangat tinggi. Namun, aspek lainnya dari akses ke keuangan dan kredit yang buruk adalah tingkat simpanan (tabungan) yang sangat rendah. Menurut statistik resmi, tingkat tabungan di NTT hanya 4 persen dari PDB provinsi, dibandingkan dengan tingkat tabungan 25 persen untuk Indonesia secara keseluruhan. Tingkat tabungan yang rendah juga berdampak pada kurangnya ketersediaan modal untuk investasi dan kapasitas bank-bank lokal yang rendah dalam meminjamkan uang. Hal ini juga tercermin pada rendahnya tingkat tabungan di NTT dibandingkan dengan tingkat tabungan nasional secara keseluruhan. Upaya dalam menanggapi persoalan tingkat investasi yang rendah dan akses ke keuangan yang buruk perlu sejalan dengan upaya yang kuat guna meningkatkan tabungan dan mendorong kebiasaan menabung di bank dan kooperasi pinjaman. 15

16 LAPORAN LOKAKARYA Kekurangan dalam lingkungan bisnis keseluruhan diidentifikasi sebagai jenis kendala utama ketiga dalam pembangunan ekonomi. Beberapa keluhan terkait dengan korupsi, sikap birokrat yang kurang mendukung dan peraturan serta prosedur yang tidak perlu untuk memulai dan menjalankan usaha. Namun, faktor yang sama pentingnya adalah kurangnya kebijakan yang secara aktif mendorong pengembangan usaha secara koheren. Masih ada kebutuhan untuk melakukan pemetaan sistematis terhadap potensi setempat, memperbaiki infrastruktur fisik dalam mendukung pembangunan ekonomi dan dialog yang lebih baik antara pemerintah dan sektor swasta. Banyak peserta juga berpedapat bahwa kapasitas perencanaan dan pembuatan kebijakan dari pemerintah provinsi dan setempat perlu ditingkatkan serta terdapat kebutuhan atas koherensi dan konsistensi kebijakan dan perencanaan sepanjang waktu. Peserta datang dengan sejumlah proposal untuk tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menanggapi persoalan-persoalan yang telah diidentifikasi, beberapa disebutkan di bawah ini. Mereka menunjukkan kebutuhan utama untuk mengembangkan kebijakan yang kuat guna mendorong dan mengarahkan pembangunan ekonomi secara aktif, membantu pengembangan kebijakan pasar yang berfungsi baik dan terpadu serta bagi pemerintah untuk menjadi kekuatan pendorong bagi pembangunan ekonomi daripada sekedar sebagai fasilitator pembangunan. Beberapa proposal utama untuk mencapai tujuan ini: Pemetaan potensi lokal dan pendampingan untuk identifikasi pasar. Pengembangan teknologi yang tepat bagi NTT dan penyebaran teknologi tersebut. Pelibatan universitas untuk melakukan penelitian mengenai persoalan-persoalan pembangunan yang penting untuk NTT. Pengembangan rantai nilai tambah yang menciptakan kestabilan harga, linkage (keterkaitan) pasar yang kuat bagi para petanis erta peluang lapangan kerja dan penghasilan di luar pertanian. Menggalakkan koperasi petani Dukungan aktif bagi pengembangan ekspor dan pengembangan komoditas dan sentrasentra perdagangan. Fokus pada pembangunan daerah. Pengembangan kapasitas para pembuat kebijakan. Pelatihan kewirausahaan, pelatihan dalam mendirikan dan menjalankan usaha. Penyelenggaraan anjangkarya (study tour)/penentuan tolok ukur untuk belajar dari pihak lain, termasuk magang di perusahaan manufaktur di daerah lain di Indonesia. Penyediaan pinjaman lunak untuk pengusaha lokal. Dialog rutin antara pemerintah dan sector swasta. Investasi pada infrastruktur. Meningkatkan struktur insentif untuk pejabat pemerintah guna mendukung implementasi kebijakan dengan aktif. Pengolahan hasil pertanian (agro-processing), perikanan dan pembudidayaan serta pemanfaatan sumber daya laut (mis. ikan, mutiara, rumput laut, garam), tanaman siap jual seperti kakao, vanilla dan kacang mete, pariwisata dan pertambangan (mangan dan batu alam marmer) diidentifikasi sebagai ceruk pasar dengan potensi pengembangan yang besar. 16 Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Kupang, NTT

17 Untuk memanfaatkan potensi-potensi ini, terdapat kebutuhan untuk menyediakan teknologi pendukung pertanian dan pengolahan, industri pakan yang terpadu (mis. untuk ternak), penggalakkan GEMALA (Gerakan Masuk Laut), peningkatan infrastruktur dan kolaborasi yang lebih kuat dengan aktor-aktor eksternal. Mewujudkan pembangunan ekonomi yang adil dan merata Di sepanjang lokakarya, ketidakserataan dalam beragam bentuk dibahas dalam diskusi sebagai sebuah aspek penting dari tantangan pembangunan. Sesungguhnya, semua faktor yang diidentifikasi sebagai tantangan utama untuk pengembangan sumber daya manusia dan sumber daya produktif lainnya, dan untuk penciptaan peluang lapangan kerja produktif bagi pertumbuhan ditemukan memiliki dimensi ketidaksetaraan yang penting. Presentasi singkat diberikan sebagai pendahuluan dari sesi mengenai mewujudkan pertumbuhan yang merata (lihat Lampiran 9). Dalam presentasi ini, empat sumber ketidakmerataan teridentifikasi. Akses yang tidak merata ke sumber daya produktif (mis. pendidikan, kesehatan, tanah) Peluang yang tidak merata terhadap akses ke lapangan kerja produktif, contohya karena bursa tenaga kerja yang tidak berfungsi baik, diskriminasi gender, hambatan mobilitas geografis, pekerjaan dan sosial, serta perbedaan geografis yang besar dalam pembangunan ekonomi. Ketidakamanan dan kerentanan mencegah masyarakat yang hidup dalam kemiskinan dalam mengambil risiko yang telah diperhitungkan dengan cermat. Sedikitnya waktu yang tersedia untuk bekerja akibat tanggung jawab yang berat dan tidak dibagi dengan adil terkait dengan pekerjaan rumah tangga dan tugas merawat anak. Dalam diskusi berikutnya, peserta mengidentifikasi tiga jenis ketidakmerataan sebagai persoalan yang serius. Ketidamerataan antara daerah pedesaan dan perkotaan Ketidaksetaraan berbasis gender Ketidakmerataan karena perbedaan daerah dalam hal pembangunan ekonomi, akses ke pendidikan, kesehatan dan layanan public lainnya serta peluang lapangan kerja produktif. Sintesis kesimpulan dan pengarusutamaan dimensi-dimensi utama ketidakmerataan Pada hari terakhir lokakarya, temuan-temuan dan kesimpulan utama dari analisis dikumpulkan bersama, disintesiskan dan distrukturkan berdasarkan pohon diagnostik ketenagakerjaan. Diskusi awal telah mengidentifikasi dimensi-dimensi penting dari ketidakmerataan dalam akses ke lapangan kerja produktif dan juga ditemukan bahwa sebagian besar persoalan dan tantangan utama dalam pengembangan sumber daya manusia dan tingkat serta kualitas pembangunan ekonomi memiliki implikasi keadilan. Guna mencapai tujuan dalam mewujudkan pembangunan yang adil dan merata, maka diputuskan dalam sesi akhir untuk fokus dalam 17

18 LAPORAN LOKAKARYA mengarusutamakan ketiga dimensi ketidakmerataan perkotaan-pedesaan, berbasis gender dan daerah ke dalam proposal yang menanggapi keempat bidang prioritas yang telah diidentifikasi: pengembangan sumber daya manusia, peningkatan pasar agar berfungsi dengan baik, akses ke keuangan dan perbaikan lingkungan usaha. Kelompok diminta untuk menjawab pertanyaan berikut: Dalam analisis, kita telah mengidentifikasi empat persoalan utama untuk meningkatkan lapangan kerja produktif di NTT pengembangan sumber daya manusia (khususnya pendidikan dan keterampilan), peningkatan pasar agar berfungsi dengan baik, akses ke keuangan dan perbaikan lingkungan usaha. Kita juga telah mengidentifikasi tiga dimensi ketidakmerataan yang utama. Identifikasikan persoalan dan permasalahan utama yang perlu ditanggapi guna meminimalkan ketidakmerataan yang ada ketika menangani keempat persoalan utama dalam meningkatkan lapangan kerja produktif. Tiap kelompok diminta untuk fokus ke satu aspek dari ketiga dimensi ketidakmerataan yang utama tersebut. Hasil dari analisis dan diskusi ini dengan jelas dan kuat menyampaikan pesan bahwa persoalan ketidakmerataan perlu ditangani bersamaan dengan keempat persoalan prioritas tersebut. Hasil yang lebih rinci dari analisis ini disajikan dalam matriks di bawah ini. 18 Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Kupang, NTT

19 MATRIKS HASIL Bidang prioritas 1. SDM/ Pendidikan Desa vs Kota Tiap Kabupaten/Kota Gender Permasalahan Solusi Permasalahan Solusi Permasalahan Solusi Pendidikan di desa hanya SD, sarana terbatas (meja bareng2) Penambahan sarana (penambahan sekolah menengah di desa, perbaikan sarana belajar mengajar) Kesenjangan jumlah dan kualitas tenaga penyuluh (bagi pendidikan non formal) Penambahan dan pemerataan tenaga penyuluh di tiap desa secara bertahap Diklat kewirausahaan Pendidikan wajib masing seimbang, pendidikan lanjutan didominasi oleh laki-laki - Sosialisai untuk pengarus utamaan gender - Pelatihan khusus/ ketrampilan untuk perempuan putus sekolah dan yang berada di pedesaan Jumlah guru & kompetensi guru (guru agama ngajar matematika) Penambahan dan peningkatan kualitas guru Kesenjangan penyediaan sarpras pendidikan Penambahan dan pemerataan anggaran bagi pengembangan sarpras pendidikan di tiap level pendidikan Jenis ketrampilan bagi laki-laki lebih banyak daripada perempuan Kemitraan dgn pihak lain dalam peneyediaan sarpras pendidikan secrara merata Penambahan jenis fasilitas pendidikan kejuruan yang berbasis kebutuhan pasar & potensi di NTT 19

20 LAPORAN LOKAKARYA Bidang prioritas Desa vs Kota Tiap Kabupaten/Kota Gender Permasalahan Solusi Permasalahan Solusi Permasalahan Solusi Akses ke sekolah sulit Transportasi Kesejangan jumlah dan kualitas guru Pemerataan jumlah guru di tingkat SD Penambahan jumlah guru di tk menengah Jenis ketrampilan bagi laki-laki lebih banyak daripada perempuan Alokasi anggaran untuk peningkatan kesra guru di daerah terpencil Pemberian beasiswa bagi guru dengan program UT Pemberian diklat metodologi pembelajaran dan pengembangan kurikulum yang berbasis kompetensi Penarapan KTSP (Kurikulum Tingakt Satuan Pendidikan) Sosialisasi dan Pembentukan Komite Pendidikan di tiap Sekolah Penarapan KTSP (Kurikulum Tingakt Satuan Pendidikan) Sosialisasi dan Pembentukan Komite Pendidikan di tiap Sekolah 20 Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Kupang, NTT

21 Bidang prioritas Desa vs Kota Tiap Kabupaten/Kota Gender Permasalahan Solusi Permasalahan Solusi Permasalahan Solusi Rendahnya kualitas dan kompetensi guru 1. Aktivasi Komite Pendidikan di tiap Sekolah 2. Peningkatan Kualitas, komptensi dan Kualifikasi guru Rendahnya penggunaan Teknologi Sosialisasi dan Pelatihan Penggunaan Teknologi Tepat Guna di Desa Penggadaan Teknologi Tepat Guna yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Rendahnya Kualitas Tenaga Penyuluh Pelatihan dan Maggang bagi tenaga penyuluh Kurangnya Jiwa Kewirausahaan 1. Kurikulum muatan lokal dengan materi kewirausahaan 21

22 LAPORAN LOKAKARYA Desa vs Kota Tiap Kabupaten/Kota Gender Bidang prioritas Permasalahan Solusi Permasalahan Solusi Permasalahan Solusi 2. Praktek menjalankan kewirausaahn 3. Kursus kewirausaaan dengan mentor yang berkualifikasi dan pendampingan Tidak tersedianya Information Pasar Aktivasi dan Optimalisasi kegiatan promosi di Kabupaten/ Kota dan akses sampai ke desa Ketidakjelasan pasar bagi petani dan pengusaha lokal Adanya kebijakan pemerintah untuk pengembangan produk unggulan lokal dan memfasilitasi pasar bagi petani & pengusaha lokal di seluruh wilayah NTT Kegagalan Pasar Wanita bekerja di pasar, tapi tidak memiliki jiwa wirausaha / manajemen bisnis Pelatihan wirausaha dengan pemilihan waktu sesuai kondisi (sore hari sampai malam) 2. Market development Kontinuitas Komoditi 1. Satu Kabupaten/ Kota satu produk sesuai potensi dan keunggulan 2. Peran swasta dan Koperasi dalam pemas aran desa produksi Terbatasnya lahan usaha Intensifikasi bisnis dan usaha degan memaksimalkan pengolahan untuk peningkatan nilai jual produk tersebut Wanita tidak memiliki keahlian teknis pengolahan produk (barang dijual mentah) Pelatihan teknis pengolahan beserta bantuan paket alat pendukungnya (missal garam, pisang) 22 Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Kupang, NTT

23 Bidang prioritas 3. Akses ke Keuangan Desa vs Kota Tiap Kabupaten/Kota Gender Permasalahan Solusi Permasalahan Solusi Permasalahan Solusi Transportasi Peningkatan sarana transportasi dari kantong2 produksi yang didesa ke pasar (darat dan Laut) Tidak adanya kontinuitas bahan baku Peningkatan teknologi produksi pertanian Peningkatan skala usaha Wanita menjual produk yang monoton (tidak ada pengembangan produk Pemerintah memberi penyuluhan & pendamping (tenaga penyuluh) peluang bisnis di tingkat desa secara kontinyu Sulitnya akses keuangan, tidak ada jaminan & ada sistem ijon 1. Bentuk lembaga keuangan mikro 2. Revitalisasi dan optimalisasi peran KUD 3. Sosialisasi AKSES ke KUR (BRI) Rendahnya akses pinjaman bank Mempermudah persyaratan pinjaman Memberdayakan lembaga penjamin kredit sampai ke desadesa Pemberian Kredit lunak bagi pengembangan usaha agar dapat masuk Modal terbatas dan pinjam uang harus ijin suami Mengoptimalkan pemberian dana pemberdayaan ekonomi masyarakat (PEM) disesuaikan dengan jenis usaha oleh pemerintah Perempuan lebih pandai mengelola uang daripada laki-laki, tetapi laki-laki memperoleh pendapatan lebih dari perempuan Pelatihan wirausaha & ketrampilan untuk mengembangkan usaha 23

24 LAPORAN LOKAKARYA Bidang prioritas 4. Kualitas Lingkungan Bisnis Desa vs Kota Tiap Kabupaten/Kota Gender Permasalahan Solusi Permasalahan Solusi Permasalahan Solusi Infrastruktur kurang memadai di desa Memberikan prioritas pembangunan dan Peningkatan infrastruktur (Listrik,Air,jalanan, darmaga, sarana komunikasi) Keterbatasan penyediaan infrastruktur Penyediaan infrastruktur dasar yang menunjang pengembangan sentra2 ekonomi lokal. Kurangnya informasi usaha sehingga produk yang dibuat sama Perlu ada penyebaran informasi usaha dari tingkat terendah di desa / kelurahan Regulasi industri belum tertata Membuat regulasiregulasi yang mendukung investasi Pemberdayaan lembagalembaga yang sudah ada (PKK) 24 Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Kupang, NTT

25 LAMPIRAN 1. Agenda 2. Daftar Peserta 3. Presentasi Strategi Pembangunan NTT oleh Wayan Darmawa, Kepala Bappeda NTT (dalam Bahasa Indonesia). 4. Presentasi mengenai konsep dan metodologi untuk analisa diagnostik ketenagakerjaan oleh Per Ronnas, ILO Jenewa. 5. Presentasi mengenai temuan-temuan utama dari analisa ADB-ILO-IDB tentang Hambatanhambatan dalam mencapai Pertumbuhan yang Merata (Inklusif) di Indonesia oleh Kazutoshi Chatani, ILO Jakarta. 6. Presentasi mengenai Dinamika Ketenagakerjaan, Pasar Tenaga Kerja dan Perekonomian di NTT oleh Miranda Kwong, ILO Jenewa. 7. Presentasi mengenai Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penilaian Kebutuhan Keterampilan oleh Miranda Kwong dan Kazutoshi Chatani 8. Presentasi mengenai Tingkat dan Kualitas Pertumbuhan oleh Per Ronnas 9. Presentasi mengenai Mencapai Pertumbuhan yang Merata oleh Per Ronnas 25

26 LAPORAN LOKAKARYA Lampiran 1. Agenda WAKTU SESI Hari 1, 18 Januari :30 09:00 Pendaftaran 09:00-10:00 PEMBUKAAN Pembukaan Bapak Nirwan Gah, Staf ILO NTT Sambutan Pembukaan Bapak Peter Van Rooij, Country Director, ILO Jakarta Pembukaan Resmi Bapak Frans Lebu Raya, Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur Sesi Foto 09:30 10:00 Konferensi Pers (untuk Jurnalis) Rehat Kopi (untuk Peserta) 10:00 10:25 PERKENALAN Perkenalan tentang lokakarya: tujuan dan hasil yang ingin dicapai. Menyetujui jadwal, metodologi dan aturan permainan lokakarya. Perkenalan antar peserta lokakarya. Bapak Per Ronnas & Fasilitator 10:25 11:00 Sesi 1. Konsep Dan Metode Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Presentasi dan tanya jawab tentang konsep dan metode Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Bapak Per Ronnas 11:00 11:35 Sesi 2. Pembangunan Di Indonesia Presentasi dan tanya jawab mengenai gambaran lebih besar hambatan pada pembangunan di Indonesia. Bapak Kazutoshi Chatani 11:35 12:10 Sesi 3. Strategi Pembangunan NTT 12:10 13:10 Rehat Makan Siang Presentasi dan tanya jawab mengenai strategi pembangunan Provinsi Nusa tenggara Timur (NTT). BAPPEDA, Provinsi Nusa Tenggara Timur. 26 Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Kupang, NTT

27 WAKTU SESI 13:10 14:20 Sesi 4. Dinamika Ketenagakerjaan, Ekonomi dan Bursa Tenaga Kerja NTT Presentasi dan tanya jawab mengenai kondisi, dinamika dan karakteristik yang unik dari ketenagekarjaan, ekonomi dan bursa tenaga kerja di NTT. Ibu Miranda Kwong 14:20 14:35 Rehat kopi 14:35 17:10 Sesi 5. Pengembangan Sumber Daya Manusia NTT Presentasi dan diskusi kelompok mengenai konsep pengembangan SDM, pendidikan & ketrampilan dan kemampuan mendapat kerja spesifik untuk NTT, baik dari aspek permasalahan, tantangan dan kesempatannya. Ibu Miranda Kwong, Bapak Kazutoshi Chatani dan Fasilitator WAKTU SESI Hari 2, 19 Januari :00 09:10 Tinjauan ulang Hari 1 Fasilitator 09:10 10:15 Sesi 6. Meningkatkan Kesempatan Kerja Fokus pada Aspek Ekonomi 10:15 10:30 Rehat Kopi Presentasi dan diskusi kelompok mengenai konsep pertumbuhan ekonomi yang kondusif spesifik untuk NTT, baik dari aspek permasalahan, tantangan dan kesempatannya Bapak Per Ronnas dan Fasilitator 10:30 12:20 Sesi 6. Meningkatkan Kesempatan Kerja Fokus pada Aspek Ekonomi (lanjutan) 12:20 13:20 Rehat makan siang 13:20 13:50 Sesi 6. Meningkatkan Kesempatan Kerja Fokus pada Aspek Ekonomi (lanjutan) 13:50 14:55 Sesi 7. Mencapai Tujuan Pembangunan dengan Kesetaraan Presentasi dan diskusi kelompok mengenai konsep kesetaraan pada pembangunan sosial-ekonomi spesifik untuk NTT, baik dari aspek permasalahan, tantangan dan kesempatannya. Bapak Per Ronnas dan Fasilitator 27

Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan di Jawa Timur

Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan di Jawa Timur Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan di Jawa Timur Surabaya, 4-5 April 2011 LAPORAN LOKAKARYA Supported by: SWEDISH INTERNATIONAL DEVELOPMENT COOPERATION AGENCY LAPORAN LOKAKARYA Daftar Isi A. Latar Belakang

Lebih terperinci

LAPORAN LOKAKARYA. Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Ambon, MALUKU April Supported by:

LAPORAN LOKAKARYA. Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Ambon, MALUKU April Supported by: Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan Ambon, MALUKU 11-13 April 2011 LAPORAN LOKAKARYA Supported by: SWEDISH INTERNATIONAL DEVELOPMENT COOPERATION AGENCY LAPORAN LOKAKARYA Daftar Isi A. Latar Belakang 3 B.

Lebih terperinci

PANDUAN LOKAKARYA. Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan LOKAKARYA APRIL 2011 AMBON, MALUKU. Desain Proses: Endro Catur

PANDUAN LOKAKARYA. Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan LOKAKARYA APRIL 2011 AMBON, MALUKU. Desain Proses: Endro Catur LOKAKARYA Analisa Diagnostik Ketenagakerjaan 1113 APRIL 2011 AMBON, MALUKU PANDUAN LOKAKARYA Desain Proses: Endro Catur Fasilitator: Janti Gunawan Endro Catur Lucky Ferdinand Lumingkewas A. Pendahuluan

Lebih terperinci

PANDUAN LOKAKARYA. Analisa Diagnostik Ekonomi dan Ketenagakerjaan untuk menciptakan Lapangan Kerja Produktif LOKAKARYA April 2011 SURABAYA

PANDUAN LOKAKARYA. Analisa Diagnostik Ekonomi dan Ketenagakerjaan untuk menciptakan Lapangan Kerja Produktif LOKAKARYA April 2011 SURABAYA LOKAKARYA Analisa Diagnostik Ekonomi dan Ketenagakerjaan untuk menciptakan Lapangan Kerja Produktif 0405 April 2011 SURABAYA PANDUAN LOKAKARYA Desain Proses: Endro Catur Fasilitator: Janti Gunawan Endro

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 Topik #10 Wajib Belajar 12 Tahun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menjawab Daya Saing Nasional Latar Belakang Program Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Sekilas tentang Profil Nasional untuk Pekerjaan Layak Apa itu Pekerjaan Layak? Agenda Pekerjaan Layak, yang dikembangkan Organisasi (ILO) semakin luas diakui sebagai

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam 219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014 Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2013 ISU STRATEGIS, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2014 A. Isu Strategis

Lebih terperinci

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo 1 PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Saktyanu K. Dermoredjo Pendahuluan 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal terhadap pentingnya peningkatan daya saing. Seiring

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN

BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 9,5 persen berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan sosial. Kerja merupakan fitrah manusia yang asasi.

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

BAGAIMANA MENAKAR PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH*)

BAGAIMANA MENAKAR PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH*) BAGAIMANA MENAKAR PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH*) Oleh M. RUSMIN NURYADIN, SE.M.Si I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi sudah berjalan selama 11 tahun. Seperti kita

Lebih terperinci

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan INDONESIA VISI 2050 Latar belakang Anggota Dewan Bisnis Indonesia untuk Pembangunan Berkelanjutan (IBCSD) dan Indonesia Kamar Dagang dan Industri (KADIN Indonesia) mengorganisir Indonesia Visi 2050 proyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN Bab 5 ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN INDEKS KEMISKINAN MANUSIA 81 Bab 5 ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 5.1. Arah dan Kebijakan Umum Arah dan kebijakan umum penanggulangan

Lebih terperinci

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA Abstrak Upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia telah menjadi prioritas di setiap era pemerintahan dengan berbagai program yang digulirkan. Pengalokasian anggaran

Lebih terperinci

6HUL'HEDW 3HPEDQJXQDQ Kasus Indonesia

6HUL'HEDW 3HPEDQJXQDQ Kasus Indonesia Laporan Lokakarya LPEM-FEUI 6HUL'HEDW 3HPEDQJXQDQ Kasus Indonesia Laporan Lokakarya dari Lembaga Penelitian SMERU, Dengan dukungan dari AusAID Dan Ford Foundation. Jakarta, Juli 2001 Temuan, pandangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategi berdasarkan tugas dan fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan mengemukakan beberapa isu strategis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI PEMBANGUNAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Kebijakan Pemerintahan Daerah telah termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 015 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Mendorong masyarakat miskin di perdesaan untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia

Mendorong masyarakat miskin di perdesaan untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia IFAD/R. Grossman Mendorong masyarakat miskin di perdesaan untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia Kemiskinan perdesaan di Indonesia Indonesia telah melakukan pemulihan krisis keuangan pada tahun 1997 yang

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah sosial terbesar yang dihadapi oleh setiap negara di dunia dan setiap negara berusaha untuk mengatasinya. Kemiskinan adalah faktor yang

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan keberadaannya perlu mendapat dukungan dari semua pihak, baik dari sektor pemerintah maupun non-pemerintah.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro tergolong jenis usaha yang tidak mendapat tempat di bank, rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan dari pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada pembangunan bangsa dan sosial ekonomis. Untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi BAB III ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 3.1 Permasalahan Pembangunan 3.1.1 Permasalahan Kebutuhan Dasar Pemenuhan kebutuhan dasar khususnya pendidikan dan kesehatan masih diharapkan pada permasalahan. Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan

1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan Ringkasan Eksekutif Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012 Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur 1. Perkembangan Umum dan Arah

Lebih terperinci

INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM

INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Daya Saing Rahma Iryanti Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Deputi Kepala Bappenas Jakarta, 15 Juni

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN BIRO ADMINISTRASI PEREKONOMIAN DAN SDA SETDA DIY 2018

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN BIRO ADMINISTRASI PEREKONOMIAN DAN SDA SETDA DIY 2018 RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN BIRO ADMINISTRASI PEREKONOMIAN DAN SDA SETDA DIY 2018 Disampaikan pada acara Forum Perangkat Kerja Perekonomian, MUSRENBANG 2017 Konsep Pertumbuhan Ekonomi DIY Ke Depan INDIKATOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang

Lebih terperinci

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA (Diterjemahkan dari Salim, E dkk 2015, Population Dynamics and Sustainable Development in Indonesia, UNFPA Indonesia, Jakarta) Jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Pengembangan Keuangan Mikro

Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Pengembangan Keuangan Mikro Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Pengembangan Keuangan Mikro I Pendahuluan Keuangan mikro merupakan alat yang cukup penting untuk mewujudkan pembangunan oleh Pemerintah Indonesia dalam tiga hal sekaligus,

Lebih terperinci

Menghindari jebakan penghasilan menengah di Indonesia melalui pasar tenaga kerja yang lebih inklusif dan integrasi ASEAN yang lebih dalam

Menghindari jebakan penghasilan menengah di Indonesia melalui pasar tenaga kerja yang lebih inklusif dan integrasi ASEAN yang lebih dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Mengelola integrasi untuk pekerjaan yang lebih baik dan kesejahteraan bersama International Labour Organization Menghindari jebakan penghasilan menengah di Indonesia melalui

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 78 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 7.1. Perumusan Strategi Penguatan Kelompok Tani Karya Agung Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA. Oleh: Iwan Setiawan*)

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA. Oleh: Iwan Setiawan*) PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA Oleh: Iwan Setiawan*) ABSTRAKS Indonesia sedang dihadapkan pada masalah ketenagakerjaan yang cukup kompleks. Permasalahan tersebut, sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KONGRES INTERNASIONAL KE-6 ISPAH (KONGRES KESEHATAN MASYARAKAT DAN AKTIVITAS FISIK Bangkok, Thailand 16-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salam Sejahtera,

KATA PENGANTAR. Salam Sejahtera, KATA PENGANTAR Salam Sejahtera, Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan karunianya, penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Kabupaten Rote Ndao Tahun 2015 dapat diselesaikan

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Agribisnis Sering ditemukan bahwa agribisnis diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih

Lebih terperinci