BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ambeien bibir anus mengalami pembengkakan yang terkadang disertai
|
|
- Sugiarto Irawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hemorrhoid merupakan jenis penyakit atau gangguan pada anus. Saat ambeien bibir anus mengalami pembengkakan yang terkadang disertai pendarahan. Ambeien bisa terjadi karena terlalu banyak duduk atau berdiri, kesalahan dalam melakukan gerakan pada olahraga tertentu misalnya pada olahraga angkat beban atau olahraga pernapasan, dan dapat terjadi pada wanita hamil (Suseno, 2013). Upaya untuk mengatasi hemorhoid itu salah satunya adalah dengan penggunaan sediaan suppositoria yang mengandung bahan alam berasal dari tanaman (Widjajanti, 1993). Salah satu tanaman yang dapat mengobati hemorrhoid adalah daun ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff). Daun ungu mengandung senyawa aktif diantaranya adalah flavonoid sebagai anti inflamasi dan tanin sebagai astrigen yang dapat digunakan untuk mengobati hemorrhoid dan mengempiskan hemorrhoid (Thomas, 1992). Secara empiris menurut Suseno (2013), untuk mengobati hemorrhoid digunakan 15 lembar dengan cara direbus menggunakan air sebanyak 1 liter dan disisakan menjadi 2 gelas diminum 2 kali sehari masing-masing 1 gelas. Penggunaan secara empiris ini kurang praktis, tidak acceptable, dosis kurang seragam serta kurang higienis. Maka dari itu perlu dibuat suatu sediaan yang inovatif dan siap digunakan sewaktu-waktu yaitu dalam bentuk suppositoria. 1
2 2 Basis suppositoria memiliki peranan penting dalam kecepatan pelepasan obat baik untuk sistemik maupun lokal. Kemungkinan adanya interaksi antara basis dengan zat aktif secara kimia dan atau fisika akan dapat mempengaruhi stabilitas atau bioavaibilitas dari obat. Polietilenglikol (PEG) merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan untuk basis suppositoria yang memiliki beberapa keuntungan karena sifatnya yang inert, tidak mudah terhidrolisis, tidak membantu pertumbuhan jamur dan dapat dikombinasikan berdasarkan bobot molekulnya sehingga didapatkan suatu basis suppositoria yang dikehendaki beda (Lachman dkk., 1986). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Suseno (2012), hasil evaluasi sifat fisik sediaan diantaranya uji titik lebur dan uji waktu leleh menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi PEG 400 dalam formula, menurunkan titik lebur dan waktu leleh sediaan suppositoria. Sedangkan pada uji kekerasan menunjukkan bahwa konsentrasi PEG 400 yang semakin tinggi akan menurunkan kekerasan suppositoria ekstrak daun ungu. Sehingga konsentrasi PEG dalam berbagai kombinasi sebagai basis mempengaruhi sifat fisik suppositoria, dan formula yang paling baik adalah formula dengan perbandingan PEG 6000:400 (50%:50%). Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kombinasi terhadap kombinasi PEG yang lain yaitu PEG 4000 dan PEG 400 terhadap sifat fisik suppositoria ekstrak daun ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff).
3 3 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimanakah pengaruh kombinasi basis PEG 4000 dan PEG 400 terhadap sifat fisik suppositoria ekstrak daun ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff)? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu : Mengetahui pengaruh kombinasi basis PEG 4000 dan PEG 400 terhadap sifat fisik suppositoria ekstrak daun ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff). D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian yang dilakukan diharapkan memperkaya data ilmiah tentang obat tradisional di Indonesia dan sebagai acuan membuat sediaan yang inovatif dari bahan alam terutama daun ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) dalam bentuk suppositoria. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan, sampai saat ini belum ditemukan penelitian tentang Pengaruh Kombinasi Basis PEG 4000 dan PEG
4 4 400 terhadap Sifat Fisik Suppositoria Ekstrak Daun Ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff), tetapi ditemukan penelitian pendahuluan yaitu: 1. Formulasi Sediaan Suppositoria Ekstrak Daun Ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) dalam Basis Oleum Cacao (Nursal dan Widayanti, 2010). 2. Formulasi Sediaan Suppositoria Ekstrak Etanol Daun Wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) dalam Basis Polietilenglikol 6000:400 (Suseno, 2012 ). F. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) Tanaman Ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) adalah tanaman obat yang sangat populer, yang berkhasiat mengobati hemorrhoid (wasir) atau ambeien. Bagian yang digunakan adalah bagian daun, di daerah Sunda daun ini sering disebut dengan nama daun handeulum, sedangkan di Yogyakarta daun ungu lebih sering disebut dengan nama daun wungu. Orang Bali menyebut daun ungu dengan nama temen, karotong (Madura), daun putrid dan dongora (Ambon), dank obi-kobi (Ternate) (Permadi, 2008; Suseno, 2013). Tanaman wungu berasal dari Irian dan Polynesia, dapat ditemukan dari dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1.250m dpl. Perdu atau pohon kecil, dengan tinggi 1,5-3 m, batang 45 berkayu. Kulit dan daun berlendir dan baunya kurang enak. Cabang bersudut tumpul, berbentuk galah dan beruas rapat. Daun tunggal, bertangkai pendek, letaknya berhadapan bersilang, bulat telur sampai lanset, ujung dan pangkal runcing, tapi bergelombang, pertulangan menyirip, panjang 8-20 cm, lebar 3-13 cm, permukaan atas warnanya ungu
5 5 mengilap. Perbungaan majemuk, keluar diujung batang, tersusun dalam rangkaian berupa tanda yang panjangnya 3-12 cm, warnanya merah keunguan (Suseno, 2013). Gambar tanaman dan daun ungu dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini : (1a) (1b) Gambar 1a. Tanaman Ungu ; Gambar 1b. Daun Ungu Tanaman ungu memiliki batang yang berwarna ungu dengan penampang batang yang mirip segitiga tumpul. Tanaman ini juga lebih menyerupai perdu dengan tinggi yang bisa mencapai 3 meter. Susunan dari daun ungu ini adalah posisi daun yang letaknya beradu muka dengan bunga dan tersusun dalam serangkaian tandan berwarna merah tua (Suseno, 2013). Klasifikasi tanaman ungu dapat dilihat di bawah ini: Kingdom Divisio Ordo Family Genus Spesies Sinonim : Plantae : Spermatophyta : Lamiales. : Acanthaceae. : Graptophyllum. : Graptophyllum pictum : Handeuleum / Justicia picta L. (Backer and Bakhiuzen Van Den Brink, 1965)
6 6 Kandungan kimia yang terdapat adalah diantaranya alkoloid nontoksik, flavonoid, glikosid, steroid, polifenol, saponin, tanin, lendir (Ardi, 1987). Tanaman ini dikenal mampu mengobati berbagai macam penyakit. Kandungan tersebut menyebabkan daun ungu ini memiliki sifat sebagai anti inflamasi, peluruh air seni, mempercepat pemasakan bisul, pencahar ringan, pelembut kulit kaki, melunakkan feaces, mengempiskan hemorrhoid (Depkes RI, 1985). Ramuan tradisional daun ungu dapat digunakan dengan cara merebus 15 helai daun ungu, kunyit sebesar ibu jari, dan sedikit gula aren dengan 4 gelas air sampai airnya tinggal 2 gelas saja. Disaring ramuan tersebut, lalu diminum secara rutin 2x sehari, masing-masing 1 gelas (Suseno, 2013). 2. Ekstrak Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan cara mengekstrasi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan suatu cairan penyari yang sesuai (Depkes RI, 1979). Ekstrak dibagi menjadi 3 macam, yaitu: a. Ekstrak cair, merupakan ekstrak yang dibuat sedemikian rupa, sehingga diperoleh 2 bagian ekstrak cair dari 1 bagian simplisia (Voigt, 1984). Ekstrak cair, dengan penyari etanol harus dibiarkan di tempat sejuk selama 1 bulan, kemudian disaring (Depkes RI, 1979). Ekstrak cair memerlukan penyimpanan dengan suhu 5-15 ºC. b. Ekstrak kental, merupakan ekstrak yang kental dalam keadaan dingin tidak dapat dituang. Kandungan airnya hingga 30%. Tingginya kandungan air,
7 7 menyebabkan ekstrak menjadi tidak stabil karena terjadinya reaksi hidrolisis terhadap zat aktif yang dikandungnya serta mudah mengalami pencemaran akibat tumbuhnya bakteri dan jamur. Ekstrak kental juga sulit ditakar sehingga dosis terapi sulit ditentukan (Voigt,1984). c. Ekstrak kering, merupakan ekstrak dengan kadar air sekitar 5%. Beberapa keuntungan dari ekstrak kering yaitu lebih stabil, kandungan zat aktif relatif lebih tinggi, lebih mudah dalam hal standarisasi dan kontrol kualitasnya (Runha dkk., 2001). Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan adalah maserasi. Maserasi berasal dari istilah maceration yang artinya merendam, maka prinsip maserasi adalah perendaman simplisia yang mempunyai derajat kehalusan tertentu dengan cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel kemudian masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, sehingga melarutkan zat aktif. Adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel-sel akan mendesak keluar larutan zat aktif di dalam sel yang lebih pekat. Peristiwa ini berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel. Ekstraksi dengan cara maserasi mempunyai beberapa keuntungan antara lain cara melakukan mudah, alat yang digunakan sederhana dan dapat digunakan untuk simplisia dengan kandungan zat aktif tidak tahan panas. Sedangkan kerugian cara maserasi yaitu penyarian kurang sempurna dan waktu
8 8 pengerjaannya lama, maserasi biasanya digunakan untuk menyari simplisia dengan kandungan zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoid, dan stirak (Depkes RI, 1986). Maserasi dilakukan pada temperatur 15-20ºC selama 3 hari sampai bahan-bahan yang diinginkan melarut (Ansel, 1989). Penyari etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena memiliki sifat yang lebih selektif jika dibandingkan air, selain itu etanol pada kadar diatas 20% membuat kapang dan kuman sulit tumbuh. Etanol tidak beracun, bersifat netral, memiliki absorbsi yang baik, dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan dan untuk proses pemekatan memerlukan panas yang lebih sedikit. Penyari etanol maupun metanol dalam proses ekstraksi dapat memerlukan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin, antrakinon, flavanoid, steroid, dammar dan klorofil, sedangkan lemak, malam, tannin dan saponin hanya sedikit larut, dengan demikian zat pengganggu yang larut akan terbatas (Depkes RI, 1986). Penggunaan air sendiri sebagai cairan penyari kurang menguntungkan karena disamping zat aktif ikut tersari, zat lain yang tidak diperlukan juga ikut tersari sehingga akan mengganggu proses pembuatan sari (Depkes RI, 1986).
9 9 3. Suppositoria Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan obat padat yang umumnya dimaksudkan untuk dimaksukkan ke dalam rectum, vagina. Bobot suppositoria adalah 3 gram untuk orang dewasa dan 2 gram untuk anak-anak (Ansel, 1989). Suppositoria merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang umumnya berbentuk torpedo dan meleleh pada suhu tubuh. Suppositoria sangat berguna bagi pasien dengan kondisi yang tidak memungkinkan dengan terapi obat secara peroral, misalnya pada pasien muntah, mual, tidak sadar, anak-anak, orang tua yang sulit menelan dan selain itu juga dapat menghindari metabolisme obat di hati (Voigt, 1984). Tujuan penggunaan suppositoria diantaranya adalah : a. Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan hemorrhoid dan penyakit infeksi lainnya. Suppositoria juga dapat digunakan untuk tujuan sistemik karena dapat diserap oleh membran mukosa dalam rektum. Hal inir dilakukan terutama bila penggunaan obat per oral tidak memungkinkan, seperti pada pasien yang mudah muntah atau pingsan. b. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih cepat karena obat diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke dalam sirkulasi pembuluh darah. c. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati.
10 10 d. Bentuknya yang seperti torpedo menguntungkan karena suppositoria akan tertarik masuk dengan sendirinya bila bagian yang besar masuk melalui oto penutup dubur. e. Suppositoria dapat menghindari terjadinya iritasi obat pada lambung. f. Obat dapat langsung masuk ke dalam saluran darah sehingga efeknya lebih cepat daripada panggunaan obat secara oral. Suppositoria mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan bentuk pemakaian lainnya, misalnya penggunaan peroral dari obat. Dalam hal ini dapat disebutkan antara lain: tidak merusak lambung, tanpa rasa yang tidak enak (kemualan), mudah dipakai bahkan pada saat pasien tidak sadarkan diri, sulit menelan dan sebagainya. Arti yang istimewa, dimiliki suppositoria dalam penyembuhan anak-anak. Jika injeksi memberikan rasa nyeri pada pasien, minimal rasa yang tidak menyenangkan, maka pemakaian suppositoria pada umumnya tidak menimbulkan rasa sakit (Voigt, 1984). Macam-macam suppositoria berdasarkan tempat penggunaan, bobot dan bentuk: a. Suppositoria rektum Suppositoria untuk rektum biasanya dengan jari tangan untuk dewasa berbentuk lonjong seperti torpedo dan biasanya mempunyai bobot 2 g. Untuk bayi dan anak-anak, ukuran dan beratnya setengah dari ukuran dan berat untuk orang dewasa (Ansel, 1989). b. Suppositoria vaginal Suppositoria vaginal mempunyai berat 5 g, berbentuk bulat dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air. Untuk suppositoria vagina khususnya vaginal
11 11 insert atau tablet vaginal, kadang juga disebut pessaries yang diolah secara kompresi dapat dimasukkan lebih jauh kedalam saluran vagina dengan bantuan alat khusus (Ansel, 1989). c. Suppositoria uretra Suppositoria uretra disebut juga bougi, berbentuk runcing seperti pensil. Suppositoria untuk laki-laki beratnya 4 g dan paanjangnya 100 sampai 15 mm, untuk wanita masing-masing suppositoria 2 g dan panjang 60 sampai 75 mm (Lachman dkk., 1986). 4. Basis Suppositoria Bahan dasar atau basis yang digunakan untuk membuat suppositoria harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh. Bahan dasar yang sering digunakan adalah lemak coklat (oleum cacao), polietilenglikol (PEG), lemak tengkawang (oleum shoreae), atau gelatin (Voigt, 1984). a. Lemak coklat Lemak ini merupakan senyawa trigliserida, berwarna kekuningkuningan, dan baunya khas. Jika dipanaskan sekitar 30ºC, lemak coklat mulai mencair dan akan meleleh pada suhu 34ºC 35ºC. Jika dibawah suhu 30ºC zat ini merupakan massa semi padat yang mengandung lebih banyak kristal (polimorfisme) daripada trigliserida padat. Bila dipanaskan pada suhu tinggi, lemak coklat mencair sempurna seperti minyak tetapi akan kehilangan semua inti kristalnya yang berguna untuk memadat. Lemak coklat akan mengkristal dalam bentuk kristal metastabil bila didinginkan dibawah 1ºC. Oleh karena itu, pemanasan lemak coklat sebaiknya dilakukan sampai meleleh dan bisa dituang sehingga tetap memiliki inti kristal bentuk
12 12 stabil. Agar titik lebur naik. Lemak coklat dapat ditambahkan cera atau cetaseum. Penambahan cera flava dapat menaikan daya serap lemak coklat terhadap air. Lemak coklat sangat cepat membeku pada saat pengisian massa suppositoria ke dalam cetakan dan akan terjadi penyusutan volume pada saat pendinginan hingga terbentuk lubang di atas massa. Maka dari itu, pada saat melakukan pengisian cetakan harus diisi berlebih dan kelebihanya dipotong setelah massa menjadi dingin (Voigt, 1984). Lemak coklat memiliki beberapa bentuk polimorfisme, yaitu: Bentuk gamma tidak stabil yang melebur pada suhu 18ºC, bentuk alfa yang melebur pada suhu 22ºC, bentuk beta tidak stabil melebur pada suhu 28ºC, bentuk beta stabil yang melebur pada suhu 34,5ºC (Voigt, 1984). b. Polietilenglikol (PEG) atau carbowax PEG adalah polimerasi etilenglikol dengan bobot molekul (dalam perdagangan yang tersedia carbowax 400, 1000, 1500, 4000, 6000). PEG yang bobotnya kurang dari 1000 merupakan zat cair, sedangkan yang memiliki bobot molekul di atas 1000 berupa padatan lunak seperti malam (Ansel, 1989). Bila dibandingkan lemak coklat suppositoria berbahan dasar PEG lebih dipilih karena memiliki keuntungan mudah larut dalam cairan rektum, tidak ada modifikasi titik lebur yang berarti, dan tidak mudah meleleh pada penyimpanan suhu kamar. Selain itu basis PEG tidak toksik, mudah bercampur dengan obat, stabil atau tidak meleleh saat penyimpanan dan dapat melarut dalam cairan tubuh (Lachman dkk., 1986).
13 13 Campuran dari polietilenglikol dapat digunakan sebagai basis suppositoria, PEG memiliki banyak keunggulan dibandingkan lemak. Misalnya, titik leleh suppositoria dapat dibuat lebih tinggi untuk menahan paparan iklim hangat; pelepasan obat tidak tergantung pada titik lebur; stabilitas fisik pada penyimpanan lebih baik; dan mudah dicampur dengan cairan rektal. Polietilenglikol memiliki kelemahan sebagai berikut: mereka lebih reaktif daripada lemak, lebih besar perawatan yang diperlukan dalam pengolahan untuk menghindari lubang kontraksi dalam suppositoria; laju pelepasan obat larut dalam air menurun dengan peningkatan berat molekul dari polietilenglikol, dan polietilenglikol cenderung lebih mengiritasi mukosa membran daripada lemak (Rowe dkk., 2009). Titik beku < -65 o C, untuk PEG 200; -15 o C sampai -8 o C, untuk PEG 300; 4-8 o C, untuk PEG 400; o C, untuk PEG 600 titik lebur o C, untuk PEG 1000; o C, untuk PEG 1500; o C, untuk PEG 1540; o C, untuk PEG 2000; o C, untuk PEG 3000; o C, untuk PEG 4000; o C, untuk PEG 6000; o C, untuk PEG 8000; o C (Rowe dkk., 2009). 5. Monografi Bahan a. PEG 4000 PEG 4000 adalah PEG, H(OCH 2 CH 2 ) n OH dimana harga n antara 68 dan 84. Pemerian : Serbuk licin putih atau potongan putih kuning gading, praktis tidak berbau, tidak berasa, kelarutan : mudah larut dalam air, dalam
14 14 etanol (95 %) P dan dalam kloroform P dan praktis tidak larut dalam eter P (Depkes RI, 1995). b. PEG 400 Polietilenglikol 400 adalah suatu polimer tambahan dari etilen oksida dan air dinyatakan dengan rumus H(OCH 2 CH 2 ) n OH, dimana harga n antara 8,2 dan 9,1. Pemerian : cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis tidak berwarna, bau khas lemah, agak higroskopis. Kelarutan : larut dalam air, dalam etanol (95 %) dalam aseton P, dalam glikol lain dan dalam hidrokarbon aromatik, praktis larut dalam eter P dan dalam hidrokarbon alifatik (Depkes RI, 1995). 6. Metode Pembuatan Suppositoria Metode Pembuatan Suppositoria a. Pembuatan dengan cara mencetak Langkah-langkah dalam metode pencetakan termasuk: melebur basis, mencampurkan bahan obat yang diinginkan, menuang hasil leburan ke dalam cetakan, membiarkan leburan menjadi dingin dan mengental menjadi suppositoria, dan melepaskan suppositoria. Basis oleum cacao, gelatin gliserin, polietilenglikol, dan banyak basis suppositoria lainnya yang cocok dibuat dengan cara mencetak (Ansel, 1989). Cara mencetak juga dikenal dengan cara penuangan (Voigt, 1984). b. Pembuatan dengan cara kompresi Suppositoria dibuat dengan menekan massa yang terdiri dari campuran basis dengan bahan obatnya dalam cetakan khusus memakai alat/
15 15 mesin pembuat suppositoria. Pembuatan dengan cara kompresi dalam cetakan, basis suppositoria dan bahan lainnya dalam formula dicampur/ diaduk dengan baik, pergeseran pada proses tersebut menjadikan suppositoria lembek seperti kentalnya pasta. Proses kompresi khususnya cocok untuk pembuatan suppositoria yang mengandung bahan obat yang tidak tahan pemanasan dan untuk suppositoria yang mengandung sebagian besar bahan yang tidak dapat larut dalam basis. Berbeda dengan metode mencetak pada pengolahan suppositoria dengan cara kompresi tidak memungkinkan bahan yang tidak dapat larut mengendap (Ansel, 1989). Cara kompresi disebut juga dengan cara pencetakan (Voigt, 1984). c. Pembuatan secara menggulung dan membentuk dengan tangan Metode ini dilakukan dengan cara menggulung basis suppositoria yang telah dicampur homogen dan mengandung zat aktif, menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahanbahan aktif dengan menggunakan mortir dan stamper, sampai diperoleh massa akhir yang homogen dan mudah dibentuk. Kemudian massa digulung menjadi suatu batang silinder dengan garis tengah dan panjang yang dikehendaki. Amilum atau talk dapat mencegah pelekatan pada tangan. Batang silinder dipotong dan salah satu ujungnya diruncingkan. Adanya cetakan suppositoria dalam macam-macam ukuran dan bentuk, pengolahan suppositoria dengan tangan oleh ahli farmasi sekarang hampir tidak pernah dilakukan (Ansel, 1989).
16 16 G. Landasan Teori Salah satu tanaman yang dapat mengobati hemorrhoid adalah daun ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff). Daun ungu mengandung senyawa aktif yaitu flavonoid dan tanin yang dapat digunakan untuk mengobati hemorrhoid dan mengempiskan hemorrhoid (Suseno, 2013). Polietilenglikol (PEG) merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan untuk basis suppositoria. Salah satu basis yang dapat digunakan untuk suppositoria adalah basis polietilenglikol yang memiliki beberapa keuntungan karena sifatnya inert, tidak mudah terhidrolisis, tidak membantu pertumbuhan jamur dan dapat dikombinasikan berdasarkan bobot molekulnya sehingga didapatkan suatu basis suppositoria yang baik (Lachman dkk., 1986). PEG 4000 mempunyai titik lebur yang tinggi, sehingga untuk mendapatkan sifat fisik yang lebih baik maka dikombinasikan dengan PEG 400 yang mempunyai titik lebur yang lebih rendah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Suseno (2012), hasil evaluasi sifat fisik sediaan diantaranya uji titik lebur dan uji waktu leleh menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi PEG 400 dalam formula, menurunkan titik lebur dan waktu leleh sediaan suppositoria. Sedangkan pada uji kekerasan menunjukkan bahwa konsentrasi PEG 400 yang semakin tinggi akan menurunkan kekerasan suppositoria ekstrak daun ungu. Sehingga konsentrasi PEG dalam berbagai kombinasi sebagai basis mempengaruhi sifat fisik suppositoria, dan formula yang paling baik adalah formula dengan perbandingan PEG 6000:400 (50%:50%).
17 17 H. Hipotesis Kombinasi basis PEG 4000 dan PEG 400 berpengaruh terhadap sifat fisik suppositoria ekstrak daun ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) yaitu titik lebur, waktu leleh, dan kekerasan. Semakin tinggi konsentrasi PEG 400, titik lebur, waktu leleh dan kekerasan semakin rendah.
Drs. Salman, M.Si., Apt Dr. Febriyenti, M.Si., Apt Deni Noviza, M.Si., Apt
Drs. Salman, M.Si., Apt Dr. Febriyenti, M.Si., Apt Deni Noviza, M.Si., Apt FARMASI PRAKTIS II Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang diberikan melalui rektal, vagina atau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Daun Wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) 1. Klasifikasi Tanaman Daun Wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae
Lebih terperinciSuppositoria Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt
Suppositoria Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt Suppositoria merupakan sediaan padat yang ditujukan untuk dimasukkan dalam lubang tubuh dimana sediaan akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. saluran cerna, mual, diare dan nyeri abdominal sehingga konsumen tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asam mefenamat merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) yang banyak digunakan oleh para pemakai, namun senyawa ini juga memiliki efek samping yang merugikan
Lebih terperinciUJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO
UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO Sriwidodo, Boesro Soebagio, Ricki Maranata S Fakultas Farmasi Universitas
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :
Lebih terperinciFORMULASI GRANUL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA. L) MENGGUNAKAN AEROSIL DAN AVICEL PH 101
FORMULASI GRANUL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA. L) MENGGUNAKAN AEROSIL DAN AVICEL PH 101 Supomo *, Dayang Bella R.W, Hayatus Sa`adah # Akademi Farmasi Samarinda e-mail: *fahmipomo@gmail.com,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. Obat ini dapat menyebabkan masalah gastrointestinal
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum
Lebih terperinciIDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)
IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda
Lebih terperinciPenetapan Kadar Sari
I. Tujuan Percobaan 1. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut air dari simplisia. 2. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut etanol dari simplisia. II. Prinsip Percobaan Penentuan kadar sari berdasarkan
Lebih terperinciMetoda-Metoda Ekstraksi
METODE EKSTRAKSI Pendahuluan Ekstraksi proses pemisahan suatu zat atau beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda dari komponen-komponen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan produk herbal saat ini semakin banyak diminati oleh masyarakat. Tidak hanya kalangan menengah ke bawah, tetapi kalangan atas pun kini mulai menggunakannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu contoh jenis tanaman obat yang bisa dimanfaatkan yaitu daun pepaya (Carica papaya). Menurut penelitian Maniyar dan Bhixavatimath (2012), menunjukkan
Lebih terperincikurang menyenangkan, meskipun begitu masyarakat percaya bahwa tanaman tersebut sangat berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit; selain itu tanaman ini
BAB I PENDAHULUAN Dalam dua dasawarsa terakhir penggunaan obat bahan alam mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik di negara berkembang maupun di negara-negara maju. Hal ini dapat dilihat dari semakin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Berenuk (Crescentia cujete L). a. Sistematika Tumbuhan Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionata Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta
Lebih terperinciJ. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-
Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tinea atau dermatofitosis adalah nama sekelompok penyakit kulit yang disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang tumbuh di lapisan
Lebih terperinciJurnal Para Pemikir Volume 6 Nomor 2 Juni 2017 p-issn :
PENGARUH KONSENTRASI PEG 400 DAN PEG 4000 TERHADAP FORMULASI DAN UJI SIFAT FISIK SUPPOSITORIA EKSTRAK SOSOR BEBEK (Kalanchoe pinnata [L.] pers). Nur Afikoh 1, Heru Nurcahyo 2, Susiyarti 3 Email : parapemikir_poltek@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini di Indonesia, pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradisional
xx BAB I PENDAHULUAN 1.6. Latar Belakang Akhir-akhir ini di Indonesia, pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradisional cenderung meningkat, terlebih disebabkan menurunnya daya beli masyarakat karena
Lebih terperinciKhasiatnya diketahui dari penuturan orang-orang tua atau dari pengalaman (Anonim, 2009). Salah satu tanaman yang telah terbukti berkhasiat sebagai
BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi. Hingga saat ini tercatat 7000 spesies tanaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan produk dan pelayanan produk untuk
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Dalam bidang industri farmasi, perkembangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul
Lebih terperinciPot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel
Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Uji dilakukan selama enam hari dalam tempat dengan kelembaban 70% dan suhu 27ºC, setiap hari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan kerusakan fisik akibat dari terbukanya jaringan kulit yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik akibat dari terbukanya jaringan kulit yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori dan Solanki,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekayaan alam hutan tropis Indonesia menyimpan beribu-ribu tumbuhan yang berkhasiat obat. Penggunaan obat-obat tradisional memiliki banyak keuntungan yaitu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kosmetika dekoratif digunakan sehari-hari untuk mempercantik diri. Salah satu contoh kosmetika dekoratif yang sering digunakan adalah lipstik. Lipstik merupakan
Lebih terperinciPENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGLIKOL 1000 DAN POLIETILENGLIKOL 4000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN SALISILAMIDA PADA SEDIAAN SUPOSITORIA
PENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGLIKOL 1000 DAN POLIETILENGLIKOL 4000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN SALISILAMIDA PADA SEDIAAN SUPOSITORIA SKRIPSI Oleh: RAHMAWATI K100040161 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS
Lebih terperincidan minyak atsiri (Sholikhah, 2006). Saponin mempunyai efek sebagai mukolitik (Gunawan dan Mulyani, 2004), sehingga daun sirih merah kemungkinan bisa
BAB I PENDAHULUAN Lebih kurang 20 % resep di negara maju memuat tanaman obat atau bahan berkhasiat yang berasal dari tanaman, sedangkan di negara berkembang hal tersebut dapat mencapai 80 %. Di Indonesia
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan
Lebih terperincibentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam
BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan membuat sediaan lipstik dengan perbandingan basis lemak cokelat dan minyak jarak yaitu 60:40 dan 70:30
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gigi tersusun atas enamel, dentin, sementum, rongga pulpa, lubang gigi, serta jaringan pendukung gigi. Rongga mulut merupakan batas antara lingkungan luar dan dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Nangka
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Sistematika Tumbuhan Nangka A. Tanaman Nangka Gambar 1. Tumbuhan Nangka Kedudukan tumbuhan nangka (Artocarpus heterophyllus) Divisio Sub Divisio Classis Ordo Famili Genus Spesies
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahan alam yang berasal dari tumbuhan sebagai obat tradisional telah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk menangani berbagai masalah kesehatan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Bahan dan Alat
19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya kemajuan teknologi dalam industri farmasi sekarang ini, terutama di bidang sediaan solida termasuk sediaan tablet yang telah mengalami banyak perkembangan dalam
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Ilham Niawan
SEDIAAN OBAT Namira Ilham Niawan Saputra Fossa Sacci Lacrimalis 201110410311156 Orbita Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang Tahun Akademi 2011/2012 KATA PENGANTAR Puji
Lebih terperinciA. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%
A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Asetosal 150 mg Starch 10% PVP 5% Laktosa q.s Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% Monografi a. Asetosal Warna Bau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat merupakan pengobatan yang dimanfaatkan dan diakui masyarakat dunia, hal ini menandai kesadaran untuk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemanas listrik, panci alumunium, saringan, peralatan gelas (labu Erlenmayer, botol vial, gelas ukur,
Lebih terperinciBAB I PEMBUATAN SEDIAAN HERBAL
BAB I PEMBUATAN SEDIAAN HERBAL A. Informasi Umum Sediaan Herbal Dalam buku ini yang dimaksud dengan Sediaan Herbal adalah sediaan obat tradisional yang dibuat dengan cara sederhana seperti infus, dekok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, selain menimbulkan penderitaan, nyeri sebenarnya merupakan respon pertahanan. Menurut International
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degeneratif yang termasuk didalam sepuluh besar penyakit di Indonesia. Diabetes mellitus merupakan suatu jenis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit
Lebih terperinciBuletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan
PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan
Lebih terperinciKode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets
I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Pada penelitian ini digunakan Persea americana Mill yang diperoleh dari perkebunan Manoko, Lembang, sebanyak 800 gram daun alpukat dan 800 gram biji alpukat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi. Pada tahun 2008, WHO mencatat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang
30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan
Lebih terperinciI. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH
Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.
Lebih terperinciPENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGLIKOL 1000 DAN POLIETILENGLIKOL 6000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN ASAM MEFENAMAT PADA SEDIAAN SUPOSITORIA
PENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGLIKOL 1000 DAN POLIETILENGLIKOL 6000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN ASAM MEFENAMAT PADA SEDIAAN SUPOSITORIA SKRIPSI Oleh: FITRI ASTUTI K 100 040 135 FAKULTAS FARMASI
Lebih terperinciBAB IV PROSEDUR KERJA
BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Penyiapan Bahan Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat dan biji alpukat (Persea americana Mill). Determinasi dilakukan di Herbarium Bandung Sekolah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya
Lebih terperincitradisional, daun sirih digunakan sebagai pelengkap dalam upacara adat, misalnya dalam perkawinan adat Jawa (Anonim, 2010). Umumnya masyarakat
BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini minat masyarakat untuk memanfaatkan kembali bahan alam bagi kesehatan, terutama obat-obatan dari tumbuhan cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena pengobatan tradisional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bakteri coccobacilli golongan gram negatif, sering terdapat
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TELAAH PUSTAKA a. Porphyromonas gingivalis Porphyromonas gingivalis merupakan flora normal di rongga mulut. Porphy gingivalis adalah bakteri coccobacilli golongan gram negatif,
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian
3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Protozoologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinci1. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam
Maserasi Maserasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya etanol encer, selama
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bunga Rosella 1. Klasifikasi Dalam sistematika tumbuhan, kelopak bunga rosella diklasifikasikan sebagai berikut : Gambar 1. Kelopak bunga rosella Kingdom : Plantae Divisio :
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Kategori penelitian dan rancangan percobaan yang digunakan adalah kategori penelitian eksperimental laboratorium. 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berkhasiat obat (biofarmaka) dan kurang lebih 9606 spesies tanaman obat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki begitu banyak plasma nuftah tanaman berkhasiat obat (biofarmaka) dan kurang lebih 9606 spesies tanaman obat terdapat di negara ini. Menurut Taslim
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi
24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar
Lebih terperinciAnalisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal
6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan
Lebih terperinciBAB 4. SEDIAAN GALENIK
BAB 4. SEDIAAN GALENIK Tujuan Pembelajaran : Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa mampu : a. Menjelaskan definisi sediaan galenik b. Menjelaskan jenis jenis sediaan galenik c. Menjelaskan teknologi ekstraksi
Lebih terperinciTUGAS BIOLOGI DASAR DIARE. Oleh : Nama : Yunika Dewi Wulaningtyas NIM : Prodi : Pendidikan Matematika (R) Angkatan : 2008/2009
TUGAS BIOLOGI DASAR DIARE Oleh : Nama : Yunika Dewi Wulaningtyas NIM : 080210101051 Prodi : Pendidikan Matematika (R) Angkatan : 2008/2009 JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN FAKULTAS KEGURUAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga
Lebih terperinciLampiran 1. Identifikasi tumbuhan rimpang lengkuas merah
Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan rimpang lengkuas merah 69 Lampiran 2. Gambar tumbuhan rimpang lengkuas merah a b Keterangan: a. Gambar tumbuhan lengkuas merah b. Gambar rimpang lengkuas merah 70 Lampiran
Lebih terperinciPHARMACY, Vol.06 No. 01 April 2009 ISSN
PENGARUH KONSENTRASI MALAM PUTIH ( Cera Alba ) PADA SUPPOSITORIA BASIS LEMAK COKLAT ( Oleum Cacao ) TERHADAP LAJU DISOLUSI PARASETAMOL Faesol Amin, Ika Yuni Astuti, Indri Hapsari Fakultas Farmasi Universitas
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan
21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman beralkohol telah banyak dikenal oleh masyarakat di dunia, salah satunya Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup tinggi angka konsumsi minuman
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori
digilib.uns.ac.id 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Mahkota Dewa a. Klasifikasi Mahkota Dewa Kingdom Devisi Kelas Ordo Family : Tumbuhan : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Malvales : Thymelaeaceae
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).
Lebih terperinciKARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH Dian Kartikasari 1, Nurkhasanah 2, Suwijiyo Pramono 3 1 Pasca sarjana prodi Farmasi Universitas Ahmad
Lebih terperinciSERBUK F A R M A S E T I K D A S A R
SERBUK F A R M A S E T I K D A S A R DEFENISI Serbuk adalah campuran obat atau bahan kimia yang halus terbagi-bagi dalam bentuk kering ( FI III). Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda dalam ukuran,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi tanaman jeruk nipis 1. Klasifikasi Klasifikasi jeruk nipis menurut (Sarwono,2001) adalah sebagai berikut : Regnum Devisi Sub Divisi Class Subclass Ordo Family Genus
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium kimia program studi
Lebih terperinciBAB III METODELOGI PENELITIAN
BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai bulan Juli 2014 yang sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia
Lebih terperinciGEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin)
GEL Uji gel a. Viskositas Pengujian viskositas ini dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu viskositas dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pandan wangi merupakan tanaman yang sering dimanfaatkan daunnya sebagai bahan tambahan makanan, umumnya sebagai bahan pewarna hijau dan pemberi aroma. Aroma khas dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. alternatif obat luka (Dalimartha, 2006). Luka topikal merupakan keadaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengobatan suatu penyakit dengan menggunakan obat tradisional masih berlangsung pada zaman modern ini, salah satunya yaitu tanaman talas sebagai alternatif obat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.)) de Wit. 2.1.1 Klasifikasi Lamtoro Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Suku Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu
Lebih terperinciPenyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan
BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia (Sukandar et al., 2009). Diabetes menurut WHO (1999) adalah
Lebih terperincib. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.
pengertian Bahan Pangan Hewani dan Nabati dan pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 bertempat di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material serta
Lebih terperinci