BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. saluran cerna, mual, diare dan nyeri abdominal sehingga konsumen tidak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. saluran cerna, mual, diare dan nyeri abdominal sehingga konsumen tidak"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asam mefenamat merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) yang banyak digunakan oleh para pemakai, namun senyawa ini juga memiliki efek samping yang merugikan bila dikonsumsi secara peroral seperti iritasi saluran cerna, mual, diare dan nyeri abdominal sehingga konsumen tidak dapat meneruskan penggunaannya (Siswandono dan Sukarjo, 2000). Berdasarkan hal tersebut dianggap perlu adanya suatu usaha untuk mengembangkan suatu produk yang dapat mengurangi efek samping dari obat dan diharapkan pasien dapat mengunakan obat tersebut tanpa adanya keluhan apapun. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan memformulasi obat tersebut dalam bentuk sediaan supositoria. Supositoria merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi berbentuk padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo dan meleleh pada suhu tubuh. Supositoria sangat berguna bagi pasien dengan kondisi yang tidak memungkinkan dengan terapi obat secara peroral, misalnya pada pasien muntah, mual, tidak sadar, anak-anak, orang tua yang sulit menelan dan selain itu juga dapat menghindari metabolisme obat di hati (Voigt, 1971). Basis supositoria memiliki peranan penting dalam kecepatan pelepasan obat baik untuk sistemik maupun lokal. Kemungkinan adanya interaksi antara basis dengan zat aktif secara kimia dan atau fisika akan dapat mempengaruhi 1

2 2 stabilitas atau bioavaibilitas dari obat. PEG 400 merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu formulasi untuk meningkatkan pelarutan obat yang sukar larut. Bahan ini merupakan salah satu jenis polimer yang dapat membentuk komplek polimer pada molekul organik apabila ditambahkan dalam formulasi untuk meningkatkan kecepatan pelarutan yang dapat membentuk komplek dengan berbagai obat, PEG 400 apabila digunakan dengan PEG yang memiliki BM lebih tinggi seperti PEG 6000 akan menurunkan titik lebur dari PEG 6000, sehingga kombinasi PEG 400 dan PEG 6000 dapat digunakan sebagai basis supositoria dengan merubah konsentrasi dari kedua PEG agar titik lebur dan waktu larut sesuai dengan yang dipersyaratkan. Supositoria dengan menggunakan basis polietilenglikol memiliki beberapa keuntungan karena sifatnya yang inert, tidak mudah terhidrolisis, tidak membantu pertumbuhan jamur dan dapat dikombinasikan berdasarkan bobot molekulnya sehingga didapatkan suatu basis supositoria yang dikehendaki (Raymond, 2006). Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian uji sifat fisik dan pelepasan asam mefenamat pada sediaan supositoria dengan menggunakan basis campuran antara PEG 400 dan PEG B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah pengaruh kombinasi campuran PEG 400 dan PEG 6000 terhadap sifat fisik dan pelepasan asam mefenamat pada sediaan supositoria? 2. Pada kombinasi campuran PEG 400 dan PEG 6000) berapa diperoleh formula yang terbaik?

3 3 C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh kombinasi PEG 400 dan PEG 6000 terhadap sifat fisik dan pelepasan asam mefenamat pada sediaan supositoria serta mengetahui formula terbaik. D. Tinjauan Pustaka 1. Supositoria Supositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh pada suhu tubuh (Anonim, 1979). Supositoria umumnya dimasukan melalui rektum, vagina, kadang-kadang melalui saluran urin dan jarang melalui telinga dan hidung (Ansel, 1989). Berat supositoria rektal untuk orang dewasa kira-kira 2 gram dan lonjong seperti torpedo, umumnya pemberian obat secara rektal adalah setengah sampai dua kali atau lebih dari dosis oral yang diberikan untuk semua obat, kecuali untuk obat yang sangat kuat. Penentuan rentang dosis tergantung pada avaibilitas obat, khususnya dalam basis supositoria yang digunakan (Coben dan Lieberman, 1994), sedangkan supositoria untuk anakanak beratnya kira-kira 1 gram dan ukurannya lebih kecil (Ansel,1989). Dalam pembuatan sediaan supositoria, basis supositoria diharapkan memiliki sifat-sifat sebagai berikut meleleh pada suhu tubuh, melarut atau terdispersi dalam cairan rektum, tidak bersifat toksik, terutama tidak mengiritasi mukosa rektal. Memiliki sifat lunak jika diraba, secara fisiologis netral, artinya

4 4 mempunyai efek terapi bila tidak dimaksudkan untuk pengobatan misalnya sebagai pencahar, dapat mempertahankan konsistensinya pada waktu penyimpanan dan stabil pada waktu penyimpanan. Pada waktu pembuatan baik dengan cara pelelehan atau cetak tekan dapat berbentuk baik, tidak menempel pada cetakan, dapat campur dengan zat aktif yang ditambahkan. Dapat menyebabkan obat secara homogen bercampur dan tidak adanya sedimentasi. Dalam hal tertentu, mampu menyerap obat dalam larutan air. Pada penggunaan sistemik harus dapat membebaskan obat dengan cepat dan sebanyak mungkin untuk keperluan absorpsi. Jika dimaksudkan untuk aksi lokal, maka harus membebaskan obat secara lambat agar aksi dari supositoria aksinya lebih lama (Murrukmihadi, 1986). Maksud utama pemberian supositoria rektal adalah untuk pengobatan konstipasi dan wasir, selain itu supositoria rektal juga diberikan untuk efek sistemik misalnya analgesik, antispasmodinamik, sedatif, obat penenang dan zat antibakteri (Coben dan Lieberman, 1994). Selain itu, pemberian supositoria rektal dimaksudkan untuk senyawa obat yang diabsorpsi sangat kecil di sistem gastrointestinal (GI), senyawa yang tidak stabil dan tidak aktif oleh ph atau aktivitas enzim dari lambung atau usus (Swarbrick dan Boylan, 2002). Terapi rektal lebih dipilih dibandingkan bentuk pemakaian lainnya dengan alasan, dalam hal ini dapat disebutkan antara lain cocok untuk pasien yang tidak memungkinkan penggunaaan obat secara oral yang dikarenakan pasien memiliki masalah pada sistem gastrointestinal, pasien yang muntah, mual, pasien yang tidak memungkinkan menelan obat secara oral serta dapat

5 5 digunakan pada lansia maupun anak-anak dikarenakan pemakaiannya yang lebih mudah bila dibandingkan penggunaan secara oral (Tukker, 2002). 2. Basis Supositoria Agar supositoria dapat digunakan secara efektif, aman dan nyaman, basis supositoria harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut : a. Secara fisiologis netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus : hal ini dapat disebabkan oleh masa yang tidak fisiologis atau tengik, terlalu keras, juga oleh kasarnya bahan obat yang diracik), b. Secara kimia netral (tidak tak tersatukan dengan bahan obat), c. Interval yang sangat rendah antara titik lebur dan titik beku (dengan demikian pembekuan masa berlangsung dengan cepat dalam cetakan, kontraksibilitasnya baik, mencegah pendinginan mendadak dalam cetakan), d. Interval yang rendah antara titik lebur mengalir dengan titik lebur jernih (sangat penting artinya bagi kemantapan bentuk dan juga daya penyimpanan, khususnya pada suhu tinggi), e. Viskositas yang memadai (mampu mengurangi sedimentasi bahan tersuspensi, tingginya ketepatan takaran), f. Supositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh atau melarut (persyaratan untuk kerja obat), g. Pembebasan dan resorpsi obat baik,

6 6 h. Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan, perwarnaan, pengerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang baik dan stabilitas yang memadai dari bahan obat), i. Daya serap terhadap cairan lipofil dan hidrofil (Voigt, 1971), Menurut sifat fisiknya basis supositoria dibagi menjadi : a. Basis berminyak atau berlemak 1). Lemak coklat Lemak coklat merupakan basis supositoria yang paling banyak digunakan karena basis ini mempunyai sifat-sifat fisik yang memenuhi persyaratan ideal. Namun lemak coklat memiliki beberapa kelemahan yaitu dapat menjadi tengik, meleleh pada udara panas, menjadi cair bila bercampur dengan obat-obatan tertentu dan pemanasan yang terlalu lama, terisomerisasi dengan titik leleh yang terlalu rendah dan tidak dikehendaki (Coben dan Lieberman, 1994). Dengan kondisi penyimpanan yang tepat (kering, terlindung dari cahaya, bebas udara dan simpan dalam bentuk yang terpotong-potong, tidak sebagai bahan serutan) stabilitasnya dapat diperpanjang (Voigt, 1971). 2). Lemak keras ( Adeps solidus, Adeps neutralis) Lemak keras terdiri dari campuran mono-, di-, dan trigliserida asam-asam jenuh C 10 H 21 COOH sampai C 1O H 10 COOH. Produk semi sintetis ini, didominasi oleh asam laurat berwarna putih, mudah patah, tidak berbau, tidak berasa dan memiliki kecenderungan yang amat rendah untuk menjadi tengik (angka iod paling tinggi 3, angka iod untuk lemak

7 7 coklat 35-39). Pelepasan bahan dan resorpsinya minimal sama baiknya seperti lemak coklat (Voigt, 1971). b. Basis yang larut dalam air dan basis yang bercampur dengan air 1). Basis gelatin gliserin Basis ini paling sering digunakan pada supositoria vagina dengan efek setempat yang cukup lama dari unsur obatnya, lebih lambat melunak dan bercampur dengan cairan tubuh dari pada lemak coklat, cenderung menyerap uap air akibat sifat gliserin yang higroskopis sehingga harus dilindungi dari lembab agar terjaga bentuk dan konsistensinya. Keuntungan dari basis ini adalah melarut dengan cepat dalam rektum. Kerugiannya adalah dalam konsentrasi yang rendah merupakan media makanan yang baik untuk bakteria. Sediaan ini harus dibuat segar, disimpan dalam wadah tertutup rapat (Voigt, 1971). 2). Polietilenglikol Nama lain dari basis ini adalah Carbowax, Carbowax Sentry, Lipoxol, Lutrol E dan Phenol E (Raymond, 2006). Polietilenglikol merupakan polimer dari etilen oksida dan air. Pemberian nomor menunjukan berat molekul rata-rata dari masing-masing polimer. Polietilenglikol yang memiliki berat rata-rata 200, 400, dan 600 berupa cairan bening tidak berwarna dan yang memiliki berat molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat, dan kepadatannya bertambah dengan bertambahnya berat molekul. Supositoria dengan PEG tidak melebur ketika terkena suhu tubuh, tetapi perlahan-lahan melarut dalam cairan tubuh. Oleh karena itu basis ini tidak perlu diformulasi supaya

8 8 melebur pada suhu tubuh. Bahan ini tidak hanya memungkinkan perlambatan pelepasan obat dari basisnya begitu supositoria dimasukkan, tetapi juga memberi kemungkinan yang tepat bagi penyimpanannya diluar lemari es dan tidak akan melunak bila terkena udara panas. Apabila supositoria dengan basis PEG tidak mengandung sedikitnya 20% air untuk mencegah rangsangan membran mukosa setelah dipakai, maka supositoria harus dicelupkan kedalam air sebelum dipakai. Cara ini mencegah ditariknya cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukan (Ansel, 1989). Supositoria dengan menggunakan basis polietilenglikol memiliki beberapa keuntungan karena sifatnya yang inert, tidak mudah terhidrolisis, tidak membantu pertumbuhan jamur dan dapat dikombinasikan berdasarkan bobot molekulnya sehingga didapatkan suatu basis supositoria yang dikehendaki (Raymond, 2006). c. Basis-basis lainnya, umumnya mempunyai kombinasi dari bahan-bahan lipofilik dan hidrofilik. Basis yang termasuk kelompok ini adalah campuran bahan bersifat seperti lemak dan yang larut dalam air berbentuk emulsi, umumnya bertipe air dalam minyak atau mungkin dapat menyebar dalam cairan berair. Salah satu contohnya adalah polioksi 40 stearat. Bahan ini adalah campuran aster monostearat dan distearat dan polioksietilendiol dan glikol bebas. Bahan ini menyerupai lilin, putih kecoklatan, padat, dan larut dalam air, titik leleh antara C. Basis ini mempunyai kemampuan menahan air atau larutan berair dan kadang-kadang digabungkan sebagai basis supositoria yang hidrofilik (Ansel, 1989).

9 9 3. Absorpsi obat lewat rektal Absorpsi adalah proses yang lebih cepat dari pada proses difusi obat dari basis ke cairan rektum, difusi obat ke permukaan absorpsi mempunyai kecepatan terbatas pada absorpsi rektal. Rektum merupakan bagian akhir dari saluran cerna yang terdiri atas dua bagian yaitu bagian superior yang cembung dan bagian inferior yang cekung. Panjang total rektum pada manusia dewasa rata-rata adalah cm, cm bagian pelvinal dan 5-6 cm bagian perineal. Rektum memiliki dua peran mekanik, yaitu sebagai tempat penampungan feses dan mendorongnya saat pengeluaran. Adanya mukosa memungkinkan terjadinya penyerapan yang tidak dapat diabaikan, hal ini menguntungkan pada pengobatan dengan supositoria (Aiache dan Devissaguet, 1993). Gambar.1 Persediaan Darah di Daerah Rektal (Tukker, 2002)

10 10 Langkah-langkah absorpsi rektal melalui tiga tahap: a. Pelelehan bentuk sediaan karena temperatur tubuh, b. Difusi zat aktif dari basis yang meleleh dalam hal ini viskositas dan koefisien partisi sangat berpengaruh, c. Penetrasi zat aktif yang larut lewat sel epitel mukosa membran. Hal ini sangat tergantung dari sifat fisika-kimia zat aktif. Absorpsi obat melalui rektal dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : a. Faktor-faktor fisiologis 1). Kandungan kolon Absorpsi obat yang berefek sistemik lebih besar dan lebih banyak terjadi pada rektum yang kosong dari pada rektum yang digelembungkan oleh feses. Obat lebih mungkin berhubungan dengan permukaan rektum dan kolon yang mengabsorpsi saat tidak ada feses. Keadaan lain seperti gangguan kolon akibat pertumbuhan tumor dan dehidrasi jaringan dapat mempengaruhi kadar dan tingkat absopsi dari rektum. 2). Jalur sirkulasi Obat diabsorpsi melalui rektum tidak melalui sirkulasi portal, dengan demikian obat dimungkinkan untuk tidak dimetabolisme dalam hati, untuk memperoleh efek sistemik. 3). ph dan adanya kemampuan mendapar yang rendah cairan rektum Cairan rektum memiliki ph 7,2-7,4 dan kemampuan memadat rendah, maka ph rektum mudah diubah dengan penambahan dapar yang sesuai dengan ph pembawa yang digunakan pada pembuatan supositoria,

11 11 sehingga dapat meningkatkan penyerapan sejumlah zat aktif (Florence dan Attwood, 1981). b. Faktor-faktor fisika kimia dari obat dan basis 1). Kelarutan lemak-air Koefisien partisi lemak-air suatu obat merupakan pertimbangan yang penting pada pemilihan basis supositoria dan dalam antisipasi pelepasan obat dari basis tersebut. 2). Ukuran partikel Obat yang tidak larut dalam supositoria maka ukuran partikelnya akan mempengaruhi jumlah obat yang dilepas dan melarut. Semakin kecil ukuran partikel, semakin mudah melarut dan lebih besar kemungkinannya untuk diabsorpsi. 3). Sifat basis Basis harus dapat mencair, melunak atau melarut supaya melepaskan kandungan obatnya untuk diabsorpsi. Gambar. 2 Skema Absorpsi Rektal (Florence dan Attwood, 1981) 4. Uji sifat fisik supositoria a. Pengawasan bobot dan volume

12 12 Jumlah bahan aktif dalam masing-masing supositoria tergantung pada konsentrasinya dalam massa tersebut, variasi volume antara cetakan mesin cetak baik dapat menjaga ruang volume masing-masing tidak lebih dari 2% harga yang diinginkan, variasi bobot antara supositoria bisa dikarenakan tidak sempurnanya penutupan cetakan dan pengerokan yang tidak merata. b. Uji titik leleh Uji kisaran meleleh makro adalah suatu ukuran waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan dalam penangas air dengan temperatur tetap (37 0 C). Gambar. 3 Penguji Lebur Supositoria Erweka jenis SSP (Voigt, 1971) c. Uji waktu leleh Pada leburan supositoria tetesan-tetesan kecil berkumpul dalam bagian berskala yang sempit dari pipa penguji, sehingga waktu jalannya peristiwa melebur dapat ditentukan waktu leburnya, artinya orang mencatat waktu, dimana supositoria melebur tanpa sisa dan dengan demikian telah meninggalkan tempatnya (Voigt, 1971).

13 13 d. Uji kekerasan Dirancang sebagai metode untuk mengukur kekerasan atau kerapuhan supositoria. Kekerasan yang dikehendaki dari masing-masing bentuk supositoria yang ditetapkan sebagai level yang menahan kekuatan (gaya) hancur yang disebabkan oleh berbagai tipe penanganan yaitu produksi, pengemasan, pengiriman dan pengangkutan dalam penggunaan untuk pasien (Coben dan Lieberman, 1994). 5. Kecepatan pelarutan obat Disolusi didefinisikan sebagai proses melarut suatu zat kimia atau senyawa obat dari sediaan padat ke dalam suatu media tertentu. Sedangkan kecepatan disolusi adalah kecepatan melarutnya suatu zat kimia atau senyawa obat kedalam medium tertentu dari suatu padatan (Martin dkk., 1990). Hasil kecepatan pelarutan suatu obat dapat diungkapkan melalui beberapa cara : a. Metode Khan Dissolution Efficiency (DE) merupakan luas daerah dibawah kurva dibagi luas daerah yang menggambarkan 100% obat terlarut dalam medium. Obat Terlarut (%). A B Waktu (t) Gambar 4. Kurva Hubungan % Obat Terlarut Terhadap Waktu

14 14 Misalnya, dari grafik diatas perhitungan pelepasan zat aktif pada waktu 60 menit adalah DE 60 = (luas bidang ABC) / (luas bidang ABC D) x 100%. Karena bidang ABC bukanlah suatu segitiga, maka perhitungan luas bidang ABC dengan metode trapezoid. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : Keterangan: t Ydt DE% x100%...(1) Y. t t 0 Y Ydt 100 t luas ABC, luas daerah dibawah kurva disolusi zat aktif dalam waktu t : luas segiempat yang terlarut dalam waktu t ABC'D yang merupakan hasil perkalian antara % zat aktif (Khan dan Rhodes, 1975) b. Kecepatan pelarutan Noyes dan Whitney merumuskan kecepatan pelarutan sebagai jumlah zat yang terlarut (Shargel dan Yu, 1988). dc/dt = k.s (Cs-C)...(2) Keterangan : dc/dt k S Cs C = jumlah zat aktif yang terlarut tiap satuan waktu = konstanta kecepatan pelarutan = luas permukaan pelarutan = kadar zat pada keadaan jenuh = kadar zat dalam medium pada saat t (waktu) Penetapan pelepasan zat aktif secara invitro menggunakan cara disolusi dengan medium disolusi tertentu harus disesuaikan dengan ph cairan tubuh

15 15 dimana zat aktif tersebut diberikan. Disolusi obat secara invitro ditentukan oleh beberapa faktor (Shargel dan Yu, 1988) : 1). Sifat fisika kimia obat Makin besar luas permukaan semakin besar kecepatan pelarutannya. Selain itu derajat kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi kecepatan pelarutan, umumnya obat dalam bentuk garam yang terionisasi lebih mudah larut dalam air dari pada asam atau basa bebas. 2). Faktor formulasi Berbagai bahan tambahan dalam produk obat juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan, seperti natrium bikarbonat dapat mengubah ph media. 3). Faktor uji pelarutan invitro Ada sejumlah faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan uji pelarutan : a). Suhu. Semakin tinggi suhu media semakin banyak zat aktif yang terlarut. b). Media pelarutan. Tergantung dari sifat produk obat dan lokasi dalam saluran pencernaan dimana diperkirakan obat akan melarut. c). Peralatan disolusi yang digunakan. Macam dan tipe alat yang digunakan baik ukuran maupun bentuk wadah dapat mempengaruhi laju dan peningkatan pelarutan. d). Pengadukan. Tujuan dari pengadukan agar diperoleh homogenitas pada cairan dalam medium disolusi.

16 16 6. Pemerian Bahan a. Asam mefenamat Gambar 5. Struktur Asam Mefenamat (Depkes RI, 1995) Asam mefenamat mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 102,0% C 2 H 15 NO 2 dihitung terhadap zat yang dikeringkan. Pemerian : serbuk hablur, putih atau hampir putih, melebur pada suhu lebih kurang C disertai peruraian. Kelarutan : larut dalam larutan alkali hidroksida, agak sukar larut dalam kloroform, sukar larut dalam etanol dan dalam methanol, praktis tidak larut dalam air (Anonim, 1995), pka : 4,2, Koefisien Partisi : Log P (octanol/air) = 5,1 (Moffat dkk., 2004). Farmakokinetik : T1/2 eliminasi : 2-4 jam, protein binding : 99% dan obat 52% diekresikan melalui urin dan 20% diekresikan di feses. Menurut Biopharmaceutical Classification System senyawa ini memiliki sifat kelarutan yang rendah dan daya tembus membran tinggi, kecepatan disolusi obat secara invivo besar jika dosis obat ditingkatkan ( Depkes RI, 2008). Asam mefenamat merupakan turunan dari Asam N-Arilantranilat yang berkhasiat sebagai antiradang untuk pengobatan rematik, dan mengurangi rasa nyeri yang ringan dan moderat terutama untuk menghilangkan rasa nyeri setelah operasi

17 17 gigi. Turunan ini menimbulkan efek samping iritasi saluran cerna, mual, diare, nyeri abdominal, anemia, agranulositosis, trombositopenia serta menimbulkan toksisitas hepatopoitik (Siswandono dan Sukarjo, 2000). b. Polietilenglikol 6000 Polietilenglikol adalah polietilenglikol H(O-CH 2 -CH 2 )n OH dimana harga n antara 158 dan 204. Pemerian : serbuk licin putih atau potongan putih gading, praktis tidak berbau dan berasa. Kelarutan : mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan dalam kloroform P, praktis tidak larut dalam eter P. Bobot molekul rata-rata : , Kandungan Lembab : Sangat higroskopis walaupun higroskopis turun dengan meningkatnya bobot molekul, titik leleh : C. c. Polietilenglikol 400 Polietilenglikol 400 adalah polietilenglikol H(O-CH 2 -CH 2 )n OH dimana harga n antara 8,2 dan 9,1. Pemerian : cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis tidak berwarna, bau khas lemah, agak higroskopik. Kelarutan : larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dalam aseton P, dalam glikol lain dan dalam hidrokarbon aromatik, praktis tidak larut dalam eter P dan dalam hidrokarbon alifatik (Anonim, 1979).

18 18 Bobot molekul rata-rata : , Kandungan Lembab : Sangat higroskopis walaupun higroskopis turun dengan meningkatnya bobot molekul, titik beku 4-8 C. E. Landasan Teori Supositoria dengan menggunakan basis polietilenglikol memiliki beberapa keuntungan karena sifatnya yang inert, tidak mudah terhidrolisis, tidak membantu pertumbuhan jamur dan dapat dikombinasikan berdasarkan bobot molekulnya sehingga didapatkan suatu basis supositoria yang dikehendaki (Raymond, 2006). Polietilenglikol 400 merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu formulasi untuk meningkatkan kecepatan pelarutan obat yang sukar larut. Apabila ditambahkan dalam formulasi dapat meningkatkan kecepatan pelarutan obat yang sukar larut. Polietilenglikol 400 dan polietilenglikol 6000 merupakan basis yang larut air, sedangkan asam mefenamat praktis tidak larut dalam air. Basis PEG tersebut secara perlahan melarut dalam cairan tubuh dan akan segera melepaskan zat aktifnya. Asam mefenamat yang terlepas akan segera diabsorpsi oleh jaringan di sekitar tubuh, dengan demikian sediaan supositoria dengan formulasi tersebut dapat segera memberikan efek terapi karena antara basis dan zat aktif saling mendukung. PEG 6000 mempunyai titik leleh C sehingga pada suhu kamar berada dalam bentuk padat sedangkan PEG 400 mempunyai titik lebur 4-8 C dan pada suhu kamar berbentuk cairan. Penambahan PEG 400 akan

19 19 menurunkan titik leleh dan waktu melarutnya. Sujono (2003) mengemukakan bahwa kombinasi penambahan PEG 400 dan PEG 6000 berpengaruh terhadap uji sifat fisik meliputi waktu leleh, titik leleh dan kekerasan supositoria serta daya antibakteri kloramfenikol. F. Hipotesis Perbedaan campuran PEG 400 dan PEG 6000 akan mempengaruhi sifat fisik dan pelepasan asam mefenamat pada sediaan supositoria dan pada perbandingan tertentu diperoleh supositoria yang terbaik.

PENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGLIKOL 1000 DAN POLIETILENGLIKOL 6000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN ASAM MEFENAMAT PADA SEDIAAN SUPOSITORIA

PENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGLIKOL 1000 DAN POLIETILENGLIKOL 6000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN ASAM MEFENAMAT PADA SEDIAAN SUPOSITORIA PENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGLIKOL 1000 DAN POLIETILENGLIKOL 6000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN ASAM MEFENAMAT PADA SEDIAAN SUPOSITORIA SKRIPSI Oleh: FITRI ASTUTI K 100 040 135 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGLIKOL 1000 DAN POLIETILENGLIKOL 4000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN SALISILAMIDA PADA SEDIAAN SUPOSITORIA

PENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGLIKOL 1000 DAN POLIETILENGLIKOL 4000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN SALISILAMIDA PADA SEDIAAN SUPOSITORIA PENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGLIKOL 1000 DAN POLIETILENGLIKOL 4000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN SALISILAMIDA PADA SEDIAAN SUPOSITORIA SKRIPSI Oleh: RAHMAWATI K100040161 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. Obat ini dapat menyebabkan masalah gastrointestinal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

Drs. Salman, M.Si., Apt Dr. Febriyenti, M.Si., Apt Deni Noviza, M.Si., Apt

Drs. Salman, M.Si., Apt Dr. Febriyenti, M.Si., Apt Deni Noviza, M.Si., Apt Drs. Salman, M.Si., Apt Dr. Febriyenti, M.Si., Apt Deni Noviza, M.Si., Apt FARMASI PRAKTIS II Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang diberikan melalui rektal, vagina atau

Lebih terperinci

UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO

UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO Sriwidodo, Boesro Soebagio, Ricki Maranata S Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGILKOL 1000 DAN POLIETILENGIKOL 6000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN SALISILAMIDA PADA SEDIAAN SUPOSITORIA

PENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGILKOL 1000 DAN POLIETILENGIKOL 6000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN SALISILAMIDA PADA SEDIAAN SUPOSITORIA PENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGILKOL 1000 DAN POLIETILENGIKOL 6000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN SALISILAMIDA PADA SEDIAAN SUPOSITORIA SKRIPSI Oleh : AGUSTIN NINGRUM K 100 040 065 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

Suppositoria Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt

Suppositoria Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt Suppositoria Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt Suppositoria merupakan sediaan padat yang ditujukan untuk dimasukkan dalam lubang tubuh dimana sediaan akan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan derivat sederhana fenilasetat yang menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan senyawa obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam fenilalkanoat yang bekerja sebagai antiinflamasi, antipiretik, analgetik, dan

Lebih terperinci

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Asetosal 150 mg Starch 10% PVP 5% Laktosa q.s Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% Monografi a. Asetosal Warna Bau

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis sediaan obat yang ada, tablet dan jenis-jenis modifikasinya merupakan sediaan yang

Lebih terperinci

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Uji dilakukan selama enam hari dalam tempat dengan kelembaban 70% dan suhu 27ºC, setiap hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini, rasa sakit karena nyeri sendi sering menjadi penyebab gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya baik dengan upaya farmakoterapi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian oral adalah rute terapi yang paling umum dan nyaman (Griffin, et al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah sediaan tablet.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat OAINS dari turunan asam propionat yang memiliki khasiat sebagai antipiretik, antiinflamasi dan analgesik pada terapi rheumatoid arthritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ambeien bibir anus mengalami pembengkakan yang terkadang disertai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ambeien bibir anus mengalami pembengkakan yang terkadang disertai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hemorrhoid merupakan jenis penyakit atau gangguan pada anus. Saat ambeien bibir anus mengalami pembengkakan yang terkadang disertai pendarahan. Ambeien bisa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya kemajuan teknologi dalam industri farmasi sekarang ini, terutama di bidang sediaan solida termasuk sediaan tablet yang telah mengalami banyak perkembangan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelarutan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan pada

Lebih terperinci

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Contoh difusi : a. Difusi gas b. Difusi air Hukum I Ficks : Q = - D dc/dx Ket : D Q dc/dx = Koofisien

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Karakteristik Minyak Atsiri Wangi Hasil penelitian menunjukkan minyak sereh wangi yang didapat desa Ciptasari Pamulihan, Kabupaten Sumedang dengan pengujian meliputi bentuk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik (Aiache,

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90SH : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI

FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90SH : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL Cl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90S : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI Oleh: INDA LUTFATUL AMALIYA K 100040058 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUAMMADIYA

Lebih terperinci

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat. I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari. BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tramadol HCl berikut: Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai Gambar 1. Struktur Tramadol HCl Tramadol HCl dengan rumus molekul C 16 H 25 N 2, HCl

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN NATRIUM ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : YENNYFARIDHA K100040034

Lebih terperinci

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi BAB 1 PENDAHULUAN Pada saat ini, semakin banyak manusia yang terkena penyakit reumatik, baik orang dewasa maupun anak muda. Upaya manusia untuk mengatasi hal tersebut dengan cara farmakoterapi, fisioterapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan

Lebih terperinci

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. BAB 1 PENDAHULUAN Di era globalisasi saat ini, rasa sakit atau nyeri sendi sering menjadi penyebab salah satu gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan dengan berbagai macam rute pemberian obat lainnya karena pemberiannya mudah sehingga dapat meningkatkan

Lebih terperinci

),parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan

),parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan BAB 1 PENDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang farmasi dan obat-obatan, menyebabkan perlunya pengembangan obat baru untuk memenuhi kebutuhan pasar. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Al Syahril Samsi, S.Farm., M.Si., Apt 1 Faktor yang Mempengaruhi Liberation (Pelepasan), disolution (Pelarutan) dan absorbtion(absorbsi/difusi)lda

Lebih terperinci

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin)

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin) GEL Uji gel a. Viskositas Pengujian viskositas ini dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu viskositas dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir.

Lebih terperinci

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum BAB 1 PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, teknologi farmasi telah berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai metode baru dalam industri farmasi yang memiliki tujuan akhir untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan

parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan BAB 1 PENDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang farmasi dan obat-obatan, menyebabkan perlunya pengembangan obat baru untuk memenuhi kebutuhan pasar. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGLIKOL 400 DAN POLIETILENGLIKOL 6000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN ASAM MEFENAMAT PADA SEDIAAN SUPOSITORIA

PENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGLIKOL 400 DAN POLIETILENGLIKOL 6000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN ASAM MEFENAMAT PADA SEDIAAN SUPOSITORIA PENGARUH KOMBINASI BASIS POLIETILENGLIKOL 400 DAN POLIETILENGLIKOL 6000 TERHADAP SIFAT FISIK DAN PELEPASAN ASAM MEFENAMAT PADA SEDIAAN SUPOSITORIA SKRIPSI Oleh: MERY NORVISARI K100040110 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Melibatkan berbagai investigasi bahan obat mendapatkan informasi yang berguna Data preformulasi formulasi sediaan yang secara fisikokimia stabil dan secara biofarmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dunia farmasi saat ini berkembang dengan pesatnya yang memberikan dampak berkembangnya metode dalam meningkatkan mutu suatu obat. Mutu dijadikan dasar acuan untuk menetapkan kebenaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang banyak digunakan untuk pasien yang mengalami gagal jantung

Lebih terperinci

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker. BAB 1 PENDAHULUAN Pemberian obat oral telah menjadi salah satu yang paling cocok dan diterima secara luas oleh pasien untuk terapi pemberian obat. tetapi, terdapat beberapa kondisi fisiologis pada saluran

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan dunia dewasa ini, industri farmasi mengalami kemajuan yang pesat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan konsentrasi obat yang efektif selama periode yang diperlukan, terutama untuk obat-obat yang memiliki

Lebih terperinci

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien) Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Suatu zat ada yang dapat larut dalam dua pelarut yang berbeda, dalam pelarut polar dan pelarut non polar. Dalam praktikum ini akan diamati kelarutan suatu zat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antiplatelet adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. saat ini. Kedelai berasal dari Asia, diperkenalkan ke Amerika Utara, Eropa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. saat ini. Kedelai berasal dari Asia, diperkenalkan ke Amerika Utara, Eropa, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informasi Umum Tentang Kedelai Kedelai adalah tanaman biji terkemuka yang diproduksi dan dikonsumsi di dunia saat ini. Kedelai berasal dari Asia, diperkenalkan ke Amerika Utara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet adalah sediaan oral dalam bentuk padat yang mengandung bahan aktif dengan atau tanpa bahan tambahan yang sesuai (Departemen Keshatan RI, 2014). Tablet

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga I. PENDAHULUAN Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari. Lambung merupakan tempat yang

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT I. DASAR TEORI I.1 Asidi-Alkalimetri Asidi-alkalimetri merupakan salah satu metode analisis titrimetri. Analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan produk dan pelayanan produk untuk

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan produk dan pelayanan produk untuk BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Dalam bidang industri farmasi, perkembangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, menggunakan metode kering pada kondisi khusus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Penghambat kanal Ca 2+ adalah segolongan obat yang bekerja

Lebih terperinci

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang relatif lebih stabil secara fisika kimia dan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang sering dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Glimepirid (GMP) GMP mempunyai nama kimia 1H pyrrole 1-carboxamide, 3 ethyl 2,5 dihydro 4 methyl N [2[4[[[[(4methylcyclohexyl) amino] carbonyl] amino] sulfonyl] phenyl] ethyl]

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Selama ini, kemajuan teknologi dalam industri farmasi, terutama dibidang sediaan solida termasuk sediaan tablet telah mengalami banyak perkembangan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disolusi Disolusi merupakan suatu proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut (Shargel, 2004). Disolusi secara singkat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL: STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI

PENGGUNAAN METIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL: STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI PENGGUNAAN METIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL: STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI Oleh: RARAS RUSMININGSIH K 100 040 059 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ETIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA

PENGGUNAAN ETIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA PENGGUNAAN ETIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI Oleh : ALFA DWI WARSITI K. 100.040.055 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009). BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling popular di masyarakat karena bentuk sediaan tablet memiliki banyak keuntungan, misalnya: massa tablet dapat dibuat dengan menggunakan mesin

Lebih terperinci

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi semakin pesat, khususnya dalam pengembangan berbagai macam rancangan sediaan obat. Rancangan sediaan obat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan membuat sediaan lipstik dengan perbandingan basis lemak cokelat dan minyak jarak yaitu 60:40 dan 70:30

Lebih terperinci

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam BAB 1 PENDAHULUAN Klorfeniramin maleat merupakan obat antihistamin H 1 Reseptor yang dapat menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos, serta bekerja dengan mengobati

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril merupakan golongan angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor yang banyak digunakan sebagai pilihan untuk pengobatan gagal jantung dan hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana praformulasi injeksi Difenhidramin HCl? Bagaimana formulasi injeksi Difenhidramin HCl?

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana praformulasi injeksi Difenhidramin HCl? Bagaimana formulasi injeksi Difenhidramin HCl? BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci