BAB I PENDAHULUAN. mengenai semua umur yang ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi oleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. mengenai semua umur yang ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi oleh"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif, dapat mengenai semua umur yang ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi oleh sisik yang tebal berwarna putih keperakan dan berbatas tegas. Umumnya lesi psoriasis berdistribusi secara simetris dengan predileksi terutama di daerah siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genitalia (Schon dkk. 2005; Simmon 2007; Gudjonsson dkk. 2012). Prevalensi psoriasis sangat bervarisi di beberapa negara, diprakirakan prevalensi di dunia berkisar antara 1% sampai dengan 3% jumlah penduduk. Insiden di Amerika Serikat sebesar 2-2,6%, di Eropa Tengah sekitar 1,5% (Gudjonsson dan Elder, 2008). Selama periode 2000 sampai 2002 ditemukan 338 penderita psoriasis (2,39%) di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta (Wiryadi, 2004). Dari total penderita psoriasis tersebut ditemukan 28% derajat berat, 14% derajat sedang, dan 58% derajat ringan. Psoriasis vulgaris atau tipe plak merupakan tipe yang paling sering dijumpai, meliputi 80% dari total kasus (Wiryadi, 2004).Penyakit ini biasanya dimulai pada usia tahun dan risiko yang sama untuk laki-laki dan wanita. Jika awalnya timbul pada usia kurang dari 15 tahun, biasanya terdapat riwayat psoriasis dalam keluarga. Penyakit ini mengenai seluruh tubuh relatif lebih berat, namun memberikan respon yang baik terhadap pengobatan. Berdasarkan data kunjungan pasien di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah 1

2 2 Denpasar pada Januari sampai Desember 2009 tercatat 156 kasus baru psoriasis dari kunjungan (1,4%) dan belum dilakukan penelitian(wiryadi 2004; Michael et al 2005; Schon et al 2005; Simmon 2007; Gudjonsson dkk., 2012). Psoriasis dikatakan sebagai penyakit multifaktorial dan multi sistem, karena melibatkan banyak sistem dan organ, semua faktor tersebut saling terkait. Pada kulit normal, sel basal di stratum basalis membelah diri, bergerak keatas secara teratur sampai menjadi stratum korneum sekitar 28 hari, kemudian lapisan keratin dipermukaan kulit dilepaskan serta digantikan yang baru. Namunpada psoriasis, proses tersebut hanya berlangsung beberapa hari sehingga terbentuk skuama tebal, berlapis-lapis serta berwarna keperakan. Penyebab yang pasti psoriasis belum diketahui dengan pasti, namun, banyak faktor predisposisi yang memegang peran penting seperti predisposisi genetik dan kelainan imunologis. Walaupun etiopatogenesis psoriasis tidak diketahui dengan pasti, namun banyak faktor yang diduga sebagai pemicu timbulnya psoriasis seperti: infeksi bakterial, trauma fisik, stress psikologis dan gangguan metabolisme. Bahkan beberapa ahli mengatakan bahwa psoriasis merupakan tanda adanya sindroma metabolik banyak penelitian yang menyatakan adanya hubungan antara psoriasis dengan sindroma metabolik (Mallbris et al 2006; Nestle et al 2009; Sanchez 2010). Secara patologis, psoriasis terjadinya diferensiasis dan proliferasi keratinosit yang disertai proses inflamasi pada epidermis maupun epidermis. Peranan faktor imunologi dalam patogenesis psoriasis ditunjukkan dengan adanya peningkatan aktifitas sel presentasi antigen (antigene presenting cell/apc), yang disertai peningkatan aktivitas sel Limfosit T helper 1 dengan mensistesis sitokin

3 3 proinflamasi seperti; IL-1, IL-6, IL-10, Interferon-gamma dan tumor necrosis factor. Sitokin proinflamasi ini akan mediasi aktivitas faktor-faktor pertumbuhan seperti; epidermal growth factor, nerve growth faktor, endothelian vascular growth factor, ICAM dan VCAM, yang pada akhirnya akan terjadi proliferasi keratinosit disertai proses peradangan(joshi 2004; Chanet dkk. 2006; Ghoreschi dkk. 2007; Brezinski dkk.,2013) Peran sistem imun dalam patogenesis psoriasis telah banyak penelitian yang dipublikasikan. Dua dekade terakhir ini peneliti menyatakan bahwa keterlibatan gangguan metabolisme lipid terhadap kejadian psoriasis. Beberapa penelitian menyatakan bahwa psoriasis sangat berhubungan dengan sindroma metabolik dan metabolisme lemak yang mengakibatkan adanya perubahan pada profil lipid misalnya Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL) dan trigliserida (Zaidi dkk. 2007; Gupta dkk. 2011). Penelitian Cohenet dkk.(2008) di Israel menunjukkan peningkatan total kolesterol, trigliserida dan penurunan HDL pada pasien psoriasis dibandingkan dengan kontrol. Demikian juga Penelitian Tekin dkk.(2007) menunjukkan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL dan penurunan kadar HDL pada pasien psoriasis yang berusia 40 tahun dibandingkan dengan kontrol. Namun beberapa hasil penelitian yang masih kontroversi, seperti hasil yang ditemukan oleh Bath 2012, Javidi 2007 dan Akhyani 2007, ternyata kedua profil lipid tersebut tidak ada perbedaan yang bermakna antara pasien psoriasis dan subjek normal. Hal ini dijelaskan bahwa dislipidemia terjadi pada psoriasis karena terjadinya perubahan metabolisme dan mekanisme imun yang melibatkan IL-6,

4 4 TNF α dan C reaktif protein. Menurut Zari dkk. (2007) disimpulkan bahwa LDL dan trigliserida meningkat secara bermakna pada pasien psoriasis sehingga psoriasis dikatakan sebagai parameter adanya gangguan metabolisme lemak dan berhubungan dengan penyakit obstruksi vaskuler. Gupta dkk. (2011) mendapatkan total kolesterol, trigliserida, VLDL, dan LDL meningkat secara bermakna pada psoriasis, sedangkan HDL lebih rendah secara bermakna pada psoriasis. Jyothi dkk. (2011) menemukan trigliserida meningkat secara bermakna pada psoriasis, sedangkan HDL lebih rendah secara bermakna (Bajaj dkk., 2009; Brauchii dkk., 2008). Dari uraian di atas tampak bahwa peranan lipid sangat besar dalam patogenesis psoriasis, dalam hal ini keseimbangan antara trigliserida dan HDL. HDL selain sebagai mediator antiinflamasi juga sebagai antioksidan, sangat berperan dalam menekan sintesis IL-6, IL-8, TNF, dan IFN-gamma. Sitokin proinflamasi ini akan meningkatkan peran epidermal growth factos, nerve growth factors, ICAM-1 dan VCAM yang pada akhirnya akan meningkatkan diferensisi dan proliferasi keratinosit. Secara umum kebanyakan pasien psoriasis dengan kadar HDL yang rendah. Trigliserida merupakan lipoprotein yang bersifat proinflamasi, hal ini menyatakan bahwa salah satu faktor risiko kejadian psoriasis adalah gangguan profil lipid terutama tingginya trigliserida dan rendahnya HDL sebagai salah satu faktor risiko, walaupun masih ada beberapa peneliti yang menemukan hal yang berbeda peran trigliserida dan HDL pada psoriasis vulgaris. Kedua lipid tersebut berperan dalam patogenesis psoriasis secara tidak langsung, melalui stimulasi sel T helper dengan meningkatkan produksi sitokin

5 5 inflamasi seperti IL-1, IL-17, IL-6, TNF-α dan IFN-gamma. Semua sitokin di atas memegang peran yang dominan dalam proliferasi sel keratinosit dan peradangan kronis, sebagai gambaran klinis tampak sebagai psoriasis, melalui stimulasi epidermal growth factor, nerve growth factor dan endothelial growth factor. Namun peran ke dua lipid tersebut masih kontroversi karena ada yang mengatakan bermakna dan ada pula yang mengatakan tidak ada perbedaan yang bermakna. Dari perbedaan hasil itulah peneliti ingin membuktikan bahwa kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang tinggi sebagai salah satu faktor risiko psoriasis vulgaris. 1.2 Rumusan Masalah Apakah kadar HDL yang rendah merupakan faktor risiko pada psoriasis vulgaris? Apakah kadar trigliserida yang tinggi merupakan faktor risiko pada psoriasis vulgaris? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum: Untuk mengetahui peran HDL dan Trigliserida sebagai faktor risiko terjadinya psoriasis vulgaris Tujuan Khusus: a. Untuk mengetahui kadar Trigliserida yang tinggi sebagai faktor risiko psoriasis vulgaris. b. Untuk mengtahui kadar HDL yang rendah sebagai faktor risiko psoriasis vulgaris.

6 6 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis: Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang peran HDL dan trigliserida sebagai faktor risiko psoriasis vulgaris Manfaat Klinis: Dengan terbuktinya kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang tinggi sebagai faktor risiko psoriasis vulgaris, maka dalam penanganan pasien psoriasis perlu mengendalikan kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang tinggi.

7 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Psoriasis Psoriasis merupakan penyakit golongan eritroskuamosa dengan lesi kulit yang khas berbentuk plakat eritroskuamosa, sirkumskripta dan ditutupi oleh skuama putih perak. Psoriasis menyebabkan morbiditas fisik dan psikologis serta menjadi beban ekonomi karena biaya pengobatan dan frekuensi kunjungan ke dokter Definisi Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronik dengan karakteristik berupa plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis, dan berwarna putih keperakan terutama pada siku, lutut, scalp, punggung, umbilikus dan lumbal (Gudjonsson dan Elder, 2012) Epidemiologi Psoriasis dijumpai di seluruh dunia dengan prevalensi yang berbeda-beda dipengaruhi oleh ras, geografis, dan lingkungan. Di Amerika Serikat terjadi pada 2% dari populasi atau sekitar kasus baru per tahun. Insiden tertinggi di Denmark (2,9%) sedangkan rerata di Eropa Utara sekitar 2% (Gudjonsson dan Elder, 2012). Insiden psoriasis pada laki- laki dan perempuan hampir sama, namun Shbeeb dkk. (2000) melaporkan insiden lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki dan meningkat sesuai usia. Distribusi usia pasien psoriasis menunjukkan peningkatan sesuai dengan kronisitas penyakit, namun terjadi 7

8 8 penurunan setelah usia 75 tahun seiring berkurangnya usia harapan hidup pada pasien psoriasis akibat hubungan psoriasis dengan diabetes atau aterosklerosis Gambaran Klinis Keluhan utama pasien psoriasis adalah lesi yang terlihat, rendahnya kepercayaan diri, gatal dan nyeri terutama jika mengenai telapak tangan, telapak kaki dan daerah intertriginosa. Selain itu psoriasis dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bukan hanya oleh karena keterlibatan kulit, tetapi juga menimbulkan arthritis psoriasis. Gambaran klinis psoriasis adalah plak eritematosa sirkumskrip dengan skuama putih keperakan diatasnya dan tanda Auspitz. Warna plak dapat bervariasi dari kemerahan dengan skuama minimal, plak putih dengan skuama tebal hingga putih keabuan tergantung pada ketebalan skuama. Pada umumnya lesi psoriasis adalah simetris (Gudjonsson dan Elder, 2012). Beberapa pola dan lokasi Psoriasis antara lain: Psoriasis Vulgaris Merupakan bentuk yang paling umum dari psoriasis dan sering ditemukan (80%). Psoriasis ini tampak berupa plak yang berbentuk sirkumskrip. Jumlah lesi pada psoriasis vulgaris dapat bervariasi dari satu hingga beberapa dengan ukuran mulai 0,5 cm hingga 30 cm atau lebih. Lokasi psoriasis vulgaris yang paling sering dijumpai adalah ekstensor siku, lutut, sakrum dan scalp. Selain lokasi tersebut diatas, psoriasis ini dapat juga timbul di lokasi lain Psoriasis Gutata Tampak sebagai papul eritematosa multipel yang sering ditemukan terutama pada badan dan kemudian meluas hingga ekstremitas, wajah dan scalp.

9 9 Lesi psoriasis ini menetap selama 2-3 bulan dan akhirnya akan mengalami resolusi spontan. Pada umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja yang seringkali diawali dengan radang tenggorokan Psoriasis Pustulosa Generalisata (Von Zumbusch) Psoriasis jenis ini tampak sebagai erupsi generalisata dengan eritema dan pustul. Pada umumnya diawali oleh psoriasis tipe lainnya dan dicetuskan oleh penghentian steroid sistemik, hipokalsemia, infeksi dan iritasi lokal Psoriasis Pustulosa Lokalisata Kadang disebut juga dengan pustulosis palmoplantar persisten. Psoriasis ini ditandai dengan eritema, skuama dan pustul pada telapak tangan dan kaki biasanya berbentuk simetris bilateral. (a) (b) (c) Gambar 2.1 Gambaran klinis Psoriasis vulgaris : (a) Tipe Plak,(b) Tipe Gutatta dan (c) Tipe Eritrodermi

10 Diagnosis Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan histopatologi. Apabila ditemukan fenomena bercak lilin, fenomena Auzpitz dan fenomena Koebner dapat memberikan diagnosis yang tepat (Schon dan Boehncke, 2005; Gudjonsson dan Elder, 2012) Gambaran Histopatologis Psoriasis Menurut Gudjonsson dan Elder (2012) beberapa perubahan patologis pada psoriasis yang dapat terjadi pada epidermis maupun dermis adalah sebagai berikut: 1. Hiperkeratosis adalah penebalan lapisan korneum. 2. Parakeratosis adalah terdapatnya inti stratum korneum sampai hilangnya stratum granulosum. 3. Akanthosis adalah penebalan lapisan stratum spinosum dengan elongasi rete ridge epidermis. 4. Granulosit neutrofilik bermigrasi melewati epidermis membentuk mikro abses munro di bawah stratum korneum. 5. Peningkatan mitosis pada stratum basalis. 6. Edema pada dermis disertai infiltrasi sel-sel polimorfonuklear, limfosit, monosit dan neutrofil. 7. Pemanjangan dan pembesaran papila dermis.

11 11 Gambar 2.2 Gambaran Histopatologi Psoriasis vulgaris hiperkeratosis, akantosis serta peradangan di daerah dermis.( Gudjonsson dan Elder,2012) Derajat Keparahan Psoriasis Banyak cara yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan psoriasis, namun yang sering digunakan adalah metode Fredriksson T, Pettersson U (1987) yang telah banyak dimodifikasi oleh peneliti lain. Psoriasis Area and Severity Index (PASI) adalah metode yang digunakan untuk mengukur intensitas kuantitatif penderita berdasarkan gambaran klinis dan luas area yang terkena, cara ini digunakan ntuk mengevaluasi perbaikan klinis setelah pengobatan (Gudjonsson dan Elder, 2012). PASI merupakan baku emas pengukuran tingkat keparahan psoriasis. Beberapa elemen yang diukur oleh PASI adalah eritema, skuama dan ketebalan lesi dari setiap lokasi di permukaan tubuh seperti kepala, badan, lengan dan tungkai. Bagian permukaan tubuh dibagi menjadi 4 bagian antara lain: kepala (10%), abdomen, dada dan punggung (20%), lengan (30%) dan tungkai termasuk bokong (40%). Luasnya area yang tampak pada masing-masing

12 12 area tersebut diberi skor 0 sampai dengan 6, seperti terlihat dalam tabel dibawah ini: Karakteritis klinis yang dinilai adalah; eritema (E), skuama (S), dan ketebalan lesi/indurasi (T). Karakteristik klinis tersebut diberi skor sebagai berikut; tidak ada lesi =0, ringan=1, sedang=2, berat=3 dan sangat berat=4. Nilai derajat keparahan diatas dikalikan dengan weighting factor sesuai dengan area permukaan tubuh; kepala = 0,1, tangan/lengan = 0,2, badan = 0,3, tungkai/kaki = 0,4. Total nilai PASI diperoleh dengan cara menjumlahkan keempat nilai yang diperoleh dari keempat bagian tubuh. Total nilai PASI kurang dari 10 dikatakan sebagai psoriasis ringan, nilai PASI antara dikatakan sebagai psoriasis sedang, dan nilai PASI lebih dari 30 dikatakan sebagai psoriasis berat (De Rie dkk, 2004; Feldman dan Krueger, 2005).

13 13 Tabel 2.1 Lembar Psoriasis and severity index (PASI) Bagian Tubuh dan Nilainya Karakteristik Plak Score Kepala Ekstremitas Atas Badan Ekstremita s Bawah Eritema (E) Tebal lesi (T) Skuama (S) Tidak Ada = 0 Minimal = 1 Sedang =2 Parah = 3 Sangat Parah = 4 Totals Nilainya x 0.1 x 0.2 x 0.3 x 0.4 A.Total Permukaan Area Persentasi Daerah Tubuh yang Terkena (Nilai antara 0 sampai 6) Tidak Ada = 0 <10% = % = % = % = % = % = 6 B.Total Permukaan Area x % Daerah yang Terkena Nilai Total (total A + total B) = Nilai PASI Penatalaksanaan Psoriasis sebagai penyakit yang multifaktorial dengan penyebab belum diketahui dengan pasti, sehingga penanganannya juga sangat bervariasi dan setiap pusat pendidikan mempunyai acuan yang berbeda. Ashcroft dkk., 2000 mengemukakan bahwa terdapat berbagai variasi terapi psoriasis, mulai dari topikal untuk psoriasis ringan hingga fototerapi dan terapi sistemik untuk psoriasis berat.edukasi kepada pasien tentang faktor-faktor pencetusnya perlu disampaikan

14 14 kepada pasien maupun keluarganya (Dvorakova dkk, 2013). Beberapa regimen terapi yang sering digunakan topikal maupun sistemik sebagai berikut: A. Topikal Preparat Tar Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat tar, yang efeknya adalah anti radang. Preparat tar berguna pada keadaan-keadaan: Bila psoriasis telah resisten terhadap steroid topikal sejak awal atau pemakaian pada lesi luas. Lesi yang melibatkan area yang luas sehingga pemakaian steroid topikal kurang tepat. Bila obat-obat oral merupakan kontra indikasi oleh karena terdapat penyakit sistemik. Menurut asalnya preparat tar dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari : Fosil, misalnya iktiol. Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski dan Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens. Cara kerja obat ini sebagai antiinflamasi ringan. Kortikosteroid Kerja steroid topikal pada psoriasis diketahui melalui beberapa cara, yaitu: 1. Vasokonstriksi untuk mengurangi eritema. 2. Sebagai antimitotik sehingga dapat memperlambat proliferasi seluler. 3. Efek anti inflamasi, diketahui bahwa pada psoriasis terjadi peradangan kronis akibat aktivasi sel T. Bila terjadi lesi plak yang tebal dipilih kortikosteroid dengan potensi kuat seperti: Fluorinate, triamcinolone 0,1% dan flucinolone topikal efektif untuk kebanyakan kasus psoriasis pada anak. Preparat hidrokortison 1%- 2,5% digunakan bila lesi sudah menipis.

15 15 Ditranol (antralin) Hampir sama dengan tar memiliki efek antiinflamasi ringan, sebab dapat mengikat asam nukleat, menghambat sintesis DNA dan menggabungkan uridin ke dalam RNA nukleus. Vitamin D analog (Calcipotriol) Calcipotriol ialah sintetik vit D yang bekerja dengan menghambat proliferasi sel dan diferensiasi keratinosit, meningkatkan diferensiasi terminal keratinosit. Preparatnya berupa salep atau krim 50 mg/g, efek sampingnya berupa iritasi, seperti rasa terbakar dan menyengat. Tazaroten Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel, dankrim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar, dan eritema pada 30 % kasus, juga bersifat fotosensitif. Humektan dan Emolien Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit dan mengurangi hidrasi kulit sehingga kulit tidak terlalu kering. Pada batang tubuh (selain lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan bahan dasar vaselin 1-2 kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.

16 16 Fototerapi Narrowband UVB untuk saat ini merupakan pilihan untuk psoriasis yang rekalsitran dan eritroderma. Sinar ultraviolet masih menjadi pilihan di beberapa klinik. Sinar ultraviolet B (UVA) mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah dengan penyinaran secara alamiah, tetapi tidak dapat diukur dan jika berlebihan maka akan memperparah psoriasis. Karena itu, digunakan sinar ulraviolet artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman. PUVA efektif pada 85 % kasus, ketika psoriasis tidak berespon terhadap terapi yang lain. B. Sistemik Kortikosteroid Pemberian kortikosteroid sistemik masih kontroversial kecuali yang bentuk eritrodermi, psoriasis artritis dan psoriasis pustulosa Tipe Zumbusch. Dimulai dengan prednison dosis rendah mg (1-2 mg/kgbb/hari), atau steroid lain dengan dosis ekivalen. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan-lahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi Psoriasis Pustulosa Generalisata. Sitostatik Bila keadaan berat dan terjadi eritrodermi serta kelainan sendi dapat sitostatik yang biasa digunakan ialah metotreksat (MTX). Obat ini sering digunakan

17 17 Psoriasis Artritis dengan lesi kulit, dan Psoriasis Eritroderma yang sukar terkontrol. Bila lesi membaik dosis diturunkan secara perlahan. Kerja metotreksat adalah menghambat sintesis DNA dengan cara menghambat dihidrofolat reduktase dan juga hepatotoksik maka perlu dimonitor fungsi hatinya. Karena bersifat menekan mitosis secara umum, hati-hati juga terhadap efek supresi terhadap sumsum tulang. Etretinat (tegison, tigason) Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya. Etretinat efektif untuk Psoriasis Pustular dan dapat pula digunakan untuk psoriasis eritroderma. Kerja retinoid yaitu mengatur pertumbuhan dan diferensiasi terminal keratinosit yang pada akhirnya dapat menetralkan stadium hiperproliferasi. Efek samping dapat terjadi kulit menipis dan kering, selaput lendir pada mulut, mata, dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri tulang dan persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar (peningkatan enzim hati). Siklosporin A Digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan konvensional. Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 1-4mg/kgbb/hari. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik, gastrointestinal, flu like symptoms, hipertrikosis, hipertrofi gingiva,serta hipertensi. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan. (Gudjonsson and Elder,2012)

18 18 TNF-antagonis Tumor Necrosis Factor (TNF) alpha merupakan sitokin proinflamasi yang memegang peran penting dalam patogenesis psoriasis. Saat ini sedang dikembangkan sebagai terapi yang memberi haparan baru. Sediaannya antara lain Adalimumab, Infliximab, etanercept, alefacept dan efalizumab. 2.2 Etiologi dan Faktor Pencetus Penyebab penyakit psoriasis belum diketahui meskipun telah dilakukan penelitian dasar dan klinis secara intensif. Diduga merupakan interaksi antara faktor genetik, sistem imunitas, dan lingkungan. Sedangkan tiga komponen patogenesis dari psoriasis adalah infiltrasi sel-sel radang pada dermis, hiperplasia epidermis, dan diferensiasi keratinosit yang abnormal (Schon dan Boehncke, 2005) Faktor Genetik Sekitar 1/3 orang yang terkena psoriasis melaporkan riwayat penyakit keluarga yang juga menderita psoriasis. Pada kembar monozigot resiko menderita psoriasis adalah sebesar 70% bila salah seorang menderita psoriasis. Bila orangtua tidak menderita psoriasis maka risiko mendapat psoriasis sebesar 12%, sedangkan bila salah satu orang tua menderita psoriasis maka risiko terkena psoriasis meningkat menjadi 34-39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe yaitu: a. Psoriasis tipe I dengan awitan dini dan bersifat familial. b. Psoriasis tipe II dengan awitan lambat dan bersifat nonfamilial. Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik adalah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis

19 19 pustulosa berkaitan dengan HLA-B27 (Nickoloff & Nestle, 2004). Pada analisa Human Leukocyte Antigen (HLA) yang spesifik dalam suatu populasi, didapatkan bahwa suseptibilitas terhadap psoriasis berhubungan dengan Major Histocompatibility Complex (MHC) klas I dan II pada atau dekat dengan kromosom 6 dan lainnya berada di kromosom 17. Lokus Psoriasis Susceptibilitas 1 (PSORS1) dianggap lokus yang terpenting untuk suseptibilitas psoriasis. Hal ini disebabkan PSORS1 berkaitan lebih dari 50% kasus psoriasis. Lokus suseptibilitas lainnya berada pada kromosom 17q25 (PSORS2), 4q43 (PSORS3), 1q (PSORS4), 3q21 (PSORS5), 19p13 (PSORS6) dan 1p (PSORS7). Pada onset awal yang merupakan psoriasis tipe I diperoleh hubungan dengan HLA-Cw6, HLA-B57, dan HLA-DR7. Sedangkan pada onset lanjutan yang merupakan tipe 2 didapatkan gambaran HLA-Cw2 menonjol. Individu yang memiliki HLA-B17 dan HLA-B13 memiliki kemungkinan untuk menderita psoriasis 5 kali lebih banyak dari individu normal ( Barker, 2001; Schon dan Boehncke, 2005) Faktor Imunologik Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis umumnya ditemukan limfosit T di dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru pada umumnya lebih didominasis oleh sel limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga berperan dalam imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis dimulai dengan

20 20 adanya pergerakan antigen baik endogen maupun eksogen oleh sel langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. (Gaspari; 2006) Nickoloff (1998) berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih 90% dapat mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif. Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebutkan dalam kepustakaan diantaranya adalah stress psikis, infeksi fokal, trauma (Fenomenan Kobner), endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok. Stress psikis merupakan faktor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai hubungan yang erat dengan salah satu jenis psoriasis yaitu psoriasis gutata, sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Pernah dilaporkan kesembuhan psoriasis gutata setelah dilakukan tonsilektomi. Umumnya infeksi disebabkan oleh Streptococcus. Faktor endokrin umumnya berpengaruh pada perjalanan penyakit. Insiden psoriasis terutama pada masa pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan umumnya membaik sedangkan pada masa postpartum umumnya memburuk. Gangguan metabolisme seperti dialisis dan hipokalsemia dilaporkan menjadi salah satu faktor pencetus. Obat yang umumnya dapat menyebabkan residif ialah beta adrenergik blocking agents, litium, anti malaria dan penghentian mendadak steroid sistemik Faktor Pencetus Penyebab dan patogenesis psoriasis vulgaris belum diketahui dengan pasti, secara patologis terjadi proliferasi yang berlebihan pada keratinosit dan peradangan kronis, sehingga penyakit ini bersifat kronik-residif. Banyak teori

21 21 tentang patogenesis yang berhubungan dengan psoriasis, seperti sebagai kelainan autoimun, trauma mekanik, infeksi staphylococcus, stress psikologis, radiasi sinar ultraviolet, infeksi HIV, peran obat, alkohol, perubahan hormonal dan profil lipid dalam darah. Semua di atas dikatakan merupakan faktor pencetus dari psoriasis. Faktor pencetus ini dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor lokal dan sistemik (William dkk., 2006; Gudjonsson dan Elder, 2012). Faktor pencetus lokal terjadinya psoriasis antara lain trauma, paparan sinar ultraviolet, dan lokasi atau posisi anatomis. Berbagai trauma baik fisik, kimiawi, bedah, infeksi dan peradangan dapat memperberat atau mencetuskan lesi psoriasis. Lesi psoriasis yang berbentuk plakat dan terjadi pada tempat trauma disebut dengan Fenomena Koebner. Fenomena Koebner adalah paparan sinar matahari juga mengakibatkan eksaserbasi melalui reaksi Koebner. Beberapa penelitian menyatakan terjadinya peningkatan keparahan penyakit seiring dengan meningkatnya paparan sinar matahari (De Rie dkk, 2004; Schon dan Boehncke, 2005; Gudjonsson dan Elder, 2012). Sedangkan faktor pencetus sistemik antara lain: infeksi, obat, konsumsi alkohol, stres, endokrin, dan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Infeksi bakteri, virus, atau jamur dapat mencetuskan terjadinya psoriasis vulgaris. Bakteri dapat menghasilkan endotoksin yang berfungsi sebagai superantigen yang dikemudian hari akan meningkatkan aktivasi sel limfosit T, makrofag, sel Langerhans, dan keratinosis. Infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh spesies Streptococcus β-hemoliticus juga sering dikaitkan dengan eksaserbasi psoriasis. Beberapa obat yang dapat mencetuskan perkembangan lesi psoriasis

22 22 antara lain: NSAID, lithium, ACE inhibitor, gemfribosil, dan β-blocker (Ashcroft dkk, 2000). Mekanisme eksaserbasi psoriasis akibat obat-obatan lainnya belum diketahui. Konsumsi alkohol juga dilaporkan dapat mencetuskan psoriasis walaupun mekanismenya belum diketahui. Hubungan antara stres dan eksaserbasi psoriasis belum terlalu jelas namun diduga karena mekanisme neuroimunologis. Psoriasis dilaporkan akan bertambah buruk dengan timbulnya stres yaitu pada 30-40% kasus. Pada saat periode premenstruasi, lesi psoriasis dikatakan sering kambuh. Angka kejadian psoriasis meningkat pada waktu pubertas dan menopause dan diduga peranan dari faktor endokrin. Psoriasis pada penderita HIV lebih berat karena terjadi defisiensi sistem imun (Gudjonsson dan Thorarinsson, 2003). Faktor pencetus yang belum banyak diungkapkan dan masih kontroversial adalah profil lipid terutama trigliserida dan HDL, hal ini banyak dihubungkan dengan gangguan metabolisme lipid, dislipidemia, sindroma metabolik, diabetes melitus dan penyakit jantung koroner. Mengenai gangguan metabolisme lipid terutama trigliserida dan HDL akan dibicarakan lebih dalam dalam uraian berikutnya. 2.3 Imunopatogenesis Psoriasis Seperti telah diketahui bahwa penyebab dan patogenesis psoriasis belum diketahui dengan pasti, banyak sistem dalam tubuh berperan dalam patogenesis psoriasis, banyak komponen, elemen mediator yang terlibat terhadap terjadinya atau kekambuhan psoriasis (Joshi, 2004; Nestle dkk 2009 ). Namun ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh para peneliti, diantaranya gangguan diferensiasi

23 23 keratinosit, hiperproliferasi keratinosit dan imunologis. Hal tersebut menjadi dasar patologis terjadinya psoriasis yang multifaktor tersebut, namun ketiganya tidak bekerja sendiri-sendiri namun saling berkaitan Gangguan Diferensiasi Keratinosit Secara patologis, psoriasis ditandai dengan adanya hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal dari keratinosit epidermis, infiltrasi limfosit yang terutama terdiri dari limfosit T dan berbagai perubahan vaskular endotel di lapisan dermis, seperti angiogenesis dan dilatasi pembuluh darah. Lapisan epidermis berdiferensiasi berlebihan yang berbeda dengan sel normal, keratinosit pada psoriasis membentuk amplop cornified (CE) yang mudah terjadi pengelupasan, pembentukan lapisan korneum yang berlebihan mengakibatkan epidermis menebal. Pada fase akhir, kapilarisasi dermal yang luas menyebabkan infiltrasi sel radang pada ikatan dermal-epidermal yang tampak sebagai papilomatosis, merupakan gambaran khas pada psoriasis. Beberapa mediator sebagai penanda diferensiasi keratinosit yang abnormal pada psoriasis; transglutaminase I (TGase K), skin-derived antileukoproteinase (SKALP), migration inhibitory factorrelated protein-8 (MRP-8), Involucrin, Filaggrin. TGase K yang mengawali mengkatalisis untuk terbentuknya CE, yang penting pada lesi psoriasis. SKALP yang hanya ditemukan pada lesi psoriasis, mediator ini merupakan polipeptida inhibitor elastase dominan, yang disekresikan oleh keratinosit epidermal. Elastase adalah lysosomal serin proteinase yang spesifik untuk degradasi elastin, protein yang ditemukan dalam jaringan yang membutuhkan elastisitas kulit. MRP-8, merupakan Ca 2+ -binding protein,

24 24 walaupun fungsi biokimia tidak sepenuhnya dipahami, namun ditemukan pada psoriasis dan penyakit inflamasi lainnya, tidak pada kulit normal. Peran MRP-8 dalam reorganisasi sitoskeleton selama patogenesis psoriasis. Involucrin, merupakan prekursor protein yang membantu untuk menstabilisasikan CE. Pada kulit normal, protein ini merupakan konstituen utama dari CE pada tahap awal pembentukan epidermis, involucrin tetap konstituen utama dari CE selama proses maturasi. Filaggrin yang biasanya ditemukan pada stratum granular epidermis, tidak ada dalam lesi psoriasis. Hilangnya stratum granular kulit stratum korneum dalam psoriasis kemungkinan besar petanda ketidakhadiran filaggrin tersebut (Grove dkk, 2001; Sanchez, 2010) Hiperproliferasi Keratinosit Hiperproliferasi keratinosit adalah kategori kedua gejala psoriasis vulgaris. Beberapa penyebab biokimiawi yang mungkin menyebabkan produksi keratinosit berlebihan telah ditemukan pada lesi psoriasis: Epidermal Growth Factor (EGF), Bone Morphogenetic Protein-6 (BMP-6), Transforming Growth Factor-alpha (TGF-α), Activating Protein (AP-1) dan Mitogen-activated protein kinase (MAPK). Epidermal Growth Factor yang menstimuli pertumbuhan dan diferensiasi lapisan epidermis, merupakan mediasi respon seluler dengan mengikat reseptor spesifik. Ikatan EFG terhadap sel imun dua kali lipat pada lapisan atas epidermis. Peningkatan kekuatan mengikat dapat menyebabkan stimuli yang berlebihan pertumbuhan keratinosit sehingga menyebabkan hiperproliferasi (Bernard, 2012). BMP-6 merupakan faktor pertumbuhan ini sudah dapat dijumpai pada bayi baru

25 25 lahir, tapi biasanya menghilang setelah dewasa, kecuali pada pasien psoriasis, hal ini menyebabkan ditemukan TGF-α dibagian atas lesi psoriasis, tetapi tidak dalam kulit normal. Vasoactive Intestinal Polipeptide (VIP), merupakan neuropeptida dengan berat molekul besar, menginduksi produksi TGF-α in vivo, sebelumnya diduga bahwa efek hiperproliferasi dari VIP dimediasi oleh peningkatan level dari cyclic adenosine monophosphate (camp) yang disebabkan oleh aktivitas activated adenylate cyclase, namun penelitian lain menunjukkan bahwa VIP menstimuli pertumbuhan keratinosit melalui TGF-α bukan.activating protein (AP-1), sebuah kompleks dari oncoproteins, menstimulasi ekspresi banyak gen yang penting dalam proliferasi sel dan inflamasi. Faktor-faktor ini terbukti memiliki pola ekspresi yang bereda-beda pada lesi psoriasis sehingga mediator tersebut terlibat dalam patogenesis psoriasis. Mediator terakhir, MAPK, membantu mengatur proliferasi sel. Banyak growth factor dan sitokin memodulasi aktivitas MAPK, yang lebih banyak pada fibroblas psoriasis. (Grove dkk, 2001; Sanchez, 2010; Bernard, 2012) Imunologis dan Inflamasi Mengawali peran imunitas pada psoriasis melalui antigen precenting cell (APC) akan memproses dan mempresentasikan antigen pada sel T. Antigen precenting cell ini mengekspresikan MHC klas I dan II pada permukaannya. Lapisan epidermis pada penderita psoriasis akan terjadi peningkatan jumlah denritic cell (DC) walaupun tidak spesifik untuk penyakit ini. DC di dermis menjadi tipe APC yang berperan pada psoriasis dan terletak pada papilla dermis. Pada pasien psoriasis, jumlah DC plasmasitoid meningkat baik pada bagian kulit

26 26 yang terlibat atau tidak, tetapi hanya aktif pada kulit yang terlibat. Proses antigen diakhiri dengan timbulnya peptida antigen di permukaan APC oleh MHC. Komplek peptide-protein ini akan dikenali secara spesifik oleh reseptor sel T (TCR). APC yang telah aktif akan berjalan menuju limfonoid untuk mengaktifkan sel T. Interaksi sel T dan APC di limfonoid akan menstimulasi sel T. Proses ini terdiri dari dua sinyal. Sinyal pertama dihasilkan oleh komplek antigen yaitu MHC dan TCR sedangkan sinyal yang kedua berperan sebagai konstimulasi. Konstimulasi ini diperankan oleh reseptor dengan ligand pada sel T. Kemudian sinyal 1 dan 2 akan mengaktivasi sel T (Krueger et al, 2005;Verghese,2011, Perez,2013). Salah satu sel dendritik yang berpengaruh dalam patogenesis psoriasis adalah sel Sel Langerhans yang mengenali dan menangkap antigen, bermigrasi ke kelenjar getah bening lokal, dan mempresentasikannya ke sel T. Aktivasi limfosit T akan menghasilkan sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α yang menyebabkan proliferasi keratinosit. Hiperproliferasi ini menyebabkan menurunnya waktu transit epidermis (perkiraan waktu yang diperlukan oleh sel kulit untuk maturasi secara normal) dari 28 hari menjadi 2-4 hari dan memproduksi sisik kemerahan yang tipikal pada psoriasis. IFN-γ juga menghambat apoptosis keratinosit dengan menstimulasi protein anti-apoptosis, demikian juga IL-6 lebih tinggi secara bermakna antara psoriasis (61,26+57,40) dengan kontrol (2,38 +1,94) (Verghese,2011).

27 27 Gambar 2.3Skema singkat hubungan antara Psoriasis dan penyakit autoimun terkait. Sitokin memiliki peran penting dalam patogenesis Psoriasis (Ps), psoriasis arthritis (PSA), rheumatoid arthritis (RA) dan penyakit Crohn..Skema tersebut menggambarkan interaksi antara APC, sel T dan sel lain seperti fibroblast. Interaksi ini difasilitasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel-sel imu lainnya. Sitokin yang menstimuli ( ) dan menghambat (--I). Tumor necrosis factor (TNF)-α, Interleukin (IL-6),Interleukin (IL)-22,dan Interferon (IFN)-γ merupakan adalah mediator yang berperanan dalam target akhir untuk diferensiasi, proliferasi dan inflamasi pada psoriasis. (Perez, 2013) Awalnya terjadi hiperproliferasi keratinosit akibat adanya aktivasi oleh faktor pertumbuhan seperti epidermal growth factor, nerve growth factor, endothelial growth factor dengan target sel dendritik imatur di epidermis menstimulasi sel T dari kelenjar getah bening sebagai respons terhadap stimulasi unidentified antigen. Aktivasi sel T, TNF-α, dan sel-sel dendritik adalah faktor patogenik yang distimulasi dalam respon terhadap faktor pencetus, seperti trauma fisik, inflamasi bakteri, virus, atau withdrawal kortikosteroid. Infiltrat limfosit pada psoriasis kebanyakan adalah sel T CD4 dan CD8. Setelah sel T menerima stimulasi pertamanya dan teraktivasi, menyebabkan terjadinya sintesis IL-6. Peningkatan

28 28 IL-6 dari sel T yang teraktivasi dan IL-12 dari sel Langerhans menstimulasi IFNγ, TNF-α, dan IL-6, yang bertanggung jawab dalam diferensiasi, maturasi, dan proliferasi sel T menjadi sel memori efektor. Kemudain sel T bermigrasi ke kulit, dimana mereka berkumpul di sekitar pembuluh darah dermis. Ini merupakan perubahan imunologik pertama yang menyebabkan diferensiasi dan proliferasi keratinosit pada psoriasis akut (El-Dorouti, 2010). Perez (2013). telah mendemonstrasikan defisiensi aktivitas sel T regulator (T reg) pada pembuluh darah perifer dan di kulit pasien dengan psoriasis. Meskipun jumlah absolut sel T reg yang bersirkulasi pada pasien psoriasis adalah normal dibandingkan pasien yang sehat, ternyata terdapat defisiensi relatif dalam kemampuan mereka untuk menekan proliferasi sel T CD4. Angiogenesis bukan kejadian awal dari patogenesis psoriasis, namun memahami mekanisme yang menyebabkan angio-proliferasi dapat membantu menemukan obat anti-psoriasis yang tepat. Angiogenesis dan hiperpermeabilitas vaskular disebabkan oleh meningkatnya produksi vascular endothelial growth factor (VEGF) oleh keratonosit yang telah terstimulasi oleh TGF-α yang dihasilkan oleh sel T dan keratinosit. TNF-α juga meningkatkan angiogenesis. Pizzorno dan Murray berpendapat unidentified antigen yang disebutkan di atas merupakan hasil dari pencernaan protein yang tidak sempurna, meningkatnya permeabilitas usus, dan alergi makanan; toksemia usus; gangguan detoksifikasi hati; defisiensi garam empedu; konsumsi alkohol; defisiensi nutrisi (vitamin A dan E, seng, selenium); dan stress psikologis.

29 29 Data terbaru menyatakan bahwa selain TNF-α, IL-20 dan IL-17 juga sangat berperan di dalam patogenesis psoriasis. IL-17 yang disekresikan oleh sel Th17 juga dapat mengaktifasi inflamasi di berbagai sistem organ. Seperti misalnya, IL-17 juga meningkat pada serum pasien dengan penyakit arteri koroner (Piskin dkk., 2003; Mallbris dkk., 2006). Sel T yang teraktivasi ini akan memasuki sistem sirkulasi menuju jaringan perifer. Sel T akan berikatan dengan endotel dimana leucocyte functionassociated antigen-1 (LFA-1) pada sel T dan intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) pada sel endotel akan berinteraksi. Setelah interaksi tersebut, diapedesis akan terjadi. Diapedesis adalah migrasi dari sel T melalui dinding pembuluh darah yang akan menuju ke dermis dan epidermis. Setelah sel T mencapai kulit, maka terjadi aktivasi kembali sel T. Sel T yang teraktivasi tersebut akan memproduksi sitokin yang dapat menyebabkan terjadinya inflamasi. Baik CD4+ dan CD8+ sama-sama memproduksi sitokinin Th1. Ekspresi yang berlebihan dari sitokin tipe-1 seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, IFNγ dan TNFα menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel netrofil. Sinyal utama dari Th1 adalah IL-12 yang merangsang produksi IFNγ intraseluler. Pada psoriasis, sel Th langsung mengatur sel B untuk menghasilkan autoantibodi, dan yang menjadi target antigen adalah sel-sel kulit itu sendiri. Sedangkan pada psoriasis arthritis, targetnya adalah sel-sel pada sendi. Apabila produksi sitokin terlalu berlebihan akan menimbulkan kerusakan pada kulit yang berlebihan juga. Dari penelitian terbaru menyimpulkan bahwa mayoritas sel T CD4+ pada lesi kulit psoriasis adalah sel T yang memproduksi IL-22 dan IL-17. Sumber utama IL-22 pada lesi

30 30 psoriasis adalah sel Th17 dan Th1. Adanya single-nucleotide polymorphisms (SNP) pada gen reseptor IL-23 yang berhubungan dengan psoriasis akan mendukung peran sel Th17 didalam imunopatogenesis psoriasis (Krueger dan Ellis, 2005; Gaspari, 2006; Huerta dkk, 2007). IL-15 adalah faktor pencetus keterlibatan sel-sel inflamasi, angiogenesis dan menghasilkan IFN-γ, TNF-α, dan IL-17 yang semuanya mengatur plak psoriasis. IL-2 berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel T sedangkan IFN-γ dapat menghambat apoptosis keratinosit yaitu dengan cara menstimulasi ekspresi protein anti apoptosis B cell lymphoma-x (Bcl-x) yang memungkinkan terjadinya hiperploriferasi keratinosit. Target spesifik untuk terapi adalah dengan melibatkan TNF-α, ikatan leucocyte function-associated antigen-1 (LFA-1)/interceluler adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan ikatan LFA-3/CD2. IFNγ dan TNFα menginduksi keratinosit untuk memproduksi IL-7, IL-8, IL-12, IL-15, dan TNFα. IL-17 dan IL-15 berperan dalam poliferasi dan keseimbangan homeostatik sel CD8+. IL-17 dan IFNγ meningkatkan produksi sitokin proinflamasi dan kemokin oleh keratinosit. TNF-α. menginduksi ICAM-1 pada permukaan keratinosit yang menyebabkan sel T akan terikat langsung pada keratinosit melalui molekul LFA-1. Selain itu, TNFα juga meningkatkan molekul adhesi sel endotel pembuluh darah (Schon dan Boehncke, 2005; Chan dkk, 2006). Keratinosit dapat diaktivasi terutama oleh sitokin Th1 (IFN-γ dan IL- 22). Namun setelah beberapa waktu tertentu peran tersebut akan digantikan oleh sitokin Th17 (IL-6, IL-17, dan IL-22), dan akhirnya dimainkan oleh sitokin yang diproduksi oleh makrofag dan sel dendritik (TNF-α, IL-6, IL-18, IL-19, dan IL-

31 31 20) dan sitokin yang diproduksi sendiri oleh keratinosit seperti TGF-α, IL-19 dan IL-20. Akan tetapi, sampai saat ini belum dapat ditentukan sitokin mana yang bertanggung jawab dalam peningkatan poliferasi keratinosit (Numerof dan Asadullah, 2006). Imunosit dan keratinosit pada lesi psoriasis memproduksi faktor angiogenik, yaitu VEG-F, yang meningkatkan proses angiogenesis dan aktivasi sel endotel. Nilai VEG-F meningkat dalam keadaan hiperinsulinemik seperti sindrom metabolik dimana adiposit adalah sumber primernya (Cargil dkk., 2007) Faktor genetik juga berperan penting dalam suseptibilitas psoriasis dan gangguan metabolik, termasuk dislipidemia. Lebih dari 20 lokus genetik yang mengandung berbagai macam jumlah gen telah dikaitkan dengan suseptibilitas psoriasis. Dari gen-gen ini, beberapa juga dihubungkan dengan gangguan metabolik. Lokus suseptibilitas psoriasis PSORS2, PSORS3, dan PSORS 4 juga terhubung dengan lokus suseptibilitas untuk gangguan metabolik, diabetes tipe 2, dislipidemia dan penyakit kardiovaskular (Azfar dan Gelfan, 2008). 2.4 Jenis Kolesterol dalam Tubuh Kolesterol diproduksi oleh hati dalam bentuk partikel lembut menyerupai lapisan lilin yang beredar di dalam darah. Fungsi kolesterol sebenarnya adalah sebagai unsur utama membran sel, membantu pencernaan lemak di dalam empedu, pembentukan vitamin D dan hormon steroid. Hati sebenarnya sudah menghasilkan sebagian besar kolesterol yang dibutuhkan oleh tubuh, akan tetapi karena adanya asupan makanan yang mengandung lemak maka jumlah kolesterol akhirnya menjadi berlebihan dan ini tentunya akan mengakibatkan terjadinya

32 32 berbagai penyakit yang berhubungan dengan metabolisme lemak (kolesterol). Peranan gangguan metabolisme lipid berhubungan dengan penyakit sindroma metabolik seperti diabetes melitus, penyakit kardiovaskuler, hipertensi, obesitas dan sebagainya telah banyak diteliti. Namun penelitian peran metabolisme lipid pada psoriasis belum banyak dilakukan, walaupun beberapa penelitian yang berhubungan dengan psoriasis, namun hasilnya masih berbeda-beda. Ada banyak jenis lipid, namun yang berhubungan dengan psoriasis adalah jenis trigliserida dan kolesterol high density lipoprotein (HDL) Semua sel menggunakan lemak, kolesterol sebagai blok bangunan untuk membuat membran ganda yang digunakan sel untuk kedua kadar air pengendalian internal, elemen air internal larut dan untuk mengatur struktur internal dan sistem protein enzimatik. Partikel-partikel lipoprotein memiliki kelompok hidrofilik fosfolipid, kolesterol dan apoproteindiarahkan ke luar. Karakteristik seperti membuat mereka larut dalam air garam berbasis darah. Trigliserida-lemak dan ester kolesterol dilakukan secara internal, terlindung dari air dengan monolayer fosfolipid dan apoprotein.interaksi protein membentuk permukaan partikel dengan (a) enzim dalam darah, (b) dengan satu sama lain dan (c) dengan protein spesifik pada permukaan sel menentukan apakah trigliserida dan kolesterol akan ditambahkan atau dikeluarkan dari transportasi partikel lipoprotein tersebut. Mengenai pengembangan ateroma dan kemajuan sebagai lawan regresi, masalah utama selalu pola transportasi kolesterol, bukan konsentrasi kolesterol itu sendiri. Didalam tubuh manusia, sumber energi yang diperlukan berasal dari oksidasi karbohidrat dan lipid. Lipid yang tersimpan di dalam sel pada seluruh tubuh disebut dengan jaringan adiposa atau depot lipid. Sel-sel jaringan adiposa

33 33 mengandung trigliserida yang mengisi hampir 90% dari volume sel. Sedangkan lipid pada darah harus berikatan dengan protein agar dapat larut dalam air dan ikatan ini disebut lipoprotein. (Javidi dkk,2007). Di dalam peredaran darah, lipoprotein merupakan suatu komplek yang biasa disebut lipoprotein partikel yang terdiri dari 2 bagian yaitu bagian dalam (inti) yang tidak larut terdiri dari trigliserida dan ester kolesterol, dan bagian luar yang larut terdiri dari kolesterol bebas, fosfolipid dan apoprotein (Jellinger, 2000; Khovidhunkit dkk., 2004). Ada beberapa tipe dari lipoprotein dalam darah antara lain:kilomikron, dibentuk di dinding usus dari trigliserida dan kolesterol berasal dari makanan. Trigliserida (TG) mengalami hidrolisa oleh lipoprotein lipase dan sisanya diekskresi oleh hati. Kilomikron ini memiliki nilai perbandingan lemak dan protein yang tertinggi (lebih banyak lemaknya daripada protein), dan tugasnya adalah membawa energi dalam bentuk lemak ke otot. Very Low Density Lipoprotein (VLDL), molekul VLDL diproduksi di hepar dan mengandung trigliserol dan kolesterol yang tidak diperlukan oleh hepar dalam sintesis asam empedu. VLDL merupakan karier utama dari trigliserida. VLDL akan mengalami degradasi menjadi LDL (Jellinger, 2000; Khovidhunkit dkk., 2004). Low Density Lipoprotein (LDL), adalah karier utama kolesterol dalam darah dan masing-masing molekul mengandung sekitar molekul kolesterol ester. Bila jumlah kolesterol dalam darah berlebih, reseptor LDL akan dihambat sehingga molekul LDL tidak akan diambil. Sebaliknya, reseptor LDL akan lebih banyak dihasilkan bila di dalam sel kekurangan kolesterol. Bila regulasi sistem ini terganggu, banyak molekul LDL muncul di darah tanpa reseptor sehingga akan teroksidasi dan ditangkap oleh

34 34 makrofag membentuk foam cell. Sel-sel ini terperangkap dalam dinding pembuluh darah yang akan membentuk plak atherosklerotik. (Uyanik dkk., 2002; Tekin dkk., 2007; Jellinger, 2000; Khovidhunkitet dkk, 2004). High Density Lipoprotein (HDL), molekul HDL akan menghantarkan kolesterol kembali ke hepar untuk diekskresikan atau dihantarkan ke jaringan lainnya untuk sintesis hormon yang disebut dengan proses reverse cholesterol trigliseride (RCT). Kadar molekul HDL yang tinggi berhubungan dengan status kesehatan yang lebih baik. HDL menunjukkan kondisi sistem metabolik yang sehat dari individu. Nilai normal HDL mg/dl (Jellinger, 2000; Khovidhunkit dkk., 2004).Trigliserida (TG), adalah komponen utama dari VLDL dan kilomikron. TG merupakan komponen lemak yang tidak larut dalam air dan tersimpan pada jaringan lemak. Kadar normal TG adalah kurang dari 150 mg/dl. Borderline bila mg/dl, mg/dl dikatakan tinggi, dan lebih dari 500 mg/dl adalah sangat tinggi, dikatakan bahwa TG yang tinggi berhubungan dengan penyakit-penyakit lain seperti aterosklerosis, diabetes melitus, lupus eritematosus dan psoriasis (Jellinger, 2000; Khovidhunkitet al, 2004). Dari banyak lipid dalam tubuh, keseimbangan antara HDL dan trigliserida memegang peran penting dalam beberapa penyakit metabolisme, termasuk pada psoriasis. Peran lipid ini saat ini mulai banyak diteliti tentang hubungannya dengan sistem imunitas tubuh. Bahkan banyak peneliti menyatakan bahwa psoriasis merupakan petanda penyakit sistemik serta sangat erat dengan patogenesis terjadinya plak pada aterosklerosis (Kaji 2003; Khovidhunkit 2004; Kourosh 2008).

35 Peranan Trigliserida dan HDL dalam Imunopatogenesis Psoriasis Etiologi terjadinya peningkatan lipid darah pada psoriasis masih kontroversial, meskipun beberapa studi sudah dilakukan untuk membuktikannya. Beberapa pendapat mengatakan adanya predisposisi genetik untuk perkembangan psoriasis dan beberapa kondisi yang mencetuskan peningkatan aktivitas penyakit seperti misalnya infeksi, trauma kulit, sinar matahari, agen oksidan, dan stres (Takeda dkk., 2001;Rocha, 2001; Tekin dkk., 2007). Seringkali psoriasis dihubungkan dengan beberapa penyakit yaitu kardiovaskular, diabetes mellitus, dan rematoid arthritis. Peran dari keadaan patologis tersebut adalah etiologi psoriasis yang masih belum jelas (Gelfan dkk, 2007; Azfar dan Gelfan, 2008). Psoriasis adalah penyakit inflamasi Th1 yang ditandai dengan ekspansi dan aktivasi sel Th1, APC, dan sitokin Th1. Inflamasi Th1 yang kronis sangat berperan dalam patofisiologi, sindrom metabolik, diabetes, atherosklerosis dan infark miokardium. Sebagai contoh, sitokin Th1, molekul adhesi (ICAM-1, E- selectin), dan faktor angiogenik (VEGF) meningkat pada psoriasis, dan penyakit arteri koroner. Mediator-mediator inflamasi ini memiliki efek pleiotropik pada beberapa proses, seperti misalnya angiogenesis, insulin signaling, adipogenesis, dan metabolisme lipid, trafficking sel imun, dan proliferasi epidermis (Creamer, 2002). Pada tabel 2.2 di bawah ini adalah tabel beberapa peneliti peran trigliserida dan HDL yang berhubungan dengan psoriasis. Inflamasi kronis dapat menyebabkan disfungsi pada beberapa sistem organ. Sitokin Th1 seperti tumor necrosis factor-α (TNF-α) meningkat pada kulit dan

36 36 darah pasien psoriasis dan merekrut lebih banyak sel T ke kulit dan persendian, meningkatkan proses angiogenesis dan hiperproliferasi epidermal (Goiris dkk, 2006). Selain itu TNF-α juga disekresikan pada jaringan adiposa dan merupakan gambaran yang penting dalam obesitas kronik. TNF-α dapat menyebabkan resistensi insulin melalui berbagai jalan seperti misalnya mengganggu insulin signaling dengan menghambat aktivitas tirosine kinase dari reseptor insulin melalui aktivasi peroxisome proliferator activated reseptor (PPAR)δ yang meningkatkan proliferase epidermal, modulasi adipogenesis dan metabolisme glukosa, dan melalui supresi adiponectin yang merupakan molekul anti inflamasi yang penting dalam regulasi sensitivitas insulin (Reynoso dkk, 2003). Selain itu, inflamasi kronis psoriasis akan meningkatkan insulin-like growth factor-ii (IGF- II) di kulit dan darah pasien psoriasis, dimana IGF-II dapat meningkatkan proliferasi epidermis, modulasi massa lemak tubuh dan metabolisme lemak. Hal ini berkaitan dengan hiperlipidemia atau ketidakseimbangan kadar HDL dan trigliserida baik pada hewan coba maupun pada manusia (Cohen dkk., 2007; Zuliani,2007; Kaji H, 2013). Tabel 2.2 Hasil beberapa peneliti tentang hubungan kadar Trigliserida dan HDL dengan Psoriasis Peneliti Metode Mean+ SD Dsouza dkk, 2013 Case-control, Population TG Case Control ,4 P>0.05 NS HDL Case Control 47,2+8,0 47,11+11,1 NS Bhat dkk, 2012 Case-control TG Case Control 94,55+40,87 174,1+81,54 P<0,001 HDL Case Control ,54 42,55+14,16 NS Bajaj dkk, 2009 Case-control TG Case Control 175,91+46,55 147,12+9,72 P<0,001

37 37 Dreiher dkk, 2008 Akhyani dkk, 2007 Javidi, 2007 Carneiro dkk, 2006 NS Non significant HDL Case Control Case-control TG Case Control HDL Case Control Crosssectional TG Case Control HDL Case Cantrol Crosssectional TG Case Control HDL Case Control Crosssectional TG Case Control 37,81+10,78 41,41+9,72 P<0,001 >200 (15,9 %) OR=1,21 <200 (13,5 %) P<0,001 >40 (24,9 %) OR=1,18 <40 (21 %) P<0, ,30+55,24 115,84+47,28 P< ,64+7,91 41,32+7,73 NS 265,7+114,3 174,5+81,2 P<0,05 38,3+3,6 44,4+6,4 NS >150 (36,2 %) <150 (13,8 %) P<0,001 HDL Case Low (61,0 %) Normal (19,2 %) P<0,001 Dari berbagai penelitian tersebut diatas, masih banyak perbedaan hasil dengan metode yang berbeda-beda. Banyak peran HDL sebagai antiinflamasi sebagai berikut; menghambat sitokin yang menstimuli ekspresi molekul adesi terhadap sel endotel seperti : Vascular cell adhesion molecule-1, Intercellular adhesion molecule-1 dan E- selectin.menghambat sitokin TNF-α yang mensintesis IL-6, sitokin ini sebagai sitokin proinflamasi (Zuliani,2007; Das dkk.;2012; Kaji; 2013). Pada gambar 2.4 dibawah ini tampak jelas peran antiinflamasi dari HDL, terutama terhadap ICAM-1 dan VCAM-1.

38 38 Gambar 2.4Efek Antiinflamasi dari HDL. High density lipoprotein (HDL) memiliki efek ant inflamasi, terutama terhadap efek pada pada sel endotel telah banyak buktinya. Penelitian In vitr telah menunjukkan bahwa HDL lipoprotein dari manusia dengan komponen utamanya adala apolipoprotein AI (apoa-i), dapat menghambat ekspresi VCAM 1 dan ICAM-1 pada sel endote dan mengurangi pengikatan monosit ke permukaan endotel, hal ini menyebabkan terhambatny migrasi sel-sel radang dari pembuluh darah (Barter, 2004) Perubahan vaskuler terjadi pada lapisan dermis lesi psoriasis yaitu berupa dilatasi kapiler dan angiogenesis. Peningkatan dari vaskuler endothelial growth factor (VEGF/VPF) oleh keratinosit yang distimulasi oleh TGF-α (yang diproduksi sel T dan keratinosit) akan menyebabkan angiogenesis dan hipermeabilitas vaskuler. TNFα juga merupakan promotor terjadinya angiogenesis dan peradangan pada endotel dermis, hal ini yang menyebabkan lesi psoriasis yang eritematous (De Rie dkk, 2004; Schon dan Boehncke, 2005; Gudjonsson dan Elder, 2008). Peningkatan kadar trigliserida dapat memprovokasi akumulasi lipid pada dinding arteri, memicu respon inflamasi awal di endotel vaskularyang mengekspresikan molekul adhesi. Lipoprotein lipase (LPL) memainkan peran penting dalam metabolisme lipid dengan hidrolisis trigliserida hal ini terjadi

39 39 stimulasi endothelial vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM1) melalui sintesis synthetic peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR), demikian juga halnya dengan ICAM-1 yang ke duanya dapat memobilisasi sitokin proinflamasi seperti IL-6, IFN-gamma dan TNF-alpha. Sebagai hasil akhir terjadinya diferensiasi dan proliferasi dari keratinosit (Ziouzenkova,2003; Wang, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Svenungsson dkk, 2003 menunjukkan bahwa tingginya kadar trigliserida dan rendahnya kadar HDL merupakan petanda aktivitas penyakit lupus eritematosus sistemik melalui peningkatan regulasi dari TNF-alpha dan TNF-Receptor system.kesimpulan ini mendukung konsep bahwa setiap perubahan dalam plasmalipoprotein berhubungan dengan kadar plasma trigliserida berkontribusi pada peningkatan risiko penyakit inflamasi seperti kardiovaskuler, psoriasis, lupus eritematosus (Savoju dkk., 2008; Feinggold dkk., 2012). Banyak fakta mengatakan bahwa, selain gangguan keratinosit, psoriasis juga terjadi disfungsi endotel pada dermis psoriasis, demikian juga hal yang sama terjadi pada penyakit kardiovaskuler. Kelainan endotel dimediasi oleh trigliserida melalui faktor-faktor pertumbuhan lainnya (Norata dkk., 2006; Mallbris dkk., 2008; Simone dkk., 2011; Brezinki dkk., 2013) 2.6 Metabolisme lipid dan Psoriasis Banyak fakta menunjukkan bahwa antara plak psoriasis dengan plak aterosklerosis memiliki hubungan patogenesis yang mirip, dengan kata lain gangguan metabolisme lipid yang dikenal sebagai metabolik sindrom dalam hal ini kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang tinggi memegang peran

40 40 penting. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa dasar patologis psoriasis adalah proliferasi keratinosit juga akibat gangguan imunologis. Peran trigliserida dan HDL memegang peran sentral dalam proses patologi psoriasis (Ghasibadeh dkk 2010; Padhi dkk 2013). Gambar 2.5 Skema singkat proses perkembangan proses radang yang terjadi antara psoriasis dan aterosklerosis. Dalam kelenjar getah bening, sel penyaji antigen (APC) mengaktifkan naif sel T untuk meningkatkan ekspresi leukocyte-function-associated antigen-1 (LFA-1). Sel T yang aktif akan bermigrasi (ekstravasasi) ke pembuluh darah dan terikat pada endotel. Selain itu intercellular adhesion molecule-1(icam-1) akan berinteraksi dengan sel dendritik, makrofag dan keratinosit pada lesi Pada akhirnya makrofag mensekresi kemokin dan sitokin yang berperan dalam proses inflamasi, sehingga terjadi pembentukan plak psoriasis atau plak aterosklerosis(ghasibadeh dkk 2010).

41 41 Dari uraian di atas tampak bahwa peranan lipid sangat besar dalam patogenesis psoriasis, dalam hal ini keseimbangan antara trigliserida dan HDL. HDL selain sebagai mediator antiinflamasi juga sebagai antioksidan, sangat berperan dalam menekan sintesis IL-6, IL-8, TNF, dan IFN-gamma. Sitokin proinflamasi ini akan meningkatkan peran epidermal growth factos, nerve growth factors, ICAM-1 dan VCAM yang pada akhirnya akan meningkatkan diferensiasi dan proliferasi keratinosit. Trigliserida merupakan lipoprotein yang bersifat proinflamasi menyatakan bahwa salah satu faktor risiko kejadian psoriasis adalah gangguan profil lipid terutama kadar trigliserida yang tinggi dan kadar HDL yang rendah sebagai salah satu faktor risiko, walaupun masih ada beberapa peneliti yang menemukan hal yang berbeda peran HDL dan trigliserida pada psoriasis. Kedua lipid tersebut berperan dalam patogenesis psoriasis secara tidak langsung, tetapi melalui stimulasi sel T helper dengan meningkatkan produksi sitokin inflamasi seperti IL-1, IL-6, IFN-gamma dan sitokin proinflamasi lainnya. IL-6 memegang peran yang dominan dalam proliferasi sel keratinosit dan peradangan kronis, sebagai gambaran klinis tampak sebagai psoriasis, melalui stimulasi epidermal growth factor, nerve growth factor dan endothelial growth factor, yang pada akhirnya menyebabkan proliferasi keratinosit dan peradangan pada lesi psoriasis. Namun peran kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang tinggi pada psoriasis belum ada kesepakatan, selain itu apakah ke dua profil lipid tersebut dapat sebagai faktor risiko terjadinya psoriasis, kiranya perlu dilakukan penelitian case-control untuk mengetahui rasio Odds dari profil lipid tersebut.

42 42 BAB III KERANGKA PIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pikir Dari uraian di atas tampak bahwa keseimbangan antara trigliserida dan HDL berperan dalam patogenesis psoriasis. HDL selain sebagai mediator antiinflamasi juga sebagai antioksidan, sangat berperan dalam menekan sintesis IL-6, IL-8, TNF-alpha dan IFN-gamma. Sitokin proinflamasi ini akan meningkatkan peran epidermal growth factos, nerve growth factors, ICAM-1 dan VCAM yang pada akhirnya akan meningkatkan diferensiasi dan proliferasi keratinosit. Trigliserida sebagai kolesterol proinflamasi yang dapat menstimuli Th1 dan sel penyaji antigen untuk memproduksi sitokin-sitokin proinflamasi. Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang tinggi pada psoriasis bermakna dibandingkan subjek yang tidak menderita psoriasis, namun hasil ini masih kontroversi dan di Indonesia belum banyak penelitian yang menilai tingginya trigliserida dan rendahnya HDL sebagai faktor risiko terhadap psoriasis. Oleh karena itu kiranya perlu dilakukan penelitian case-control untuk mengetahui rasio Odds dari profil lipid tersebut. 42

43 Kerangka Konsep Trigliserida dan HDL Pola diet IL-6 IL-17 IFN-gamma TNF-alpha Proliferasi keratinosit Peradangan kronis Psoriasis Faktor Genetik Kortikosteroid sistemik Infeksi Streptococcus Stress psikologis Keterangan : Diteliti T Tidak diteliti 3.3 Hipotesis Penelitian: Kadar HDL yang rendah merupakan faktor risiko pada psoriasis vulgaris Kadar trigliserida yang tinggi merupakan faktor risiko pada psoriasis vulgaris.

44 44 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Untuk mengetahui kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang tinggi terhadap kejadian psoriasis vulgaris maka dilakukan penelitian observasional analitik dengan menggunakan rancangan case-control study. HDL Trigliserida KASUS (PSORIASIS) HDL Trigliserida N N Tidak berpasangan (unmatching) HDL Trigliserida KONTROL NON PSORIASIS HDL Trigliserida N N 44

45 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Poli Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah, Denpasar Penelitian dilaksanakan mulai bulan Nopember Januari Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi target adalah pasien psoriasis vulgaris, orang Indonesia yang didiagnosis secara klinis dan histopatologi. 2. Populasi terjangkau adalah pasien psoriasis vulgaris, orang Indonesia yang berobat di RSUP Sanglah, Denpasar periode Nopember 2012 Januari Kriteria Inklusi 1. Pasien dengan diagnosis Psoriasis Vulgaris dan berusia 15 tahun 60 tahun sebagai kasus. 2. Pasien dengan non Psoriasis Vulgaris dan berusia 15 tahun - 60 tahun sebagai kontrol. 3. Bersedia mengikuti prosedur penelitian dengan menandatangani surat persetujuan penelitian setelah diberi penjelasan ( informed consent ) 4. Riwayat dislipidemia Kriteria Eksklusi 1. Mendapatkan terapi sistemik kortikosteroid dalam 1 bulan terakhir atau siklosporin 2. Obesitas ( Indeks massa tubuh > 30) 3. Hipertensi ( tensi darah > 140/90)

46 46 4. Diabetes Melitus dan riwayat penggunaan obat anti diabetik. 4.4 Besa03r Sampel Penelitian Perhitungan besar sampel berdasarkan rumus Lwanga dan Lemeshow (1991): n 1= n2 = Zα p.q + Zβ { p1q1 + p0q0} ² ( p1 p0 )² n = 28,68 dibulatkan menjadi 30 Pada penelitian ini digunakan 30 case dan 30 kontrol. Keterangan : n = Besar sampel Zα = Kesalahan tipe I (ditetapkan, 1.96) p p 1 p 0 = ½ p1+p0 = proporsi case = proporsi kontrol q = 1-p Zβ = Kesalahan tipe II (ditetapkan, 0.84) q 0 = 1-p0 q 1 = 1- p1 4.5 Cara Pemilihan Sampel Dengan menggunakan consecutive sampling random dari pasien pengunjung poli kulit dan kelamin RSUP Sanglah, Denpasar yang memenuhi kriteria sampel. Setiap pasien yang didiagnosis sebagai Psoriasis Vulgaris dipakai sebagai case. Setiap case akan dipilihkan satu pasien non Psoriasis sebagai control secara random pada hari yang sama.

47 Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas : HDL dan Trigliserida 2. Variabel Tergantung : Psoriasis vulgaris 3. Variabel Perancu : Diabetes melitus, Obesitas,Stres Psikologi,Infeksi. 4.7 Definisi Operasional 1. Usia ditentukan berdasarkan tanggal lahir dan dinyatakan dalam satuan tahun 2. Psoriasis Vulgaris, diagnosis berdasarkan Gudjonsson, in Fitzpatrick s Dermatology HDL kolesterol dan Trigliserida akan ditentukan dengan metode CHOD PAP (Flier 2008) dikategorikan menjadi: HDL-kolesterol < 35mg/ dl. Trigliserida darah > 150mg/dl. 4. Derajat keparahan Psoriasis berdasarkan Feldman dan Krueger,2005 bila: Nilai PASI < 10 disebut Psoriasis derajat ringan. Nilai PASI disebut Psoriasis derajat sedang. Nilai PASI > 30 disebut Psoriasis derajat berat. 4.8 Prosedur Penelitian Tahap Seleksi Pasien Pemilihan Subyek Penelitian dilakukan secara klinis untuk mendapatkan pasien psoriasis vulgaris yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan. Peneliti kemudian memberikan keterangan mengenai penyakit, tujuan dan cara penelitian kepada calon Subyek Penelitian. Bila calon Subyek Penelitian setuju untuk mengikuti penelitian ini maka calon Subyek Penelitian harus mengisi dan menandatangani formulir persetujuan

48 48 (informed consent). Langkah penelitian selanjutnya akan dijalankan setelah pasien memberikan persetujuan tertulis Pencatatan Data Dasar Pencatatan meliputi identitas Subyek Penelitian, anamnesis, pemeriksaan fisik, pengukuran tekanan darah, berat badan dan tinggi badan Pemeriksaan kadar HDL dan Trigliserida Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Klinik RSUP Sanglah, Jl.Kesehatan, Denpasar. Sebelum dilakukan pemeriksaan, SP harus puasa selama 12 jam. Langkah pemeriksaan: 1. Pengambilan darah Subyek Penelitian sebanyak 3 cc dengan menggunakan spuit 3 cc lalu dipindahkan ke dalam tabung yang mengandung EDTA dan disimpan pada suhu 2-8⁰ C. 2. Darah disentrifugasi rpm selama 15 menit, kemudian serum diambil secukupnya dan dimasukan ke dalam tabung. 3. Tabung diletakan pada rak sampel pengukuran konsentrasi kadar HDLdan kadar Trigliserida. 4. Pencatatan hasil pemeriksaan kadar HDL dan kadar Trigliserida.

49 Alur Penelitian Populasi target adalah Pasien Psoriasis Vulgaris orang Indonesia Pasien Psoriasis Vulgaris, orang Indonesia yang datang ke Poliklinik Kulit & Kelamin RSUP Sanglah dari bulan November 2012 sampai Januari 2013 Penapisan Sampel -Kriteria Inklusi -Kriteria Eksklusi Eligible sampel Informed concern Kontrol Non Psoriasis Vulgaris Tidak Berpasangan Kasus Psoriasis Vulgaris Pengambilan darah: Pemeriksaan kadar HDL, kadar Trigliserida Analisis Data Simpulan

50 Analisis Data Data dianalisis dengan menggunakan bantuan program Statistical Package for Social Sciences (SPSS 18) dilakukan di pusat statistik Unud.. 1. Uji karakteristik secara deskriptif 2. Uji normalitas distribusi serum lipid darah psoriasis vulgaris dan non psoriasis dengan metode Kolmogorow Smirnov 3. Uji homogenitas distribusi serum lipid darah antara psoriasis vulgaris dan non psoriasis menggunakan uji varians dengan Lavene s Test. 4. Untuk analisis perbedaan rerata kadar TG dan HDL anara kelompok kasus dan kontrol dilakukan uji t-student 5. Analisis perbedaan proporsi dilakukan dengan Chi-square dan untuk mengetahui rasio Odds dilakukan analisis multiple regression logistic.

51 51 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian dilakukan terhadap 60 orang pasien yang terdiri dari 30 orang pasien psoriasis vulgaris dan 30 orang pasien non psoriasis yang memenuhi kriteria inklusi sebagai subjek penelitian, mulai bulan Nopember 2012 sampai dengan bulan Januari 2013 di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah, Denpasar, yang meliputi umur (tahun), jenis kelamin, pendidikan, derajat keparahan dan lama sakit. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.1 berikut. Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik Kasus (n= 30) Psoriasis Umur (tahun) >45 Jenis Kelamin Laki Perempuan Pendidikan Rendah Menengah Tinggi Derajat keparahan Normal Ringan Sedang Berat Lama sakit Tidak sakit < 5 tahun 5 15 tahun >15 tahun Kontrol (n=30) Non Psoriasis P 0, , ,329 0,001 0,001 51

52 52 Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan karakteristik subjek penelitian antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol (p>0,05), kecuali derajat keparahan dan lama menderita sakit terdapat perbedaan secara bermakna (p<0,05). 5.2 Analisis Normalitas Data Sebelum dilakukan analisis dengan uji t-independent, data hasil penelitian berupa kadar HDL dan trigliserida pada sampel diuji dengan Kolmogoronov- Smirnov untuk mengetahui normalitas data. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa data kadar HDL berdistribusi normal (K-S = 0,939; p = 0,341), demikian juga data kadar trigliserida berdistribusi normal (K-S = 1,068; p = 0,204). (a) (b) Gambar 5.2. Histogram normal: (a) HDL; (b) Trigliserida 5.3 Perbedaan Kadar HDL dan Trigliserida antara Kelompok Kasus dengankelompok Kontrol Perbedaan rerata kadar HDLdan trigliserida antara kelompok kasus dengan kelompok kontroldianalisis dengan uji t-independent. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.2.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis 2.1.1. Definisi dan Sejarah Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronik dengan karakteristik berupa plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema batas tegas ditutupi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif dengan patogenesis yang masih belum dapat dijelaskan dengan pasti hingga saat ini. Pasien dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA Psoriasis vulgaris adalah suatu penyakit peradangan kulit kronis, dengan gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai ukuran yang ditutupi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema ditutupi sisik tebal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik residif yang ditandai dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran lesi yang khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan proliferasi berlebihan di epidermis. Normalnya seseorang mengalami pergantian kulit setiap 3-4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis dengan karakteristik proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis berupa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronis residif dengan lesi yang khas berupa plak eritema berbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan seperti trauma, infeksi atau obat-obatan (Van de Kerkhof, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan seperti trauma, infeksi atau obat-obatan (Van de Kerkhof, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang diperantarai oleh sistem imun dan disebabkan oleh kombinasi dari predisposisi poligenik serta pemicu dari lingkungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat proses tersebut maka tampak skuama, eritema dan indurasi. 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat proses tersebut maka tampak skuama, eritema dan indurasi. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.I Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis ditandai dengan adanya hiperkeratosis dan penebalan lapisan epidermis yang diikuti dengan peningkatan vaskularisasi dan infiltrasi sel radang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronis, dan sering rekuren, dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai ukuran yang ditutupi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang sering dijumpai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang sering dijumpai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang sering dijumpai namun penyebab utama masih belum diketahui secara pasti. Pada penyakit ini dapat terjadi papul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. warna kulit. Skin tag juga disebut achrochordon, softwart, soft fibroma, polip

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. warna kulit. Skin tag juga disebut achrochordon, softwart, soft fibroma, polip BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Skin Tag Skin tag merupakan suatu tumor jinak kulit yang umum dijumpai pada penderita obesitas. Tampilannya berupa tonjolan kecil, lunak dan berwarna seperti warna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita 12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis 2.1.1. Definisi dan Sejarah Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit kronis yang di mediasi oleh sistem imunitas sel T dan dikarakteristikkan sebagai perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sindroma ovarium polikistik (SOPK) adalah sindroma disfungsi ovarium dengan karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fibrosa yang longgar. Skin tag dapat berupa tonjolan kecil, lunak dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. fibrosa yang longgar. Skin tag dapat berupa tonjolan kecil, lunak dan mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skin tag merupakan suatu tumor jinak kulit yang terdiri dari jaringan fibrosa yang longgar. Skin tag dapat berupa tonjolan kecil, lunak dan mempunyai tangkai yang

Lebih terperinci

Psoriasis Vulgaris Definisi Epidemiologi Etiologi

Psoriasis Vulgaris Definisi Epidemiologi Etiologi Psoriasis Vulgaris Definisi Psoriasis merupakan sebuah penyakit autoimun kronik residif yang muncul pada kulit. Penyakit ini tergolong dalam dermatosis eritroskuamosa dan bersifat kronik dan residif. Penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Artritis Reumatoid Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun dengan karakteristik adanya inflamasi kronik pada sendi disertai dengan manifestasi sistemik seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian tertinggi di dunia. Hal ini disebabkan oleh karena meningkatnya populasi kematian usia produktif di banyak

Lebih terperinci

ABSTRAK KADAR SEROTONIN SERUM YANG RENDAH MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA PSORIASIS

ABSTRAK KADAR SEROTONIN SERUM YANG RENDAH MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA PSORIASIS ABSTRAK KADAR SEROTONIN SERUM YANG RENDAH MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA PSORIASIS Psoriasis merupakan penyakit kulit multifaktorial yang diduga dapat disebabkan oleh stres psikologis. Salah satu marker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Vitiligo merupakan suatu gangguan pigmentasi, ditandai dengan adanya depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya fungsi melanosit epidermis

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis 2.1.1. Definisi Psoriasis adalah penyakit kulit kronik-residif yang ditandai adanya epidermis yang hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal (Jean et al., 2011).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pruritus uremia (PU) masih merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang signifikan ditemukan pada 15%

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 tahun ini bertambah 2 kali lipat. Penderita DM mempunyai resiko terhadap penyakit kardiovaskular 2 sampai 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolesterol dan lemak dibutuhkan tubuh sebagai penyusun struktur membran sel dan bahan dasar pembuatan hormon steroid seperti progesteron, estrogen dan tetosteron. Kolesterol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi gangguan fungsi sawar kulit dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit di bidang Dermatologi. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh adanya disfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya dengan gambaran klinis yang luas serta tampilan perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1% dari

BAB I PENDAHULUAN. hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Vitiligo adalah kelainan pigmentasi kulit yang didapat, ditandai dengan adanya makula hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1%

Lebih terperinci

Cara diagnosis dan pengobatan psoriasis TEKNIK DIAGNOSA DAN PENGOBATAN PSORRIASIS DENGAN VIDEO

Cara diagnosis dan pengobatan psoriasis TEKNIK DIAGNOSA DAN PENGOBATAN PSORRIASIS DENGAN VIDEO Cara diagnosis dan pengobatan psoriasis TEKNIK DIAGNOSA DAN PENGOBATAN PSORRIASIS DENGAN VIDEO PENDAHULUHAN Psoriasis adalah penyakit kulit kronik residif dengan lesi yang khas berupa bercakbercak eritema

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Data World Heart Organization menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah koroner, yang terutama disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga 54 BAB VI PEMBAHASAN Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga berperan sebagai Immunological recovery pada saat memulai terapi ARV sehingga dapat memaksimalkan respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

JOURNAL READING MANAGEMENT OF PSORIASIS

JOURNAL READING MANAGEMENT OF PSORIASIS JOURNAL READING MANAGEMENT OF PSORIASIS Oleh : Cintya Dunihapsari 01.211.6354 Pembimbing : dr. Eko Kristanto, Sp.KK Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Kota Semarang FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena semakin banyaknya peralatan-peralatan yang mengandung nikel digunakan seharihari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena semakin banyaknya peralatan-peralatan yang mengandung nikel digunakan seharihari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis kontak nikel 2.1.1 Pendahuluan Dermatitis kontak terhadap nikel semakin lama semakin sulit untuk dihindari, karena semakin banyaknya peralatan-peralatan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1 Pendahuluan Teori infeksi fokal, yang populer pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, menyebutkan bahwa fokus dari suatu kondisi spesies bertanggung jawab terhadap inisiasi dan berkembangnya sejumlah penyakit

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 mengumumkan 4 penyakit tidak menular (PTM) termasuk penyakit kardiovaskular (48%), kanker (21%), pernapasan kronis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berwarna keputihan. Penyakit ini umumnya mengenai daerah ekstensor. pada tiap populasi bervariasi di berbagai belahan dunia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berwarna keputihan. Penyakit ini umumnya mengenai daerah ekstensor. pada tiap populasi bervariasi di berbagai belahan dunia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik yang umum dijumpai, bersifat rekuren dan melibatkan beberapa faktor misalnya; genetik, sistem imunitas, lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dislipidemia Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang jumlahnya akan mengalami peningkatan di masa datang (Suyono, 2014). Diabetes melitus adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akne vulgaris merupakan kelainan yang sering dijumpai pada struktur kelenjar sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata Kering (MK) merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan ketidakmampuan mata untuk mempertahankan jumlah air mata yang cukup pada permukaan bola mata. MK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diabetes melitus ditandai oleh adanya hiperglikemia kronik

Lebih terperinci

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

7.2 CIRI UMUM SITOKIN BAB 7 SITOKIN 7.1 PENDAHULUAN Defnisi: Sitokin adalah senyawa protein, dengan berat molekul kira-kira 8-80 kda, yang merupakan mediator larut fase efektor imun natural dan adaptif. Nama dari sitokin bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma (Anwar, 2004). Banyak penelitian hingga saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia dan prevalensinya akan terus bertambah hingga mencapai 21,3 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu peradangan kronik dari folikel pilosebasea yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas (Siregar, 2013). Gambaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rheumatoid arthtritis 1. Definisi Kata arthtritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthtron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari kelenjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma (juga dikenal sebagai chloasma atau topeng kehamilan) berasal dari bahasa Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Studi kasus kontrol pada 66 orang pasien terdiri atas 33 orang sampel

BAB VI PEMBAHASAN. Studi kasus kontrol pada 66 orang pasien terdiri atas 33 orang sampel 52 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Sampel Penelitian Studi kasus kontrol pada 66 orang pasien terdiri atas 33 orang sampel hamil dengan preeklamsi, dipakai sebagai kelompok kasus dan 33 sampel hamil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak,

I. PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing-masing melebihi 20% dan 25% dari berat tubuh (Siagian, 2004). Obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit jantung koroner (PJK) yangmemiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian penderita. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reaksi imun berupa plak eritematosa, skuama berwarna putih keperakan berlapislapis,

BAB I PENDAHULUAN. reaksi imun berupa plak eritematosa, skuama berwarna putih keperakan berlapislapis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis merupakan penyakit peradangan kulit kronik residif didasari oleh reaksi imun berupa plak eritematosa, skuama berwarna putih keperakan berlapislapis, berbatas

Lebih terperinci

ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT

ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT Pendahuluan Kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid merupakan lipid utama di tubuh Trigliserida didistribusikan ke dalam otot sebagai sumber energi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis seboroik merupakan suatu kelainan kulit papuloskuamosa kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang banyak mengandung kelenjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Endometriosis adalah pertumbuhan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) diluar kavum uterus. Terutama pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok 1. Pengertian Rokok Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh kemudian dibungkus dengan kertas rokok berukuran panjang 70 120 mm dengan diameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen pada kulit, penurunan daya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara global Penyakit Tidak Menular (PTM) membunuh 38 juta orang setiap tahun. (1) Negara Amerika menyatakan 7 dari 10 kematian berasal dari PTM dengan perbandingan

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci