BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Definisi dan Sejarah Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronik dengan karakteristik berupa plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis, dan berwarna putih keperakan terutama pada siku, lutut, kepala, punggung, umbilikus dan lumbal. 3 Psoriasis adalah nama yang diberikan oleh seorang dermatologi asal Vienna, Ferdinan von Hebra pada tahun Kata psoriasis berasal dari bahasa Yunani yaitu psora yang berari gatal, meskipun sebagian besar pasien tidak mengeluhkan rasa gatal. Pada masa lalu, psoriasis dikenal sebagai bentuk dari penyakit kusta. Namun pada tahun 1841 akhirnya penyakit ini diberi nama psoriasis yang dianggap sebagai penyakit radang kulit kronik yang melibatkan faktor genetik dalam patogenesisnya Epidemiologi Psoriasis dijumpai di seluruh dunia dengan prevalensi yang berbeda-beda dipengaruhi oleh ras, geografis, dan lingkungan. Di Amerika Serikat terjadi pada 2% dari populasi atau sekitar kasus baru per tahun. Insiden tertinggi di Denmark (2,9%) sedangkan rerata di Eropa Utara sekitar 2%. 3 Insiden psoriasis pada laki- laki dan perempuan hampir sama, namun dan meningkat sesuai usia. 29 Psoriasis vulgaris dapat terjadi pada semua umur, tetapi jarang pada umur dibawah 10 tahun. Paling sering terjadi antara umur 15 sampai 30 tahun. 3 Onset 7

2 8 sebelumnya umur 40 tahun umumnya menunjukkan kerentanan genetik yang lebih besar dan lebih parah bahkan berdampak pada kekambuhan psoriasis vulgaris. 30 Banyak penelitian menunjukkan bahwa jika psoriasis timbul lebih awal, akan dapat menetap seumur hidup dan bermanifestasi dalam jangka waktu yang tidak dapat ditentukan. Studi longitudinal menunjukkan remisi spontan dapat terjadi pada sekitar sepertiga pasien psoriasis dengan frekuensi yang bervariasi Gambaran Klinis Keluhan utama pasien psoriasis adalah lesi yang terlihat, rendahnya kepercayaan diri, gatal dan nyeri terutama jika mengenai telapak tangan, telapak kaki dan daerah intertriginosa. Selain itu psoriasis dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bukan hanya oleh karena keterlibatan kulit, tetapi juga menimbulkan arthritis psoriasis. Gambaran klinis psoriasis adalah plak eritematosa sirkumskrip dengan skuama putih keperakan diatasnya dan tanda Auspitz. Warna plak dapat bervariasi dari kemerahan dengan skuama minimal, plak putih dengan skuama tebal hingga putih keabuan tergantung pada ketebalan skuama. 3 Pada umumnya lesi psoriasis adalah simetris. Beberapa pola dan lokasi Psoriasis antara lain: Psoriasis vulgaris Merupakan bentuk yang paling umum dari psoriasis dan sering ditemukan (80%). Psoriasis ini tampak berupa plak yang berbentuk sirkumskrip. Jumlah lesi pada psoriasis vulgaris dapat bervariasi dari satu hingga beberapa dengan ukuran mulai 0,5 cm hingga 30 cm atau lebih. Lokasi psoriasis vulgaris yang paling sering dijumpai adalah ekstensor siku, lutut, sakrum dan scalp. Selain lokasi tersebut diatas, psoriasis ini dapat juga timbul di lokasi lain. 3

3 Psoriasis gutata Lesi psoriasis ini menetap selama 2-3 bulan dan akhirnya akan mengalami resolusi spontan. Pada umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja yang seringkali diawali dengan radang tenggorokan Psoriasis pustulosa generalisata (Von Zumbusch) Psoriasis jenis ini tampak sebagai erupsi generalisata dengan eritema dan pustul. Pada umumnya diawali oleh psoriasis tipe lainnya dan dicetuskan oleh penghentian steroid sistemik, hipokalsemia, infeksi dan iritasi lokal Psoriasis pustulosa lokalisata Nama lain dari tipe ini disebut juga dengan pustulosis palmoplantar persisten. Psoriasis ini ditandai dengan eritema, skuama dan pustul pada telapak tangan dan kaki biasanya berbentuk simetris bilateral Diagnosis Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan histopatologi. Apabila ditemukan fenomena tetesan lilin, fenomena Auzpitz dan fenomena Koebner dapat memberikan diagnosis yang tepat. 1, Etiologi dan Faktor Pencetus Penyebab penyakit psoriasis belum diketahui meskipun telah dilakukan penelitian dasar dan klinis secara intensif. Diduga merupakan interaksi antara faktor genetik, sistem imunitas, dan lingkungan. Sedangkan tiga komponen patogenesis dari psoriasis adalah infiltrasi sel-sel radang pada dermis, hiperplasia epidermis, dan diferensiasi keratinosit yang abnormal. 1

4 Faktor genetik Sekitar 1/3 orang yang terkena psoriasis melaporkan riwayat penyakit keluarga yang juga menderita psoriasis. Pada kembar monozigot resiko menderita psoriasis sebesar 70% bila salah seorang menderita psoriasis. Apabila orang tua tidak menderita psoriasis maka resiko mendapat psoriasis sebesar 12%, sedangkan bila salah satu orang tua menderita psoriasis maka resiko terkena psoriasis meningkat menjadi 34-39%. Berdasarkan onset penyakit dikenal dua tipe yaitu psoriasis tipe 1 dengan onset dini yang bersifat familial dan Psoriasis tipe II dengan onset lambat yang bersifat non familial. 31 Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik adalah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkaitan dengan HLA-B Pada analisa Human Leukocyte Antigen (HLA) yang spesifik dalam suatu populasi, didapatkan bahwa suseptibilitas terhadap psoriasis berhubungan dengan Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas I dan II pada atau dekat dengan kromosom 6 dan lainnya berada di kromosom 17. Lokus Psoriasis Susceptibilitas 1 (PSORS1) dianggap sebagai lokus yang terpenting untuk psoriasis. Hal ini disebabkan PSORS1 berkaitan pada lebih dari 50% kasus psoriasis. Lokus susceptibilitas lainnya 17q25 (PSORS2), 4q34 (PSORS3), 1q21 (PSORS4), 3q21 (PSORS5), 19p13 (PSORS6), 1p32 (PSORS7), 16q (PSORS8), dan 4q31 (PSORS9), 18p11 (PSORS 10), 5q31-q33 (PSORS 11) dan 20q12 (PSORS12). Pada onset lanjutan yang merupakan tipe 2 didapatkan gambaran HLA-Cw2 yang menonjol. Individu yang

5 11 memiliki HLA-B17 dan HLA-B13 memiliki kemungkinan untuk menderita psoriasis 5 kali lebih banyak dari individu normal. 1, Faktor imunologi Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis umumnya ditemukan limfosit T di dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit limfositik dalam epidermis. Pada lesi baru umumnya lebih didominasi oleh sel limfosit T CD8. Lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya meningkat. Sel Langerhans juga berperan dalam imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis dimulai dengan adanya pergerakan antigen baik endogen maupun eksogen pada sel Langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lainnya 27 hari. 33 Nickoloff berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih 90% dapat mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif. Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebutkan dalam kepustakaan diantaranya adalah stress psikis, infeksi lokal, trauma (fenomena kobner), endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok. Stress psikis merupakan faktor pencetus utama. Infeksi lokal mempunyai hubungan erat dengan psoriasis gutata, sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. 32

6 Faktor pencetus Penyebab dan patogenesis psoriasis vulgaris belum diketahui dengan pasti, secara patologis terjadi proliferasi yang berlebihan pada keratinosit dan peradangan kronis, sehingga penyakit ini bersifat kronik-residif. 34 Faktor pencetus lokal terjadinya psoriasis antara lain trauma, paparan sinar ultraviolet, dan lokasi lesi psoriasis vulgaris. Berbagai trauma baik fisik, kimiawi, bedah, infeksi dan peradangan, dapat memperberat atau mencetuskan lesi psoriasis. Lesi psoriasis yang ditrauma disebut Fenomena Kobner. Salah satunya akibat paparan sinar matahari juga mangakibatkan eksersebasi melalui reaksi kobner. Beberapa penelitian menyatakan terjadinya keparahan penyakit seiring dengan meningkatnya paparan sinar matahari. 1,3,35 Adapun faktor pencetus sistemik antara lain: infeksi, obat, konsumsi alkohol, stress, endokrin, dan Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), infeksi bakteri, virus, atau jamur dapat mencetuskan terjadinya psoriasis vulgaris. Bakteri dapat menghasilkan endotoksin yang berfungsi sebagai superantigen yang dikemudian hari akan meningkatkan aktivasi sel limfosit T, makrofag, sel Langerhans, dan keratinosit. Beberapa obat yang dapat mencetuskan perkembangan lesi psoriasis antara lain: NSAID, lithium, ACE inhibitor, gemfibrosil, dan beta-bloker. 36 Mekanisme ekserbasi psoriasis akibat obat-obatan lainnya belum diketahui. Konsumsi alkohol juga dilaporkan dapat mencetuskan psoriasis walaupun mekanismenya belum diketahui. Hubungan antara stress dan eksaserbasi psoriasis belum jelas namun diduga karena mekanisme neuroimunologis. Psoriasis dilaporkan akan bertambah buruk dengan timbulnya stress yaitu pada 30-40% kasus. Pada saat periode premenstruasi, lesi psoriasis

7 13 dikatakan sering kambuh. Angka kejadian psoriasis meningkat pada waktu pubertas dan menopause dan diduga peranan dari faktor endokrin. Psoriasis pada pasien HIV lebih berat karena terjadi defisiensi sistem imun Imunopatogenesis Psoriasis Penyebab dan patogenesis psoriasis belum diketahui dengan pasti, banyak sistem dalam tubuh berperan dalam patogenesis psoriasis, banyak komponen, elemen mediator yang terlibat terhadap terjadinya atau kekambuhan psoriasis. 38, Gangguan diferensiasi keratinosit Secara patologis, psoriasis ditandai dengan adanya hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal dari keratinosit epidermis, infiltrasi limfosit yang terutama terdiri dari limfosit T dan berbagai perubahan vaskular endotel di lapisan dermis, seperti angiogenesis dan dilatasi pembuluh darah. Lapisan epidermis berdiferensiasi berlebihan yang berbeda dengan sel normal, pada psoriasis keratinosit membentuk amplop cornified (CE) yang mudah terjadi pengelupasan, pembentukan lapisan korneum yang berlebihan mengakibatkan penebalan epidermis. Pada fase akhir, kapilarisasi dermal yang luas menyebabkan infiltrasi sel radang pada ikatan dermal-epidermal yang tampak sebagai papilomatosis, merupakan gambaran khas pada psoriasis. Beberapa mediator sebagai penanda diferensiasi keratinosit yang abnormal pada psoriasis; transglutaminase I (TGase- K), skin-derived antileukoproteinase (SKALP), migration inhibitory factorrelated protein-8 (MRP-8), Involucrin, Filaggrin. 39,40 TGase K mengkatalisis untuk terbentuknya CE, yang penting pada lesi psoriasis. SKALP yang hanya ditemukan pada lesi psoriasis, mediator ini merupakan polipeptida inhibitor elastase dominan, yang disekresikan oleh

8 14 keratinosit epidermal. Elastase adalah lysosomal serin proteinase yang spesifik untuk degradasi elastin, protein walaupun fungsi biokimia tidak sepenuhnya dipahami, namun ditemukan pada psoriasis dan penyakit inflamasi lainnya, tidak pada kulit normal. Peran MRP-8 dalam reorganisasi sitoskeleton selama patogenesis psoriasis. Involucrin, merupakan prekursor protein yang membantu untuk menstabilisasikan CE. Pada kulit normal, protein ini merupakan konstituen utama dari CE pada tahap awal pembentukan epidermis, involucrin tetap konstituen utama dari CE selama proses maturasi. Filaggrin yang biasanya ditemukan pada stratum granular epidermis, namun pada lesi psoriasis tidak ditemukan Hiperproliferasi keratinosit Hiperproliferasi keratinosit adalah kategori kedua gejala psoriasis vulgaris. Beberapa penyebab biokimiawi yang mungkin menyebabkan produksi keratinosit berlebihan telah ditemukan pada lesi psoriasis: Epidermal Growth Factor (EGF), Bone Morphogenetic Protein-6 (BMP-6), Transforming Growth Factor-alpha (TGF-α), Activating Protein (AP-1) dan Mitogen-activated protein kinase (MAPK). 8,40 Epidermal Growth Factor menstimuli pertumbuhan dan diferensiasi lapisan epidermis, merupakan mediasi respon seluler dengan mengikat reseptor spesifik. Ikatan EGF terhadap sel imun dua kali lipat pada lapisan atas epidermis. Peningkatan kekuatan mengikat dapat menyebabkan stimuli yang berlebihan pertumbuhan keratinosit sehingga menyebabkan hiperproliferasi. BMP-6 merupakan faktor pertumbuhan ini sudah dapat dijumpai pada bayi baru lahir, tapi biasanya menghilang setelah dewasa, kecuali pada pasien psoriasis, hal ini

9 15 menyebabkan ditemukan TGF-α dibagian atas lesi psoriasis, tetapi tidak dalam kulit normal. Vasoactive Intestinal Polipeptide (VIP), merupakan neuropeptida dengan berat molekul besar, menginduksi produksi TGF-α in vivo, sebelumnya diduga bahwa efek hiperproliferasi dari VIP dimediasi oleh peningkatan level dari cyclic adenosine monophosphate (camp) yang disebabkan oleh aktivitas adenylate cyclase, namun penelitian lain menunjukkan bahwa VIP menstimuli pertumbuhan keratinosit melalui TGF-α. AP-1 sebuah kompleks dari oncoproteins, menstimulasi ekspresi banyak gen yang penting dalam proliferasi sel dan inflamasi. Faktor-faktor ini terbukti memiliki pola ekspresi yang berbedabeda pada lesi psoriasis sehingga mediator tersebut terlibat dalam patogenesis psoriasis. Mediator terakhir, MAPK, membantu mengatur proliferasi sel. Banyak faktor pertumbuhan dan sitokin yang memodulasi aktivitas MAPK, yang lebih banyak pada fibroblas psoriasis. 8,40, Imunologi dan Inflamasi Mengawali peran imunitas pada psoriasis melalui antigen precenting cell (APC) yang akan memproses dan mempresentasikan antigen pada sel T. Antigen precenting cell ini mengekspresikan MHC klas I dan II pada permukaannya. Lapisan epidermis pada pasien psoriasis akan terjadi peningkatan jumlah dendritic cell (DC) walaupun tidak spesifik untuk penyakit ini. DC di dermis menjadi tipe APC yang berperan pada psoriasis dan terletak pada papilla dermis. Pada pasien psoriasis, jumlah DC plasmasitoid meningkat baik pada bagian kulit yang terlibat atau tidak, tetapi hanya aktif pada kulit yang terlibat. Proses antigen diakhiri dengan timbulnya peptida antigen di permukaan APC oleh MHC. Komplek peptide-protein ini akan dikenali secara spesifik oleh reseptor sel T (TCR). APC

10 16 yang telah aktif akan berjalan menuju limfonoid untuk mengaktifkan sel T. Interaksi sel T dan APC di limfonoid akan menstimulasi sel T. Proses ini terdiri dari dua sinyal. Sinyal pertama dihasilkan oleh komplek antigen yaitu MHC dan TCR sedangkan sinyal yang kedua berperan sebagai konstimulasi. Konstimulasi ini diperankan oleh reseptor dengan ligand pada sel T. Kemudian sinyal 1 dan 2 akan mengaktivasi sel T. 30,42 Salah satu sel dendritik yang berpengaruh dalam patogenesis psoriasis adalah sel langerhans yang mengenali dan menangkap antigen, bermigrasi ke kelenjar getah bening lokal, dan mempresentasikannya ke sel T. Aktivasi limfosit T akan menghasilkan sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α yang menyebabkan proliferasi keratinosit. Hiperproliferasi ini menyebabkan menurunnya waktu transit epidermis (perkiraan waktu yang diperlukan oleh sel kulit untuk maturasi secara normal) dari 28 hari menjadi 2-4 hari dan memproduksi sisik kemerahan yang tipikal pada psoriasis. IFN-γ juga menghambat apoptosis keratinosit dengan menstimulasi protein anti-apoptosis. 42 Gambar 2.1 Skema singkat hubungan antara psoriasis dan penyakit autoimun. Sitokin memiliki peran penting dalam patogenesis Psoriasis (Ps), psoriasis arthritis (PSA), rheumatoid arthritis (RA) dan penyakit Crohn.Skema tersebut menggambarkan interaksi antara APC, sel T dan sel lain seperti fibroblast. Interaksi ini difasilitasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel-sel imun lainnya. Tumor necrosis factor (TNF)-α, Interleukin (IL- 6),Interleukin (IL)-22,dan Interferon (IFN)-γ merupakan adalah mediator yang berperan dalam target akhir untuk diferensiasi, proliferasi dan inflamasi pada psoriasis. 43

11 17 Awalnya terjadi hiperproliferasi keratinosit akibat adanya aktivasi oleh faktor pertumbuhan seperti epidermal growth factor, nerve growth factor, endothelial growth factor dengan target sel dendritik imatur di epidermis menstimulasi sel T dari kelenjar getah bening sebagai respons terhadap stimulasi unidentified antigen. Aktivasi sel T, TNF-α, dan sel-sel dendritik adalah faktor patogenik yang distimulasi dalam respon terhadap faktor pencetus, seperti trauma fisik, inflamasi bakteri, virus, atau withdrawal kortikosteroid. Infiltrat limfosit pada psoriasis kebanyakan adalah sel T CD4 dan CD8. Setelah sel T menerima stimulasi pertamanya dan teraktivasi, menyebabkan terjadinya sintesis IL-6. Peningkatan IL-6 dari sel T yang teraktivasi dan IL-12 dari sel langerhans menstimulasi IFN- γ, TNF-α, dan IL-6, yang bertanggung jawab dalam diferensiasi, maturasi, dan proliferasi sel T menjadi sel memori efektor. Kemudian sel T bermigrasi ke kulit, dimana mereka berkumpul di sekitar pembuluh darah dermis. Ini merupakan perubahan imunologik pertama yang menyebabkan diferensiasi dan proliferasi keratinosit pada psoriasis. 44 Menurut Perez defisiensi aktivitas sel T regulator (T reg) terjadi pada pembuluh darah perifer pada pasien dengan psoriasis. Meskipun jumlah absolut sel T-reg yang bersirkulasi pada pasien psoriasis adalah normal dibandingkan pasien yang sehat, ternyata terdapat defisiensi relatif dalam kemampuan mereka untuk menekan proliferasi sel T CD4. Angiogenesis bukan kejadian awal dari patogenesis psoriasis, namun memahami mekanisme yang menyebabkan proliferasi angiogenesis dapat membantu menemukan obat anti-psoriasis yang tepat. Angiogenesis dan hiperpermeabilitas vaskular disebabkan oleh

12 18 meningkatnya produksi VEGF oleh keratinosit yang telah terstimulasi oleh TGF-α yang dihasilkan oleh sel T dan keratinosit. 43 Data terbaru menyatakan bahwa selain TNF-α, IL-20 dan IL-17 juga sangat berperan di dalam patogenesis psoriasis. IL-17 yang disekresikan oleh sel Th17 juga dapat mengaktifasi inflamasi di berbagai sistem organ. Seperti misalnya, IL-17 juga meningkat pada serum pasien dengan penyakit arteri koroner. 45,46 Sel T yang teraktivasi ini akan memasuki sistem sirkulasi menuju jaringan perifer. Sel T akan berikatan dengan endotel dimana leucocyte functionassociated antigen-1 (LFA-1) pada sel T dan intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) pada sel endotel akan berinteraksi. Setelah interaksi tersebut, diapedesis akan terjadi. Diapedesis adalah migrasi dari sel T melalui dinding pembuluh darah yang akan menuju ke dermis dan epidermis. Setelah sel T mencapai kulit, maka terjadi aktivasi kembali sel T. Sel T yang teraktivasi tersebut akan memproduksi sitokin yang dapat menyebabkan terjadinya inflamasi. CD4+ dan CD8+ sama-sama memproduksi sitokin Th1. Ekspresi yang berlebihan dari sitokin tipe-1 seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, IFNγ dan TNFα menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel netrofil. Sinyal utama dari Th1 adalah IL-12 yang merangsang produksi IFNγ intraseluler. Pada psoriasis, sel Th langsung mengatur sel B untuk menghasilkan auto-antibodi, dan yang menjadi target antigen adalah sel-sel kulit itu sendiri. Sedangkan pada psoriasis arthritis, targetnya adalah sel-sel pada sendi. Apabila produksi sitokin terlalu berlebihan akan menimbulkan kerusakan pada kulit yang berat. Dari penelitian terbaru menyimpulkan bahwa mayoritas sel T CD4+ pada lesi kulit psoriasis adalah sel T yang memproduksi

13 19 IL-22 dan IL-17. Sumber utama IL-22 pada lesi psoriasis adalah sel Th17 dan Th1. Adanya single-nucleotide polymorphisms (SNPs) pada gen reseptor IL-23 yang berhubungan dengan psoriasis akan mendukung peran sel Th17 didalam imunopatogenesis psoriasis. 30,33,48 IL-15 dihasilkan oleh fagosit mononuclear dan beberapa sel lainnya, terutama makrofag setelah diinfeksi oleh virus, interleukin ini merupakan faktor pencetus yang memiliki keterlibatan dengan sel-sel inflamasi, angiogenesis dan menghasilkan IFN-γ, TNF-α, dan IL-17 yang semuanya mengatur plak psoriasis. IL-2 berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel T sedangkan IFN-γ dapat menghambat apoptosis keratinosit yaitu dengan cara menstimulasi ekspresi protein anti apoptosis B cell lymphoma-x (Bcl-x) yang memungkinkan terjadinya hiperploriferasi keratinosit. Target spesifik untuk terapi adalah dengan melibatkan TNF-α, ikatan leucocyte function-associated antigen-1 (LFA-1)/interceluler adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan ikatan LFA-3/CD2. IFNγ dan TNFα menginduksi keratinosit untuk memproduksi IL-7, IL-8, IL-12, IL-15, dan TNFα. IL-17 dan IL-15 berperan dalam poliferasi dan keseimbangan homeostatik sel CD8+. IL-17 dan IFNγ meningkatkan produksi sitokin proinflamasi dan kemokin oleh keratinosit. TNF-α. menginduksi ICAM-1 pada permukaan keratinosit yang menyebabkan sel T akan terikat langsung pada keratinosit melalui molekul LFA- 1. Selain itu, TNFα juga meningkatkan molekul adhesi sel endotel pembuluh darah. 1,48 Keratinosit dapat diaktivasi terutama oleh sitokin Th1 (IFN-γ dan IL- 22). Namun setelah beberapa waktu tertentu peran tersebut akan digantikan oleh sitokin Th17 (IL-6, IL-17, dan IL-22), dan akhirnya diperankan oleh sitokin yang

14 20 diproduksi oleh makrofag dan sel dendritik (TNF-α, IL-6, IL-18, IL-19, dan IL- 20) dan sitokin yang diproduksi sendiri oleh keratinosit seperti TGF-α, IL-19 dan IL-20. Akan tetapi, sampai saat ini belum dapat ditentukan sitokin mana yang bertanggung jawab dalam peningkatan poliferasi keratinosit Polimorfisme Nukleotida Tunggal (SNPs) SNPs merupakan suatu penanda genetik yang sering digunakan, dikarenakan memiliki densitas yang tinggi dalam genom manusia dan telah digunakan oleh banyak kelompok untuk menemukan lokus penyakit dan mencari hubungan kelompok gen. 50 SNPs adalah salah satu bentuk variasi materi genetik dimana faktor pembeda dari variasi ini adalah perbedaan nukleotida tunggal A, T, G, C di dalam susunan rangkaian basa. Ini adalah salah satu bentuk paling umum dari variasi genetik manusia. Hal ini mengacu pada tingkat genom akibat mutasi nukleotida tunggal yang disebabkan oleh polimorfisme deoxyribonucleic acid (DNA), yang merupakan tempat penyimpanan informasi genetik. 50,51 Secara teoritis, SNPs dapat menghasilkan perubahan dua sampai empat alel, namun pada kenyataananya hanya 2 alel yang dihasilkan. Adapun perubahan tersebut menkonversi C A, G T, C G, A T. Dari sudut pandang biologis berdasarkan sifat genetik SNP dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu : 50 a. SNP identik yaitu perubahan urutan coding yang tidak mempengaruhi terjemahan urutan asam amino dari protein. b. SNP non - identik yaitu perubahan urutan non-coding yang dapat mempengaruhi terjemahan urutan asam amino dari protein.

15 Polimorfisme Nukleotida Tunggal Gen IL-6 rs sebagai Penanda Psoriasis Vulgaris Pada kulit terdapat beberapa sitokin pro infamasi khususnya tipe I seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-12 interferon (IFN)- γ dan tumor nekrosis faktor (TNF)-α, yang berperan dalam pemeliharaan dan kekambuhan penyakit kulit. 30 Salah satu sitokin pro inflamasi tipe I adalah IL-6 rs yang merupakan sitokin multifungsional dan mempunyai peran penting untuk diferensiasi dan faktor pertumbuhan dari sel prekursor hematopoietik, sel B, sel T, keratinosit, sel neuronal, oestoklas, dan sel endotel. Gen IL-6rs juga mengatur transkripsi dari beberapa gen spesifik selama fase radang akut. Sitokin ini berperan multifungsi dalam mekanisme pertahanan tubuh, reaksi fase akut, respon imun, dan hematopoiesis. IL-6 diproduksi oleh berbagai sel diantaranya: monosit, makrofag, fibroblas, sel T-helper 2, dan sel endotel. Ekspresi yang berlebihan dari IL-6 berakibat dalam patologi sejumlah penyakit inflamasi kronik dan autoimun, termasuk psoriasis. 13 IL-6 memiliki kemampuan untuk menginduksi reaksi inflamasi akut dan fase kronik untuk mendukung aktifasi limfosit, sel mieloid dan keratinosit di epidermis, yang menyebabkan peningkatan kadar IL-6 serum dan berakibat pada terjadinya inflamasi. 12,36 Suatu polimorfisme genetik yang berkaitan dengan gen IL-6 pada area merupakan suatu marker resiko terjadinya penyakit autoimun, salah satunya psoriasis. 24 Selain pada psoriasis IL-6 juga terlibat dalam patologi banyak penyakit termasuk rhematoid arthritis, AIDS, kaposi sarcoma dan osteoporosis. 52

16 22 Gen IL-6 rs merupakan daerah yang berhubungan dengan SNPs pada penyakit psoriasis vulgaris, area ini dapat dijadikan sebagai marker penanda resiko untuk psoriasis vulgaris. 24 Suatu SNPs dapat digunakan sebagai marker genetik karena memiliki densitas yang tinggi dalam mendeteksi penyakit dan telah banyak digunakan untuk mencari suatu hubungan penyakit yang terkait dengan kerusakan lokus gen. 53 Lokus gen merupakan tempat tertentu dalam kromosom yang diduduki oleh setiap gen. Sepasang gen yang berada pada lokus yang sama pada kromosom homolog disebut alel. Alel dapat memiliki fungsi sama, saling mendukung, atau berlawanan. Gen terdiri atas sepasang alel yang sejenis atau berlainan. Organisme disebut homozigot jika alelnya sama. Sebaliknya, organisme disebut heterozigot jika alelnya berbeda. sifat yang muncul tidak sama, maka disebut alel heterozigot. Resesif adalah gen yang tertutupi oleh gen dominan, sehingga tidak sanggup atau tidak mampu mengekspresikan sifatnya, sedangkan dominan adalah gen yang menutupi ekspresi dari gen lain, sehingga sifat dari gen tersebut dapat terekspresikan pada keturunannya. 54

17 Kerangka Teori Faktor Lingkungan : 1. Trauma mekanis 2. Ultraviolet 3. Infeksi 4. Obat-obatan 5. Stress psikologi 6. Merokok 7. Alkohol 8. Perubahan hormon Faktor Genetik: 1. HLACw6,HLA- B13,B17,BW57,CW2,BW27,CW PSORS1 pada 6p PSORS2 pada 17q 4. PSORS3 pada 4q 5. PSORS4 pada 1q21 6. PSORS5 pada 3q21 7. PSORS6 pada 19p 8. PSORS7 pada 1p 9. PSORS8 pada 16q 10. PSORS9 pada 4q PSORS10 pada 18p PSORS11 pada 5q31-q3 13. PSORS12 pada 20q SNP gen IL SNP gen IL-6 Sistem imun psoriasis Aktivasi sel limfosit T Peningkatan IL-2,IL-6,IL-8,IL 12, TNF- Penurunan IL-1,IL-4,IL-10 Sel T-Helper (CD4 + ) dan set T Sitotoksik ( CD8 + ) Hiperproliferasi dan diferensiasi keratinosit Infiltrasi limfosit Psoriasis Vulgaris Gambar 2.2. Kerangka Teori

18 Kerangka Konsep Dari landasan teori yang telah diuraikan dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut : Polimorfisme nukleotida tunggal gen IL-6 rs Psoriasis vulgaris Gambar 2.3. Kerangka Konsep

BAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema batas tegas ditutupi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA Psoriasis vulgaris adalah suatu penyakit peradangan kulit kronis, dengan gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai ukuran yang ditutupi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis dengan karakteristik proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik residif yang ditandai dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran lesi yang khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif dengan patogenesis yang masih belum dapat dijelaskan dengan pasti hingga saat ini. Pasien dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang sering dijumpai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang sering dijumpai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang sering dijumpai namun penyebab utama masih belum diketahui secara pasti. Pada penyakit ini dapat terjadi papul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis 2.1.1. Definisi dan Sejarah Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit kronis yang di mediasi oleh sistem imunitas sel T dan dikarakteristikkan sebagai perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan seperti trauma, infeksi atau obat-obatan (Van de Kerkhof, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan seperti trauma, infeksi atau obat-obatan (Van de Kerkhof, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang diperantarai oleh sistem imun dan disebabkan oleh kombinasi dari predisposisi poligenik serta pemicu dari lingkungan

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat proses tersebut maka tampak skuama, eritema dan indurasi. 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat proses tersebut maka tampak skuama, eritema dan indurasi. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.I Psoriasis 2.1.1 Definisi Psoriasis ditandai dengan adanya hiperkeratosis dan penebalan lapisan epidermis yang diikuti dengan peningkatan vaskularisasi dan infiltrasi sel radang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai semua umur yang ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi oleh

BAB I PENDAHULUAN. mengenai semua umur yang ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif, dapat mengenai semua umur yang ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi oleh sisik yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga 54 BAB VI PEMBAHASAN Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga berperan sebagai Immunological recovery pada saat memulai terapi ARV sehingga dapat memaksimalkan respon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena semakin banyaknya peralatan-peralatan yang mengandung nikel digunakan seharihari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena semakin banyaknya peralatan-peralatan yang mengandung nikel digunakan seharihari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis kontak nikel 2.1.1 Pendahuluan Dermatitis kontak terhadap nikel semakin lama semakin sulit untuk dihindari, karena semakin banyaknya peralatan-peralatan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronis, dan sering rekuren, dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai ukuran yang ditutupi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema ditutupi sisik tebal

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

7.2 CIRI UMUM SITOKIN BAB 7 SITOKIN 7.1 PENDAHULUAN Defnisi: Sitokin adalah senyawa protein, dengan berat molekul kira-kira 8-80 kda, yang merupakan mediator larut fase efektor imun natural dan adaptif. Nama dari sitokin bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi dan uji tusuk kulit Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada tempatnya dan sering digunakan untuk menggambarkan penyakit yang diperantarai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan proliferasi berlebihan di epidermis. Normalnya seseorang mengalami pergantian kulit setiap 3-4

Lebih terperinci

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik Tahapan Respon Sistem Imun 1. Deteksi dan mengenali benda asing 2. Komunikasi dengan sel lain untuk merespon 3. Rekruitmen bantuan dan koordinasi respon 4. Destruksi atau supresi penginvasi Respon Imune

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya dengan gambaran klinis yang luas serta tampilan perjalanan

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

MATURASI SEL LIMFOSIT

MATURASI SEL LIMFOSIT BAB 5 MATURASI SEL LIMFOSIT 5.1. PENDAHULUAN Sintesis antibodi atau imunoglobulin (Igs), dilakukan oleh sel B. Respon imun humoral terhadap antigen asing, digambarkan dengan tipe imunoglobulin yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi, PENGETAHUAN DASAR IMUNOLOGI KULIT Dr. Ariyati Yosi, SpKK PENDAHULUAN Kulit: end organ banyak kelainan yang diperantarai oleh proses imun kulit berperan secara aktif sel-sel imun (limfoid dan sel langerhans)

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah atopik pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat alergi/hipersensitivitas

Lebih terperinci

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut TUGAS IMUNOLOGI DASAR TUGAS I : CELLS AND TISSUE IN THE IMMUNE SYSTEM 1 Sebutkan jaringan dan sel yang terlibat dalam system imun Jaringan yang terlibat dalam system imun adalah : a. Primer Bone Marrow

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Vitiligo merupakan suatu gangguan pigmentasi, ditandai dengan adanya depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya fungsi melanosit epidermis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi gangguan fungsi sawar kulit dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit di bidang Dermatologi. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh adanya disfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap jejas yang terjadi dalam tubuh manusia. Inflamasi, bila terjadi terus menerus dalam waktu lama maka merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Artritis Reumatoid Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun dengan karakteristik adanya inflamasi kronik pada sendi disertai dengan manifestasi sistemik seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk mengukur status kesehatan ibu disuatu negara. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia

Lebih terperinci

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi LOGO Pendahuluan Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi Kasus baru didunia : 8,6 juta & Angka kematian : 1,3 juta

Lebih terperinci

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK SEL SISTEM IMUN SPESIFIK Diana Holidah Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember Components of the Immune System Nonspecific Specific Humoral Cellular Humoral Cellular complement,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronis residif dengan lesi yang khas berupa plak eritema berbatas

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun kuman penyebab tuberkulosis (TB) sudah ditemukan. lebih dari 100 tahun dan obat-obat anti tuberkulosis sudah diketahui, TB

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun kuman penyebab tuberkulosis (TB) sudah ditemukan. lebih dari 100 tahun dan obat-obat anti tuberkulosis sudah diketahui, TB 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meskipun kuman penyebab tuberkulosis (TB) sudah ditemukan lebih dari 100 tahun dan obat-obat anti tuberkulosis sudah diketahui, TB tetap merupakan infeksi bakteri

Lebih terperinci

ABSTRAK KADAR SEROTONIN SERUM YANG RENDAH MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA PSORIASIS

ABSTRAK KADAR SEROTONIN SERUM YANG RENDAH MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA PSORIASIS ABSTRAK KADAR SEROTONIN SERUM YANG RENDAH MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA PSORIASIS Psoriasis merupakan penyakit kulit multifaktorial yang diduga dapat disebabkan oleh stres psikologis. Salah satu marker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pruritus uremia (PU) masih merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang signifikan ditemukan pada 15%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reaksi imun berupa plak eritematosa, skuama berwarna putih keperakan berlapislapis,

BAB I PENDAHULUAN. reaksi imun berupa plak eritematosa, skuama berwarna putih keperakan berlapislapis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis merupakan penyakit peradangan kulit kronik residif didasari oleh reaksi imun berupa plak eritematosa, skuama berwarna putih keperakan berlapislapis, berbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian tertinggi di dunia. Hal ini disebabkan oleh karena meningkatnya populasi kematian usia produktif di banyak

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamatory bowel disease (IBD) mewakili suatu kondisi inflamasi kronik usus yang idiopatik. IBD terdiri atas dua jenis penyakit, yaitu Crohn's disease (CD)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. selain kelainan vaskular ( Junaidi, 2011). Terdapat dua macam stroke,

I. PENDAHULUAN. selain kelainan vaskular ( Junaidi, 2011). Terdapat dua macam stroke, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah sindrom klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal maupun global dengan gejala yang berlangsung selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rheumatoid arthtritis 1. Definisi Kata arthtritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthtron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah,

Lebih terperinci

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

Migrasi Lekosit dan Inflamasi Migrasi Lekosit dan Inflamasi Sistem kekebalan bergantung pada sirkulasi terusmenerus leukosit melalui tubuh Untuk Respon kekebalan bawaan - berbagai limfosit, granulosit, dan monosit dapat merespon Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen pada kulit, penurunan daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika merupakan suatu penyakit yang sering kita jumpai di masyarakat yang dikenal juga sebagai dermatitis atopik (DA), yang mempunyai prevalensi 0,69%,

Lebih terperinci

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konseptual VIRUS SEL KUFFER SIMVASTATIN NFkβ IL 6 TNF α IL 1β TGF β1 HEPATOSIT CRP FIBROSIS ECM D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN E SELEKTIN inos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis, meliputi empat fase, yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,

Lebih terperinci

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1 Pendahuluan Teori infeksi fokal, yang populer pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, menyebutkan bahwa fokus dari suatu kondisi spesies bertanggung jawab terhadap inisiasi dan berkembangnya sejumlah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata Kering (MK) merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan ketidakmampuan mata untuk mempertahankan jumlah air mata yang cukup pada permukaan bola mata. MK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi merupakan suatu keadaan hipersensitivitas terhadap kontak atau pajanan zat asing (alergen) tertentu dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis, yang mana

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan perhatian khusus dari Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), terutama di negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA)

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA) merupakan salah satu penyakit otoimun di bagian hematologi. AIHA tergolong penyakit yang jarang, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka itu sendiri didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit. (Cohen

Lebih terperinci

Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition

Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition 0 Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition Penerjemah : Oki Suwarsa Reyshiani Johan ISBN : Halaman dan Ukuran Buku : 1-40; 18,2x25,7

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari kelenjar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR SINGKATAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN...ii SURAT PERNYATAAN... iii PRAKATA... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR SINGKATAN... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus (DM) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolisme yang disebabkan oleh banyak faktor dengan gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada

BAB I PENDAHULUAN. pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hemofilia A adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X, dimana terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Endometriosis adalah pertumbuhan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) diluar kavum uterus. Terutama pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging process merupakan proses alami yang akan dialami oleh setiap makhluk hidup di dunia ini, tetapi proses penuaan setiap orang tidaklah sama, ada beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akne vulgaris merupakan kelainan yang sering dijumpai pada struktur kelenjar sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Psoriasis 2.1.1. Sejarah dan Definisi Psoriasis adalah sebuah nama yang diberikan oleh seorang dermatologi asal Vienna, Ferdinand von Hebra pada tahun 1841. Psoriasis berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serius, menyebabkan peradangan pada kulit, saraf dan organ lain. Penyebab dan faktor risiko

BAB I PENDAHULUAN. serius, menyebabkan peradangan pada kulit, saraf dan organ lain. Penyebab dan faktor risiko BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Eritema Nodosum Leprosum (ENL) adalah suatu komplikasi imunologi kusta yan g serius, menyebabkan peradangan pada kulit, saraf dan organ lain. Penyebab dan faktor risiko

Lebih terperinci