ANALISIS NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK PPN (Studi kasus pada Biro Pariwisata PT. ANTA UTAMA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK PPN (Studi kasus pada Biro Pariwisata PT. ANTA UTAMA)"

Transkripsi

1 ANALISIS NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK PPN (Studi kasus pada Biro Pariwisata PT. ANTA UTAMA) Oleh: Dheliana Setianingayu Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri ABSTRAK PT. ANTA UTAMA adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa biro perjalanan dan pariwisata yang bertempat di pusat Kota Kediri lebih tepatnya di Jl. Dhoho Gg Masjid Setono Gedong No. 3 Kediri. Perusahaan ini adalah perusahaan yang melayani baik perorangan maupun organisasi. Kegiatan yang dilakukan perusahaan ini adalah paket pariwisata dan perjalanan. Dalam menjalankan kegiatan usahanya perusahaan memiliki beberapa cabang dan sub agen. Cabang merupakan bagian dari perusahaan yang berfungsi sebagai pusat laba (profit center) tersendiri. Penelitian ini menggunakan teknik analisis komparatif, yaitu membandingkan pelaksanaan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak PPN pada Biro Pariwisata PT. ANTA UTAMA dengan perhitungan perusahaan itu sendiri. Keputusan Menteri Keuangan tentang Nilai Lain yang berhubungan dengan jasa pariwisata yaitu 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 dan 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei Besarnya Nilai Lain yang ditetapkan untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa penjualan tiket pesawat yang dilakukan oleh PT. Anta Utama, sebenarnya lebih adil karena pelanggan atau konsumen tidak dikenakan pajak secara berganda. Penerapan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak PPN pada PT. Anta Utama untuk kondisi saat ini, menghasilkan pajak terutang yang lebih besar dibandingkan dengan perhitungan menggunakan komisi atau imbalan jasa dan menimbulkan selisih. Sehingga komisi atau imbalan jasa yang diminta oleh PT. Anta Utama lebih sesuai untuk dijadikan Dasar Pengenaan Pajak. PT. Anta Utama hendaknya mengikuti perhitungan Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002 karena peraturan ini yang sekarang berlaku. Terhadap semua jasa yang dijual, PT. Anta Utama harus memungut Pajak Pertambahan Nilai sebesar 1% x jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. Kata kunci : Nilai Lain, Dasar Pengenaan Pajak, Pajak Pertambahan Nilai ABSTRACT PT. Anta Utama is a company engaged in the field of travel and tourism services agency located in the center of Kediri more precisely at Jl. Dhoho Gg. Masjid No. 3 Setono Gedong Kediri. The company is a company that caters to both individuals and organizations. Activities of the company are the tourism and travel package. In carrying out its business activities the company has several 57

2 branches and sub-agents. Branch is part of the company acting as profit (profit center) of its own. This study uses the technique of comparative analysis, which compares the implementation of other value as the basis for the imposition of VAT Tax on Tourism Bureau PT. Anta Utama with the company's own calculations. Decree of the Minister of Finance on the other value associated with tourism services which the Minister of Finance Decree No. 567/KMK.04/2000 dated December 26, 2000 and Decree of the Minister of Finance No. 251/KMK.03/2002 dated May 31, Magnitude of other value set for delivery service travel agency or travel agency services in the amount of 10% (ten percent) of the amount of the bill or the amount that should have been billed. Calculation of Value Added Tax on ticket sales services conducted by PT. Anta Utama, actually more fair because customers or consumers are not double taxed. Another application of value as a basis for the imposition of VAT Tax at PT. Anta Utama for current conditions, resulting in a larger tax payable compared with calculations using the commission or fee and pose difference. So the commission or fee for services requested by PT. Main Anta more suitabel to be used as basis for the imposition of taxes. PT. Anta Utama should follow other value calculation referred to in the Decree of the Minister of Finance No. 567/KMK.04/2000 dated December 26, 2000 as amended by No. 251/KMK.03/2002 dated May 31, 2002 because this rule is now in effect. Against all services sold, PT. Anta Utama must collect Value Added Tax of 1% x number of bills or the amount that should be charged. Keywords: Other Values, Tax Base, Value Added Tax I. PENDAHULUAN Latar belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan jasa dan Pajak Penjualan Ata barang Mewah Disebutkan bahwa Dasar pengenaan Pajak adalah Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang di tetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai dasar untuk menghitung pajak yang terhutang. Nilai Lain tersebut di tetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah Terakhir dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor: 251 /KMK.03/2002 tanggal 31 Mei Keputusan tersebut salah satunya dalam Pasal 2 huruf (h) menetapkan tentang penggunaan Nilai Lain untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya di tagih. Perusahaan jasa biro pariwisata yang sebagian besar kegiatannya menjual tiket pesawat, mendapat komisi atau imbalan jasa dari hasil penjualan tiket tersebut. Komisi yang diperoleh dari penjualan tiket tersebut berkisar 7% dari harga yang tercantum dalam tiket. Agar dapat bersaing, mereka menurunkan harga tiket sehingga Keuntungan merekapun lebih rendah dari komisi yang mereka terima. Penggunaan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak PPN sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya di tagih dapat mengakibatkan perusahaan jasa biro 58

3 pariwisata terlalu besar membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Apabila Dasar Pengenaan Pajaknya adalah jumlah tagihan yang seharusnya ditagih, maka dasar yang di gunakan adalah sebesar harga yang tercantum dalam tiket tersebut bukan dari komisi atau imbalan jasa yang di terima. Padahal, Pajak Masukan yang telah di bayar oleh perusahaan ini tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Masukan yang telah di bayar sehingga akan terjadi ketidakadilan pengenaan pajak. PT. ANTA UTAMA adalah perusahaan yang bergerak dibidang jasa yang melayani baik untuk perorangan maupun organisasi. Kegiatan yang dilakukan perusahaan ini adalah tiket pariwisata dan perjalanan. Dalam menjalankan kegiatan usahanya perusahaan memiliki beberapa cabang dan sub agen. Cabang merupakan bagian dari perusahaan yang berfungsi sebagai pusat laba (profit center) tersendiri. II. METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Sebagai objek penelitian penulis memilih Biro perjalanan PT. ANTA UTAMA yang beralamatkan di Jl. Dhoho Gg. Masjid Setono Gedong No. 3 Kediri. Dengan menggunakan metode analisis komparatif yaitu membandingkan jumlah pembayaran pajak yang dibayar oleh perusahaan dengan jumlah yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Dan menghitung serta mencari berapakah Nilai Lain pada Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh perusahaan. Data yang di analisis mulai dari Tahun Identifikasi Variabel 1. Nilai Lain 2. Dasar Pengenaan Pajak PPN Definisi Operasional Variabel 1. Nilai Lain adalah Nilai yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak selain dari Harga Jual dan Penggantian, Nilai Impor dan Nilai Ekspor. 2. Dasar Pengenaan Pajak PPN adalah jumlah harga jual, Penggantian yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh penjual atau pemberi jasa atau Nilai Impor yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terhutang yang berkaitan dengan PPN mengenai pajak yang langsung yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang kena pajak atau jasa kena pajak dalam peredarannya dari produsen sampai ke konsumen. Teknik Analisis Untuk membuktikan hipotesis yang diajukan, maka digunakan metode analisis komparatif, yaitu membandingkan pelaksanaan penggunaan Nilai Lain sebagai DPP Pajak Pertambahan Nilai pada Biro Pariwisata dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berkaitan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002 mengenai penggunaan Nilai Lain sebagai DPP Pajak Pertambahan Nilai. Resmi (2012) dalam bukunya menuliskan rumus DPP PPN yaitu sebagai berikut : 1. DPP : 10% x Nilai Jasa per tagihan 2. PPN yang terhutang : = 10% x DPP = 10% x 10% x Nilai Jasa per tagihan Pajak yang terutang adalah 10% x 10% x Nilai Jasa per tagihan, sehingga tarif efektif adalah 1% x jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih atau Nilai Jasa tiap bulan. Selama ini perusahaan tidak menghitung pajak dengan rumus dan belum sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan. Pembahasan Hasil Penelitian Perbedaan Perhitungan Antara Kebijakan PT. Anta Utama dengan Keputusan Menteri Keuangan Apabila perhitungan Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 642/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 Nomor Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 59

4 2002 maka seluruh penjualan atau penyerahan tiket, baik domestik maupun luar negeri, yang dilakukan oleh PT. Anta Utama harus dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Dasar Pengenaan Pajak sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan tersebut adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih oleh PT. Anta Utama atas penjualan tiket pesawat kepada pelanggan harus dimasukkan untuk menghitung Dasar Pengenaan Pajak. Refund tiket yang dilakukan pelanggan tidak boleh dikurangkan dari penyerahan tiket yang dilakukan karena mekanisme refund tiket PT. Anta Utama tidak sesuai ketentuan 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember Hal ini berbeda dengan yang dilakukan oleh PT. Anta Utama yang mengeluarkan penjualan tiket domestik sebagai penyerahan tidak kena pajak karena dalam tiket domestik tercantum kalimat bahwa harga tiket sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, menurut PT. Anta Utama pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penjualan tiket akan mengakibatkan pengenaan pajak berganda. Refund tiket oleh PT. Anta Utama langsung dikurangkan dari omzet penjualan pada saat terjadinya sehingga mengurangi Pajak Pertambahan Nilai terutang. Perhitungan pajak terutang antara yang dilakukan oleh PT. Anta Utama masih mengacu pada ketentuan yang lama yaitu Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-18/PJ.3/1989 tanggal 26 April Di sana disebutkan Dasar Pengenaan Pajak untuk penjualan jasa angkutan udara adalah 10% dari nilai peredaran atau omzet (nilai invoice) tidak termasuk omzet dari penjualan tiket angkutan dalam negeri. Secara hukum aturan tersebut sudah tidak berlaku lagi dengan diberlakukannya 642/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 Nomor 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei Perusahaan penerbangan sebagai penyedia Jasa Kena Pajak sebesarnya telah memungut atau membayar Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% dari harga tiket, yang di dalam komponen harga tesebut sudah termasuk komisi. Komisi yang dimaksud merupakan jumlah maksimal diskon yang diberikan kepada konsumen atau pelanggan.karena penjualan dilakukan lewat agen, dalam hal ini PT. Anta Utama sebagai perusahaan jasa biro pariwisata, maka komisi atau diskon tersebut menjadi hak PT. Anta Utama. Dari komisi atau diskon yang dapat diterima PT. Anta Utama, tidak seluruhnya dimanfaatkan oleh PT. Anta Utama sebagai laba pendapatan penjualan tiket karena sebagian komisi akandiberikan kepelanggan. Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan tersebut sudah termasuk diskon atau komisi yang diberikan kepada agen. Karena perusahaan penerbangan telah membayar Pajak Pertambahan Nilai termasuk atas diskon yang diberikan, maka PT. Anta Utama tidak memungut pajak lagi atas penjualan tiket dalam negeri sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-18/PJ.3/1989 yang dijadikan acuan. Ditinjau dari asas keadilan, pengenaan Pajak Pertambahan Nilai terhadap tiket domestik akan mengakibatkan pengenaan pajak berganda apabila dibebankan kepada pelanggan atau konsumen. Konsumen telah membayar Pajak Pertambahan Nilai atas jasa angkutan udara yang telah tercantum dalam tiket. Jika dikenakan Pajak Pertambahan Nilai kembali, dengan Dasar Pengenaan Pajak sesuai dengan Nilai Lain, maka konsumen akan terbebani dengan adanya pembayaran Pajak Pertambahan Nilai berganda. Apabila Pajak Pertambahan Nilai terutang yang dihitung perusahaan penerbangan selain untuk jasa penerbangan dalam negeri juga sudah termasuk untuk 60

5 komisi bagi agen, maka Pajak Pertambahan Nilai tidak perlu lagi dipungut.dalam hal ini, tanggung jawab pemungutan dan penyetoran berada di pihak perusahaan penerbangan.perusahaan penerbangan harus memisahkan Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut kepada konsumen dan yang dipungut atas komisi atau imbalan jasa keagenan agar PT. Anta Utama tidak dikenakan kewajiban memungut Pajak Pertambahan Nilai.Untuk itu, harus ada bukti pemungutan yang diberikan oleh perusahaan penerbangan kepada PT. Anta Utama. Tiket penerbangan luar negeri, ditinjau dari jasa yang dijual, sebenarnya tidak termasuk Jasa Kena Pajak. Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa penerbangan luar negeri dapat dilakukan, baik PT. Anta Utama sebagai agen perusahaan penerbangan maupun sebagai agen pelanggan, jika kondisi dan syarat yang ada terpenuhi. Untuk kasus ini, kedudukan PT. Anta Utama lebih tepat dikatakan sebagai agen bagi pelanggan.dengan demikian, Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut seharusnya menggunakan dasar sebesar imbalan jasa yang diminta oleh PT. Anta Utama kepada pelanggannya. a. Perlakuan Refund Tiket Refund tiket oleh PT. Anta Utama diperlakukan sebagai pengurang penghasilan pada saat tiket dikembalikan. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh PT. Anta Utama akan dikembalikan ke pelanggan apabila tiket belum terpakai sama sekali. Apabila tiket sudah dipakai, maka Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh PT. Anta Utama tidak dikembalikan ke pelanggan. Praktek yang dilakukan oleh PT. Anta Utama atas refund tiket ini tidak benar, karena tidak sesuai dengan aturan apabila PT. Anta Utama tidak mengembalikan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar oleh pelanggan.seharusnya Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar oleh pelanggan untuk tiket yang di-refund dikembalikan ke pelanggan.apabila tiket telah dipakai, Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar harus dikembalikan sesuai proporsi tiket yang tidak dipakai. Untuk Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar oleh pelanggan tetapi tidak dikembalikan ke pelanggan pada saat refund tiket, PT. Anta Utama akan menyetorkan pajak yang dipungut ke negara. Masalah timbul ketika Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut dikembalikan ke pelanggan tetapi tidak dapat dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai terutang karena PT. Anta Utama tidak membuat Nota Retur atas refund tiket ini. Untuk masalah refund tiket, seharusnya boleh dikurangkan sebagai pengurang penjualan, baik untuk tiket yang belum dipakai sama sekali maupun telah dipakai. Refund tiket akan mengurangi Pajak Pertambahan Nilai pada masa terjadinya refund tiket. Jika Nota Retur sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tidak dapat dipenuhi oleh biro perjalanan seperti PT. Anta Utama, seharusnya dibuat pengecualian juga karena Nilai Lain yang dikenakan terhadap biro perjalanan juga merupakan suatu kekhususan. Menurut penulis, bukti yang kuat atas adanya retur ini adalah Laporan Penjualan Tiket yang ditujukan dan disetujui oleh perusahaan penerbangan. Berikut adalah tabel perbedaan perhitungan PT. Anta Utama dengan Keputusan Menteri Keuangan : 61

6 Tahun Tabel 8 Perbedaan Perhitungan PT. Anta Utama dengan Keputusan Menteri Keuangan Penjualan Lain Perhitungan PT. Anta Utama Keputusan Menteri Keuangan Selisih 2010 Hari Raya Idul Fitri Rp ,18 Rp ,7 Rp ,52 Natal dan Tahun Baru Rp ,7 Rp ,18 Rp , Hari Raya Idul Fitri Rp Rp ,8 Rp ,8 Natal dan Tahun Baru Rp Rp ,3 Rp , Hari Raya Idul Fitri Rp Rp ,6 Rp ,6 Natal dan Tahun Baru Rp Rp ,9 Rp ,9 Selisih yang ada tersebut disebabkan oleh penjualan atau penyerahan tiket penerbangan domestik yang tidak dilaporkan atau disertakan dalam penghitungan pajak terutang.selain itu, perbedaan ini diakibatkan adanya refund tiket yang digunakan sebagai pengurang penjualan.mengingat jumlah selisih pajak terutang yang cukup material, maka pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penjualan tiket pesawat yang dilakukan oleh biro perjalanan perlu untuk dikaji ulang. Jika dilihat jenis pajak yang dikenakan yaitu Pajak Pertambahan Nilai, sebenarnya hal ini tidak begitu masalah bagi PT. Anta Utama karena yang menanggung beban pajak adalah konsumen atau pelanggan.namun, karena hal ini mempengaruhi harga jual dan berdasarkan asas keadilan hal ini tidak adil maka mekanisme pengenaan pajak atau Dasar Pengenaan Pajak yang terutang perlu untuk ditinjau kembali. Alternatif yang dapat ditempuh untuk masalah ini adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar komisi atau selisih antara jumlah tagihan ke konsumen dan jumlah yang dibayarkan ke perusahaan penerbangan yang diterima oleh PT. Anta Utama.Perhitungan Dasar Pengenaan Pajak dilakukan dengan mengurangkan Laporan Penjualan Tiket ke perusahaan penerbangan sebagai harga pokok dengan faktur penjualan yang sekaligus faktur pajak yang dikeluarkan PT. Anta Utama pada saat penjualan jasanya.dari perhitungan ini diperoleh Dasar Pengenaan Pajak atas komisi yang diterima oleh PT. Anta Utama. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan mengalikan Dasar Pengenaan Pajak tarif umum sebesar 10%.Dalam hal ini, Pajak Masukan yang memenuhi ketentuan untuk dapat dijadikan sebagai kredit pajak, dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk menghitung jumlah hutang pajak dan setoran pajak.apabila Pajak Keluaran lebih kecil dari Pajak Masukan, maka PT. Anta Utama dapat melakukan restitusi pajak. Jika perhitungan Pajak Pertmbahan Nilai yang terutang didasarkan pada komisi yang diterima sebagai Dasar Pengenaan Pajak dan menggunakan tarif pajak 10% dengan mengabaikan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, maka besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang: 62

7 Tabel 9 Perhitungan PPN Terutang berdasarkan Komisi Hari Raya Idul Fitri 2010 Penyerahan Tiket Tahun 2010 Rp Dikurangi Refund Tiket Rp Penyerahan Tiket Bersih Rp Harga Pokok Tiket Setelah Dikurangi Refund Tiket Rp Komisi yang Diterima Rp Pajak Pertambahan Nilai Terutang (Tarif 10%) Rp ,3 Dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar jumlah komisi bersih setelah diskon ke pelanggan, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan atau penjualan tiket untuk Hari Raya Idul Fitri tahun 2010 hanya sebesar Rp ,3. Penyerahan tiket yang dilakukan meliputi tiket penerbangan domestik maupun luar negeri. Jumlah ini ternyata lebih kecil dari apa yang dilaporkan PT. Anta Utama selama ini maupun dengan menggunakan Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 642/KMK.04/1994 Nomor Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei Selisih perhitungan antara penggunaan Nilai Lain dengan jumlah komisi bersih yang diterima adalah sebesar Rp ,7( Tabel 2 ) Rp ,3 = Rp ,4. Tabel 10 Perhitungan PPN Terutang berdasarkan Komisi Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2010 Penyerahan Tiket Tahun 2010 Rp Dikurangi Refund Tiket Rp Penyerahan Tiket Bersih Rp Harga Pokok Tiket Setelah Dikurangi Refund Tiket Rp Komisi yang Diterima Rp Pajak Pertambahan Nilai Terutang (Tarif 10%) Rp ,3 Demikian juga yang terjadi untuk Hari Raya Natal dan tahun Baru tahun 2010 yg hanya sebesar Rp ,3.Penyerahan tiket yang dilakukan meliputi tiket penerbangan domestik maupun luar negeri. Jumlah ini ternyata lebih kecil dari apa yang dilaporkan PT. Anta Utama selama ini maupun dengan menggunakan Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 642/KMK.04/1994 Nomor 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei Selisih perhitungan antara penggunaan Nilai Lain dengan jumlah komisi bersih yang diterima adalah sebesar Rp ,18( Tabel 3 ) Rp ,3 = Rp ,88. 63

8 Tabel 11 Perhitungan PPN Terutang berdasarkan Komisi Hari Raya Idul Fitri 2011 Penyerahan Tiket Tahun 2011 Rp Dikurangi Refund Tiket Rp Penyerahan Tiket Bersih Rp Harga Pokok Tiket Setelah Dikurangi Refund Tiket Rp Komisi yang Diterima Rp Pajak Pertambahan Nilai Terutang (Tarif 10%) Rp ,2 Dengan perhitungan yang sama, dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar jumlah komisi bersih setelah diskon ke pelanggan, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan atau penjualan tiket untuk Hari Raya Idul Fitri tahun 2011 hanya sebesar Rp ,2. Penyerahan tiket yang dilakukan meliputi tiket penerbangan domestik maupun luar negeri. Jumlah ini ternyata lebih kecil dari apa yang dilaporkan PT. Anta Utama selama ini maupun dengan menggunakan Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam 642/KMK.04/1994 Nomor Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei Selisih perhitungan antara penggunaan Nilai Lain dengan jumlah komisi bersih yang diterima adalah sebesar Rp ,8 ( Tabel 4 ) Rp ,2 = Rp ,6. Tabel 12 Perhitungan PPN Terutang berdasarkan Komisi Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2011 Penyerahan Tiket Tahun 2011 Rp Dikurangi Refund Tiket Rp Penyerahan Tiket Bersih Rp Harga Pokok Tiket Setelah Dikurangi Refund Tiket Rp Komisi yang Diterima Rp Pajak Pertambahan Nilai Terutang (Tarif 10%) Rp ,5 Sumber: Data PT. Anta Utama Menggunakan perhitungan yang sama, demikian juga yang terjadi untuk Hari Raya Natal dan tahun Baru tahun 2011 yg hanya sebesar Rp ,5. Penyerahan tiket yang dilakukan meliputi tiket penerbangan domestik maupun luar negeri. Jumlah ini ternyata lebih kecil dari apa yang dilaporkan PT. Anta Utama selama ini maupun dengan menggunakan Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam 642/KMK.04/1994 Nomor Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei Selisih perhitungan antara penggunaan Nilai Lain dengan jumlah komisi bersih yang diterima adalah sebesar Rp ,3( Tabel 5 ) Rp ,5 = Rp ,8. 64

9 Tabel 13 Perhitungan PPN Terutang berdasarkan Komisi Hari Raya Idul Fitri 2012 Penyerahan Tiket Tahun 2012 Rp Dikurangi Refund Tiket Rp Penyerahan Tiket Bersih Rp Harga Pokok Tiket Setelah Dikurangi Refund Tiket Rp Komisi yang Diterima Rp Pajak Pertambahan Nilai Terutang (Tarif 10%) Rp Dengan perhitungan yang sama, dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar jumlah komisi bersih setelah diskon ke pelanggan, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan atau penjualan tiket untuk Hari Raya Idul Fitri tahun 2012 hanya sebesar Rp Penyerahan tiket yang dilakukan meliputi tiket penerbangan domestik maupun luar negeri. Jumlah ini ternyata lebih kecil dari apa yang dilaporkan PT. Anta Utama selama ini maupun dengan menggunakan Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam 642/KMK.04/1994 Nomor Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei Selisih perhitungan antara penggunaan Nilai Lain dengan jumlah komisi bersih yang diterima adalah sebesar Rp ,6 ( Tabel 6 ) Rp = Rp ,6. Tabel 14 Perhitungan PPN Terutang berdasarkan Komisi Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2012 Penyerahan Tiket Tahun 2012 Rp Dikurangi Refund Tiket Rp Penyerahan Tiket Bersih Rp Harga Pokok Tiket Setelah Dikurangi Refund Tiket Rp Komisi yang Diterima Rp Pajak Pertambahan Nilai Terutang (Tarif 10%) Rp Menggunakan perhitungan yang sama, demikian juga yang terjadi untuk Hari Raya Natal dan tahun Baru tahun 2011 yg hanya sebesar Rp Penyerahan tiket yang dilakukan meliputi tiket penerbangan domestik maupun luar negeri. Jumlah ini ternyata lebih kecil dari apa yang dilaporkan PT. Anta Utama selama ini maupun dengan menggunakan Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam 642/KMK.04/1994 Nomor Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei Selisih perhitungan antara penggunaan Nilai Lain dengan jumlah komisi bersih yang diterima adalah sebesar Rp ,9 ( Tabel 7 ) Rp = Rp ,9. Berikut ini tabel penjelasan supaya lebih jelasnya : 65

10 Tabel 15 Hasil Pengolahan Perhitungan Nilai Lain dengan Jumlah Komisi Bersih Tahun Hari tertentu Perhitungan Nilai Lain Perhitungan Komisi Bersih Selisih 2010 Hari Raya Idul Fitri Rp ,7 Rp ,3 Rp ,4 Natal dan Tahun Baru Rp ,18 Rp ,3 Rp , Hari Raya Idul Fitri Rp ,8 Rp ,2 Rp ,6 Natal dan Tahun Baru Rp ,3 Rp ,5 Rp , Hari Raya Idul Fitri Rp ,6 Rp Rp ,6 Natal dan Tahun Baru Rp ,9 Rp Rp ,9 Berdasarkan perhitungan yang telah di olah terlihat bahwa dengan menggunakan perhitungan PPN terutang berdasarkan imbalan jasa atau komisi sebagai Dasar Pengenaan Pajak, ternyata pajak terutang yang harus dibayar oleh PT. Anta Utama lebih kecil dari pada menggunakan Nilai Lain. Ikhtisar dari perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibahas di bagian sebelumnya adalah sebagai berikut: Tabel 16. Ikhtisar Perhitungan PPN Terutang Tahun Jenis Jasa Jasa Penjualan Tiket Hitungan PT. Anta Utama Dasar Pengenaan Pajak Nilai Lain sesuai dengan KMK Komisi/ Imbalan Jasa 2010 Hari Raya Idul Fitri Rp ,18 Rp ,7 Rp ,3 Natal dan Tahun Baru Rp ,7 Rp ,18 Rp , Hari Raya Idul Fitri Rp Rp ,8 Rp ,2 Natal dan Tahun Baru Rp Rp ,3 Rp , Hari Raya idul Fitri Rp Rp ,6 Rp Natal dan Tahun Baru Rp Rp ,9 Rp Jumlah Rp ,88 Rp ,48 Rp ,3 Sumber: Data Primer Diolah Setelah diketahui Ikhtisar perhitungan PPN terutang dengan menggunakan perhitungan Nilai Lain yang sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan, menggunakan perhitungan Komisi / Imbalan Jasa, dengan perhitungan yang dilakukan oleh PT. Anta Utama, telah diketahui bahwa sesungguhnya dengan menggunakan perhitungan Komisi / Imbalan Jasa sebenarnya kebih sedikit dari pada menggunakan perhitungan yang digunakan oleh perusahaan, akan tetapi perhitungan dengan menggunakan Nilai Lain yang sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan. Keuntungan Penggunaan Nilai Lain Jika berbicara masalah keuntungan atau kerugian penerapan suatu peraturan, 66

11 maka kita akan menghadapi berbagai pihak yang terkait dengan peraturan itu. Keuntungan bagi salah satu pihak, dapat menjadi kerugian pihak yang lainnya.untuk penggunaan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai bagi biro pariwisata, pihak yang terkait adalah pemerintah sebagai pembuat peraturan dan penerima setoran pajak, PT. Anta Utama sebagai biro pariwisata dan pelanggan atau konsumen yang menikmati jasanya. Secara keseluruhan keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan Nilai Lain adalah kemudahan dalam perhitungan maupun administrasi. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai terutang akan lebih mudah dengan Nilai Lain karena tidak perlu lagi menghitung berapa Pajak Masukan yang telah kita bayar. Dari Dasar Pengenaan Pajak sebesar jumlah tagihan atau yang seharusnya ditagih, secara langsung dapat dihitung pajak terutang yang harus disetor ke Kas Negara. Administrasi, dalam hal ini pencatatan yang dilakukan oleh PT. Anta Utama atau biro pariwisata, juga cukup mudah karena dari pencatatan penjualan saja sudah memenuhi pembukaan yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku.dari pencatatan penjualan sudah dapat dihitung besarnya pajak terutang sehingga tujuan pembukuan untuk perhitungan Pajak Pertambahan nilai telah terpenuhi. Bagi negara, selain Nilai Lain memudahkan perhitungan pajak terutang, jika kita perhatikan ikhtisar perhitungan Pajak Pertambahan Nilai, maka Nilai Lain akan memberikan setoran pajak yang lebih besar ke kas negara. Hal ini belum dapatditarik kesimpulan, akan tetapi ditinjau dari kondisi PT. Anta Utama, penggunaan Nilai Lain sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 642/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002 akan menghasilkan Pajak pertambahan Nilai yang terutang paling besar dari perhitungan yang lain. Kerugian Penggunaan Nilai Lain Dari tabel di atas terlihat bahwa secara keseluruhan, penggunaan Nilai Lain menghasilkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang paling besar dari tiga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang disajikan. Perbedaan perhitungan pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang dilakukan oleh PT. Anta Utama denga perhitungan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai Nilai Lain adalah masalah besarnya pajak terutang atas jasa penjualan tiket dan pengurusan dokumen. Apabila perhitungan PT. Anta Utama yang diterapkan dalam menghitung pajak terutang, yang mendapatkan keuntungan atas hal ini adalah konsumen atau pelanggan yang membeli tiket pesawat domestik. Konsumen yang membeli tiket tidak akan dibebani dengan Pajak Pertambahan Nilai secara berganda. Akan tetapi, karena biro perjalanan harus menggunakan Nilai lain sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 642/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002, maka konsumen tiket domestik akan dikenakan pajak berganda. Dengan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak, tarif efektif 1% diterapkan atas jumlah tagihan atau yang seharusnya ditagih.dengan demikian, untuk pembelian tiket domestik apabila Nilai Lain yang sekarang berlaku diterapkan, maka atas jumlah tagihan atau yang seharusnya ditagih tersebut sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas jasa penerbangan domestik.hal ini mengakinatkan pengenaan pajak berganda apabila tarif efektif 1% diterapkan. 67

12 Bagi PT. Anta Utama atau biro pariwisata yang lainnya, yang mendapatkan komisi atas penjualan tiket ini, tentu tidak akan dapat memanfaatkan komisi maksimal yang dapat diterima. Jika PT. Anta Utama menjual tiket sesuai dengan harga yang tercantum di tiket dan memungut Pajak Pertambahan Nilai sebesar 1% dari harga jual tersebut maka konsumen akan membayar lebih besar daripada membeli langsung ke perusahaan penerbangan. Dengan demikian, konsumen akan memilih membeli langsung ke perusahaan penerbangan karena harganya lebih murah. Jika dibandingkan dengan penggunaan komisi atau imbalan jasa yang diterima PT. Anta Utama sebagai Dasar Pengenaan Pajak, baik perhitungan dengan menggunakan Nilai Lain maupun perhitungan PT. Anta Utama sendiri, ternyata pajak yang terutang atas jasa yang diberikan oleh PT. Anta Utama lebih kecil. Jika kondisi nyata yang dihadapi oleh biro perjalanan atau pariwisata selama ini seperti PT. Anta Utama, maka penggunaan Nilai Lain ternyata manghasilkan harga jual jasa yang tidak semestinya karena Pajak Pertambahan nilai yang dipungut lebih besar dari yang sewajarnya. Bagi negara, penggunaan Nilai Lain akan mengurangi setoran pajak yang dapat diterima apabila komisi, imbalan jasa atau keuntungan yang diperoleh atau diterima oleh biro pariwisata lebih dari 10% dari harga jual atau penggantian. Jika perusahaan jasa biro perjalanan mendapatkan komisi, imbalan jasa atau keuntungan lebih dari 10% dari harga jual atau penggantian, dengan diterapkannya Nilai Lain, Pajak Pertambahan Nilai terutang yang harus dibayar ke negara hanya sebesar tarif efektif 1% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. Jika jumlah tagihan tersebut sama dengan harga jual atau penggantian, pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengah Metode Pengkreditan dapat menghasilkan pajak terutang lebih besar karena tarif efektifnya menjadi lebih dari 1% yaitu 10% x lebih kecil dari 10% harga jual atau penggantian. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terkait dengan analisis Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak PPN pada Biro Pariwisata PT. Anta Utama, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : a. Penelitian ini dilakukan di perusahaan jasa biro perjalanan dan pariwisata di Kota Kediri yaitu di PT. Anta Utama dengan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis komparatif yaitu membandingkan PPN terutang perusahaan dengan perhitungan yang sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan tentang Nilai Lain. b. Keputusan Menteri Keuangan tentang Nilai Lain yang berhubungan dengan jasa pariwisata yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 dan 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei Besarnya Nilai Lain yang ditetapkan untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. c. Penggunaan Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002 dapat menimbulkan beberapa dampak yang bertentangan dengan karakteristik Pajak Pertambahan Nilai. Dampak tersebut, antara lain Pajak Pertambahan Nilai dipungut atas jasa tidak kena pajak, yang dapat menimbulkan pengenaan pajak berganda. d. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa penjualan tiket pesawat yang dilakukan oleh PT. Anta Utama, 68

13 sebenarnya lebih adil karena pelanggan atau konsumen tidak dikenakan pajak secara berganda. Hal ini juga sesuai dengan karakteristik Pajak Pertambahan Nilai. e. Penerapan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak PPN pada PT. Anta Utama untuk kondisi saat ini, menghasilkan pajak terutang yang lebih besar yaitu berjumlah Rp ,48 dibandingkan dengan perhitungan menggunakan komisi atau imbalan jasa yaitu sebesar Rp ,3 sehingga komisi atau imbalan jasa yang diminta oleh PT. Anta Utama lebih sesuai untuk dijadikan Dasar Pengenaan Pajak. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti memberikan saransaran dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan jasa biro perjalanan dan pariwisata dalam penggunaan perhitungan PPN terutang yang sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan, sebagai berikut : a. PT. Anta Utama hendaknya mengikuti perhitungan Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002 karena peraturan ini yang sekarang berlaku. Terhadap semua jasa yang dijual, PT. Anta Utama harus memungut Pajak Pertambahan Nilai sebesar 1% x jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. b. Atas refund tiket pesawat, penulis menyarankan hendaknya dikurangan langsung pada penjualan yang terjadi pada saat refund tiket sesuai proporsi tiket yang tidak dipakai atau sesuai dengan laporan penjualan tiket kepada perusahaan penerbangan. DAFTAR PUSTAKA Antony, R. Dearden dan Bedford.(1992). Sistem Pengendalian Manajemen; Alih Bahasa Oleh Agus Maulana. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga Antony, R dan Vijai, g (2002)Sitem Pengendalian Manajemem;Alih bahasa oleh Kurniawan,Jakarta : Erlangga Garrison, Ray. (2000). Akuntansi Manajemen. Edisi Ketiga. Buku Dua. Diterjemahkan: Bambang Purnomosidi dan Edward Dukat. Hansen dan Mowen. (2001). Manajemen Biaya. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Empat. (2000), Akuntansi Manajemen. Edisi keempat. Jilid dua. Jakarta : Erlangga Mulyadi (2001). Akuntansi Manajemen. Edisi Tiga. Yogyakarta: Salemba Empat.. (1989). Akuntansi Biaya Untuk Manajemen. Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE. Puryanto,2003(online),( m.gdi.s puryanto html,diakses 30 Maret 2010) Samsul dan Mustafa, H. (1993). Akuntansi Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta: Liberty. Supomo, Bambang dan Nur Indriantoro. (1999). Metodologi Penelitian. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE. 69

Analisis Penentuan Harga Transfer Terhadap Kontribusi Laba Pada Pusat Pertanggungjawaban

Analisis Penentuan Harga Transfer Terhadap Kontribusi Laba Pada Pusat Pertanggungjawaban Analisis Penentuan Harga Transfer Terhadap Kontribusi Laba Pada Pusat Pertanggungjawaban Oleh: Ninik Anggraini Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

SE - 131/PJ/2010 PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK

SE - 131/PJ/2010 PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK SE - 131/PJ/2010 PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK Contributed by Administrator Tuesday, 30 November 2010 Pusat Peraturan Pajak Online 30 November 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wujud pelayanan pemerintah kepada masyarakat. berasal dari iuran rakyat yang berdasarkan Undang Undang (dapat

BAB I PENDAHULUAN. wujud pelayanan pemerintah kepada masyarakat. berasal dari iuran rakyat yang berdasarkan Undang Undang (dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak adalah sumber utama pembiayaan Negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar sumber pembiayaan Negara berasal dari dari sektor pajak. Pengadaan dana merupakan

Lebih terperinci

PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA IKLAN GUNA MENGHITUNG PAJAK YANG TERUTANG (Studi Kasus Pada PT. Kediri Intermedia Pers)

PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA IKLAN GUNA MENGHITUNG PAJAK YANG TERUTANG (Studi Kasus Pada PT. Kediri Intermedia Pers) PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA IKLAN GUNA MENGHITUNG PAJAK YANG TERUTANG (Studi Kasus Pada PT. Kediri Intermedia Pers) Oleh : Dewi Malydhasari Alumni Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA Didalam bab ini akan dilakukan analisis atau pembahasan hasil pemeriksaan, keberatan sampai dengan keluarnya

Lebih terperinci

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERHADAP PENYERAHAN KENDARAAN BERMOTOR BEKAS SECARA ECERAN : SIAPA YANG PALING DIUNNTUNGKAN?

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERHADAP PENYERAHAN KENDARAAN BERMOTOR BEKAS SECARA ECERAN : SIAPA YANG PALING DIUNNTUNGKAN? PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERHADAP PENYERAHAN KENDARAAN BERMOTOR BEKAS SECARA ECERAN : SIAPA YANG PALING DIUNNTUNGKAN? M. Enteguh Syach Ginting, Suparna Wijaya 1,2 Politeknik Keuangan Negara STAN menteguhsyachg@gmail.com,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Definisi Pajak Ada bermacam-macam definisi Pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

KEP-540/PJ/2000 PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS KENDARA

KEP-540/PJ/2000 PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS KENDARA KEP-540/PJ/2000 PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS KENDARA Contributed by Administrator Friday, 29 December 2000 Pusat Peraturan Pajak Online PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA

Lebih terperinci

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel No.4, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERPAJAKAN. PAJAK. PPN. Barang dan Jasa. Pajak Penjualan. Barang Mewah. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271) PERATURAN

Lebih terperinci

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak PPN DAN PPnBM PAJAK ATAS NILAI TAMBAH PPN yang ditetapkan dengan UU no.18 tahun 2000 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (Value Added) yang

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh

BAB II TELAAH PUSTAKA. pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Umum Tentang Pajak Pajak memiliki berbagai defenisi, yang pada hakekatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 549/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 549/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 549/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH OLEH BADAN-BADAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 75/PMK.03/2010 TENTANG NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 75/PMK.03/2010 TENTANG NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 75/PMK.03/2010 TENTANG NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Jurnal Ilmiah Buletin Ekonomi ISSN: 1410-3842 Volume 17 No.2 September 2013 EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Meta Evelin Samosir Rachmat Kurniawan Ganda Hutapea

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ( PPN ) PADA CV. DWI SEJATI MANADO. Oleh : Aan Aris Sugiyanto

EVALUASI PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ( PPN ) PADA CV. DWI SEJATI MANADO. Oleh : Aan Aris Sugiyanto EVALUASI PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ( PPN ) PADA CV. DWI SEJATI MANADO Oleh : Aan Aris Sugiyanto Fakultas Ekonomi dan Bisnis,Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi email : aan_aris@rocketmail.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar - dasar Perpajakan Indonesia II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Dibawah ini terdapat beberapa definisi-definisi dan unsur pajak yang terangkum tentang pajak yang dikemukakan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Yth. : 1. Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak; 2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak; 3. Para Kepala Kantor Pelayanan,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Pajak Pertambahan Nilai, perencanaan pajak, PPN terutang. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata kunci: Pajak Pertambahan Nilai, perencanaan pajak, PPN terutang. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Pajak Pertambahan Nilai merupakan suatu hal yang penting bagi perusahaan yang kegiatan operasionalnya melakukan transaksi jual beli Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Perencanaan Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Tujuan pembangunan nasional Indonesia yaitu mewujudkan. sangat besar untuk pembiayaan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Tujuan pembangunan nasional Indonesia yaitu mewujudkan. sangat besar untuk pembiayaan pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang giat melaksanakan pembangunan. Tujuan pembangunan nasional Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS, HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS, HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS, HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Riwayat Perusahaan Tahun 1890 berdiri PT X sebagai importir di Kyoto, Jepang dan kantor perwakilan di Tokyo, dan pada tahun 1991 berdirilah

Lebih terperinci

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011 Pajak Pertambahan Nilai (PPn) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Biotek Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang farmasi (obatobatan hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.03/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.03/2010 TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perhitungan PPN Keluaran Dalam hal menghitung Pajak Pertambahan Nilai atau PPN khusunya Pajak Keluaran yang diterbitkan dan dipungut oleh perusahaan merupakan

Lebih terperinci

ABSTRAK ANALISIS PERHITUNGAN, PENCATATAN, DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT BADAK NGL BONTANG. Anne Fharadilah Putri Rusman Thoeng Kartini

ABSTRAK ANALISIS PERHITUNGAN, PENCATATAN, DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT BADAK NGL BONTANG. Anne Fharadilah Putri Rusman Thoeng Kartini ABSTRAK ANALISIS PERHITUNGAN, PENCATATAN, DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT BADAK NGL BONTANG Anne Fharadilah Putri Rusman Thoeng Kartini Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang berasal dari penghasilan masyarakat, dalam proses pemungutan perlu diatur dalam undang-undang agar dapat

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT FAJAR MAS KARYATAMA

ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT FAJAR MAS KARYATAMA ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT FAJAR MAS KARYATAMA Diajukan Oleh: MARINDO PUTRA Email : marindo.putra@gmail.com Pembimbing I : FARIDAH Email : faridah_ku@yahoo.co.id

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 143 TAHUN 2000 (143/2000) TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS

Lebih terperinci

Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pengaruhnya Terhadap Laporan Neraca Pada CV. Kamdatu Palembang

Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pengaruhnya Terhadap Laporan Neraca Pada CV. Kamdatu Palembang Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pengaruhnya Terhadap Laporan Neraca Pada CV. Kamdatu Palembang Christina_Mahasiswa (fideliachristina@yahoo.com_mahasiswa) Lili Syafitri_Dosen (lili.syafitri@rocketmail.com_dosen)

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) Pajak Masukan adalah pajak yang harus dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 376/PJ.02/2017 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 376/PJ.02/2017 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 31 Agustus 2017 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 376/PJ.02/2017 TENTANG PENEGASAN TERKAIT PPN YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR BARANG

Lebih terperinci

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi BAB 1 JENIS, FUNGSI, DAN KEWAJIBAN PEMBUATAN FAKTUR PAJAK Pendahuluan Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan pemungutan Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984 Presiden Republik Indonesia, Menimbang: Bahwa dalam rangka pelaksanaan pemungutan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Adapun pengertian pajak menurut para ahli dalam Siti Resmi (2009:1) diantaranya: 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol.

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol. BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT.DDT merupakan perusahaan yang bergerak dibidang alat berat yang menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT SWB

EVALUASI PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT SWB EVALUASI PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT SWB Melissa Nathalia Universitas Bina Nusantara Apt. Mediterania Garden 1 Tower C Jakarta Barat 11470 +628195551189 mnathalia@outlook.com ABSTRACT A change

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Umum Tentang Pajak II.1.1 Definisi Pajak dan Ciri Ciri Pajak Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut Rachmat Soemitro (1990 : 5) menyatakan Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Andriani yang telah diterjemahkan oleh Santoso Brotodiharjo (Waluyo,2003:3): Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Ekspor. Kegiatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Ekspor. Kegiatan. No.153, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Ekspor. Kegiatan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA

Lebih terperinci

DESKRIPSI PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV. AGH

DESKRIPSI PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV. AGH DESKRIPSI PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV. AGH OLEH : AMELIA CHRISTINE KOENCORO 3203010110 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS BISNIS UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2014 DESKRIPSI PENERAPAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya. Analisis Perhitungan..., Nurhasanah, Fakultas Ekonomi 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya. Analisis Perhitungan..., Nurhasanah, Fakultas Ekonomi 2016 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sumber utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan adalah pajak. Sehingga dalam pelaksanaannya

Lebih terperinci

PERPAJAKAN LANJUTAN. by Ely Suhayati SE MSi Ak

PERPAJAKAN LANJUTAN. by Ely Suhayati SE MSi Ak PERPAJAKAN LANJUTAN by Ely Suhayati SE MSi Ak PPN yang ditetapkan dengan UU no.18 tahun 2000 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (Value Added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 568/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 568/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 568/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN, PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Analisis mengenai penerapan e-faktur yang berkaitan dengan PPN dilakukan dengan memeriksa kesesuaian data sebelum melakukan penginputan di e-faktur serta menganalis

Lebih terperinci

UURI NO. 42 TAHUN 2009 PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

UURI NO. 42 TAHUN 2009 PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI UURI NO. 42 TAHUN 2009 PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Tri Sulistyani Program Studi Manajemen Perpajakan Fakultas Ekonomi Universitas Pancasakti Tegal E-mail : sulistyani.tri@gmail.com

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH OLEH KANTOR PERBENDAHARAAN DAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang yakni barang IT yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV.FAMILY

ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV.FAMILY ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV.FAMILY Herrina (rina99@ymail.com) Lili Syafitri (lili.syafitri@rocketmail.com) Jurusan Akuntansi STIE MDP Abstrak : CV. Family sebagai

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG 26 Maret 2010 PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 14/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan perbandingan Pajak Pertambahan Nilai sebelum dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan penelusuran atas laporan laba rugi, neraca,

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) 139 BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PENGERTIAN Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pelunasan pajak yang dikenakan atas setiap transaksi pembelian barang atau perolehan jasa dari

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH OLEH BENDAHARAWAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 Menimbang : a. TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS

Lebih terperinci

Hartanti. Program Studi Manajemen Informatika AMIK BSI Jakarta ABSTRACT

Hartanti. Program Studi Manajemen Informatika AMIK BSI Jakarta ABSTRACT IMPLEMENTASI SURAT EDARAN DIREKTUR PAJAK NOMOR SE-24 /PJ/: PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BARANG HASIL PERTANIAN (STUDI KASUS PT. EKAKARYA GRAHA FLORA) Hartanti Program Studi Manajemen Informatika AMIK BSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia sekarang ini sedang berada dalam masa

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia sekarang ini sedang berada dalam masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian Indonesia sekarang ini sedang berada dalam masa pemulihan sebagai akibat terjadinya resesi ekonomi beberapa waktu lalu. Salah satu bukti pemulihan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan

Lebih terperinci

1 dari 4 11/07/ :43

1 dari 4 11/07/ :43 1 dari 4 11/07/2012 14:43 Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 85/PMK.03/2012 TENTANG PENUNJUKAN BADAN USAHA MILIK NEGARA UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN

Lebih terperinci

79/PMK.03/2010 PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKU

79/PMK.03/2010 PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKU 79/PMK.03/2010 PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKU Contributed by Administrator Monday, 05 April 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Perusahaan ini telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai Menurut Andriani dalam Brotodiharjo,(2009:2) menyatakan: Pajak adalah iuran kepada negara (yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya.

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya. BAB II LANDASAN TEORI A. Pajak 1. Pengertian Pajak Pajak adalah iuran wajib dari rakyat kepada negara sebagai wujud peran serta dalam pembangunan yang pengenaannya berdasarkan undang-undang dan tidak mendapat

Lebih terperinci

ANALISIS KEPATUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM MENYAMPAIKAN SPT MASA PPN TAHUN 2010

ANALISIS KEPATUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM MENYAMPAIKAN SPT MASA PPN TAHUN 2010 JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 12 No. 1, April 2012 : 15-19 ANALISIS KEPATUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM MENYAMPAIKAN SPT MASA PPN TAHUN 2010 Oleh Annaria M Marpaung dan Enjang Tachyan B Dosen Tetap

Lebih terperinci

PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn BM)

PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn BM) PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn BM) UU PPnBM UU No. 8/1983 UU No. 11/1994 UU No. 18/2000 Meningkatkan kepastian hukum & keadilan Menciptakan sistem perpajakan yang sederhana tanpa mengabaikan pengawasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA G. Pengertian Pajak 1.Defenisi Pajak Pajak memiliki berbagai defenisi, yang pada hakekatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para

Lebih terperinci

PROSEDUR PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENCATATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PROSEDUR PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENCATATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI JURNAL BISNIS DAN AKUNTANSI ISSN: 1410-9875 Vol. 17, No. 1a, November 2015 http: //www.tsm.ac.id/jba PROSEDUR PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENCATATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI RIAN SUMARTA STIE

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 62/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 62/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 62/PJ/2013 TENTANG PENEGASAN KETENTUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI E-COMMERCE MODEL

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT. PP (Persero) Tbk menyediakan berbagai jasa dan solusi

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Akuntansi dan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Ada beberapa definisi tentang ilmu akuntansi, antara lain : 1. Menurut American Institute of Certified

Lebih terperinci

70/PMK.03/2010 BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI PAJAK PERTAMBA

70/PMK.03/2010 BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI PAJAK PERTAMBA 70/PMK.03/2010 BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI PAJAK PERTAMBA Contributed by Administrator Wednesday, 31 March 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan CV. Mitra Sinergi merupakan salah satu bentuk perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan pipa dan bahan bangunan

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 563/KMK.03/2003 TENTANG PENUNJUKAN BENDAHARAWAN PEMERINTAH DAN KANTOR PERBENDAHARAAN DAN KAS NEGARA UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK

SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK Berdasarkan litelatur perpajakan dan KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN yang saya baca, kemungkinan pengembalian pajak lebih banyak diberikan kepada wajib pajak secara perorangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Untuk melaksanakan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Untuk melaksanakan pembangunan nasional dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beragam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan oleh negara melalui pembangunan nasional.pembangunan nasional merupakan kegiatan yang terus

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG Page 1 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Jika kita membahas pengertian dari pajak, banyak ahli yang memiliki pengertian yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri.

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI PT. DDT

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI PT. DDT ANALISIS PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI PT. DDT Meiga Purnama, Maya Safira Dewi Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27 Kebon Jeruk Jakarta Barat 11530 Phone (+6221) 53696969 Mei_meyoneste@rocketmail.com

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Pajak Pertambahan Nilai, Perhitungan, Pelaporan

ABSTRAK. Kata Kunci : Pajak Pertambahan Nilai, Perhitungan, Pelaporan ANALISIS PENERAPAN PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA BUMN SEBAGAI PEMUNGUT DAN TIDAK SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (Studi Kasus Pada PT Pelabuhan Indonesia III Cabang Benoa) ABSTRAK BUMN

Lebih terperinci

ANALISIS KETENTUAN FISKAL TERHADAP LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK MENENTUKAN BESARNYA PPh TERHUTANG Studi Kasus pada Yayasan Pendidikan YPKTH

ANALISIS KETENTUAN FISKAL TERHADAP LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK MENENTUKAN BESARNYA PPh TERHUTANG Studi Kasus pada Yayasan Pendidikan YPKTH JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 9 No. 1, April 2009 : 9-17 ANALISIS KETENTUAN FISKAL TERHADAP LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK MENENTUKAN BESARNYA PPh TERHUTANG Studi Kasus pada Yayasan Pendidikan YPKTH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Tinjauan Teori Definisi Sistem Akuntansi, Prosedur dan Penjualan

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Tinjauan Teori Definisi Sistem Akuntansi, Prosedur dan Penjualan BAB III PEMBAHASAN 3.1 Tinjauan Teori 3.1.1 Definisi Sistem Akuntansi, Prosedur dan Penjualan Sistem akuntansi adalah organisasi formulir, catatan, dan laporan yang dikoordinasi sedemikian rupa untuk menyediakan

Lebih terperinci

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO ABSTRAK Dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor perusahaan ke sektor publik. Salah satu pajak yang sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

PPN TRANSAKSI LINTAS BATAS MENURUT UU PPN Oleh: Winarto Suhendro (Staf Pengadilan Pajak)

PPN TRANSAKSI LINTAS BATAS MENURUT UU PPN Oleh: Winarto Suhendro (Staf Pengadilan Pajak) PPN TRANSAKSI LINTAS BATAS MENURUT UU PPN Oleh: Winarto Suhendro (Staf Pengadilan Pajak) PENDAHULUAN Sebagaimana diketahui terdapat 2 (dua) prinsip dasar pemungutan PPN atas transaksi lintas batas (cross

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN AVTUR UNTUK KEPERLUAN PENERBANGAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

65/PMK.03/2010 TATA CARA PENGURANGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK

65/PMK.03/2010 TATA CARA PENGURANGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK 65/PMK.03/2010 TATA CARA PENGURANGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK Contributed by Administrator Thursday, 18 March 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Kementrian Keuangan (2014)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Kementrian Keuangan (2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Perkembangan dan dinamika kebutuhan masyarakat yang kian meningkat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menuntut adanya ketersediaan anggaran yang

Lebih terperinci