Informasi Kesehatan Hewan Volume 17 Nomor 90 Tahun 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Informasi Kesehatan Hewan Volume 17 Nomor 90 Tahun 2015"

Transkripsi

1 ISSN No Buletin Informasi Kesehatan Hewan Volume 17 Nomor 90 Tahun 2015 Hasil negatif RFFIT Hasil positif RFFIT Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun Buletin Informasi Kesehatan Hewan - Volume 17 Nomor 90 Tahun 2015

2 Susunan Dewan Redaksi Penanggung Jawab : Kepala B-VET Drh. Azfirman Redaktur : Anggota : Drh. Rina Hartini Drh. Rudi Harso Nugroho, M. BioMed Drh. Yuli Miswati, M.Si Drh. Eliyus Putra Drh. Yulfitria Drh. Ibenu Rahmadhani, M.Si Drh. Cut Irzamiati Drh. I Gde Eka, MP Drh. Budi Santosa Drh. Dwi Inarsih Drh. Katamtama A Drh. Lylian Devanita Drh. Martdeliza, M.Sc drh. Tri Susanti Penyunting/Editor : Daniel Faizal Desain Grafis : Erdi Sekretariat : Erizal Alamat Redaksi : Jl. Raya -Payakumbuh Km. 14 PO. Box 35 Telp. (0752) Fax (0752) bppv2_bukittinggi@yahoo.co.id Website : Buletin Informasi Kesehatan Hewan - Volume 17 Nomor 90 Tahun 2015 i

3 Kata Pengantar Puji dan syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia-nya Buletin Informasi Kesehatan Hewan Volume. 17 No. 90 tahun 2015 ini dapat diterbitkan. Buletin ini memberikan informasi tentang hasil kegiatan surveillans, monitoring investigasi dan investigasi penyakit di wilayah kerja Balai Veteriner yang meliputi Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau. Dalam buletin edisi ini dipaparkan bahwa sebagai laboratorium rujukan rabies nasional, telah melakukan pengembangan metode pengujian Rabies yaitu Metode Rabies Indirect Antigen Detection (RIAD) yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik. Disamping itu juga telah dikembangkn pengujian Rabies dengan Metode Rapid Flourescent Focus Inhibition Test (RFFIT) untuk mendeteksi antibody Rabies. Semoga tulisan yang ditampilkan pada buletin ini dapat menjadi sumber informasi dan sebagai bahan acuan bagi dinas ataupun instansi terkait dalam menjalankan tugas dan lebih mengefektifkan tugas dan fungsinya. Masukan dan saran dalam rangka peningkatan kualitas Buletin ini masih sangat kami harapkan dan Redaksi menyampaikan maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan masih terjadi kekurangan dan diharapkan para pembaca dapat memaklumi. Selamat membaca dan semoga bermanfaat. Buletin Informasi Kesehatan Hewan - Volume 17 Nomor 90 Tahun 2015 ii

4 Daftar Isi i ii iii Susunan Dewan Redaksi Kata Pengantar Daftar Isi Uji Diagnostik Metode Rabies Indirect Antigen Detection (RIAD) pada Kelenjar Saliva Submandibula Hewan Penular Rabies yang Diduga Terinfeksi Virus Rabies Deteksi Antibodi Rabies Dengan Rapid Fluorescent Focus Inhibition Test (RFFIT) Di Kasus Kematian Pedet di BPTU HPT Padang Mangatas periode Februari s/d April 2014 Surveillans Hog Cholera Di Propinsi Riau, Jambi Dan Kepulauan Riau Dalam Rangka Pemberantasan Tahun 2014 Deteksi Penyakit Enzootik Bovine Leukosis - EBL Di BPTU HPT Padang Mengatas Situasi Penyakit Distomatosis Di Wilayah Kerja Tahun 2011 s/d 2014 Buletin Informasi Kesehatan Hewan - Volume 17 Nomor 90 Tahun 2015 iii

5 Uji Diagnostik Metode Rabies Indirect Antigen Detection (RIAD) pada Kelenjar Saliva Submandibula Hewan Penular Rabies yang diduga terinfeksi Virus Rabies Rudi Harso Nugroho, Ibnu Rahmadani, Herman, Sri Wilyani 1) 2) 2) 2) 1) 2) 3) Manager Teknis Bvet, Medik di Laboratorium Patologi, Paramedik di Laboratorium Patologi Abstrak Rabies adalah penyakit zoonosis yang mematikan bagi hewan maupun manusia yang disebabkan oleh virus neurotropik. Virus bereplikasi di sel saraf otak dan mengalami pergerakan sentrifugal ke sel asiner kelenjar saliva dan organ lain. Metode direct Fluoresens antibodi test (dfat) pada sampel otak merupakan baku emas pengujian rabies menurut Office International des Epizooties ( OIE), namun metode ini mahal dan sulit dalam pengambilan sampelnya. Metode Rabies indirect antigen detection (RIAD) pada kelenjar saliva submandibula merupakan alternatif dalam pengujian rabies. Penelitian ini bertujuan untuk uji diagnostik pengujian rabies dengan metode RIAD pada kelenjar saliva submandibula. Penelitian merupakan cross sectional study, dilakukan di, sampel dipilih dengan teknik konsekutif. Pengujian rabies dengan besar sampel 45 dilakukan dengan metode RIAD pada kelenjar saliva submandibula sebagai data primer dibandingkan dengan hasil dfat pada hipokampus otak sebagai baku emas. Komponen uji diagnostik meliputi reliabilitas dan validitas dengan variabel penelitian berupa sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif positif, dan nilai prediktif negatif. Pada hasil uji rabies dengan dfat dari 45 sampel terdapat 32 sampel (71,11%) yang menunjukkan positif dan sebanyak 13 sampel (28,89%) menunjukkan hasil negatif. Hasil pengujian RIAD terdapat 30 sampel (66,67%) yang menunjukkan positif benar, 11 sampel (24,44%) menunjukkan hasil negatif benar, dan masing masing 2 sampel (4,44%) yang menunjukan positif palsu dan negatif palsu. Hasil RIAD dibandingkan dengan hasil dfat didapatkan sensitivitas relatif RIAD pada dfat adalah 93,75%, spesifisitas relatif 84,61%, Nilai prediktif positif 93,75% dan nilai prediktif negatif 84,61%. Reliabilitas dengan nilai Kappa 0.82 (sangat baik).dapat disimpulkan bahwa Metode RIAD pada kelenjar saliva submandibula memiliki validitas (sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif positif dan nilai prediktif negatif) yang hampir sama dengan baku emas dfat, sehingga dapat digunakan sebagai metode diagnosis rabies alternatif yang potensial dan disarankan penggunaannya. Kata Kunci : Rabies, Deteksi antigen, Uji diagnostik, Rabies Indirect Antigen Detection (RIAD), dfat. Afiliasi Penulis Korespondensi Rudi Harso Nugroho, rharson@yahoo.co.id Pendahuluan Angka kematian manusia akibat rabies dari tahun ke tahun terlihat semakin meningkat. Di India kasus kematian mencapai kematian per tahun, di Vietnam kematian per tahun, di China rata-rata kematian per tahun, di Filipina kematian per tahun, sedangkan di Indonesia selama 4 tahun terakhir rata-rata sebanyak 143 kematian per tahun. Kasus lyssa (rabies pada manusia) di Indonesia endemis di 24 propinsi, yang tertinggi adalah Provinsi Bali, diikuti Sumatera Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur, sedangkan 9 provinsi lainnya masih dinyatakan sebagai daerah bebas rabies yaitu Provinsi Bangka Belitung, Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua dan.1 Papua Barat Penyebaran rabies di Indonesia semakin lama semakin meluas. Saat ini, dari 33 propinsi di Indonesia hanya 9 propinsi yang masih dinyatakan bebas yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua, Papua Barat, Bangka Belitung, Kepulauan Riau dan Nusa.2 Tengggara Barat Di propinsi Sumatera Barat rata-rata terdapat kasus gigitan oleh hewan penular rabies (HPR) pertahun sehingga Sumatera Barat merupakan daerah dengan jumlah kasus gigitan kedua tertinggi setelah propinsi Sulawesi Utara. Jenis HPR tertinggi adalah anjing (95%), dan sisanya adalah Buletin Informasi Kesehatan Hewan - Volume 17 Nomor 90 Tahun

6 Uji Diagnostik Metode Rabies Indirect Antigen Detection (RIAD) pada Kelenjar Saliva Submandibula Hewan Penular Rabies yang diduga terinfeksi Virus Rabies kucing, musang, tikus, kera dan lainnya. Berdasarkan data yang ada pada Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, setiap tahunnya terdapat rata-rata kasus kematian manusia akibat rabies. Tahun 2012 terjadi kasus gigitan oleh hewan penular rabies (HPR) dengan 14 kasus kematian akibat rabies, sedangkan pada tahun 2013 (data sampai bulan September 2013) terjadi kasus gigitan dengan 9 kasus kematian akibat rabies. Insidensi rata-rata kasus rabies pertahun pada manusia memang kecil dibandingkan dengan penyakit menular lainnya namun efek psikologisnya sangat besar terutama pada manusia yang telah digigit anjing/kucing dan secara ekonomis sangat merugikan karena dapat.3 mengancam kepariwisataan Masa inkubasi penyakit rabies berlangsung dari beberapa hari hingga beberapa bulan,.4 tergantung dari virulensi, lokasi gigitan dan jumlah gigitan Tingginya kasus gigitan tersebut tidak sebanding dengan jumlah sampel yang diperiksa di sebagai laboratorium rujukan pengujian rabies pada hewan yang hanya tercatat 151 sampel pada tahun 2012 dan 122 sampel pada tahun 2013 dengan proporsi kasus rabies positif.5,6 rata-rata 87% Idealnya setiap kasus penggigitan yang diiringi penyuntikan antilyssa sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk penegakan diagnosis rabies. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan ketidakseimbangan antara kasus penggigitan dengan jumlah sampel yang diuji, salah satunya adalah sulit dan mahalnya pengujian rabies dengan metode direct fluorescent antibodi technique /dfat sehingga tidak semua laboratorium kesehatan hewan di.7 daerah dapat melakukan uji rabies Metode direct fluorescent antibodi technique /dfat pada sampel hipokampus otak adalah baku emas pengujian rabies.8 menurut Office International des Epizooties Metode ini memiliki tingkat tinggi sensitivitas dan spesifisitas yang sangat mencapai 99,78%, namun metode ini memiliki kelemahan yang menjadi kendala bagi laboratorium laboratorium penguji rabies di daerah yakni mahalnya harga peralatan mikroskop fluoresens yang digunakan untuk mendiagnosis dan membaca hasil uji serta mahalnya harga bahan konjugat yang digunakan. Pengambilan sampel hipokampus otak sebagai bahan untuk uji rabies dengan dfat juga menjadi kesulitan tersendiri bagi petugas kesehatan hewan di lapangan dikarenakan ukuran hipokampus otak yang kecil serta letaknya di bawah serebrum. Pengujian dfat sangat sulit untuk diterapkan di laboratorium daerah (Laboratorium tipe B dan C), maka sebagai alternatif uji yang relatif terjangkau oleh laboratorium di daerah adalah pengujian rabies dengan metode Sellers yangmenggunakan peralatan mikroskop cahaya dalam pembacaan hasil uji, meski metode ini memiliki.7 tingkat sensitivitas pengujian hanya 65% Tingginya kasus gigitan oleh HPR yang tidak sebanding dengan jumlah sampel yang diuji di laboratorium menjadi suatu tantangan yang semakin lama harus dapat diatasi oleh laboratorium penguji rabies di wilayah ini. Berbagai metode dalam mendiagnosis rabies telah mengalami berbagai pengembangan diantaranya metode Rabies Indirect Antigen Detection (RIAD) dan Direct Rapid Immuno-histochemistry Test (drit) pada sampel hipokampus otak yang menggunakan prinsip imunohistokimia. Hasil uji dengan metode RIAD pada sampel otak memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik yakni 95,5%.7 sedangkan metode.9 drit memiliki sensitivitas 97,50% dan spesifisitas 100% Sensitivitas yang relatif sama dengan baku emas, serta peralatan yang dibutuhkan hanya dengan mikroskop cahaya dalam pembacaan hasil maka metode ini dapat dipakai sebagai alternatif uji dfat yang lebih baik dari metode Sellers. Pengujian rabies dengan metode RIAD pada otak sebagai alternatif dari baku emas dfat sudah memenuhi prinsip dasar uji diagnostik yakni dengan nilai diagnostik yang baik metode ini memiliki kelebihan yakni lebih mudah, lebih sederhana dan.10 lebih aman dalam pengambilan sampel dan dalam pengujian Beberapa penelitian telah membuktikan eksistensi virus rabies selain ditemukan pada sel saraf juga ditemukan pada non sel saraf yaitu pada kelenjar saliva. Jumlah konsentrasi virus yang tertinggi pada kelenjar saliva secara berturut turut adalah kelenjar saliva submandibula, parotis, dan.11 submaksilaris. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dimungkinkan pengembangan metode pemeriksaan rabies dengan menggunakan metode RIAD pada kelenjar saliva submandibula. Dalam penelitian ini penting untuk melihat potensi diagnostik pengujian RIAD pada kelenjar saliva submandibula berupa sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif positif, dan nilai prediktif negatif kestabilan uji diagnostik ini. Metode serta reliabilitas atau Penelitian merupakan suatu penelitian observasionaldengan desain cross sectional study.penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi, Jalan -Payakumbuh KM 14 Baso Kabupaten Agam dan dilakukan selama 6 bulan. Populasi penelitian adalah kelenjar saliva submandibula dan hipokampus otak dari kadaver hewan penular rabies (HPR) yang dikirim ke laboratorium penguji untuk dilakukan pemeriksaan rabies.sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi meliputi kelenjar saliva submandibula berasal dari HPR dengan dugaan rabies, kelenjar saliva dalam keadaan masih segar atau sudah Buletin Informasi Kesehatan Hewan - Volume 17 Nomor 90 Tahun

7 Uji Diagnostik Metode Rabies Indirect Antigen Detection (RIAD) pada Kelenjar Saliva Submandibula Hewan Penular Rabies yang diduga terinfeksi Virus Rabies dibekukan. Sedangkan kriteria eksklusi adalah sampel yang tidak ada atau belum ada hasil pengujian dfat. Pemilihan sampel berdasarkan teknik consecutive sampling, semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang.10 diperlukan terpenuhi Untuk uji diagnostik dengan data nominal dikotomi maka besar sampel minimal dihitung dari rumus sebagai berikut : Zα2.P.Q 1,962 x 0,87 x 0.13 n = = = 44 Keterangan : n = besar sampel; 0,12 d2 Zα = nilai kurva normal pada confidence interval 95% (α= 0,05, Zα = 1,96); P = Proporsi penyakit/keadaan yang dicari (87%); Q = 1 - P; d = Tingkat ketepatan absolut yag dikehendaki (0,1) / derajat presisi. Berdasarkan rumus diatas, maka besar sampel minimal yang diperlukan adalah 44 sampel kelenjar saliva. Variabel dalam penelitian uji diagnostik adalah sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif positif, dan nilai prediktif negatif. Penentuan sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif positif, dan nilai prediktif negatif Tabel 1. Tabel kontingensi 2x2 pengukuran sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif positif, dan nilai prediktif negatif suatu metode uji dibandingkan dengan baku emas UJI BAKU EMAS Positif Negatif Jumlah Positif Positif benar (a) Positif palsu (b) a + b Negatif Negatif palsu (c) Negatif benar (d) c + d Jumlah a + c b + d a + b + c + d Sensitivitas adalah kemampuan suatu uji untuk mengidentifikasi dengan benar mereka yang terkena penyakit sedang spesifisitas adalah kemampuan suatu uji untuk mengidentifikasi dengan benar persentase mereka yang tidak terkena penyakit (negatif benar) dan terbukti tidak terkena penyakit seperti yang ditunjukan melalui suatu uji. Nilai prediktif positif (NPP) adalah persentase positif benar diantara individu yang hasil ujinya positif. nilai prediktif positif ini menjawab pertanyaan berapa besarnya kemungkinan suatu subyek tersebut menderita penyakit bila hasil suatu uji diagnostik positif Nilai prediktif negatif (NPN) adalah persentase orang yang tidak sakit diantara mereka yang hasil ujinya negatif. Nilai prediktif negatif menjawab pertanyaan berapa besarkah kemungkinan bahwa subyek tersebut tidak menderita penyakit bila hasil suatu uji diagnostik negatif. Keempat variabel tersebut dapat diketahui dengan perhitungan : positif benar (a) sensitivitas = x 100% Positif benar + negatif palsu (a+c) Negatif benar (d) spesifisitas = x 100% positif palsu + negatif benar (b+d) positif benar (a) NPP = x 100% positif benar + positif palsu (a + b) negatif benar (d) NPN = x 100% negatif benar + negatif palsu (c + d) Metode direct Fluorescent Antibodi Technique (dfat): Merupakan metode uji rabies dengan prinsip kerja jaringan otak diwarnai dengan antibodi yang dilabel dengan fluorescein isothiocyanate (FITC) untuk mendeteksi adanya antigen.12 rabies Metode Rabies Indirect Antigen Detection ( RIAD ) merupakan uji diagnosis rabies secara imunohistokimia dalam sediaan apusan jaringan. Prinsip kerjanya adalah reaksi ikatan antara antigen dan antibodi ditandai pengikatan substrat, sehingga penanda antigen rabies untuk dibaca dengan.7 mikroskop cahaya Metode imunohistokimia RIAD 1. Pembuatan preparat smear kelenjar saliva. Kelenjar saliva digerus kasar dalam mortar (untuk mengeluarkan dan melepaskan virus dari jaringan/sel) kemudian diulas pada kaca objek sehingga terbentuk ulas tipis pada kaca objek dan kemudian dikeringkan. Fiksasi preparat pada kaca objek dalam aseton pada suhu ruang selama 20 menit kemudian dikeringkan. 2. Pewarnaan dengan teknik imunohistokimia RIAD Kaca objek direndam dan dibilas dengan larutan TBS sebanyak 3x dengan masing masing selama 2 menit. Setelah proses selesai kaca objek dilap dengan kertas tisu dan kaca objek disusun pada wadah yang lembab pada suhu ruangan. Kaca objek ditetesi dengan dengan 300µl H2O2 (hidrogen peroksida) 3% selama 10 menit untuk blocking, setelah itu wadah ditutup agar tetap lembab/basah. Buletin Informasi Kesehatan Hewan - Volume 17 Nomor 90 Tahun

8 Uji Diagnostik Metode Rabies Indirect Antigen Detection (RIAD) pada Kelenjar Saliva Submandibula Hewan Penular Rabies yang diduga terinfeksi Virus Rabies Kaca objek direndam dan dibilas dengan larutan TBS sebanyak 3x dengan masing masing selama 2 menit. setelah proses kaca objek dilap dengan tisu. Sementara itu dibuat larutan antibodi primer dengan melarutkan serum poliklonal rabies (Rabbit #662) dalam larutan pengencer antibodi dengan pengenceran 1 : Antibodi primer 1o diteteskan pada kaca objek sebanyak 300µl lalu kaca objek diinkubasikan selama 45 menit. Kaca objek direndam dan dibilas dengan larutan TBS sebanyak 3x dengan masing masing selama 2 menit. setelah proses kaca objek dilap dengan tisu. Larutan antibodi Jackson diteteskan sebanyak 300 µl pada setiap kaca objek kemudian diinkubasikan selama 45 menit. Kaca objek direndam dan dibilas dengan larutan TBS sebanyak 3x dengan masing masing selama 2 menit. Setelah proses kaca objek dilap dengan tisu. Substrat AEC yang telah diaktivasi diteteskan sebanyak 300 µl pada setiap kaca objek dan diamkan selama 45 menit. Pada tahap ini dimonitor perubahan warna. Setelah 10 menit substrat AEC kembali ditambahkan sebanyak 200 µl. Kaca objek dicuci dengan aquades ph 7.0 (untuk menghentikan reaksi). Dilakukan pewarnaan dengan meneteskan larutan lilly meyers haematoxilin selama 60 detik sebagai counterstain. Kemudian kaca objek dibilas dengan aquades dan direndam dengan aquades. Lalu kaca objek dicelupkan kedalam Scott's Tap Water selama 60 detik sampai berubah menjadi warna biru. Kaca objek dibilas dan didiamkan dalam aquades sampai proses pemasangan kaca penutup (cover glass) dengan aqueous mounting medium. 3. Pengamatan imunohistokimia Hasil pewarnaan imunohistokimia RIAD pada kelenjar saliva diamati dibawah mikroskop cahaya pada lima lapang pandang dengan pembesaran 400x. Reaksi positif ditemukannya antigen virus rabies ditandai dengan bentukan berwarna merah bata dalam dan sekitar sel kelenjar sedangkan reaksi negatif jika tidak ditemukan bentukan warna merah bata dan lapang pandang berwarna biru. Analisis Data Pada hasil penelitian dilakukan pengambilan data sekunder berupa hasil pengujian dfat pada spesimen otak (sebagai baku emas) dan pengambilan data primer hasil pengujian immunohistokimia RIAD kemudian dilakukan uji diagnostik dengan memasukkan hasil pengujian ke dalam tabel 2 x 2 untuk dinilai dan dihitung sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif positif dan nilai prediktif negatif. Untuk menguji reliabilitas dan mengukur derajat reliabilitas uji RIAD maka digunakan analisis kesepakatan Kappa Cohen Untuk menghitung nilai kappa, menurut Widhiarso (2013) dalam Dhamayanti (2014)9 diperlukan tabel kontingensi 2 x 2 yang menunjukkan jumlah atau proporsi persetujuan antar rater (menggunakan tabel kontingensi yang digunakan dalam menghitung validitas). Nilai kappa (κ) didapatkan melalui rumus: (A+D) Pa = (A+B+C+D) (A+B)+(A+C)+(C+D)+(B+D) Pc = Pa Pc K = Pc (A+B+C+D) 2 Dimana : Pa - Pc menunjukkan derajat persetujuan yang diharapkan; 1 - Pc menunjukkan derajat persetujuan yang sesungguhnya Tingkat reliabilitas uji RIAD ditunjukkan dengan nilai kappa yang ditentukan berdasarkan kriteria Altman (1991) dalam Bhismamurti (2011)13 dengan reliabilitas antar rater sebagai berikut : mengklasifikasi tingkat Tabel 2. Klasifikasi reliabilitas uji menurut kriteria Altman (1991). Nilai kappa 0,20 0,21-0,40 0,41-0,60 0,61-0,80 0,81-1,00 Kriteria Buruk Kurang dari sedang Hasil Penelitian Sedang Baik Sangat Baik Sampel penelitian merupakan sampel yang diterima di Balai Veteriner, dengan besar sampel penelitian adalah 45. Sebagian besar sampel tersebut berasal dari HPR yang sebelumnya sudah melakukan penggigitan pada manusia dan sudah menunjukkan gejala klinis rabies, yang selanjutnya hewan tersebut mati sendiri atau dimatikan dan kemudian sampel kadavernya (bagian kepala) dikirim ke laboratorium. Kadaver (bagian kepala) kemudian diambil hipokampus otaknya dan kelenjar saliva submandibula. Sebagai preservasi, bagian hipokampus disimpan dalam gliserin 50% (untuk dilakukan uji dfat) sedangkan kelenjar saliva submandibula Buletin Informasi Kesehatan Hewan - Volume 17 Nomor 90 Tahun

9 Uji Diagnostik Metode Rabies Indirect Antigen Detection (RIAD) pada Kelenjar Saliva Submandibula Hewan Penular Rabies yang diduga terinfeksi Virus Rabies disimpan dalam keadaan segar untuk langsung dilakukan pengujian atau disimpan di dalam freezer -800C jika pengujian dilakukan pada hari lainnya. Hasil positif dari pengujian dfat ditandai warna hijau fluoresens (FITC) pada ikatan kompleks antigen-antibodi seperti dalam Gambar 2.5., sedangkan hasil positif kompleks ikatan antigen-antibodi dengan pewarnaan RIAD ditandai adanya granul warna merah bata seperti contoh dalam Gambar 5b dibawah ini (Hasil pewarnaan metode RIAD selengkapnya terdapat pada lampiran 2) : Berdasarkan hasil rekapitulasi pengujian laboratorium (pada lampiran 1), yang merupakan data hasil pengujian metode dfat pada hipokampus otak dan hasil pengujian metode RIAD pada kelenjar saliva submandibula keduanya dibandingkan, dengan pengujian rabies metode dfat sebagai baku emas kemudian dimasukkan dalam tabel kontingensi 2x2 dan didapatkan hasil seperti dalam tabel berikut : Tabel 2. Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif positif dan nilai prediktif negatif hasil pengujian RIAD dibandingkan dengan metode dfat (baku emas) Metode Uji Rabies dfat Positif Negatif Jumlah Positif 30 (a) 2 (b) 32 (a+b) A Gambar 1. A. Gambaran hasil negatif pada metode RIAD ekskresi sel dan sel asiner kelenjar saliva berwarna biru (lilly meyers haematoxillin) B. Gambaran hasil positif ditunjukkan dengan warna merah bata (arah panah) pada sekitar dan permukaan sel kelenjar asiner (IHC-RIAD: 400x) Dari hasil penelitian didapatkan dari hasil pengujian dfat sebanyak 32 sampel yang positif rabies (71,11%) dan 13 sampel yang negatif rabies (28,89%) sedangkan dari pengujian RIAD didapatkan 30 sampel yang positif benar (66,67%), 11 sampel yang negatif benar (24,44%) serta masing masing terdapat 2 sampel negatif palsu (4,44%) dan 2 sampel positif palsu (4,44%). NEGATIF 13 28,89 % Gambar 5.2. Komposisi hasil pengujian rabies berdasarkan metode dfat NEGATIF BENAR 11 24,44 % POSITIF PALSU 2 4,44 % Gambar 5.3. Komposisi hasil pengujian rabies berdasarkan metode RIAD B POSITIF 32 71,11 % NEGATIF PALSU 2 4,44 % POSITIF BENAR 30 66,67 % UJI RIAD Negatif 2 (c) 11 (d) 13 (c+d) Jumlah 32 (a+c) 13 (b+d) 45 (a+b+c+d) Sensitivitas : (a/a+c) x 100% = 30/32 = 93,75 % Spesifisitas : (d/b+d) x 100% = 11/13 = 84,61 % NPP : (a/a+b) x100% = 30/32 = 93,75 % NPN : (d/c+d) x 100% = 11/13 = 84,61 % Dari hasil pada tabel 5.1 maka uji diagnostik metode RIAD dapat diperhitungkannilai sensitivitasnya dengan rumus a/(a+c)yang mencerminkan hasil positif rabies pada kelompok hewan yang sakit adalah 93,75%, nilai spesifisitas dengan rumus d/(b+d) yang mencerminkan hasil negatif pada kelompok hewan yang sehat sebesar 84,61%. Sedangkan probabilitas hasil positif pada hewan penderita rabies ditunjukkan dengan nilai prediktif positif dengan rumus a/(a+b) adalah 93,75% selain itu probabilitas hewan yang tidak terkena rabies pada hasil uji negatif ditunjukkan dengan nilai prediktif negatif dengan rumus d/(c+d) adalah 84,61%. Tingkat reliabilitas atau keandalan dari suatu metode uji yang berskala nominal adalah dengan penentuan nilai kappa (k). Kappa merupakan suatu statistik yang mengukur kesesuaian antara veriabel berskala nominal dikotomi. Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus, maka nilai kappa dari metode RIAD adalah 0,82. Nilai tersebut menunjukkan bahwa uji RIAD dapat dikategorikan sangat baik (kriteria Altman), karena nilai kappa berada dalam kisaran 0,81-1,00.13 Pembahasan Penelitian uji diagnostikmetode RIAD pada hewan penular rabies ini bertujuan untuk mengetahui nilaivaliditas (kesahihan) dan reliabilitas (keandalan) yang merupakan dua karakteristik pengukuran suatu uji yang amat penting. Menurut Mether (1991) dalam Bhismamurti (2011), validitas dan reliabilitas merupakan ukuran kredibilitas pengukuran, suatu Buletin Informasi Kesehatan Hewan - Volume 17 Nomor 90 Tahun

10 Uji Diagnostik Metode Rabies Indirect Antigen Detection (RIAD) pada Kelenjar Saliva Submandibula Hewan Penular Rabies yang diduga terinfeksi Virus Rabies alat ukur (atau pengujian) akan memiliki validitas yang tinggi jika menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (Bhismamurti, 2011)13. Komponen validitas uji meliputi validitas sewaktu (nilai sensitivitas, spesifisitas) dan validitas prediktif (nilai prediktif positif dan nilai prediktif negatif) sedangkan penilaian reliabilitas menggunakan koefisien kesepakatan kappa (k). Metode uji rabies dengan metode dfat maupun metode RIAD memberikan hasil nominal dikotomi karena hasil diagnosis rabies dinyatakan dengan hasil negatif dan positif. Hasil pemeriksaan dengan RIAD divalidasi dan dibandingkan dengan baku emas untuk diagnosis rabies yaitu dfat dengan sensitivitas dan spesifisitas untuk dfat masing masing dianggap bernilai 100%. Pada hasil penelitian ini, didapatkan dari pengujian dfat pada sampel hipokampus otak sebanyak 32 sampel yang positif rabies (71,11%) dan 13 sampel yang negatif rabies (28,89%) sedangkan dari pengujian RIAD pada kelenjar saliva submandibula didapatkan 30 sampel yang positif benar (66,67%), 11 sampel yang negatif benar (24,44%) serta masing masing terdapat 2 sampel negatif palsu (4,44%) dan 2 sampel positif palsu (4,44%). Hasil uji diagnostik metode RIAD pada kelenjar saliva submandibula memiliki sensitivitas 93,75%, spesifisitas 84,61%, nilai prediktif positif 93,75% dan nilai prediktif negatif 84,61%. Tingkat validitas metode RIAD ini terlihat relatif sama dengan baku emas dfat. Dalam mendiagnosis rabies, metode RIAD menggunakan mikroskop cahaya biasa serta menggunakan antibodi poliklonal. Penggunaan alat dan bahan ini lebih mudah dan murah dan ini merupakan kelebihan dari metode RIAD dibandingkan metode dfat yang menggunakan mikroskop fluoresens serta penggunaan antibodi monoklonal yang harganya relatif mahal dan selama ini telah menjadi kendala bagi laboratorium didaerah untuk dapat melakukan pengujian rabies. Beberapa penelitian lain yang berhubungan dengan sensitivitas uji rabies diantaranya yakni Ibnu et al.,(2013)7 yang menemukan bahwa metode RIAD pada sampel hipokampus otak memiliki sensitivitas 95,50% dan spesifisitas 77,40%. Tingkat sensitivitas metode RIAD yang tinggi pada penelitian tersebut disebabkan karena jenis sampel yang digunakan merupakan sampel hipokampus otak yang merupakan target organ dari virus rabies dan tempat virus bereplikasi dan memperbanyak diri sebelum menuju organ lainnya sehingga sampel ini direkomendasikan oleh OIE. Di dalam otak, virus tersebar diseluruh bagian otak dengan jumlah terbesar virusnya adalah pada bagian hipokampus (Jackson AC, 2007)14 namun dalam penelitian tersebut spesifisitasnya lebih rendah karena memberikan hasil falsepositive (positif palsu) yang lebih besar. Lebih tingginya jumlah positif palsu dikarenakan sampel yang digunakan merupakan sampel yang sudah tersimpan dalam pengawet dengan waktu yang cukup lama. Hasil validitas yang tinggi juga didapatkan Dhamayanti R. et al., (2013)9) yang melakukan p e n g u j i a n r a b i e s d e n g a n m e t o d e d i r e c t R a p i d Immunohistochemistry Test (drit) pada preparat ulas hipokampus otak dan menemukan bahwa sensitivitas relatif drit terhadap dfat adalah 97,50% dengan spesifisitas 100%. Perbedaan dari metode drit dan metode RIAD adalah pada jenis antibodi yang digunakan dan jenis sampel yang diuji. Metode drit menggunakan antibodi monoklonal seperti juga halnya dfat, sedangkan RIAD menggunakan antibodi poliklonal pada sampel kelenjar saliva submandibula. Perbedaan jenis sampel, seperti yang telah dibahas sebelumnya, juga berpengaruh terhadap tingginya hasil sensitivitas maupun spesifisitas uji dari drit pada sampel hipokampus otak dibandingkan RIAD pada kelenjar saliva submandibula. K a n g B. K. e t a l., ( ) 1 5 d a l a m p e n e l i t i a n n y a menggunakan Rapid Immunodiagnostic Test (RIDT) yang prinsip dasarnya menggunakan teknik imunokromatografi telah melakukan pengujian pada sampel otak dan memberikan hasil sensitivitas uji 91,70% dan spesifisitasnya 100%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode RIAD pada kelenjar saliva ternyata memberikan hasil validitas yang lebih baik daripada pengujian rabies dengan metode tersebut. Sensitivitas uji RIDT yang lebih rendah dari metode RIAD maupun drit disebabkan oleh teknik imunokromatografi memerlukan jumlah titer virus yang lebih tinggi diatas limit deteksi uji. Berdasarkan jenis sampel yang dapat digunakan sebagai sampel pengujian, metode RIDT ini sangat aplikatif karena dapat menggunakan air liur/saliva dan dapat segera memberikan hasil, namun kelemahan metode ini jika akan diaplikasikan di lapangan dengan menggunakan saliva atau air liur, besar kemungkinan mendapatkan hasil negatif palsu karena diperlukan titer yang cukup (melebihi limit deteksi) untuk memberikan hasil positif disamping itu kontak dengan air liur/saliva hewan penderita rabies sangat rentan terjadinya infeksi bagi petugas yang mengambil sampel. Hasil negatif palsu ini juga akan sangat membahayakan dan mengancam jiwa orang yang menjadi korban gigitan, karena meskipun jumlah titer virus yang sangat rendah yang masuk tubuh melalui gigitan (yang tidak terdeteksi karena keterbatasan limit deteksi) virus akan bereplikasi didalam tubuh dan menginfeksi saraf untuk bereplikasi lebih lanjut didalam otak sehingga menyebabkan kematian. Buletin Informasi Kesehatan Hewan - Volume 17 Nomor 90 Tahun

11 Uji Diagnostik Metode Rabies Indirect Antigen Detection (RIAD) pada Kelenjar Saliva Submandibula Hewan Penular Rabies yang diduga terinfeksi Virus Rabies Metode RIAD, drit maupun dfat mampu mendeteksi adanya antigen virus rabies meski dalam jumlah yang sangat rendah. Adanya antigen akan terikat dengan antibodi yang reaksi ikatannya diketahui dari adanya pengikatan warna dari substrat yang dipakai (FITC, DAB atau AEC) sehingga metode ini sangat baik untuk diterapkan dalam pengujian rabies karena hasil dari pengujian rabies adalah menyangkut nyawa manusia yang digigit HPR maka diperlukan hasil yang absolut positif ataupun negatif. Pada penelitian ini, terdapat 4 sampel yang memiliki hasil yang berbeda dengan hasil dfat yakni 2 sampel memiliki hasil negatif palsu dan 2 sampel memiliki hasil positif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan smear (ulas) yang terlalu tebal sehingga sel menumpuk dan mengikat warna dari substrat, hasil positif palsu juga dapat disebabkan oleh blocking endogenous peroxidase (dengan H2O2) serta blocking protein (dengan skim milk) yang kurang sempurna sehingga menyebabkan eritrosit ataupun bakteri dapat bereaksi dengan antibodi dan mengikat substrat AEC sehingga terdapat granul warna merah bata dan didiagnosis positif. Sedangkan hasil diagnosis negatif palsu dapat disebabkan karena kelenjar saliva merupakan jaringan padat tidak seperti otak maka dimungkinkan bahwa kelenjar saliva yang diuji memang tidak mengandung virus atau lokasi virus berada dibagian lain kelenjar saliva tersebut, disamping itu karena kelenjar saliva merupakan organ padat maka pada perlakuan smear atau ulas menyebabkan virus atau sel kelenjar saliva lebih sulit menempel pada kaca preparat sehingga meskipun kaca preparat sudah di-coating dengan silane (atau dengan poly L- lysine), pada proses pewarnaan dan pencucian ada kemungkinan sel atau virus terlepas dari kaca preparat saat pencucian sehingga memberikan hasil negatif. Faktor lain yang mungkin terjadi adalah waktu inkubasi yang terlalu cepat pada saat pemberian substrat sehingga tidak ada ikatan antigen antibodi atau ikatan yang terlalu lemah sehingga tidak mampu mengikat warna substrat, disamping itu hasil negatif palsu disebabkan oleh perjalanan virus dari otak yang belum sampai pada kelenjar saliva submandibula, dari penelitian Fekadu (1982)16 diketahui bahwa hanya 60,00%-70,00% virus yang sampai di kelenjar saliva setelah bereplikasi di dalam sel saraf otak. Keempat uji alternatif tersebut (RIAD pada kelenjar saliva, RIAD pada hipokampus otak, drit pada hipokampus otak dan RIDT pada otak) memiliki sensitivitas yang relatif sama tingginya namun dalam hal ini metode RIAD pada kelenjar saliva memiliki kelebihan dalam hal jenis sampel yang dipakai, kelenjar saliva akan lebih mudah dalam pengambilan serta resiko infeksi yang lebih rendah dibandingkan pengambilan hipokampus otak yang lebih rumit serta memiliki resiko infeksi yang cukup tinggi, sehingga para petugas di lapangan akan lebih mudah dan aman dalam pengambilan sampel untuk pengujian rabies. Kekurangan yang terdapat pada pengujian dengan metode RIAD pada kelenjar saliva adalah karena kelenjar saliva termasuk jaringan padat maka dimungkinkan bahan sampel yang diuji tidak terlalu lekat juga virus dapat tidak terdeteksi pada bagian jaringan yang diuji baik oleh karena jumlah virus yang sedikit atau virus hanya terdapat pada bagian lain kelenjar saliva yang tidak dilakukan pengujian sehingga kasus dapat didiagnosis negatif atau negatif palsu (padahal hewan positif rabies) disamping itu faktor patogenesis dan waktu inkubasi untuk virus untuk sampai pada kelenjar saliva. Kekurangan tersebut dapat diatasi dengan melakukan konfirmasi lebih lanjut ke laboratorium rujukan yaitu Balai Veteriner untuk dilakukan peneguhan uji / konfirmasi dengan metode dfat jika hasil pengujian metode RIAD didiagnosis negatif. Hasil dari uji diagnostik metode RIAD pada kelenjar saliva submandibula menunjukkan hasil dengan validitas dan reliabilitas yang baik. Metode ini juga lebih murah dan mudah untuk dapat diterapkan/diaplikasikan di laboratorium di daerah maka metode ini dapat dipertimbangkan sebagai alternatif dari pengujian dfat (Baku emas). Kesimpulan 1. Uji rabies metode RIAD dengan menggunakan sampel jaringan kelenjar saliva submandibula memiliki sensitivitas yang relatif sama dengan metode dfat pada sampel otak HPR 2. Uji rabies metode RIAD dengan menggunakan sampel jaringan kelenjar saliva submandibula memiliki spesifisitas yang relatif sama dengan Metode dfat pada sampel otak HPR. 3. Uji rabies metode RIAD dengan menggunakan sampel jaringan kelenjar saliva submandibula memiliki nilai prediktif positif yang relatif sama dengan metode dfat pada sampel otak HPR. 4. Uji rabies metode RIAD dengan menggunakan sampel jaringan kelenjar saliva submandibula memiliki nilai prediktif negatif yang relatif sama dengan metode dfat pada sampel otak HPR. Buletin Informasi Kesehatan Hewan - Volume 17 Nomor 90 Tahun

12 Uji Diagnostik Metode Rabies Indirect Antigen Detection (RIAD) pada Kelenjar Saliva Submandibula Hewan Penular Rabies yang diduga terinfeksi Virus Rabies Daftar Pustaka [Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Profil Kesehatan Indonesia Jakarta: Kemenkes RI. Soegiarto Epidemiology of Rabies in Indonesia. Di dalam : New strategies For the control and prevention of zoonotic diseases. Prosiding SeminarInternasional, Surabaya, Juni Surabaya. Fakultas Kedokteran HewanUniversitas Airlangga. Dinas Kesehatan Prop. Sumbar, Laporan Pelaksanaan kegiatan, Padang Rositter JP, Jackson AC Pathology. In: Jackson AC and WH Wunner,Editor Rabies. Second Edition. Oxford. Academic Pr. Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner, Laporan Pelaksanaan Penyidikan Penyakit Rabies, ; 2012 Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner, Laporan Pelaksanaan Penyidikan Penyakit Rabies, ; 2013 bnu., et al Aplikasi Metode Rabies Indirect Antigen Detection ( RIAD) untuk mendeteksi antigen Virus Rabies pada Jaringan Otak, Prosiding Dit jenakeswan Kementrian, [OIE] Office International Des Epizooties Manual Standards fordiagnostictests and Vaccines. Rabies. (11 Agustus 2009). Damayanti R, Alfinus, Rahmadani I, Faizal Deteksi antigen virus Rabies pada jaringan otak dengan metode imunohistokimia. Prosiding SeminarNasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan Bogor. Sastroasmoro S, Dasar dasar metodologi penelitian klinis. Sagung Seto. Jakarta. Charlton KM, Casey GA, Campbell JB Experimental Rabies in skunks:mechanisms of infection of the salivary glands. Can J Comp Med 47: Dean DJ, Abelseth MK, Atanasiu P The Fluorescence Antibodi Test. In ;Laboratory Techniques in Rabies. Geneva. Fourth Edition. hlm Bhisma Murti, 2011 Validitas Dan Reliabilitas Pengukuran, Matrikulasi Program Studi Doktoral, Fakultas Kedokteran, UNS Kang, BK et al., Evaluation of a rapid immunodiagnostic test kit for rabiesvirus. Elsevier Science diet. Journal of virologic methods. 145 : Fekadu, Makonen Pathogenesis of rabies virus infection in dogs : Do dog recover from clinical rabies?, Atlanta, Georgia. Buletin Informasi Kesehatan Hewan - Volume 17 Nomor 90 Tahun

13 Deteksi Antibodi Rabies Dengan Rapid Fluorescent Focus Inhibition Test (RFFIT) di 1) 2) 1) 1) Yul Fitria, Rahmi Eka Putri, Martdeliza, Niko Febrianto 1) 2) Medik LAboratorium Virologi, Paramedik LAboratorium Virologi Abstrak Telah dapat dilakukan pengujian RFFIT (Rapid Fluorescent Focus Inhibition Test) virus di. Merupakan gold standard pengujian titer antibody rabies dan sebagai alat ukur yang direkomendasikan OIE dan WHO. Prinsip pengujian ini merupakan virus netralisasi sebagai pengukur titer antibodi rabies pasca vaksinasi. Pengujian ini dapat digunakan untuk mengukur titer antibodi rabies manusia, dan hewan pembawa rabies seperti anjing, kucing, kera, kerbau, sapi dan hewan pecobaan lainnya seperti kelinci. Pengujian dilakukan dengan sampel serum manusia 25 sampel, anjing 17 sampel, kelinci 9 sampel, sapi 12 sampel. Dari sampel yang dilakukan pengujian 55 sampel besar 0,5IU (protektif) dan 16 sampel kecil dari 0,5 IU (non protektif). Beberapa hasil pengujian RFFIT dibandingkan dengan kit ELISA rabies BIORAD dan PUSVETMA. Kata kunci : RFFIT, virus netralisasi Afiliasi Penulis Korespondensi Yul Fitria, yulfitria@yahoo.com Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan angka tinggi kasus rabies. banyak hal yang menyebabkan rabies tidak bisa dimusnahkan dari Indonesia. Tapi tindakan yang konkrit yang tercantum dalam langkah-langkah penanggulangan rabies, belum sepenuhnya dapat dilakukan dengan baik. Diantaranya vaksinasi pada hewan pembawa rabies. Lalu lintas hewan pembawa rabies belum optimal dilakukan. Vaksinasi yang dilakukan dengan baik harus dimonitoring titer antibodi dan kemampuan dalam menetralisasi virus rabies. RFFIT merupakan uji netralisasi invitro terhadap virus rabies dari serum atau antibody yang dihasilkan pasca vaksinasi. sesuai dengan SK Mentri tentang penunjukkan sebagai Laboratorium Referens Rabies Nasional, mengharuskan diri untuk mengadopsi berbagai pengujian yang mendukung dalam pelaksanaan kegiatan pemberantasan rabies nasional. Kerjasama pemerintah Australia-Indonesia memasukkan penguatan laboratorium Virologi khususnya dalam mendiagnosa rabies. Selain pengukuran titer antibody rabies sebelum ini telah diluncurkan RIAD (Rabies Immuno-peroxidase Antigen Detection). I.2. Tinjauan Pustaka WHO merekomendasikan pelaksanaan vaksinasi terhadap anjing dalam populasinya sebanyak 70% sehingga bisa mengontrol penyebaran penyakit rabies. Setelah pelaksanaan vaksinasi yang baik harus dilakukan evaluasi keberhasilan vaksinasi setelah 2 bulan pelaksanaan sehingga diketahui titer antibodi terhadap rabies. Pengujian titer antibodi rabies dilakukan dengan metode ELISA, RFFIT, FAVN, dan lain-lain sesuai fungsi. Gold standard pengujian titer antibodi rabies adalah dengan RFFIT (Rapid Fluorescent Focus Inhibition Test). Pengujian ini direkomendasikan WHO untuk mentitrasi antibodi rabies pada manusia yang pernah divaksin rabies karena berbagai sebab.(braas DA,2009). RFFIT merupakan uji yang menunjukkan konsentrasi antibody netralisasi terhadap rabies dalam darah sampel. Hal ini menggambarkan keadaan sistim imun zmerespon vaksin yang disuntikkan. Unit konsentrasi antibodi adalah International Unit (IU), dan konsentrasi netralisasi antibodi rabies adalah dalam satuan International Units per milliliter (IU/mL). prinsip pengujian ini adalah memberikan kesempatan serum dan virus rabies berinteraksi terlebih dahulu, dalam kasus ini proses netralisasi tergantung kemampuan antibodi masing-masing sampel. Kemudian ditambahkan sel yang menumbuhkan virus rabies seperti BHK-21 dan mouse neuroblastoma. Virus yang tidak ternetralisasi akan menginfeksi sel. Buletin Informasi Kesehatan Hewan - Volume 17 Nomor 90 Tahun

14 Deteksi Antibodi Rabies dengan Rapid Fluorescent Focus Inhibition Test (RFFIT) di Sel diwarnai dan dihitung banyak virus dalam 20 kali bidang pandang dengan mikroskop fluorescent.(braas DA,2009). Membanding antara RFFIT dan ELISA sangat tidak sebanding, ahli tidak merekomendasikan untuk memvalidasi RFFIT dengan ELISA.karena hasilnya sangat berbeda. ELISA bukan virus netralisasi. Memvalidasi ELISA dengan RFFIT hal ini sangat bisa diterima. Ahli tidak merekomendasikan ELISA untuk pengujian pasca vaksinasi pada manusia yang digunakan adalah RFFIT. RFFIT digunakan untuk investigasi infeksi rabies akut dengan menguji serum, pemantauan respons antibodi serum pasca vaksinasi pada manusia dan sebagai basis untuk sertifikasi vaksinasi pada anjing dan kucing. (AAHL CSIRO). Sementara RFFIT dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi bereaksi silang pada rabies berhubungan dengan lyssaviruses seperti Lyssavirus pada kelelawar Australia karena perbedaan antigenik antara virusvirus dapat mempengaruhi sensitivitas.(braas DA.2009) Untuk laboratorium hewan RFFIT sangat berguna karena fungsinya adalah memantau kondisi antibodi tenaga dokter hewan dan para staf di laboratorium yang secara langsung berhadapan dengan virus rabies. Pemantauan titer antibodi diwajibkan dilakukan sekali dalam enam bulan. Dalam pelaksanaan RFFIT harus dipersiapkan virus CVS 11 50FFD50/0.1ml, sel BHK (vaksin) yang mengandung 0.5 X106 sel/ml. Estimasi back titration terhadap FFD50 harusnya menunjukkan angka antara 30 sampai 90 FFD50. Hasil titer netralisasi dari serum Standar Internasional diestimasikan melalui perhitungan jumlah foci fluoresens pada setiap pengenceran dan kemudian menggunakan angka-angka tersebut dalam rumus REED dan MEUNCH (1938) untuk mengkalkulasi suatu titik akhir 50%, dengan prediksi pengenceran standar ini yang akan menghasilkan 10 bidang fluoresens. Internasional Standard OIE adalah 0,5 IU/ml. Angka stabilitasnya adalah antara (AAHL,2008) Tujuan Tulisan ini bertujuan memberikan gambaran pengerjaan RFFIT di. 2. Materi Dan Metode 2.1. Materi Pengujian ini menggunakan serum manusia, serum sapi, serum kelinci dan serum anjing yang divaksin dan terinfeksi rabies Metode Metode pengujian menggunakan metode RFFIT dan mengambil data sebelumnya dari hasil pengujian ELISA rabies Pusvetma dan Biorad. Prosedur kerja RFFIT 1. PERALATAN Slide Lab-Tek 8 Well Chamber, Permanox, cat # Water bath (GA01033 di lab 3L3114) disetel pada suhu 56 C Stoples Coplin Tempat pembuangan Burn bin Pipet Inkubator 2. REAGEN 3. BAHAN-BAHAN YANG DIBUTUHKAN 3.1 Bahan Kimia Deterjen Pyroneg Aidal Plus (21g/L glutaraldehyde) untuk dekontaminasi umum Aseton (Store Item) dalam stoples Coplin pada suhu 20 C Aseton 80% dalam PBS ABC pada suhu ruangan Glycerol Sigma Trizma kristal yang sudah dipersiapkan ph 9.0 cat # T PA 3.2 Bahan biologis Serum kontrol Virus Serum kucing Normal Serum referensi OIE 3L3 128, -80 C (diencerkan hingga 0.5 IU/mL) Virus rabies CVS 11 - GAF0273 form 80 C sebagai 50µl stok kerja per tabung Media Kultur Basal Medium Eagle ( GIBCO cat # ) BME + 5% TPB Media pertumbuhan sel BHK Sel-Sel BHK21 BTV Sel Galur Vaksin (Vaccine Strain Cells): disuspensi pada 0.75 X 106 per ml Bahan peyimpanan 1% w/v DEAE Dextran (10,000 ug/ml) dalam DD H O 2 PBS A PBS ABC PBSA + 10% BSA Air Steril TC Pewarna sel 0.5% Evans Blue dalam DD H20 Centocor Anti-Rabies Monoclonal FITC Conjugate. Conjugate diluent Buffered Glycerol Mounting Medium ph 8.5 Cover Slips Glycerol Buletin Informasi Kesehatan Hewan - Volume 17 Nomor 90 Tahun

15 Deteksi Antibodi Rabies dengan Rapid Fluorescent Focus Inhibition Test (RFFIT) di 4. PERSIAPAN 4.1 Persiapan sampel Penerimaan. Sampel yang diterima dapat berupa manusia, kucing, anjing, kelelawar dan terkadang sera dari hewan lainnya. Cairan Spinal Otak/Cerebrospinal fluid (CSF) dapat juga diterima dalam investigasi rabies manusia akut. Wadah yang disegel mengandung sampel-sampel untuk investigasi penyakit harus dibuka didalam biological safety cabinet. Wadah-wadah sekunder (tas plastic, kaleng, dsb.) yang mengandung sampelsampel serum untuk RFFIT dapat dibuka dengan sangat hati-hati di atas meja laboratorium. Periksa kondisi sampel dan catat pada SAN/dokumen bila terdapat kebocoran sampel, kualitas buruk, atau kondisi yang mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan antara sampel yang diterima dengan bahan yang teridentifikasi di dokumen yang menyertainya. Laporkan perbedaan apapun kepada penanggung jawab laboratorium Kriteria Penerimaan/Penolakan. Sampel diuji atas persetujuan dari penanggung jawab laboratorium untuk memastikan kualitas sampel, contohnya, serum tidak dalam kondisi haemolysis. Penerima sampel harus memastikan bahwa bahan yang diberikan telah diidentifikasi secara tepat, berupa serum atau CSF dan dalam kondisi baik untuk pengujian. Darah utuh (whole blood) dapat diuji setelah pemisahan serum, asalkan tidak ada haemolysis Penyimpanan. Sampel yang diterima adalah serum dan harus disimpan pada suhu +4oC guna menunggu pengujian Untuk memisahkan gumpalan darah dengan sentrifugasi, putar tabung kecil pada suhu ( t ) K selama 15 menit Semua sampel serum harus diinaktivasi dengan panas pada suhu 56 C selama 30 menit sebelum dilakukan pengujian. 4.2 Persiapan sumber daya manusia (SDM) Staf yang bekerja dengan virus hidup harus sudah mendapatkan vaksin rabies denfan titer antibodi minimal 0.5 IU/ml, cek kondisi titernya secara berkala setiap enam bulan. 5. PROSEDUR 5.1 Tahap Netralisasi Virus Mulai dengan uji lembar awal VNT. Satu slide akan memerlukan titrasi pada standar internasional dan satu slide untuk back titration Serum di inaktivasi dengan cara memanaskan sampel pada suhu 56 C selama 30 di dalam mesin penghangat air / waterbath Identifikasi ruang-ruang pada slide yang diperlukan dengan memberikan nomer dengan pinsil menurut lembar pencatatan sampel dan hasil Setiap uji serum biasanya discreen pada pengenceran 1:20 dan 1:200. Untuk titik akhir titrasi serangkaian dua-kali lipat pengenceran bisa digunakan (cth. dari 1:20 hingga 1:2560). Serum control internasional unit OIE 0.5 IU/ml diuji pada pengenceran 1:8 hingga 1:64. Pengenceran serum dikalkulasi pada konsentrasi serum akhir setelah penambahan virus dan dapat disiapkan di dalam chamber slide atau, jika sejumlah besar sera diperlukan untuk diuji, di dalam plat microtitre dan ditransfer ke dalam chamber slide Untuk screening sera pada pengenceran 1:20 dan 1:200, tambahkan 100µl BME dengan 5% TPB untuk setiap dua sumur. Tambahkan 11µl serum dari sumur pertama dan berikan pengenceran1:10. Campur dengan baik sebeleum mentransfer 11µl dari sumur pertama kedalam sumur kedua. Campur dan buang 11µl pada akhir Untuk pengenceran standar internasional OIE, tambahkan 300µl BME dengan 5% TPB ke dalam sumur paling atas kiri dan 100µl ke dalam enam sumur dasar chamber slide Untuk slide back titration virus, tamabahkan 100µl BME dengan 5% TPB kedalam 6 sumur pertama dari chamber slide, dan 200µl kepada 2 sumur terakhir untuk kontrol sel PADA TAHAP KERJA INI, PEKERJAAN DITRANSFER KE LABORATORIUM RABIES. Ambil slide dan BME +5% TPB untuk mengencerkan virus dan lakukan back-titration (1ml per slide + ~ 2ml) Di dalam laboratorium rabies, lepaskan satu ampul Standar Internasional dan satu ampul bervolume 50µl untuk virus rabies CVS dari 80 C freezer dan biarkan mencair dalam cabinet Semua pekerjaan dilaksanakan di dalam BSC Lengkapi rangkaian pengenceran standard internasional dengan menambahkan 100µl dari 0.5 IU/ml serum standar internasional OIE kepada 300µl medium di sumur pertama untuk memberikan pengenceran 1:4. Pindahkan 100µl kepada sumur atas kanan dan 100µl ke pada masing-masing sumur yang persis dibawahnya. Lanjutkan untuk melipat pengenceran dari slide-ke slide untuk memberikan duplikasi dari empat pengenceran. Pengenceran terkahir, diikuti dengan tambahan virus 100µl, dengan 1:8, 1:16, 1:32, 1:64. Buletin Informasi Kesehatan Hewan - Volume 17 Nomor 90 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan orang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Rabies merupakan penyakit zoonosis yang mematikan dan tersebar di seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan 70.000 orang meninggal setiap tahun karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada periode waktu Juni 007 sampai dengan Juni 008 di Instalasi Karantina Hewan (IKH) Balai Besar Karantina Hewan Soekarno Hatta dan

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201200 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Mikrobiologi klinik dan infeksi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Mikrobiologi klinik dan infeksi. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi bidang Mikrobiologi klinik dan infeksi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang.Penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN INVESTIGASI WABAH PENYAKIT HEWAN TAHUN Penyakit hewan masih menjadi permasalahan bagi industri peternakan di Indonesia

LAPORAN KEGIATAN INVESTIGASI WABAH PENYAKIT HEWAN TAHUN Penyakit hewan masih menjadi permasalahan bagi industri peternakan di Indonesia LAPORAN KEGIATAN INVESTIGASI WABAH PENYAKIT HEWAN TAHUN 2014 PENDAHULUAN Penyakit hewan masih menjadi permasalahan bagi industri peternakan di Indonesia dan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Undang-Undang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah cross sectional

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah cross sectional 55 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah cross sectional dengan kekhususan pada penelitian uji diagnostik. Sumber data penelitian menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang Lingkup Keilmuan Penelitian ini mencakup ilmu bidang Obstetri dan Ginekologi, dan Mikrobiologi Klinik. 4.1.2 Ruang Lingkup Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit peradangan hati akut atau menahun disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh seperti saliva, ASI, cairan

Lebih terperinci

RPMI 1640 medium. Kanamisin 250 µg. Coomassie brilliant blue G-250

RPMI 1640 medium. Kanamisin 250 µg. Coomassie brilliant blue G-250 86 Lampiran 1. Larutan yang digunakan pada medium RPMI 1640 RPMI 1640 medium 10,4 g Penisilin G 100.000 IU Streptomisin 100 mg Gentamisin 5 mg Kanamisin 250 µg Semua bahan tersebut dilarutkan kedalam 1000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini, berbagai penyakit infeksi mengalami peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai belahan dunia

Lebih terperinci

Lampiran 1 Sertifikat Kelaikan Etik

Lampiran 1 Sertifikat Kelaikan Etik Lampiran 1 Sertifikat Kelaikan Etik Lampiran 2.1 Surat Izin Melakukan Penelitian Pendahuluan Lampiran 2.2 Surat Izin Melakukan Penelitian Pendahuluan Lampiran 3.1 Surat Izin Melakukan Penelitian Lampiran

Lebih terperinci

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : X

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : X PENGEMBANGAN METODE INDIRECT FLUORESCENT ANTIBODY TEST (INDIRECT FAT) RABIES DENGAN MENGGUNAKAN ANTIBODI MONOKLONAL ISOLAT LAPANGAN BALI (1266) DI BALAI BESAR VETERINER DENPASAR (Method Development of

Lebih terperinci

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92 Darmawan, Dyah Estikoma dan Rosmalina Sari Dewi D Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK Untuk mendapatkan gambaran antibodi hasil vaksinasi Rabivet Supra

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan syaraf pusat hewan berdarah panas disebabkan oleh virus dan dapat menular pada manusia. Penyakit

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT Menimbang : a. bahwa Rabies adalah merupakan

Lebih terperinci

autologous control yang positif mengindikasikan adanya keabnormalan pada pasien itu sendiri yang disebabkan adanya alloantibody di lapisan sel darah

autologous control yang positif mengindikasikan adanya keabnormalan pada pasien itu sendiri yang disebabkan adanya alloantibody di lapisan sel darah SCREENING ANTIBODY Screening antibody test melibatkan pengujian terhadap serum pasien dengan dua atau tiga sampel reagen sel darah merah yang disebut sel skrining/sel panel. Sel panel secara komersial

Lebih terperinci

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Menimbang PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, : a. bahwa rabies merupakan

Lebih terperinci

SITUASI RABIES DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA TIMUR BERDASARKAN HASIL DIAGNOSA BALAI BESAR VETERINER MAROS

SITUASI RABIES DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA TIMUR BERDASARKAN HASIL DIAGNOSA BALAI BESAR VETERINER MAROS SITUASI RABIES DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA TIMUR BERDASARKAN HASIL DIAGNOSA BALAI BESAR VETERINER MAROS FAISAL ZAKARIA, DINI W. YUDIANINGTYAS dan GDE KERTAYADNYA Balai Besar Veteriner Maros ABSTRAK Diagnosa

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 7 Dokumen nomor : 0301201 Tanggal : Mengganti nomor : 0201200 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Disiplin ilmu yang terkait dalam penelitian ini adalah Ilmu Mikrobiologi, Ilmu Kesehatan Anak, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. 4.2 Tempat dan waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog cholera 2.1.1 Epizootiologi Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan di Bali. Hampir setiap keluarga di daerah pedesaan memelihara

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatits B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang termasuk virus DNA, yang menyebakan nekrosis hepatoseluler dan peradangan (WHO, 2015). Penyakit Hepatitis B

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Tujuan Penggunaan

Pendahuluan. Tujuan Penggunaan Pendahuluan Malaria merupakan salah satu penyakit parasit paling umum di dunia dan menempati urutan ke 3 dalam tingkat mortalitas diantara prnyakit infeksi utama lainnya. Parasit protozoa penyebab malaria

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada 2015. Guna penanggulangan

Lebih terperinci

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl DIAGNOSA PENYAKIT BRUCELLOSIS PADA SAP] DENGAN TEKNIK UJI PENGIKATAN KOMPLEMEN Yusuf Mukmin Balai Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata 30, Bogor 11614 PENDAHULUAN Brucellosis adalah penyakit bakterial

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 16 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan desain cross sectional (potong lintang) untuk membandingkan pemeriksaan mikroskopik dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian A.1. Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan penelitian ini adalah Ilmu Bedah khususnya tentang appendisitis. A.2. Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang: bahwa untuk melindungi masyarakat terhadap rabies

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies

BAB 1 PENDAHULUAN. terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit rabies atau anjing gila adalah suatu penyakit yang sangat ditakuti dan dapat menimbulkan kematian. Penyakit ini ditularkan dari hewan yang sudah terkena virus

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan Laboratorium Biomolekuler Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. 4.2 Sumber Data Sampel dalam penelitian ini adalah usapan (swab) dari lesi mukosa mulut subyek

Lebih terperinci

Lampiran 1. Road-map Penelitian

Lampiran 1. Road-map Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Road-map Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan wadah dan ikan uji (15-30 Agustus 2013) Bak ukuran 45x30x35cm sebanyak 4 buah dicuci, didesinfeksi, dan dikeringkan Diletakkan secara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Pemeliharaan ayam penelitian, aplikasi ekstrak temulawak dan vaksinasi AI dilakukan di kandang

Lebih terperinci

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAB II. BAHAN DAN METODE BAB II. BAHAN DAN METODE 2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kasus rabies sangat ditakuti dikalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data pasien

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian telah dilaksanakan di laboratorium BKP Kelas II Cilegon untuk metode pengujian RBT. Metode pengujian CFT dilaksanakan di laboratorium

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1 Persiapan Ikan Uji Ikan nila (Oreochromis niloticus) BEST didatangkan dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor yang berukuran rata-rata 5±0,2g, dipelihara selama ±

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Infeksi Tropik. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam, sub bagian 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Maret

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 3.1 Desain Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bentuk desain penelitian yang akan digunakan adalah bentuk deskriptif cross sectional untuk mengetahui pola sensitivitas Mycobacterium tuberculosis

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE)

LAMPIRAN. Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE) 51 LAMPIRAN Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE) Pewarnaan HE adalah pewarnaan standar yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai struktur umum sel dan jaringan normal serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Produksi daging sapi pada tahun 2012 mengalami defisit sebesar 78.329 ton (21,40%). Upaya yang telah dilakukan untuk peningkatan produksi daging sapi secara

Lebih terperinci

ISSN situasi. diindonesia

ISSN situasi. diindonesia ISSN 2442-7659 situasi diindonesia PENDAHULUAN Rabies merupakan penyakit zoonosis yang dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia. Virus rabies ditransmisikan melalui air liur hewan terinfeksi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel.

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. Menggunakan 20 ekor mencit (Mus musculus L.) jantan galur Balb/c yang dibagi menjadi 4 kelompok

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data

III. METODE PENELITIAN. cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data 34 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data penderita

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang ilmu pediatri dan ilmu Genetika Dasar.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang ilmu pediatri dan ilmu Genetika Dasar. 27 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian ini mencakup bidang ilmu pediatri dan ilmu Genetika Dasar. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Pusat Penelitian Biomedik

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

Susunan Penelitian. Peneliti 1. Nama lengkap : Melvin Pascamotan Togatorop 2. Fakultas : Kedokteran 3. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Susunan Penelitian. Peneliti 1. Nama lengkap : Melvin Pascamotan Togatorop 2. Fakultas : Kedokteran 3. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Susunan Penelitian Peneliti 1. Nama lengkap : Melvin Pascamotan Togatorop 2. Fakultas : Kedokteran 3. Perguruan Tinggi : Pembimbing I 1. Nama lengkap : dr. Kamal Basri Siregar, Sp.B (K) Onk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa rabies merupakan penyakit menular yang dapat menyerang

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. 4.2 Subjek Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah C. albicans yang diperoleh dari usapan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Road-map Penelitian

Lampiran 1. Road-map Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Road-map Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan wadah dan ikan uji Bak ukuran 40x30x30cm sebanyak 4 buah dicuci, didesinfeksi, dan dikeringkan Diletakkan secara acak dan diberi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kejadian rabies sangat ditakuti di kalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan gejala

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara identifikasi bakteri dari probiotik yang berpotensi sebagai bahan biodekomposer.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE LAMPIRAN Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Medium kultur DMEM merupakan medium Dulbecco s Modified Eagle s Medium (DMEM; Sigma) yang telah dimodifikasi dengan penambahan asam amino non-esensial (AANE;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Demam tifoid merupakan masalah yang serius di negara berkembang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional dimana hanya diamati satu kali dan pengukuran

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional dimana hanya diamati satu kali dan pengukuran 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah observasional analitik. Observasi dilakukan dengan pendekatan cross sectional dimana hanya diamati satu kali dan pengukuran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini secara observasional analitik. pertumbuhan janin terhambat dan kehamilan normal.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini secara observasional analitik. pertumbuhan janin terhambat dan kehamilan normal. 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini secara observasional analitik. 2. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian potong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang, terutama

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 19 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian laboratoris. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental 4.2. Tempat Penelitian 1. Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Teori NF-KB Inti (+) Sitoplasma (+) Inti (+) Sitoplasma (+) RAF MEK ERK Progresi siklus sel Proliferasi sel Angiogenesis Grading WHO

Lebih terperinci

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1 STATUS VAKSINASI RABIES PADA ANJING DI KOTA MAKASSAR RABIES VACCINATION STATUS OF DOGS IN MAKASSAR Sri UtamP, Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1 IBaIai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Makassar lbagian Kesmavet

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional (potong lintang) untuk

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional (potong lintang) untuk 3127 III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional (potong lintang) untuk membandingkan pemeriksaan mikroskopis dengan metode direct slide dan metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten Purbalingga.

Lebih terperinci

Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis)

Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis) Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis) Str Isolasi dan Karakteristik Bakteri Asam Laktat Isolat Bakteri Asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memerlukan deteksi cepat untuk kepentingan diagnosis dan

Lebih terperinci

Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali. (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali)

Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali. (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali) Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali) Calvin Iffandi 1, Sri Kayati Widyastuti 3, I Wayan Batan 1* 1 Laboratorium

Lebih terperinci

: Kirana patrolina sihombing

: Kirana patrolina sihombing Laporan Praktikum Biomedik BM 506 Tema : ph Meter, Buffer dan Pengenceran Hari/Tanggal Praktikum : Selasa/10 Maret 2015 Jam Nama Praktikan Tujuan Praktikum : 10.00 WIB 14.00 WIB : Melya Susanti : Kirana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi shock dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi shock dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Transfusi darah Transfusi darah adalah proses pemindahan atau pemberian darah dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). Transfusi bertujuan mengganti darah yang hilang

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) UNTUK PENUNJANG DIAGNOSIS DINI DBD

PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) UNTUK PENUNJANG DIAGNOSIS DINI DBD PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) UNTUK PENUNJANG DIAGNOSIS DINI DBD I. PENDAHULUAN Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green House dan Laboratorium Genetika dan Molekuler jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya 10 MATERI DAN METODA Waktu Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-IPB, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

: Kirana patrolina sihombing

: Kirana patrolina sihombing Laporan Praktikum Biomedik BM 506 Tema : ph Meter, Buffer dan Pengenceran Hari/Tanggal Praktikum : Selasa/10 Maret 2015 Jam Nama Praktikan Tujuan Praktikum : 10.00 WIB 14.00 WIB : Melya Susanti : Kirana

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 19 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES 1 WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang

Lebih terperinci

Kudrjawzow dan Rumanow (1928) yang telah dimodifikasi oleh Hardjoutomo dan Sri Poernomo (1976). Untuk pembuatan antigen kokto tersebut dikerjakan sepe

Kudrjawzow dan Rumanow (1928) yang telah dimodifikasi oleh Hardjoutomo dan Sri Poernomo (1976). Untuk pembuatan antigen kokto tersebut dikerjakan sepe PEMBUATAN ANTIGEN KOKTO UNTUK SERUM ASCOLI Koko Barkah Balai Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata 30, Bogor 11614 PENDAHULUAN Antraks atau radang limpa adalah penyakit menular pada hewan yang disebabkan

Lebih terperinci

Laporan Praktikum ph Meter, Persiapan Larutan Penyangga

Laporan Praktikum ph Meter, Persiapan Larutan Penyangga Laporan Praktikum ph Meter, Persiapan Larutan Penyangga Hari / Tanggal Praktikum : Kamis / 4 Oktober 2012 Nama Praktikan : Rica Vera Br. Tarigan dan Nunung Sri Mulyani Tujuan Praktikum: Agar Mahasiswa/i

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan manusia tiap tahunnya dan menjadi penyebab kematian kedua dari

Lebih terperinci