Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB 67 Di Kabupaten Bondowoso

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB 67 Di Kabupaten Bondowoso"

Transkripsi

1 Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB 67 Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB Ronny Durrotun Nasihien. ST. ABSTRAK Jumlah luas lahan sawah beririgasi teknis di Kabupaten Bondowoso terus mengalami peningkatan pada tahun-tahun terakhir, dimulai dari tahun 2003 yaitu sebesar ha, kemudian meningkat menjadi sebesar ha pada tahun 2004 dan kembali meningkat menjadi sebesar ha pada tahun Tujuan melakukan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh jumlah lahan irigasi terhadap PDRB di Kabupaten Bondowoso. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso menurut lapangan usaha laju pertumbuhan rata-rata PDRB dari Tahun 2000 sampai dengan 2004 adalah sebesar 10,59 %. Sedangkan sektor yang mengalami laju pertumbuhan terbesar adalah sektor listrik, gas dan air minum dengan laju pertumbuhan rata-rata dari Tahun 2000 sampai Tahun 2004 sebesar %. Sedangkan untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso menurut lapangan usaha berdasarkan harga konstan mana laju pertumbuhan rata-rata PDRB dari Tahun 2000 sampai dengan 2004 adalah sebesar 21,69 % Kunci : identifikasi, lahan, irigasi, PDRB, proyeksi PENDAHULUAN Latar Belakang: Air sebagai sumber kehidupan masyarakat secara alami keberadaannya bersifat dinamis mengalir ke tempat yang lebih rendah tanpa mengenal batas wilayah administrasi. Keberadaan air mengikuti siklus hidrologis yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu daerah sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam setiap waktu dan setiap wilayah. Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air dan meningkatnya daya rusak air. Hal tersebut menuntut pengelolaan sumber daya air yang utuh dari hulu sampai ke hilir dengan basis wilayah sungai dalam satu pola pengelolaan sumber daya air tanpa dipengaruhi oleh batas-batas wilayah administrasi yang dilaluinya. Berdasarkan hal tersebut di atas, pengaturan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan sumber daya air oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota didasarkan pada keberadaan wilayah sungai yang bersangkutan, yaitu : a. wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan/atau wilayah sungai strategis nasional menjadi kewenangan Pemerintah. b. wilayah sungai lintas kabupaten/kota menjadi kewenangan pemerintah provinsi; c. wilayah sungai yang secara utuh berada pada satu wilayah kabupaten/kota menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota; Untuk mendukung dan mencukupi kebutuhan tersebut, pemerintah pusat, pemerintah propinsi Jawa Timur, dan kabupaten/kota di Jawa Timur, telah menyusun program dan kegiatannya, baik untuk peningkatan sarana produksi pertanian, pemeliharaan (perbaikan) sarana dan prasarana (infrastruktur) penyediaan dan pendistribusian air irigasi, maupun pemeliharaan atas luasan sawah yang ada.

2 68 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : Adanya analisis alih fungsi lahan di DAS akan berpengaruh pada potensi ketersediaan air permukaan dan analisis fungsi lahan Irigasi menjadi lahan lain akan berpengaruh pada kebutuhan air irigasi. Adanya alih fungsi lahan baik di DAS maupun di Daerah irigasi ini akan berpengaruh pada pengaturan atau operasional air permukaan untuk pemanfaatan yang optimum sumber daya air di suatu DAS. Sehingga perlu adanya studi analisis alih fungsi lahan Irigasi untuk menjawab seberapa luas lahan berubah dan berubah menjadi lahan apa serta apa saja penyebab terjadinya alih fungsi lahan ini. Selain itu hasil studi juga dapat dipergunakan untuk pertimbangan perencanaan pengembangan dan pengelolaan daerah irigasi. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana menganalisa jumlah lahan irigasi dengan teknik regresi di kabupaten bondowoso? 2. Bagaimana pengaruh jumlah lahan irigasi terhadap PDRB di kabupaten bondowoso? 3. Berapakah rata-rata kenaikan dan penurunan PDRB antara tahun 2000 sd 2004? 4. Sektor apa sajakah yang menyumbang terbesar untuk PDRB dan sektor mana yang mengalami kenaikan paling pesat? TINJAUAN PUSTAKA Uji Konsistensi Data Hujan Kalau tidak ada perubahan terhadap lengkungan maka akan diperoleh garis ABC. Tetapi karena pada tahun tertentu terjadi perubahan lingkungan, didapat garis patah ABC. Penyimpangan tiba-tiba dari garis semula menunjukkan adanya perubahan tersebut yang bukan disebabkan perubahan iklim atau keadaan hidrologis yang dapat menyebabkan adanya perubahan trend (CD. Soemarto, 1995:14). Apabila terjadi penyimpangan (ABC), maka dapat dikoreksi menjadi garis ABC dengan rumus: Tan Hz = H 0 Tan 0 Dengan : H 2 = data hujan terkoreksi (mm) Ho = data hujan pengamatan (mm) Tg α = kemiringan garis sebelum penyimpangan Tg α 0 = kemiringan garis setelah penyimpangan Analisa Data Hujan a. Hujan Rata-Rata DPS Pengukuran yang dilakukan pada setiap stasiun hujan merupakan data hujan yang terjadi pada satu tempat saja. Sedangkan untuk analisis pada umumnya yang dibutuhkan adalah data-data hujan rata-rata DPS (catchment rainfall).

3 Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB 69 Gambar 1: Uji Konsistensi Data Hujan Untuk menghitung besaran hujan rerata dapat ditempuh dengan beberapa metode berikut ini : Metode Rata-Rata Aljabar, Metode Poligon Thiessen, Metode Isohyet. Metode Poligon Thiessen memiliki keuunggulan dibandingkan dengan metode yang lain karena metode ini memberikan bobot tertentu untuk setiap stasiun hujan dengan pengertian bahwa setiap stasiun hujan dianggap mewakili hujan dalam suatu daerah dengan luas tertentu dan luas tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan di stasiun yang bersangkutan (Sri Harto, 1993:55). Adapun cara perhitungannya adalah menggunakan rumus sebagai berikut (Suyono Sosrodarsono, 1985:27): R1.A1 R2.A2 R3.A3... Rn.An R = A dengan : R 1, R 2, R 3 Rn = Curah hujan pengamatan (mm) A 1, A 2, A 3 An = luas daerah tiap pengamatan (km 2 ) R = hujan rata-rata DPS (mm) ΣA = luas total DPS (km 2 ) Gambar 2: Poligon Thiessen

4 70 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : b. Metode Analisa Frekuensi Dalam statistik dikenal beberapa jenis distribusi frekuensi dan yang sering digunakan dalam hidrologi adalah: Agihan Normal, Agihan Log Normal, Agihan Log Pearson Tipe III, Agihan Gumbel. Masing-masing agihan memiliki sifat khas sehingga setiap data hidrologi harus di uji kesesuaiannya dengan sifat statistik masing-masing agihan tersebut. Pemilihan agihan yang tidak benar dapat mengundang kesalahan perkiraan yang cukup besar. c. Curah Hujan Rancangan Dalam studi ini untuk menentukan curah hujan rancangan dipakai metode analisa frekuensi Log Pearson III, karena cara ini sesuai untuk berbagai macam koefisien kepencengan (skewness) dan koefisien kepuncakan (kurtosis). Oleh karena itu metode ini sering digunakan untuk menentukan curah hujan rancangan. Tahapan untuk menghitung curah hujan rancangan dengan menggunakan metode ini adalah sebagai berikut (CD. Soemarto, 1995:152): 1. Data rerata hujan maksimum tahunan sebanyak n buah diubah dalam bentuk logaritma (Log X 1 ) 2. Dihitung harga logaritma rata-rata n LogXi Log X rerata = i1 n 3. Dihitung harga simpangan baku Sd = i n (LogXi 1 n1 LogX) 4. Dihitung koefisien kemencengan (Cs) n n 3 (LogXi LogX) Cs = i1 (n 1) (n 2) Sd 3 5. Dihitung logaritma curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu Log X 1 = Log X rerata + G. S dengan : X 1 = curah hujan rancangan Log X rerata = rata-rata logaritma dari hujan maksimum tahunan Sd = simpangan baku G = konstanta (didapat dari tabel)

5 Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB Curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu didapat dengan menghitung antilog dari X 1. Uji Kesesuaian Distribusi Untuk mengetahui apakah suatu data sesuai dengan sebaran teoritis yang dipilih, maka setelah penggambaran pada kertas probabilitas perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Pengujian ini disebut dengan uji kesesuaian yang dilakukan dengan dua cara, yaitu uji Kai Kuadrat dan uji Smirnov-Kolmogorov (Shahin jilid 2, 1976). a. Uji Kai-Kuadrat (X 2 -Test) Uji ini digunakan untuk menguji simpangan secara vertikal dengan rumus: X 2 (O = j E j) 2 Ei dengan : X2 = harga kai-kuadrat Ej = frekuensi teoritis kelas J Oj = frekuensi pengamatan kelas J Jumlah kelas distribusi dan batas kelas dihitung dengan rumus: k = 1 + 3,22 Log n dengan : k = jumlah kelas distribusi n = banyaknya data Distribusi frekuensi diterima jika, nilai X 2 < Xcr 2 (dari tabel) b. Smirnov-Kolmogorov Pengujian ini dilakukan dengan menggambarkan probabilitas untuk tiap data yaitu dari perbedaan distribusi empiris dan teoritis yang disebut Σmaks. Dalam bentuk persamaannya (Sri Harto 1983:180): Σmaks = Σcr[ Pt Pe] dengan : Σmaks = selisih antara peluang teoritis dengan peluang empiris Σcr = simpangan kritis (dari tabel) Pt = peluang teoritis Pe = peluang empiris Perhitungan peluang empiris dengan persamaan Weibull m P = n1 dengan : P = peluang (%) M = nomor urut data N = jumlah data Apabila Σmaks < Σcr tabel, berarti distribusi frekuensi dapat diterima. Analisa Hidrograf Satuan Hidrograf merupakan gambaran integral dari karakteristik fisiografis dan klimatis yang mengendalikan hubungan antara curah hujan dan pengaliran dari suatu daerah pengaliran tertentu (Subarkah, 1978 : 67).

6 72 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : Sedangkan menurut Sri Harto (1993: 144), hidrograf dapat disebut sebagai penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan waktu. Hidrograf menunjukkan tanggapan menyeluruh DPS terhadap masukan hujan dengan intensitas, lama, dan distribusi tertentu. Hidrograf terdiri dari tiga bagian yakni lengkung konsentrasi, bagian puncak dan lengkung resesi (Subarkah, 1978: 68). Debit puncak merupakan salah satu bagian terpenting hidrograf. Debit puncak terjadi ketika limpasan dari berbagai bagian dari DPS bersama-sama menyumbangkan jumlah maksimum aliran di outlet DPS. Untuk DPS yang besar, debit puncak terjadi setelah terhentinya hujan, jarak waktu dari pusat massa hujan ke puncak sangat dipengaruhi oleh DPS dan karakteristik hujan (Subramanya, 1989: 159). Ada tiga metode perhitungan hidrograf yang biasa dipakai di Indonesia. Ketiga metode tersebut adalah metode Nakayasu, metode Gamma dan Metode Snyder. Gambar 3:Komponen hidrograf Sumber : Wilson, 1993: 168 a. Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu Nakayasu dari Jepang telah menyelidiki hidrograf satuan pada beberapa sungai di Jepang. Ia membuat rumus satuan sintetis dari hasil penyelidikannya. Rumus yang dihasilkannya adalah sebagai berikut (CD. Soemarto, 1995: 100) : Qp = c A Ro 3, 6( 0, 3Tp T0,5 ) Tp = tg + 0,8 tr L < 15 km tg = 0,21 L 0,7 L > 15 km tg = 0,4 + 0,058 L tr = 0,5 tg sampai tg T 0,3 =. tg Qa = Qp (t/tp) 2,4 Bagian lengkung turunnya (decreasing limb) : t Tp T Qd1 = Qp. 0, 3 0, 3 ttp 0, 5T 0, 3 1, 5.T Qd2 = Qp. 0, 3 0, 3

7 Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB 73 ttp 1, 5T 0, 3 2, 0.T Qd3 = Qp. 0, 3 0, 3 dengan : Qp = debit puncak banjir (m 3 /det/mm) C = koefisien pengaliran A = luas DPS (km 2 ) Ro = hujan satuan (mm) Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam) T 0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari debit puncak sampai menjadi 30% dari debit puncak (jam) L = panjang alur sungai (km) Tg = waktu konsentrasi (jam) Qa = limpasan sebelum mencapai debit puncak (M 3 /det/mm) T = waktu (jam) untuk : daerah pengaliran biasa =2 bagian naik hidrograf lambat dan bagian menurun cepat =1,5 bagian naik hidrograf cepat dan bagian menurun lambat =3 b. Test Simpangan Rata-rata Test ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh penyimpangan ordinat dari metode hidrograf satuan sintetis yang sudah digunakan terhadap ordinat hidrograf sataun dari banjir pengamatan. Dari hasil test penyimpangan maka metode yang penyimpangannya cukup rendah akan dapat digunakan di Sub DPS lainnya yang memilki karakteristik sama dengan hasil studi. Persamaan yang digunakan adalah : Py = Yp Ys 100% Yp dengan : Py = penyimpangan ordinat dalam persentase ΣYp = jumlah ordinat hidrograf satuan dari banjir pengamatan ΣYs = jumlah ordinat hidrograf satuan sintetis Debit Tersedia Perhitungan Debit tersedia dilakukan dengan menggunakan metode NRECA. a. Metode Nreca Debit aliran masuk (inflow), berasal dari hujan yang turun didalam daerah tangkapan air (DTA). b. Langkah Perhitungan Metode NRECA Sederhana Cara perhitungan ini paling sesuai untuk daerah cekungan yang setelah hujan berhenti masih ada aliran di sungai selama beberapa hari. Kondisi ini bisa terjadi bila tangkapan hujan cukup luas. Langkah perhitungan mencangkup 18 tahap dengan alur perhitungan dapat dilakukan kolom perkolom dari kolom (1) hingga (18) seperti di bawah ini (semua satuan dalam mm) (1). Nama bulan Januari sampai Desember (2). Nilai hujan rata-rata bulanan(r b ) (3). Nilai penguapan peluh potensial (PET)

8 74 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : (4). Nilai tampungan kelengasan awal (W o ). Nilai ini harus dicoba-coba, dan percobaan pertama diambil 600 (mm/bulan) dibulan Januari. (5). Ratio tampungan tanah (soil storage raio-w i ) dihitung dengan rumus : WO WI No min al Nominal = R a R a = hujan tahunan (mm) (6). Ratio R b / PET = kolom (2) : kolom (3) (7). Ratio AET/PET AET = Penguapan peluh actual yang dapat diperoleh dengan Gambar LAMPIRAN V.2, nilainya tergantung dari ratio Rb/PET. (kolom 6) dan W i (kolom 5) (8). AET = (AET/PET) x PET x Koefisien reduksi = kolom (7) x kolom(3) x koefisien reduksi (9). Neraca air = R b AET = kolom(2) kolom(8) (10). Ratio kelebihan kelengasan (excess moisture) yang dapat diperoleh sebagai berikut : (i). Bila neraca air ( kolom 9 ) positif, maka ratio tersebut dapat diperoleh dari Gambar LAMPIRAN V.2 dengan memasukkan nilai tampungan kelengasan tanah (W i ) dikolom 5. (ii). Bila neraca air negatif, ratio = 0 (11). Kelebihan kelengasan = ratio kelengasan x neraca air = kolom (10) x kolom (9) (12). Perubahan tampungan = Neraca kelebihan kelengasan = kolom(9) kolom(11) (13). Tampungan air tanah = P1 x kelebihan kelengasan = P1 x kolom (11) P1 = Parameter yang menggambarkan karakteristik tanah permukaan ( kedalaman 0 2 m ), nilainya 0,1 0,5 tergantung pada sifat lulus air lahan P1 = 0,1 bila bersifat kedap air P1 = 0,5 bila bersifat lulus air (14). Tampungan air tanah awal yang harus dicoba - coba (15). Tampungan air tanah akhir = tampungan air tanah + tampungan air tanah awal = kolom(13) + kolom(14) (16). Aliran air tanah = P2 x tampungan air tanah akhir = P2 x kolom (15) P2 = parameter seperti P1 tetapi untuk lapisan tanah dalam (kedalaman 2 10 m ) P2 = 0,9 bila bersifat kedap air P2 = 0,5 bila bersifat lulus air (17). Larian langsung = kelebihan kelengasan tampungan air tanah = kolom(11) kolom(13) (18). Aliran Total = larian langsung + aliran air tanah

9 Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB 75 = kolom(17) + kolom(16), dalam mm/bulan (19). Dalam m 3 /bulan = kolom (18) dalam mm x 10 x luas daerah tadah hujan (Ha) Untuk perhitungan bulan berikutnya diperlukan nilai tampungan kelengasan (kolom 4) untuk bulan berikutnya dan tampungan air tanah (kolom 14) bulan berikutnya yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : Tampungan kelengasan = tampungan kelengasan bulan berikutnya + perubahan tampungan = kolom (4) + kolom (12), semuanya dari bulan sebelumnya. Tampungan air tanah = tampunan air tanah bulan sebelumnya aliran air tanah = kolom (15) kolom (16), semuanya dari bulan sebelumnya. Sebagai patokan diakhir perhitungan, nilai tampungan kelengasan awal (Januari) harus mendekati tampungan kelengasan bulan Desember. Jika perbedaan antara keduanya cukup jauh (> 200 mm ) perhitungan perlu diulang mulai bulan Januari lagi dengan mengambil nilai tampungan kelengasan awal (Januari) = tampungan kelengasan bulan Desember. c. Terminologi Debit 1. debit air musim kering : debit yang dilampaui oleh debit debit sebanyak 355 hari dalam 1 tahun (97,26%). 2. Debit air rendah : dbit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 275 hari dalam setahun (75,34 %). 3. Debit air normal: debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 185 hari dalam setahun ( 50,68%). 4. Debit air cukup (affluent) : debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 95 hari dalam setahun (26,03%) Untuk memperoleh debit-debit tersebut, perlu dibuat kurva kondisi aliran. Kurva ini adalah gambar debit-debit selama 365 hari yang disusun mulai dari yang terbesar. Gambar 4. Kurva kondisi aliran Sumber : Suyono Sosrodarsono (2006: 204) Alih Fungsi Lahan Sebelum melaksanakan studi perlu disepakati dahulu batasan serta definisi Alih Fungsi Lahan sebagai pemahaman awal dalam mengerjakan pekerjaan Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB di Kabupaten Bondowoso.. Berdasarkan penyebabnya dapat dibuat beberapa alternatif definisi Alih Fungsi Lahan sebagai berikut : 1. Berubahnya fungsi lahan irigasi menjadi fungsi lain non pertanian (bangunan, Fasum).

10 76 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : Berubahnya jenis tanaman yang dibudidayakan, dari tanaman pangan dan Palawija menjadi tanaman lain seperti Perkebunan, tanaman Kehutananan atau Buah buahan. 3. Berubahnya jenis lahan atau kelas lahan irigasi menjadi lahan kering atau lahan tadah hujan. Sedangkan berdasarkan durasi atau lama berlangsungnya dan reversibilitasnya dapat dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Alih fungsi lahan permanen (AFL permanen) 2. Alih fungsi lahan sementara (AFL sementara) Dari dasar pemikiran diatas diperlukan suatu batasan AFL, sehingga dapat ditetapkan variabel variabel indikator dan penyebab terjadinya kasus AFL khususnya pada daerah layanan Kabupaten Bondowoso. Variabel variabel inilah yang akan dibahas dan dianalisa untuk nantinya diberikan suatu rekomendasi mengenai kasus AFL pada Daerah daerah Irigasi yang terpilih pada Bondowoso. Pola Tata Tanam Pengaturan pola tata tanam diperlukan untuk memudahkan pengelolaan irigasi, agar air irigasi yang diperlukan tidak melebihi kapasitas saluran dan debit yang tersedia. Tata tanam yang direncanakan untuk suatu daerah irigasi yang disesuaikan dengan ketersediaan airnya. Secara umum pola tata tanam dimaksudkan untuk: menghindari ketidak seragaman tanaman, menghemat air, melaksanakan waktu tanam yang sesuai dengan jadwal yang ditentukan, meningkatkan produksi tanaman. Untuk menentukan kebutuhan air irigasi digunakan pola tata tanam dan jadual tanam dengan menggeser waktu tanam sesuai dengan ketersediaan debit. Sistem Golongan Agar pemakaian airnya dapat disesuaikan dengan banyaknya air yang tersedia, maka diadakan pergiliran dalam penanaman, dengan jalan daerah irigasi dibagi dalam beberapa bagian yang dinamakan golongan. Keuntungan bagi irigasi dengan golongan ini adalah: pemakaian airnya lebih hemat sesuai dengan ketersediaan debit, saat mulai pengolahan tanah pada musim hujan dapat segera dimulai, walau debit yang ada masih kurang sekali. Pada dasarnya sistem golongan yang sering dipakai adalah golongan vertikal dengan cara membagi air irigasi dengan jalan mengelompokkan petak-petak tersier yang terletak pada saluran sekunder yang sama. Disebut vertikal karena daerah golongan memanjang mengikuti saluran sekunder dari hulu ke hilir. Keuntungan golongan vertikal antara lain: batas daerah golongan jelas, rotasi anatar golongan juga mudah dilaksanakan, pengelolaan pelaksanaannya juga mudah. Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air irigasi adalah sejumlah air yang umumnya diambil dari sungai atau waduk dan dialirkan melalui sistem jaringan irigasi, guna menjaga keseimbangan

11 Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB 77 jumlah air di lahan pertanian. Keseimbangan jumlah air yang masuk dan keluar dari suatu lahan pertanian adalah sebagai berikut (Suhardjono, 1994): a. Jumlah air yang masuk pada suatu lahan pertanian berupa air irigasi (IR) dan air hujan (R) b. Sedangkan air yang keluar merupakan sejumlah air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman (ET), air bagi persemaian dan pengolahan tanah (Pd), maupun sejumlah air yang merembes karena perkolasi dan infiltrasi (P dan I). Di samping faktor hujan (R) serta faktor lainnya (Pd, P, dan I), kebutuhan air tanaman (ET) merupakan faktor penting yang mempengaruhi besarnya kebutuhan air irigasi (IR). Makin besar ET makin besar pula IR. Sehingga salah satu usaha untuk memperkecil kebutuhan air irigasi adalah memperkecil kebutuhan air tanaman. Kebutuhan Air Untuk Tanaman Padi Dalam perhitungan kebutuhan air untuk tanaman padi, faktor-faktor yang menentukan adalah Penyiapan lahan untuk tanaman Padi, Evapotranspirasi tanaman, Penggantian lapisan air, Perkolasi, serta besar Curah hujan efektif. 1. Penyiapan lahan untuk tanaman padi Kebutuhan air untuk pengolahan tanah bagi tanaman padi termasuk untuk kepentingan persemaian, harus disiapkan antara hari sebelum tanam dimulai, Luas persemaian ditentukan 5,00% dari total luas sawah yang akan ditanami padi, Kebutuhan air untuk pengolahan tanah dan persemaian tersebut dihitung dengan Metode Van De Goor dan Zijlstra sebagai berikut: (O j E) 2 j IR = M. Ei dengan : IR = Kebutuhan air irigasi di tingkat sawah, M = Kebutuhan air untuk mengganti atau mengkompensasi kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan, M = Eo + P (mm/hari), Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil dari 1,1 ETo selama penyiapan lahan (mm/hari), P = Perkolasi (mm/hari), M x T k =, S T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari), S = Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah lapisan air 50 mm, sehingga besarnya menjadi : 200, ,00 = 250,00 mm. 2. Evapotranspirasi Tanaman (ETc) Evapotranspirasi tanaman merupakan kebutuhan air tanaman yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, yang merupakan hasil kali evapotranspirasi dengan koef tanaman : ETc = kc x Eto dengan : Etc = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari),

12 78 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : Kc = Koefisien tanaman yang tergantung dari jenis tanaman dan periode pertumbuhan tanaman, Eto = Evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari). Besarnya evapotranspirasi tanaman acuan dihitung berdasarkan data klimatologi yang ada dengan menggunakan rumus Modified Pennman sebagai berikut : Eto = c [W. Rs-Rn1 + (1-W). f(u). (ea ed) dengan : Eto = Evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hr), c = Angka koreksi Pennman (tabel Pennman), e a = Tekanan uap jenuh pada suhu udara rata-rata o C (mbar) (tabel Pennman), e d Rs = Tekanan uap aktual rata-rata di udara (mbar), = Radiasi gelombang pendek, dalam satuan evaporasi ekivalen (mm/hari), = (0,25 + 0,54 n/n). Ra Ra = Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfer (angka angot). Besarnya angka angot berhubungan letak lintang daerah, Rn1 = Radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari), = f(t).f(ed).f(n/n) f (t) = fungsi suhu, f (ed) = Fungsi tekanan uap : (ed) 1/2, f (n/n) f (u) = Fungsi kecerahan matahari : n/n, = Merupakan fungsi kecepatan angin dengan ketinggian 2 m dalam satuan m/det, = 0.27 ( U) W = Faktor pemberat untuk pengaruh radiasi (Tabel Penman), (ea-ed) = Perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap sebenarnya, ed = ea.rh, RH = Kelembaban udara relatif (%) Sedangkan harga koreksi Penman (C), besarnya memperhatikan perbedaan kondisi iklim siang dan malam. 3. Perkolasi Kehilangan air akibat perkolasi diperuntukkan kepada tanaman padi selama pengolahan lahan. Dalam menentukan besarnya perkolasi tergantung dari jenis tanahnya. 4. Penggantian Lapisan Air Penggantian lapisan air dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan air yang terputus akibat kegiatan di sawah dengan ketentuan sebagai berikut (Dirjen Pengairan, 1986:165): Setelah pemupukan diusahakan menjadualkan serta mengganti lapisan air menurut kebutuhan, Jika tidak terdapat penjadualan seperti itu, dilakukan penggantian air sebanyak 2 kali masing-masing 50 mm (3.3 mm selama 15 hari) diberikan pada 1 bulan dan 2 bulan setelah tranplantasi. 5. Curah Hujan Efektif Analisa curah hujan effektif didasarkan pada data curah hujan harian sepanjang pengamatan. Curah hujan dalam 80,00% tahun kering

13 Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB 79 Curah hujan dalam 80,00% tahun kering yaitu curah hujan dengan resiko kegagalan sekali dalam periode 5 tahun. Curah hujan efektif ditentukan sebesar: 70,00% dari curah hujan dalam tahun 80,00% kering. Sehingga curah hujan efektif dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : CH efektif = 0,7 x R 20 dengan : CH efektif = Curah hujan efektif (mm) R 20 = Curah hujan dalam 80,00% Kebutuhan Air Untuk Palawija Kebutuhan air untuk palawija per hektarnya lebih sedikit dibandingkan dengan padi, perbedaan ini disebabkan oleh karena kebutuhan tersebut hanya untuk memenuhi konsumtif. Perhitungan konsumtif untuk tanaman palawija sama dengan perhitungan untuk tanaman padi, perbedaanya hanya pada besar angka koefisien tanaman. Metode Pembagian Air Pengelolaan irigasi yang baik berusaha untuk menjatah dan memberikan air secara adil dan tepat guna, agar semua tanaman menerima jumlah air yang dibutuhkan. Oleh karena itu dibutuhkan penyesuaian dalam pembagian/penjatahan air, sehingga jatah air sesuai dengan jenis tanaman yang ditanam. Untuk penyesuaian pembagian air sekurang-kurangnya diperlukan data-data sebagai berikut : a. Air yang tersedia, b. Kebutuhan air tanaman, c. Kehilangan air. Air yang tersedia dan air yang dibutuhkan terus berubah selama masa irigasi. Perhitungan perubahan biasanya diambil periode 10 atau 15 hari tergantung kebiasaan masyarakat setempat. Metode untuk menentukan penjatahan/pembagian air yang lazim digunakan di Indonesia adalah : a. Metode Pasten. b. Metode FPR, c. Metode Faktor K. Untuk studi ini, dipakai metode FPR, dimana kebutuhan air tanaman pada petak tersier dinyatakan dalam hektar palawija yang akan diairi (=luas relatif netto palawija) Kehilangan air di petak tersier dinyatakan dalam tambahan hektar palawija yang akan diairi, ini dilakukan dengan mengalihan luas relatif netto palawija dengan suatu faktor. Kehilangan air dijaringan utama dihitung dengan mengalikan luas relatif total palawija di petak tersier dengan faktor kehilangan air. perbandingan antara air yang tersedia dengan luas relatif total palawija inilah yang disebut Faktor Palawija Relatif (FPR). Jatah air dihitung dengan mengalikan luas relatif palawija di tiap bangunan sadap dengan FPR. air. yang. tersedia FPR (l/det/ha) Luas. relatif. totalpalawija Metode Pemberian Air Metode pemberian air sangat berpengaruh pada banyaknya air yang harus disediakan bagi tanaman, terutama bila air yang tersedia kurang dari kebutuhan. Ditinjau menurut tersedianya air irigasi, cara pemberian air dibedakan menjadi:

14 80 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : Tabel 1: Nilai-nilai FPR FPR (l/det) ha. palawija Jenis Tanah Ft Air kurang Air cukup Air memadai Aluvial Latosol Gramosol Sumber: Tata guna air Dirjen Pengairan 1. Pemberian air dengan genangan diam Hal ini terjadi bila banjir meluap dan merendam tanah-tanah rendah sepanjang sungai. Bila datangnya banjir tiap tahun pada waktu yang agak tertentu, peristiwa ini dapat dipergunakan untuk kepentingan pertanian. Contoh yang terkenal yaitu pengairan sepanjang sungai Nil di Mesir, pengairan dengan air pasang surut di Sumatera. 2. Pemberian air dengan penggenangan terus menerus Beberapa keuntungan pemberian air secara genangan terus menerus antara lain: Pertumbuhan tanaman lebih terjamin, Dapat menekan tumbuhnya tanaman pengganggu, Menghemat tenaga kerja untuk pengelolaan air. 3. Pemberian air secara terputus-putus Pemberian air dengan cara ini diberikan karena terbatasnya ketersediaan air, caranya adalah air dialirkan ke petak sawah sampai tergenang, kemudian pemberian air dihentikan sampai beberapa hari. Pemberian air dengan cara ini perlu diperhatikan fase-fase pertumbuhan tanaman, yaitu kapan air bisa dikurangi dan kapan tidak. 4. Pemberian air secara rotasi Adalah pembagian air secara bergantian menurut bagian daerah atau blok tertentu dalam jangka waktu yang telah ditentukan sesuai dengan gilirannya. Berdasarkan kontinuitas, sistem rotasi tersebut dapat dibedakan 2 (dua) macam : Rotasi yang dilakukan terus menerus baik ketika air cukup maupun saat air kurang, dengan maksud untuk menghemat air agar air tetap terbagi rata keseluruh daerah irigasi. Biasanya pembagian air dimulai dari ujung bagian daerah atau petak irigasi yaitu dengan maksud memberikan jaminan air ke bagian yang paling ujung tadi. Sehingga dapat dicapai pemerataan dan keadilan. Rotasi yang dilakukan hanya ketika debit air kurang, yaitu dengan maksud air dapat mengalir di saluran dengan lebih sempurna, sistem inilah yang biasanya di dilakukan di Indonesia. ANALISA JENIS KOMODITAS PERTANIAN Aspek usaha tani dan tanaman (pertanian) Sistem usahatani yang menentukan besarnya kebutuhan air irigasi meliputi luas lahan, jenis tanah, luas pertanaman, pergiliran tanaman, populasi tanaman dan tindakan agronomi seperti pesemaian, pengolahan tanah, pemeliharaan tanaman dan cara pemberian air. Sebagai suatu sub sistem, tanaman menentukan besarnya permintaan air melalui jenis tanaman, varietas, umur tanaman, fase kritis dan hasil ekonomi yang dipanen.

15 Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB 81 Kebutuhan air bagi tanaman dapat dihitung melalui persamaan : ETm = ETa * kc Aspek tanah dan kesuburan tanah Jenis tanah mempunyai respon yang berbeda terhadap gaya (Force) aliran, simpanan dan pelepasan air. Sifat tanah yang berpengaruh terhadap keairan antara lain tekstur, struktur, permeabilitas, porositas, kandungan bahan organik. Kandungan air di dalam tanah dinyatakan dalam kelengasan. Kelengasan dapat diukur secara gravimetri, volumetric dan neutron moisture meter, masing-masing dihitung dengan persamaan : W = massa air (g) massa tanah (g) θ = w * þb/þc cm 3 /cm 3 m= (A * r) + B A = (MH-ML) / (RH-RL) B = ML-A * RL Apabila tanah ditanami, maka kadar lengas berubah tegantung fase pertumbuhan dan kesuburan tanaman. Kesuburan tanaman ditentukan ketersediaan nutrisi tanah, karena itu analisa kimia tanah khususnya hara essensial sangat diperlukan. Analisa kimia tanah yang perlu diketahui yaitu : N, P, K, Ca, Mg, S. Pengambilan sampel tanah dengan menggunakan metode tanah utuh (Undisturbed Soil Samples). Rancangan dan banyak sampel ditetapkan setelah mengetahui keadaan lapang di masing-masing wilayah studi. METODE PENELITIAN PERMASALAHAN MAKSUD & TUJUAN STUDI LITELATUR PENGUMPULA N DATA SKUNDER HIDR OLO FUNGSI LAHAN SISTEM IRIGASI LUAS LAHA N LUAS PANE N TATA TANAM PDR B ANALISA DATA TEKNIK REGRESI PROSENTASE PERTUMBUHA KESIMPULAN DAN SARAN Gambar 5: Metode Penelitian

16 82 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : ANALISA DAN PEMBAHASAN Luas sawah irigasi di Kabupaten Bondowoso dari Tahun 2001 sampai dengan Tahun 2005 mengalami laju peningkatan rata-rata pertahun sebesar 0,49 % atau sekitar 152,75 ha per tahun. Laju peningkatan terbesar terjadi untuk luasan sawah dengan irigasi sederhana dengan laju rata-rata sebesar 2,70 % pertahun, dimana pada tahun 2001 seluas ha menjadi ha pada tahun 2005 sedangkan yang terkecil adalah sawah irigasi teknis dengan laju rata-rata 0,28 % pertahun dari ha tahun 2001 menjadi ha pada tahun Tetapi secara luasan, pertambahan luas sawah terbesar adalah sawah irigasi teknis yaitu seluas 289 ha dari tahun 2001 sampai dengan tahun Pertambahan luas sawah irigasi teknis yang terbanyak terdapat di Kecamatan Curahdami, Wonosari dan Maesan, sedangkan penurunan yang terbanyak terjadi di wilayah Kecamatan Binakal, Sumber Wringin dan Pujer, dimana secara keseluruhan di wilayah Kabupaten Bondowoso rata-rata pertambahan luas sawah irigasi teknis pertahun adalah sebesar 72,25 ha. Berikut disajikan Grafik luas sawah irigasi di Kabupaten Bondowoso seperti Gambar berikut: Luas (ha) LUAS SAWAH IRIGASIDI WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO Tahun y = 15,8x , Teknis Setengah Teknis Sederhana Jumlah total sawah Linear (Sederhana) Linear (Teknis) Linear (Setengah Teknis) Linear (Jumlah total sawah ) Gambar 6: Grafik Perubahan Sawah Irigasi di Wilayah Kab. Bondowoso Berdasarkan analisa grafik dengan persamaan linier, peningkatan luas lahan untuk sawah irigasi mengikuti persamaan y = 149,8x Persamaan linier untuk perubahan luas sawah irigasi di Kabupaten Bondowoso ditunjukkan dalam Tabel 2 berikut Tabel 2: Persamaan Linier Perubahan Luas Lahan Sawah Irigasi di Kab. Bondowoso Jenis Sawah Persamaan Linier Irigasi Teknis y = 75,7x Irigasi Setengah Teknis y = 15,8x ,6 Irigasi Sederhana y = 58,3x ,9 Sawah Irigasi y = 149,8x Sumber : Hasil perhitugan Luas sawah irigasi teknis di Kabupaten Bondowoso adalah lebih besar dibandingkan dengan luas baku sawah teknis yaitu rata-rata setiap tahun dari tahun 2001 y = 149,8x y = 58,3x ,9 y = 75,7x

17 Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB 83 sampai dengan tahun 2005 seluas 256 ha di atas baku sawah teknis. Hal ini menunjukkan bahwa pengalokasian dan pembagian air dilakukan dengan efektif diiringi operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi yang berjalan dengan baik sehingga luas sawah irigasi teknis yang diairi lebih luas dibandingkan dengan luas baku sawah yang seharusnya mampu dilayani oleh jaringan irigasi teknis yang ada. Untuk sawah dengan irigasi setengah teknis, luas sawah yang diairi lebih besar daripada luas baku sawah yang yang mampu dilayani oleh jaringan irigasi setengah teknis yang ada yaitu rata-rata dalam setiap tahun dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 sebesar 106 ha. Sedangkan untuk luas sawah irigasi sederhana lebih luas dari baku sawah yang ada yaitu rata-rata setiap tahun sebesar 57 ha yang menunjukkan cukup baiknya operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi sehingga luas sawah yang mampu dilayani oleh jaringan irigasi lebih luas dibandingkan baku sawah yang seharusnya. Berikut disajikan Grafik perbandingan antara baku sawah dengan luas sawah di Kabupaten Bondowoso seperti Gambar berikut : Perbandingan Baku Sawah dan Luas Sawah di Kabupaten Bondowoso Luas (ha) Teknis Baku Sawah Teknis Luas sawah Setengah Teknis Baku Sawah Setengah Teknis Luas sawah Sederhana Baku Sawah Sederhana Luas sawah Total Baku Sawah Total Luas sawah Tahun Gambar 7: Grafik Perbandingan Luas Sawah dengan Baku Sawah Irigasi di Kab. Bondowoso Jumlah Lahan Di Daerah Irigasi Wonosroyo Pada tahun 2001/2002 DI Wonosroyo memiliki potensi lahan sawah beririgasi sebesar ha yang wilayah layanannya meliputi 2 (dua) kecamatan di Kabupaten Bondowoso. Berikut disajikan data tentang luas baku sawah DI Wonosroyo pada tahun 2001/2002 dirinci per kecamatan seperti pada Tabel 3 berikut. Pada tahun 2005 potensi lahan sawah beririgasi di DI Wonosroyo mengalami penurunan yaitu dengan laju sebesar 0,13 % dari jumlah keseluruhan pada tahun 2001/2002, yaitu dari potensi lahan sebesar tereduksi menjadi ha. Berikut disajikan data tentang luas baku sawah DI Wonosroyo pada tahun 2005 dirinci per kecamatan seperti pada Tabel 4 berikut.

18 84 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : Tabel 3: Baku Sawah D.I Wonosroyo Tahun 2001/2002 NO KECAMATAN DESA BAKU SAWAH (ha) TEKNIS SEMI TEKNIS SEDERHANA TOTAL 1 Tapen Jurangsapi Cindogo Gunung Anyar Mrawan Taal Kali Tapen Wonosari Jumpong Tumpeng Tangsil Wetan Pasarejo Sbr. Kalong Kapuran Jumlah Sumber : Balai PSAWS Sampean Baru Potensi lahan sawah beririgasi DI Wonosroyo yang ada di wilayah Kecamatan Tapen mengalami laju penurunan sebesar 0,24 % dari jumlah di tahun 2001/2002 yaitu dari potensi sebesar 837 ha turun menjadi 835 ha. Sedangkan untuk Kecamatan Wonosari tetap tidak mengalami perubahan. Tabel 4: Baku Sawah D.I Wonosroyo Tahun 2005 NO KECAMATAN DESA BAKU SAWAH (ha) SEMI TEKNIS SEDERHANA TOTAL TEKNIS 1 Tapen Jurangsapi Cindogo Gunung Anyar Mrawan Taal Kali Tapen Wonosari Jumpong Tumpeng Tangsil Wetan Pasarejo Sbr. Kalong Kapuran Jumlah Sumber: Balai PSAWS Sampean Baru Aspek Hidrologi Aspek hidrologi sangat berpengaruh pada penurunan luas baku sawah di Daerah Irigasi Wonosroyo, dikarenakan adanya perubahan cuaca yang terjadi selama ini. Terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan dan kurangnya curah hujan mempengaruhi para petani untuk beralih pola bercocok tanamnya dengan menanam tembakau dikarenakan lebih cocok ditanam pada musim kemarau dan tidak terlalu banyak membutuhkan irigasi dari pada tanaman padi.

19 Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB 85 Aspek Irigasi Kurangnya pemeliharaan pada saluran irigasi sangat berpengaruh pada besarnya layanan pemberian air untuk irigasi pada tanaman padi Daerah Layanan Irigasi Wonosroyo, sehingga pembagian air irigasi tidak merata. Hal ini menyebabkan banyak lahan yang kering akibat kekurangan air irigasi sehingga banyak lahan sawah yang berganti fungsinya dari tanaman padi menjadi tanaman tembakau Aspek Pertanian Pada Daerah Layanan Irigasi Wonosroyo memiliki kecenderungan naiknya hasil produksi padi seperti terjadi pada Kecamatan Wonosari sedangakan pada Kecamatan Tapen hasil produksi padi menurun, hal ini dikarenakan pada Kecamatan Tapen terjadi alih fungsi lahan irigasi dari tanaman padi menjadi lahan tanaman tembakau. Aspek Sosial Ekonomi Tanaman tembakau dari segi ekonomi sangat menguntungkan karena tidak membutuhkan pengairan yang banyak, selain itu hasil panen dari tanaman tembakau lebih besar keuntungannya dari pada hasil panen tanaman padi. Tabel 5: Baku Sawah Tahun D.I Clangap 2001/2002 NO KECAMATAN DESA BAKU SAWAH (ha) TEKNIS SEMI TEKNIS SEDERHANA TOTAL 1 Pujer Sukowono Sukokerto Alassumur Pengarang Tamanan Sbr. Jeruk Tegalpasir Pc. Anom Jambeanom Sbr. Kemuning Sbr. Salam Jambesari Bataan Tenggarang Pekalangan Grujugan Pejagan Grujugan Lor Grujugan Kdl Tegalmijin Kejawan Koncer Jumlah Sumber : Balai PSAWS Sampean Baru Jumlah Lahan Di Daerah Irigasi Clangap Pada tahun 2001/2002, DI Clangap memiliki potensi lahan sawah beririgasi sebesar ha, di mana wilayah layanan jaringan irigasinya meliputi 4 (empat) kecamatan di Kabupaten Bondowoso. Berikut disajikan data tentang luas baku sawah DI Clangap pada tahun 2001/2002 dirinci per kecamatan seperti pada Tabel 5 diatas.

20 86 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : Untuk tiap-tiap kecamatan, jumlah tertinggi potensi lahan sawah beririgasi di wilayah layanan DI Clangap adalah Kecamatan Tamanan yaitu sebesar ha sedangkan potensi terkecil adalah Kecamatan Tenggarang yaitu sebesar 15 ha. Pada tahun 2004/2005, secara keseluruhan potensi lahan sawah beririgasi di DI Clangap mengalami peningkatan dengan laju sebesar 0,54 %. Berikut disajikan data tentang luas baku sawah DI Clangap pada tahun 2004/2005 dirinci per kecamatan seperti pada Tabel 4.5 berikut. Dari ke-4 (empat) kecamatan yang yang menjadi wilayah layanan DI Clangap, hanya Kecamatan Pujer yang mengalami perubahan potensi lahan sawah beririgasi yaitu dari potensi lahan sebesar 675 ha pada tahun 2001/2002 meningkat menjadi 691 ha pada tahun 2004/2005 atau naik sebesar 2,34 %. Tabel 6: Baku Sawah D.I Clangap Tahun 2004/2005 NO KECAMATAN DESA BAKU SAWAH (ha) TEKNIS SEMI TEKNIS SEDERHANA TOTAL 1 Pujer Sukowono Sukokerto Alassumur Pengarang Tamanan Sbr. Jeruk Tegalpasir Pc. Anom Jambeanom Sbr. Kemuning Sbr. Salam Jambesari Bataan Tenggarang Pekalangan Grujugan Pejagan Grujugan Lor Grujugan Kdl Tegalmijin Kejawan Koncer Jumlah Sumber : Balai PSAWS Sampean Baru Aspek Hidrologi Potensi hidrologi pada DI Clangap cukup baik. Disamping curah hujan yang mencukupi tiap tahunnya, ketersediaan air irigasi pada saat musim kemarau cukup baik. Kondisi ini memungkinkan petani pada DI Clangap untuk menanam padi sepanjang tahun atau minimal menanam padi dua kali dalam setahun dengan selingan Palawija. Pelaksanaan tata tanam yang demikian terbukti cukup menguntungkan bagi petani. Aspek Irigasi Mulai membaiknya operasional jaringan irigasi pada DI Clangap memberi kontribusi dalam peningkatan luas baku sawah. Perbaikan saluran yang telah dilaksanakan terbukti mampu meningkatkan pelayanan irigasi bagi sawah-sawah di DI Clangap. Akan tetapi, operasional jaringan irigasi yang ada belum maksimal, sehingga

21 Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB 87 laju peningkatan potensi lahan sawah beririgasi pada DI Clangap hanya kecil (0,54%). Pelaksanaan perbaikan pada saluran-saluran irigasi yang ada harus terus ditingkatkan, utamanya pada saluran-saluran tersier agar pelayanan irigasi semakin baik, sehingga laju peningkatan potensi luas baku sawah semakin meningkat. Aspek Pertanian Pengelolaan sumberdaya pertanian yang dilakukan dengan baik akan dapat meningkatkan produktivitas pertanian dengan mendorong masyarakat petani pada DI Clangap melaksanakan pola tanam Padi-Padi-Palawija atau bahkan Padi-Padi-Padi. Pola tanam ini terbukti memberian keuntungan yang lebih besar dibanding pola tanam Padi- Palawija-Palawija. Dengan pengelolaan jaringan irigasi yang baik sehingga ketersediaan air mencukupi dan dorongan keuntungan yang lebih besar, mendorong sebagian besar petani di wilayah DI Clangap untuk cenderung menanam padi pada lahannya. Tabel 7: Baku Sawah D.I Sampean Baru Tahun 2001/2002 NO KECAMATAN DESA BAKU SAWAH (ha) TEKNIS SEMI TEKNIS SEDERHANA TOTAL 1 Cermee Bercak Suling Wt Suling Kl Cermee Ramban Wt Ramban Kl Prajekan Sempol Bandilan Gayam Klabang Lumutan Jumlah Sumber : Balai PSAWS Sampean Baru Aspek Sosial Ekonomi Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air irigasi melalui kelembagaan petani yaitu HIPPA diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan irigasi. Peranan HIPPA dalam pengelolaan jaringan irigasi pada DI Clangap terutama pada segi operasional dan pemeliharaan jaringan (OP) sudah cukup baik tetapi masih perlu ditingkatkan, sehingga pembagian air irigasi ke petak-petak sawah dapat dilakukan dengan lebih baik dan potensi baku sawah yang ada dapat tergarap dengan baik. Khusus wilayah layanan DI Sampean Baru yang ada di wilayah Kabupaten Bondowoso, pada tahun 2001/2002, terdapat potensi lahan sawah beririgasi sebesar ha yang meliputi 3 (tiga) wilayah kecamatan. Berikut disajikan data tentang luas baku sawah DI Sampean Baru pada tahun 2001/2002 dirinci per kecamatan seperti pada Tabel diatas. Dari ke-3 (tiga) kecamatan yang menjadi wilayah layanan DI Sampean Baru di Kabupaten Bondowoso, potensi lahan sawah beririgasi tertinggi adalah Kecamatan Cermee yaitu sebesar ha sedangkan untuk potensi terendah adalah Kecamatan Klabang yaitu sebesar 41 ha. Dari data dapat ditunjukkan bahwa secara keseluruhan potensi lahan sawah beririgasi di Kabupaten Bondowoso yang menjadi wilayah layanan DI Sampean baru mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari potensi

22 88 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : lahan sebesar ha pada tahun 2001/2002 meningkat menjadi ha pada tahun 2004/2005 atau dengan laju sebesar 55,36 %. Berikut disajikan data tentang luas baku sawah DI Sampean Baru pada tahun 2004/2005 dirinci per kecamatan seperti pada Tabel 8. Dari data yang disajikan pada Tabel 8 di atas, dapat ditunjukkan bahwa dari ke-3 (tiga) kecamatan di Kabupaten Bondowoso yang menjadi wilayah layanan DI Sampean Baru, masing-masing mengalami laju peningkatan yang cukup signifikan. Kecamatan yang memiliki laju peningkatan tertinggi adalah Kecamatan Klabang yaitu sebesar 107,34 %, diikuti dengan Kecamatan Cermee dengan laju sebesar 57,04 % dan Kecamatan Prajekan dengan laju peningkatan sebesar 37,54 %. Tabel 8: Baku Sawah D.I Sampean Baru Tahun 2004/2005 NO KECAMATAN DESA BAKU SAWAH (ha) TEKNIS SEMI TEKNIS SEDERHANA TOTAL 1 Cermee Bercak Suling Wt Suling Kl Cermee Ramban Wt Ramban Kl Prajekan Sempol Bandilan Gayam Klabang Lumutan Tarum Jumlah Sumber : Balai PSAWS Sampean Baru KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso menurut lapangan usaha berdasarkan harga berlaku berdasarkan data terakhir Tahun 2004 sebesar Rp ,- di mana laju pertumbuhan rata-rata PDRB dari Tahun 2000 sampai dengan 2004 adalah sebesar 10,59 %. Sektor yang merupakan penyumbang PDRB tertinggi adalah sektor pertanian yang mencapai 47,98 % dari total PDRB Tahun Sedangkan sektor yang mengalami laju pertumbuhan terbesar adalah sektor listrik, gas dan air minum dengan laju pertumbuhan rata-rata dari Tahun 2000 sampai Tahun 2004 sebesar %. Berikut disajikan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso menurut lapangan usaha berdasarkan harga berlaku seperti Tabel 9 berikut ini.

23 Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB 89 Tabel 9: PDRB Kabupaten Bondowoso Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Berlaku (x 10 6 Juta Rupiah) No Sektor/Sub Sektor I Pertanian , , , , ,72 II Pertambangan & Penggalian 1.402, , , , ,34 III Industri Pengolahan , , , , ,27 IV Listrik, Gas dan Air Minum 5.068, , , , ,35 V B a n g u n a n , , , , ,24 VI Perdagangan, Hotel & Restoran , , , , ,49 VII Pengangkutan dan Komunikasi , , , , ,43 VIII Keuangan, Persewaan dan Jasa /Perusahaan , , , , ,50 IX Jasa - Jasa , , , , ,85 PDRB , , , , ,19 Sumber : Kabupaten Bondowoso Dalam Angka Tahun Sedangkan untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso menurut lapangan usaha berdasarkan harga konstan berdasarkan data terakhir Tahun 2004 adalah sebesar Rp di mana laju pertumbuhan rata-rata PDRB dari Tahun 2000 sampai dengan 2004 adalah sebesar 21,69 % dari total PDRB Tahun %. Sektor yang merupakan penyumbang PDRB tertinggi adalah sektor pertanian yang mencapai 51,43 % dari total PDRB Tahun Sedangkan sektor yang mengalami laju pertumbuhan terbesar adalah sektor listrik, gas dan air minum dengan laju pertumbuhan rata-rata dari Tahun 2000 sampai Tahun 2004 sebesar 4,80 %. Berikut disajikan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso menurut lapangan usaha berdasarkan harga konstan seperti Tabel dibawah. Tabel 10: PDRB Kabupaten Bondowoso Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan (x 10 6 Juta Rupiah) No Sektor/Sub Sektor I Pertanian , , , , ,94 II Pertambangan & Penggalian 1.139, , , , ,10 III Industri Pengolahan , , , , ,04 IV Listrik, Gas dan Air Minum 2.689, , , , ,35 V B a n g u n a n , , , , ,30 VI Perdagangan, Hotel & Restoran , , , , ,98 VII Pengangkutan dan Komunikasi , , , , ,74 VIII Keuangan, Persewaan dan Jasa /Perusahaan , , , , ,48 IX Jasa - Jasa , , , , ,83 PDRB , , , , ,74 Sumber : Kabupaten Bondowoso Dalam Angka Tahun

24 90 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : Saran Untuk menjaga lahan irigasi di kab.bondowoso harus ada kerjasama yang baik dari pemerintah kota dengan masyrakat setempat, sehingga Product Dometic Regional Bruto (PDRB) dapat terpenuhi secara maksimal. DAFTAR PUSTAKA Balai PSAWS Sampean Baru (2004), Data Jumlah Lahan Irigasi. Hansen, VA, Orson I, Glen ES ((1992), Dasar-dasar dan Praktek Irigasi, Terjemahan, Cetakan Ke 2, Jakarta: Penerbit Erlangga Kabupaten Bondowoso Dalam Angka Tahun Rasyid, S. (1987), Irigasi I, Surabaya: Jurusan Teknik Sipil ITS Sholeh, M. (1986), Hidrologi, Surabaya: Teknik Sipil ITS Soewarno (1995), Hidrologi, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data, Jilid 1 dan 2, Bandung: Penerbit Nova Soewarno (1991), Hidrologi, Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai (Hidrometri), Bandung: Penerbit Nova. Sosrodarsono, S., Kensaku T. (2006), Hidrologi Untuk Pengairan, Terjemahan, Cetakan ke 10, Jakarta: Pradnya Paramita Wilson, EM (1993), Hidrologi Teknik, Terjemahan, Edisi Ke 4, Bandung: Penerbit ITB

Analisa Lahan Irigasi Terhadap PDRB di Kab. Banyuwangi 67. Analisa Pengaruh Lahan Irigasi Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banyuwangi

Analisa Lahan Irigasi Terhadap PDRB di Kab. Banyuwangi 67. Analisa Pengaruh Lahan Irigasi Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banyuwangi Analisa Lahan Irigasi Terhadap PDRB di Kab. Banyuwangi 67 Analisa Pengaruh Lahan Irigasi Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banyuwangi Ronny Durrotun Nasihien, ST ABSTRAK Berdasarkan data

Lebih terperinci

ANALISIS TREND IRIGASI TEKNIS, IRIGASI SETENGAH TEKNIS, IRIGASI SEDERHANA DAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN SITUBONDO

ANALISIS TREND IRIGASI TEKNIS, IRIGASI SETENGAH TEKNIS, IRIGASI SEDERHANA DAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN SITUBONDO Pemanfaatan Metode Log Pearson III dan Mononobe Untuk 1 ANALISIS TREND IRIGASI TEKNIS, IRIGASI SETENGAH TEKNIS, IRIGASI SEDERHANA DAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN SITUBONDO ABSTRAK Ir. H. Cholil Hasyim,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi 2.1.1 Curah hujan rata-rata DAS Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu : 1. Arithmatic Mean Method perhitungan curah

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

ANALISA KETERSEDIAAN AIR ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

PERENCANAAN OPTIMALISASI WADUK GEDANG KULUD KABUPATEN CERME GRESIK ABSTRAK

PERENCANAAN OPTIMALISASI WADUK GEDANG KULUD KABUPATEN CERME GRESIK ABSTRAK PERENCANAAN OPTIMALISASI WADUK GEDANG KULUD KABUPATEN CERME GRESIK RACHMAT HARIONO NIM. 03111093 ABSTRAK Tujuan Perencanaan Optimalisasi Waduk Gedang Kulud ini dilakukan beberapa analisis untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Siklus hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya Siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, yang meliputi bentuk berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined.

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI ABSTRAK BAB IPENDAHULUAN DAFTAR ISI halaman i ii iii iv v vii

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM NAMA : ARIES FIRMAN HIDAYAT (H1A115603) SAIDATIL MUHIRAH (H1A115609) SAIFUL

Lebih terperinci

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak Analisa Debit Banjir Sungai Bonai Kabupaten Rokan Hulu ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU S.H Hasibuan Abstrak Tujuan utama dari penelitian

Lebih terperinci

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG Yohanes V.S. Mada 1 (yohanesmada@yahoo.com) Denik S. Krisnayanti (denik19@yahoo.com) I Made Udiana 3 (made_udiana@yahoo.com) ABSTRAK

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA

ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA Salmani (1), Fakhrurrazi (1), dan M. Wahyudi (2) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA PENGARUH DEBIT AIR TEHADAP POLA TATA TANAM PADA BAKU SAWAH DI DAERAH IRIGASI KEBONAGUNG KABUPATEN SUMENEP Oleh : Cholilul Chahayati dan Sutrisno Dosen Fakultas Teknik Universitas Wiraraja (cholilul.unija@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT ANDALAN

ANALISIS DEBIT ANDALAN ANALISIS DEBIT ANDALAN A. METODE FJ MOCK Dr. F.J. Mock dalam makalahnya Land Capability-Appraisal Indonesia Water Availability Appraisal, UNDP FAO, Bogor, memperkenalkan cara perhitungan aliran sungai

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA Susilah Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh email: zulfhazli.abdullah@gmail.com Abstrak Kecamatan Banda Baro merupakan

Lebih terperinci

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN M. Taufik Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo abstrak Air sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Uraian Umum Sesuai dengan program pengembangan sumber daya air di Sulawesi Utara khususnya di Gorontalo, sebuah fasilitas listrik akan dikembangkan di daerah ini. Daerah

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN Jonizar 1,Sri Martini 2 Dosen Fakultas Teknik UM Palembang Universitas Muhammadiyah Palembang Abstrak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air tanaman adalah banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk membentuk jaringan tanaman, diuapkan, perkolasi dan pengolahan tanah. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Hidrologi Hidrologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sistem kejadian air di atas pada permukaan dan di dalam tanah. Definisi tersebut terbatas pada hidrologi

Lebih terperinci

Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)

Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Studi Kasus Daerah Aliran Sungai (DAS) Bedadung di Kabupaten Jember Nanang Saiful Rizal, ST. MT. Jl. Karimata 49 Jember - JATIM Tel

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut : 1.Penyiapan lahan 2.Penggunaan konsumtif 3.Perkolasi dan rembesan 4.Pergantian lapisan air 5.Curah hujan efektif

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii MOTTO iv DEDIKASI v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR ix DAFTAR ISI Halaman JUDUL i PENGESAHAN iii MOTTO iv PERSEMBAHAN v ABSTRAK vi KATA PENGANTAR viii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xvi DAFTAR LAMPIRAN xvii DAFTAR NOTASI xviii BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2 Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1 Pertemuan 2 1 Learning Outcomes Pada akhir pertemuan ini, diharapkan : 2 Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan Dicky Rahmadiar Aulial Ardi, Mahendra Andiek Maulana, dan Bambang Winarta Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan.

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan. 1. Penyiapan lahan KEBUTUHAN AIR Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1 ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1 Purwanto dan Jazaul Ikhsan Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jl. Lingkar Barat, Tamantirto, Yogyakarta (0274)387656

Lebih terperinci

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT BANJIR PADA DAS BATANG ARAU PADANG

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT BANJIR PADA DAS BATANG ARAU PADANG Vol. XII Jilid I No.79 Januari 2018 MENARA Ilmu ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT BANJIR PADA DAS BATANG ARAU PADANG Syofyan. Z, Muhammad Cornal Rifa i * Dosen FTSP ITP, ** Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

STUDY OF RAINFALL AND FLOOD DISCHARGE MODEL FOR MANAGEMENT OF WATER RESOURCES (Case Studies in Bedadung Watershed Jember)

STUDY OF RAINFALL AND FLOOD DISCHARGE MODEL FOR MANAGEMENT OF WATER RESOURCES (Case Studies in Bedadung Watershed Jember) KAJIAN CURAH HUJAN DAN DEBIT BANJIR RANCANGAN UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR ( Studi Kasus di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bedadung Kabupaten Jember ) STUDY OF RAINFALL AND FLOOD DISCHARGE MODEL FOR MANAGEMENT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Embung Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berada di bagian hulu. Konstruksi embung pada umumnya merupakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM :

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM : PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing. Ir. Saptarita NIP :

Dosen Pembimbing. Ir. Saptarita NIP : Disusun Oleh : NurCahyo Hairi Utomo NRP : 3111.030.061 Rheza Anggraino NRP : 3111.030.080 Dosen Pembimbing Ir. Saptarita NIP : 1953090719842001 LOKASI STUDI BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang 2. Rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY Edy Sriyono Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Janabadra Jalan Tentara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya

Lebih terperinci

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran Jurnal Vokasi 2010, Vol.6. No. 3 304-310 Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran HARI WIBOWO Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Jalan Ahmad Yani Pontianak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR 1 Rika Sri Amalia (rika.amalia92@gmail.com) 2 Budi Santosa (bsantosa@staff.gunadarma.ac.id) 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING ABSTRAK Sungai Ayung adalah sungai utama yang mengalir di wilayah DAS Ayung, berada di sebelah selatan pegunungan yang membatasi Bali utara dan Bali selatan serta berhilir di antai padanggalak (Kota Denpasar).

Lebih terperinci

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-1 Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) Anindita Hanalestari Setiawan

Lebih terperinci

Perencanaan Embung Juruan Laok, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep

Perencanaan Embung Juruan Laok, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Perencanaan Embung Juruan Laok, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep Muhammad Naviranggi, Abdullah Hidayat Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-30 Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier Ahmad Wahyudi, Nadjadji Anwar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. homogeny (Earthfill Dam), timbunan batu dengan lapisan kedap air (Rockfill

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. homogeny (Earthfill Dam), timbunan batu dengan lapisan kedap air (Rockfill BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Tinjauan Umum Bendungan adalah suatu bangunan air yang dibangun khusus untuk membendung (menahan) aliran air yang berfungsi untuk memindahkan aliran air atau menampung sementara

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Tukad Unda, Hidrgraf Satuan Sintetik (HSS), HSS Nakayasu, HSS Snyder

ABSTRAK. Kata kunci : Tukad Unda, Hidrgraf Satuan Sintetik (HSS), HSS Nakayasu, HSS Snyder ABSTRAK Tukad Unda adalah adalah sungai yang daerah aliran sungainya mencakup wilayah Kabupaten Karangasem di bagian hulunya, Kabupaten Klungkung di bagian hilirnya. Pada Tukad Unda terjadi banjir yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut BAB IV ANALISA HIDROLOGI 4.1 Uraian Umum Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut akan diperlukan pengumpulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendahuluan Saluran Kanal Barat yang ada dikota Semarang ini merupakan saluran perpanjangan dari sungai garang dimana sungai garang merupakan saluran yang dilewati air limpasan

Lebih terperinci

ABSTRAK Faris Afif.O,

ABSTRAK Faris Afif.O, ABSTRAK Faris Afif.O, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, November 2014, Studi Perencanaan Bangunan Utama Embung Guworejo Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Dosen Pembimbing : Ir. Pudyono,

Lebih terperinci

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR 3.1. Kebutuhan Air Untuk Irigasi BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dompu, Nusa Tenggara Barat, sebuah fasilitas Bendung Irigasi akan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dompu, Nusa Tenggara Barat, sebuah fasilitas Bendung Irigasi akan BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Uraian Umum Sesuai dengan program pengembangan sumber daya air di Mangge Asi, Dompu, Nusa Tenggara Barat, sebuah fasilitas Bendung Irigasi akan dikembangkan di daerah

Lebih terperinci

Perencanaan Sistem Drainase Pada Sungai Buntung Kabupaten Sidoarjo ABSTRAK:

Perencanaan Sistem Drainase Pada Sungai Buntung Kabupaten Sidoarjo ABSTRAK: NEUTRON, Vol., No., Februari 00 9 Perencanaan Sistem Drainase Pada Sungai Buntung Kabupaten Sidoarjo ABSTRAK: Sungai Buntung terletak di kabupaten Sidoarjo, pada musim hujan daerah sekitar sungai Buntung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN Anugerah A. J. Surentu Isri R. Mangangka, E. M. Wuisan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS HIDROLOGI

BAB III ANALISIS HIDROLOGI BAB III ANALISIS HIDROLOGI 3.1 Data Hidrologi Dalam perencanaan pengendalian banjir, perencana memerlukan data-data selengkap mungkin yang berkaitan dengan perencanaan tersebut. Data-data yang tersebut

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. perlindungan, serta kasih sayang- Nya yang tidak pernah berhenti mengalir dan

KATA PENGANTAR. perlindungan, serta kasih sayang- Nya yang tidak pernah berhenti mengalir dan KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, perlindungan, serta kasih sayang- Nya yang tidak pernah berhenti mengalir dan selalu menyertai, yang selalu diberikan kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Irigasi Irigasi merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk membawa air dari sumbernya (usaha penyediaan) dan kemudian diberikan pada tanaman (mengairi) di lahan pertanian dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN M. FAKHRU ROZI

STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN M. FAKHRU ROZI STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh Colloqium Doqtum/Ujian Sarjana Teknik Sipil M. FAKHRU ROZI 09 0404

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Tangkapan Hujan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan stasiun curah hujan Jalaluddin dan stasiun Pohu Bongomeme. Perhitungan curah hujan rata-rata aljabar. Hasil perhitungan secara lengkap

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Sumber Daya Air dan Lahan Jurusan Teknik Pertanian dan Laboratorium Ilmu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI

SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI 1) Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air disawah untuk tanaman padi ditentukan oleh beberapa faktor antara lain a. Penyiapan lahan b. Penggunaan konsumtif c. Perkolasi dan rembesan

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA Sharon Marthina Esther Rapar Tiny Mananoma, Eveline M. Wuisan, Alex Binilang Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

HIDROLOGI TERAPAN. Bambang Triatmodjo. Beta Offset

HIDROLOGI TERAPAN. Bambang Triatmodjo. Beta Offset HIDROLOGI TERAPAN Bambang Triatmodjo Beta Offset HIDROLOGI TERAPAN Prof. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo, DEA Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Cetakan Kedua Septenber 2010 Dilarang

Lebih terperinci

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013 DEFINISI IRIGASI Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian, meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Tinjauan Umum Dalam menganalisistinggi muka air sungai, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data-data. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan stabilitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Hidrologi Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau Science de la Terre) yang secara khusus mempelajari tentang siklus hidrologi atau siklus air

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA 4.1 Tinjauan Umum Dalam merencanakan normalisasi sungai, analisis yang penting perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Dalam suatu penelitian dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar penelitian agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam analisis penelitian yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA SABO DAM DAN BENDUNG

BAB IV ANALISA DATA SABO DAM DAN BENDUNG BAB IV ANALISA DATA SABO DAM DAN BENDUNG 4.1. ANALISA DATA SABO DAM 4.1.1. Peta Topografi Wilayah Perencanaan 4.1.1.1. Data Peta Topografi Secara garis besar situasi topografi Gunung Merapi terletak ±

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Spectra Nomor 11 Volume VI Januari 008: 8-1 KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Ibnu Hidayat P.J. Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan Tata guna lahan merupakan upaya dalam merencanakan penyebaran penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

PENYEDIAAN AIR BAKU DAN PENGENDALIAN BANJIR DI KAWASAN KOTA PAMEKASAN DAN SEKITARNYA

PENYEDIAAN AIR BAKU DAN PENGENDALIAN BANJIR DI KAWASAN KOTA PAMEKASAN DAN SEKITARNYA PENYEDIAAN AIR BAKU DAN PENGENDALIAN BANJIR DI KAWASAN KOTA PAMEKASAN DAN SEKITARNYA Kustamar Dosen Teknik Sipil (Teknik Sumber Daya Air) FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Kota Pamekasan terletak pada kawasan

Lebih terperinci

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang Dika Aristia Prabowo, Abdullah Hidayat dan Edijatno Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH PDAM JAYAPURA Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT Nohanamian Tambun 3306 100 018 Latar Belakang Pembangunan yang semakin berkembang

Lebih terperinci

Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan di Kabupaten Gresik

Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan di Kabupaten Gresik JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No., (1) ISSN: 337-3539 (31-971 Print) C-35 Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan di Kabupaten Gresik Gemma Galgani Tunjung Dewandaru, dan Umboro Lasminto

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA Ronaldo Toar Palar L. Kawet, E.M. Wuisan, H. Tangkudung Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu 1. Penelitian sejenis mengenai Kajian Kebutuhan Air Irigasi Pada Jaringan Irigasi sebelumnya pernah ditulis oleh (Oktawirawan, 2015) dengan judul Kajian

Lebih terperinci

STUDI OPTIMASI POLA TANAM PADA DAERAH IRIGASI JATIROTO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM LINIER

STUDI OPTIMASI POLA TANAM PADA DAERAH IRIGASI JATIROTO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM LINIER TUGAS AKHIR - RC 091380 STUDI OPTIMASI POLA TANAM PADA DAERAH IRIGASI JATIROTO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM LINIER JUAN TALITHA NRP 3106 100 086 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Nadjadji Anwar, MSc Ir. Sudiwaluyo,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Hidrologi Data hidrologi adalah kumpulan ulan keterangan e atau fakta mengenai fenomenana hidrologi seperti besarnya: curah hujan, temperatur, penguapan, lamanya penyinaran

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 12 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. TINJAUAN UMUM Irigasi adalah pemberian air secara buatan untuk memenuhi kebutuhan pertanian, air minum, industri dan kebutuhan rumah tangga. Sumber air yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan Di Kabupaten Gresik

Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan Di Kabupaten Gresik JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (1) 1-1 Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan Di Kabupaten Gresik Gemma Galgani T. D., Umboro Lasminto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena

BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA 4.1 Ketersediaan Data Hidrologi 4.1.1 Pengumpulan Data Hidrologi Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (hydrologic phenomena).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Umum Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO Oleh : J. ADITYO IRVIANY P. NIM : O3. 12. 0032 NIM : 03. 12. 0041 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Lokasi Studi Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas areal potensial 1432 ha. Dengan sistem

Lebih terperinci

DEFt. W t. 2. Nilai maksimum deficit ratio DEF. max. 3. Nilai maksimum deficit. v = max. 3 t BAB III METODOLOGI

DEFt. W t. 2. Nilai maksimum deficit ratio DEF. max. 3. Nilai maksimum deficit. v = max. 3 t BAB III METODOLOGI v n t= 1 = 1 n t= 1 DEFt Di W t 2. Nilai maksimum deficit ratio v 2 = max DEFt Dt 3. Nilai maksimum deficit v = max { } DEF 3 t BAB III METODOLOGI 24 Tahapan Penelitian Pola pengoperasian yang digunakan

Lebih terperinci

STUDI SIMULASI POLA OPERASI WADUK UNTUK AIR BAKU DAN AIR IRIGASI PADA WADUK DARMA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT (221A)

STUDI SIMULASI POLA OPERASI WADUK UNTUK AIR BAKU DAN AIR IRIGASI PADA WADUK DARMA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT (221A) STUDI SIMULASI POLA OPERASI WADUK UNTUK AIR BAKU DAN AIR IRIGASI PADA WADUK DARMA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT (221A) Yedida Yosananto 1, Rini Ratnayanti 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional,

Lebih terperinci

STUDI OPTIMASI EMBUNG TLOGO DI KABUPATEN REMBANG. Adi Prawito ABSTRAK

STUDI OPTIMASI EMBUNG TLOGO DI KABUPATEN REMBANG. Adi Prawito ABSTRAK 32 NEUTRON, VOL.10, NO.2, AGUSTUS 2010: 32-41 STUDI OPTIMASI EMBUNG TLOGO DI KABUPATEN REMBANG Adi Prawito ABSTRAK Embung Tlogo yang terletak di Dusun Tlogo Desa Karangasem, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang,

Lebih terperinci

Bab III TINJAUAN PUSTAKA

Bab III TINJAUAN PUSTAKA aliran permukaan (DRO) Bab II BAB II Bab III TINJAUAN PUSTAKA Bab IV 2. 1 Umum Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti

Lebih terperinci

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti diklat ini peseta diharapkan mampu Menjelaskan tentang kebutuhan air tanaman A. Deskripsi Singkat Kebutuhan air tanaman

Lebih terperinci

BAB VI DEBIT BANJIR RENCANA

BAB VI DEBIT BANJIR RENCANA BAB VI DEBIT BANJIR RENCANA 6.1. Umum Debit banjir rencana atau design flood adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa membahayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara. Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM 1.

Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara. Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM 1. Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara Dengan Menggunakan Metode Hasper, Melchior dan Nakayasu Yulyana Aurdin Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM Email

Lebih terperinci