BAB IV ANALISA DATA SABO DAM DAN BENDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISA DATA SABO DAM DAN BENDUNG"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISA DATA SABO DAM DAN BENDUNG 4.1. ANALISA DATA SABO DAM Peta Topografi Wilayah Perencanaan Data Peta Topografi Secara garis besar situasi topografi Gunung Merapi terletak ± 30 km sebelah utara Yogyakarta dengan elevasi puncak 2965 m di atas permukaan laut. Bagian puncak mempunyai kemiringan yang sangat terjal membentuk lembahlembah yang curam serta alur-alur sungai yang dalam. Secara umum berdasarkan ketinggian, morfologis daerah lereng barat dan barat daya Gunung Merapi dapat dibedakan menjadi tiga daerah, yaitu daerah hulu atas, daerah hulu tengah dan daerah hulu bawah. Secara detail akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Daerah hulu atas Daerah ini meliputi bagian di atas ketinggian 2000 m di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng antara 30 o - 40 o yang merupakan daerah produksi material endapan dan tidak ada tumbuh-tumbuhan yang hidup. Sebagian besar material tersebut turun mengalir ke arah barat dan barat daya bersama aliran lahar sampai di daerah lereng bawah dan mengakibatkan kerusakan. 2. Daerah hulu tengah Daerah ini mempunyai elevasi 500 m 2000 m di atas permukaan laut dan sebagian besar daerah ini terancam bahaya awan panas yang bergerak menyebar ke arah alur-alur sungai. Daerah ini merupakan perkampungan dan ladang serta banyak endapan lepas akibat longsoran dan endapan dari banjir lahar dingin (aliran debris ). 3. Daerah hulu bawah Daerah ini meliputi bagian daerah di bawah ketinggian 500 m di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng antara 1 o 4 o, dimana merupakan daerah dataran rendah dengan persawahan yang luas dan perkampungan yang 74

2 padat penduduk. Daerah ini banyak memiliki endapan material akibat perubahan-perubahan alur banjir lahar dingin. Dalam perencanaan sabo dam dan bendung ini digunakan peta topografi dengan skala 1 : untuk mencari batas daerah aliran sungai (DAS) dan juga untuk menentukan atau mencari lokasi bangunan pengendali sedimen dan bendung yang tepat berdasarkan letak geografisnya dengan meninjau potongan melintang dan memanjangnya dengan melihat pada data gambar yang ada Analisis Data Topografi Berdasarkan peta topografi diketahui ketinggian Kali Putih terletak pada ketinggian antara 350 m di atas permukaan air laut sampai dengan 1270 m di atas permukaan air laut GEOMETRI SUNGAI Data Geometri Sungai Dari gambar potongan melintang Kali Putih dengan skala ( V = 1:100 ; H = 1:100 ) dan potongan memanjang dengan skala ( V = 1:400 ; H = 1:2000 ) maka dapat ditentukan lokasi bangunan yang sesuai. Kali Putih panjangnya m Analisis Data Geometri Sungai Dari data geometri sungai diketahui kemiringan dasar sungai rata-rata adalah 6 %. Lokasi bangunan sabo dam dan bendung direncanakan terletak pada potongan melintang yang memiliki kemiringan dasar sungai 4 % dengan elevasi dasar sungai untuk bangunan bendung + 706,884 m sedangkan elevasi untuk bangunan sabo dam + 708,643 m GEOLOGI SUNGAI Data Geologi Sungai Daerah Gunung Merapi mempunyai kondisi geologis yang dapat dikelompokkan menjadi berbagai macam, antara lain : 1. Batuan dasar Batuan dasar ini merupakan kelompok batuan yang meliputi batuan-batuan dan endapan vulkanik yang mendasari batuan Gunung Merapi. 75

3 2. Teras sungai dan endapan-endapan yang terdapat di dasar sungai. 3. Hasil erupsi baru Kelompok ini sebagian terdiri lava dan fragmen-fragmen piroklastik yang berasal dari endapan Gunung Merapi sejak tahun 1888 dan lahar yang terjadi sejak tahun Hasil erupsi Gunung Merapi muda Kelompok ini adalah endapan lahar dan lava akibat aktivitas Gunung Merapi sebelum tahun Hasil erupsi Gunung Merapi tua. Hasil erupsi Gunung Merapi tua ini terdiri dari aliran lava Gunung Merapi tua, batuan-batuan intrusif dan piroklastik Analisis Data Geologi Sungai Berdasarkan data geologi, dapat diketahui bahwa daerah Gunung Merapi mempunyai batuan dasar berupa kelompok batuan dan endapan vulkanik yang mendasari batuan Gunung Merapi MEKANIKA TANAH Data Mekanika Tanah Data mekanika tanah yang digunakan adalah berdasarkan hasil boring pada lokasi bangunan. Pengeboran dilakukan sampai kedalaman 20 m, dimana lapisan tanahnya terdiri dari lapisan pasir batuan dengan diameter 1 cm pada kedalaman 0 6,00 m, lapisan pasir batuan dengan diameter 2 cm pada kedalaman 6,00 11,50 m dan lapisan pasir batuan dengan diameter 2,5 cm pada kedalaman 11,50 20,00 m. Secara umum lapisan tanah terdiri dari lapisan pasir. Parameter yang didapat dari hasil penyelidikan tanah adalah sebagai berikut : 1. Spesific gravity (G s ) = 2, Berat isi kering (γ d ) = 1,68 gr/cm 3 3. Kohesi (c) = 0,08 kg/cm 2 4. Sudut geser = 34 o 5. Kadar air (w) optimum = 17 % 76

4 6. Permeabilitas = 0,90 x 10-2 m/det. 7. Analisis mekanis tanah Nomor Ayakan Tabel 4.1. Analisa Ukuran Butiran Diameter Berat (mm) tertahan % Tertahan % Lolos 75,0 101,6 1,016 98,98 50,0 203,5 2,035 96,95 25,0 199,6 1,996 94,95 6,3 802,4 8,024 86,93 4,75 329,7 3,297 83,63 2,00 673,0 6,730 76,90 1, ,2 19,802 57,09 0,85 571,4 5,714 51,38 0, ,7 10,497 40,89 0, ,7 16,297 24,59 0, ,6 9,206 15,38 0, ,4 3,984 11,4 dalam Tim Proyek Pengendalian Banjir Lahar Gunung Merapi Yogyakarta, Analisis Data Mekanika Tanah Dari data mekanika tanah dimana tanah pada daerah tersebut merupakan daerah dengan lapisan pasir maka diusahakan pondasi bangunan tidak terlalu dalam (digunakan pondasi dangkal) sehingga pelaksanaan pekerjaan tidak terlalu sukar HIDROLOGI Data Hidrologi Daerah di sekitar Gunung Merapi mempunyai iklim tropis dan temperatur antara 25 o C 30 o C dengan kelembaban udara 80 % pada musim hujan, 50 % pada musim kemarau. Musim hujan berkisar antara bulan Oktober bulan April 77

5 dengan curah hujan rata-rata mm/tahun, dimana 80 % hujan terjadi pada musim hujan. Dalam perencanaan bangunan sabo dam dan bendung digunakan data curah hujan untuk menentukan besarnya debit air yang melewati alur Kali Putih. Curah hujan di daerah aliran sungai ( DAS ) Kali Putih relatif tinggi. Data curah hujan yang berpengaruh pada DAS Kali Putih terdiri dari beberapa stasiun, yaitu tercantum pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Stasiun Yang Berpengaruh Pada DAS Kali Putih No Stasiun Hujan Tahun Data Babadan Plawangan Mranggen Data curah hujan yang dipakai adalah data curah hujan harian selama 10 tahun. Peta letak Stasiun curah hujan Kali Putih untuk Stasiun Babadan, Stasiun Plawangan dan Stasiun Mranggen disajikan pada Gambar 4.1. Gambar 4.1. Stasiun curah hujan Gunung Merapi 78

6 Analisis Data Hidrologi Analisa hidrologi digunakan untuk memperkirakan debit banjir rencana pada perencanaan bangunan air, dalam hal ini adalah bangunan pengendali sedimen (sabo dam) dan bendung. Pada tugas akhir ini, data yang digunakan untuk menentukan debit banjir rencana adalah data curah hujan. Data curah hujan merupakan salah satu dari beberapa data yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya debit banjir rencana. Pada perencanaan dam penahan sedimen (sabo dam) dan bendung, data curah hujan harian selama 10 tahun akan diolah menjadi data curah hujan rencana, yang kemudian diolah lagi menjadi debit banjir rencana. Data curah hujan didapat dari 3 buah stasiun yang terdekat dengan lokasi Kali Putih yang dianggap dapat mewakili daerah aliran sungai Kali Putih. Stasiun-stasiun tersebut terletak kurang lebih antara lain Stasiun Babadan ( m ), Stasiun Plawangan ( m ) dan Stasiun Mranggen m. Langkah-langkah dalam analisa hidrologi adalah sebagai berikut : - Menentukan daerah aliran sungai (DAS) beserta luasnya. - Menentukan luas pengaruh dari stasiun-stasiun penakar hujan yang mewakili daerah aliran sungai Kali Putih. - Menentukan curah hujan maksimum tiap tahunnya dari data curah hujan yang ada. - Menganalisa curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun. - Menghitung debit banjir rencana berdasarkan besarnya curah hujan rencana di atas pada periode ulang T tahun Penentuan Daerah Aliran Sungai ( Catchment Area ) Dalam menentukan batas daerah aliran sungai, pada peta topografi ditarik garis imajiner yang menghubungkan titik-titik yang memiliki elevasi kontur tertinggi di sebelah kiri dan kanan sungai yang ditinjau. Di lapangan, batas daerah aliran sungai tersebut berupa punggung-punggung bukit. Dari peta 79

7 topografi dengan skala 1 : didapat luas daerah aliran sungai Kali Putih sebesar 8,6875 km Perhitungan Curah Hujan Daerah Dalam perhitungan curah hujan daerah, digunakan Metode Thiessen karena kondisi dan jumlah stasiun memenuhi syarat untuk digunakan metode ini. Pada perhitungan ini digunakan prinsip rata-rata tertimbang, dimana besarnya pengaruh masing-masing stasiun tergantung oleh luas daerah yang ditunjukkan oleh poligon Thiessen yang didapat dengan cara menarik garis lurus dari masing-masing Stasiun sehingga membentuk segitiga, kemudian kita bagi segitiga tersebut pada batas garis sumbunya. Dalam perhitungan digunakan Persamaan 2.5 sebagai berikut : R = A1. R1 + A2. R An. R A + A A 1 A n.r R = A i n 2 n n dimana : R = curah hujan daerah ( mm ) R 1, R 2,, R n = curah hujan pada stasiun pengamatan 1, 2,, n ( mm ) A 1, A 2,, A n = luas derah pada poligon 1, 2,, n (km 2 ) Daerah aliran sungai ( DAS ) Kali Putih terbagi dalam luasan poligon Thiessen yang diperoleh dengan cara menarik garis lurus dari Stasiun Babadan, Stasiun Plawangan dan Stasiun Mranggen sehingga membentuk segitiga, kemudian kita bagi segitiga tersebut pada batas garis sumbunya sehingga membentuk luasan yang mewakili dari masing-masing Stasiun curah hujan tersebut. Sketsa daerah aliran sungai Kali Putih dan poligon Thiessen dari Stasiun Babadan, Stasiun Plawangan dan Stasiun Mranggen seperti yang ditunjukkan pada Gambar

8 Batas luas DAS Sta. Babadan Sta. Plawangan Kali Putih Lokasi sabo dam P.179 Lokasi bendung P.175 Sta. Mranggen Gambar 4.2. Sketsa DAS Kali Putih cara Poligon Thiessen Besarnya luas pengaruh stasiun terhadap daerah aliran sungai Kali Putih dapat dilihat pada pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Luas Pengaruh Stasiun Terhadap DAS Kali Putih No. Nama Stasiun Luas ( Km 2 ) Bobot ( % ) Babadan Plawangan Mranggen 4,50 2,9375 1,25 51,80 33,81 14,39 Luas Total DAS 8, Untuk keperluan pada penyusunan tugas akhir ini, data hujan yang akan digunakan adalah hasil perhitungan dengan Metode Thiessen karena cara ini merupakan cara yang paling sesuai dengan kondisi dan keadaan lokasi daerah sekitar Gunung Merapi. Selain itu pemilihan metode ini dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Merupakan cara yang sangat baik dan mempunyai ketelitian yang baik jika di bandingkan dengan cara rata-rata aljabar karena memberikan koreksi terhadap besarnya tinggi hujan selama jangka waktu tertentu. 81

9 2. Metode ini akan lebih akurat jika daerah yang ditinjau dengan stasiun pengukuran hujan yang tidak rata, stasiun tersebar merata dengan variasi hujan tahunan tidak terlalu tinggi. Curah hujan maksimum dihitung berdasarkan rekapitulasi data curah hujan harian setiap tahun di masing-masing Stasiun penakar hujan. Hasil perhitungan curah hujan daerah rata-rata dengan menggunakan Metode Thiessen ditunjukkan pada Tabel 4.4. Tahun Tabel 4.4. Perhitungan Curah Hujan Daerah Metode Thiessen Curah Hujan Harian Maksimum Tanggal (mm) Rh Maks Babadan Plawangan Mranggen (mm) 51,80 % 33,81 % 14,39 % 6 Januari , Februari , Desember , Januari 26 Maret 14 Desember 14 Januari 5 Desember 17 Desember 15 Januari 15 April 21 April 12 Januari 9 April 17 Nopember 19 Januari 22 Nopember 10 Desember 27 Januari 16 Nopember 7 Desember 11 Februari 19 Februari 1 Maret 8 Nopember 1 Desember 5 Desember 59 67,5 116,5 47,5 64,5 57,5 62, ,5 76,5 114,5 115, ,8 37,6 91,5 15,5 72, , , ,5 61, , , , , , , , , ,288 84, , , , , , , , , , , , , ,3463 Rh Maks Rencana (mm) 150, , , , , , , , , Februari , ,597 82

10 8 Desember 12 Desember ,597 88,9992 Berikut ini contoh perhitungan curah hujan maksimum dengan Metode Thiessen untuk tahun pengamatan 1988 adalah sebagai berikut : RH maks 1988 = ( 150 x 51,80 % ) + ( 68 x 33,81 % ) + ( 81 x 14,39 % ) = 112,3467 mm Analisa Frekuensi Curah Hujan Rencana Berdasarkan curah hujan tahunan, perlu ditentukan kemungkinan terulangnya curah hujan harian maksimum tersebut untuk menentukan debit banjir rencana. Suatu kenyataan bahwa tidak semua variat dari suatu variabel hidrologi terletak atau sama dengan nilai rata-ratanya, akan tetapi kemungkinan ada nilai variat yang lebih besar atau lebih kecil dari nilai rata-ratanya. Besarnya derajat dari sebaran variat di sekitar nilai rata-ratanya disebut dengan variasi atau dispersi. Cara mengukur besarnya dispersi adalah dengan pengukuran dispersi. 1. Pengukuran Dispersi Untuk memudahkan perhitungan dispersi maka dilakukan perhitungan parameter statistik untuk nilai (X i -X), (X i -X) 2, (X i -X) 3 dan (X i -X) 4 terlebih dahulu, dimana : X i = besarnya curah hujan daerah ( mm ) X = rata-rata curah hujan daerah ( mm ). Hasil perhitungan parameter statistik dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini : Tabel 4.5. Parameter Statistik Curah Hujan No. Tahun R h ( mm ) (X i -X) (X i -X) 2 (X i -X) 3 (X i -X)

11 Jumlah 1220, Rata-rata (X) = 122,07 Berikut ini contoh perhitungan Parameter Statistik Curah Hujan untuk tahun 1988 adalah sebagai berikut : X i = 150,303 X = 122,07 Sehingga parameter statistik curah hujannya adalah sebagai berikut : (X i -X) = 28,229 (X i -X) 2 = 796,870 (X i -X) 3 = 22494,762 (X i -X) 4 = ,165 Berikut ini adalah macam pengukuran dispersi antara lain sebagai berikut : a. Deviasi Standar ( S ) Perhitungan deviasi standar digunakan Persamaan 2.7 sebagai berikut : S = dimana : n i= 1 ( X i X ) n 1 S = deviasi standar X i = nilai variat ke i X = nilai rata-rata variat n = jumlah data S = deviasi standar 2 S = (2752,311) (10 1) = 17,49 84

12 b. Koefisien Skewness ( C s ) Kemencengan ( Skewness ) adalah suatu nilai yang menunjukkan derajat ketidaksimetrisan dari suatu bentuk distribusi. Perhitungannya digunakan Persamaan 2.8 sebagai berikut : n 3 n ( X i X ) i= 1 C s = 3 ( n 1)( n 2) S dimana : C s = koefisien Skewness X i = nilai variat ke i X = nilai rata-rata variat n = jumlah data S = deviasi standar C s = koefisien Skewness 10x18340,514 C s = 3 (10 1) x(10 2) x(17,49) C s = 0,48 c. Pengukuran Kurtosis ( C k ) Koefisien kurtosis digunakan untuk menentukan keruncingan kurva dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal. Perhitungannya digunakan Persamaan 2.9 sebagai berikut : n 2 4 n ( X i X ) i= 1 C k = 4 ( n 1)( n 2)( n 3) S dimana : C k = koefisien kurtosis X i = nilai variat ke i X = nilai rata-rata variat n = jumlah data S = deviasi standar 85

13 2 10 x ,595 C k = 4 (10 1) x(10 2) x(10 3) x(17,49) Ck = 2,69 d. Koefisien variasi ( C v ) Koefisien variasi adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan nilai rata-rata hitung suatu distribusi. Perhitungannya menggunakan Persamaan 2.10 sebagai berikut : S C v = X dimana : C v = koefisien variasi X = nilai rata-rata variat 17,49 C v = 122,07 C v = 0,14 2. Pengukuran Dispersi Dengan Data Log Untuk memudahkan perhitungan dispersi maka dilakukan perhitungan parameter statistik untuk nilai (LogX i - LogX), (LogX i - LogX) 2, (LogX i - LogX) 3 dan (LogX i - LogX) 4 terlebih dahulu, dimana : X i = besarnya curah hujan daerah ( mm ) X = rata-rata curah hujan daerah ( mm ). Hasil perhitungan parameter statistik dengan data log dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini : Tabel 4.6. Parameter Statistik Curah Hujan Dengan Data Log No Tahun R h (mm) Log Xi (LogXi -LogX) (LogX i -LogX) 2 (LogX i - LogX) 3 (LogX i - LogX) ,177 0,0942 0,0089 0, , ,068-0,0148 0,0002-0, , ,025-0,0579 0,0034-0, , ,041-0,0421 0,0018-0, , ,154 0,0713 0,0051 0, , ,145 0,0624 0,0039 0, , ,119 0,0365 0,0013 0, ,

14 ,000-0,0825 0,0068-0, , ,054-0,0282 0,0008-0, , ,044-0,0389 0,0015-0, , Jumlah 1220,74 20, ,0337 0, , Rata-rata 122,074 2,0826 Berikut ini contoh perhitungan Parameter Statistik Curah Hujan dengan data log untuk tahun 1988 adalah sebagai berikut : X i = 150,303 X = 122,074 Sehingga parameter statistik curah hujannya adalah sebagai berikut : Log Xi = (LogXi - LogX) = (LogX i - LogX) 2 = (LogX i - LogX) 3 = (LogX i - LogX) 4 = 0,00007 Berikut ini adalah macam pengukuran dispersi antara lain sebagai berikut : a. Deviasi Standar ( S ) Perhitungan deviasi standar digunakan Persamaan 2.7 sebagai berikut : S = dimana : n i= 1 ( LogX i LogX ) n 1 S = deviasi standar X i = nilai variat ke i X = nilai rata-rata variat n = jumlah data S = deviasi standar 2 S = (0, ) (10 1) = 0,06 87

15 c. Koefisien Skewness ( C s ) Kemencengan ( Skewness ) adalah suatu nilai yang menunjukkan derajat ketidaksimetrisan dari suatu bentuk distribusi. Perhitungannya digunakan Persamaan 2.8 sebagai berikut : n n ( LogX i LogX ) i= 1 C s = 3 ( n 1)( n 2) S 3 dimana : C s = koefisien Skewness X i = nilai variat ke i X = nilai rata-rata variat n = jumlah data S = deviasi standar C s = koefisien Skewness 10x0, C s = 3 (10 1) x(10 2) x(0,06) C s = 0,37 c. Pengukuran Kurtosis ( C k ) Koefisien kurtosis digunakan untuk menentukan keruncingan kurva dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal. Perhitungannya digunakan Persamaan 2.9 sebagai berikut : n 2 n ( LogX i LogX ) i= 1 C k = 4 ( n 1)( n 2)( n 3) S dimana : C k = koefisien kurtosis X i = nilai variat ke i X = nilai rata-rata variat n = jumlah data S = deviasi standar 4 88

16 2 10 x0, C k = 4 (10 1) x(10 2) x(10 3) x(0,06) Ck = 2,84 d. Koefisien variasi ( C v ) Koefisien variasi adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan nilai rata-rata hitung suatu distribusi. Perhitungannya menggunakan Persamaan 2.10 sebagai berikut : S C v = X dimana : C v = koefisien variasi X = nilai rata-rata variat 0.06 C v = 2, C v = 0,03 3. Pemilihan Jenis Sebaran Dalam statistik dikenal beberapa jenis distribusi, diantaranya yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah sebagai berikut : 1. Distribusi Normal 2. Distribusi Gumbel Tipe I 3. Distribusi Log Pearson Tipe III Tabel 4.7. Macam Distribusi dan Kriteria Pemilihannya No. Jenis Distribusi Syarat Hitungan Keterangan 1 Distribusi Normal C s 0 C s = 0, Distribusi Log Normal Distribusi Gumbel Tipe I Distribusi Log Pearson Tipe III C s = 3 C v + C v 3 0,09 C s 1,1396 C k 5,4002 0,37 0,09-0,48 ~ 1,139 2,69 ~ 5,4002 Dipilih C s < 0 Cs = 0,37 > 0 - Berdasarkan kriteria-kriteria di atas, maka dipilih jenis Distribusi Gumbel Tipe I. 89

17 4. Metode Smirnov Kolmogorov Metode Smirnov Kolmogorov dikenal dengan uji non parametrik karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi. Ketentuan pengujiannya adalah sebagai berikut : Data diurutkan dari yang terbesar ke yang terkecil atau sebaliknya dan ditentukan peluangnya dari masing-masing data tersebut P(X). m P(x) = ( n +1) dimana : P (X) = peluang dari X m = nomor urut n = jumlah data Menentukan nilai variabel reduksi F(t) dengan persamaan sebagai berikut : X X r F(t) = S dimana : F(t) = variabel reduksi X = curah hujan X r = harga rata-rata dari X Menentukan peluang teoritis P (X) dari nilai F(t) dengan tabel Dari nilai peluang tersebut ditentukan selisih antara pengamatan dan peluang teoritis D maks = Maks [ P(X) P (X) ]. Berdasarkan tabel nilai kritis Smirnov Kolmogorov ditentukan harga Do sehingga D o Maks < D o untuk harga yang memenuhi. Perhitungan uji Smirnov Kolmogorov adalah sebagai berikut : X = 1149 Xr = 114,9 S = n 1 ( X Xr) n 1 2 = 640,9 9 = 8,44 n = 10 α = 0,05 atau ( 5% ) atau D o = 0,41 90

18 Hasil perhitungan Uji Smirnov Kolmogorov dapat dilihat pada Tabel 4.8 di bawah ini : Tabel 4.8. Hasil Perhitungan Uji Smirnov Kolmogorov No X P(X) = m/(n+1) P (X<) f(t) = (X-Xr)/S P'(X) P'(X<) D (1) (2) (3) (4)=1-(3) (5) (6) (7)=1-(6) (8)=(7)-(4) , , , ,0735 0,9265 0, , , , ,1056 0,8944 0, , , , ,1977 0,8023 0, , , , ,2578 0,7422 0, , , , ,4013 0,5987 0, , , , ,5360 0,4640 0, , , , ,7422 0,2578-0, , , , ,8023 0,1977-0, , , , ,8944 0,1056-0, , , , ,9265 0,0735-0,01741 Contoh perhitungannya Uji Smirnov Kolmogorov untuk nomor 1 adalah sebagai berikut : Nomor = 1 X = 103 P(X) = 0, F(t) ( ,9) = 8,44 = -1,4099 P'(X) = berdasarkan F(t) dari tabel diperoleh 0,0735 dari tabel P'(X<) = 1-0,0735 D = 0, Dari hasil perhitungan tabel di atas diperoleh D maks Distribusi Gumbel Tipe I = 0,106 < 0,41 maka Distribusi Gumbel Tipe I dapat diterima, sehingga untuk selanjutnya digunakan Distribusi Gumbel Tipe I dalam perhitungan. 5. Plotting Data Setelah pemilihan jenis sebaran dilakukan, maka dilakukan prosedur selanjutnya antara lain sebagai berikut : 1. Penyusunan data curah hujan menurut besarnya 91

19 2. Memberikan tiap harga pengamatan suatu nomor urut 3. Penghitungan probabilitas untuk tiap harga pengamatan, karena koefisien skewness (C s ) = 0,48 dan koefisien kurtosis (C k ) = 2,69 maka digunakan Persamaan 2.11 yaitu Distribusi Gumbel Tipe I sebagai berikut : P (X x) = e ( e) y Y = a (X X o ) a = 1,283/S X o = X 0,455S dimana : P (X x) = fungsi densitas peluang Gumbel Tipe I e = 2,71828 Y = faktor reduksi Gumbel X = besar curah hujan pada periode tertentu x = nilai curah hujan rata-rata S = deviasi standar Dari data diketahui : S = 17,49 X = 122,07 Perhitungan : a = 1,283 17,49 = 0,073 X o = 122,07 0,455x(17,49) = 114,11 Y = 0,073( X 114,11) Maka pada tahun 1988 untuk nomor 10 dengan X = 150,30 mm Y = 0,073 ( 150,30 114,11) = 2,655 P = 2,71828 ( 2,71828) 2,655 = 0,932 Nilai probabilitas curah hujan dapat dilihat pada Tabel 4.9 di bawah ini : 92

20 Tabel 4.9. Nilai Probabilitas Curah Hujan No. X X S e a X o Y P ,07 17,49 2, , ,112-1,033 0, ,07 17,49 2, , ,112-0,604 0, ,07 17,49 2, , ,112-0,318 0, ,07 17,49 2, , ,112-0,258 0, ,07 17,49 2, , ,112-0,056 0, ,07 17,49 2, , ,112 0,206 0, ,07 17,49 2, , ,112 1,284 0, ,07 17,49 2, , ,112 1,876 0, ,07 17,49 2, , ,112 2,088 0, ,07 17,49 2, , ,112 2,655 0, Pengujian kecocokan sebaran Pengujian kecocokan sebaran digunakan untuk menguji apakah sebaran dari data yang ada memenuhi syarat untuk digunakan sebagai data perencanaan. Dalam tugas akhir ini digunakan pengujian kecocokan sebaran dengan Metode Uji Chi-Kuadrat seperti pada Persamaan 2.12 sebagi berikut : X h 2 dimana : X h 2 G ( Oi Ei ) = E i= 1 i 2 = parameter Chi-kuadrat G = jumlah sub-kelompok O i = jumlah nilai pengamatan pada sub-kelompok ke I E i = jumlah nilai teoritis pada sub-kelompok ke I Perhitungan : G = 1+ 1,33.ln. n = 1 + 1,33. ln10 = 4,06 diambil 5 dk = G ( R +1) untuk Gumbel Tipe I besarnya R = 1 dk = 5 (1 + 1) = 3 Ei = = n G 10 5 = 2 93

21 O i X = = data yang diamati = ( X maks X min ( G 1) (150,30 100,04) (5 1) ) = 12,565 X awal = ( X min 1/ 2. X ) = [ 100,04 (1/ 2x12,565) ] = 93,758 Hasil perhitungan uji Chi-Kuadrat dapat kita lihat pada Tabel 4.8 di bawah ini : Tabel Perhitungan Uji Chi-Kuadrat Kemungkinan E i O i (Ei Oi) (Ei Oi) 2 /E i 93,758 < X < 106, ,323 < X < 118, ,888 < X < 131, ,453 < X < 144,018 X > 144, ,5 0,5 Jumlah 5 Dari Tabel 4.8 diperoleh nilai Chi-Kuadrat ( λ nilai Chi-Kuadrat ( λ 2 h 2 h ) = 5 untuk dk = 3, dengan ) = 5, dari tabel Chi-Kuadrat didapat derajad kebebasan (α ) = 0,5991 atau sekitar 59 %, karena derajad kebebasan lebih besar dari 5 % maka distribusi Gumbel I dapat diterima. Mencari curah hujan dengan periode ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun, 50 tahun dan 100 tahun. Dari distribusi Gumbel Tipe I didapat : a = 0,073 X o = Y = a (X X o ) Y = 0,073( X 114,11) X = Y + 8,330 0,073 94

22 Berdasarkan tabel nilai variabel reduksi Gumbel ( dalam Soewarno, 1995 ) didapat variabel reduksi Gumbel sebagai berikut : untuk periode ulang 2 tahun Y = 0,366 untuk periode ulang 5 tahun Y = 1,510 untuk periode ulang 10 tahun Y = 2,250 untuk periode ulang 20 tahun Y = 2,970 untuk periode ulang 50 tahun Y = 3,900 untuk periode ulang 100 tahun Y = 4,600 X 2 = X 5 = X 10 = X 20 = X 50 = X 100 = 0, ,330 0,073 1, ,330 0,073 2, ,330 0,073 2, ,330 0,073 3, ,330 0,073 4, ,330 0,073 = 119,13 mm = 134,79 mm = 144,94 mm = 154,80 mm = 167,54 mm = 177,12 mm Perhitungan Debit Banjir Rencana Analisa debit banjir rencana dihitung dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut : 1. Metode Rasional Perhitungan Metode Rasional menggunakan Persamaan 2.13 adalah sebagai berikut : Q = dimana : 1 3,6 f. r. A Q = debit banjir rencana ( m 3 /det ) f = koefisien pengaliran 95

23 r = intensitas hujan selama t jam ( mm/jam ) 2 / 3 R24 24 r = 24 T R 24 = curah hujan harian ( mm ) l T = w T = waktu konsentrasi ( jam ) H, 6 0 W = 20 ( m/det ) l w H, 6 = 72 l 0 ( km/jam ) w = waktu kecepatan perambatan ( m/det atau km/jam ) l = jarak dari ujung daerah hulu sampai titik yang ditinjau ( km ) A = luas DAS ( km 2 ) H = beda tinggi ujung hulu dengan tinggi titik yang ditinjau ( m ) dimana untuk menentukan besarnya koefisien pengaliran (f) digunakan Tabel 2.2. Dari perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut : R 24 untuk periode ulang 2 tahun = 119,13 mm R 24 untuk periode ulang 5 tahun = 134,79 mm R 24 untuk periode ulang 10 tahun = 144,94 mm R 24 untuk periode ulang 20 tahun = 154,80 mm R 24 untuk periode ulang 50 tahun = 167,54 mm R 24 untuk periode ulang 100 tahun = 177,12 mm A = 8,6875 km 2 l = 7,75 km f = 0,75 (untuk daerah perbukitan ) H = 1135 m Hasil perhitungan debit banjir rencana dengan metode rasional dapat kita lihat pada Tabel 4.11 sebagai berikut : 96

24 Tabel Perhitungan Debit Banjir Rasional T A R L H w T r Q (tahun) (km 2 f ) (mm) (km) (km) (km/jam) (jam) (mm/jam) (m 3 /det) 2 8, ,13 7,75 1,135 0,75 10,02 0, ,03 88,73 5 8, ,79 7,75 1,135 0,75 10,02 0, ,47 100, , ,94 7,75 1,135 0,75 10,02 0, ,65 107, , ,80 7,75 1,135 0,75 10,02 0, ,71 115, , ,54 7,75 1,135 0,75 10,02 0, ,95 124, , ,12 7,75 1,135 0,75 10,02 0, ,89 131,92 Berkut ini contoh perhitungan untuk Tabel 4.11 pada periode ulang 2 tahun adalah sebagai berikut : Dari data diperoleh : A = 8,6875 km 2 L = 7,75 km f = 0,75 ( untuk daerah perbukitan ) H = 1135 m R 24 untuk periode ulang 2 tahun = 119,13 mm Perhitungan waktu kecepatan perambatan ( w ) dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : w = 72 H 0, 6 ( km/jam ) l 0,6 135 = 72 1,7, 75 = 10,02 km/jam Perhitungan waktu konsentrasi ( T ) dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : l T = w = 7,75 10,02 = 0,7732 jam 97

25 Perhitungan intensitas hujan ( r ) dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : r = R T 2 / 3 2 / 3 119,13 24 = = 49,03 mm/jam 24 0,7732 Maka perhitungan debit banjir rencana ( Q ) dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : Q = 1 3,6 f. r. A 1 = x 0,75x49,03x8, 6875 = 88,73 m 3 /det 3,6 2. Metode Weduwen Perhitungan debit banjir rencana dengan Metode Weduwen digunakan Persamaan 2.14 sebagai berikut : Q t = α.β.q n. A dimana : 4,1 α = 1 ( βq + 7) (( t + 1) /( t + 9)) A β = (120 + A) q n = t = R n 67,65 1,45 ( t ) ,25. L. Q 0,125. I 0,25 dimana : Q t = debit banjir rencana ( m 3 /det ) R n = curah hujan maksimum ( mm ) α = koefisien limpasan β = koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS q n = debit per satuan luas ( m 3 /det km 2 ) 98

26 A = luas daerah pengaliran ( km 2 ) sampai 100 km 2 t = lamanya curah hujun ( jam ) L = panjang sungai ( km ) I = gradien sungai atau medan yaitu kemiringan rata-rata sungai ( 10 % bagian hulu dari panjang sungai tidak dihitung. Beda tinggi dan panjang diambil dari suatu titik 0,1 L dari batas hulu DAS ). Hasil perhitungan debit banjir rencana dengan Metode Weduwen dapat kita lihat pada Tabel T (tahun) Tabel Perhitungan Debit Banjir Metode Weduwen A (km 2 ) L (km) I R t (mm) t (jam) β q n (m 3 /det.km 2 ) α Q (m 3 /det ) 2 8,6875 7,75 0,06 119,13 2,23 0,95 9,11 0,74 55,66 5 8,6875 7,75 0,06 134,79 2,20 0,95 10,41 0,76 65, ,6875 7,75 0,06 144,94 2,18 0,95 11,25 0,77 71, ,6875 7,75 0,06 154,80 2,16 0,95 12,09 0,78 77, ,6875 7,75 0,06 167,54 2,14 0,95 13,15 0,79 85, ,6875 7,75 0,06 177,12 2,13 0,95 13,96 0,80 92,06 Berikut ini contoh perhitungan untuk Tabel 4.10 pada periode ulang 2 tahun adalah sebagai berikut : Dari data diperoleh : A = 8,6875 km 2 L = 7,75 km I = 0,06 R t = 119,13 Debit ( Q ) yang digunakan untuk meghitung lamanya curah hujan ( t ) menggunakan debit perkiraan yaitu debit dari hasil perhitungan Metode Rasional. Q pada periode ulang 2 tahun = 88,73 m 3 /det Perhitungan lamanya curah hujan ( t ) dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : t = 0,25. L. Q 0,125. I 0,25 99

27 = 0,25 0,125 0,25 x 7,75x88,73 x0.06 = 2,23 jam Perhitungan debit banjir ( q n ) dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : q n = = R n 67,65 1,45 ( t ) , ,65 ( 2,23 + 1,45 ) = 9,11 (m 3 /det.km 2 ) Perhitungan koefisien pengurangan daerah ( β ) dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : (( t + 1) /( t + 9)) A β = (120 + A) (( ) /(2,23 + 9))8,6875 = = 0,95 ( ,6875) Perhitungan koefisien limpasan hujan (α ) dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : α = 4,1 1 ( βq + 7) 4,1 = 1 = 0,74 (0,95x9,11) + 7 Maka perhitungan debit banjir rencana ( Q ) dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : Q t = α.β.q n. A = 0,738.0,95.9,11.8, 6875 = 55,66 m 3 /det 3. Metode Haspers Perhitungan debit banjir rencana dengan Metode Haspers digunakan Persamaan 2.15 sebagai berikut : Q = kxβ xqxa (m 3 /det) dimana : Q = debit banjir periode ulang tertentu k = koefisien run off 100

28 β = koefisien reduksi q = intensitas hujan yang diperhitungkan (m 3 /det/km 2 ) A = luas DAS (km 2 ). Perhitungan waktu pengaliran dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : t = 0,1xL 0,8 xi 0,3 dimana : L = panjang sungai = 7,75 km I = kemiringan sungai = 0,06 Sehingga waktu pengaliran dapat ditentukan sebagai berikut : t = 0,1x 7,75 0,8 x0,06 0,3 = 1,2 jam Perhitungan koefisien reduksi ( β ), dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : 1 = β t + 3,7 x ( t + 1) 0,4t A x 12 0,75 0,4x1,2 0,75 1,2 + 3,7 x10 8,6875 = 1+ x = 2 (1,2 + 1) 12 1,4191 β = 0,7047 Perhitungan koefisien run off (k), dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : 0,7 0,7 1+ 0,012xA 1+ 0,012x8,6875 k = = = 0,7866 0, 7 0, ,075xA 1+ 0,075x8,6875 Perhitungan distribusi hujan (r), dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : txrt r = ( t +1) Maka contoh perhitungan distribusi hujan untuk periode ulang 50 tahun adalah sebagai berikut : r = 1,2 x167,54 = 91,39 mm/hari. (1,2 + 1) 101

29 Dengan cara yang sama akan didapatkan besarnya distribusi hujan pada periode ulang tertentu. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel Tabel Perhitungan Distribusi Hujan Periode Ulang (tahun) R t (mm/hari) Distribusi Hujan (mm/hari) 2 119,13 64, ,79 73, ,94 79, ,80 84, ,54 91, ,12 96,61 Perhitungan intensitas hujan ( q ), dapat kita tentukan dengan persamaan sebagai berikut : r q = ( 3,6xt) Maka contoh perhitungan intensitas hujan untuk periode ulang 50 tahun adalah sebagai berikut : 91,39 q 50 = = 21,15 m 3 /det/km 2 (3,6x1,2) Dengan cara yang sama akan didapat besarnya intensitas curah hujan pada periode ulang tertentu. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel Tabel Perhitungan Intensitas Hujan Periode Ulang (tahun) R t (mm/hari) Intensitas Hujan (m 3 /det/km 2 ) 2 64,98 15, ,52 17, ,06 18, ,45 19, ,39 21, ,61 22,36 Perhitungan Debit banjir Rencana (Q), dapat ditentukan antara lain sebagai berikut : Q 50 = kxβ xqxa 102

30 = 0,7866 x 0,7047x 21,15 x = 101,87 m 3 /det Dengan cara yang sama akan didapat besarnya debit banjir rencana pada periode ulang tertentu. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel Tabel Perhitungan Debit Banjir Rencana Metode Haspers Periode Ulang (tahun) Q (m 3 /det) 2 72, , , , , ,70 Hasil perhitungan debit banjir Metode Rasional, Weduwen dan Haspers dirangkum dalam Tabel Tabel Rangkuman Debit Banjir Rencana Q (m 3 /det) T Rt Metode Metode Metode (tahun) (mm) Rasional Weduwen Haspers 2 119,13 88,73 55,66 72, ,79 100,40 65,19 81, ,94 107,96 71,50 88, ,80 115,30 77,72 94, ,54 124,79 85,86 101, ,12 131,92 92,06 107,70 Dari hasil perhitungan debit di atas dapat diketahui bahwa terjadi perbedaan hasil perhitungan antara Metode Rasional, Metode Weduwen dan Metode Haspers. Oleh karena itu berdasarkan pertimbangan dari segi keamanan dan ketidakpastian besarnya debit banjir yang pernah terjadi pada daerah tersebut maka ditetapkan bahwa debit banjir rencana yang digunakan adalah debit banjir dengan periode ulang 50 tahun yang diambil dari perhitungan menggunakan metode Rasional yaitu sebesar 124,79 m 3 /det. 103

31 Skala Perencanaan Pertimbangan yang harus diperhatikan selain dari periode ulang dalam perencanaan suatu konstruksi adalah pendekatan terhadap masalah desain struktur berdasarkan pertimbangan mengenai kemungkinan kerusakan yang terjadi bila terjadi kegagalan struktur. Oleh karena itu perlu kesadaran atas resiko ditemukannya kondisi-kondisi tertentu selama kurun waktu tertentu yang dapat berakibat terhadap pengaru lingkungan, ekonomi, sosial dan lain sebagainya. Kemungkinan sulit untuk melakukan penilaian terhadap faktor-faktor tersebut, tetapi pertimbangan atas serangkaian langkah setidaknya dapat memberikan suatu cara yang logis tentang berbagai pilihan bagi perencana antara lain sebagai berikut : 1. Identifikasi kejadian atau serangkaian kejadian yang dapat menuju kegagalan, dan penentuan kemungkinan yang terjadi. 2. Perkiraan pengaruh konstruksi terhadap segi ekonomi, sosial, politik dan lingkungan. Pertimbangan dari segi biaya berkaitan erat dengan sifat bangunan tersebut, dengan kondisi biaya yang ada maka bangunan dapat direncanakan bersifat permanen maupun semi permanen tergantung kondisi dana dan kebutuhan. Untuk bangunan permanen diperlukan dana yang cukup besar, tetapi dari segi kebutuhan dana yang cukup besar tersebut akan bersifat lebih murah apabila dibandingkan dengan kerugian yang akan terjadi akibat bencana banjir lahar. Apabila dilihat dari segi sosial, pada daerah yang memiliki kepadatan yang cukup besar, sebaiknya bangunan direncanakan permanen dengan periode ulang yang cukup lama agar tidak terlalu mengganggu kehidupan sosial masyarakat. Perencanaan bangunan secara permanen juga menguntungkan bagi lingkungan karena bersifat tahan lama sehingga perbaikan kondisi lingkungan yaitu kemiringan dasar sungai akan menekan terhadap tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh aliran debris. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas maka perencanaan bangunan pengendali sedimen ( sabo dam ) dan 104

32 bendung Kali Putih direncanakan dengan debit banjir rencana dengan periode ulang 50 tahun serta bangunan bersifat permanen Perencanaan Debit Banjir Rencana Untuk Sabo Dam Untuk perencanaan bangunan sabo dam, debit banjir yang digunakan adalah gabungan antara massa air dan massa sedimen. Perhitungan debit banjirnya menggunakan Persamaaan 2.16 sebagai berikut : Q d = α. Q p dimana : Q d = debit banjir rencana ( m 3 /det ) Q p = debit banjir puncak ( m 3 /det ) = 124,79 m 3 /det α = konsentrasi kandungan sedimen α = C * C * C d C* = 0,6 ( untuk aliran debris ) C d = tanθ [ ( ρ / ρ ) 1 ](tanφ tanθ ) s w ρ w = berat volume air ( gr/cm 3 ) = 1,00 gr/cm 3 ρ s = berat volume sedimen (gr/cm 3 ) = 1,91 gr/cm 3 tanθ = kemiringan dasar sungai = 0,04 tanφ = koefisien gesekan dalam sedimen. = 34 o Perhitungannya adalah sebagai berikut : C d = 0,04 [ (1,91/1) 1 ](tan 34 0,04) = 0,069 0,6 α = = 1,129 0,6 0,069 Q d = 1,129 x 124,79 = 140,89 m 3 /det Untuk bangunan penahan sedimen, debit banjir yang dimaksud adalah debit banjir yang terjadi akibat gabungan massa air dan massa sedimen yang terbawa oleh air tersebut. 105

33 SEDIMEN SUNGAI Data Sedimen Sungai Dari data yang ada didapat jumlah sedimen yang masuk ke alur Kali Putih dimana debit rencana digunakan untuk periode ulang dua kali dalam 25 tahun adalah sebesar m 3 /tahun, dan bangunan yang telah ada mampu menampung adalah m 3 / tahun, dan volume sedimen yang diijinkan melewati alur sungai Kali Putih adalah 260 m 3 / tahun Analisis Data Sedimen Sungai Dari data sedimen di atas maka dapat diketahui besarnya sedimen yang masih perlu penanggulangan yaitu sebesar m 3 /tahun ANALISA DATA BENDUNG Dalam analisa bendung, ada beberapa analisa data yang sama dengan yang digunakan dalam sabo dam antara lain data topografi, data geometri sungai, data geologi sungai, data mekanika tanah dan data sedimen sungai. Sedangkan untuk analisa hidrologi bendung berbeda dengan analisa hidrologi sabo dam Data Pengairan Dalam perencanaan bangunan bendung digunakan data kebutuhan air untuk areal persawahan. Berdasarkan data dari Dinas Pengairan setempat, didapat kebutuhan air untuk persawahan sebesar 1,42 l/det.ha dengan areal yang dialiri sebesar 240 Ha untuk persawahan di sebelah kiri dan 165 Ha di sebelah kanan Analisa Data Pengaliran Kebutuhan air di sawah haruslah tercukupi dengan baik karena ini merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman. Adapun besarnya kebutuhan air di sawah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Q = NFRxA e dimana : Q = debit rencana (m 3 /det) NFR = kebutuhan bersih air di sawah (l/det.ha) 106

34 A = luas daerah yang diairi (Ha) = 240 Ha di sebelah kiri = 165 Ha di sebelah kanan e = efisiensi irigasi = 0,75 (untuk irigasi yang diambil dari waduk atau untuk sebelah kiri sungai bendung yang dikelola dengan baik) Q = 1,42x240 = 454,40 l/det = 0,45 m 3 /det 0,75 untuk sebelah kanan sungai : Q = 1.42x165 = 312,40 l/det = 0,31 m 3 /det 0, Analisis Debit Andalan Ketersediaan air yang dimaksudkan disini adalah ketersediaan air di sungai, yaitu jumlah air yang diperkirakan terus menerus yang ada dalam sungai dengan jumlah tertentu dalam periode tertentu. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan pengukuran curah hujan dari Stasiun Mranggen, Plawangan dan Babadan dengan keandalannya 80 %. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan adalah : 1. Menghitung curah hujan rata-rata dari ketiga stasiun lalu dijumlahkan pertahunnya mulai dari tahun secara lengkap. 2. Mengurutkan jumlah intensitas curah hujan rata-rata stasiun dari kecil ke besar ( disajikan pada Tabel 4.17 ) dan dihitung R h 20 % kering dengan rumus sebagai berikut : N R h (20 %) = dimana : N : jumlah data. 107

35 Persamaan ini bertujuan untuk mendapatkan tahun-tahun ke berapa untuk dianalisis debit andalannya. 3. Analisis debit andalan dapat dihitung berdasarkan Metode DR. F.J. Mock yang disajikan didalam Tabel 4.19 dengan tujuan untuk mengetahui debit yang mampu disediakan oleh sungai. Adapun urutan perhitungan curah hujan (R h 20%) kering rata-rata dari 3 stasiun yaitu Stasiun Plawangan, Stasiun Babadan dan Stasiun Mranggen dari kecil ke besar dapat dilihat pada Tabel Berdasarkan Tabel 4.17, kemudian digunakan untuk mengetahui data curah hujan yang dipakai dalam analisis debit andalan dan perhitungannya adalah sebagai berikut : N R h (20 %) = = + 1 = 3 5 jadi data yang dipakai adalah data urutan ke 3 yang berkorelasi tahun 1993 Sebelum analisis debit andalan maka terlebih dahulu menentukan besarnya evapotranspirasi tanaman (E to ) dengan Metode Penman yang hasil analisisnya disajikan pada Tabel Sedangkan untuk perhitungan debit andalan 20 % kering dapat dilihat pada Tabel 4.19 pada urutan no. 24 dengan periode bulanan dan debit andalan minimum 0,006 m 3 /dt terjadi pada bulan Agustus yang bisa dikategorikan dalam bulan kering. Sedangkan debit maksimum 0,063 m 3 /dt pada bulan Desember yang biasanya merupakan bulan basah sesuai dengan iklim di Indonesia yaitu iklim tropis. Tabel perhitungan analisis debit rencana secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.17 sampai dengan Tabel 4.25 sebagai berikut : 108

36 Tabel 4.17 dst TA BAB 4 fix.doc 109

37 Tabel Perhitungan Curah Hujan (R 20%) Kering Dari Rata-rata 3 Stasiun Stasiun : Mranggen, Plawangan dan Babadan Tahun Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah

38 Tabel Perhitungan Evapotranspirasi Dengan Penman Modifikasi No Dasar Unit Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Keterangan 1 Suhu udara o C Data 2 Kelembaban Relatif % Data 3 Kecepatan Angin m/det Data 4 Penyinaran Matahari 12 Jam % Data 5 Lintang Selatan Data Perhitungan Penman 6 Tabel Penman 1 dan (1) Tabel 7 Tabel Penman 2 dan (1) Tabel 8 Tabel Penman 3 dan (1) mmhg Tabel 9 Tabel Penman 4 dan (1) Tabel 10 (2)*(8) mmhg Rumus 11 Tabel Penman 5 dan (10) Tabel 12 (8)-(10) mmhg Rumus 13 Tabel Penman 6 dan (3) Tabel 14 (12)*(13) Rumus 15 Tabel Penman 7 dan (5) Tabel 16 Tabel Penman 8 dan (4) Tabel 17 (15)*(16) Rumus 18 8*{1-(4)} Rumus {(18)/10} Rumus 20 (6)*(11)*(19) Rumus 21 (17)-(20) Rumus 22 (7)*(21) Rumus 23 (14)+(22) Rumus 24 (23)/(9) mm/hr Rumus Evapotranspirasi (E to) mm/bln Rumus 110

39 No Uraian Tabel Perhitungan Debit Andalan R h 20 % Kering Bulan Unit Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember 1 Curah Hujan (R h 20 %) P Hari Hujan (n) n Evapotranspirasi 3 Evapotranspirasi E to Exposed Surface % (m/20)*(18-n) % de = (m/20)*(18-n)*e to (3)*(5) E t = E to - de (3)-(6) Keseimbangan Air 8 Run off Storm (R s) = P - E to (1)-(7) Run off Storm 5% R s 5%*(8) Soil Storage (8)-(9) Soil Moisture (SMC = 150) Water Surplus (8)-(10) Aliran dan Penyimpanan Air Tanah 13 Initial Storage 50% SMC Infiltration = i * W s ; I = 0,2 (12)*0, ,5 x ( 1 + k ) x Infiltration 0.5*(1+k)*(14) k x V(n-1) k*(15) Storage Volume (V n) (15)+(16) dvn = Vn - V(n-1) (17)- {(16)/0.9} Base Flow (14)-(18) Direct Run Off (12)-(14) Run Off (19)+(20) Catchment Area m Debit (mm/bln) (21)*(22) Debit (m 3 /det)

40 Tabel Perhitungan Curah Hujan Efektif Terkoreksi (Re) Dari Rata-rata 3 Stasiun Stasiun : Mranggen, Plawangan dan Babadan Bulan Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Rata-rata SD Re Bulanan Re Harian

41 Tabel Perhitungan Kebutuhan Air untuk Padi Uraian Satuan Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember E to mm/hr E o = 1.1*E to mm/hr Perkolasi (P) mm/hr E o+p mm/hr R20% kering (R h) mm/bln mm/hr Faktor Tanaman (k c) E tc = k c*et o 1.2 E t1 mm/hr E t2 mm/hr E t3 mm/hr E t4 mm/hr E t5 mm/hr E t6 mm/hr Faktor hujan (kh) ( Golongan II ) R e = k h*r h 0.18 R e1 mm/hr R e2 mm/hr R e3 mm/hr R e4 mm/hr R e5 mm/hr R e6 mm/hr R e7 mm/hr R e8 mm/hr

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI IV - 1 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 TINJAUAN UMUM Dalam merencanakan bangunan air, analisis yang penting perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI IV-1 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1. Tinjauan Umum Dalam merencanakan bangunan air, analisis awal yang perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan untuk menentukan besarnya debit

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4. TINJAUAN UMUM Analisis hidrologi diperlukan untuk mengetahui karakteristik hidrologi daerah pengaliran sungai Serayu, terutama di lokasi Bangunan Pengendali Sedimen, yaitu

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI BAB V 5.1 DATA CURAH HUJAN MAKSIMUM Tabel 5.1 Data Hujan Harian Maksimum Sta Karanganyar Wanadadi Karangrejo Tugu AR Kr.Kobar Bukateja Serang No 27b 60 23 35 64 55 23a Thn (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA CURAH HUJAN

BAB IV ANALISA DATA CURAH HUJAN BAB IV ANALISA DATA CURAH HUJAN 4.1 Tinjauan Umum Dalam menganalisis tinggi muka air sungai, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data. Data tersebut digunakan sebagai perhitungan stabilitas maupun

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 54 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 TINJAUAN UMUM Perencanaan bendungan Ketro ini memerlukan data hidrologi yang meliputi data curah hujan. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan maupun perencanaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM III 1 BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI Contents BAB III... 48 METODOLOGI... 48 3.1 Lingkup Perencanaan... 48 3.2 Metode Pengumpulan Data... 49 3.3 Uraian Kegiatan... 50 3.4 Metode Perencanaan... 51 BAB III METODOLOGI 3.1 Lingkup Perencanaan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA HIDROLOGI

BAB V ANALISIS DATA HIDROLOGI BAB V ANALISIS DATA HIDROLOGI 5.1 Tinjauan Umum Analisis hidrologi bertujuan untuk mengetahui curah hujan rata-rata yang terjadi pada daerah tangkapan hujan yang berpengaruh pada besarnya debit Sungai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA 4.1 Tinjauan Umum 4.2 Data Geologi dan Mekanika Tanah

BAB IV ANALISA DATA 4.1 Tinjauan Umum 4.2 Data Geologi dan Mekanika Tanah BAB IV ANALISA DATA 4.1 Tinjauan Umum Gagasan untuk mewujudkan suatu bangunan harus didahului dengan survey dan investigasi untuk mendapatkan data yang sesuai guna mendukung terealisasinya sisi pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Uraian Umum

BAB III METODOLOGI Uraian Umum BAB III METODOLOGI 3.1. Uraian Umum Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Uraian Umum Sesuai dengan program pengembangan sumber daya air di Sulawesi Utara khususnya di Gorontalo, sebuah fasilitas listrik akan dikembangkan di daerah ini. Daerah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Tinjauan Umum Dalam menganalisistinggi muka air sungai, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data-data. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah drainase kota sudah menjadi permasalahan utama pada daerah perkotaan. Masalah tersebut sering terjadi terutama pada kota-kota yang sudah dan sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI IV-1 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1. Tinjauan Umum Dalam merencanakan bangunan air, analisis yang penting perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan untuk menentukan besarnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut BAB IV ANALISA HIDROLOGI 4.1 Uraian Umum Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut akan diperlukan pengumpulan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA 4.1 Tinjauan Umum Dalam merencanakan normalisasi sungai, analisis yang penting perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data yang

Lebih terperinci

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR 3.1. Kebutuhan Air Untuk Irigasi BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bumi terdiri dari air, 97,5% adalah air laut, 1,75% adalah berbentuk es, 0,73% berada didaratan sebagai air sungai, air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap

Lebih terperinci

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak 13 Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 1 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak TAHUN PERIODE JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER 25 I 11 46 38 72 188 116 144 16 217

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HIDROLOGI

BAB IV ANALISA HIDROLOGI BAB IV ANALISA HIDROLOGI 4.1. Diagram Alir M U L A I Data Curah Hujan N = 15 tahun Pemilihan Jenis Sebaran Menentukan Curah Hujan Rencana Uji Kecocokan Data - Chi Kuadrat - Smirnov Kolmogorov Intensitas

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISIS

BAB IV DATA DAN ANALISIS BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1 Tinjauan Umum Hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (hydrologic phenomena). Data hidrologi merupakan bahan informasi yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Stasiun Pengamat Hujan Untuk melakukan analisa ini digunakan data curah hujan harian maksimum untuk tiap stasiun pengamat hujan yang akan digunakan dalam analisa

Lebih terperinci

Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan

Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri Norma Puspita, ST.MT Sistem hidrologi terkadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang luar biasa, seperti

Lebih terperinci

METODOLOGI BAB III III Tinjauan Umum

METODOLOGI BAB III III Tinjauan Umum III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan embung, terlebih dahulu harus dilakukan survey dan investigasi dari derah atau lokasi yang bersangkutan guna memperoleh data yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HIDROLOGI

BAB III ANALISA HIDROLOGI BAB III ANALISA HIDROLOGI 3.1 Data Curah Hujan Data curah hujan yang digunakan untuk analisa hidrologi adalah yang berpengaruh terhadap daerah irigasi atau daerah pengaliran Sungai Cimandiri adalah stasiun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR ix DAFTAR ISI Halaman JUDUL i PENGESAHAN iii MOTTO iv PERSEMBAHAN v ABSTRAK vi KATA PENGANTAR viii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xvi DAFTAR LAMPIRAN xvii DAFTAR NOTASI xviii BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. TINJAUAN UMUM Dalam rangka perencanaan bangunan dam yang dilengkapi PLTMH di kampus Tembalang ini sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Uraian Umum Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Tinjauan Umum Dalam merencanakan Embung Pusporenggo ini, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan stabilitas maupun

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data BAB V ANALISA DATA 5.1 UMUM Analisa data terhadap perencanaan jaringan drainase sub sistem terdiri dari beberapa tahapan untuk mencapai suatu hasil yang optimal. Sebelum tahapan analisa dilakukan, terlebih

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii MOTTO iv DEDIKASI v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Siklus hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya Siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Hidrologi Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau Science de la Terre) yang secara khusus mempelajari tentang siklus hidrologi atau siklus air

Lebih terperinci

METODOLOGI Tinjauan Umum 3. BAB 3

METODOLOGI Tinjauan Umum 3. BAB 3 3. BAB 3 METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan konstruksi dan rencana pelaksanaan perlu adanya metodologi yang baik dan benar karena metodologi merupakan acuan untuk menentukan langkah

Lebih terperinci

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut :

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut : III-1 BAB III 3.1 URAIAN UMUM Sebagai langkah awal sebelum menyusun Tugas Akhir terlebih dahulu harus disusun metodologi pelaksanaannya, untuk mengatur urutan pelaksanaan penyusunan Tugas Akhir itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HIDROLOGI

BAB V ANALISIS HIDROLOGI BAB V ANALISIS HIDROLOGI 5.1 HUJAN RERATA KAWASAN Dalam penelitian ini untuk menghitung hujan rerata kawasan digunakan tiga stasius hujan yang terdekat dari lokasi penelitian yaitu stasiun Prumpung, Brongang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PERENCANAAN DRAINASE KALI GAJAH PUTIH KODIA SURAKARTA

TINJAUAN PERENCANAAN DRAINASE KALI GAJAH PUTIH KODIA SURAKARTA TINJAUAN PERENCANAAN DRAINASE KALI GAJAH PUTIH KODIA SURAKARTA TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada program D-III Teknik Sipil Infrastruktur Perkotaan Jurusan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi 2.1.1 Curah hujan rata-rata DAS Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu : 1. Arithmatic Mean Method perhitungan curah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. adalah merupakan ibu kota dari Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dalam RTRW

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. adalah merupakan ibu kota dari Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dalam RTRW Bab IV Analisis Data dan Pembahasan BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 URAIAN UMUM Jalan Melong merupakan salah satu Jalan yang berada di Kecamatan Cimahi Selatan yang berbatasan dengan Kota Bandung. Kota

Lebih terperinci

MK. Hidrologi JFK BAB IV CURAH HUJAN

MK. Hidrologi JFK BAB IV CURAH HUJAN BAB IV CURAH HUJAN A. Pendahuluan Untuk memperdalam materi pada bab ini, diharapkan mahasiswa untuk mencari data curah hujan dari beberapa stasiun pengamatan curah hujan yang ada di Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BENDUNGAN PENAHAHAN SEDIMEN 2.1.1. Uraian Umum Lahar yang terdapat pada lereng bagian hulu Gunung Merapi dan curah hujan yang sangat deras dalam waktu lama dengan intensitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Hidrologi Hidrologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sistem kejadian air di atas pada permukaan dan di dalam tanah. Definisi tersebut terbatas pada hidrologi

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT BANJIR PADA DAS BATANG ARAU PADANG

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT BANJIR PADA DAS BATANG ARAU PADANG Vol. XII Jilid I No.79 Januari 2018 MENARA Ilmu ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT BANJIR PADA DAS BATANG ARAU PADANG Syofyan. Z, Muhammad Cornal Rifa i * Dosen FTSP ITP, ** Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA Sharon Marthina Esther Rapar Tiny Mananoma, Eveline M. Wuisan, Alex Binilang Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap beberapa bagian sungai. Ketika sungai melimpah, air menyebar pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap beberapa bagian sungai. Ketika sungai melimpah, air menyebar pada 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Banjir adalah aliran air yang relatif tinggi, dimana air tersebut melimpah terhadap beberapa bagian sungai. Ketika sungai melimpah, air menyebar pada dataran banjir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang lalu adalah letusan terbesar jika dibandingkan dengan erupsi terbesar Gunung Merapi yang pernah ada dalam sejarah yaitu tahun 1872.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Contents BAB II... 6 TINJAUAN PUSTAKA... 6 2.1. Dam Penahan Sedimen... 6 2.1.1. Uraian Umum... 6 2.1.2. Pola Penanggulangan Banjir Lahar Dingin... 7 2.1.3. Pemilihan Letak Bangunan... 7 2.2. Analisis Mekanika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia yang merupakan daerah katulistiwa mempunyai letak geografis pada 8 0 LU dan 11 0 LS, dimana hanya mempunyai dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR KHAIRUL RAHMAN HARKO DISAMPAIKAN OLEH :

PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR KHAIRUL RAHMAN HARKO DISAMPAIKAN OLEH : PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR DISAMPAIKAN OLEH : KHAIRUL RAHMAN HARKO PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HUJAN PADA STASIUN HUJAN DALAM DAS BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT

KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HUJAN PADA STASIUN HUJAN DALAM DAS BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HUJAN PADA STASIUN HUJAN DALAM DAS BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT Syofyan. Z Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 digilib.uns.ac.id ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Pengolahan data curah hujan dalam penelitian ini menggunakan data curah hujan harian maksimum tahun 2002-2014 di stasiun curah hujan Eromoko,

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana. BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Intensitas Curah Hujan Menurut Joesron (1987: IV-4), Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu. Analisa intensitas

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR/SKRIPSI... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

Perencanaan Sistem Drainase Apartemen De Papilio Tamansari Surabaya

Perencanaan Sistem Drainase Apartemen De Papilio Tamansari Surabaya 1 Perencanaan Sistem Drainase Apartemen De Papilio Tamansari Surabaya Agil Hijriansyah, Umboro Lasminto, Yang Ratri Savitri Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM :

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM : PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK i UCAPAN TERIMA KASIH ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat

Lebih terperinci

Perencanaan Sistem Drainase Stadion Batoro Katong Kabupaten Ponorogo

Perencanaan Sistem Drainase Stadion Batoro Katong Kabupaten Ponorogo JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (04) -6 Perencanaan Sistem Drainase Stadion Batoro Katong Kabupaten Ponorogo Yusman Rusyda Habibie, Umboro Lasminto, Yang Ratri Savitri Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini menggunakan tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian sebelumnya yang telah diterbitkan, dan dari buku-buku atau artikel-artikel yang ditulis para peneliti sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peil Banjir Peil Banjir adalah acuan ketinggian tanah untuk pembangunan perumahan/ pemukiman yang umumnya di daerah pedataran dan dipakai sebagai pedoman pembuatan jaringan drainase

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai CBL Sungai CBL (Cikarang Bekasi Laut) merupakan sudetan yang direncanakan pada tahun 1973 dan dibangun pada tahun 1980 oleh proyek irigasi Jatiluhur untuk mengalihkan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di Sungai Cimandiri terletak di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Gunung Guruh, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

BAB II BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB II BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Dalam suatu penelitian dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam proses penelitian. Pada bab ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Tangkapan Hujan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan stasiun curah hujan Jalaluddin dan stasiun Pohu Bongomeme. Perhitungan curah hujan rata-rata aljabar. Hasil perhitungan secara lengkap

Lebih terperinci

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE HASPERS PADA DAS KALI BLAWI KABUPATEN LAMONGAN. Dwi Kartikasari*)

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE HASPERS PADA DAS KALI BLAWI KABUPATEN LAMONGAN. Dwi Kartikasari*) ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE HASPERS PADA DAS KALI BLAWI KABUPATEN LAMONGAN Dwi Kartikasari*) *)Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

Studi Pengendalian Banjir Sungai Kalidawir Tulungagung

Studi Pengendalian Banjir Sungai Kalidawir Tulungagung JURNAL TEKNIK ITS Vol., No. 1, (2015) ISSN: 27-59 (201-9271 Print) F-10 Studi Pengendalian Banjir Sungai Kalidawir Mohammad Bagus Tulungagung Ansori, Dian Ayu Ratnasari, dan Bambang Sarwono Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI. Pengumpulan Data: Pengolahan Data. Perencanaan. Gambar 4.1 Metodologi

BAB IV METODOLOGI. Pengumpulan Data: Pengolahan Data. Perencanaan. Gambar 4.1 Metodologi BAB IV METODOLOGI 4.1 UMUM Pengumpulan Data: Pengolahan Data - Hidrologi - Hidroklimatologi - Topografi - Geoteknik (Mekanika Tanah) - dll Analisis Water Balance - Evapotranspirasi - Curah Hujan Effektif

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan Dicky Rahmadiar Aulial Ardi, Mahendra Andiek Maulana, dan Bambang Winarta Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI 2.1. Tinjauan Umum Untuk dapat merencanakan penanganan kelongsoran tebing pada suatu lokasi, terlebih dahulu harus diketahui kondisi existing dari lokasi tersebut. Beberapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena

BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA 4.1 Ketersediaan Data Hidrologi 4.1.1 Pengumpulan Data Hidrologi Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (hydrologic phenomena).

Lebih terperinci

Vol.14 No.1. Februari 2013 Jurnal Momentum ISSN : X

Vol.14 No.1. Februari 2013 Jurnal Momentum ISSN : X Vol.14 No.1. Februari 013 Jurnal Momentum ISSN : 1693-75X Perencanaan Teknis Drainase Kawasan Kasang Kecamatan Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman Ir. Syofyan. Z, MT*, Kisman** * Staf Pengajar FTSP ITP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK DAS 4.1.1. Parameter DAS Parameter fisik DAS Binuang adalah sebagai berikut: 1. Luas DAS (A) Perhitungan luas DAS didapatkan dari software Watershed Modelling

Lebih terperinci

BAB III III - 1METODOLOGI

BAB III III - 1METODOLOGI BAB III III - 1METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM Metodologi adalah cara atau langkah langkah yang dilakukan dalam menganalisa dan menyelesaikan suatu permasalahan. Langkah langkah atau metode yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN Anugerah A. J. Surentu Isri R. Mangangka, E. M. Wuisan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain :

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain : BAB III METODOLOGI 45 3.1. URAIAN UMUM Di dalam melaksanakan suatu penyelidikan maka, diperlukan data-data lapangan yang cukup lengkap. Data tersebut diperoleh dari hasil survey dan investigasi dari daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. homogeny (Earthfill Dam), timbunan batu dengan lapisan kedap air (Rockfill

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. homogeny (Earthfill Dam), timbunan batu dengan lapisan kedap air (Rockfill BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Tinjauan Umum Bendungan adalah suatu bangunan air yang dibangun khusus untuk membendung (menahan) aliran air yang berfungsi untuk memindahkan aliran air atau menampung sementara

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Tinjauan Umum Dalam merencanakan Waduk Ciniru ini, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data-data. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan stabilitas maupun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN HASIL. Sungai

BAB IV ANALISIS DAN HASIL. Sungai BAB IV ANALISIS DAN HASIL 4.1.Analisis Hidrograf 4.1.1. Daerah Tangkapan dan Panjang Sungai Berdasarkan keadaan kontur pada peta topografi maka dibentuk daerah tangkapan seperti berikut, beserta panjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Embung Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berada di bagian hulu. Konstruksi embung pada umumnya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. membahas langkah untuk menentukan debit banjir rencana. Langkahlangkah

BAB IV ANALISA. membahas langkah untuk menentukan debit banjir rencana. Langkahlangkah BAB IV ANALISA 4.1 Analisa Hidrologi Sebelum melakukan analisis hidrologi, terlebih dahulu menentukan stasiun hujan, data hujan, dan luas daerah tangkapan. Dalam analisis hidrologi akan membahas langkah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, yang meliputi bentuk berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI. Gambar 4.1 Flow Chart Rencana Kerja Tugas Akhir

BAB IV METODOLOGI. Gambar 4.1 Flow Chart Rencana Kerja Tugas Akhir BAB IV METODOLOGI 4.1 Tinjauan Umum Penulisan laporan Tugas Akhir ini memerlukan adanya suatu metode atau cara yaitu tahapan tahapan dalam memulai penulisan sampai selesai, sehingga penulisan Tugas Akhir

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT ANDALAN

ANALISIS DEBIT ANDALAN ANALISIS DEBIT ANDALAN A. METODE FJ MOCK Dr. F.J. Mock dalam makalahnya Land Capability-Appraisal Indonesia Water Availability Appraisal, UNDP FAO, Bogor, memperkenalkan cara perhitungan aliran sungai

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dimulai pada Semester A tahun ajaran dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dimulai pada Semester A tahun ajaran dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dimulai pada Semester A tahun ajaran 2016-2017 dan penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di DAS Sungai Badera yang terletak di Kota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode Rasional di Kampus I Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode Rasional di Kampus I Universitas Muhammadiyah Purwokerto. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Arkham Fajar Yulian (2015) dalam penelitiannya, Analisis Reduksi Limpasan Hujan Menggunakan Metode Rasional di Kampus

Lebih terperinci

PERENCANAAN SALURAN DRAINASE DI GAYUNGSARI BARAT SURABAYA DENGAN BOX CULVERT

PERENCANAAN SALURAN DRAINASE DI GAYUNGSARI BARAT SURABAYA DENGAN BOX CULVERT PERENCANAAN SALURAN DRAINASE DI GAYUNGSARI BARAT SURABAYA DENGAN BOX CULVERT Disusun Oleh : AHMAD RIFDAN NUR 3111030004 MUHAMMAD ICHWAN A 3111030101 Dosen Pembimbing Dr.Ir. Kuntjoro,MT NIP: 19580629 1987031

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Perencanaan PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro) memerlukan bidang bidang ilmu pengetahuan lain yang dapat mendukung untuk memperoleh hasil perencanaan.

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci