M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005 USU Repository 2006

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005 USU Repository 2006"

Transkripsi

1 DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii PENDAHULUAN SUSUNAN ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT Epidermis Bagian Kulit BERBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES LDA OBAT PADA PEMBERIAN SECARA PERKUTAN Penyerapan (Absorpsi) Lokalisasi Sawar Jalur Penembusan (Absorpsi) Penahanan Dalam Struktur Permukaan Kulit dan Penyerapan Perkutan Faktor Fisiologik yang Mempengaruhi Penyerapan Perkutan Keadaan dan Umur Kulit Aliran Darah Tempat pengolesan Kelembaban dan Temperatur OPTIMASI KETERSEDIAAN HAYATI DARI SEDIAAN PERKUTAN Faktor Fisikokimia Tetapan difusi : Konsentrasi zat aktif Koefisien partisi Pemilihan Pembawa Kelarutan dan keadaan termodinamika Surfaktan dan Emulsi Bahan peningkat ( enhancher) absorbsi zat aktif lontoforesis Interaksi Pembawa (Vesicles) Dengan Model Membran Kulit ii

2 pada Proses Permiasi EVALUASI KETERSEDIAAN HAYATI OBAT YANG DIBERIKAN MELALUI KULIT Studi Difusi In Vitro Studi Penyerapan (Absorbsi) Pembuktian Mekanisme Absorbsi Perkutan Dari Sifat Fisika Kimia RELEVANSI DARI PENELITIAN MEMAKAI HEWAN MODEL IN NUMERO KESIMPULAN...39 Daftar Tabel Tabel I Gambaran skematik berbagai tahap difusi zat aktif ke dalam lapisan kulit : Tabel II Studi penyempan perkutan in vitro...40 Tabel III Studi Penyerapan Perkutan in vivo...41 Tabel IV Studi Penempatan Bahan Obat Dalam Struktur Kulit...43 Daftar Pustaka...44 iii

3 PENDAHULUAN 1 Konsep pemakaian sediaan obat pada kulit telah lama diyakini dapat dilakukan. Hal ini terbukti dari peninggalan zaman mesir kuno, berupa catatan pada papyrus yang telah mencantumkan berbagai sediaan obat yang digunakan untuk pemakaian luar. Galen telah menjelaskan tentang pemakaian sediaan pada zaman romawi, yang saat ini dikenal sebagai vanishing cream. Sediaan obat yang digunakan pada kulit atau diselipkan ke dalam rongga tubuh umumnya berada dalam bentuk cairan, semi padat atau padat. Untuk dapat memahami perihal TOPIK DIATAS, maka terlebih dahulu akan diuraikan/ dibicarakan secara umum tentang KULIT. Kulit merupakan : 1. Bahagian terbesar dari organ tubuh, rata rata kulit manusia dewasa mempunyai luas permukaan sebesar 2 m2 dan berperanan sebagai lapisan pelindung tubuh terhadap pengaruh dari luar, baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia. Meskipun kulit relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa obat atau bahan berbahaya, yang dapat menimbulkan efek terapetik atau efek toksik, yang bersifat setempat atau sistemik. 2. Sawar (barrier) fisiologik yang penting, karena mampu menahan penembusan bahan gas, cair maupun padat, baik yang berasal dari lingkungan luar tubuh maupun dari komponen organisme. Penilaian aktifitas fannakologik dari sediaan topikal menunjukkan bahwa, peranan bahan pembawa sangat penting dalam proses pelepasan dan penyerapan zat aktif dan pemilihan bahan pembawa yang tepat dapat meningkatkan kerja zat aktif, baik lama kerja maupun intensitasnya. Menurut Rothman, S. thn 1954, penyerapan perkutan merupakan gabungan fenomena penembusan suatu senyawa dari lingkungan luar ke bagian kulit sebelah dalam dan fenomena penyerapan dari struktur kulit ke dalam peredaran darah atau getah bening. Istilah "perkutan" menunjukkan bahwa proses penembusan terjadi pads lapisan epidermis dan penyerapan dapat terjadi pada lapisan epidermis yang berbeda.

4 2 Saat ini telah diketahui bahwa, sediaan obat dapat menembus ke dalam atau melalui kulit dengan berbagai jalan (cara) sebagai berikut : 1. Diantara sel-sel dari stratum corneum 2. Melalui slauran dari folikel rambut 3. Melalui kelenjar keringat (sweat glands) 4. Melalui kelenjar sebaseus (sebaceous glands) 5. Melalui sel-sel dari stratum corneum. Pada kosmetologi, umumnya hanya fase penembusan yang diteliti. Sediaan kosmetika digunakan hampir pada seluruh permukaan kulit dan bahagiannya,. sehingga kemampuan menembus dari suatu sediaan kosmetika hanya terbatas sampai difusi kedalam lapisan tanduk (stratum corneum), folikel rambut, dan kelenjar keringat. Pada keadaan tertentu, misalnya untuk sediaan tabir surya, zat aktif relatif tertahan cukup lama pada permukaan lapisan tanduk (stratum corneum) demikian juga untuk beberapa zat aktif lain. Penyerapan sistemik suatu sediaan kosmetik dapat juga memberikan efek yang tidak dikehendald dan dapat mempercepat terjadinya toksisitas perkutan. Untuk pengobatan setempat sering diperlukan penembusan zat aktif ke dalam struktur kulit yang lebih dalam; hal tersebut penting dilakukan bila diperlukan konsentrasi dalam jaringan yang terletak di bawah daerah pemakaian yang cukup tinggi agar diperoleh efek yang dikehendaki dan sebaliknya penyerapan oleh pembuluh darah diusahakan agar seminimal mungkin sehingga terjadinya efek sistemik dapat dihindari. Pada penelitian efek sistemik, zat aktif harus masuk kedalam peredaran darah dan selanjutnya dibawa ke jaringan, yang kadang-kadang terletak jauh dari tempat pemakaian dan pads konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek fannakologik. Pemahaman tentang anatomi dan fisiologi kulit seperti faktor-faktor fisikokimia dan pato-fisiologik yang mempengaruhi permeabilitas kulit, sangat diperlukan untuk merancang formula dan bentuk sediaan yang sesuai dengan tujuan pemakaian yang dikehendaki.

5 3 1. SUSUNAN ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, menutupi seluruh permukaan tubuh dan terdiri dari 5 % berat tubuh. Kulit juga berperanan dalam pengaturan suhu tubuh, mendeteksi adanya rangsangan dari luar serta untuk mengeluarkan (eskresi ) kotoran atau sisa-sisa metabolisme. Susunan kulit manusia sangat komplek, dan untuk lebih mudah memahami efek proses absorbsi pada kulit maka, dibatasi hanya menguraikan bahagian kulit yang berperanan dalam hal tersebut. Kulit secara umum tersusun atas 3 (tiga) lapisan yang berbeda dan secara berturutan dari luar ke dalam adalah lapisan epidermis, lapisan dermis yang tersusun atas pembuluh darah dan pembuluh getah bening, ujung-ujung syaraf dan lapisan jaringan di bawah kulit yang berlemak atau yang disebut hipodermis. Kulit mempunyai bahagian lain yaitu, kelenjar keringat dan kelenjar sebum (glandula sebaceous) yang berasal dari lapisan hypodermis atau dermis dan bermuara pada permukaan dan membentuk daerah yang tidak berkesinambungan pada epidermis (Gambar 1). Gambar 1 : Penampang kulit dan aneksanya

6 4 1.1 EPIDERMIS Adalah permukaan paling luar dari kulit, yang merupakan tempat sediaan obat digunakan. Menurut Montagna, Lobitz dan Jarret, epidermis merupakan lapisan epitel dengan tebal rata-rata 200 μm, mempunyai sel-sel yang berdiferensiasi terhadap keratinisasi bertahap dari bagian yang lebih dalam menuju ke bahagian sebelah luar (permukaan). Epidermis dibedakan atas 2 (dua) bagian : 1. Lapisan malfigi berupa sel yang hidup, dan menempel pada dermis 2. Lapisan tanduk yang tersusun atas sekumpulan sel-sel mati yang mengalami keratinisasi (Gambar 2). Gambar 2 : Gambar skematik tahap perubahan sel epidermis Secara umum epidermis terdiri atas 5 (lima) lapisan. 1. Stratum corneum (lapisan tanduk) 2. Stratum lucidum (zone barrier) 3. Stratum granulosum (lapisan glanular) 4. Stratum malpighii (lapisan sel prickle) 5. Stratum germinativum (Lapisan sel basal) Seluruh lapisan ini dibentuk oleh sel yang tersusun dari lapisan basal dan berkembang, (proliferate) atau bergerak dari bawah ke atas. Pada bahagian lebih bawah dari epidermis, sel lebih padat tersusun daripada dalam stratum corneum.

7 5 1.2 BAGIAN KULIT Bagian kulit (Gambar 4) menurut Montagna W,. dkk, 1958, terdiri dari sistem pilosebasea dan kelenjar sudoripori. Setiap rambut membentuk saluran epidermis yang masuk ke dalam dermis dan selanjutnya membentuk selubung luar dari rambut tersebut. Bagian yang paling dalam, tertanam pada akar oleh sebuah papilla dari jaringan penyangga dermik yang mempunyai banyak pembuluh darah. Selubung epitel bagian dalam mengelilingi rambut mulai dari bahagian akar sampai di tempat yang berhubungan dengan kelenjar sebasea. Gambar 4 : Aneksa kulit Pada umumnya kelenjar sebasea menempel pada folikel rambut, kecuali untuk beberapa daerah yang mempunyai rambut cukup jarang dan terletak pada jarak sekitar 500 μm dari permukaan kulit, seperti kelenjar eksokrin, holokrin dan getah sebum. Bagian yang mengeluarkan getah dibentuk dari suatu membran basal yang ditutup oleh lapisan sel germinatif yang berkembang ke arah pusat kelenjar disertai perubahan lipida dan peniadaan intinya. Serpihan dari isi sel yang mati selanjutnya dikeluarkan lewat sebuah saluran pembuangan yang sangat pendek.

8 2. BERBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES LDA OBAT PADA PEMBERIAN SECARA PERKUTAN PENYERAPAN (ABSORBSI) Sampai saat ini secara keseluruhan dari proses penyerapan secara perkutan obat, belum diketahui. Kajian yang telah dilakukan hanya terbatas pada faktor-faktor yang dapat mengubah ketersediaan hayati zat aktif yang terdapat dalam sediaan yang dioleskan pada kulit, seperti ; Lokalisasi Sawar (Barrier) Kulit mengandung sejumlah tumpukan lapisan spesifik yang dapat mencegah masuknya bahan-bahan kimia dan hal ini terutama disebabkan oleh adanya lapisan tipis lipida pada permukaan, lapisan tanduk dan lapisan epidermis malfigi. Pada daerah ini, ditemukan juga suatu celah yang berhubungan langsung dengan kulit bagian dalam yang dibentuk oleh kelenjar sebasea yang membatasi bagian luar dan cairan ekstraselular, yang juga merupakan sawar tapi kurang efektif, yang terdiri dari sebum dan deretan sel-sel germinatif Peranan lapisan lipids yang tipis dan tidak beraturan pada permukaan kulit (0,4-4 μm) terhadap proses penyerapan (absorpsi) dapat diabaikan. Peniadaan dari lapisan tersebut oleh eter, alkohol atau sabun-sabun tertentu tidak akan mengubah secara nyata permeabilitas kulit (Tregear, R, T. thn 1966), keadaan yang sama juga terjadi setelah pengolesan pada permukaan kulit yang mempunyai sebum setebal 30 μm (Eligman, A, M. thn 1963). Lapisan lipida dapat ditembus senyawa-senyawa lipofilik dengan cara difusi dan adanya kolesterol menyebabkan senyawa yang larut dalam air dapat teremulsi. Peniadaan secara bertahap lapisan seluler pada lapisan tanduk (stratum corneum) dengan bantuan suatu plester akan menghilangkan lapisan malfigi dan menyebabkan peningkatan permeabilitas kulit secara nyata terhadap air (Monash, S. dkk, thn 1963), etanol (Wepiere. dkk, thn 1968) dan kortikosteroid (Malkinson F,. D. thn 1958). Peningkatan permeabilitas tersebut tidak terjadi untuk semua jenis senyawa, misalnya; perhidroskualen tidak dapat menembus kulit tikus yang lapisan tanduknya telah dihilangkan (Wepiere, thn 1967).

9 7 Sehingga lapisan malfigi dapat menghalangi penembusan senyawa tertentu, tetapi tidak spesifik. Lapisan ini menunjukkan selektivitas tertentu terhadap senyawa yang lipofil, misalnya perhidroskualen (Wepierre, thn 1967), atau hidrofil : Natrium dodesil sulfat yang tidak atau sangat sedikit diserap (Emberry G,. dkk, thn 1969). Sawar (barrier) kulit terutama disusun oleh lapisan tanduk (stratum corneum), namun demikian pada cuplikan lapisan tanduk (stratum corneum) terpisah, juga mempunyai permeabilitas yang sangat rendah dan kepekaan yang sama seperti kulit utuh (Sprott W, E,. thn 1965 dan Scheuplein R, J,. dkk, thn 1669). Lapisan tanduk berperan melindungi kulit (Tregear R, T, thn 1966; Blank I. H, dkk, thn1969). Deretan sel-sel pada lapisan tanduk saling berikatan dengan kohesi yang sangat kuat dan merupakan pelindung kulit yang paling efisien. Sesudah penghilangan lapisan tanduk (stratum corneum), impermeabilitas kulit dipengaruhi oleh regenerasi sel; dalam 2 (dua) atau 3(tiga) hari meskipun ketebalan lapisan tanduk (stratum corneum) yang terbentuk masih sangat tipis, namun lapisan tersebut telah mempunyai kapasitas perlindungan yang mendekati sempurna (Matoltsy A, G, dkk, thn 1962; Monash S, dkk, thn 1963). Dengan demikian epidermis mempunyai 2 (dua) jenis pelindung, yang pertama adalah pelindung sawar spesifik yang terletak pada lapisan tanduk (stratum corneum) yang salah satu elemennya berasal dari kulit dan bersifat impermeabel, dan pelindung yang kedua terletak di sub-junction dan kurang efektif, dibentuk oleh epidermis hidup yang permeabilitasnya dapat disamakan dengan membran biologis lainnya. Pada sebagian besar kasus, proses pergantian kulit diatur oleh lapisan tanduk (stratum corneum) yang impermeabel dan akan membentuk suatu pelindung terbatas Jalur Penembusan (Absorbsi) Penembusan = penetrasi = absorbsi perkutan, terdiri dari pemindahan obat dari permukaan kulit ke stratum corneum, dibawah pengaruh gradien konsentrasi, dan berikutnya difusi obat melalui stratum corneum yang terletak dibawah epidermis, melewati dermis dan masuk kedalam mikrosirkulasi. Wit berfungsi sebagai sawar pasif untuk difusi molekul. Telah terbukti bahwa impermiabilitas kulit akan berlangsung lama setelah kulit dipisahkan. Jumlah total daya difusi (R kulit ) untuk penembusan melalui kulit dijelaskan oleh Chen sbb:

10 R = R sc + R e + R pd. Dimana R : Daya difusi sc : stratum corneum e : epidermis pd : lapisan papilla dari dermis 8 Kulit, karena sifat impermeabilitasnya maka hanya dapat dilalui oleh sejumlah senyawa kimia dalam jumlah yang sedikit. Penembusan molekul dari luar ke bagian dalam kulit secara nyata dapat terjadi, baik secara difusi melalui lapisan tanduk (stratum corneum) maupun secara difusi melalui kelenjar sudoripori atau organ pilosebasea. Bagian lain yang terdapat pada kulit, sesungguhnya mempunyai struktur yang kurang efektif bila dibandingkan dengan lapisan tanduk (stratum corneum). Seperti, folikel rambut tidak mempunyai epitel dengan lapisan tanduk luar kecuali pada bagian atas, mulai dari muara kelenjar sebasea hingga bagian dasar folikel. Pada pertumbuhannya, rambut halus dikelilingi oleh sarung epitel dalam, yang dibentuk dari sel hidup yang terletak pada bagian tengah. Kelenjar sebasea berisi sebum, mengandung banyak lipida yang teremulsi, dihasilkan oleh sel-sel yang dibentuk oleh lapisan germinatif kelenjar (Montagna W, thn, 1958). Kelenjar sudoripori merupakan suatu saluran pengeluaran sederhana, yang dibentuk oleh sel hidup mulai dari bagian dalam dermis sampai stratum corneum dan berakhir sebagai suatu saluran (kanal) yang menyelinap di antara deretan sel-sel tanduk (Montagna W, thn 1962). Kelenjar sudoripori secara nyata tidak berperanan dalam proses penembusan. Kulit telapak tangan atau telapak kaki mempunyai kelenjar sudoripori yang berkumpul dalam jumlah yang sangat banyak, setiap cm 2, namun tidak lebih permeabel dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya yang jumlahnya lebih sedikit, setiap cm 2 (Tas J, dkk, thn 1958; Marzulli E, N, thn 1962). Penembusan senyawa kimia melalui pilosebasea lebih tergantung pada permukaannya dibandingkan dengan penembusan melalui epidermis. Pada manusia. kulit diselubungi oleh folikel rambut setiap cm 2 yang merupakan bagian dari permukaan epidermis dan berperanan dalam proses penyerapan. Pada hewan terjadi keadaan sebaliknya, rambut-rambut tersebut lebih berperan dalam penyerapan dan pada unggas jumlahnya dapat mencapai 4000 helai/cm 2. Jadi penyerapan oleh folikel rambut menjadi bermakna karena Wit hewan lebih permiabel dibandingkan kulit manusia (Tregear R, T, thn 1961).

11 9 Penelitian Blank, thn 1966 dan Scheuplein, thn 1965, telah membuktikan bahwa lintasan transepidermis atau jalur transfolikuler merupakan fungsi dari sifat dasar molekul yang dioleskan pada kulit. Senyawa yang mempunyai bobot molekul kecil dan bersifat lipofil, dapat terdifusi dan tersebar dengan cepat dalam lapisan tanduk dan dalam lipida yang terdapat pada kelenjar sebasea. Penyerapan yang terjadi pada kedua tahap tersebut mempunyai intensitas yang tergantung pada perrnukaan relatif dari kedua struktur tersebut. Senyawa yang hanya sedikit terdifusi, akan melintasi lapisan sebum lebih cepat dibandingkan dengan yang melalui lapisan tanduk. Pada tahap awal, proses penyerapan lebih ditentukan oleh lintasan transfolikuler, selanjutnya pada tahap kedua, karena perbedaan difusi yang terjadi dalam lapisan tanduk, maka lintasan transepidermis yang lebih menentukan Penahanan Dalam Struktur Permukaan Kulit dan Penyerapan Perkutan Telah lama diketahui, adanya penumpukan senyawa yang digunakan setempat pada bahagian tertentu kulit, terutama pada lapisan tanduk (stratum corneum). Malkinson dan Fergusson membuktikan bahwa pada pemakaian setempat dari sediaan hidrokortison berlabel, maka pengeluaran senyawa radioaktif tersebut akan diperpanjang beberapa hari (Malkinson F, D, dkk, thn 1955). Hasil percobaan ini menyimpulkan bahwa dalam struktur kulit terdapat suatu daerah depo dan dari tempat tersebut zat aktif akan dilepaskan secara perlahan. Akan tetapi bila selama percobaan, sediaan yang dipakai dibiarkan di tempat pengolesan tanpa pembersihan dari sisa sediaan, maka akan terjadi hambatan penyerapan, hal ini disebabkan oleh terjadinya penyerapan yang perlahan-perlahan. Penelitian pendahuluan tentang adanya penumpukan obat didalam kulit sesudah pemakaian setempat telah disampaikan oleh Vickers, thn 1963, yang melakukan penelitian terhadap penembusan perkutan dari senyawa fluosinolon asetonida. Peneliti ini telah membuktikan bahwa aksi penyempitan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembalut dapat diamati selama 3 minggu pada kondisi tanpa pemolesan ulang obat tersebut dan sesudah peniadaan kelebihan sediaan pada pennukaan kulit. Vickers, juga telah membuktikan adanya " efek depo " pada bahagian tertentu kulit dan pada beberapa penelitian lanjutan menunjukkan bahwa penimbunan kortikosteroid akan terjadi pada lapisan tanduk (stratum corneum).

12 Apabila lapisan tanduk (stratum corneum) ditiadakan dengan cara menghilangkan secara bertahap lapisan selular dengan perantaraan plester, maka efek depo dari pemakaian flusionolon asetonida tidak dapat diamati dan setelah daerah uji dibersihkan tidak terjadi efek penyempitan pembuluh darah. Selanjutnya, Washitake M, dkk, thn, 1973, telah membuktikan bahwa pada peniadaan lapisan tanduk (stratum corneum) marmut secara "stipping" akan mengakibatkan terjadi peningkatan penyerapan perkutan asam salisilat dan karbinosamina, serta meniadakan penumpukan kedua zat aktif tersebut. Sebaliknya bila kulit tidak dilukai, obat tersebut akan tetap berada di dalam lapisan tanduk selama 13 hari setelah pengolesan sediaan. Adanya daerah penyimpanan di stratum corneum telah dibuktikan dengan percobaan oleh Vickers, dengan cara penyuntikan intradermis dari triamsinolon asetonida. Pada cara ini, sesudah penutupan daerah injeksi, tidak digunakan suatu bahan penyempit pembuluh darah, dan hormon tidak dapat ditahan dalam lapisan kulit yang lebih dalam. Adanya penahanan kortikoid oleh lapisan tanduk dapat diperlihatkan dengan autokardiografi. Sejumlah bahan obat, telah diteliti mudah tertahan dalam sel-sel tanduk, seperti; hidrokortison (Feldmann R, J, dkk, thn 1965), heksaklorofen (Stoughton R, B, thn 1965; Taber D, dkk, thn 1971), griseofulvin (Munro D, D, thn 1969), asam fusidat dan natrium fusidat (Vicker C, F, H, thn 1969) serta betametason (Woodford R, dkk, thn 1974). Hal ini penting dalam pengobatan dermatologik, karena efek obat dapat diperpanjang hanya dengan satu kali pengolesan obat. Lama penahanan zat aktif dalam lapisan tanduk sangat bervariasi. Dari keseluruhan molekul yang diteliti, ternyata steroida berflour paling lama bertahan pada permukaan kulit. Penahanan flusinolon asetonida dapat diperpanjang sampai 41 han, kadang-kadang waktunya lebih lama dari waktu rata-rata peremajaan set epidermis. Perpanjangan waktu keberadaan zat aktif di dalam sel-sel tanduk telah diuraikan oleh Munro D, D, thn 1973, yang membuktikan bahwa adanya kortikoid tersebut menyebabkan hambatan aktivitas mitosis sel epidermis basal. Hasil ini diperkuat oleh penelitian Vickers, thn 1973, yang membuktikan bahwa bila aktifitas mitosis set epidermis ditingkatkan dengan suatu perlakuan pendahuluan pada daerah pengolesan menggunakan natrium lauril sulfat maka terjadi pengurangan waktu penahanan steroida berfluor dari 28 menjadi 18 hari. Efek depo ditemukan juga dalam sediaan kosmetika yang menginginkan kerja yang diperpanjang pada kulit. Bila diperlukan penahanan sediaan 10

13 pada lapisan tanduk (stratum corneum), baik setelah pencucian, maka sifat bertahan ini disebut "substantivitas". Hal tersebut secara nyata ditemukan dalam sediaan tabir surya (Yankeli S, L, thn 1972; Poret J, dkk, thn 1975), sediaan pelembab (Jungerman E, dkk, thn 1972; Middleton J, D, thn 1974) dan sediaan minyak mandi (Ogura R, dkk, thn 1969). Surfaktan amonik dan kationik juga tertahan di lapisan tanduk atau rambut (Scott G. V, dkk, thn 1669), adanya muatan ion mempakan penyebab terjadinya pembentukan ikatan ionik dengan protein dari keratin (Idson B, J, thn 1967). Intensitas penahanan akan berbanding lurus dengan ukuran dan muatan kation atau anion. Akibat pengikatan ini maka umumnya surfaktan dengan konsentrasi tinggi akan merusak struktur lapisan tanduk (Scheuplein R, J, dkk, thn 1970), menyebabkan peningkatan kehilangan air dan terjadi suatu iritasi yang bermakna. Pada konsentrasi surfaktan yang rendah terjadi keadaan sebaliknya, ikatan sediaan kosmetika tertentu dengan lipida akan mempermudah penyerapan sediaan ini pada lapisan tanduk dan dengan demikian meningkatkan kerja pelembutan kulit (Idson B, J, thn 1967). Sejumlah bahan toksik, pestisida fosfat-organik dan klor-organik akan ditahan pada lapisan tanduk dalam waktu yang cukup lama, seperti yang diperlihatkan oleh Kanzen C, dkk, thn 1974, bahwa sampai 112 hari untuk Dactal (dimetil 2,3 5,6tetraklorotereftalat), 60 hari untuk parathion dan 9 hari untuk malation. Seperti yang terlihat bahwa Dactal tertahan sangat lama, lebih kurang tertahan 4 (empat) kali lebih lama dari waktu rata-rata peremajaan lapisan tanduk yaitu 28 hari (Halprin K, M, thn 1972) dan hal tersebut dapat dijelaskan seperti pada kasus flusinolon asetonida, yaitu bekerja dengan menghambat mitosis sel. Sifat lamt-lemak dari bahan fosfat-organik dan klor-organik dapat menjelaskan proses penahanan tersebut. Paration yang bersifat lipofil, akan tertimbun terutama pada bagian lipida yang terdapat dalam saluran folikel rambut dan dalam kelenjar sebasea (Fredricksson T, dkk, thn 1961), pada tempat tersebut paration tenkat, dan akan menyebar secara perlahan ke dalam lapisan malfigi dan dermik, dan selanjutnya memasuki peredaran darah (Fredricksson T, dkk, thn 1961). Penahanan senyawa pada lapisan tanduk akan mengurangi resiko keracunan karena akan mencegah terjadinya penyerapan sistemik. Lapisan tanduk (stratum corneum) bukan merupakan satu satunya penyebab terjadinva fenomena penahanan senyawa pada kulit; dalam hal tertentu dermis berperanan sebagai depo, seperti yang telah dibuktikan dengan percobaan oleh Wepierre, J, dkk, thn 1965, bahwa 11

14 12 pcymen tertimbun pada lemak hypodermis dan testosterone dan bensil alkohol tertahan dalam dermis (Menczel E, dkk, thn 1970; Menczel E, dkk, thn 1972). Penimbunan senyawa dalam jaringan kulit yang lebih dalam, terjadi pada oestradiol, tiroksin dan trijodotironin (James M, dkk, thn 1974), dan aesin (Lang W, thn 1974). Penahanan senyawa, baik pada lapisan tanduk maupun sel-sel yang hidup tidak mengikuti mekanisme yang sama dan tidak pula mengakibatkan efek yang sama. Dalam hal penahanan setempat pada struktur lapisan tanduk, pengikatan senyawa, sebagian besar tergantung pada koefisien partisi lipida yang bersangkutan dan senyawa lain pada lapisan tanduk (stratum corneum). Dalam hal penahanan senyawa lebih jauh kedalam jaringan subkutan, disini tidak terjadi penyerapan atau paling tidak, laju penyerapan oleh cairan yang beredar dalam tubuh tidak cukup untuk menyebabkan pengosongan senyawa yang setara dengan, jumlahnya dalam dermis yang kaya akan pembuluh darah. Fenomena tersebut menyebabkan terjadinya kerja terapetik setempat tanpa diikuti difusi sistemik yang berarti. Akan tetapi keadaan tersebut bertentangan dengan teori umum yang telah diakui (Tregear R, T, thn 1966), yang menyatakan bahwa pengaliran darah ke kulit hampir selalu cukup. Ternyata penahanan senyawa dalam jaringan dibawah kulit hanya terjadi pada bahan-bahan yang diserap secara berkesinambungan, terutama untuk bahan-bahan yang mempunyai efek depo. Cara ketiga penumpukan zat aktif dapat pula terjadi karena senyawa tenkat dalam bentuk metabolit sesudah penyerapan sistemik; seperti griseofulvin(scott A, thn 1974) dan asam amino yang mengandung belerang (Wepierre J, dkk, thnl964)), dan tergabung dalam struktur Wit yang hidup dan yang terkeratinisasi. 2.2 FAKTOR FISIOLOGIK YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN PERKUTAN Keadaan dan Umur Kulit Kulit utuh merupakan suatu sawar (barrier) difusi yang efektif dan efektivitasnya berkurang bila terjadi perubahan dan kerusakan pada sel-sel lapisan tanduk.pada keadaan patologis yang ditunjukkan oleh perubahan sifat lapisan tanduk (stratum corneum);

15 13 dermatosis dengan eksim, psoriasis, dermatosis seborheik, maka permiabilitas kulit akan meningkat (Blank 1, H, thn 1964; Scott A, thn 1959 ). Scott, thn 1959, telah membukfkan bahwa kadar hidrokortison yang melintasi kulit akan berkurang bila lapisan tanduk berjamur dan akan meningkat, pada kulit dengan eritematosis. Hal yang sama juga telah dibuktikan bila kulit terbakar atau luka. Bila stratum corneum rusak sebagai akibat pengikisan oleh plester, maka kecepatan difusi air (Monash S, dkk, thn 1963), hidrokortison (Malkinson F, D, dkk, thn 1955), dan sejumlah senyawa lain (Malkinson F, D, thn 1958) akan meningkat secara nyata. Perlakuan dari pelarut organik terhadap permukaan Wit juga akan menyebabkan perubahan tahanan kulit terhadap difusi surfaktan (Blank I. H, dkk, thn 1970, Stoughton R, B, dkk, thn 1964; Blank I, H, dkk, thn 1970). Efek ini merupakan fungsi pelarut dengan akibat yang bermacam-macam, misalnya, eter tidak mengubah keadaan penyerapan salisilat atau surfaktan ( Blank I, H, dkk, thn 1970), aseton, alcohol dan heksana akan meningkatkan difusi air kedalam kulit ( Onken H, D, dkk, thn 1963). Permukaan kulit yang mengalami perlakuan seperti di atas, maka lipidanya akan hilang, delipidasi stratum corneum menyebabkan pembentukan "shunts" buatan dalam membran, sehingga mengurangi tahanannya terhadap difusi. Difusi juga tergantung pada umur subyek, kulit anak anak lebih permeabel dibandingkan kulit orang dewasa ( Feldmann R. T, dkk, thn 1970; Feiwel M, thn 1969) Aliran Darah Perubahan debit darah ke dalam kulit secara nyata akan mengubah kecepatan penembusan molekul. Pada sebahagian besar obat obatan, lapisan tanduk merupakan faktor penentu pada proses penyerapan dan debit darah selalu cukup untuk menyebabkan senyawa menyetarakan diri dalam perjalanannya ( Rothmann S, thn 1954). Namun, bila kulit luka atau bila dipakai cara iontoforesis untuk zat aktif (Wahlberg J, E, thn 1965), maka jumlah zat aktip yang menembus akan lebih banyak dan peranan debit darahmerupakan faktor yang menentukan. Demikian pula bila kapasitas penyerapan oleh darah sedikit atau hiperemi yang disebabkan pemakaian senyawa ester nikotinat, maka akan terjadi peningkatan penembusan (Ainsworth M, J, thn 1960). Akhimya, penyempitan pembuluih darah sebagai akibat pemakaian setempat dari kortikosteroida akan mengurangi kapasitas alir dari darah, menyebabkan pembentukan suatu timbunan (efek depo) pada lapisan kulit (Malkinson E, D,

16 14 dkk, thn 1963) dan akan mengganggu penyerapan senyawa yang bersangkutan. Dengan demikian, penyerapan perkutan testosteron akan berkurang secara nyata, bila digunakan setelah pengolesan 6-metil prednisolon (Malkinson F, D, thn 1958) Tempat pengolesan Jumlah yang diserap untuk suatu molekul yang sama, akan berbeda dan tergantung pada susunan anatomi dari tempat pengolesan: kulit dada, punggung, tangan atau lengan (Cronin E, dkk, thn 1962; Wahlberg J. E, thn 1965). Perbedaan ketebalan terutama disebabkan oleh ketebalan lapisan tanduk (stratum corneum) yang berbeda pada setiap bagian tubuh, tebalnya bervariasi antara 9 pm untuk kulit kantung zakar sampai 600 pin untuk kulit telapak tangan dan telapak kaki. Marzulli E, N, thn 1962, telah membuktikan bahwa secara in vitro laju penyerapan alkoil fosfat berbanding terbalik dengan tebal kulit setelah pengolesan pada kulit telapak tangan dan telapak kaki, di atas kulit lengan, kulit perut dan akhimya kulit rambut atau kulit kantung zakar. Pengamatan yang sama juga dilakukan oleh Maibach H. I, dkk, thn 1971, yang berkaitan dengan penyerapan perkutan beberapa senyawa organofosfat (malation dan paration). Sesuai dengan hukum Ficks (persamaan 3), maka ketebalan membran yang bermacam-macam, akan menyebabkan peningkatan waktu laten yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan konsentrasi pada lapisan tanduk dan di sisi lain akan menyebabkan pengurangan aliran darah. dq Km. D. S (C 1 - c 2 ) = dt e (persamaan 3) Km = koefisien partisi senyawa terhadap kulit dan pembawa Kelembaban dan Temperatur Pada keadaan normal, kandungan air dalam lapisan tanduk rendah, yaitu 5-15%, namun dapat ditingkatkan sampai 50% dengan cara pengolesan pada permukaan kulit suatu bahan pembawa yang dapat menyumbat: vaselin, minyak atau suatu pembalut impermeabel. Peranan kelembaban terhadap penyerapan perkutan telah dibuktikan oleh Scheuplein R, J, dkk, thn 1971; stratum corneum yang lembab mempunyai afinitas yang sama terhadap

17 senyawa-senyawa yang larut dalam air atau dalam lipida. Sifat ini disebabkan oleh struktur histologi sel tanduk dan oleh benang-benang keratin yang dapat mengembang dalam air dan pada media lipida amorf yang meresap di sekitarnya (Tregear R, T, thn 1966). Kelembaban dapat mengembangkan lapisan tanduk dengan cara pengurangan bobot jenisnya atau tahanan difusi. Air mula-mula meresap di antara janngan jaringan, kemudian menembus ke dalam benang keratin, membentuk suatu anyaman rangkap yang stabil pada daerah polar yang kaya air dan daerah non polar yang kaya lipida (Blank I, H, dkk, thn 1969). Harris D, R, dkk, thn 1974, berpendapat bahwa penutupan daerah pemakaian dengan menggunakan pembalut impermeabel menyebabkan terjadi peningkatan luas permukaan kulit sebesar 17%, peningkatan suhu setempat dan kelembaban relatif (Vickers, C, F, H, thn 1963). Faktor-faktor tersebut dapat juga meningkatkan retensi kulit (Vickers, C, F, H, thn 1963). dan penyerapan perkutan terhadap sejumlah obat (Mc Kensie A, W, dkk, thn 1962; Sulzberger M, B, dkk, thn 1961; Wiutten V, H, dkk, thn 1963 ). Secara in vivo, suhu kulit yang diukur pada keadaan normal, relatif tetap dan tidak berpengaruh pada peristiwa penyerapan. Sebaliknya secara in vitro, pengaruh suhu dengan mudah dapat diatur; Blank dan Scheuplein, thn 1967 telah membuktikan bahwa alkohol alifatik, pada suhu antara 0 C dan 50 C, peningkatan laju penyerapannya merupakan fungsi dari suhu. Dan menunjukkan juga bahwa impermeabilitas kulit hanya sedikit dipengaruhi oleh pemanasan pada 60 C selama beberapa jam (Blank I, H, dkk, thn 1967). Namun, sesudah pemanasan pada suhu di atas 65 C, atau sesudah inkubasi dengan larutan berair pada ph di bawah 3 atau di atas 9, maka stratum corneum akan mengalami perubahan struktur yang irreversibel (Allenby A, C, dkk, thn 1969) OPTIMASI KETERSEDIAANHAYATI DARI SEDIAAN PERKUTAN Kemampuan penembusan dan penyerapan obat dengan pemberian secara perkutan terutama tergantung pada sifat-sifat fisiko-kimianya. Peranan bahan pembawa pada peristiwa ini sangat kompleks; pada keadaan dimana senyawa tidak mengganggu fnngsi fisiologik kulit, maka dapat dipastikan kulit tidak dapat melewatkan senyawasenyawa yang tidak dapat diserap

18 (Wepierre J. thn 1971). Dengan melakukan pemilihan terhadap bahan pembawa yang sesuai, maka kemungkinan ketersediaan hayati dari zat aktif dapat diperbaiki (Tabel 1). 3.1 FAKTOR FISIKO-KIMIA Tetapan difusi Tetapan difusi suatu membran erat hubungannya dengan tahanan yang menunjukkan keadaan perpindahan. Bila dihubungkan dengan gerakan Brown, maka tetapan difusi merupakan fungsi dari bobot molekul senyawa dan interaksi kimia dengan konstituen membran; selain itu juga tergantung pada kekentalan media serta suhu (Wepierre J. thn 1971). Bila molekul dari zat aktif dianggap bulat dan molekul di sekitarnya berukuran yang sama, maka dengan menggunakan hukum Stoke-Einstein dapat ditentukan nilai tetapan difusi. 16 k. T (persamaan 9) D = 6π.r η k' = tetapan Boltzman T = suhu mutlak r = jari jari molekul yang berdifusi η = kekentalan lingkungan Senyawa dengan bobot molekul yang rendah akan berdifusi lebih cepat daripada senyawa dengan bobot molekul tinggi (Wepierre J. thn 1971; Tregear R, T, thn 1966; Stoughton R, B, dkk, thn 1960), karena akan membentuk ikatan dengan konstituen membran. Pada keadaan ini, jumlah senyawa yang diserap berbanding terbalik dengan bobot molekulnya. Marzulli E, N, dkk, thn 1965, membuktikan bahwa alkoilfosfat, trimetilfosfat dengan bobot molekul 140 akan diserap tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan triisopropilfosfat dengan bobot molekul 224. Namun, hubungan yang terbalik tersebut juga telah dibuktikan oleh Scheuplein R, J, thn 1965, pada alkohol alifatik, dimana tetapan difusi pentanol ternyata lebih tinggi daripada etanol. Dalam hal ini peningkatan koefisien partisi terhadap lipida yang meningkat seiring dengan peningkatan bobot molekul dapat meningkatkan penyerapan zat aktif, dan akan sebaliknya bila terjadi penurunan terhadap tetapan difusi.

19 17 Scheuplein R, J, dkk, thn 1969, menyatakan bahwa pada deretan homogen suatu steroida, tetapan difusi akan berkurang bila polaritas molekul meningkat (misal pada oestron dan oestradrol); Gugusan polar akan menyebabkan pembentukan ikatanberenergi cukup besar (ikatan kovalen, elektrostatik, ionik, hidrogen, van der Waals) antara molekul dan komponen membran. Tabel 1 : Gambaran skematik berbagai tahap difusi zat aktif ke dalam lapisan kulit Pada keadaan tertentu, contoh untuk molekul asam stearat, maka pembentukan ikatan, bersifat irreversibel dan secara total proses penyerapan dihambat, sehingga senyawa bergerak ke permukaan kulit dan menyebabkan terjadinya deskuamasi (pengelupasan) kulit (Butcher E, O, thn 1953). Dalam hal ini, ikatan akan bersifat reversibel, dan molekul secara perlahan dibebaskan, menuju ke lapisan yang lebih dalam, contoh, dodesil sulfat (Butcher E, O, thn 1953), steroida anti peradangan (Scheunlein R. J. dkk, thn 1969) dan organofosfat tertentu.

20 3.1.2 Konsentrasi zat akff 18 Menurut Scheuplein dan Blank, thn 1971, hukum Fick secara umum dapat diterapkan untuk menjelaskan proses penyerapan secara perkutan dari gas, ion atau molekul non elektrolit. Beberapa pengecualian hukum ini ditemukan pada senyawa yang diserap dapat mengubah struktur kulit, misalnya menyebabkan terjadinya pengendapan dengan protein kulit (Skog E, dkk, thn 1964; Wahlberg J, E, dkk, thn 1968). Jumlah zat aktif yang diserap pada setiap satuan luas permukaan dan satuan waktu adalah sebanding dengan konsentrasi senyawa dalam media pembawa. Hal ini telah dibuktikan pada larutan encer butanol dalam air yang melintasi epidermis kulit manusia terpisah (Blank I, H, thn 1964) dan pada sejumlah obat seperti, steroida: flukloronida (Christie G, A, dkk, thn 1970), betametason (Schutz, E, dkk, thn 1957), kortison, hidrokortison dan androstenedion (Maibach, H, I, dkk, thn 1969), atau kafeina, asam salisilat dan asam benzoat (Maibach, H, I, dkk, thn 1969). Bila zat aktif dengan konsentrasi tinggi dioleskan pada permukaan kulit, maka hukum Fick tidak dapat lagi diterapkan, karena terjadinya perubahan struktur membran sebagai akibat konsentrasi molekul yang tinggi, mungkin terjadi perubahan koefisien partisi antara pembawa dan sawar kulit. Untuk larutan encer butanol dalam air, jumlah yang diserap meningkat Timer sampai pada jumlah tertentu sebagai fungsi dari konsentrasi (Gambar 7a), sampai pada jumlah tertentu dimana konsentrasi yang diserap lebih bermakna dibandingkan dengan yang dinyatakan oleh hukum difusi (Blank 1, H, thn 1964). Scheuplein dan Blank berpendapat bahwa penyerapan butanol ke dalam lapisan tanduk (stratum corneum) akan menyebabkan pengembangan sel tanduk, mengurangi tahanan difusi dan selanjutnya mempengaruhi proses penyerapan. Untuk membuktikan hipotesa tersebut Aiche, dkk menunjukkan (Gambar 7b) bahwa tetapan penneabilitas asam butirat dapat meningkat atau berkurang secara reversibel bila ia digunakan bersama dengan atau tanpa oktanol (Schuplein R, J, thn 1970).

21 19 Gambar 7a :Pengaruh konsentrasi terhadap penyerapan perkutan butanol (29) Gambar 7b:Penyerapan perkutan asam butirat pengaruh perlakuan oktanol pada permukaan kulit (41)

22 Koefisien partisi Pengaruh koefisien partisi antara lapisan tanduk dan pembawa dari suatu senyawa yang diserap, telah dibuktikan oleh Treherne (Treheme J, E, thn 1953) dengan meneliti hubungan antara penyerapan perkutan berbagai senyawa organik dalam larutan berair terhadap koefisien partisi eter air, dan terbukti bahwa keterserapan bahan aktif yang lebih tinggi lebih penting, dibandingkan dengan koefisien partisi. Marzulli F, N, dkk, thn1965, telah meneliti tentang perjalanan asam fosfat dan berbagai fosfat organik melintasi stratum corneum, dan membuktikan bahwa fosfat organik yang mempunyai koefisien partisi dalam bensena-air mendekati satu, artinya mempunyai afinitas yang sama untuk kedua pelarut, ternyata segera diserap; sebaliknya senyawa yang kelarutannya dalam air dan dalam bensena cukup besar ternyata penembusannya sangat lambat. Peristiwa yang sama terlihat pula pada larutan dalam air atau campuran air dan pelarut hidrofil, misalnya larutan senyawa asam nikotinat dan ester-esternya (Stoughton R, B dkk, thn 1960), asam salisilat dan ester-estemya (Wurster D, E, thn 1961), asam borat dan garam-garamnya (Clendenning, W, E, dkk, thn 1962), asam lemak (Dempski R, E, thn 1963) dan kortikosteroida (Katz M, dkk, thn 1965). Koefisien partisi pada umumnya ditentukan dari percobaan dengan menggunakan campuran dua fase, yaitu air dan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air, misalnya minyak tanaman, kloroform, oktanol, bensena, eter, isopropil miristat, yang mencerminkan membran biologik lipofil. Katz M, thn 1965, menyatakan bahwa penggunaan pelarut isopropil miristat akan membenkan hasil yang lebih mendekati kenyataan. Keseimbangan pembagian senyawa di antara kedua fase yang ada, yaitu koefisien partisi dinyatakan dengan persamaan 10: Cs (persamaan 10) Cp = Ce Cs dan Ce adalah konsentrasi molekul dalam pelarut organik dan dalam air. Hanya ada satu pengukuran obyektif tentang penyebaran senyawa yang diserap pada lapisan tanduk dan pembawa yaitu penetapan koefsien partisi antara bagian stratum corneum

23 dan pembawa. Prosedur ini pertama kali diuraikankan oleh Scheuplein R, J, thn 1965, pada penelitian tentang penyerapan alkohol alifatik. Penelitian tersebut membuktikan bahwa tetapan permeabilitas berbagai larutan alkohol dalam media berair dan koefisien partisi antara lapisan tanduk dan lapisan airberbanding lurus; hal yang sama terjadi juga pada larutan steroida dalam air (Scheuplein R, J, dkk, thn 1969). Koefisien partisi antara stratum corneum - pembawa ditentukan dengan keseimbangan pembagian molekul, keadaan ini hanya tercapai setelah kontak yang lama antara lapisan tanduk dengan pembawa. Lapisan tanduk (stratum corneum) yang terendam dalam air, jauh lebih lembab dibandingkan dengan yang normal; sebaliknya pada pelarut glikol, sukar dibasahi maka perubahan struktur kadang-kadang hanya menyebabkan sedikit perubahan permeabilitas (Scheuplein R, J, thn 1965). Hal ini dapat dijelaskan dari penafsiran yang teliti terhadap hasil suatu percobaan dengan menggunakan pembawa yang dapat menimbulkan kerusakan membran akibat melarutnya beberapa komponen penyusun membran (Scheuplein R, J, thn 1965). Koefisien partisi yang tinggi mencerminkan afinitas senyawa yang diteliti terhadap pembawanya; koefisien partisi yang mendekati satu menunjukkan bahwa molekul bergerak dalam jumlah yang sama menuju lapisan tanduk dan pembawa. Dengan demikian senyawa yang mempunyai afinitas sangat tinggi terhadap pembawanya tidak dapat berdifusi dalam lapisan tanduk. Kelarutan senyawa dalam pernbawanya akan berpengaruh terhadap koefsien partisi seperti yang telah dibuktikan oleh Pulsen B, J, dkk, thn 1968, pada flusinolon asetonida dalam campuran pelarut air-propilen glikol. Koefisien partisi yang paling sesuai dengan lapisan tanduk telah dibuktikan pada percobaan dengan mempergunakan isopropil mirisat, dan propilen glikol ternyata diperlukan untuk melarutkan hormon dalam pembawa. Nilai koefsien partisi tidak hanya berkaitan dengan kelarutan relatif senyawa yang menembus lapisan tanduk, tetapi juga mencerminkan pengikatan yang reversibel antara senyawa-membran. Asam linoleat (Wurster D, E, dkk, thn 1960) yang diserap dengan kuat oleh keratin dan of nitasnya pada lapisan tanduk cukup besar, namun, penyerapan perkutan senyawa tersebut sangat sedikit. Kemungkinan difusi melintasi Wit tidak sepenuhnya ditentukan oleh koefisien partisi yang besar. Bila sifat lipofil sangat besar maka senyawa akan tertumpuk dalam lapisan tanduk dan akibatnya tidak mampu berdifusi ke dalam epidermis 21

24 22 yang merupakan senyawa berair. Gejala ini telah dibuktikan oleh Wepierre J, thn 1967, pada senyawa perhidroskualen dan oleh Marty J, P, thn 1976, untuk paration dan malation. Peneliti tersebut menyatakan bahwa koefisien partisi epidermis hidup dan lapisan tanduk berperan sebagai faktor yang mempengaruhi penyerapan, meskipun molekul tidak larut sedikitpun dalam air. 3.2 PEMILIHAN PEMBAWA Sejak penelitian yang dilakukan oleh Fleischer pada tahun 1877, sejumlah hasil penelitian tentang permeabilitas kulit, pengaruh pembawa, telah dipublikasikan. Penelitian tersebut telah dilakukan baik pada kulit hewan maupun pada kulit manusia, secara in vitro maupun in vivo, dengan teknik dan zat aktif yang berbeda-beda, dengan tujuan untuk mencari semua hubungan yang berkaitan dengan pembawa dan penyerapan. Pada umumnya tujuan akhir dari penelitian tersebut adalah untuk merancang suatu bentuk sediaan yang sesuai untuk diberikan melalui kulit. Tujuan pertama adalah menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan bahan pembawa yang dapat mengubah struktur sawar kulit dan meningkatkan penyerapan senyawa yang terkait (Stoughton R, B, trhn 1965; Blank I, H, dkk, thn 1964; Sarkany 1, dkk, thn 1965), tujuan kedua berkaitan dengan pemilihan bahan pembawa, sehingga bahan aktif dapat berdifusi dengan mudah ke dalam struktur kulit (Poulsen R, J, dkk, thn 1968; Coldman M, F, dkk, thn 1969). Dalam hal ini bila pembawa dapat meningkatkan penyerapan perkutan, maka efek tersebut tidak ditentukan oleh kemampuannya menembus, karena selain air, sebagian pembawa inert yang digunakan tidak diserap. Hal tersebut telah terbukti untuk perhidroskualen, vaselin, spermaseti dan trigliserida (Weperre J, thn 1971). Bahan pembawa dapat mempengaruhi keadaan, dengan mengubah permeabilitas kulit dalam batas fisiologik dan bersifat reversibel, yaitu terutama dengan cara meningkatkan kelembaban kulit (lihat 2.3.4) atau meningkatkan afinitas molekul pada struktur kulit, atau yang disebut jugs dengan koefisien partisi Km. Agar koefisien partisi lebih cendrung berfihak pada lapisan tanduk, sebaiknya zat aktif lebih mudah larut dalam lapisan tanduk dibandingkan dengan pada pembawa, sehingga

25 pembawa mempunyai afinitas yang kecil terhadap senyawa yang dibawa (Blank 1, H, thn 1969) Kelarutan dan keadaan termodinamika Blank I, H, thn 1964, telah meneliti pengaruh kelarutan alkohol alifatik dalam pembawanya terhadap ketersediaanhayati perkutan. Etanol yang larut dalam air, mempunyai tetapan permeabilitas yang lebih tinggi bila dicampur dengan pembawa berminyak, dan mempunyai afinitas yang lebih rendah dibandingkan bila berada dalam pembawa berair. Sebaliknya tetapan permeabiiitas pentanoi yang larut dalam lemak,akan lebih baik bila alkohol tersebut digunakan dalam larutan berair daripada dalam larutan berminyak (Scheuplein R, J, thn 1965). Pada kondisi lain, afinitas suatu molekul terhadap pembawanya akan lebih kecil bila konsentrasinya dipertinggi. Poulsen B, J, dkk, thn 1968, telah membuktikarl bahwa jumlah steroida yang dilepaskan akan maksimal bila jumlah propilen glikol yang digunakan untuk melarutkan steroida seminimal mungkin. Penelitian tersebut dilakukan dengan menentukan pelepasan ke dalam isopropil miristat, senyawa fluosinolon asetonida dalam campuran propilen glikol-air yang dipekatkan dengan Carbopol-934 atau isopropanolamin. Sebaliknya, pelepasan yang lebih sedikit diperoleh pada propilen glikol dengan konsentrasi yang fnggi. Aktivitas termodinamika suatu zat aktif dalam pembawa dinyatakan dengan persamaan 11( Higuchi T, J, thn 1960): a v = γ v. C v (persamaan 11) a v = Aktivitas termodinamika senyawa dalam pembawa γ v = Koefisien aktivitas senyawa dalam pembawa C v = Konsentrasi senyawa dalam pembawa Pada sebagian besar zat aktif, intensitas penyempannya dibatasi oleh permeabilitas kulit; jadi diharapkan senyawa yang dioleskan pada kulit mempunyai aktivitas termodinamika yang besar agar jumlah yang diserap dapat maksimal.

26 24 Higuchi T, J, thn 1960 telah menetapkan bahwa difusi molekul terjadi karena adanya perbedaan potensial termodinamika yang terdapat antara pembawa dengan struktur lipida dari lapisan tanduk dan aliran yang terjadi selalu berasal dari daerah dengan potensial termodinamika fnggi menuju daerah dengan potensial yang lebih rendah. Koefisien partisi zat aktif antara pembawa dengan lapisan tanduk juga dapat dinyatakan sebagai fungsi koefisien aktivitas termodinamika (Higuchi T, J, thn 1960). γ v (persamaan 12) Km = γ S Y s = Koefisien aktivitas termodinamika senyawa dalam lapisan tanduk (.stratum corneum). persamaan 13: Difusi melintasi sawar kulit suatu molekul terlarut dapat dinyatakan dalam dq a v D.S = dt γ s.e (persamaan 13) Nilai ys tergantung pada membran biologik dan dapat berubah, sebaliknya a v merupakan fungsi komposisi pembawa; koefisien partisi dan ketersediaan hayati dapat berubah dengan perubahan pembawa. Bahan aktif dengan konsentrasi tertentu mempunyai aktivitas termodinamika yang dapat berubah tergantung pada komposisi pembawa (Higuchi T, J, thn 1960). Bila molekul obat berbentuk kompleks yang larut dalam pembawa, seperti misalnya kompleks asam salisilat dan propilen glikol (Wagner J, G, thn 1961), maka aktivitas termodinamikanya sangat rendah dan jumlah zat yang diserap sangat kecil. Selain itu propilen glikol juga mengurangi penembusan senyawa metil nikotinat; efek ini menurut Barret C, W, dkk, thn 1964, mungkin terjadi karena zat aktif yang berdifusi ke dalam pembawa sangat sedikit sebagai akibat dari aktivitas termodinamika yang berkurang atau karena ketidakmampuan propilen glikol membasahi lapisan tanduk (stratum corneum), atau karena terjadinya dehidrasi atau pengeringan lapisan tanduk oleh pembawa.

27 Surfaktan dan Emulsi Pada tahun 1945, MacKee G, M, dkk, thn 1945 memperlihatkan adanya pengaruh surfaktan pada penyerapan perkutan. Campuran yang mengandung alkil bensena sulfonat ternyata dapat meningkatkan penembusan senyawa yang terlarut secara bermakna. Penembusan ke dalam lapisan tanduk beberapa senyawa antibakteri, dapat ditingkatkan dengan penambahan surfaktan anionik; sedangkan pencucian kulit dengan Natrium lauril sulfat dapat meningkatkan penyerapan triklorokarbanilida secara bermakna (Munro D, D, thn 1969), hal yang sama juga terjadi pada pemakaian sabun yang mengandung heksaklorofen yang dapat meningkatkan retensi epidermik untuk bakterisida, namun, retensinya berkurang bila digunakan dengan sabun padat tanpa deterjen (Black J, G, dkk, thn 1974). Dalam hal ini, terjadi perubahan cara penembusan heksaklorofen; dan hasil otoradiografi dari biopsi kulit menunjukkan bahwa lintasan epidermik menjadi bertambah balk bila diberikan bersama deterjen, sehingga tanpa bahan tersebut, maka penembusan senyawa melalui kulit diatur oleh folikuler dan kelenjar sebasea (Black J, G, dkk, thn 1974 ). Dengan demikian ternyata bahwa kerja surfaktan terhadap peningkatan penembusan sering menyebabkan iritasi yang diikuti dengan kerusakan sawar kulit (Bettley F, R, dkk, thn 1960; Vinson L, D, dkk, thn 1960; Polano M, K, thn 1960). Akhirnya, penelitian terhadap penembusan air yang mengandung alkilsulfonat atau sabun dengan rantai karbon yang terdiri atas 8-18 atom karbon, dapat menjelaskan hubungan antara intensitas penyerapan air dan kerja iritan senyawa tersebut (Szakall A, dkk, thn 1960). Selain itu, dinyatakan juga bahwa permeabilitas epidermis akan meningkat bila kontak dengan surfaktan anionik dan kationik berlangsung lebih lama (Scala J, dkk, thn 1968). Perlu diketahui bahwa terjadi interaksi antara surfaktan anionik yang terdapat dalam sediaan dengan garam nikel, namun interaksi ini tidak terjadi pada surfaktan non ionik atau kationik. Penyerapan logam akan meningkat oleh adanya bahan anionik dan dapat merusak protein epidermik (Idson B, J, thn 1975). Lapisan tanduk merupakan sawar yang efektif dalam mencegah penembusan dari sebagian besar surfaktan. Surfaktan kationik dan non ionik praktis tidak diserap (Wahlberg J, E, thn 1968; Bettley F, R, thn 1965). Surfaktan anionik seperti Natrium lauril sulfat dapat

28 26 melintasi sawar kulit walau dalam jumlah kecil; alkoil-bensena sulfonat, terbukti terikat dalam lapisan tanduk (stratum corneum) tanpa diikuti penembusan ke lapisan kulit yang lebih dalam (Blank I, H, dkk, thn 1959; thn 1964, 1970; thn Scala J, dkk, thn 1968). Pengaruh basis emulsi, terutama yang berkaitan dengan sistem emulsi minyak/air (m/a) atau air/minyak (a/m) terhadap penyerapan perkutan zat aktif belum banyak diketahui, walaupun beberapa hasil penelitian yang saling bertentangan telah dipublikasikan. Barret C, W, dkk, thn 1964, telah membuktikan bahwa metil nikotinat diserap oleh kulit dengan cara yang sama; baik pada emulsi m/a atau a/m. Munro D, D, dkk, thn 1974, menyatakan bahwa fluosmolon paling balk diserap bila digunakan salep dengan dasar vaselin, penyerapan semakin berkurang bila digunakan emulsi (bila mungkin), krim dan akhirnya sediaan yang mengandung propilen glikol. Sebaliknya untuk betametason valerat, tidak teramati adanya perbedaan yang bermakna, bila steroida tersebut dibuat dengan basis krim m/a atau a/m, salep berdasar vaselin maupun dalam basis yang mengandung propilen glikol (Sarkany I, dkk, thn 1965). Sampai saat ini, sangat sedikit penelitian sistematis yang telah dilaksanakan untuk menganalisis faktor yang dapat mengubah ketersediaan hayati zat aktif dalam basis emulsi. Diantaranya adalah penelitian dari Ostrenga J, dkk, thn 1971, mengenai pelepasan in vitro dan penyerapan perkutan in vivo fluosinolon yang menyatakan adanya pengaruh pembawa terhadap ketersediaanhayati steroida. Dalam berbagai persentase zat aktif yang terlarut dalam pembawa, hasil terbaik ternyata diperoleh bila fluosinolon terlarut sempurna dalam pembawa. Beberapa hasil penelitian yang telah dipublikasikan antara lain tentang hubungan kelarutan zat aktif terhadap pelepasan fluklorolon asetonida (Burdick K, H, dkk, thn 1974) dan betametason (Busse M, J, dkk, thn 1969) dari berbagai dasar salep kulit (Malone T, dkk, thn 1971). Keterserapan juga berhubungan dengan koefisien partisi zat aktif dalam emulsi dan lapisan tanduk. Namun masalahnya menjadi lebih rumit karena fase luar emulsi juga kontak dengan kulit sehingga terjadi juga perpindahan ke stratum corneum, selanjutnya suatu face dalam emulsi akan menjerat zat aktif dan akhirnya menghambat difusi ke kulit (Many J, P, dkk, thn 1976).

Biofarmasetika sediaan perkutan

Biofarmasetika sediaan perkutan Biofarmasetika sediaan perkutan Pendahuluan Konsep pemakaian sediaan obat pada kulit telah lama diyakini dapat dilakukan zaman mesir kuno, papyrusyang telah mencantumkan berbagai sediaan obat untuk pemakaian

Lebih terperinci

Studi Biofarmasetik Sediaan melalui Kulit

Studi Biofarmasetik Sediaan melalui Kulit Studi Biofarmasetik Sediaan melalui Kulit Dewa Ayu Swastini ANATOMI FISIOLOGI KULIT FUNGSI KULIT : Pembatas terhadap serangan fisika kimia Termostat suhu tubuh Pelindung dari serangan mikroorganisme dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi menjadi tiga lapis jaringan yaitu epidermis, dermis dan lapis lemak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis KULIT MANUSIA FUNGSI KULIT Membantu mengontrol temperatur tubuh Melindungi tubuh dari kuman Melindungi struktur dan organ vital dari perlukaan Terlibat dalam proses pembuangan sampah sisa metabolisme tubuh

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehat, sakit atau terluka dimaksudkan untuk efek topikal. Salep digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehat, sakit atau terluka dimaksudkan untuk efek topikal. Salep digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salep merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang digunakan pada kulit sehat, sakit atau terluka dimaksudkan untuk efek topikal. Salep digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan bidang farmasi terutama obat-obatan semakin meningkat, sejalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan bidang farmasi terutama obat-obatan semakin meningkat, sejalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan bidang farmasi terutama obat-obatan semakin meningkat, sejalan dengan berkembangnya kemajuan ilmu dan teknologi. Berbagai sediaan farmasi telah dibuat,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

Kelarutan & Gejala Distribusi

Kelarutan & Gejala Distribusi PRINSIP UMUM Kelarutan & Gejala Distribusi Oleh : Lusia Oktora RKS, S.F.,M.Sc., Apt Larutan jenuh : suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji tumbuhan canola, yaitu tumbuhan asli Kanada Barat dengan bunga berwarna kuning. Popularitas dari

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO 0 PENETRASI PERKUTAN IN VITRO DISPERSI PADAT PENTAGAMAVUNON-0 DENGAN PENGOMPLEKS HIDROKSIPROPIL BETA SIKLODEKSTRIN DALAM SEDIAAN GEL HIDROKSIPROPIL METIL SELULOSE SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah

Lebih terperinci

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR AKADEMI FARMASI TADULAKO FARMA PALU 2015 SEMESTER II Khusnul Diana, S.Far., M.Sc., Apt. Obat Farmakodinamis : bekerja terhadap fungsi organ dengan jalan mempercepat/memperlambat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor

Lebih terperinci

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit FISIOLOGI KULIT Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, serta bersambung dengan selaput lendir yang melapisi

Lebih terperinci

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO PENETRASI PERKUTAN IN VITRO DISPERSI PADAT PENTAGAMAVUNON-0 (PGV-0) DENGAN PENGOMPLEKS POLIVINILPIROLIDON (PVP) DALAM SEDIAAN GEL HIDROKSIPROPIL METIL CELULOSA (HPMC) SKRIPSI Oleh: RATNA EKASARI K 100

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 1. Berikut ini merupakan kandungan keringat, kecuali?? SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 Air NaCl Urea Glukosa Kulit merupakan salah satu alat ekskresi. Kulit mengeluarkan

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

PENGERTIAN KOSMETIKA. PENGERTIAN : Sediaan/paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan

PENGERTIAN KOSMETIKA. PENGERTIAN : Sediaan/paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan I.TEORI PENGERTIAN KOSMETIKA PENGERTIAN : Sediaan/paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir &organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk : membersihkan,

Lebih terperinci

Studi Biofarmasetika Sediaan yang. Diberikan Melalui Kulit

Studi Biofarmasetika Sediaan yang. Diberikan Melalui Kulit MAKALAH Studi Biofarmasetika Sediaan yang Diberikan Melalui Kulit Disusun Oleh : Hariyanto I. H., S.Farm., Apt. NIP. 19850106 200912 1009 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

Lebih terperinci

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Al Syahril Samsi, S.Farm., M.Si., Apt 1 Faktor yang Mempengaruhi Liberation (Pelepasan), disolution (Pelarutan) dan absorbtion(absorbsi/difusi)lda

Lebih terperinci

FORMULASI KOSMETIK UNTUK MENDAPATKAN EFEK YANG MAKSIMAL

FORMULASI KOSMETIK UNTUK MENDAPATKAN EFEK YANG MAKSIMAL FORMULASI KOSMETIK UNTUK MENDAPATKAN EFEK YANG MAKSIMAL PHARM.DR.JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD Seminar Perkembangan Mutakhir di bidang Ilmu dan Teknologi Kosmetika PT Dwipar Loka Ayu dan PT Dwi Pardi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4ʹ hidroksi-3ʹ metoksibenzilidin) siklopentanon adalah salah satu senyawa analog kurkumin yang telah dikembangkan oleh

Lebih terperinci

Sediaan perawatan dan pembersih kulit adalah sediaan yang digunakan untuk maksud

Sediaan perawatan dan pembersih kulit adalah sediaan yang digunakan untuk maksud CLEANSING CREAM Sediaan perawatan dan pembersih kulit adalah sediaan yang digunakan untuk maksud perawatan kulit agar kulit menjadi bersih dan sehat terlindung dari kekeringan~an sengatan cuaca, baik panas

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru O R G A N P E N Y U S U N S I S T E M E K S K R E S I K U L I T G I N J A L H A T I P A R U - P A R U kulit K ULIT K U L I T A D A L A H O R G A

Lebih terperinci

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN Terdapat pada sistem pangan yang merupakan sistem 2 fase (campuran dari cairan yang tidak saling melarutkan immiscible) Antara 2

Lebih terperinci

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL Berbagai organel yang terdapat di dalam sitoplasma memiliki membran yang strukturnya sama dengan membran plasma. Walaupun tebal membran plasma hanya ± 0,1 μm, membran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neonatus bearti baru saja dilahirkan. Dalam dunia kedokteran, neonatus didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28 hari atau 4 minggu

Lebih terperinci

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO KOMPLEKS INKLUSI PENTAGAMAVUNON-0 (PGV-0) DENGAN β-siklodekstrin DALAM SEDIAAN GEL HIDROKSIPROPIL METILCELULOSE (HPMC)

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO KOMPLEKS INKLUSI PENTAGAMAVUNON-0 (PGV-0) DENGAN β-siklodekstrin DALAM SEDIAAN GEL HIDROKSIPROPIL METILCELULOSE (HPMC) PENETRASI PERKUTAN IN VITR KMPLEKS INKLUSI PENTAGAMAVUNN-0 (PGV-0) DENGAN β-sikldekstrin DALAM SEDIAAN GEL HIDRKSIPRPIL METILCELULSE (HPMC) SKRIPSI LEH : RAHMI PRATIWI MURTIASTUTI K 0000070 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Melibatkan berbagai investigasi bahan obat mendapatkan informasi yang berguna Data preformulasi formulasi sediaan yang secara fisikokimia stabil dan secara biofarmasi

Lebih terperinci

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt KEGUNAAN FARMAKOKINETIKA 1. Bidang farmakologi Farmakokinetika dapat menerangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh, khususnya

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat menjelaskan aktivitas makhluk hidup yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan lingkungan A. Sifat pertumbuhan

Lebih terperinci

EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL NATRIUM DIKLOFENAK SECARA IN VITRO

EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL NATRIUM DIKLOFENAK SECARA IN VITRO EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL NATRIUM DIKLOFENAK SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh : RORO MEGA AYU PUTRI MAHANANI K 100 050 215 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT UBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT UBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT Oleh: Siswandono Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri

Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri Kompetensi Dasar : Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri Indikator : 1. Menyebutkan organ-organ penyusun sistem ekskresi pada manusia.

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT Oleh: Siswandono Laboratorium Kimia Medisinal Proses absorpsi dan distribusi obat Absorpsi Distribusi m.b. m.b.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dapat diberikan melalui kulit untuk mendapatkan efek pada tempat pemakaian, jaringan di dekat tempat pemakaian, ataupun efek sistemik. Meskipun terdapat banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sebagai pelindung utama tubuh dari kerusakan fisika, kimia dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sebagai pelindung utama tubuh dari kerusakan fisika, kimia dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein), total kolesterol dan trigliserida.

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

2. STRUKTUR RAMBUT. Gambar 1.2 Struktur Rambut Sumber web :

2. STRUKTUR RAMBUT. Gambar 1.2 Struktur Rambut Sumber web : 1. PENGERTIAN RAMBUT Rambut merupakan salah satu adneksa kulit yang terdapat pada seluruh tubuh kecuali telapak tangan, telapak kaki, kuku dan bibir. Jenis rambut pada manusia pada garis besarnya dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus adalah salah satu bakteri penyebab infeksi piogenik pada kulit. Infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul, jerawat,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 1. Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... A. B. C. D. 1 2 3 4 E. Kunci Jawaban : D

Lebih terperinci

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface).

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). 2 3 4 Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). Antar muka dapat berada dalam beberapa jenis, yang dapat berwujud padat, cair atau

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflamasi merupakan bentuk respon pertahanan terhadap terjadinya cedera karena kerusakan jaringan. Inflamasi tidak hanya dialami oleh orang tua, tetapi dapat terjadi

Lebih terperinci

C w : konsentrasi uap air dalam kesetimbangan, v f dan f w menyatakan laju penguapan dengan dan tanpa film di permukaan

C w : konsentrasi uap air dalam kesetimbangan, v f dan f w menyatakan laju penguapan dengan dan tanpa film di permukaan Adanya film monomolekuler menyebabkan laju penguapan substrat berkurang, sedangkan kesetimbangan tekanan uap tidak dipengaruhi Laju penguapan dinyatakan sebagai v = m/t A (g.det -1.cm -2 ) Tahanan jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benzokain biasa digunakan sebagai anastetik lokal. Benzokain dibuat sediaan topikal karena khasiat anastetik obat ini lemah, sehingga hanya digunakan pada anastesi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

Bila dulu scrubbing hanya dapat dilakukan sekali-sekali saja, namun, zaman sudah mulai berubah. Sehingga scrubbing dapat dilakukan kapan saja,

Bila dulu scrubbing hanya dapat dilakukan sekali-sekali saja, namun, zaman sudah mulai berubah. Sehingga scrubbing dapat dilakukan kapan saja, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah regenerasi kulit berlangsung hingga 28 hari sekali. Dimana kulit mengalami pergantian kulit dengan yang baru setiap 28 hari. Proses regenerasi atau penggantian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Contoh difusi : a. Difusi gas b. Difusi air Hukum I Ficks : Q = - D dc/dx Ket : D Q dc/dx = Koofisien

Lebih terperinci

Kromatografi tambahan. Imam S

Kromatografi tambahan. Imam S Kromatografi tambahan Imam S Kromatografi serapan Bentuk alat : mirip buret, didalamnya berisi, glass wool/kapas untuk penyangga, penyaring dari gelas yang dilapisi kertas saring, bahan isian kolom yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

Struktur Anatomi Dan Fungsi Kulit Manusia Anatomi Kulit.

Struktur Anatomi Dan Fungsi Kulit Manusia Anatomi Kulit. Struktur Anatmi Dan Fungsi Kulit Manusia Anatmi Kulit. Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan kulit terluar biasa disebut lapisan ari atau epidermis, di bawah lapisan ari adalah lapisan jangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir, bentuk sediaan transdermal telah diperkenalkan untuk menyediakan pengiriman obat yang dikontrol melalui kulit ke dalam sirkulasi sistemik (Tymes et al., 1990).

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut:

Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut: Histologi kulit Kulit merupakan organ tubuh paling luar dan membatasi bagian dalam tubuh dari lingkungan luar. Luas kulit pada orang dewasa sekitar 1.5 m 2 dan beratnya sekitar 15% dari berat badan secara

Lebih terperinci

Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan Pertemuan : Minggu ke 1 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Rumah tangga air pada tumbuhan Sub pokok

Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan Pertemuan : Minggu ke 1 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Rumah tangga air pada tumbuhan Sub pokok Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan Pertemuan : Minggu ke 1 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Rumah tangga air pada tumbuhan Sub pokok bahasan : 1. Peran air dalam kehidupan tumbuhan 2. Penyerapan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Aktivasi Zeolit Sebelum digunakan, zeolit sebaiknya diaktivasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini, zeolit diaktivasi melalui perendaman dengan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

Yang akan dibahas: 1. Kristal dan Ikatan pada zat Padat 2. Teori Pita Zat Padat

Yang akan dibahas: 1. Kristal dan Ikatan pada zat Padat 2. Teori Pita Zat Padat ZAT PADAT Yang akan dibahas: 1. Kristal dan Ikatan pada zat Padat 2. Teori Pita Zat Padat ZAT PADAT Sifat sifat zat padat bergantung pada: Jenis atom penyusunnya Struktur materialnya Berdasarkan struktur

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Karakteristik Minyak Atsiri Wangi Hasil penelitian menunjukkan minyak sereh wangi yang didapat desa Ciptasari Pamulihan, Kabupaten Sumedang dengan pengujian meliputi bentuk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses normal seiring dengan pertambahan usia, kulit akan mulai mengendur dan berkerut. Hal ini disebabkan fungsi fisiologis dari organ terutama kulit mulai

Lebih terperinci

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik K-13 Kelas X kimia LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami perbedaan antara larutan elektrolit dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik (Aiache,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kosmetik Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang untuk digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radiasi sinar matahari yang mengenai permukaan bumi merupakan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lipid 2.1.1 Pengertian lipid Lipid adalah golongan senyawa organik yang sangat heterogen yang menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa organik

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL Nama : Winda Amelia NIM : 90516008 Kelompok : 02 Tanggal Praktikum : 11 Oktober 2017 Tanggal Pengumpulan : 18 Oktober 2017 Asisten : LABORATORIUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paparan sinar matahari dapat memicu berbagai respon biologis seperti sunburn, eritema hingga kanker kulit (Patil et al., 2015). Radiasi UV dari sinar matahari

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN KELOMPOK 1 SHIFT A 1. Dini Mayang Sari (10060310116) 2. Putri Andini (100603) 3. (100603) 4. (100603) 5. (100603) 6. (100603) Hari/Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

Perawatan Kulit Wajah Manual Pada Kulit Berjerawat (Acne)

Perawatan Kulit Wajah Manual Pada Kulit Berjerawat (Acne) Modul Hybrid Learning PPG Tata Rias Dalam Jabatan Perawatan Kulit Wajah Manual Pada Kulit Berjerawat (Acne) DISUSUN OLEH : Nurul Hidayah, M.Pd 1 A. PENDAHULUAN Modul ini akan menjelaskan suatu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspal adalah material perekat berwarna coklat kehitam hitaman sampai hitam dengan unsur utama bitumen. Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Liposom

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Liposom BAB 2 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Liposom 2.1.1 Struktur Liposom Liposom sebagai pembawa obat telah dipatenkan pada tahun 1943 dalam bentuk campuran air antara lesitin dan kolesterol, walaupun struktur liposom

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

Proses Menua Intrinsik Proses Menua Ekstrinsik

Proses Menua Intrinsik Proses Menua Ekstrinsik Perbedaan gel dan emulgel? Emulgel merupakan terdiri dari 2 fase yang dimana gabungan antara fase emulsi dan fase gel.sedangkan gel merupakan terdiri dari satu fase saja yaitu terdiri dari basis gel dan

Lebih terperinci

KESEHATAN KULIT RAMBUT DAN KUKU

KESEHATAN KULIT RAMBUT DAN KUKU KESEHATAN KULIT RAMBUT DAN KUKU Oleh Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Makalah ini Disusun Oleh Sri Hastuti (10604227400) Siti Khotijah

Lebih terperinci

Iklim tropis di Indonesia menjadikan negara kita ini memperoleh sinar. matahari sepanjang tahun. Pengaruh menguntungkan dari sinar matahari adalah

Iklim tropis di Indonesia menjadikan negara kita ini memperoleh sinar. matahari sepanjang tahun. Pengaruh menguntungkan dari sinar matahari adalah BABI PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Iklim tropis di Indonesia menjadikan negara kita ini memperoleh sinar matahari sepanjang tahun. Pengaruh menguntungkan dari sinar matahari adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum Berbeda Terhadap Total Protein Darah Ayam KUB Rataan total protein darah ayam kampung unggul Balitbangnak (KUB) pada penelitian ini

Lebih terperinci