ANALISIS KETERKAITAN REGIONAL KABUPATEN/KOTA DALAM PEMBENTUKAN KLASTER PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH PROVINSI ACEH (PENDEKATAN ANALISIS SPASIAL)
|
|
- Widyawati Tan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ISSN Pages pp ANALISIS KETERKAITAN REGIONAL KABUPATEN/KOTA DALAM PEMBENTUKAN KLASTER PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH PROVINSI ACEH (PENDEKATAN ANALISIS SPASIAL) Zedi Saputra, ST. 1, Prof. Dr. Said Muhammad, MA. 2, Dr. Sofyan Syahnur, M.Si 3 1) Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universyitas Syiah Kuala Banda Aceh 2,3) Dosen Fakultas Ekonomi dan Pasca Sarjana Universitas Syiah Kuala Abstract: Decentralization policy in Aceh does not show a better socio-economic indicator achievement for Aceh. The economic development gap among districts/cities in Aceh Province is also another indicator of not optimal of the decentralization policy. Regional cooperation among districts/cities through Aceh Trade and Distribution Center (ATDC) is one of Aceh Goverment program to improve the Aceh socio-economic state in the next 30 years. This research focus on the development of economic clusters by raising main local product of the district/city which is expected to become a good strategy in supporting Aceh Goverment policy. The reseach analyzes the best regional corelation and cooperation model among the districts/cities through statistical and spatial analysis approach. Based on the average Location Quotient (LQ) index, three sectors of the economy most superior in Aceh are (1) agriculture, livestock, forestry and fisheries (2) electricity, gas and clean water supply (3) services sector. According to Spatial Autocorrelation analysis using key factor of region economic base, LQ index, it is found that spatial correlation pattern among districts/cities in Aceh is very weak. By using Global Moran (Moran s I) and Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA) analysis, agriculture, livestock, forestry and fisheries are the only potential sector which have significant correlation among the Aceh districs in term of spactial pattern formation. Keywords : Regional coorperation, economic cluster, Location Quotient (LQ) index, Spatial Autocorrelation, Moran s I Abstrak: Kebijakan desentralisasi di Aceh belum menunjukkan indikator capaian sosial ekonomi Aceh yang lebih baik. Terjadinya kesenjangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Aceh merupakan indikator lain dari belum optimalnya pemberlakukan kebijakan desentralisasi. Bentuk kerjasama regional antar kabupaten/kota melalui Aceh Trade and Distribution Center (ATDC) merupakan kebijakan Pemerintah Aceh dalam jangka panjang, diharapkan akan mampu untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi Aceh dalam masa 30 tahun mendatang. Dalam penelitian ini dilakukan analisis bentuk keterkaitan antar kabupaten/kota dan pola kerjasama regional yang lebih tepat dan terukur melalui pendekatan statistik dan analisis spasial, dengan menggunakan pembobot indeks LQ. Berdasarkan rata-rata indeks Location Quotient (LQ), 3 sektor ekonomi paling unggul secara rata-rata kabupaten/kota di Aceh adalah (1) sektor pertanian peternakan kehutanan dan perikanan (2) sektor listrik gas dan air bersih dan (3) sektor jasa-jasa. Berdasarkan analisis Spatial Autocorrelation dengan menggunakan pembobot sektor basis ekonomi wilayah, indeks LQ, menunjukkan masih lemahnya pola keterkaitan spasial antar kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Hasil analisis Global Moran (Moran s I) dan hasil analisis Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA), hanya sektor pertanian peternakan kehutanan dan perikanan yang berpotensi dan signifikan dalam membentuk pola keterkaitan spasial antar kabupaten/kota di Aceh. Kata kunci : Kerjasama regional, Sektor unggulan, Location Quotient, Analisis Spasial, Spatial Autocorrelation, Moran s I. PENDAHULUAN Keluarnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah atau yang biasa disebut Desentralisasi menyebabkan semakin menurunnya peran provinsi sebagai wakil pemerintah pusat dan semakin rendahnya intensitas koordinasi manajemen regional. Kendali pemerintah Provinsi sebagai Volume 3, No. 2, Mei
2 koordinator pembangunan lintas wilayah kabupaten/kota menurun seiring penguatan otonomi di tingkat kabupaten/kota. Akibatnya isu-isu pembangunan lintas wilayah menjadi kurang mendapatkan perhatian yang optimal. Berdasarkan hasil penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Tahun 2013, mengecilnya skala ekonomi daerah merupakan salah satu implikasi dari penerapan desentralisasi. Daerah terbagi dalam wilayah-wilayah administratif yang lebih kecil. Dengan fakta tersebut seharusnya dapat semakin meningkatkan kesadaran bahwa daerah perlu bekerjasama dalam penanganan isu-isu regional yang melibatkan dua atau lebih daerah yang berdekatan dan terkena dampak eksternalitas kepada daerah lain (Murwito, et al., 2013). Perkembangan indikator sosial ekonomi Aceh setelah pemberlakuan kebijakan otonomi daerah, menunjukkan perkembangan yang memprihatinkan. Jika pada tahun 2000, posisi Aceh berada di papan tengah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia dalam hal indikator-indikator sosial ekonomi, ditandai dengan Angka Kemiskinan yang berada di bawah angka Nasional, Aceh berada pada angka 18,37 dan Nasional 18,95, dan peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang berada pada urutan ke 12 secara nasional. Pada tahun 2008, sembilan tahun setelah pemberlakukan kebijakan desentralisasi, capaian indikator sosial ekonomi tersebut mengalami penurunan, menjadikan Aceh tertinggal dibandingkan dengan beberapa daerah lain di Indonesia (setelah Papua, Papua Barat, Maluku, NTT, dan Gorontalo) dengan proporsi penduduk miskin sebesar 23,55 persen, diatas angka nasional yang berada pada tingkat 15,42 persen. Sementara IPM Aceh menempati urutan ke 17 dari 33 provinsi (nomor 2 terendah di Sumatera setelah Lampung) dan angkanya berada dibawah angka nasional (Aliasudin, et al., 2011). Hasil analisis kesenjangan antar wilayah yang dilakukan Bappenas tahun 2013, Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan memiliki tingkat ketimpangan pembangunan tinggi atau pembangunan antar kabupaten/kota di wilayah tersebut belum merata. Bentuk kerjasama regional merupakan salah satu pilihan strategis pembangunan ekonomi jangka menengah yang di lakukan oleh Pemerintah Aceh. Hal ini tertuang dalam Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh Tahun Dalam dokumen kebijakan pembangunan Aceh tersebut, pola struktur ruang mengadopsi model strategi pembangunan wilayah dalam bentuk kerjasama regional dengan membagi pusat pengembangan ekonomi Aceh ke dalam 6 zona kawasan pusat perdagangan dan distribusi Aceh atau Aceh Trade and Distribution Centre (ATDC). Berdasarkan uraian diatas, studi ini dilakukan hendak menjawab pertanyaanpertanyaan berikut: 1. Sektor apa yang menjadi sektor unggulan perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Aceh Volume 3, No. 2, Mei 2015
3 2. Apakah terdapat tingkat keterkaitan spatial yang kuat secara ekonomi antar regional kabupaten/kota di Aceh? 3. Apakah terjadi pola kluster spasial dalam pembentukan pola pengembangan ekonomi di wilayah Provinsi Aceh berdasarkan model Geostatistik? METODE PENELITIAN Metode analisis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penentuan sektor unggulan berdasarkan data PDRB. Analisis ini menggunakan analisis Location Quotient (LQ) dengan data PDRB berdasarkan harga konstan tahun 2000 dari rentang waktu tahun 2007 sampai dengan tahun Kemudian hasil analisis ini dihitung akumalasi rata-rata sehingga diperoleh 3 (tiga) sektor unggulan rata-rata tertinggi. Sektor unggulan itu sendiri merupakan sektor basis yang memiliki nilai LQ >1. 2. Analisis keterkaitan dan pola spasialnya Analisis keterkaitan ini menggunakan analisis spatial autocorrelation. Analisis ini menggunakan metode Moran. Analisis ini menghasilkan indeks Moran; yang menunjukkan tingkat keterkaitan suatu wilayah dengan wilayah lain sekitarnya. Jika nilai indeks Moran (Moran s I) mendekati nilai positif (+) 1, maka bertendensi pemusatan atau penggerombolan (cluster). Jika nilai indeks Moran mendekati negatif (-) 1, maka bertendensi acak (random) atau pencilan (kesenjangan). Analisis keterkaitan juga dilihat dari z-value dan p-value yang dihasilkan dari analisis statistik spasial. Pola keterkaitan spasial akan diperoleh berdasarkan diagram scatterplot dalam analisis Moran s I. HASIL PEMBAHASAN Hasil Analisis Sektor Unggulan Hasil perhitungan dengan metode LQ menunjukkan bahwa sejak tahun 2007 sampai tahun 2013 tidak mengalami perubahan berarti. Nilai Indeks LQ ditiap Kabupaten/Kota cenderung tetap, tidak banyak sektor yang mengalami perubahan dari sektor bukan basis ke sektor basis demikian pula sebaliknya. Hal ini menandakan bahwa pembangunan di Kabupaten dan Kota Provinsi Aceh mulai tahun 2007 sampai 2013 tidak banyak mengalami perubahan. Dalam analisis ini dilakukan penentuan sektor potensial utuk dijadikan bidang kerjasama regional. Hasil akumulasi sembilan sektor dalam PDRB dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013, terdapat tiga sektor yang memiliki akumulasi basis terbanyak di Kabupaten dan Kota di Aceh, yaitu Sektor Pertanian, Peternakan Kehutanan dan Perikanan sebagai indeks sektor basis terbanyak, kemudian diikuti oleh sektor Jasa-Jasa, dan diurutan ketiga diikuti oleh Sektor Listrik Gas dan Air Bersih. Hasil Analisis Keterkaitan dan Pola Spasial Analisis keterkaitan dan pola spasial ini dilakukan terhadap tiga sektor unggulan yang paling banyak menjadi sektor basis di semua Kabupaten dan di sepanjang tahun penelitian ini. Pemilihan tiga sektor utama ini Volume 3, No. 2, Mei
4 diharapkan bisa menjadi sektor yang berpotensi untuk membentuk pola kerjasama regional. Hasil analisis keterkaitan ini berupa nilai indeks Moran pada tiga sektor unggulan tersebut. Secara umum nilai indeks Moran di tiga sektor unggulan tertinggi di Aceh menunjukkan tingkat keterkaitan spasial yang masih tergolong rendah. Hal ini berpotensi memiliki pola spasial yang acak. Artinya antara wilayah kabupaten/kota yang berdekatan kurang memiliki pengaruh antara satu dengan lainnya. Keterkaitan antar wilayah yang paling tinggi dimiliki oleh sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan. Nilai indeks Moran s nya sebesar Walaupun masih tergolong kecil (jauh dari nilai +1) indeks ini berpotensi memiliki nilai pola spasial yang menggerombol (clustered). Secara lebih lengkap berikut ini dapat dijelaskan pola keterkaitan spasial di masing-masing tiga sektor terunggul tersebut. 1) Sektor Pertanian Peternakan Kehutanan dan Perikanan a. Analisis Global Moran (Moran s I) Hasil analisis Moran s I ditampilkan dalam bentuk Diagram Scatterplot, seperti terlihat pada gambar 1. Gambar 1. Moran Scatterplot Sektor Pertanian Peternakan Kehutanan dan Perikanan. Gambar 1 menunjukkan untuk sector pertanian peternakan kehutan dan perikanan nilai indeks morannya , nilai ini lebih mendekati nilai nol dan jauh dari angka 1, artinya nilai keterkaitan/ketergantungan (dependensi) spatialnya masih sangat rendah. Uji Hipotesis Global Moran Penelitian ini menggunakan kesimpulan uji hipotesis bahwa Hipotesis nol (H 0 ) yang menyatakan Tidak ada autokorelasi (dependensi) spasial antar Kabupaten/Kota dalam hal sektor Pertanian Peternakan Kehutanan dan Perikanan dan Hipotesis alternatif (H 1 ) yang menyatakan Ada Autokorelasi (dependensi) spasial antar Kabupaten/kota dalam hal sektor Pertanian Peternakan Kehutanan dan Perikanan. Penelitian ini menggunakan nilai signifikansi pada α = 5%. Perhitungan uji hipotesis menggunakan nilai P-value dan Z hitung (z-value). Ketika P-value < α dan Z hitung > Z α 2 maka 87 - Volume 3, No. 2, Mei 2015
5 kesimpulannya akan menolak H 0 dan menerima H 1, yang berarti ada autokorelasi (dependensi) spasial antar kabupaten/kota dalam hal sektor Pertanian Peternakan Kehutanan dan Perikanan. Berdasarkan output diagram randomization GEODA menunjukkan nilai pseudo P-value adalah 0.03 < α = 0.05 dan nilai Z hitung (z-value) adalah 2,1744 > Z α/2 = 1.96, maka kesimpulannya adalah H 0 ditolak dan menerima H 1, ada autokorelasi (dependensi) antar kabupaten/kota dalam hal sektor pertanian peternakan kehutanan dan perikanan. spasial (cluster) dalam nilai bobot LQ yang sama. b. Analisis Lokal Moran (LISA) Hasil keluaran dari analisis lokal Moran s untuk sektor pertanian peternakan kehutanan dan perikanan di peroleh berdasarkan output LISA signifincance map seperti terlihat pada gambar 3. Terlihat ada 3 (tiga) kabupaten yang memiliki nilai p-value berada di bawah angka signifikansi α 0.05, yaitu Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Selatan, sementara Kabupaten lain tidak signifikan pada α 5%, karena memiliki nilai p- value lebih besar dari Gambar 2. Diagram Randomization Sektor Pertanian Peternakan Kehutanan dan Perikanan Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Selanjutnya dari diagram Randomization seperti terlihat dari gambar 2 dapat juga diambil kesimpulan bahwa apabila nilai I > I 0, maka data memiliki autokorelasi positif, jika I < I 0 maka data memiliki autokorelasi negative. Dari hasil analisis seperti terlihat dalam gambar 2 diperoleh nilai Indeks Moran s (I) = lebih besar dari nilai ekspektasi moran s I (I 0 ) = , maka kesimpulan yang di ambil adalah dalam hal sektor pertanian peternakan kehutanan dan perikanan antara kabupaten/kota di Aceh memiliki autokorelasi positif. Artinya antar Kabupaten/kota berpotensi untuk membentuk pengelompokan Gambar 3. LISA significance map sektor pertanian peternakan kehutan dan perikanan. Uji Hipotesis Lokal Moran s (LISA) Dalam analisis lokal Moran metode penarikan kesimpulan statistik menggu-nakan metode uji hipotesis berikut : Ho : Ii = 0 (tidak ada outokorelasi lokal antar kabupaten) H 1 : Ii 0 (ada ouotokorelasi lokal antar kabupaten) Pengambilan keputusan dengan melihat, apabila nilai p-value < α dan indeks LISA Ii 0, maka Ho di tolak dan menerima H 1. Volume 3, No. 2, Mei
6 Kesimpulan uji hipotesis per kabupaten/kota seperti terlihat pada table berikut. Tabel 1. Analisis Lokal Moran s (S4) dalam PDRB, sektor Pertanian Peternakan Kelautan dan Perikanan. Nilai indeks Moran s I adalah , nilai ini lebih mendekati nilai nol dan jauh dari angka 1, artinya nilai keterkaitan/ketergantungan (dependensi) spatialnya masih sangat rendah. Sumber : Data Olah, Untuk mendapatkan kesimpulan interpretasi yang lebih luas analisis ini menggunakan dua batas signifikansi α yaitu pada α = 5% dan α = 10% seperti terlihat pada table 1 diatas. Dari rincian uji hipotesis pada table 1 terlihat tidak ada kabupaten/kota yang signifikan berautokorelasi secara lokal pada α = 5%, namun beberapa kabupaten/kota signifikan berautokorelasi secara lokal pada α = 10%. Hal ini diindikasikan dari ditolaknya H 0 pada α=10%, hal ini terjadi di 6 (enam) Kabupaten/Kota, yaitu Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Tenggara, Bireun, dan Gayo Lues. Gambar 4. Moran Scatterplot Sektor Listrik Gas dan Air Bersih Kabupaten/Kota di Aceh Uji Hipotesis Global Moran s Sektor Listrik Gas dan Air Bersih Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan program GEODA seperti terlihat pada gambar 5, nilai pseudo P-value adalah 0.33 > α = 0.05 dan nilai Z hitung (z-value) adalah < Z α/2 = 1.96, maka kesimpulannya adalah menerima H 0, hal ini berarti tidak ada autokorelasi (dependensi) antar kabupaten/kota dalam hal sektor listrik gas dan air bersih. 2) Sektor Listrik Gas dan Air Bersih Nilai indeks Moran s untuk Sektor listrik gas da air bersih seperti terlihat pada diagram Scatterplot dalam gambar 4. Dari gambar terlihat pola diagram pencar pada sektor empat Gambar 5. Diagram Randomization listrik gas dan air bersih Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Volume 3, No. 2, Mei 2015
7 c. Analisis Lokal Moran s (LISA) Dari gambar 6 terlihat hanya ada satu kota yang memiliki nilai p-value berada di bawah angka signifikansi α = 0.05, yaitu Kota Lhokseumawe, sementara kabupaten/ kota lain tidak signifikan pada α =5%, karena memiliki nilai p-value lebih besar dari Artinya hanya Kota Lhokseumawe yang berpotensi untuk terjadi autokorelasi spasial secara lokal dengan kabupaten tetangganya. Tabel 2. Analisis Lokal Moran (LISA) sektor listrik gas dan air bersih Sumber : Data Olah, Gambar 6. LISA significance map untuk sektor listrik gas dan air bersih. Uji Hipotesis Lokal Moran (LISA) Sektor Listrik Gas dan Air Bersih Dalam analisis lokal Moran metode penarikan kesimpulan statistik menggunakan metode uji hipotesis berikut: Ho : Ii = 0 (tidak ada outokorelasi lokal antar kabupaten) H 1 : Ii 0 (ada ouotokorelasi lokal antar kabupaten) Berdasarkan table 2 terlihat hanya Kota Lhokseumawe yang terjadi autokorelasi secara lokal pada α = 5% maupun pada batas signifikansi α = 10%. Sedangkan kabupaten/ kota yang lain tidak berpotensi untuk membentuk pola keterkaitan secara lokal pada batas signifikansi α = 5% maupun pada α = 10%. 3) Sektor Jasa-Jasa a. Analisis Global Moran (Moran s I) Sama seperti 2 sektor sebelumnya Nilai indeks Moran untuk sector jasa-jasa juga lebih mendekati nilai 0, dengan nilai indeks moran nya 0,138651, artinya nilai keterkaitan/ketergantungan spatialnya masih sangat rendah. (dependensi) Gambar 7. Diagram Pencar dan Indeks Moran Sektor Jasa-Jasa. Volume 3, No. 2, Mei
8 Uji Hipotesis Global Moran Sektor Jasa-Jasa Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan program GEODA seperti terlihat pada gambar 8. Gambar 8. Diagram Randomization sektor jasa-jasa Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Nilai pseudo P-value untuk sector jasajasa adalah 0.09 > α = 0.05 dan nilai Z hitung (zvalue) adalah 1.42< Z α/2 = 1.96, maka kesimpulannya adalah menerima H 0, hal ini berarti tidak ada autokorelasi (dependensi) antar kabupaten/kota dalam hal sektor jasa-jasa. b. Analisis Lokal Moran s (LISA) Sektor Jasa-Jasa Hasil analisis LISA seperti yang ditampilkan pada LISA significance map pada gambar 9, untuk sector jasa-jasa ada 3 kabupaten yang memiliki p-value berada di bawah angka signifikansi α = 0.05, yaitu Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bener Meriah, sementara kabupaten lain tidak signifikan pada α =5%. Artinya Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bener Meriah berpotensi untuk terjadi autokorelasi spasial secara lokal dengan kabupaten tetangganya. Gambar 9. LISA significance map untuk sektor jasajasa. Uji Hipotesis Lokal Moran (LISA) Sektor Jasa-Jasa Berdasarkan table 3 terlihat ada 3 kabupaten yang signifikan terjadi autokorelasi secara lokal pada α = 5%, yaitu Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Besar. Sedangkan Kabupaten Aceh Tamiang dan Kota Langsa signifikan terjadi autokorelasi pada α = 10%. Sementara Kabupaten yang lain berdasarkan uji hipotesis pada α = 5% maupun pada α = 10% menerima Ho, yang bermakna bahwa tidak ada autokorelasi secara lokal antar kabupaten/kota. Tabel 3. Analisis Lokal Moran s Sektor Jasa-Jasa Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Volume 3, No. 2, Mei 2015
9 yang dominan di Kabupaten/Kota di Aceh masih menjauhi nilai +1. Berdasarkan analisis Local Moran s sedikit sekali Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh yang membentuk pola spasial Local Cluster, khususnya yang bernilai Hot Spot (High-High). Sebaliknya pola acak (random) mendominasi seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Sumber : Data Olah, SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan tujuan penelitian dan analisis data, maka hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Semua kabupaten/kota di Aceh memiliki sektor unggulan, dalam struktur perekonomiannya. Meski sangat variatif sektor yang menjadi sektor basis di semua Kabupaten/Kota di Aceh, namun ada beberapa sektor yang dominan dimiliki oleh hampir semua Kabupaten/Kota di Aceh. 2. Sektor unggulan didominasi oleh sektor pertanian peternakan kehutanan dan perikanan, sektor listrik gas dan air bersih dan sektor jasa-jasa. 3. Berdasarkan hasil Analisis Global Moran s, secara umum kabupaten/kota di Provinsi Aceh memiliki hubungan keterkaitan yang rendah. Hal ini ditandai dari besaran nilai indeks Moran s ketiga sektor unggulan Saran Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi bagi Pemerintah dalam menentukan kebijakan perencanaan yang lebih strategis dimasa sekarang dan yang akan datang. Beberapa kebijakan yang bisa dilakukan antara lain: 1. Sektor basis yang menjadi sektor unggulan dalam struktur perekonomian aceh masih didominasi oleh sektor primer, terutama sektor pertanian. Jika dilihat dari potensi lahan dan lingkungan alam Provinsi Aceh, seharusnya bisa memberi kontribusi lebih besar lagi terhadap perekonomian Aceh. Karena itu perlu upaya Pemerintah untuk lebih memaksimalkan pemanfaatan teknologi terbaru kegiatan pasca produksi yang lebih baik melalui kegiatan Agroindustri. 2. Meskipun jika dilahat dari hasil tinjauan penelitian yang menunjukkan tingkat keterkaitan antar regional wilayah kabupaten/kota yang masih sangat lemah, namun tetap perlu ada upaya pemerintah untuk meningkatkan bentuk kerjasama regional antar Kabupaten/Kota di Aceh untuk lebih meningkatkan skala ekonomi regional wilayah. Sehingga aktifitas Volume 3, No. 2, Mei
10 perekonomian dan produksi terutama disektor pertanian memiliki nilai saing yang kuat dipasar nasional maupun internasional. DAFTAR PUSTAKA Aliasudin, W., Jamal, A., Siregar, M. I., Nasir, M., Fakhrudin, Masyrafah, H. H. (2011). Kajian Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Otonomi Khusus Aceh. Jakarta: Decentralization Support Facility. Yayasan Obor Indonesia. Statistik Indonesia (2014). Jakarta: BPS. Wajdi, M. (2015, 7 2). Teori Basis Ekonomi. Retrieved from Anselin. (1999). Spatial Econometrics. Dallas: University of Texas. Kim, H. S. (2014). Patterns of Economic Development in the World. Journal of Global Economics, 1-8. Lembo, A. J. (2007). Spatial Autocorrelation - Join Count Analysis. Salisbury University. Lentz, J. (2015, July 4). ArcGIS Help Retrieved from ArcGIS Resources: Levinson, D., dan Pathak, A. (2015, Januari 25). Wikipedia. Retrieved from _of_agglomeration. Murwito, S., Rheza, B., Mulyati, S., Karlinda, E., Riyadi, I. A., dan Darmawiasih, R. (2013). Kerjasama Antar Daerah di Bidang Perdagangan sebagai Alternatif Kebijakan Peningkatan Perekonomian Daerah. Jakarta: Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah. Prasetyo, E. (2008). The quality of Growth: Peran Teknologi dan Investasi Human Capital Sebagai Pemacu Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas. JEJAK, Rustiadi, E., Saefulhakim, S., dan Panuju, D. R. (2009). Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: 93 - Volume 3, No. 2, Mei 2015
PROSIDING ISSN: M-23 POLA KETERKAITAN SPASIAL BERDASARKAN PRODUKSI PAJALE (PADI JAGUNG KEDELAI) DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2015
M-23 POLA KETERKAITAN SPASIAL BERDASARKAN PRODUKSI PAJALE (PADI JAGUNG KEDELAI) DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2015 Rukini Badan Pusat Statistik Kabupaten Grobogan email:rukini@bps.go.id Abstrak Seiring dengan
Lebih terperinciKata kunci : LISA, Moran I, Spatial Autocorrelation. Abstract
Jurnal Edukasi, Volume 1 No.2, Oktober 2015 ISSN. 2443-0455 ANALISIS SPASIAL AUTOKORELASI PADA DATA PERSENTASE WANITA PERNAH KAWIN DAN TIDAK PERNAH MENGGUNAKAN ALAT / CARA KB DI PROVINSI LAMPUNG Risdiana
Lebih terperinciHalaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)
Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 IDENTIFIKASI PEREKONOMIAN KABUPATEN KERINCI Siti Hodijah Abstrak This research entitled Economic Identification
Lebih terperinciJurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus Hal
KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DI PROVINSI ACEH: PENGARUHNYA TERHADAP PENGEMBANGAN PERKOTAAN Muhammad Fazil 1*, Muhammad Ilhamsyah Siregar 2 1) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Lebih terperinciPENDAPATAN REGIONAL REGIONAL INCOME
PENDAPATAN REGIONAL REGIONAL INCOME NUSA TENGGARA BARAT DALAM ANGKA 2013 NUSA TENGGARA BARAT IN FIGURES 2013 Pendapatan Regional/ BAB XI PENDAPATAN REGIONAL CHAPTER XI REGIONAL INCOME Produk Domestik
Lebih terperinciKlaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 23373539 (23019271 Print) 1 Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh Adinda Putri Siagian dan Eko Budi
Lebih terperinciPendapatan Regional/ Regional Income
Nusa Tenggara Barat in Figures 2012 559 560 Nusa Tenggara in Figures 2012 BAB XI PENDAPATAN REGIONAL CHAPTER XI REGIONAL INCOME Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku pada tahun
Lebih terperinciANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA
ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA Andi Tabrani Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Identification process for
Lebih terperinciJIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014
SEKTOR BASIS DAN STRUKTUR EKONOMI DI KOTA BANDAR LAMPUNG (An Analysis of Economic s Structure and Bases Sector in Bandar Lampung City) Anda Laksmana, M. Irfan Affandi, Umi Kalsum Program Studi Agribisnis,
Lebih terperinciANALISIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI PROVINSI JAWA TIMUR: PENDEKATAN SEKTORAL DAN REGIONAL SUKMA DINI MIRADANI
ANALISIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI PROVINSI JAWA TIMUR: PENDEKATAN SEKTORAL DAN REGIONAL SUKMA DINI MIRADANI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program
Lebih terperinciANALISIS DAYA PENYEBARAN DAN DERAJAT KEPEKAAN SEKTOR EKONOMI DI JAWA TENGAH ABSTRAK
ANALISIS DAYA PENYEBARAN DAN DERAJAT KEPEKAAN SEKTOR EKONOMI DI JAWA TENGAH Abednego Dwi Septiadi 1, Muliasari Pinilih 2, dan Intan Shaferi 3 1,2 Program Studi Sistem Informasi 3 Jurusan Manajemen STMIK
Lebih terperinciANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN REGIONAL DI PROVINSI ACEH
ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN REGIONAL DI PROVINSI ACEH Abstract This study aimed to analyze the level of income disparity in the district / city in the province of Aceh. The study used secondary data
Lebih terperinciKata kunci: Laju Pertumbuhan PDRB, PDRB Per Kapita, Uji Beda Rata-rata (t test equal mean), Indeks Location Quotient (LQ).
DAFTAR TABEL Hal Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan dan Pendapatan Sumatera Barat... 2 Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu... 9 Tabel 4.1 Luas Wilayah Kabupaten Sijunjung Sebelum Pemekaran... 27 Tabel 4.2 Luas Wilayah
Lebih terperinciThe Contribution Of Agricultural Sector in the Economy at Bone Bolango Regency By
The Contribution Of Agricultural Sector in the Economy at Bone Bolango Regency By Irawati Puloli 1) Mahludin Baruwadi 2) Ria Indriani 3) DEPARTMENTAGRIBISNIS FACULTY OF AGRICULTURE STATE UNIVERSITYGORONTALO
Lebih terperinciDINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN
IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan
Lebih terperinciANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH DI PROVINSI SULAWESI BARAT
AGRISE Volume XV No. 2 Bulan Mei 2015 ISSN: 1412-1425 ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH DI PROVINSI SULAWESI BARAT (PERFORMANCE ANALYSIS OF AGRICULTURAL SECTOR IN REGION DEVELOPMENT
Lebih terperinciSKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
i SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE 2006-2010 KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 ii SKRIPSI ANALISIS
Lebih terperinciEVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)
EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 2006 EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) 1) Fakultas
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sumbangan Sektor Pertanian terhadap PDRB, Penyerapan Tenaga Kerja, dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Aceh 5.1.1. Sumbangan Sektor Pertanian terhadap PDRB, dan Penyerapan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT BAB 4 Kondisi Ketenagakerjaan Aceh kembali memburuk, terlihat dari TPAK yang menunjukkan penurunan cukup dalam dari 65,85 per Februari 212 menjadi
Lebih terperinciANALISIS KONTRIBUTOR UTAMA PENENTU PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH PERKOTAAN DI ACEH Muhammad Hafit 1, Cut Zakia Rizki 2* Abstract.
ANALISIS KONTRIBUTOR UTAMA PENENTU PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH PERKOTAAN DI ACEH Muhammad Hafit 1, Cut Zakia Rizki 2* 1) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh,
Lebih terperinciPendapatan Regional/ Regional Income
2011 541 542 BAB XI PENDAPATAN REGIONAL CHAPTER XI REGIONAL INCOME PDRB atas dasar berlaku pada tahun 2010 sebesar 49.362,71 milyar rupiah, sedang pada tahun sebelumnya 43.985,03 milyar rupiah, atau mengalami
Lebih terperinciPendapatan Regional/ Regional Income
2010 539 540 BAB XI PENDAPATAN REGIONAL CHAPTER XI REGIONAL INCOME PDRB atas dasar berlaku pada tahun 2008 sebesar 35.261,68 milyar rupiah, sedang pada tahun sebelumnya 33522,22 milyar rupiah, atau mengalami
Lebih terperinciANALISIS LOCATION QUOTIENT SEKTOR DAN SUBSEKTOR PERTANIAN PADA KECAMATAN DI KABUPATEN PURWOREJO
ANALISIS LOCATION QUOTIENT SEKTOR DAN SUBSEKTOR PERTANIAN PADA KECAMATAN DI KABUPATEN PURWOREJO The Analysis of Location Quotient on Sector and Subsector of Agriculture among the Sub Districts in Purworejo
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 9 Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9 Manfaat
Lebih terperinciMODEL PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUMAS ) SULISTIONO
MODEL PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUMAS ) SULISTIONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan yang lain. Secara
Lebih terperinciKAJIAN STRATEGIS PENGEMBANGAN TAHAP LANJUT SENTRA BISNIS UKM PASCA DUKUNGAN PROGRAM PERKUATAN
KAJIAN STRATEGIS PENGEMBANGAN TAHAP LANJUT SENTRA BISNIS UKM PASCA DUKUNGAN PROGRAM PERKUATAN Abstract Strategic program to improve SMEs throught closing business centre that has been done since 2001,
Lebih terperinciKONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN DALAM MENGURANGI KETIMPANGAN EKONOMI DI KOTA TASIKMALAYA
KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN DALAM MENGURANGI KETIMPANGAN EKONOMI DI KOTA TASIKMALAYA Dian Hadian 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi kang_dian78@yahoo.com Unang 2) Fakultas
Lebih terperinciPERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kondisi Ketenagakerjaan Aceh kembali membaik, terlihat dari TPAK yang menunjukkan peningkatan dari 61,77% pada Agustus 2012 menjadi 65,56% per Februari
Lebih terperinciKeywords : GDRP, learning distribution, work opportunity
1 ANALISIS PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO SEKTOR PERTANIAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEMPATAN KERJA SERTA DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN Erlina Rufaidah 1, Dwi Wulan Sari 2 Program Studi
Lebih terperinciPENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH
PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH ADINDA PUTRI SIAGIAN / NRP. 3609100701 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.
Lebih terperinciAnalisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun
Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2003-2012 Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam industri yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat ekonomi yang terjadi. Bagi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional pada suatu wilayah yang telah disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial
Lebih terperinciANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Mitrawan Fauzi
ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA Mitrawan Fauzi mitrawanfauzi94@gmail.com Luthfi Mutaali luthfimutaali@ugm.ac.id Abtract Competition
Lebih terperinciIndonesia Economy : Challenge and Opportunity
Indonesia Economy : Challenge and Opportunity NUNUNG NURYARTONO Go-Live Round Table Discussion Adelaide 7 November Outline A Fact on Indonesia Economy Problem and Challenge Opportunity Discussion 1 Indonesia
Lebih terperinciANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN INDRAMAYU. Nurhidayati, Sri Marwanti, Nuning Setyowati
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN INDRAMAYU Nurhidayati, Sri Marwanti, Nuning Setyowati Pogram Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jl.
Lebih terperinciPERANAN SEKTOR PETERNAKAN DAN PERIKANAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT
PERANAN SEKTOR PETERNAKAN DAN PERIKANAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT THE ROLE OF THE LIVESTOK AND FISHERY SECTOR TO ECONOMY OF RIAU PROVINCE: ANALYSIS OF THE INPUT-OUTPUT
Lebih terperinciABSTRACT. Keywords: Location Quotients (LQ), Industry Cluster, regional economic
ABSTRACT Progress of development disparities in a district and one city in the province, causing gaps in development indicators in each district / city, so that the progress of each district / city in
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Banyak wilayah-wilayah yang masih tertinggal dalam pembangunan.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak wilayah-wilayah yang masih tertinggal dalam pembangunan. Masyarakat yang berada di wilayah tertinggal pada umumnya masih belum banyak tersentuh oleh program-program
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN MODEL SPATIAL AUTOREGRESSIVE (SAR)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN MODEL SPATIAL AUTOREGRESSIVE (SAR) SKRIPSI Disusun Oleh: RAHMAH MERDEKAWATY 24010212140062 DEPARTEMEN
Lebih terperinciEXECUTIVE SUMMARY KAJIAN KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN ACEH
EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN ACEH i Kebijakan otonomi memberikan peluang bagi daerah provinsi, kabupaten dan kota untuk mengaktualisasi kewenangan dan kemandiriannya dalam penyelenggaraan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN EKONOMI ANTARPROVINSI DI INDONESIA TAHUN
IDENTIFIKASI PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN EKONOMI ANTARPROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2001-2010 M Iqbal Gazali miqbalgazali@gmail.com Luthfi Muta ali luthfi.mutaali@gmail.com Abstract The issue of inequality
Lebih terperinciANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH
ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH Tri Prastiwi 1 Muhammad Arfan 2 Darwanis 3 Abstract: Analysis of the performance of
Lebih terperinciAnalisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten Banyuwangi
Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten (Analysis of Regional Development SubDistricts as The Economic Growth and of Service Center in ) Vika
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur
57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara
Lebih terperinciBAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir
Lebih terperinciANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA SELATAN
ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA SELATAN BRILLIANT FAISAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI
Lebih terperinciFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
IDENTIFIKASI SUB SEKTOR PERTANIAN DAN PERANNYA DALAM MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI EKS KARESIDENAN KEDU (PENDEKATAN MINIMUM REQUIREMENTS TECHNIQUE DAN INDEKS WILLIAMSON) SKRIPSI Oleh : Dinan Azifah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan negara, dimana pembangunan mengarah pada proses untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik.
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI INDONESIA SELAMA LIMA TAHUN TERAKHIR (Studi Kasus Pada 33 Provinsi)
Noor Zuhdiyati Dan David K: Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan... 27 ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI INDONESIA SELAMA LIMA TAHUN TERAKHIR (Studi Kasus Pada 33
Lebih terperinciProduk Domestik Regional Bruto/ Gross Regional Domestic Product
Produk Domestik Regional Bruto/ Bangka Selatan Dalam Angka/ Bangka Selatan In Figures 2012 327 328 Bangka Selatan Dalam Angka/ Bangka Selatan In Figures 2012 10.1 Produk Domestik Regional Bruto Produk
Lebih terperinci: AJIE HANDOKO F FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Ekonomi Unggulan di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Blora (Kawasan Banglor) Tahun 2008-2012 JUDUL Diajukan Guna Memenuhi Syarat Syarat Untuk
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.
43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa
Lebih terperinciSKRIPSI DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KUTACANE ACEH TENGGARA OLEH SATRIA
SKRIPSI DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KUTACANE ACEH TENGGARA OLEH SATRIA 100501014 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas
Lebih terperinciAnalisis Sektor Unggulan Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol
Analisis Sektor Unggulan dan Supomo Kawulusan (Mahasiswa Program Studi Magister Pembangunan Wilayah Pedesaan Pascasarjana Universitas Tadulako) Abstract The purpose this reseach the economy sector growth
Lebih terperinciANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT
ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT Kiky Fitriyanti Rezeki, Wiwit Rahayu, Emi Widiyanti Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi
Lebih terperinciVisi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT
Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 1 PETA KABUPATEN/KOTA KALIMANTAN TIMUR Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 2 BAB 1. PENDAHULUAN Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan propinsi terluas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan satu dari banyak permasalahan yang terjadi di seluruh negara di dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini terjadi karena
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak
Lebih terperinciSKRIPSI. Disusun Oleh: MAS AD DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2016
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI JAWA TENGAH DENGAN METODE GEOGRAPHICALLY WEIGHTED PRINCIPAL COMPONENTS ANALYSIS (GWPCA) ADAPTIVE BANDWIDTH SKRIPSI Disusun Oleh: MAS
Lebih terperinciM. Yamin (Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian FP. UNSRI) ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENINGKATAN LAPANGAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA SELATAN (Analysis of Influence of Agricultural Development to Income Distribution
Lebih terperinciKlaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 23373539 (23019271 Print) C78 Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh Adinda Putri Siagian dan Eko
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA TANGERANG
CHAPTER XIV REGIONAL INCOME Penjelasan Teknis Catatan Teknis 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional (provinsi dan kabupaten/kota) menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan
Lebih terperinciPENERAPAN METODE LOCATION QUOTIENT (LQ) DALAM PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN DI PULAU SUMATERA PADA TAHUN 2013 DAN KAJIANNYA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
PENERAPAN METODE LOCATION QUOTIENT () DALAM PENENTUAN UNGGULAN DI PULAU SUMATERA PADA TAHUN 2013 DAN KAJIANNYA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Zulaika Matondang, M.Si Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Kata Pengantar Daftar Isi... iii Daftar Tabel.. v Daftar Gambar ix
DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar i Daftar Isi... iii Daftar Tabel.. v Daftar Gambar ix Bab I. PENDAHULUAN. 2 1.1 Pengertian Pendapatan Regional. 2 1.2 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional.. 5 1.3 Perubahan
Lebih terperinciJURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di:
JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 219-228 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB (Studi Kasus BPS Kabupaten Kendal
Lebih terperinciANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2)
EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 26 ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2) 1) Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dharmawan (2016) dalam penelitiannya tentang Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengembangan Sektor Potensial Di Kabupaten Pasuruan Tahun 2008-2012 dengan
Lebih terperinciPENENTUAN POTENSI EKONOMI DI PRABUMULIH DAN OKU BERDASARKAN INDIKATOR PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
Volume 21 Nomor 1, 2017 51 PENENTUAN POTENSI EKONOMI DI PRABUMULIH DAN OKU BERDASARKAN INDIKATOR PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) Novy Anggraini 1 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Dwi Sakti Baturaja ABSTRACT
Lebih terperinciJIIA, VOLUME 1 No. 2, APRIL 2013
ANALISIS BASIS EKONOMI SUBSEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DAN KEHUTANAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Economic Base Analysis of the industry Subsector of Product Processing of Agriculture and Forestry
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kemajuan suatu bangsa melalui peningkatan kesejahteraan rumah tangga atau penduduk. Kemajuan suatu bangsa tidak
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas
Lebih terperinciAnalisis Peranan Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Provinsi Jawa TimurTahun (Pendekatan Shift Share Esteban Marquillas)
Analisis Peranan Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Provinsi Jawa TimurTahun 2004-2013 1 Analysis of the Role of the Agricultural Sector to the Economy of East Java 2004-2013 (Shift Share Esteban Marquillas
Lebih terperinci(Klasifikasi 14 Propinsi Berdasarkan Tabel IO Propinsi Tahun 2000) Dyah Hapsari Amalina S. dan Alla Asmara
69 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) KETERKAITAN ANTAR SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA Dyah Hapsari Amalina S. 1 dan Alla Asmara 2 1 Alumni Departemen
Lebih terperinciSUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN
SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN 2005-2014 Sri Hidayah 1) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Uniersitas Siliwangi SriHidayah93@yahoo.com Unang 2) Fakultas Pertanian Universitas
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur
Lebih terperinciPRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI-PROVINSI Dl INDONESIA MENURUT LAPANGAN USAHA 2OO9-2OO9
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI-PROVINSI Dl INDONESIA MENURUT LAPANGAN USAHA 2OO9-2OO9 Gross Regional Domestic Product Of Provinces in Indonesia by Industrial Origin Daftar I si/ List of Contents
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan
Lebih terperinciKINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA
SEPA : Vol. 9 No. 2 Februari 2013 : 201-208 ISSN : 1829-9946 KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA WIWIT RAHAYU Staf Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada
Lebih terperinciANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BLITAR TAHUN
digilib.uns.ac.id ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BLITAR TAHUN 2007-2011 Skripsi Diajukan Sebagai Kelengkapan dan Syarat Untuk Menyelesaikan Program Sarjana Pada Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri pengolahan
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Industri menurut BPS (Badan Pusat Statistik) adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang
Lebih terperinciFakultas Ekonomi Universitas Baturaja Sumatera Selatan ABSTRACT
EKO-REGIONAL, Vol 2, No.2, September 2007 APLIKASI MODEL STATIC DAN DYNAMIC LOCATION QUOTIENTS DAN SHIFT-SHARE DALAM PERENCANAAN EKONOMI REGIONAL (Studi Kasus Kabupaten Ogan Komering Ulu Propinsi Sumatera
Lebih terperinciANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK
ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK Chanlis Nopriyandri, Syaiful Hadi, Novia dewi Fakultas Pertanian Universitas Riau Hp: 082390386798; Email: chanlisnopriyandri@gmail.com ABSTRACT This research
Lebih terperinciAnalisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera
Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera Tiur Roida Simbolon Ilmu Ekonomi Regional, Fakultas Ekonomi Pascasarjana Unimed, Medan e-mail :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana
Lebih terperinciKAJIAN DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP KESENJANGAN EKONOMI ANTAR DAERAH PESISIR DI PROVINSI BENGKULU
KAJIAN DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP KESENJANGAN EKONOMI ANTAR DAERAH PESISIR DI PROVINSI BENGKULU The Impact Of Regional Divisions To Economic Disparity Among Coastal Regions In Bengkulu Province
Lebih terperinciKETIMPANGAN PERTUMBUHAN PENDAPATAN DAERAH PEMEKARAN KABUPATEN PASAMAN DAN KABUPATEN PASAMAN BARAT. Latifa Hanum 1) ABSTRACTS
JURNAL PENELITIAN LUMBUNG, Vol. 15, No. 2, Juli 2016 KETIMPANGAN PERTUMBUHAN PENDAPATAN DAERAH PEMEKARAN KABUPATEN PASAMAN DAN KABUPATEN PASAMAN BARAT Latifa Hanum 1) ABSTRACTS Based on UU No.38/2003,
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka
BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno
Lebih terperinciANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN
ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ii ABSTRACT MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern
Lebih terperinciPRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah satu indikator perekonomian yang dapat digunakan sebagai bahan penentuan kebijakan pembangunan khususnya dalam bidang perekonomian dan bahan evaluasi pembangunan
Lebih terperinci