PENINGKATAN MINAT BELAJAR KETRAMPILAN MELALUI PEMBELAJARAN ATBM BAGI ANAK TUNA GRAHITA RINGAN KELAS IX SEMESTER GANJIL SMPLB KOTA PEKALONGAN TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENINGKATAN MINAT BELAJAR KETRAMPILAN MELALUI PEMBELAJARAN ATBM BAGI ANAK TUNA GRAHITA RINGAN KELAS IX SEMESTER GANJIL SMPLB KOTA PEKALONGAN TAHUN"

Transkripsi

1 PENINGKATAN MINAT BELAJAR KETRAMPILAN MELALUI PEMBELAJARAN ATBM BAGI ANAK TUNA GRAHITA RINGAN KELAS IX SEMESTER GANJIL SMPLB KOTA PEKALONGAN TAHUN 29/2 SKRIPSI Mustijo X FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 29

2 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran ketrampilan adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Pelajaran ketrampilan ini termasuk pelajaran yang tidak diminati atau tidak disukai oleh anak-anak. Kurikulum SMPLB Tahun 24 jelas dicantumkan bahwa untuk mata pelajaran ketrampilan pada kelas SMPLB tertera 6% untuk pelajaran keterampilan dan 4% teori. Indikator yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil adalah daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan dan perilaku peserta didik. Ketika hasil yang dicapai dalam kegiatan belajar mengajar belum mencapai target sebagaimana yang diharapkan, hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam diri peserta didik (Internal) maupun dari luar (Eksternal), karena pada hakekatnya prestasi belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor tersebut. (Usman, 993: 24) Faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik (internal) adalah minat seorang peserta didik dalam belajar. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa kesulitan peserta didik untuk mengikuti proses belajar bukan hanya disebabkan tingkat kognitif yang rendah, melainkan disebabkan rendahnya minat belajar peserta didik. Hal ini disebabkan karena guru, sekolah dan masyarakat belum maksimal memberikan iklim yang kondusif untuk menumbuhkan minat peserta didik dalam belajar. Rendahnya minat peserta didik dalam pelajaran ketrampilan adalah masalah yang sangat penting dan mendesak untuk segera diatasi dengan melihat dan mengamati bahwa peserta didik di kelas IX SMPLB Tuna Grahita Kota Pekalongan pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran 29/2 yang kurang berminat dalam mengikuti Pelajaran Ketrampilan, maka anak-anak Tuna Grahita Ringan itu perlu ditumbuhkan minatnya dalam mengikuti pelajaran ketrampilan

3 3 agar nantinya dapat dipakai sebagai bekal bagi anak-anak tersebut bila kelak terjun ke masyarakat ataupun bekal kemandirian bagi anak itu sendiri. Menumbuhkan minat anak untuk mengikuti pelajaran ketrampilan dapat menggunakan berbagai macam alat yang berhubungan dengan pelajaran ketrampilan. Melihat dari masyarakat di Kota Pekalongan yang kebanyakan memiliki home industri terutama bidang kerajinan dan tenun, maka kami sebagai guru pendidikan khusus berusaha agar anak tertarik minatnya dan relevan dengan yang ada di lingkungan di mana anak tinggal maka perlu kiranya kami menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) untuk menumbuhkan minat anak-anak berkebutuhan khusus mengikuti pelajaran ketrampilan. Berangkat dari uraian di atas, Peneliti dalam penelitian tindakan kelas mengangkat judul Peningkatan Minat Belajar Ketrampilan Melalui Pembelajaran ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Bagi Anak Tuna Grahita Ringan Kelas IX Semester Ganjil SMPLB Kota Pekalongan Tahun Pelajaran 29/2. B. Perumusan Masalah Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka rumusan masalahnya adalah: Apakah ada peningkatan minat belajar ketrampilan melalui pembelajaran ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) bagi anak tuna grahita ringan kelas IX semester ganjil SMPLB Kota Pekalongan tahun pelajaran 29/2? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui adanya peningkatan minat belajar ketrampilan melalui pembelajaran ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) bagi anak tuna grahita ringan kelas IX semester ganjil SMPLB Kota Pekalongan tahun pelajaran 29/2. D. Manfaat Penelitian Memberikan bekal ketrampilan yang sesuai dengan kemampuan anak tunagrahita ringan kelas IX SMPLB Kota Pekalongan.

4 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA a. Pengertian Anak Tunagrahita ). Batasan-batasan Tunagrahita A. Kajian Teori. Kajian tentang Anak Tunagrahita. Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi mental. (mental retardation). Tuna berarti merugi Grahita berarti pikiran. Retardasi mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) berarti terbelakang mental. 2). Istilah-istilah Tunagrahita Menurut S.A. Bratanata (997: 7) tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah sebagai berikut : a). Lemah Fikiran (feeble minded) b). Terbelakang mental (Mentally Retarded) c). Bodoh atau dungu (Idiot) d). Pandir (Imbecile) e). Tolol (Moron) f). Oligofrenia (Oligophrenia) g). Mampu didik (Educable) h). Ketergantungan Penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat i). Mental Subnormal j). Defisit Mental k). Defisit Kognitif l). Cacat Mental m). Defisiensi Mental n). Gangguan Intelektual b. Definisi Anak Tunagrahita American Association on Mental Deficiency / AAMD yang dikutip dalam Moh. Amin (995: 22), mendefinisikan Tunagrahita sebagai kelainan Yang meliputi fungsi Intelektual umum di bawah rata-rata (sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes, Yang muncul sebelum usia 6 tahun dan yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif. Sedangkan menurut Emi Dasiemi (997: 38) memberikan batasan anak tunagrahita ringan atau debil yaitu anak yang mempunyai IQ antara 3

5 5 5/55 7/75, kurang mampu mencari nafkah sendiri, namun masih mampu menerima pendidikan dan latihan meskipun terbatas. Dari ke dua definisi di atas maka Penulis menyimpulkan bahwa, Anak Tunagrahita adalah : Anak yang mengalami hambatan Kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata, mengalami ketidakmampuan dalam Perilaku Adaptif yang terjadi selama Perkembangan sampai usia 8 tahun. c. Klasifikasi Anak Tunagrahita Pengklasifikasian/penggolongan Anak Tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut American Association on Mental Retardation dalam Special Education in Ontario Schools (p.) sebagai berikut:. Educable Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 Sekolah dasar. 2. Trainable Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuannya untuk mendapat pendidikan secara akademik. 3. Custodial Dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat melatih anak tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan pengawasan dan dukungan yang terus-menerus. Sedangkan penggolongan Tunagrahita untuk Keperluan Pembelajaran menurut B3PTKSM (p. 26) sebagai berikut:. Taraf pembatasan (borderline) dalam pendidikan disebut sebagai lamban belajar (slow leaner) dengan IQ Tunagrahita mampu didik (educable mentally retarded) dengan IQ 5 75 atau Tunagrahita mampu latih (trainable mentally retarded) dengan IQ 3 5 atau IQ Tunagrahita butuh rawat (dependent or profoundly mentally retarded) dengan IQ dibawah 25 atau 3. Penggolongan Tunagrahita secara medis-biologis menurut Roan, dalam B3PTKSM (p. 25) sebagai berikut :. Retardasi mental taraf perbatasan (IQ:68 85). 2. Retardasi mental ringan (IQ: 52-67)

6 6 3. Retardasi mental sedang (IQ: 36-5) 4. Retardasi mental berat (IQ: 2-35) 5. Retardasi mental sangat berat (IQ: kurang dari 2); dan 6. Retardasi mental tak tergolong Adapun penggolongan Tunagrahita secara Sosial-Psikologis terbagi 2 (dua) kriteria yaitu: psikometrik dan perilaku adaptif. Ada 4 (empat) taraf Tunagrahita berdasarkan kriteria psikometrik menurut skala inteligensi Wechsler (Kirk dan Gallagher, 979, dalam B3PTKSM, p. 26), yaitu:. Retardasi mental ringan (mild mental retardasion) IQ: Retardasi mental sedang (moderate mental retardasion) IQ: Retardasi mental berat (severe mental retardasion) IQ: Retardasi mental sangat berat (profound mental retardasion) IQ: 2 kebawah. Penggolongan anak Tunagrahita menurut kriteria perilaku adaptif tidak berdasarkan taraf inteligensi, tetapi berdasarkan kematangan sosial. Hal ini juga mempunyai 4 (empat) taraf, yaitu:. Ringan 2. Sedang 3. Berat 4. Sangat Berat. Sedangkan secara klinis, Tunagrahita dapat digolongkan atas dasar tipe atau ciri-ciri jasmaniah secara berikut:. Sindroma Down/Mongoloid; dengan ciri-ciri wajah khas mongol, mata sipit dan miring, lidah dan bibir tebal dan suka menjulur, jari kaki melebar, kaki dan tangan pendek, kulit kering, tebal, kasar dan keriput, dan susunan geligi kurang baik. 2. Hydrocephalus (kepala besar berisi cairan); dengan ciri kepala besar, raut muka kecil, tengkorak sering menjadi besar. 3. Microcephalus dan Makrocephalus; dengan ciri-ciri ukuran kepala tidak proporsional (terlalu kecil atau terlalu besar).

7 7 d. Penyebab Tunagrahita Sedangkan Moh. Amin (995: 63) mendefinisikan faktor penyebab ketunagrahitaan sebagai berikut ; ) Keturunan Terjadi karena adanya kelainan kromosom dan kelainan gen. 2) Gangguan metabolisme dan gizi Gangguan metabolisme asam amino (phenyketonuria), gangguan metabolisme saccharide (gargoylism), kelainan hypthyroidism (cretinism) 3) Infeksi dan keracunan Karena penyakit rubella, syphilis bawaan, syndrome gravidity beracun. 4) Trauma dan zat radioaktif 5) Masalah pada kelahiran 6) Faktor lingkungan (sosial budaya) Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tunagrahita dapat disebabkan oleh faktor yaitu : ) Genetik atau keturunan 2) Sebab-sebab pada masa prenatal 3) Sebab-sebab pada masa natal 4) Sebab-sebab pada masa post natal 5) Faktor sosiokultural Secara umum, Grossman et al 973, dalam B3PTKSM (p.24) menyatakan penyebab Tunagrahita akibat dari:. Infeksi dan/atau intoxikasi, 2. Rudapaksa dan/atau sebab fisik lain, 3. Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi (nutrisi), 4. Penyakit otak yang nyata (kondisi setelah lahir/post-natal), 5. Akibat penyakit atau pengaruh sebelum lahir (pre-natal) yang tidak diketahui, 6. Akibat kelainan kromosomal, 7. Gangguan waktu kehamilan (gestaional disorders), 8. Gangguan pasca-psikiatrik/gangguan jiwa berat (post-psychiatrik disorders), 9. Pengaruh-pengaruh lingkungan, dan.kondisi-kondisi lain yang tak tergolongkan.

8 8 e. Usaha Pencegahannya ). Diagnostik prenatal 2). Imunisasi 3). Tes Darah 4). Pemeliharaan Kesehatan 5). Sanitasi Lingkungan 6). Penyuluhan Genetik 7). Tindakan Operasi 8). Program Keluarga Berencana 9). Intervensi Dini. f. Karakteristik Anak Tunagrahita Karakteristik tunagrahita menurut Brown et al, 99; Wolery & Haring, 994 pada Exceptional Children, fifth edition, p , 996 menyatakan :. Lamban dan mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus menerus. 2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru. 3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tunagrahita berat. 4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan tunagrahita berat mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala. 5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagaian dari anak tunagrahita berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti : berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar. 6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai tunagrahita berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak tunagrahita dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.

9 9 7. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak tunagrahita berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya: memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya: menggigit diri sendiri, membentur-benturkan kepala, dll. Sedangkan menurut Munzayanah (2: 23) ciri-ciri atau karakteristik anak tunagrahita ringan sebagai berikut: ) Dapat dilatih tentang tugas-tugas yang ringan. 2) Mempunyai kemampuan yang terbatas dalam bidang intelektual sehingga hanya mampu dilatih untuk membaca, menulis dan menghitung pada batas-batas tertentu. 3) Dapat dilatih untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang rutin maupun ketrampilan. 4) Mengalami kelainan bicara speech difect, sehingga sulit untuk diajak berkomunikasi. 5) Mengalami gangguan dalam bersosialisasi 6) Peka terhadap penyakit Dengan pendapat beberapa ahli tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : Bahwa anak tunagrahita mempunyai karakteristik dan kemampuan yang sangat terbatas, sehingga mereka membutuhkan pendidikan khusus dan bimbingan khusus serta pelayanan khusus agar mereka dapat hidup mandiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. g. Implikasi Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita Pendekatan yang dapat diberikan kepada anak tunagrahita adalah:. Occuppasional Therapy ( Terapi Gerak ) Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita untuk melatih gerak fungsional anggota tubuh (gerak kasar dan halus). 2. Play therapy (Terapi bermain) Terapi yang diberikan kepada anak tunagrahita dengan cara bermain, misalnya: memberikan pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan dengan cara sosiodrama, bermain jual-beli. 3. Activity Daily Living (ADL) atau Kemampuan Merawat Diri Untuk memandirikan anak tunagrahita, mereka harus diberikan pengetahuan dan keterampilan tentang kegiatan kehidupan sehari-hari

10 (ADL) agar mereka dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan orang lain dan tidak tergantung pada orang lain. 4. Life Skill (Keterampilan Hidup) Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ di bawah rata-rata biasanya tidak diharapkan bekerja sebagai administrator. Bagi anak tunagrahita yang memiliki IQ di bawah rata-rata, mereka juga diharapkan untuk dapat hidup mandiri. Oleh karena itu, untuk bekal hidup, mereka diberikan pendidikan keterampilan. Dengan keterampilan yang dimilikinya mereka diharapkan dapat hidup di lingkungan keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia industri dan usaha. 5. Vocational Therapy (Terapi Berkerja) Selain diberikan latihan keterampilan. Anak tunagrahita juga diberikan latihan kerja. Dengan bekal keterampilan yang telah dimilikinya, anak tunagrahita diharapkan dapat bekerja. h. Model Pelayanan Pendidikan untuk Anak Tunagrahita Menurut Sutjihati Sumantri (25: 5) pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita/retadasi mental dapat diberikan pada:. Kelas Transisi. Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusu termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak. 2. Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C/SLB-C, C). Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Bias. Dalam satu kelas maksimal anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama kemampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari

11 penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C 3. Pendidikan Terpadu. Layanan pendidikan pada model ini diselengarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler dikelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk mata pelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari guru Pembimbing khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong Tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner). 4. Program Sekolah di Rumah Program ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya sakit. Program dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orang tua, sekolah dan masyarakat. 5. Pendidikan Inklusif Sejalan dengan perkembangan layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusi. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip Edukator for all. Layanan pendidikan inklusi diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak Tunagrahita belajar belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siwa dibimbing oleh 2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu lagi guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersebut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan

12 2 dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusi masih dalam tahap rintisan. 6. Panti (Griya) Rehabilitasi. Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal : a. Pengenalan diri b. Sensori motor dan persepsi c. Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu tempat ketempat lain) d. Kemampuan baerbahasa dan komunikasi e. Bina diri dan kemampuan sosial 2. Kajian Tentang Minat Belajar a. Pengertian Minat Belajar Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S Poerwodarminto, 27: 2) minat adalah Perhatian, kesukaan (kecenderungan hati) kepada sesuatu, belajar adalah berusaha (berlatih) supaya mendapat suatu kepandaian. Pengertian belajar sangatlah luas, karena belajar ini dapat terjadi kapan saja dimana saja, tidak terbatas hanya pada bangku sekolah. Fudyarto (22: 5) mengemukakan bahwa Belajar adalah proses penguasaan sesuatu yang dipelajari. Penguasaan itu dapat berupa memahami (mengerti), merasakan dan dapat melakukan sesuatu. Dari beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa minat belajar adalah : Perhatian (kecenderungan hati) untuk memahami, merasakan dan berusaha (berlatih) supaya mendapat suatu kepandaian.

13 3 b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Minat Belajar Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat dibedakan menjadi 3 macam menurut Muhibbin Syah ( 995: 32) adalah : ). Faktor Internal Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik meliputi : a). Aspek fisiologis, kondisi orang-orang khusus peserta didik, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihatan, juga sangat mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di dalam kelas. b). Aspek psikologis, banyak faktor dalam aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran peserta didik, minat peserta didik dan motivasi peserta didik. 2). Faktor Eksternal Peserta Didik (a). Lingkungan sosial, lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang peserta didik. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar adalah orang tua dan keluarga peserta didik, sifat-sifat orang tua, praktek pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga dan demografi keluarga, dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh peserta didik. (b). Lingkungan non sosial, faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga peserta didik dan letaknya, alatalat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik. 3). Faktor pendekatan belajar Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara / strategi yang digunakan peserta didik dalam menunjang efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah / mencapai tujuan belajar tertentu. c. Indikator Minat Belajar Minat adalah suatu kondisi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara akan situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan. Oleh karena itu apa yang dilihat seseorang akan membangkitkan minat yang sesuai dengan keinginannya. Besar kecilnya minat akan mempengaruhi keberhasilan

14 4 kreativitas manusia. Dalam hal belajar, minat sangat besar pengaruhnya terhadap proses belajar tersebut. Jika seseorang tidak berminat untuk mempelajari suatu hal maka tidak diharapkan akan berhasil dengan baik. Fudiyarto (22: 54) menyatakan bahwa Minat berarti sibuk, tertarik, atau terlibat sepenuhnya dengan suatu kegiatan karena menyadari pentingnya kegiatan itu. Minat merupakan salah satu faktor untuk meraih prestasi belajar. Secara lebih terperinci arti pentingnya minat dalam kaitannya dengan belajar sebagai berikut :. Minat melahirkan perhatian yang serta merta 2. Minat memudahkan tercapainya konsentrasi 3. Minat mencegah gangguan dari luar 4. Minat memperkuat lekatnya bahan pelajaran diingatkan 5. Minat memperkecil kebosanan studi dalam diri sendiri Sedangkan menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (WJS. Poerwodarminto 996: 376) indikator adalah Suatu alat pemantau (sesuatu) yang dapat memberikan petunjuk atau keterangan. Ada beberapa indikator minat yang dapat dilihat melalui proses belajar diantaranya : ) Ketertarikan untuk membaca buku Siswa yang berminat terhadap suatu pelajaran maka ia akan memiliki perasaan ketertarikan terhadap belajar tersebut. Siswa yang berminat terhadap bidang studi pendidikan agama Islam ia akan merasa tertarik dalam mempelajarinya. Ia akan rajin belajar dan terus mempelajari semua ilmu yang berhubungan dengan mata pelajaran tersebut, ia akan mengikuti pelajaran dengan penuh antusias tanpa ada beban dalam dirinya. 2) Perhatian dalam Belajar Perhatian merupakan konsentrasi atau aktivitas jiwa seseorang terhadap pengamatan, pengertian ataupun yang lainnya dengan mengesampingkan hal lain daripada itu. Jadi, siswa akan mempunyai perhatian dalam belajar, jiwa dan pikirannya terfokus dengan apa yang dipelajarinya.

15 5 3) Motivasi Belajar Motivasi merupakan suatu usaha atau pendorong yang dilakukan secara sadar untuk melakukan tindakan belajar dan mewujudkan perilaku yang terarah demi pencapaian tujuan yang diharapkan dalam situasi interaksi belajar. 4) Pengetahuan Selain dari perasaan senang dan perhatian, untuk mengetahui berminat atau tidaknya seorang siswa terhadap suatu pelajaran dapat dilihat dari pengetahuan yang dimilikinya. Siswa yang berminat terhadap suatu pelajaran maka ia akan mempunyai pengetahuan yang luas tentang pelajaran serta bagaimana manfaat belajar dalam kehidupan sehari-hari. Seorang siswa belajar membutuhkan minat yang tinggi supaya bisa memahami apa yang ia pelajari. Dengan minat belajar yang tinggi dimungkinkan prestasi belajar siswa akan bagus pula. Tingginya minat belajar siswa dalam mempelajari ketrampilan secara otomatis akan menambah ilmu untuk meningkatkan prestasi belajar. 3. Kajian Tentang Pembelajaran ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) a. Sejarah tentang ATBM Cukup banyak jumlah temuan para ahli dalam bidangnya masingmasing yang dapat dipakai sebagai petunjuk, bahwa pertenunan sudah sejak lama dikenal dan di kerjakan di hampir seluruh kepulauan Indonesia, serta merupakan salah satu budaya bangsa yang dapat dibanggakan. Terlebih bangsa Indonesia sejak berabad-abad telah menguasai berbagai teknik, pertenunan, seperti : Tenun Songket (pakan tambahan benang emas dan perak), tenun ikat pakan atau lungsi dan tenun ikat berganda, serta kain diberi hiasan dengan manik-manik, kerang, kerang, kaca, bordiran dan sebagainya. Temuan-temuan atau berbagai petunjuk ini ada yang berupa alat-alat untuk keperluan memintal, menenun dan sebagainya. Serta ada pula yang berupa prasasti, arca dan relief pada beberapa Candi Hindu, dan ada pula yang berupa karya sastra. Antara lain terdapat prasasti yang menunjuk adanya kain

16 6 lurik pakan malang, antara tahun M, di zaman kerajaan Hindu Mataram. Prasasti Raja Erlangga dari Jawa Timur tahun 33 M, menyebutkan kain tuluh watu, yang adalah nama salah satu kain lurik. Pada relief yang mencerminkan kehidupan masyarakat pada zamannya, dapat dilihat telah adanya, pemakaian kain tenun. Menurut beberapa ahli purbakala, hasil temuan situs prasejarah, antara lain situs Gilimanuk di Bali, Gunung Wingko di Yogyakarta, Melolo di Sumba Timur, Membuktikan bahwa pertenunan sudah dikenal di Indonesia sejak zaman pra-sejarah. Demikian pula terlihat pemakaian selendang tenun pada acara terracota asal Trowulan di Jawa Timur, yang diperkirakan berasal dari abad ke 5 M (Museum Sono Budaya, Yogyakarta), serta pemakaian kain tenun pada relief dan arca diberbagai Candi. Dari beberapa legenda, cerita rakyat di berbagai daerah dapat di tarik kesimpulan bahwa pertenunan, dengan demikian tenun, di Indonesia sudah lama di kenal. Pada hakekatnya legenda, cerita rakyat adalah sesuatu yang di percaya sebelum kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan, tradisi dan kepercayaan yang sama dan yang mereka akui pula sebagai milik mereka bersama serta di wariskan turun temurun secara syah. Alat tenun tradisional yang dipergunakan di seluruh Indonesia pada ummnya adalah alat tenun Gendong yang kemudian berkembang dengan alat tenun bukan mesin (ATBM), dan diperkenalkan pada permulaan abad ke XX. Hasil pertenunan yang sangat sederhana, baik dalam penampilan maupun dalam pengerjaannya, antara lain adalah kain lurik, yang meskipun demikian, syarat dengan pesan-pesan budaya. Kain lurik, khususnya di daerah Solo-Yogya, adalah kain tenun yang biasanya ditenun dengan anyaman datar atau polos (Bahasa Jawa : Anaman Wareng), corak lajuran (Garis-garis), cacahan (kotak-kotak) atau polos, dengan aneka permainan warna.

17 7 b. Pengertian ATBM ). Pengertian Alat tenun Alat Tenun adalah alat untuk menganyam benang-benang yang letaknya membujur (benang, lungsi) dan benang yang pada alat ini letaknya melintang (benang pakan). Hasil dari alat ini adalah anyaman yang disebut kain. Anyaman atau kain yang tehnik pembuatannya paling sederhana, adalah yang disebut anyaman datar / polos yang dalam bahasa jawa disebut anyaman wareg. ATBM adalah singkatan dari alat tenun bukan mesin dan ATM singkatan alat tenun mesin. Alat tenun gendong berkembang menjadi alat tenun tijak yang pada tahun 927 oleh Tekstil Institut Bandung (TIB) sekarang Balai Besar Tekstil Bandung, dikembangkan lagi menjadi alat tenun tijak dengan teropong layang. Dikenal sebagai alat tenun TIB, yang selanjutnya dikenal orang sebagai ATBM. Perkembangan ini berlanjut dengan tehnik yang lebih canggih dengan perkembangannya ATM yang serba mekanis. Hasil tenun ATBM dan ATM yang lebih halus, lebar dan murah, karena lebih efisien, mendesak kerajinan tenun gendong. Ternyata alat tenun yang pertama adalah apa yang dinamakan alat tenun gendong, di pulau jawa dinamakan demikian karena ada bagian alat tenun tersebut yaitu epor yang diletakan dibelakang pinggang seolah-olah digendong. Ciri yang menonjol dari alat tenun ini adalah bahwa tegangan dari benang lungsi diperoleh dengan mengambang keujung apit dengan tali epor kepada epor yang disandari oleh penenun. (Nian S. Djomena 2 : -5 ). 2). Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) Merupakan alat untuk melakukan (penenunan) yang digerakkan oleh manusia. ATBM dapat dipergunakan sambil duduk (biasa pada industri tekstil kecil dan tradisional) maupun berdiri. Dalam industri tekstil besar, ATBM tidak mungkin digunakan. Dari kedua pengertian tersebut Penulis menyimpulkan bahwa Pembelajaran ATBM adalah Pemberian Pembelajaran Pada Siswa dalam mata pelajaran ketrampilan yang menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang merupakan alat untuk melakukan (penenunan yang

18 8 digerakkan oleh manusia, sehingga siswa timbul minat untuk mengikuti pelajaran ketrampilan disekolah dan nantinya dapat dipakai sebagai bekal ketrampilan apabila siswa sudah terjun di masyarakat khususnya dilingkungan masyarakat Kota Pekalongan yang banyak home industri khususnya ATBM. 3). Profile Model ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Gambar. Model ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) B. Kerangka Berfikir Metode demonstrasi dirasa sangat cocok dalam pembelajaran ketrampilan dengan menggunakan ATBM sehingga peserta didik akan melihat dan memperaktekkan sendiri apa yang telah di demonstrasikan oleh guru. Oleh karena itu dengan anak langsung praktek menggunakan ATBM maka akan timbul minat yang besar terhadap pelajaran khususnya ketrampilan. Adapun kerangka berfikir penulis dapat digambarkan sebagai berikut :. Kondisi awal a. Siswa tidak mempunyai minat dalam mengikuti pelajaran keterampilan. b. Siswa merasa bosan apabila ada pelajaran keterampilan. 2. Tindakan a. Guru memberikan motivasi tentang pentingnya pelajaran keterampilan.

19 9 b. Guru memberikan contoh penggunaan alat tenun bukan mesin kepada siswa. c. Siswa menirukan dan mempraktekkan penggunaan alat tenun bukan mesin satu persatu secara bergantian. 3. Kondisi akhir a. Siswa akan timbul minat untuk belajar keterampilan dengan senang hati. b. Siswa akan termotivasi dan senang apabila ada pelajaran ketrampilan. Sebelum menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) minat belajar siswa masih rendah Menggunakan ATBM Setelah menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) minat belajar siswa meningkat Gambar 2. Kerangka Berpikir

20 2 BAB III METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian. Waktu Penelitian Penelitian tindakan kelas direncanakan mulai tanggal 2 April 29 yang diawali dengan kegiatan observasi sebagai penjajagan untuk memperoleh informasi dan gambaran terhadap permasalahan di kelas yang akan diteliti sebagai data awal dan dilanjutkan dengan membahas hasil observasi serta merencanakan dan menetapkan tindakan proses penelitian berbentuk siklus. Siklus berlangsung tiga kali, tiap siklus kali tatap muka dan tiap tatap muka masing-masing (2 X 4) menit. Setiap siklus terdiri dari lima kegiatan pokok, yaitu () perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, (4) evaluasi dan, (5) refleksi (Depdiknas, 26 : 9) 2. Proses Penelitian Proses penelitian pada siklus I dilaksanakan mulai tanggal 5 Juli 29 sedangkan untuk siklus / putaran II mulai tanggal 22 Juli 29, sedangkan siklus ke III akan dimulai tanggal 29 Juli 29. B. Subyek Penelitian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilakukan di kelas IX SMPLB Kota Pekalongan tahun Pelajaran 29/2. SMPLB Kota Pekalongan merupakan tempat peneliti melaksanakan tugas mengajar di kelas IX jenis kelainan Tuna Grahita Ringan, oleh karena itu peneliti sebagai aktor atau pelaku utama dalam penelitian. Tindakan Kelas bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di kelas IX SMPLB Tuna Grahita Ringan, karena siswa kelas tersebut mempunyai permasalahan sesuai yang akan diteliti. Adapun jumlah siswa yang akan diteliti sebanyak (sepuluh) orang. C. Data dan Sumber Data a. Skor minat belajar peserta didik, yang dilaksanakan pada tiap siklus. b. Masukan, saran dari observasi yang dilakukan sebelum, selama dan sesudah tindakan penelitian. 9

21 2 D. Tehnik Pengumpulan Data Di dalam pengumpulan data penulis menggunakan tiga macam metode yaitu : Metode angket, metode interview dan metode dokumentasi.. Angket a) Pengertian Angket Menurut Suharsimi Arikunto (22: 28) Angket atau kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui". b) Jenis-jenis Angket Menurut pendapat Suharsimi Arikunto (22: 29) "Ada empat jenis angket, yaitu : angket langsung yang tertutup, angket langsung yang terbuka, angket tak langsung yang tertutup, dan angket tak langsung yang terbuka". Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah tertutup dengan bentuk check-list, sehingga responden tinggal membubuhkan tanda check pada jawaban yang telah disediakan. c) Bentuk-Bentuk Angket Suharsimi Arikunto (22: 29) menyatakan Menurut bentuknya angket dibagi menjadi empat, yaitu pilihan ganda, isian, check list, dan rating scale". Dalam penelitian ini bentuk angket yang penulis gunakan adalah check list. d) Teknik Angket Teknik angket ini digunakan untuk mendapatkan data tentang sikap siswa. Menurut Suharsimi Arikunto (22: 29) bahwa, angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui. Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah terbuka dengan bentuk isian, sehingga responden tinggal mengisi pada jawaban tempat yang telah disediakan.

22 22 2. Interview a. Pengertian Metode ini merupakan metode pelengkap yang dipergunakan untuk mengecek dan menyempurnakan data-data dari hasil observasi. Menurut Hadari Nawawi (995: 33) adapun yang dimaksud dengan interview adalah Suatu metode yang mendasarkan diri kepada laporan verbal dimana terdapat hubungan secara langsung antara pewawancara dan interview. b. Macam-macam Metode Interview Terdiri atas : interview bebas, interview berstruktur, interview terarah. ) Interview bebas yaitu : interview dimana arah pembicaraan antara subyek dan penyelidik dilaksanakan secara bebas. 2) Interview Berstruktur yaitu : Suatu pembicaraan yang masalah-masalahnya direncanakan oleh penyelidik yang biasanya berupa pertanyaanpertanyaan. 3) Interview Terarah yaitu: Interview yang mula-mula dilaksanakan secara bebas antara interview dan intervee dan kemudian diarahkan pada pembicaraan sesuatu dengan maksud pendidikan. c. Langkah-langkah Interview ) Menentukan sampel yang akan di selidiki 2) Menyusun pedoman interview 3) Mencoba interview 4) Menjalin hubungan dengan orang yang di interview d. Kebaikan dan kelemahan Metode Interview ) Kebaikannya a) Interview dapat lebih mengenai sasaran karena adanya hubungan langsung. b) Data yang diperoleh lebih mendetail c) Antara interview dan interviewee dapat langsung mengungkapkan masalah-masalah yang dihadapi.

23 23 2) Kelemahannya a) Pelaksanaannya harus ahli dalam bidang yang diselidiki. b) Kelihatan kaku dan formal, karena pembicaranya telah ditentukan c) Adanya subyek yang menutup diri d) Memakan waktu yang lama e) Biaya yang digunakan besar. e. Cara mengatasi Kelemahan Metode Interview ) Merencanakan dengan baik pedoman interview 2) Interviewer tidak boleh bertindak sebagai penasehat 3) Interviewer tidak boleh menguasai pembicaraan 4) Pencatatan hasil interview tidak boleh kelihatan menyolok. f. Data yang dikumpulkan dengan interview adalah : ) Data ketidakminatan belajar ketrampilan sebelum menggunakan ATBM. 2) Data ketidakminatan belajar ketrampilan sebelum menggunakan ATBM. 3) Data minat belajar ketrampilan setiap siswa sebelum menggunakan ATBM. 4) Data minat belajar ketrampilan setiap siswa sesudah menggunakan ATBM. 3. Dokumentasi a. Pengertian Metode Dokumentasi Pengertian metode dokumentasi menurut Drs. Mardi Ahmad dan Drs. Haryanto (984: 3) ialah Suatu metode untuk menyelidiki gejala kejadian peristiwa yang telah lalu, masa sekarang dan untuk mengetahui rancangan dan kejadian yang akan datang. Menurut WJS. Poerwadarminto (27: 5) ialah Pemberian atau pengumpulan bukti-bukti dan keterangan-keterangan, film yang mempertunjukkan peristiwa-peristiwa pekerjaan, kegiatan-kegiatan di dalam masyarakat. Jadi penulis dapat mengambil kesimpulan dari dua pendapat di atas bahwa metode dokumentasi ialah cara pengumpulan data yang bersumber

24 24 pada catatan atau laporan tertulis dan peristiwa serta kegiatan yang ada pada masyarakat dan yang telah terjadi. b. Macam-macam Metode Dokumentasi ) Dokumentasi Primer 2) Domentasi Sekunder Di sini penulis menggunakan metode dokumentasi primer karena data langsung diberikan dari tangan pertama, jadi masih asli terjaga kebenarannya. Sedangkan yang dimaksud dengan : ) Dokumentasi Primer ialah memberikan data langsung dari tangan pertama dan merupakan sumber asli 2) Dokumentasi Sekunder ialah memberikan data dari sumber lain atau kutipan. c. Langkah-langkah Metode Dokumentasi ) Menyiapkan alat-alat yang diperlukan untuk mencatat data. 2) Melihat dokumen-dokumen yang akan dicatat. 3) Mencatat data yang sesuai dengan tujuan penyelidik. d. Kebaikan dan Kelemahan Metode Dokumentasi ) Kebaikannya : Dapat mengetahui secara global semua data yang ada. Dapat dijadikan sejarah dan kesan-kesan. 2) Kelemahannya - Sukar untuk dibedakan dokumen yang asli dan yang tidak asli. - Sukar untuk dipercaya. - Sering kurang lengkap dokumen yang ada e. Cara Mengatasi Kelemahan Metode Dokumentasi ) Yang dijadikan sumber dokumentasi harus betul-betul asli 2) Yang dijadikan dokumentasi harus lengkap dan sistematis susunannya. f. Data yang dikumpulkan dengan Dokumentasi adalah : ). Foto kegiatan siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan sebelum menggunakan ATBM.

25 25 2). Foto kegiatan siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan sesudah menggunakan ATBM. E. Validasi Data Teknik yang digukanan untuk memeriksa validitas data antara lain adalah triangulasi dan review informasi kunci. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data dengan memanfaatkan sarana di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau perbandingan data itu (Lexy J. Moleong, 995: 78). Teknik Triangulasi yang digunakan antara lain berupa triangulasi sumber data dan triangulasi metode pengumpulan data. Untuk mengetahui skala minat di samping literatur juga mempertimbangkan pengamatan dan saran observasi. F. Teknik Analisa Data. Analisis skore minat belajar merupakan diskriptif kualitatif digunakan untuk mendiskripsikan implementasi Pembelajaran Ketrampilan melalui Pembelajaran ATBM dan untuk menghitung minat belajar sampai nilai pencapaian sebesar 8,. 2. Analisa skore nilai belajar merupakan diskriptif kualitatif digunakan untuk mendiskripsikan implementasi Pembelajaran Ketrampilan melalui pembelajaran ATBM dan untuk menghitung nilai hasil ketrampilan sampai 8% baik. G. Indikator Kinerja Nilai minat belajar adalah nilai dari total nilai masing-masing indikator siswa dengan nilai masing-masing skor. Nilai minat belajar ketrampilan diperoleh dengan cara menghitung total skor pencapaian siswa. H. Prosedur Penelitian Siklus berlangsung tiga kali, tiap siklus kali tatap muka dan tiap tatap muka masing-masing (2 X 45) menit. Setiap siklus terdiri dari lima kegiatan

26 26 pokok, yaitu () Perencanaan, (2) Tindakan, (3) Observasi, (4) Evaluasi, (5) Refleksi (Depdiknas : 9).. Dalam perencanaan () membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) (2) membuat daftar peserta didik (3) mengabsen peserta didik yang datang (4) membuat instrumen penilaian minta belajar peserta dan (5) membuat daftar skor minat belajar peserta didik. 2. Dalam tindakan () Guru melaksanakan tindakan/kegiatan proses belajar dengan pokok bahasan (2) Guru memberikan penjelasan cara menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) (3) Guru memberikan contoh menjalankan ATBM (4) Guru membimbing menjalankan ATBM dan mengamati minat tiap-tiap siswa. 3. Dalam observasi () mengamati, minat belajar selama pelaksanaan tindakan dan membuat catatan-catatan penting (2) observer mengamati, membaca, serta membuat catatan dari kegiatan yang dilakukan peneliti dimulai dari perencanaan dan pelaksanaan tindakan (3) observer juga mengamati dan membuat catatan-catatan tentang minat dalam belajar ketrampilan. 4. Dalam evaluasi () Penilaian minat belajar, menghitung skor yang diperoleh melalui lembar pengamatan minat belajar, (2) mendiskripsikan hasil penilaian minat belajar ketrampilan. 5. Dalam refleksi, berdasarkan () skor minat belajar ketrampilan dan (2) masukan serta saran dari observer, digunakan untuk menyusun rencana maupun tindakan pada siklus berikutnya. Penerapan minat belajar ketrampilan melalui Pembelajaran ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin), secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut :

27 27 Pelajaran Ketrampilan Minat Sebelum Masalah Minat Sesudah Siklus Pertama Perencanaan Tindakan Observasi Evaluasi Refleksi Siklus Kedua Perencanaan Tindakan Observasi Evaluasi Refleksi Siklus Ketiga Perencanaan Tindakan Observasi Evaluasi Refleksi Peningkatan Minat Belajar Ketrampilan Gambar 3. Prosedur Penelitian

28 28 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian. Deskripsi Kondisi Awal Jumlah peserta didik kelas IX SMPLB Tuna Grahita sebanyak laki-laki, 4 siswa dan perempuan 6 siswa pada awal semester Tahun Pelajaran 29/ 2 minat terhadap pelajaran ketrampilan pada umumnya kurang kondisi semacam ini sangat baik bagi seorang guru yang berupaya menumbuhkan minat belajar ketrampilan, oleh sebab itu pembelajaran ketrampilan melalui Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) sangat tepat. 2. Deskripsi Siklus Pertama Siklus pertama dilaksanakan pada hari Rabu, 5 Juli 29. Berisi tentang cara menyambung benang dan persiapan alat bahan ATBM. a. Perencanaan Rencana tindakan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan minat belajar ketrampilan pada siswa kelas IX SMPLB Tuna Grahita Kota Pekalongan antara lain sebagai berikut :. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) 2. Merencanakan/membuat angket bagi siswa sebelum menggunakan ATBM. 3. Mempersiapkan lembar penilaian siswa. 4. Mempersiapkan lembar daftar minat belajar ketrampilan sebelum menggunakan ATBM. 5. Mempersiapkan tabel pengamatan minat belajar ketrampilan sebelum menggunakan ATBM. 6. Peneliti juga mempersiapkan sarana dokumentasi serta mengisi tabel pengamatan minat siswa untuk mencatat kegiatan selama proses pembelajaran. 27

29 29 b. Tindakan Tahap atau langkah-langkah yang dilaksanakan pada tahap pelaksanaan tindakan terperinci sebagai berikut :. Tahapan dalam mempersiapkan tindakan. Peneliti yang sekaligus sebagai guru menyiapkan RPP, instrumen, sumber belajar. Dan media belajar yang digunakan untuk mendukung efektifitas pelaksanaan tindakan. 2. Pelaksanaan tindakan Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan sesuai secara yang tersusun dalam RPP. Secara garis besar tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan tersusun dalam RPP antara lain : a). Tindakan awal Apersepsi : (). Peneliti/ guru membuka materi pembelajaran dengan : (a). Memperkenalkan bahan barang, alat-alat yang ada di ATBM. (b). Memberi contoh cara memasukkan benang pakan pada peluru. (2). Motivasi : Peneliti memberikan motivasi kepada siswa agar mempunyai minat belajar ketrampilan. b). Tindakan inti Guru memberi contoh cara menyambung benang yang benar. Peserta didik menirukan bersama-sama. (). Peserta didik mempraktekkan cara menyambung benang yang benar dihadapan guru. (2). Guru memberikan contoh cara memasukkan benang pakan pada peluru satu dan peluru dua. (3). Peserta didik memperhatikan dan menirukan satu persatu secara bergantian. c). Tindakan akhir Peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui keberhasilan dan kelemahan dari materi pembelajaran.

30 3 c. Pengamatan Ketika peneliti melaksanakan tindakan, anggota peneliti kolaborator melakukan pengamatan terhadap situasi yang terjadi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang perlu diamati dan dicatat oleh kolaborator dalam lembar observasi, diantaranya : ). Pengamat mengamati jalannya pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan RPP yang telah dibuat guru. 2). Minat belajar siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan sebelum menggunakan ATBM. 3). Kesesuaian antara rencana dengan implementasi tindakan 4). Mengamati dan menilai kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran. d. Refleksi Pada tahap ini, peneliti menganalisa data yang diperoleh berdasarkan lembar pengamatan dan lembar dalam mengikuti pelajaran ketrampilan. Unsur-unsur yang dianalisa, yaitu minat siswa dalam mengikuti keterangan guru dalam memperkenalkan bahan dan alat ATBM. Cara menyambung benang serta cara memasukkan benang pakan pada peluru. 3. Deskripsi Siklus Kedua Siklus II merupakan pembelajaran lanjutan dari materi dan mengulang pembelajaran pada siklus pertama yaitu menyambung benang, pengenalan bahan dan alat ATBM serta memasukkan benang pakan pada peluru satu dan dua. Sehingga dalam siklus II, peneliti memberikan tambahan materi yang diperlukan siswa agar mampu dan mempunyai minat belajar ketrampilan. Yang berisi cara menjalankan Alat Tenun Bukan Mesin. Siklus ke II dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 22 Juli 29. a. Perencanaan ). Melanjutkan kembali RPP yang sudah ada pada siklus pertama pada pertemuan kedua. 2). Merencanakan / membuat daftar hadir siswa setelah menggunakan ATBM.

31 3 3). Mempersiapkan lembar penilaian siswa. 4). Mempersiapkan lembar data minat belajar ketrampilan setelah menggunakan ATBM. 5). Mempersiapkan tabel pengamatan minat belajar ketrampilan setelah menggunakan ATBM. 6). Peneliti juga mempersiapkan sarana dokumentasi serta mengisi tabel pengamatan minat belajar siswa untuk mencatat kegiatan selama proses pembelajaran. b. Tindakan Tahap atau langkah-langkah yang dilaksanakan pada tahap pelaksanaan tindakan terperinci sebagai berikut : ). Tahap dalam mempersiapkan tindakan Peneliti yang sekaligus sebagai guru menyiapkan RPP, instrumen, sumber belajar dan media belajar yang digunakan untuk mendukung efektivitas pelaksanaan tindakan. 2). Pelaksanaan tindakan Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan sesuai rencana yang tersusun dalam RPP pertemuan kedua. Secara garis besar, tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang tersusun dalam RPP antara lain : a). Tindakan awal (). Apresiasi Peneliti / guru membuka materi pembelajaran dengan : Mengulang materi pelajaran pada pertemuan pertama yaitu cara menyambung benang, nama-nama alat yang ada di ATBM, cara memasukkan benang pakan pada peluru. (2). Motivasi : Peneliti memberikan motivasi agar siswa mempunyai minat dalam mengikuti pelajaran ketrampilan. b). Tindakan inti Guru memberi contoh cara menjalankan ATBM dengan benar, peserta didik memperhatikan.

32 32 (). Guru membimbing satu persatu pada peserta didik untuk menjalankan serta memberikan contoh cara-cara menjalankan ATBM yang benar. (2). Guru menyuruh peserta didik satu persatu untuk menenun serbet makan dengan benar. (3). Guru membetulkan peserta didik yang menjalankan ATBM yang masih salah. (4). Guru menyuruh peserta didik satu persatu untuk mempraktekkan menenun serbet makan dengan selalu diawasi dan dibimbing. (5). Peserta didik secara bergantian menenun dengan ATBM membuat serbet makan sampai lancar. c). Tindakan akhir Peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui keberhasilan dan kelemahan dari materi pembelajaran yang diberikan. c. Pengamatan Ketika peneliti melaksanakan tindakan, anggota peneliti kolaborator melakukan pengamatan terhadap situasi yang terjadi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang perlu diamati dan dicatat oleh kolaborator dalam lembar observasi, diantaranya : ). Pengamat mengamati jalannya pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan RPP pada pertemuan kedua. 2). Minat belajar siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan setelah menggunakan ATBM. 3). Kesesuaian antara rencana dengan implementasi tindakan 4). Mengamati dan menilai kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran. d. Refleksi Pada tahap ini, peneliti menganalisa data yang diperoleh berdasarkan lembar pengamatan dan lembar penilaian setelah menggunakan ATBM serta mengamati peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran dalam menjalankan ATBM. Juga peneliti mengamati minat peserta didik dalam

33 33 mengikuti pembelajaran ketrampilan setelah menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). 4. Deskripsi Siklus Ketiga Siklus III dilaksanakan pada tanggal 29 Juli 29. pada siklus ini merupakan pembelajaran lanjutan dari pertemuan satu dan pertemuan dua. Serta pengulangan materi pembelajaran pada siklus kedua yaitu cara menjalankan Alat Tenun Bukan Mesin. Pada siklus ketiga ini peserta didik diajak untuk meneliti hasil tenunan dan apabila ada benang yang putus maka anak disuruh untuk menyambung setelah itu anak diajari mengeluarkan hasil tenunan pada Bom sekaligus cara memotong serbet makan yang sudah jadi. Langkah terakhir pada pertemuan ini anak diajari menjahit tepi serbet makan yang sudah dipotong (mlipit : jw). Peneliti selalu menganalisa dan mencatat minat siswa, proses pembelajaran yang ada pada instrumen. a. Perencanaan ). Melanjutkan kembali RPP yang sudah ada pada pertemuan ketiga. 2). Mempersiapkan lembar penilaian siswa. 3). Mempersiapkan lembar data minat belajar ketrampilan setelah menggunakan ATBM. 4). Mempersiapkan sarana dokumentasi dan mengisi tabel pengamatan minat belajar siswa untuk mencatat selama proses pembelajaran. b. Tindakan Tahap atau langkah-langkah yang dilaksanakan pada tahap pelaksanaan tindakan terperinci sebagai berikut :. Tahap dalam mempersiapkan tindakan, Peneliti yang sekaligus sebagai guru menyiapkan RPP, instrumen, sumber belajar dan media belajar yang digunakan untuk mendukung efektivitas pelaksanaan tindakan. 2. Pelaksanaan tindakan Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan sesuai rencana yang tersusun dalam RPP pertemuan ketiga. Secara garis

34 34 besar, tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang tersusun dalam RPP antara lain : a. Tindakan awal ). Apresiasi Peneliti / guru membuka materi pembelajaran dengan : Mengulang materi pelajaran pada pertemuan kedua yaitu cara menjalankan ATBM dengan benar dan lancar. 2). Motivasi : Peneliti memberikan motivasi agar siswa mempunyai minat dalam mengikuti pelajaran ketrampilan dengan menggunakan ATBM. b. Tindakan inti Guru mengulangi dengan memberi contoh cara menjalankan ATBM dengan benar, peserta didik memperhatikan. ) Guru membimbing peserta didik satu persatu untuk menenun serbet makan. 2). Guru memberi contoh cara mengeluarkan hasil tenunan serbet makan yang telah hadi pada Bom. 3). Guru membimbing peserta didik memotong serbet makan yang sudah jadi satu persatu. 4). Guru menjelaskan setelah dipotong satu persatu untuk dijahit (diplipit : jw) dan diberi gantungan. c. Tindakan akhir Peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui keberhasilan dan kelemahan dari materi pelajaran yang diberikan. c. Pengamatan Ketika peneliti melaksanakan tindakan, anggota peneliti kolaborator melakukan pengamatan terhadap situasi yang terjadi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang perlu diamati dan dicatat oleh kolaborator dalam lembar observasi, diantaranya : ). Pengamat mengamati jalannya pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan RPP pada pertemuan ketiga.

Tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Subaverage),

Tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Subaverage), TUNA GRAHITA Tunagrahita Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (mental retardation). Tuna = Merugi. Grahita = Pikiran. Retardasi Mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) = terbelakang

Lebih terperinci

21 Februari Ibid 6 Peristilahan dan Batasan-Batasan Tunagrahita

21 Februari Ibid 6 Peristilahan dan Batasan-Batasan Tunagrahita 3 ANAK TUNAGRAHITA III.1 ANAK TUNAGRAHITA DAN PERKEMBANGANNYA Pengertian akan tumbuh kembang anak mencakup 2 hal kondisi yang berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Pertumbuhan berkaitan

Lebih terperinci

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA LAPORAN OBSERVASI STUDENT DIVERSITY ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA SLB TUNAS KASIH 1 LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah : PSIKOLOGI PENDIDIKAN Dosen : Dr. Hj. Rita

Lebih terperinci

BIMBINGA G N N P ADA S ISWA W DENGAN HAMBATA T N

BIMBINGA G N N P ADA S ISWA W DENGAN HAMBATA T N BIMBINGAN PADA SISWA DENGAN HAMBATAN KECERDASAN (TUNAGRAHITA) DEFINISI Tunagrahita merupakan kondisi yg kompleks, menunjukkan kemampuan intektual yang rendah dan mengalami hambatan dalam perilaku adaptif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Pelestarian budaya bukan hanya yang berhubungan dengan masa lalu, namun justru membangun masa depan yang menyinambungkan berbagai potensi masa lalu

Lebih terperinci

PERISTILAHAN DAN BATASAN TUNAGRAHITA PERISTLAHAHAN ; *TUNAGRAHITA MERUPAKAN KATA LAIN DARI RETARDASI MENTAL(MENTAL RETARDATION) *TUNA BERARTI MERUGI.

PERISTILAHAN DAN BATASAN TUNAGRAHITA PERISTLAHAHAN ; *TUNAGRAHITA MERUPAKAN KATA LAIN DARI RETARDASI MENTAL(MENTAL RETARDATION) *TUNA BERARTI MERUGI. PERISTILAHAN DAN BATASAN TUNAGRAHITA PERISTLAHAHAN ; *TUNAGRAHITA MERUPAKAN KATA LAIN DARI RETARDASI MENTAL(MENTAL RETARDATION) *TUNA BERARTI MERUGI. *GRAHITA BERARTI PIKIRAN. *RETARDASI MENTAL (MENTALRETARDATION/MENTALLY

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA METODE PEMBELAJARAN INDIVIDUAL, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, ANAK TUNA GRAHITA

BAB IV ANALISIS DATA METODE PEMBELAJARAN INDIVIDUAL, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, ANAK TUNA GRAHITA 84 BAB IV ANALISIS DATA METODE PEMBELAJARAN INDIVIDUAL, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, ANAK TUNA GRAHITA Berdasarkan pada data yang telah dipaparkan pada BAB III, maka pada bab ini akan dilakukan analisis data.

Lebih terperinci

MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA. anak yang biasa-biasa saja, bahkan ada anak yang cepat. Yang menjadi persoalan dalam

MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA. anak yang biasa-biasa saja, bahkan ada anak yang cepat. Yang menjadi persoalan dalam 1 MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA A. Pengertian Dilihat dari tingkat kecerdasannya, ada anak normal, ada anak di bawah normal, dan ada anak di atas normal. Sehingga dalam belajarnya pun ada anak yang lamban,

Lebih terperinci

TUNAGRAHITA. M. Umar Djani Martasuta

TUNAGRAHITA. M. Umar Djani Martasuta TUNAGRAHITA M. Umar Djani Martasuta PERISTILAHAN KETERBELAKANG MENTAL LEMAH MENTAL LEMAH INGATAN LEMAH OTAK CACAT OTAK CACAT GRAHITA RETARDASI MENTAL MENTALLY RETARDED MENTALLY HANDICAPPED MENTALLY DEVECTIVE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan mempunyai makna upaya-upaya dan pemberian layanan agar

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan mempunyai makna upaya-upaya dan pemberian layanan agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penanganan mempunyai makna upaya-upaya dan pemberian layanan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Pemberian layanan agar anak dapat tumbuh

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tunagrahita di SDLB Negeri. Batang maka dapat di simpulkan sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Pelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tunagrahita di SDLB Negeri. Batang maka dapat di simpulkan sebagai berikut : 104 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarka penelitian Metode Pembelajaran Individual Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tunagrahita di SDLB Negeri Batang maka dapat di simpulkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuna grahita Ringan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna grahita adalah kata lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan kemampuan anak didiknya. Aktivitas kegiatan seorang

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan kemampuan anak didiknya. Aktivitas kegiatan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam proses pembelajaran tersusun atas sejumlah komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Peranan guru dalam pembelajaran sangat penting untuk menentukan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN KHUSUS INDIVIDU & ANTISIPASI PENDIDIKAN

KEMAMPUAN KHUSUS INDIVIDU & ANTISIPASI PENDIDIKAN KEMAMPUAN KHUSUS INDIVIDU & ANTISIPASI PENDIDIKAN II. CACAT MENTAL Grahita pikir / memahami. Tuna Grahita ketidakmampuan dalam berpikir. MR / Mental Retardation. awalnya hanya mengacu pd aspek kognitif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rasa percaya diri dalam sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rasa percaya diri dalam sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan untuk menumbuhkan rasa percaya diri dalam sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGURANGAN BERSUSUN MELALUI MEDIA GELAS BILANGAN PADA SISWA TUNAGRAHITA. Sufiana

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGURANGAN BERSUSUN MELALUI MEDIA GELAS BILANGAN PADA SISWA TUNAGRAHITA. Sufiana Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI) Vol. 2, No. 2, April 17 ISSN 2477-22 (Media Cetak). 2477-3921 (Media Online) MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGURANGAN BERSUSUN MELALUI MEDIA GELAS BILANGAN PADA

Lebih terperinci

KLASIFIKASI. Sistem AAMR - Mild retardation (IQ s/d 70) - Moderate retardation (IQ s/d 50-55) - Severe retardation (IQ s/d 35-40)

KLASIFIKASI. Sistem AAMR - Mild retardation (IQ s/d 70) - Moderate retardation (IQ s/d 50-55) - Severe retardation (IQ s/d 35-40) MENTAL RETARDATION DEFINISI Mental retardation refers to significantly subaverage general intelectual functioning resulting in or associated with deficits in adaptive behavior, and manifested during the

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah yang umum dipakai dalam pendidikan luar biasa antara lain anak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah yang umum dipakai dalam pendidikan luar biasa antara lain anak BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Anak Tunagrahita Ringan 1. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan Anak tunagrahita ringan memiliki berbagai istilah tergantung dari sudut pandang para ahli memberikan

Lebih terperinci

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016 Keterampilan Vokasional Pembuatan Telur Asin Bagi Anak Tunagrahita Ringan SMALB di SLB C YPLB Kota Bandung Indri Riyani, Maman Abdurahman SR, Iding Tarsidi, Departemen Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

: Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa

: Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa Judul : Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa Nama Penulis : Widad Nabilah Yusuf (209000274) Pendahuluan Soemantri (2006) mengatakan tunagrahita memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak yang dilahirkan di dunia ini tidak selalu tumbuh dan berkembang secara normal. Ada diantara anak-anak tersebut yang mengalami hambatan, kelambatan,

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dirumuskan kesimpulan seperti di bawah ini. 1. Kondisi anak tunagrahita di SDLB-C PGRI Among Putra Ngunut,

BAB VI PENUTUP. dirumuskan kesimpulan seperti di bawah ini. 1. Kondisi anak tunagrahita di SDLB-C PGRI Among Putra Ngunut, BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan fokus penelitian yang penulis ajukan dalam bab I dan hasil penelitian lapangan yang penulis uraikan dalam bab IV, maka dapat dirumuskan kesimpulan seperti di bawah

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, dihadapkan pada banyak tantangan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya juga pendidikan. Semakin hari persaingan sumber

Lebih terperinci

Oleh: Eni Musrifah SLB Setya Darma Surakarta ABSTRAK

Oleh: Eni Musrifah SLB Setya Darma Surakarta ABSTRAK JRR Tahun 24, Nomor 2, Desember 2015, hal 113-120 PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR METEMATIKA MELALUI METODE PROBLEM SOLVING DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA HITUNG CAMPURAN BAGI SISWA TUNAGRAHITAKELAS IX DI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses pengalaman yang memberikan pengertian, pandangan (insight) dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan ia berkembang Crow

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus merupakan individu yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Perbedaannya hanya mereka membutuhkan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah hak semua anak, demikian pula dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sudah diatur dalam Undang-Undang No.20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar, hanya saja masalah tersebut ada yang ringan dan ada juga yang masalah pembelajarannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental (Maramis, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental (Maramis, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Retardasi mental adalah keadaan dengan intelegensi yang kurang (subnormal) sejak awal masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya juga terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. maupun secara kuantitatif. Dalam tinjauan pustaka ini peneliti akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. maupun secara kuantitatif. Dalam tinjauan pustaka ini peneliti akan 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Penelitian yang mengkaji mengenai anak berkebutuhan khusus, telah dibahas dalam penelitian yang lebih dulu, baik secara kualitataif maupun

Lebih terperinci

Karakteristik dan Pendidikan Anak Tunagrahita

Karakteristik dan Pendidikan Anak Tunagrahita Modul Karakteristik dan Pendidikan Anak Tunagrahita E.Rochyadi. D PENDAHULUAN alam modul-modul sebelumnya, Anda telah mempelajari tentang pengantar pendidikan luar biasa yang secara khusus membahas hakikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri... (UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan suatu aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk generasi selanjutnya hingga sampai saat ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk generasi selanjutnya hingga sampai saat ini. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kebudayaan. Kebudayaan dilestarikan dan di wariskan secara turun menurun dari nenek moyang terdahulu untuk generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak normal pada umumnya. Salah satunya

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBUATGARIS TEGAK, DATAR, MIRING, LENGKUNG DENGAN MENGGUNTING MELALUI

NASKAH PUBLIKASI UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBUATGARIS TEGAK, DATAR, MIRING, LENGKUNG DENGAN MENGGUNTING MELALUI NASKAH PUBLIKASI UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBUATGARIS TEGAK, DATAR, MIRING, LENGKUNG DENGAN MENGGUNTING MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA ANAK KELOMPOK B DI TK PERTIWI TUGU 2 CAWAS KLATEN TAHUN AJARAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Anak Tunagrahita a. Pengertian Anak Tunagrahita Istilah untuk anak tunagrahita dalam bahasa Indonesia bervariasi yaitu terbelakang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : Sumini NIM. X

SKRIPSI. Oleh : Sumini NIM. X PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS SARANA TRANSPORTASI MELALUI MEDIA HIASAN DINDING KREATIFITAS PADA ANAK TUNA GRAHITA RINGAN KELAS 2 SDLB NEGERI KOTA TEGAL SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2008 2009 SKRIPSI Oleh

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PQ4R DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DAPAT MENINGKATKAN KEMAMPUAN PROCEDURAL FLUENCY SISWA. NANANG PBU MAN Tlogo Blitar

PENERAPAN MODEL PQ4R DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DAPAT MENINGKATKAN KEMAMPUAN PROCEDURAL FLUENCY SISWA. NANANG PBU MAN Tlogo Blitar Jurnal PENERAPAN MODEL PQ4R DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DAPAT MENINGKATKAN KEMAMPUAN PROCEDURAL FLUENCY SISWA NANANG PBU MAN Tlogo Blitar Abstrak; Saat ini proses belajar mengajar pelajaran matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayu Dwi Sulistiyo, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayu Dwi Sulistiyo, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia mengalami suatu kemajuan sehingga berpengaruh pula kepada bidang pendidikan. Pendidikan ini diharapkan mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkembang secara normal. Orang tua pun akan merasa senang dan bahagia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkembang secara normal. Orang tua pun akan merasa senang dan bahagia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu sangat mendambakan dirinya terlahir dalam keadaan sempurna (jasmani dan rohani). Dengan kesempurnaannya tersebut, ia akan berkembang secara normal.

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Nur Hidayati, Sukarno, Lies Lestari PGSD, FKIP Universitas Sebelas Maret, Jl. Slamet Riyadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggarannya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MATERI PERCOBAAN UNTUK MENYELIDIKI HUBUNGAN ANTARA GAYA DAN GERAK MELALUI METODE DEMONSTRASI DI KELAS VI

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MATERI PERCOBAAN UNTUK MENYELIDIKI HUBUNGAN ANTARA GAYA DAN GERAK MELALUI METODE DEMONSTRASI DI KELAS VI Dinamika Vol. 3, No. 1, Juli 2012 ISSN 0854-2172 PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MATERI PERCOBAAN UNTUK MENYELIDIKI HUBUNGAN ANTARA GAYA DAN GERAK MELALUI METODE DEMONSTRASI DI KELAS VI Kusnadi SD Negeri

Lebih terperinci

PENERAPAN STRATEGI NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SD NEGERI 04 TAWANGMANGU TAHUN 2014/2015

PENERAPAN STRATEGI NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SD NEGERI 04 TAWANGMANGU TAHUN 2014/2015 PENERAPAN STRATEGI NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SD NEGERI 04 TAWANGMANGU TAHUN 2014/2015 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam dunia anak luar biasa istilah tunagrahita kategori ringan memiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam dunia anak luar biasa istilah tunagrahita kategori ringan memiliki 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Anak Tunagrahita Kategori Ringan 1. Pengertian tentang anak tunagrahita kategori ringan Dalam dunia anak luar biasa istilah tunagrahita kategori ringan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugrah yang Tuhan berikan untuk dijaga dan dirawat. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam masa tumbuh kembang. Memahami

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS. untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS. untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. 30 BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS A. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang mengikuti model Kurt Lewin karena lebih menitikberatkan dengan membuat angket

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus masih sangat minim, kebanyakan mereka menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN BINA DIRI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS II SEMESTER 2 DI SLB

PENINGKATAN KEMAMPUAN BINA DIRI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS II SEMESTER 2 DI SLB PENINGKATAN KEMAMPUAN BINA DIRI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS II SEMESTER 2 DI SLB Yulianti Wiwik Dwi Hastuti Saichudin Jurusan Pendidikan Luar Biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan amanah. Islam sebagai agama yang dianut penulis mengajarkan bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga negara. Bahkan,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA GELAS FAKEL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS IV MI MUHAMMADIYAH BASIN TAHUN 2012/2013

PENGGUNAAN MEDIA GELAS FAKEL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS IV MI MUHAMMADIYAH BASIN TAHUN 2012/2013 PENGGUNAAN MEDIA GELAS FAKEL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS IV MI MUHAMMADIYAH BASIN TAHUN 2012/2013 JURNAL PUBLIKASI Diajukan Oleh : NUR ROCHMAN AHMADI A54B090041

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Setiap keluarga khususnya orang tua menginginkan anak yang lahir dalam keadaan sehat, tidak mengalami kecacatan baik secara fisik maupun mental. Salah satu contoh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata yang terjadi pada saat masa perkembangan dan memiliki hambatan dalam penilaian adaptif. Secara

Lebih terperinci

VARIASI PENGATURAN TEMPAT DUDUK SISWA DALAM UPAYA MENINGKATKAN MINAT DAN MOTIVASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS IV DI SD NEGERI 1 SAWAHAN

VARIASI PENGATURAN TEMPAT DUDUK SISWA DALAM UPAYA MENINGKATKAN MINAT DAN MOTIVASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS IV DI SD NEGERI 1 SAWAHAN VARIASI PENGATURAN TEMPAT DUDUK SISWA DALAM UPAYA MENINGKATKAN MINAT DAN MOTIVASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS IV DI SD NEGERI 1 SAWAHAN TAHUN AJARAN 2014/2015 NASKAH PUBLIKASI Oleh: LUTHFI NUR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dariyo (2011), keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dariyo (2011), keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Dariyo (2011), keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari anggota keluarga inti seperti ayah, ibu, dan anak-anak. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu sejak lahir yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan. Perubahan yang cukup mencolok terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik agar ia. menjadi manusia yang berguna. Secara umum anak mempunyai hak dan

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik agar ia. menjadi manusia yang berguna. Secara umum anak mempunyai hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik agar ia menjadi manusia yang berguna. Secara umum anak mempunyai hak dan kesempatan untuk berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku belajar merupakan kebiasaan belajar yang dilakukan oleh individu secara berulang-ulang sehingga menjadi otomatis atau berlangsung secara spontan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN A. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian tindakan kelas yang berjudul Peningkatan Keterampilan Membaca Pemahaman Melalui Strategi Directed Reading Thinking

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 52 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 2 Panggang Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Anak Tunagrahita Ringan 1. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan Tunagrahita disebut juga intellectual disability atau retardasi mental, yang dapat diartikan lemah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Sukardi dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Sukardi dalam 37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Berdasarkan kajian dari permasalahan penelitian, penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Sukardi dalam buku Metodologi

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal disuatu tempat

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal disuatu tempat BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pola Asuh Keluarga 2.1.1 Definisi Pola Asuh Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan adanya Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional RI dan Peraturan Pemerintah RI No 19 tahun 2005, dapat ditetapkan dengan Permendiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan. Hak dalam pendidikan diatur sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 yang menyatakan bahwa Setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan pembangunan yang dicapai bangsa Indonesia khususnya pembangunan di bidang pendidikan akan mendorong tercapainya tujuan pembangunan nasional, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROTOTIPE MEDIA PEMBELAJARAN IPA BAGI SISWA TUNA GRAHITA DI SLB N PEMBINA YOGYA

PENGEMBANGAN PROTOTIPE MEDIA PEMBELAJARAN IPA BAGI SISWA TUNA GRAHITA DI SLB N PEMBINA YOGYA INFORMATIKA Vol.1, No.1 Februari 2014 PENGEMBANGAN PROTOTIPE MEDIA PEMBELAJARAN IPA BAGI SISWA TUNA GRAHITA DI SLB N PEMBINA YOGYA Yani Prihati 1, Harto Listijo 2 Fakultas Ilmu Komputer, Universitas AKI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMA N 2 Surakarta kelas X MIA 4 semester genap tahun pelajaran 2014/2015 yang beralamat di Jalan

Lebih terperinci

Oleh: ENDANG DWIASTUTI NIM X

Oleh: ENDANG DWIASTUTI NIM X PENGGUNAAN PENGAJARAN REMEDIAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PENAMBAHAN BILANGAN 1-10 PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG KELAS V DI SDLB NEGERI PURWOREJO TAHUN PELAJARAN 2008 / 2009 Oleh: ENDANG

Lebih terperinci

Pengembangan Jenis Tenun Polos dan Tenun Kepar ABSTRAK

Pengembangan Jenis Tenun Polos dan Tenun Kepar ABSTRAK Pengembangan Jenis Tenun Polos dan Tenun Kepar ABSTRAK Terbentuknya kain tenun, pada mulanya manusia purba menemukan cara membuat tambang, kemudian tali dan juga benang dari tumbuhantumbuhan merambat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan penelitian dan pengembangan serta akan diuraikan juga mengenai

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan penelitian dan pengembangan serta akan diuraikan juga mengenai BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, peneliti akan menguraikan tentang latar belakang masalah yang akan diteliti dan dikembangkan, tujuan penelitian dan pengembangan, spesifikasi produk yang diharapkan, pentingnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda perkembangan fisik, mental, atau sosial dari perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak sehat, baik fisik maupun mental adalah harapan bagi semua orang tua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikaruniai anak yang normal. Melihat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN.

BAB III METODE PENELITIAN. 2 BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Setting Penelitian Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian dilakukan di kelas V SD N 2 Kembaran Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo. Waktu

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM MELALUI METODE KARYAWISATA PADA ANAK TUNAGRAHITA

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM MELALUI METODE KARYAWISATA PADA ANAK TUNAGRAHITA UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM MELALUI METODE KARYAWISATA PADA ANAK TUNAGRAHITA Tawar SLB-C YPAALB Prambanan Klaten towardtaw@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode berasal dari kata Yunani methodos yang merupakan sambungan kata depan meta (secara harfiah berarti menuju, melalui, mengikuti sesudah) dan kata benda

Lebih terperinci

Sarwono Guru Program Studi Kria Kulit SMK Negeri Pacitan

Sarwono Guru Program Studi Kria Kulit SMK Negeri Pacitan EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN EXPLICIT INSTRUCTION DALAMMENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBUAT WAYANG SISWA KELAS XII PAKET KEAHLIAN DESAIN DAN PRODUKSI KRIA KULIT SMK NEGERI PACITAN Sarwono Guru Program Studi Kria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani kehidupan yang bahagia dalam membina suatu keluarga. Anak merupakan suatu anugerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat sekarang ini, akan membawa dampak kemajuan dibidang kehidupan baik dalam

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI KONSEP WARNA MELALUI METODE PROYEK. Sri Endah Cahyaningsih

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI KONSEP WARNA MELALUI METODE PROYEK. Sri Endah Cahyaningsih Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI) Vol. 1, No. 3, Juli 2016 ISSN 2477-2240 (Media Cetak) 2477-3921 (Media Online) TK Pertiwi Wonosari Siwalan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini memiliki tujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran di dalam kelas dengan menerapkan sebuah metode pembelajaran, yaitu Pairs Check, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik, mental, dan sosial. Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap anak tidak selalu sama satu dengan

Lebih terperinci

Diajukan Oleh : INDAH DWI IRIANDANY A

Diajukan Oleh : INDAH DWI IRIANDANY A PERILAKU BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA TUNAGRAHITA MAMPU DIDIK BAGASKARA SRAGEN TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Prasyarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta. didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta. didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang dimilikinya secara optimal. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki kewajiban pada warga negaranya untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada warga negara lainnya tanpa terkecuali termasuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar 5 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Dalam proses pembelajaran, berhasil tidaknya pencapaian tujuan banyak dipengaruhi oleh bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa. Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan adalah berarti, mengandung arti yang penting (Poewardarminta, 1976). Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian 3.1.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) yang merupakan salah satu model dalam penyusunan

Lebih terperinci

ARTIKEL JURNAL SKRIPSI

ARTIKEL JURNAL SKRIPSI PENGGUNAAN MEDIA BENDA KONKRET UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS DASAR III DI SLB INSAN MANDIRI DLINGO BANTUL ARTIKEL JURNAL SKRIPSI Diajukan kepada

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SKRIPSI. Oleh: Hanifah NIM

TUGAS AKHIR SKRIPSI. Oleh: Hanifah NIM PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN PAPAN FLANEL PADA MATA PELAJARAN MEMBUAT LENAN RUMAH TANGGA BAGI SISWA TUNAGRAHITA SMPLB DI SLB NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam setiap pelaksanaan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN. dalam setiap pelaksanaan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian pada dasarnya merupakan sebuah sumber penelitian dalam setiap pelaksanaan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emay Mastiani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emay Mastiani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran keterampilan di sekolah merupakan alat untuk mengembangkan potensi siswa sebagai bekal hidup agar pada saat mereka terjun di masyarakat dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Ditinjau dari segi metodologi, penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif, penelitian kualitatif adalah metode penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang normal saja, tetapi juga untuk anak yang berkebutuhan khusus. Oleh karena itu pemerintah

Lebih terperinci