Bab III Dasar Teori III.1 Batubara III.2 Pembentukan Gambut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab III Dasar Teori III.1 Batubara III.2 Pembentukan Gambut"

Transkripsi

1 Bab III Dasar Teori III.1 Batubara Batubara merupakan batuan sedimen organik yang terbentuk dari akumulasi hancuran tumbuhan yang terendapkan pada lingkungan tertentu, akumulasi endapan tersebut dipengaruhi oleh proses synsedimentary dan post-sedimentary sehingga menghasilkan batubara dengan berbagai peringkat/rank dalam proses pembentukan batubara. Terdapat dua tahapan penting dalam proses pembentukan batubara, tahap pertama adalah terbentuknya gambut oleh proses mikrobial dan perubahan kimia. Tahap kedua adalah terbentuknya batubara oleh proses yang terdiri dari perubahan kimia dan fisika (Larry Thomas, 2005). III.2 Pembentukan Gambut Tumbuhan yang tumbang atau mati di permukaan tanah pada umumnya akan mengalami proses pembusukan dan penghancuran sehingga setelah beberapa waktu kemudian tidak terlihat kembali bentuk asalnya. Pembusukan dan penghancuran tersebut pada dasarnya merupakan proses oksidasi yang disebabkan oleh adanya oksigen dan aktivitas bakteri atau jasad renik lainnya. Jika tumbuhan tumbang di suatu rawa yang dicirikan dengan kandungan oksigen yang sangat rendah sehingga tidak memungkinkan bakteri aerob (bakteri yang memerlukan oksigen) hidup, maka sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna sehingga tidak akan terjadi proses oksidasi yang sempurna. Pada kondisi tersebut hanya bakteri-bakteri anaerob saja yang berfungsi melakukan proses dekomposisi yang kemudian membentuk gambut (peat). Lingkungan yang ideal untuk pembentukan gambut misalnya delta sungai, danau dangkal atau daerah dalam kondisi tertutup udara. Meskipun oksigen tidak tersedia dalam jumlah yang cukup, komponen utama pembentuk kayu akan teroksidasi menjadi H 2 O, CH 4, CO dan O. Gambut umumnya berwarna kecoklatan sampai hitam yang bersifat porous dan masih memperlihatkan struktur tumbuhan asli, kandungan airnya lebih besar dari 22

2 75 % beratnya dan komposisi mineralnya kurang dari 50% jika dalam keadaan kering. III.3 Pembentukan Batubara Pembentukan batubara sangat dipengaruhi oleh meningkatnya temperatur dan lamanya proses pembentukannya. Perubahan temperatur dapat dikarenakan kontak langsung dengan intrusi batuan beku sehingga unsur-unsur seperti oksigen, volatile matter, air dan methane dalam batubara akan berkurang. Selain itu perubahan temperatur akan semakin meningkat dengan semakin dalamnya lapisan sedimen yang terbentuk di bawah permukaan bumi. Pada endapan gambut yang telah terbentuk dapat segera ditutupi oleh lapisan sedimen lainnya, sehingga tidak ada lagi bahan anaerob, atau oksigen yang dapat mengoksidasi, maka lapisan gambut akan mengalami tekanan dari lapisan sedimen di atasnya. Tekanan terhadap lapisan gambut akan meningkat dengan bertambah tebalnya lapisan sedimen. Tekanan yang bertambah besar akan mengakibatkan peningkatan suhu. Demikian juga terhadap kedalaman yang semakin meningkat akan menyebabkan temperatur pada lapisan batuan semakin tinggi. Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan tumbuhan, pengaruh tekanan batuan serta pengaruh kontrol geologi yang berlangsung, akan menyebabkan terbentuknya batubara dengan ciri khas yang berbeda-beda. 23

3 III.4 Bentuk Endapan Batubara 1. Parting Parting adalah lapisan batuan atau material yang terdapat di dalam lapisan batubara sehingga memisahkan batubara menjadi beberapa lapisan. 2. Split Coal Split Coal adalah lapisan batubara yang terpisah oleh parting lempung, serpih, atau sandstone dengan ketebalan tertentu sehingga mengakibatkan lapisan yang terpisah tidak dapat ditambang secara bersamaan (Thrush, P.W., and staff of Bereau of Mines, 1968). Gambar III.1 Split karena adanya lempung yang masuk ke dalam rekahan batubara (Robert Stefanko, Coal Mining Technology, Theory and Practice, hal 14, 1983) 24

4 3. Pinch dan Horseback Istilah pinch, squeeze atau swell digunakan ketika suatu bagian dari lapisan batubara menjadi mengecil atau menipis kemudian menebal kembali. Hal ini disebabkan oleh naiknya lantai (floor) atau turunnya atap (roof) dari lapisan batubara. Pinch dan horseback terbentuk sebagai akibat dari adanya tekanan yang mempengaruhi lapisan batubara oleh pergerakan kerak bumi selama masa pembentukan atau oleh perubahan lapisan yang berbatasan langsung dengan lapisan batubara. Gambar III.2 Bentuk endapan batubara pinch dan horseback (Robert Stefanko, Coal Miningtechnology, Theory and Practice, hal 13, 1983) 25

5 4. Lipatan Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan di lingkungan pada unsur garis atau bidang di dalam bahan tersebut (Robert Stefanko, 1983). Pada umumnya unsur yang terlibat di dalam lipatan adalah struktur bidang, misalnya bidang perlapisan atau foliasi. Lipatan merupakan gejala penting yang mencerminkan sifat dari deformasi batuan. Gambar III.3 Lipatan pada laipsan batubara, (Robert Stefanko, Coal Mining technology,theory and Practice, hal 15, 1983) 5. Sesar Sesar adalah rekahan atau patahan pada kerak bumi atau batuan dengan satu bagian bergerak relative terhadap bagian yang lain (Robert Stefanko, 1983). Pergerakan pergerakan in bisa secara vertikal, horizontal, atau perputaran. Gambar III.4 Sesar Normal (Robert Stefanko, Coal Mining technology, Theory and Practice, hal 16, 1983) 26

6 6. Washed Out Washed Out adalah adanya cut out lapisan batubara. Cut out sendiri didefinisikan sebagai batu lempung, batuserpih atau batu lempung yang mengisi bagian tererosi dalam lapisan batubara (Dictionary of Geological Term, 3 rd edition). Menurut Robert Stefanko, 1983, washed out adalah hilangnya sebagian atau seluruh lapisan batubara yang kemudian tergantikan oleh endapan sediment lain akibat adanya erosi dan pengendapan. Hilangnya lapisan batubara tersebut bisa disebabkan oleh pengikisan sungai purba maupun sungai recent, ataupun gletser. Gambar III.5 Washout karena erosi oleh sungai (Robert Stefanko, Coal Mining technology, Theory and Practice, hal 16, 1983) 7. Intrusi Batuan Beku Konstribusi utama dari intrusi batuan beku pada struktur lapisan batubara adalah pemanasan dan efek devolatilisasi (penguapan materi volatile) yang terjadi ketika magma panas membentuk suatu sill atau lacolith di dekat lapisan batubara, atau ketika korok (dike) menembus formasi batubara. Lacolith dan sill memiliki daerah pengaruh pemanasan yang lebih besar terhadap formasi batuan di sekitarnya dibanding korok. Kualitas batubara atau kandungan karbon akan meningkat dengan semakin dekatnya jarak lapisan batubara terhadap sumber panas. Terjadinya gradasi dalam rank ini adalah disebabkan oleh perbedaan tingkat devolatilisasi yang dipengaruhi oleh panas. 27

7 Gambar III.6 Intrusi Batuan Beku pada lapisan batubara (Robert Stefanko, Coal Mining technology,theory and Practice, hal 17, 1983) III.5 Klasifikasi Sumberdaya Batubara Perhitungan sumberdaya batubara dapat mengacu pada dua klasifikasi yaitu sumberdaya batubara yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat yaitu Coal Resources Classification System of The United State Geological Survey Circular No. 891 tahun 1983 serta Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara oleh Badan Standarisasi Nasional Indonesia 1997 pada Amandemen 1- SNI tahun III.5.1 Klasifikasi Sumberdaya Batubara USGS No. 891 tahun 1983 Klasifikasi sumberdaya batubara ini dibuat oleh badan organisasi milik pemerintah Amerika Serikat yaitu USGS (United Stated Geological Survey) disusun oleh Gordon H. Wood tahun Merupakan klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara sebagai revisi / perbaikan pada USGS Circular 831. Klasifikasi tersebut disusun mengacu pada dua aspek yaitu aspek tingkat keyakinan geologi (geological assurance) dan aspek tingkat kelayakan ekonomi (economic feasibility). Tingkat keyakinan geologi mempunyai keterkaitan terhadap jarak dari titik pengamatan/informasi yang telah diukur atau diambil conto batuan, ketebalan batubara dan lapisan tanah penutup, pengetahuan tentang rank, kualitas, genesa endapan batubara, perluasan area, korelasi antar lapisan batubara, stratigrafi, dan struktur geologi yang berkembang. 28

8 Tingkat kelayakan ekonomi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor fisik maupun kimia berupa ketebalan, kualitas, rank, namun juga sangat dipengaruhi oleh variabel faktor ekonomi seperti halnya harga batubara, biaya peralatan tambang, pekerja, pengolahan, transportasi, pajak, bunga bank, permintaan dan kebutuhan, hukum lingkungan dan aturan-aturan hukum suatu negara. Klasifikasi USGS Circular 891 membahas tentang sumberdaya dan cadangan batubara yang menjelaskan tentang : 1. Jarak standar terhadap titik pengamatan singkapan batubara sehingga menghasilkan sumberdaya terukur (measured), tereka (indicated), terunjuk (inferred), dan hipotetik (hypotetical). 2. Cadangan batubara tertambang (similar to coal currently being mined). 3. Sumberdaya potensial saat ini yang bersifat ekonomis (reserves and inferred reserves) 4. Sumberdaya potensial yang menguntungkan berkaitan dengan perubahan ekonomi (marginal reserves and inferred marginal reserves) 5. Sub-ekonomis, dikarenakan menipisnya lapisan batubara, terlalu dalam, ketidakmenerusan lapisan batubara. Klasifikasi tersebut mempunyai dua hal keterbatasan yaitu : 1. Para geologist maupun pengguna lainnya dalam menentukan sumberdaya batubara tidak kompeten / mahir dalam permasalahan ekonomi tambang, transportasi, pengolahan, dan pemasaran. 2. Kondisi ekonomi yang berubah sepanjang waktu, sehingga menyebabkan nilai ekonomis batubara relatif mengambang, sebagai contoh batubara sub-ekonomis dapat berubah nilainya menjadi ekonomis secara tiba-tiba sebaliknya cadangan ekonomis dapat berubah menjadi rendah nilai ekonomisnya. 29

9 III.5.2 Klasifikasi Sumberdaya Batubara Amandemen 1- SNI Klasifikasi sumberdaya ini dibuat oleh Badan Standarisasi Nasional Indonesia 1997 dengan amandemen 1 tahun Latar belakang dibuatnya klasifikasi ini dikarenakan dalam penggolongan sumberdaya dan cadangan batubara di Indonesia masih beragam sehingga perlu dibuat suatu standar yang dapat digunakan sebagai pedoman pada pengklasifikasian sumberdaya dan cadangan batubara di Indonesia. Klasifikasi ini diharapkan untuk menghindari kerancuan dalam menafsirkan berbagai istilah dan pengertian yang berkenaan dengan sumberdaya dan cadangan batubara di Indonesia. Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara SNI 1997 didasarkan pada dua aspek yaitu : 1. Aspek Geologi Tingkat keyakinan geologi secara kuantitatif dicerminkan oleh jarak titik informasi yaitu berupa singkapan, maupun data lubang pemboran dan kondisi geologi. 2. Aspek Ekonomi Ketebalan minimal lapisan batubara yang dapat ditambang dan ketebalan maksimal lapisan pengotor yang tidak dapat dipisahkan pada saat ditambang menyebabkan kualitas batubara menurun, sehingga dapat mempengaruhi aspek ekonomi. Sistem klasifikasi SNI tahun 1997 membahas tentang sumberdaya dan cadangan batubara yang menjelaskan tentang : Istilah dan Pengertian Sumberdaya Batubara Sumberdaya batubara hipotetik (hypothetical coal resource) Jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap survei tinjau. 30

10 Sumberdaya batubara tereka (inferred coal resource) Jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap prospeksi. Sumberdaya batubara terindikasi/terunjuk (indicated coal resource) Jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan. Sumberdaya batubara terukur (measured coal resource) Jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci. Istilah dan Pengertian Cadangan Batubara Cadangan batubara terkira (probable coal reserve) Sumberdaya batubara terindikasi dan sebagian sumberdaya batubara terukur, tetapi berdasarkan kajian kelayakan semua faktor yang terkait telah terpenuhi sehingga penambangan dapat dilakukan secara layak. Cadangan batubara terbukti (proved coal reserve) Sumberdaya batubara terukur yang berdasarkan kajian kelayakan semua faktor yang terkait telah terpenuhi sehingga penambangan dapat dilakukan secara layak. 31

11 Tipe Endapan Batubara dan Kondisi Geologi 1. Kondisi Geologi Sederhana Endapan batubara umumnya tidak dipengaruhi oleh aktivitas tektonik seperti sesar, lipatan, dan intrusi. Lapisan batubara umumnya landai, menerus secara lateral sampai ribuan meter, dan hampir tidak memiliki percabangan. Ketebalan lapisan batubara secara lateral dan kualitasnya tidak menunjukkan variasi yang berarti. Contoh batubara di Bangko (Sumsel), Senakin (Kalsel), dan Cerenti (Riau) 2. Kondisi Geologi Moderat Endapan batubara sampai tingkat tertentu telah mengalami pengaruh deformasi tektonik. Pada beberapa tempat, intrusi batuan beku mempengaruhi struktur lapisan dan kualitas batubaranya. Dicirikan pula oleh kemiringan lapisan dan variasi ketebalan lateral yang sedang. Sebaran percabangan batubara masih dapat diikuti sampai dengan jarak ratusan meter. Contoh batubara di Senakin, Formasi Tanjung (Kalsel), Loa Janan-Loa Kulu, Petanggis (Kaltim), Suban - Air Laya (Sumsel), Gunung Batu Besar (Kalsel). 3. Kondisi Geologi Kompleks Umumnya telah mengalami deformasi tektonik yang intensif. Pergeseran dan perlipatan akibat aktivitas tektonik menjadikan lapisan batubara sulit dikorelasikan. Perlipatan yang kuat juga mengakibatkan kemiringan lapisan yang terjal. Sebaran lapisan batubara secara lateral terbatas dan hanya dapat diikuti sampai dengan jarak puluhan meter. 32

12 Contoh batubara di Belahing dan Upau (Kalsel), Sawahluhung (Sumbar), Air Kotok (Bengkulu), Bojongmanik (Jabar), serta daerah batubara yang mengalami ubahan intrusi batuan beku di Bunian Utara (Sumsel). Tabel III.1 Istilah sumberdaya batubara serta jarak titik informasi berupa lubang bor ataupun singkapan batuan menurut kondisi geologi Tabel III.2 Klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara SNI 1998 beserta dua aspek yang mempengaruhi. Tahapan Eksplorasi Status Kajian Survei Tinjau (Reconnaissance) Prospeksi (Prospecting) Eksplorasi Pendahuluan (Preliminary Exploration) Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration) Tingkat Keyakinan Ekonomi Belum Layak Layak Sumberdaya Hipotetik (Hypotetical Resources) Sumberdaya Tereka (Inferred Resources) Sumberdaya Terindikasi (Indicated Resources) Sumberdaya Terukur (Measured Resources) Cadangan Terkira (Probable Reserves) Cadangan Terbukti (Proven Reserves) Tingkat Keyakinan Geologi 33

13 III.6 Konsep Dasar Metode Elemen Hingga Konsep dasar dalam metode elemen hingga adalah prinsip diskritisasi yaitu membagi benda menjadi benda-benda yang berukuran lebih kecil supaya mempermudah dalam pengelolaannya (C.S. Desai dialihbahasakan oleh Sri Jatno Wirjosoedirjo, 1988). Beberapa contoh usaha manusia dalam melakukan diskritisasi misalkan pada perhitungan luas suatu lingkaran dengan menggambarkan segi banyak secara bertahap dan menaikan atau menurunkan ukuran di sebelah dalam atau di luar lingkaran, demikian juga halnya pada pengukuran luas suatu bidang tanah, maka bidang tersebut dibagi menjadi bidangbidang yang lebih kecil, dan setiap bidang yang lebih kecil tersebut diukur secara terpisah. Penggabungan dari hasil-hasil pengukuran individual akan memberikan suatu hasil pengukuran yang berupa pendekatan dari seluruh bidang tanah tersebut. Gambar III.7 Evaluasi nilai pendekatan luas suatu lingkaran dengan menggambar segi banyak (poligon) di dalam lingkaran sehingga akan mendekati luas lingkaran sebenarnya. Proses berurutan yang bergerak menuju jawaban yang eksak atau benar dikenal sebagai konvergensi. 34

14 Metode ini akan mengadakan pendekatan terhadap harga-harga yang tidak diketahui (u) pada setiap titik-titik secara diskrit. Dimulai dengan pemodelan dari suatu benda dengan membagi-bagi dalam bagian yang kecil yang secara keseluruhan masih mempunyai sifat yang sama dengan benda yang utuh sebelum terbagi dalam bagian yang kecil. Diskritisasi domain solusi menjadi elemenelemen tidaklah harus teratur, ukuran dan jenis elemen dapat berbeda. Pemilihan elemen yang digunakan tergantung dari karakteristik sistem massanya, misal untuk sistem berbentuk batang maka elemen yang dipakai adalah elemen garis. Untuk massa berbentuk endapan seperti halnya lapisan atas batubara (roof) merupakan suatu luasan elemen yang kontinyu sehingga dapat dipilih elemen berbentuk luasan yaitu elemen segitiga. Distribusi titik-titik u (x,y) pada permukaan bidang batubara Y U e (x,y) Node/ titik simpul (B) (A) X Gambar III.8 Distribusi nilai u pada titik-titik kordinat yang tidak diketahui nilainya. (A) Diskritisasi pada bidang permukaan batubara. (B) Distribusi nilai U e pada suatu elemen e 35

15 Diskritisasi dapat juga diterapkan pada estimasi endapan batubara, di mana sumberdaya batubara ditaksir secara kuantitatif mempunyai besar yang proposional terhadap dua besaran yaitu volume dan state variable dalam volume tersebut. State variable di sini dapat berupa distribusi titik-titik kordinat, parameter kualitas, dan tebal lapisan. Untuk perhitungan luas dan volume maka lapisan batubara akan didiskritisasi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang disebut finite element. III.6.1 Langkah-langkah dalam Metode Elemen Hingga a. Langkah 1. Diskritisasi dan Pemilihan Elemen Diskritisasi adalah pembagian suatu sistem menjadi elemen-elemen. Sistem yang dimaksud adalah endapan batubara. Diskritisasi ini akan menghasilkan suatu harga pendekatan terhadap keadaan endapan batubara sesunguhnya. Jadi bukan merupakan suatu solusi eksak. Sistem tersebut dibagi menjadi sejumlah elemen yang disebut finite element. Titik potong sisi-sisi elemen disebut titik nodal (node) dan pertemuan antara elemen-elemen disebut garis nodal. Kadang perlu menambahkan titik nodal tambahan sepanjang garis nodal atau bidang nodal. Besarnya jumlah titik nodal tambahan tersebut sangat bergantung pada jenis elemen yang digunakan di mana jenis elemen tersebut dipengaruhi oleh oleh karakteristik massanya. Proses diskritisasi di dalamnya mencakup mencakup prinsip-prinsip pembagian, kesinambungan, konvergensi, dan kesalahan/penyimpangan. Pembagian dapat diterapkan untuk semua hal, di mana segala sesuatu dapat dibagi-bagi menjadi satuan yang lebih kecil. Kesinambungan menjelaskan bahwa suatu massa yang berkesinambungan terbagi atas elemen-elemen, contohnya adalah antara dua titik pada suatu garis terdapat titik-titik yang lainnnya. Prinsip konvergensi dapat dijelaskan secara sederhana di dalam pengukuran luas suatu lingkaran dengan menggunakan poligon-poligon ataupun segi 36

16 banyak. Semakin banyak sisi poligon yang digunakan, maka semakin teliti pendekatan pada luas yang dicari, dengan kata lain bahwa solusi pendekatan tersebut konvergen mendekati harga sebenarnya. Proses diskritisasi hanyalah merupakan suatu pendekatan, sehingga apa yang diperoleh bukanlah suatu solusi eksak. Harga penyimpangan yang diperoleh disebut sebagai kesalahan atau residu, kesalahan ini akan semakin kecil bila elemen yang digunakan semakin banyak. b. Langkah 2. Menentukan Fungsi Pendekatan dan Turunannya Pada langkah ini akan akan dicari pola atau bentuk distribusi dari besaran yang dicari. Besaran tersebut dapat berupa ketebalan, kadar, kualitas, maupun berupa titik-titik kordinat. Titik-titik nodal (node) dari tiap elemen merupakan titik-titik yang dipilih sebagai fungsi matematis untuk menggambarkan bentuk distribusi dari besaran yang dicari pada suatu elemen. Penelitian ini menggunakan elemen segitiga untuk bidang dua dimensi, di mana merupakan suatu pendekatan linier terhadap besaran yang tidak diketahui (u). Fungsi polinomial pada elemen segitiga dapat dipergunakan sebagai fungsi pendekatan karena cukup sederhana dan mudah untuk perumusan elemen hingga. u (x,y) = α 1 + α 2 x + α 3 y (1) untuk elemen segitiga dengan tiga titik, maka nilai u dapat diperoleh dengan persamaan linier sebagai berikut : u 1 = α 1 + α 2 x 1 + α 3 y 1 u 2 = α 1 + α 2 x 2 + α 3 y 2 u 3 = α 1 + α 2 x 3 + α 3 y 3 37

17 Persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk matrik : u 1 1 x 1 x 2 α 1 u 2 = 1 x 2 y 2 α 2 atau {q 1 } = [ A 1 ] { α } u 3 1 x 3 y 3 α 3 Kemudian persamaan di atas dapat diturunkan menjadi {α} = [ A 1 ] -1 {q 1 } (2) di mana [A 1 ] -1 adalah invers matrik dari A 1 1 x 1 x 2 [A 1 ] -1 = 1 x 2 y 2 adjoint dari [A 1 ] dibagi dengan determinan dari [A 1 ] 1 x 3 y 3 1 a 1 a 1 a 1 = b 1 b 2 b 2 c 1 b 3 b 3 Tinjau kembali pada persamaan (1) u (x,y) = α 1 + α 2 x + α 3 y, dapat pula ditulis α 1 u = [1 x y ] α 1 atau u = [1 x y ] {α },substitusikan α ke persamaan (2) α 1 u = [1 x y ] [A 1 ] -1 { q 1 } 1 a 1 a 1 a 1 u 1 u = [1 x y ] b 1 b 2 b 2 u 2 c 1 b 3 b 3 u 3 38

18 u = 1/ [ a 1 + b 1 x + c 1 y a 2 + b 2 x + c 2 y a 3 + b 3 x + c 3 y ] u 2 u = [ N 1 N 2 N 3 ] u 2 u 1 u 3 u 1 u 3 di mana : N 1 = 1/ (a 1 + b 1 x + c 1 y) N 2 = 1/ (a 2 + b 2 x + c 2 y) N 3 = 1/ (a 3 + b 3 x + c 3 y) = determinan dari matrik A 1 a i = x 2 y 3 x 3 y 2, b i = y 2 y 3, c 1 = x 3 x 2, a 2 = x 3 y 1 x 1 y 3, b 2 = y 3 y 1, c 2 = x 2 x 3 a 3 = x 1 y 2 x 2 y 1, b 3 = y 1 y 2, c 3 = x 2 x 1, Bila u dianggap sebagai besaran yang dicari (tidak diketahui), maka fungsi interpolasinya dapat dinyatakan sebagai berikut : u = N 1 u 1 + N 2 u N m u n = [ N ]{q} di mana, u 1, u 2,..., u n = besaran yang dicari pada titik-titik nodal N 1, N 2,..., N m = fungsi interpolasi [ N ] = matriks fungsi interpolas Setelah semua langkah tersebut dilakukan, maka dapat diketahui nilai-nilai dari besaran u yang tidak diketahui di semua simpul yaitu u 1,u 2,u 3,...u m. 39

19 c. Menurunkan Persamaan Elemen Untuk menurunkan persamaan elemen digunakan metode residu berbobot (method of weighted residual). Metode ini didasarkan pada minimalisasi residu (sisa) yang tertinggal setelah suatu pendekatan disubstitusikan ke dalam persamaan-persamaan diferensial yang telah ditentukan. III.7 Penentuan Luas Segitiga Penelitian ini menggunakan elemen berbentuk segitiga dengan fungsi basis orde satu, sehingga estimasi yang dilakukan dengan elemen segitiga adalah estimasi linier. Fungsi basis elemen segitiga disimbolkan dengan A. Misalkan titik-titik kordinat pada elemen segitiga diberi nama dengan P 1,P 2,P 3, masing-masing koordinat (x 1, y 1 ) (x 2,y 2 ) dan (x 3,y 3 ). Fungsi-fungsi basis dalam hubungannya dengan ketiga node tersebut didefinisikan sebagai fungsi basis linier yang mempunyai ekspresi sebagai berikut : Y P 3 (x 3,y 3 ) P 2 (x 2,y 2 ) P 1 (x 1,y 1 ) M 1 M 2 M 3 X Gambar III.9 Penentuan luas elemen segitiga dengan fungsi basis orde satu. 40

20 Luas segitiga pada gambar II.14 dapat dinyatakan dalam titik-titik kordinat sebagai berikut : A = ½ (x 1 y 2 + x 2 y 3 + x 3 y 1 x 3 y 2 x 2 y 1 x 1 y 3 ) Penentuan luas (A) elemen segitiga tersebut dapat dibuktikan dengan cara sederhana yaitu sebagai berikut : Luas Segitiga = Luas trapesium M 3 P 3 P 1 M 1 + Luas Trapesium M 2 P 2 P 3 M 3 Luas Trapesium M 2 P 2 P 1 M 1 = ½ (x 3 x 1 ) (y 1 +y 3 ) + ½ (x 2 - x 3 ) (y 2 + y 3 ) ½ (x 2 x 1 ) (y 1 + y 2 ) = ½ (x 1 y 2 + x 2 y 3 + x 3 y 1 x 3 y 2 - x 2 y 2 - x 1 y 3 ) Luas segitiga tersebut dapat ditulis dalam bentuk determinan sebagai berikut : x 1 y 1 1 Luas Segitiga (A) = ½ x 2 y 2 1 x 3 y

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi Sumberdaya Dan Cadangan Batubara Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah menetapkan pembakuan mengenai Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan SNI No. 13-6011-1999.

Lebih terperinci

PERHITUNGAN SUMBERDAYA BATUBARA BERDASARKAN USGS CIRCULAR No.891 TAHUN 1983 PADA CV. AMINDO PRATAMA. Oleh : Sundoyo 1 ABSTRAK

PERHITUNGAN SUMBERDAYA BATUBARA BERDASARKAN USGS CIRCULAR No.891 TAHUN 1983 PADA CV. AMINDO PRATAMA. Oleh : Sundoyo 1 ABSTRAK PERHITUNGAN SUMBERDAYA BATUBARA BERDASARKAN USGS CIRCULAR No.891 TAHUN 1983 PADA CV. AMINDO PRATAMA Oleh : Sundoyo 1 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di CV. Amindo Pratama Untuk mengetahui peyebaran, tebal

Lebih terperinci

3.1 KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA

3.1 KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA BAB III DASAR TEORI 3.1 KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA Klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara berdasarkan BSN, 1999 : Sumberdaya batubara hipotetik (hypothetical coal resource): jumlah

Lebih terperinci

Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara

Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara STANDAR NASIONAL INDONESIA AMANDEMEN 1 - SNI 13-5014-1998 ICS 73.020 Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara BADAN STANDARDISASI NASIONAL-BSN LATAR BELAKANG Batu bara merupakan bahan galian yang strategis

Lebih terperinci

JGP (Jurnal Geologi Pertambangan) 50

JGP (Jurnal Geologi Pertambangan) 50 JGP (Jurnal Geologi Pertambangan) 50 PERHITUNGAN SUMBERDAYA BATUBARA TEREKA CV. KOPERASI PEGAWAI NEGERI BUMI LESTARI KECAMATAN SEBULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : Tri Budi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Endapan Batubara Penyebaran endapan batubara ditinjau dari sudut geologi sangat erat hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur Tersier yang terdapat secara luas

Lebih terperinci

Klasifikasi sumber daya dan cadangan batu bara

Klasifikasi sumber daya dan cadangan batu bara Standar Nasional Indonesia Klasifikasi sumber daya dan cadangan batu bara ICS 73.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Latar Belakang... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Definisi...

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR.1 Studi Literatur tentang Beberapa Metode Perhitungan Sumberdaya atau Cadangan Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengembangkan metode perhitungan sumberdaya atau cadangan.

Lebih terperinci

Bab V Pembahasan V.1 Data Eksplorasi Batubara V.2 Pemetaan Topografi

Bab V Pembahasan V.1 Data Eksplorasi Batubara V.2 Pemetaan Topografi Bab V Pembahasan V.1 Data Eksplorasi Batubara Kegiatan eksplorasi batubara dilakukan di Daerah Pondok Labu Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur. Data yang dihasilkan dari kegiatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhitungan cadangan merupakan sebuah langkah kuantifikasi terhadap suatu sumberdaya alam. Perhitungan dilakukan dengan berbagai prosedur/metode yang didasarkan pada

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Genesa Batubara Dua tahap penting yang dapat di bedakan untuk mempelajari genesa batubara adalah gambut dan batubara. Dua tahap ini merupakan hasil dari suatu proses yang berurutan

Lebih terperinci

Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan

Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan STANDAR NASIONAL INDONESIA AMANDEMEN 1 - SNI 13-4726-1998 ICS 73.020 Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan BADAN STANDARDISASI NASIONAL-BSN Latar Belakang Endapan mineral (bahan tambang ) merupakan

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami

Lebih terperinci

MAKALAH MANAJEMEN TAMBANG KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN MINERAL

MAKALAH MANAJEMEN TAMBANG KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN MINERAL MAKALAH MANAJEMEN TAMBANG KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN MINERAL Oleh: KELOMPOK IV 1. Edi Setiawan (1102405/2011) 2. Butet Sesmita (1102414/2011) 3. Irpan Johari (1102419/2011) 4. Reynold Montana

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Perhitungan sumberdaya batubara dapat menggunakan metode poligon, atau penampang melintang (cross section). Metode tersebut tidak menyatakan elemen geometri endapan

Lebih terperinci

Tugas 1. Metoda Perhitungan Cadangan (TA3113)

Tugas 1. Metoda Perhitungan Cadangan (TA3113) Tugas 1 Metoda Perhitungan Cadangan (TA3113) Komparasi antara Klasifikasi SNI dan JORC Kelompok 11 : Dean Andreas Simorangkir (12109003) Ahmad Nazaruddin (12109037) Rahma Fitrian (12109059) Yolanda Efelin

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI Hasil pengolahan data yang didapat akan dibahas dan dianalisis pada bab ini. Analisis dilakukan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan secara geometri yang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat-hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses kimia dan fisika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tugas Akhir adalah mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan tingkat sarjana (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Estimasi Sumber Daya Bijih Besi Eksplorasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mencari sumberdaya bahan galian atau endapan mineral berharga dengan meliputi

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara 1. Bagaimana terbentuknya? Gas metana batubara terbentuk selama proses coalification, yaitu proses perubahan material tumbuhan menjadi batubara. Bahan organik menumpuk di rawa-rawa sebagai tumbuhan mati

Lebih terperinci

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 ISBN Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 ISBN Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA DARI DATA BOR MENGGUNAKAN METODE AREA OF INFLUANCE DAERAH KONSENSI PT. SSDK, DESA BUKIT MULIAH, KINTAP, TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN Gangsar

Lebih terperinci

Bab III Gas Metana Batubara

Bab III Gas Metana Batubara BAB III GAS METANA BATUBARA 3.1. Gas Metana Batubara Gas metana batubara adalah gas metana (CH 4 ) yang terbentuk secara alami pada lapisan batubara sebagai hasil dari proses kimia dan fisika yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem penambangan adalah suatu cara atau teknik yang dilakukan untuk membebaskan atau mengambil endapan bahan galian yang mempunyai arti ekonomis dari batuan induknya

Lebih terperinci

KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA DAN MINERAL MENURUT SNI

KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA DAN MINERAL MENURUT SNI KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA DAN MINERAL MENURUT SNI Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara Klasifikasi sumberdaya mineral dan batubara merupakan standar pelaporan hasil eksplorasi

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi alternative disamping minyak dan gas bumi. Dipilihnya batubara sebagai sumber energi karena batubara relatif lebih murah

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA 36 BAB IV ENDAPAN BATUBARA IV.1 Pembahasan Umum Batubara Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas

BAB I PENDAHULUAN. Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas diketahui berapa besar cadangan mineral (mineral reserves) yang ditemukan. Cadangan ini

Lebih terperinci

PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Tugas Akhir Dibuat untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung Oleh : NOVRI TRI

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi Latar Belakang Besi. merupakan bahan logam penting yang banyak memberikan sumbangan pada perkembangan peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar kesarjanaan di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Mineral, Universitas Trisakti,

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami

Lebih terperinci

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN RISWAN 1, UYU SAISMANA 2 1,2 Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan galian strategis dan salah satu bahan baku energi nasional yang mempunyai peran besar dalam pembangunan nasional. Informasi mengenai sumber

Lebih terperinci

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Wawang Sri Purnomo dan Fatimah Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Lokasi Penyelidikan

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Pemodelan Geologi Endapan Batubara Di Daerah Desa Bentayan, Tungkal Ilir, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan Geological Modeling Of Coal Deposits

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI TAHUN 2015

EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI TAHUN 2015 EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI TAHUN 2015 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor energi memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional, terutama dalam

Lebih terperinci

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI Penginderaan jauh atau disingkat inderaja, berasal dari bahasa Inggris yaitu remote sensing. Pada awal perkembangannya, inderaja hanya merupakan teknik

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN SUMBERDAYA BATUBARA DAERAH PONDOK LABU KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA TESIS

PERHITUNGAN SUMBERDAYA BATUBARA DAERAH PONDOK LABU KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA TESIS PERHITUNGAN SUMBERDAYA BATUBARA DAERAH PONDOK LABU KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister dari Institut

Lebih terperinci

Pedoman pelaporan, sumberdaya, dan cadangan batubara

Pedoman pelaporan, sumberdaya, dan cadangan batubara Standar Nasional Indonesia SNI 5015:2011 Pedoman pelaporan, sumberdaya, dan cadangan batubara ICS 07.060 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN ISTILAH DAN DEFINISI Beberapa istilah dan definisi yang digunakan diambil dari acuan-acuan, yang dimodifikasi sesuai kebutuhan, yaitu : Bahan galian, segala jenis bahan

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan BAB IV

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan BAB IV BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1. Pembahasan Umum Batubara merupakan batuan sedimen berupa padatan yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memiliki bermacam-macam sumber energi dimana salah satunya berupa batubara. Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi

Lebih terperinci

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH O l e h : Ssiti Sumilah Rita SS Subdit Batubara, DIM S A R I Eksploitasi batubara di Indonesia saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhtumbuhan (komposisi utamanya karbon, hidrogen, dan oksigen), berwarna coklat sampai hitam, sejak

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada BAB V INTERPRETASI DATA V.1. Penentuan Litologi Langkah awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah menentukan litologi batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada dibawah

Lebih terperinci

PENENTUAN CADANGAN BATUBARA DARI DATA BOR MENGGUNAKAN METODE AREA OF INFLUANCE

PENENTUAN CADANGAN BATUBARA DARI DATA BOR MENGGUNAKAN METODE AREA OF INFLUANCE PENENTUAN CADANGAN BATUBARA DARI DATA BOR MENGGUNAKAN METODE AREA OF INFLUANCE Retna Dumilah*, Syamsuddin, S.Si., Sabrianto Aswad, S.Si, *Alamat korespondensi e-mail : nanangdumilah@yahoo.com Jurusan Fisika

Lebih terperinci

Pedoman pelaporan, sumberdaya, dan cadangan mineral

Pedoman pelaporan, sumberdaya, dan cadangan mineral Standar Nasional Indonesia Pedoman pelaporan, sumberdaya, dan cadangan mineral ICS 07.060 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

Oleh: Uyu Saismana 1 ABSTRAK. Kata Kunci : Cadangan Terbukti, Batugamping, Blok Model, Olistolit, Formasi.

Oleh: Uyu Saismana 1 ABSTRAK. Kata Kunci : Cadangan Terbukti, Batugamping, Blok Model, Olistolit, Formasi. PERHITUNGAN CADANGAN TERBUKTI DAN PENJADWALAN PENAMBANGAN BATUGAMPING MENGGUNAKAN METODE BLOK MODEL PADA CV. ANNISA PERMAI KECAMATAN HALONG KABUPATEN BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Oleh: Uyu Saismana

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. Oleh: Robert L. Tobing, Wawang S, Asep Suryana KP Bnergi Fosil SARI Daerah penyelidikan secara administratif terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami kondisi geologi daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami kondisi geologi daerah penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara mempunyai karakteristik dan kualitas yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Faktor tumbuhan pembentuk dan lingkungan pengendapan akan menyebabkan

Lebih terperinci

3. SNI Amandemen 1, , baru menyentuh klasifikasi berdasarkan tipe endapan batubara di Indonesia. Hanya saja karena terlalu banyaknya klas

3. SNI Amandemen 1, , baru menyentuh klasifikasi berdasarkan tipe endapan batubara di Indonesia. Hanya saja karena terlalu banyaknya klas PEDOMAN PELAPORAN DAN ESTIMASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA Disusun oleh Tim Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral (Sekarang Pusat Sumber daya Geologi) 2003 PENDAHULUAN 1. Sesuai dengan perturan

Lebih terperinci

KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia )

KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia ) KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia ) Perkembangan dunia menuntut adanya transparansi, standarisasi dan accountability termasuk di dalam dunia eksplorasi dan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Batubara adalah batuan sedimen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (komposisi utamanya karbon, hidrogen, dan oksigen), berwarna coklat sampai hitam, sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen yang terbentuk di permukaan bumi dari akumulasi sisa-sisa material organik dan anorganik. Material organik tumbuhan merupakan unsur

Lebih terperinci

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi II.1. Kriteria Geologi Kriteria geologi merupakan gejala yang mengendalikan terdapatnya endapan mineral dan pengetahuan ini bertujuan melokalisir daerah yang mempunyai

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA DENGAN METODE CIRCULAR USGS 1983 DI PT. PACIFIC PRIMA COAL SITE LAMIN KAB. BERAU PROVINSI KALIMATAN TIMUR

PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA DENGAN METODE CIRCULAR USGS 1983 DI PT. PACIFIC PRIMA COAL SITE LAMIN KAB. BERAU PROVINSI KALIMATAN TIMUR PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA DENGAN METODE CIRCULAR USGS 1983 DI PT. PACIFIC PRIMA COAL SITE LAMIN KAB. BERAU PROVINSI KALIMATAN TIMUR Anshariah 1, Sri Widodo 2, Ahyar A. Sahadu 1 1. Jurusan Teknik Pertambangan

Lebih terperinci

TUGAS KULIAH GEOLOGI BATUBARA

TUGAS KULIAH GEOLOGI BATUBARA TUGAS KULIAH GEOLOGI BATUBARA Proses-proses Syn Depositional dan Post Depositional serta Kaitanya dengan Proses dan Geometri Batubara Disusun Oleh : Miftah Mukifin Ali 111.130.031 PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Estimasi Sumberdaya Batubara Blok D dan Blok E di Wilayah Konsesi Iup PT. Andhika Yoga Pratama, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi Coal Resource

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA Data yang digunakan merupakan data dari PT. XYZ, berupa peta topografi dan data pemboran 86 titik. Dari data tersebut dilakukan pengolahan sebagai berikut : 4.1 Analisis Statistik

Lebih terperinci

Asas Stratigrafl, Satuan Pengendapan, dan Karakter Perlapisan

Asas Stratigrafl, Satuan Pengendapan, dan Karakter Perlapisan Asas Stratigrafl, Satuan Pengendapan, dan Karakter Perlapisan Stratigrafi mempelajari susunan pengendapan lapisan sepanjang waktu geologi. Stratigrafi ialah cara memerikan (description) urutan lapisan-lapisan

Lebih terperinci

PENGANTAR GENESA BATUBARA

PENGANTAR GENESA BATUBARA PENGANTAR GENESA BATUBARA Skema Pembentukan Batubara Udara Air Tanah MATERIAL ASAL Autochton RAWA GAMBUT Dibedakan berdasarkan lingkungan pengendapan (Facies) Allochthon Material yang tertransport Air

Lebih terperinci

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa Lateritisasi Proses lateritisasi mineral nikel disebabkan karena adanya proses pelapukan. Pengertian pelapukan menurut Geological Society Engineering Group Working

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batubara merupakan salah satu sumber energi alternatif disamping minyak

BAB I PENDAHULUAN. Batubara merupakan salah satu sumber energi alternatif disamping minyak BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Batubara merupakan salah satu sumber energi alternatif disamping minyak dan gas bumi. Dipilihnya batubara sebagai sumber energi karena batubara relatif

Lebih terperinci

Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi.

Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi. Pengertian Pertambangan Pertambangan adalah : 1. Kegiatan, teknologi, dan bisnis yang berkaitan dengan industri pertambangan mulai dari prospeksi, eksplorasi, evaluasi, penambangan, pengolahan, pemurnian,

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional SNI 13-6606-2001 Standar Nasional Indonesia Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian ICS 73.020 Badan Standardisasi Nasional BSN Daftar isi Prakata.. Pendahuluan. 1. Ruang Lingkup 2. Acuan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penelitian ini secara umum adalah pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)

Lebih terperinci

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satuan tektonik di Jawa Barat adalah jalur subduksi Pra-Eosen. Hal ini terlihat dari batuan tertua yang tersingkap di Ciletuh. Batuan tersebut berupa olisostrom yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen, yang merupakan bahan bakar hidrokarbon, yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAPORAN DAN ESTIMASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA

PEDOMAN PELAPORAN DAN ESTIMASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA PEDOMAN PELAPORAN DAN ESTIMASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA Oleh: Tim Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral-DIK-S T.A. 2003 ABSTRACT Directorate of Mineral Resources Inventory (DMRI) has routinely

Lebih terperinci

Modul Responsi. TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan. Asisten: Agus Haris W, ST

Modul Responsi. TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan. Asisten: Agus Haris W, ST Modul Responsi TE-323, Metode Perhitungan Cadangan Asisten: Agus Haris W, ST DEPARTEMEN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS ILMU KEBUMIAN DAN TEKNOLOGI MINERAL INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2005 I. PENDAHULUAN Perhitungan

Lebih terperinci

PERINGKAT BATUBARA. (Coal rank)

PERINGKAT BATUBARA. (Coal rank) PERINGKAT BATUBARA (Coal rank) Peringkat batubara (coal rank) Coalification; Rank (Peringkat) berarti posisi batubara tertentu dalam garis peningkatan trasformasi dari gambut melalui batubrara muda dan

Lebih terperinci

BAB I TAHAPAN EKSPLORASI BATUBARA

BAB I TAHAPAN EKSPLORASI BATUBARA BAB I TAHAPAN EKSPLORASI BATUBARA Tahapan Eksplorasi Kegiatan eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk dimensi,

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Pemanfaatan bahan galian sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencari lebih jauh akan manfaat terhadap satu bahan galian yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencari lebih jauh akan manfaat terhadap satu bahan galian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterbatasan akan bahan galian tambang, membuat pola pikir baru untuk mencari lebih jauh akan manfaat terhadap satu bahan galian yang sama. Batubara, dahulu pemanfaatannya

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Inventarisasi Potensi Bahan Tambang di Wilayah Kecamatan Dukupuntang dan Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat Inventory of Mining Potential

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS STATISTIK UNIVARIAN

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS STATISTIK UNIVARIAN BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS STATISTIK UNIVARIAN Analisis statistik yang dilakukan yaitu analisis statistik univarian untuk ketebalan batubara. Analisis statistik ini dilakukan untuk melihat variasi ketebalan

Lebih terperinci

SARI ABSTRACT PENDAHULUAN

SARI ABSTRACT PENDAHULUAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT DENGAN METODE INVERSE DISTANCE WEIGHTING (IDW) PADA PT. VALE INDONESIA, Tbk. KECAMATAN NUHA PROVINSI SULAWESI SELATAN Rima Mustika 1, Sri Widodo 2, Nurliah Jafar 1 1.

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (Lembar Peta No. 1916-11 dan 1916-12) O l e h : Syufra Ilyas Subdit Batubara, DIM S A

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI

EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor energi memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional, terutama dalam mendukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

BAB I BENTUK MUKA BUMI

BAB I BENTUK MUKA BUMI BAB I BENTUK MUKA BUMI Tujuan Pembelajaran: Peserta didik mampu mendeskripsikan proses alam endogen yang menyebabkan terjadinya bentuk muka bumi. 2. Peserta didik mempu mendeskripsikan gejala diastropisme

Lebih terperinci

Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah

Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah 1.Shaft Shaft adalah suatu lubang bukaan vertical atau miring yang menghubungkan tambang bawah tanah dengan permukaan bumi dan berfungsi sebagai jalan pengangkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan tambang yang berasal dari sedimen organik dari berbagai macam tumbuhan yang telah mengalami proses penguraian dan pembusukan dalam jangka waktu

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT I. PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang keterjadiannya disebabkan oleh proses proses geologi. Berdasarkan

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB IV EKSPLORASI BATUBARA

BAB IV EKSPLORASI BATUBARA BAB IV EKSPLORASI BATUBARA 4.1. Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM No. Record : Judul Laporan : DATA UMUM Instansi Pelapor : Penyelidik : Penulis Laporan : Tahun Laporan : Sumber Data : Digital Hardcopy Provinsi : Kabupaten

Lebih terperinci

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : Ir. Mulyana Subdit Batubara, DIM SARI Daerah penyelidikan Loa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH ASAL USUL TERBENTUKNYA TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH ASAL USUL TERBENTUKNYA TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH ASAL USUL TERBENTUKNYA TANAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENGERTIAN TANAH Apa itu tanah? Material yang terdiri dari

Lebih terperinci