EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI"

Transkripsi

1 EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI 1

2 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor energi memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional, terutama dalam mendukung perekonomian nasional serta sebagai sumber penerimaan negara. Ketersediaan sumber daya energi mutlak diperlukan dalam seluruh kegiatan industri pertambangan yang pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan negara. Kegiatan pemutakhiran data dan neraca sumber daya energi ini dilaksanakan untuk mengakomodir perubahan dan atau penambahan data yang terjadi setiap tahun. Kegiatan pemutakhiran data dan neraca energi ini meliputi komoditas batubara, bitumen padat (oil shale), coalbed methane (CBM), dan panas bumi Maksud dan Tujuan Maksud pemutakhiran data dan neraca sumberdaya energi adalah sebagai media informasi yang dapat dipergunakan bagi kepentingan internal maupun eksternal (publik) sebagai bahan referensi mengenai potensi batubara, bitumen padat, CBM, dan panas bumi secara nasional. Dan agar dapat dijadikan dasar acuan perencanaan pengembangan komoditas energi fosil untuk pembangunan skala daerah ataupun nasional Lingkup Pekerjaan Metode dan Sistematika Pekerjaan yang dilakukan antara lain: Pencarian, pengumpulan dan pengelompokan data, baik dari laporan penyelidikan, informasi tertulis atau referensi lainnya serta diskusi. Pengisian formulir isian database yang telah disediakan. Pemasukan data dari formulir isian ke sistem database. Verifikasi data. Integrasi data tekstual dan spasial sehingga membentuk kesatuan sistem informasi geografis (SIG). Hasil informasi disimpan dalam sistem database Pusat Sumber Daya Geologi yang berada dalam sebuah server database yang terhubung dengan jaringan intranet kantor serta diaplikasikan (uploading) pada internet sistem web-database kantor untuk dipublikasikan sesuai tingkatan data (leveling-data) dan kebutuhan publik, sebagai sarana informasi sumber daya energi secara nasional. 2

3 Kalkulasi data untuk penghitungan neraca sumberdaya energi yang dituangkan dalam bentuk tabel neraca dan peta Sumber Data Dalam melakukan kegiatan Pemutakhiran Data dan Neraca Energi tahun 2013, tentunya diperlukan terlebih dahulu pengumpulan data yang berasal dari berbagai sumber, diantaranya: Laporan penyelidikan batubara, bitumen padat dan CBM yang dilakukan oleh Pusat Sumber Daya geologi sebanyak 16 laporan. Laporan hasil RKAB dari perusahaan pemegang PKP2B yang didapat dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara sebanyak 75 perusahaan. Laporan penyelidikan panas bumi yang dilakukan oleh Pusat Sumber Daya geologi sebanyak 17 laporan Evaluasi Data Data yang telah diplot lokasinya pada peta dasar kemudian dipilah-pilah, apakah merupakan penambahan data baru atau update data yang telah ada. Untuk komoditas batubara, data tersebut dikelompokkan berdasarkan nilai kalorinya dengan mengacu pada Keppres No. 13 Tahun 2000 yang diperbaharui dengan PP No. 45 Tahun 2004 tentang: Tarif atas jenis penerimaan Negara bukan pajak yang berlaku pada Departemen Pertambangan dan Energi bidang Pertambangan Umum. Selain itu juga modifikasi dari US System (ASTM (ASA), International System (UN-ECE) dan SNI turut dijadikan acuan. Berdasarkan acuan-acuan tersebut, maka batubara Indonesia dikelompokkan menjadi: Batubara Kalori Rendah, yaitu jenis batubara yang paling rendah peringkatnya, bersifat lunak-keras, mudah diremas, mengandung kadar air tinggi (10-70%), memperlihatkan struktur kayu, nilai kalorinya kurang dari 5100 kal/gr (adb). Batubara Kalori Sedang, yaitu jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi daripada batubara kalori rendah, bersifat lebih keras, mudah diremas tidak bisa diremas, kadar air relatif lebih rendah, umumnya struktur kayu masih tampak, nilai kalori kal/gr (adb). Batubara Kalori Tinggi, adalah jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi lagi, kadar air relatif lebih rendah dibandingkan batubara kalori sedang, umumnya struktur kayu tidak tampak, nilai kalorinya kal/gr (adb). Batubara Kalori Sangat Tinggi, adalah jenis batubara dengan peringkat paling tinggi, umumnya dipengaruhi intrusi ataupun struktur lainnya, kadar air sangat 3

4 rendah, nilai kalorinya lebih dari 7100 kal/gr (adb). Kelas kalori ini dibuat untuk membatasi batubara kalori tinggi. Untuk komoditas bitumen padat, dari seluruh data yang terkumpul kemudian dipilah lagi menjadi kelompok oil shale dan tar sand, sesuai dengan karakter geologinya yang diketahui dari data lapangan. Untuk komoditas gambut dan CBM tidak ada pengelompokkan tertentu. Sebagaimana kita ketahui, keberadaan batubara, bitumen padat, dan CBM tidak lepas dari sejarah pembentukannya yaitu pada cekungan. Karena itu, penyelidikan dan pencarian data sekunder mengenai komoditas tersebut ditekankan pada wilayah cekungan-cekungan tersebut (Gambar 1.1). Gambar 1.1. Cekungan Batubara di Indonesia Klasifikasi Sumber Daya dan Cadangan Batubara Pengelompokkan neraca sumber daya dan cadangan batubara Indonesia berpedoman pada Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diterbitkan oleh Badan Standardisasi Nasional. SNI yang dimaksud berjudul Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara (Amandemen 1 SNI ). Dalam SNI ini, sumber daya batubara dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelas berdasarkan tahapan eksplorasinya yaitu sumber daya hipotetik, tereka, tertunjuk dan terukur (Gambar 1.2). Tahapan eksplorasi ini mencerminkan tingkat keyakinan geologi dari data teknis yang digunakan pada proses estimasi sumber daya batubara. 4

5 Gambar 1.2. Klasifikasi Sumber daya dan Cadangan Batubara berdasarkan Amandemen 1 SNI Seiring dengan berjalannya waktu, SNI Klasifikasi Sumber daya dan cadangan ini mengalami proses tinjau ulang hingga akhirnya terbit SNI yang terbaru yaitu SNI Pedoman pelaporan, sumberdaya, dan cadangan batubara (SNI 5015:2011). Substansi SNI ini lebih difokuskan bagi kepentingan para pelaku pengusahaan batubara. Seperti diketahui, setiap perusahaan batubara mempunyai kewajiban untuk melaporkan kegiatannya sesuai dengan kontrak yang sudah ditanda tangani. SNI ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pengusaha dalam melaporkan kegiatannya. Mengingat SNI ini lebih ditujukan kepada pengusaha batubara, maka klasifikasi sumber daya batubaranya pun mengalami sedikit perubahan (Gambar 1.3). Pada SNI 2011 ini, kelas sumber daya hipotetik ditiadakan dengan asumsi sebagai berikut. Sumber daya hipotetik dihasilkan dari kegiatan Survei Tinjau yang biasanya dilakukan oleh Pemerintah. Tidak seharusnya perusahaan batubara melakukan kegiatan Survei Tinjau. Perusahaan batubara seharusnya menindaklanjuti kegiatan yang telah dilakukan oleh Pemerintah dengan melakukan survei yang memiliki tingkat keyakinan geologi yang lebih tinggi. Perusahaan batubara tidak diperkenankan melaporkan sumber daya hipotetik. Oleh karena itu, kelas sumber daya hipotetik dihilangkan dalam SNI 2011 ini. 5

6 Gambar 1.3. Klasifikasi sumber daya dan cadangan batubara berdasarkan SNI 5015:2011. Namun, pemerintah mempunyai tugas dan kewenangan untuk melakukan kegiatan Survei Tinjau dalam upaya menginventarisasi potensi batubara di negeri ini. Sumber daya hipotetik yang dipublikasi oleh Pemerintah tidak hanya berdasarkan asumsi semata, melainkan didukung oleh berbagai data hasil dari peninjauan lapangan. Sumber daya hipotetik ini mencerminkan potensi negara kita yang belum dimanfaatkan sampai saat ini. Pemanfaatannya kemungkinan terkendala oleh berbagai hal, misalnya lokasi endapan batubara di daerah marginal ataupun lokasi yang tumpang tindih dengan kawasan konservasi. Untuk endapan batubara yang saat ini tumpang tindih dengan kawasan konservasi, potensi ini dapat diperuntukkkan bagi Wilayah Pencadangan Negara yang kelak dapat dimanfaatkan apabila kondisinya memungkinkan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka kelas sumber daya hipotetik tetap dilaporkana dalam pemutakhiran data ini. 6

7 1.7. Tabulasi Data Data yang sudah dikelompokkan berdasarkan kelas kalorinya kemudian disusun dalam bentuk tabel (selanjutnya disebut tabel neraca) yang dipisahkan berdasarkan lokasi administratifnya misalnya, tabel neraca Provinsi Aceh, tabel neraca Provinsi Kalimantan Barat, dan seterusnya. Setelah dibuat tabel neraca dari tiap provinsi kemudian disusun risalah tabel neraca per pulau, misalnya tabel neraca Pulau Sumatera, Jawa, dan seterusnya. Setelah tabel neraca tiap pulau dibuat, maka neraca sumberdaya energi fosil Indonesia dapat diketahui dari menyimpulkan nilai neraca dari tiap pulau. Tabel neraca untuk tiap komoditas formatnya dibuat sesuai dengan keberadaan datanya. Berikut uraian tabel neraca untuk setiap komoditas: Tabel Neraca Sumberdaya Batubara Kolom-kolom yang dibuat dalam tabel neraca batubara adalah sebagai berikut: Lokasi, adalah tempat keterdapatan data batubara tersebut. Sumberdaya Batubara, dipisahkan menjadi sumberdaya hipotetik, tereka, tertunjuk dan terukur. Berdasarkan SNI, definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut: - Sumberdaya batubara adalah bagian dari endapan batubara dalam bentuk dan kuantitas tertentu serta mempunyai prospek beralasan yang memungkinkan untuk ditambang secara ekonomis. Lokasi, kualitas, kuantitas karakteristik geologi dan kemenerusan dari lapisan batubara yang telah diketahui, diperkirakan atau diinterpretasikan dari bukti geologi tertentu. Sumberdaya batubara dibagi sesuai dengan tingkat kepercayaan geologi ke dalam kategori tereka, tertunjuk, dan terukur. - Sumberdaya hipotetik adalah sumberdaya yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh dari tahap penyelidikan Survei Tinjau. - Sumberdaya tereka adalah bagian dari total estimasi sumberdaya batubara yang kualitas dan kuantitasnya hanya dapat diperkirakan dengan tingkat kepercayaan yang rendah. Titik informasi yang mungkin didukung oleh data pendukung tidak cukup untuk membuktikan kemenerusan lapisan batubara dan/atau kualitasnya. Estimasi dari kategori kepercayaan ini dapat berubah secara berarti dengan eksplorasi lanjut. - Sumberdaya tertunjuk adalah bagian dari total sumberdaya batubara yang kualitas dan kuantitasnya dapat diperkirakan dengan tingkat kepercayaan yang masuk akal, didasarkan pada informasi yang didapatkan dari titik-titik pengamatan yang mungkin didukung oleh data pendukung. Titik informasi yang ada cukup untuk menginterpretasikan kemenerusan lapisan batubara, tetapi tidak cukup untuk membuktikan kemenerusan lapisan batubara dan/atau kualitasnya. 7

8 - Sumberdaya terukur adalah bagian dari total sumberdaya batubara yang kualitas dan kuantitasnya dapat diperkirakan dengan tingkat kepercayaan tinggi, didasarkan pada informasi yang didapat dari titik-titik pengamatan yang diperkuat dengan data-data pendukung. Titik-titik pengamatan jaraknya cukup berdekatan untuk membuktikan kemenerusan lapisan batubara dan/atau kualitasnya. Cadangan Batubara, yaitu bagian dari sumberdaya batubara tertunjuk dan terukur yang dapat ditambang secara ekonomis. Estimasi cadangan batubara harus memasukkan perhitungan dilution dan losses yang muncul pada saat batubara ditambang. Penentuan cadangan secara tepat telah dilaksanakan yang mungkin termasuk studi kelayakan. Penentuan tersebut harus telah mempertimbangkan semua faktor-faktor yang berkaitan seperti metode penambangan, ekonomi, pemasaran, legal, lingkungan, sosial, dan peraturan pemerintah. Penentuan ini harus dapat memperlihatkan bahwa pada saat laporan dibuat, penambangan ekonomis dapat ditentukan secara memungkinkan. Cadangan batubara dibagi sesuai dengan tingkat kepercayaannya ke dalam cadangan terkira dan terbukti. Definisi masing-masing istilah sesuai dengan SNI 5015:2011, adalah sebagai berikut: - Cadangan batubara terkira adalah bagian dari sumberdaya batubara tertunjuk yang dapat ditambang secara ekonomis setelah faktor-faktor penyesuai terkait diterapkan, dapat juga sebagai bagian dari sumberdaya batubara terukur yang dapat ditambang secara ekonomis, tetapi ada ketidakpastian pada salah satu atau semua faktor penyesuai yang terkait diterapkan. - Cadangan batubara terbukti adalah bagian yang dapat ditambang secara ekonomis dari sumberdaya batubara terukur setelah faktor-faktor penyesuai yang terkait diterapkan. Tabel Neraca Sumberdaya Batubara Tambang Dalam Untuk komoditas batubara, sumberdaya batubara pada kedalaman meter dari muka air laut disajikan khusus dalam tabel sumberdaya batubara Tambang Dalam. Sumberdaya ini diperoleh dari data hasil pemodelan dengan menggunakan CRRES (Coal Resources and Reserve Evaluation System) yang merupakan kegiatan kerjasama Badan Geologi dengan NEDO-Jepang. Tabel Neraca Sumberdaya Bitumen Padat Kolom yang terdapat pada tabel neraca sumberdaya bitumen padat adalah: Nomor urut, adalah nomor urutan pemasukan data. Lokasi, merupakan nama lokasi khas tempat bitumen padat tersebut berada. Provinsi, menggambarkan lokasi administratif endapan bitumen padat tersebut. 8

9 Kandungan minyak, memperlihatkan nilai minyak yang terkandung pada batuan bitumen padat di wilayah penyelidikan yang dihasilkan dari analisa retort dan diekspresikan dalam satuan liter/ton. Sumberdaya hipotetik, merupakan nilai sumberdaya bitumen padat pada daerah penyelidikan, dimana tingkat penyelidikannya masih berupa survei pendahuluan atau penyelidikan awal, dengan satuan juta ton. Sumberdaya tereka, merupakan nilai sumberdaya bitumen padat pada daerah penyelidikan, dimana tingkat penyelidikannya berupa survei semi detil dengan metode penyelidikan menggunakan pemboran, satuan dalam juta ton. Total Sumberdaya, merupakan penjumlahan dari nilai sumberdaya hipotetik dengan sumberdaya tereka. 9

10 2. HASIL KEGIATAN 2.1. Pemutakhiran Data Hingga tahun 2013, database batubara terdiri dari 373 lokasi yang tersebar di Pulau Sumatera, Pulau Jawa bagian barat, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi bagian selatan, dan Pulau Papua. Bitumen padat sebanyak 67 lokasi yang tersebar di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, dan Pulau Sulawesi bagian selatan dan tenggara, serta di Pulau Papua. CBM sebanyak 13 lokasi hasil penyelidikan Pusat Sumber Daya Geologi, yang tersebar di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan Neraca Sumberdaya Energi Fosil Sumberdaya Batubara Hasil perhitungan keseluruhan menunjukkan bahwa sumberdaya batubara Indonesia sampai dengan tahun 2013 ini adalah sebesar ,42 juta ton batubara, sedangkan cadangan batubara sebesar juta ton (Tabel 2.1). Tabel 2.1. Kualitas, Sumberdaya dan Cadangan Batubara Indonesia, Kualitas Sumberdaya (Juta Ton) Jumlah Cadangan (Juta Ton) Hipotetik Tereka Tertunjuk Terukur Total % Terkira Terbukti Total Kalori Rendah 1.747, , , , ,35 25, , , ,77 Kalori Sedang , , , , ,38 65, , , ,06 Kalori Tinggi 851, , , , ,70 7,93 497,19 990, ,72 Kalori Sangat Tinggi 13, ,03 325,97 460, ,99 1,61 92,00 163,60 255,60 TOTAL , , , , ,42 100, , , ,15 Catatan : 1. Kualitas berdasarkan kelas nilai ka 2. Kelas Sumberdaya batubara 3. Kelas Cadangan (Keppres No. 13 Tahun 2000 diperbaharui dengan PP No. 45 Tahun 2003) a. Terukur a. Terbukti a. Kalori Rendah < 5100 kal/gr b. Tertunjuk b. Terkira b. Kalori Sedang kal/gr c. Tereka c. Kalori Tinggi > kal/gr d. Hipotetik d. Kalori sangat Tinggi > 7100 kal/gr Apabila dibandingkan dengan neraca tahun 2012 terdapat kenaikan sumberdaya batubara sebesar 1.079,06 juta ton, sedangkan kenaikan cadangan batubara pada tahun ini sebanyak 2.378,54 juta ton (Gambar 2.1). 10

11 Juta ton , , , , , , , , ,00 Sumberdaya Cadangan , , , , , ,15 0, Gambar 2.1. Grafik perubahan nilai sumberdaya dan cadangan batubara tahun Sumber daya dan cadangan batubara per provinsi di Indonesia tahun 2013 adalah seperti terdapat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Sumber daya dan cadangan batubara per provinsi tahun Sumberdaya (Juta Ton) Cadangan (Juta Ton) No. Pulau Provinsi Hipotetik Tereka Tertunjuk Terukur Total Terkira Terbukti Total 1 Banten 5,47 5,75 4,86 2,72 18, JAWA Jawa Tengah - 0, , Jawa Timur - 0, , Aceh 0,00 346,35 13,89 90,40 450,64 0,00 0,00 0,00 5 Sumatera Utara 0,25 7,00 0,00 19,97 27,22 0,00 0,00 0,00 6 Riau 12,79 243,14 643,83 901, ,51 54,50 634,73 689,23 7 Sumatera Barat 20,41 294,50 231,16 249,45 795,52 0,00 158,43 158,43 SUMATERA 8 Jambi 691,27 865,19 452,99 213, ,42 174,85 149,04 323,89 9 Bengkulu 0,00 2,12 118,81 71,14 192,07 0,00 18,95 18,95 10 Sumatera Selatan , , , , , , , ,24 11 Lampung 0,00 106,95 0,00 0,94 107,89 0,00 0,00 0,00 12 Kalimantan Barat 2,06 477,69 6,85 4,70 491,30 0,00 0,00 0,00 13 Kalimantan Tengah 197, ,76 749,88 990, ,78 242,46 316,59 559,05 KALIMANTAN 14 Kalimantan Selatan 0, , , , , , , ,02 15 Kalimantan Timur 6.116, , , , , , , ,22 16 Sulawesi Selatan - 48,81 129,22 53,09 231,12 0,06 0,06 0,12 SULAWESI 17 Sulawesi Tengah - 1, , MALUKU Maluku Utara 6, , Papua Barat 93,66 32,82 0,00 0,00 126,48 0,00 0,00 0,00 PAPUA 20 Papua 0,91 2,16 0,00 0,00 3,07 0,00 0,00 0,00 TOTAL INDONESIA , , , , , , , ,15 11

12 Sumberdaya Batubara Tambang Dalam Sumberdaya Batubara untuk Tambang Dalam (Tabel 2.3) adalah sebesar juta ton. Sumberdaya ini dihitung dari kedalaman meter yang diperoleh dari data hasil pemodelan dengan menggunakan CRRES (Coal Resources and Reserve Evaluation System). Ada kenaikan nilai sumberdaya batubara tambang dalam dari tahun 2012 sebesar 0,66 juta ton. Tabel 2.3. Sumberdaya Batubara Tambang Dalam Indonesia, No Lokasi Sumberdaya m (ton) 1 NEDO KALIMANTAN + KAJIANPSDG ,97 2 NEDO SUMSEL ,00 3 KAJIAN KALSEL ,58 TOTAL SUMBERDAYA TAMBANG DALAM , Sumberdaya Bitumen Padat Secara definisi, bitumen padat merupakan batuan sedimen yang mengandung material organik yang apabila dipanaskan sampai dengan suhu 550 o C (proses retort) akan menghasilkan minyak. Endapan bitumen padat dapat berupa oil shale (serpih minyak) ataupun tar sand. Kenyataan di lapangan, Indonesia memiliki kedua jenis endapan bitumen padat tersebut. Oleh karena itu, untuk perhitungan neraca sumberdaya bitumen padat, data oil shale dan tar sand disajikan dalam tabel yang terpisah, walaupun pada akhirnya nilai total sumberdaya bitumen padat adalah penjumlahan dari kedua jenis ini. Pemisahan tabel tersebut bertujuan untuk memudahkan pihak yang ingin memanfaatkan komoditas tersebut. Sampai tahun 2013 ini, sumberdaya oil shale Indonesia adalah sebesar ,14 juta ton batuan yang terdiri dari juta ton sumberdaya hipotetik10.189,56 juta ton dan 1.169,21 juta ton sumberdaya tereka. Kandungan minyak pada batuan bitumen padat berkisar antara liter/ton. Penambahan sumber daya berasal dari penyelidikan Pusat Sumber Daya Geologi di 6 lokasi, yaitu daerah Kutabuluh dan Lubukbatu (Provinsi Sumatera Utara), Pegunungan Tigapuluh (Provinsi Jambi), Selimbau dan Nanga Serawai (Provinsi Kalimantan Barat), serta Taliabu (Provinsi Maluku Utara). Sumberdaya tar sand Indonesia belum berubah dari tahun 2012, yaitu masih sebesar 153,53 juta ton batuan yang terdiri dari 76,74 juta ton sumberdaya hipotetik dan 76,79 juta ton sumberdaya tereka dengan kisaran kandungan minyak liter/ton. Hal yang menarik dari endapan tar sand ini adalah lokasinya yang terpusat di satu pulau yaitu Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. 12

13 Total sumberdaya bitumen padat adalah sebesar ,67 juta ton batuan. Juta ton Sumberdaya Oil Shale dan Tar Sand 11606, , , , , , , , , , , , Gambar 2.3. Grafik perubahan nilai sumberdaya Bitumen Padat (Oil Shale dan Tar Sand) tahun Sumberdaya Coalbed Methane (CBM) Coal Bed Methane yang juga disebut sebagai Gas Metana Batubara merupakan gas yang terdapat dalam lapisan batubara, komposisinya terdiri dari methane, CO 2, CO, N 2, dan ethane. Sampai tahun 2013 ini, sumberdaya hipotetik CBM Indonesia adalah sebesar Cuft = 6,939 BCuft yang terdapat di 13 lokasi. Tiga lokasi baru adalah di Balangan (Kalimantan selatan), Lahat (Sumatera Selatan), dan Bayunglencir (Sumatera Selatan). Terdapat kenaikan sumber daya sebesar Bcuft. 13

14 Sumberdaya Coalbed Methane BCuft ,206 5,809 6, Gambar 2.4. Grafik perubahan nilai sumberdaya coalbed methane tahun No Tabel 2.5. Sumberdaya Coal Bed Methane Indonesia, Daerah/Lokasi Tahun Luas (Km2) Sumberdaya Hipotetik Batubara (Ton) Methane (Cuft) INSTANSI PEMERINTAH 1 Loa Lepu (Kaltim) x Buana Jaya (Kaltim) x Tanah Bumbu (Kalteng) x Tamiang (Sumsel) x Tanjung Enim (Sumsel) x Ombilin (Sumbar) x 0, Jangkang (Kalteng) Nibung (Sumsel) ,5 x 0, Paser ,7 x 1, Bukit Sibantar, Sawahlunto (Sumbar) Ha , ,00 11 Balangan (Kalimantan Selatan) , , ,00 12 Lahat (Sumatera Selatan) , , ,00 13 Bayunglencir (Sumatera Selatan) , , , , ,00 14

15 Gambar 2.5. Sumberdaya dan Cadangan Batubara Indonesia Status

16 Sumberdaya: ,67 juta ton Gambar 2.5. Sumberdaya Bitumen Padat Indonesia Status

17 DISTRIBUSI DAN POTENSI PANAS BUMI INDONESIA Hingga November 2013, di Indonesia tercatat 312 daerah dan lapangan panas bumi dengan total potensi energi sekitar MWe. Berdasarkan hasil penyelidkan, baik penyelidikan pendahuluan maupun rinci diperoleh gambaran bahwa daerah prospek panas bumi di Indonesia sebagian besar terkonsentrasi di Pulau Sumatera (93 lokasi), Pulau Jawa (71 lokasi), Pulau Sulawesi (70 lokasi), Pulau Bali (6 lokasi), Pulau Kalimantan (12 lokasi), Pulau Nusa Tenggara (27 lokasi), dan Pulau Maluku & Papua (33 lokasi). Pada tahun 2013 telah ditemukan 13 daerah baru panas bumi, yaitu Kaloi, Lokop, Talagabiru, Mapos, Rana Masak, Rana Kulan, Ulugalung, Amfoang, Kaleosan, Tanggari, Wineru, Duasaudara, dan Lemosusu. Lokasi panas bumi baru hasil penyelidikan tahun NO LOKASI KABUPATEN POTENSI (MWe) 1 Kaleosan Minahasa 30 2 Tanggari Minahasa Utara 10 3 Wineru Minahasa Utara 20 4 Duasudara Bitung 22 5 Amfoang Kupang 20 6 Lemosusu Pinrang 32 7 Padangganting/Talagobiru Tanah datar 27 8 Kaloi Aceh Tamiang 25 9 Lokop Aceh Timur Mapos Manggarai Timur Rana Masak Manggarai Timur Rana Kulan Manggarai Timur 7,5 13 Ulugalung Manggarai Timur 5 Distribusi Daerah Panas Bumi di Pulau Sumatera Sumatera mempunyai daerah prospek panas bumi terbanyak di Indonesia dan terdistribusikan relatif merata untuk setiap provinsinya kecuali provinsi Riau dan Bangka- Belitung dengan masing-masing satu (1) dan tujuh (7) daerah prospek panas bumi. Potensi panas bumi untuk Pulau Sumatera adalah sekitar MWe (Kelas Sumber Daya) dan 7219 MWe (Kelas Cadangan). 17

18 Distribusi Daerah Panas Bumi di Pulau Jawa Distribusi daerah prospek tersebar di empat provinsi dan satu Daerah Istimewa Yogyakarta. Konsentrasi daerah prospek terbanyak di Jawa Barat (40 lokasi) diikuti oleh Jawa Tengah (14 lokasi), Jawa Timur (11 lokasi), Banten (5 lokasi) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (1 lokasi). Total potensi untuk Pulau Jawa adalah sekitar 9717 MWe. Potensi panas bumi Pulau Jawa adalah MWe (Kelas Sumber Daya) dan 6181 MWe (Kelas Cadangan). Distribusi Daerah Panas Bumi di Pulau Bali Distribusi daerah panas bumi di Bali sampai saat ini meliputi 6 lokasi yang sebagian besar tersebar di daerah utara P. Bali. Potensi panas bumi Pulau Bali adalah 128 MWe (Kelas Sumber Daya) dan 226 MWe (Kelas Cadangan). Distribusi Daerah Panas Bumi di Pulau Nusatenggara Berdasarkan peta distribusi potensi panas bumi di Nusa Tenggara tampak daerah panas bumi lebih banyak ditemui di NTT (24 lokasi panas bumi) dibandingkan di NTB (3 lokasi). Di samping terlihat tingkat penyelidikan yang dilakukan di NTT relatif lebih rinci dari pada di NTB. Potensi panas bumi daerah Pulau Nusa Tenggara adalah sekitar 649 MWe (Kelas Sumber Daya) dan 802 MWe (Kelas Cadangan). Distribusi Daerah Panas Bumi di Pulau Kalimantan Sampai saat ini terdapat 12 lokasi daerah panas bumi yang terdapat di P. Kalimantan yaitu di Provinsi Kalimantan Barat (5 lokasi), Kalimantan Selatan (3 lokasi) dan Kalimantan Timur (4 lokasi). Daerah daerah tersebut berada pada lingkungan batuan non vulkanik dan cenderung berhubungan dengan lingkungan cekungan sedimen. Tingkat penyelidikan masih berupa survei pendahuluan. Potensi Pulau Kalimantan adalah sekitar 145 MWe (Kelas Sumber Daya). Distribusi Daerah Panas Bumi di Pulau Sulawesi Di pulau ini sampai saat ini ditemukan sekitar 70 daerah prospek yang relatif tersebar merata untuk setiap provinsinya. Hingga saat ini, di Pulau Sulawesi baru memiliki satu status klasifikasi cadangan terbukti, tepatnya pada daerah panas bumi Lahendong. Potensi Pulau Sulawesi adalah sekitar 1524 MWe (Kelas Sumber Daya) dan 1602 MWe (Kelas Cadangan). 18

19 Distribusi Daerah Panas Bumi di Kepulauan Maluku Ada sekitar 30 daerah panas bumi yang teridentifikasi di daerah Maluku (17 lokasi) dan di daerah Maluku Utara (13 lokasi). Beberapa lokasi seperti di Pulau Wetar dan Kepulauan Banggai Sula telah ditemukan lokasi panas bumi baru. Potensi panas bumi di Kepulauan Maluku adalah sekitar 642 MWe (Kelas Sumber Daya) dan 429 MWe (Kelas Cadangan). Distribusi Daerah Panas Bumi di Pulau Papua Sampai saat ini baru tiga (3) daerah panas bumi yang telah di lakukan penyelidikan yaitu daerah panas bumi Makbou-Sorong dan Ransiki-Umsini dengan masing-masing sumber daya spekulatif sebesar 25 MWe. Total potensi untuk Papua adalah sekitar 75 MWe. Dari keseluruhan daerah penyelidikan panas bumi tersebut, sekitar 46,47 % masih pada tahap penyelidikan pendahuluan awal, 11,22 % pada tahap penyelidikan pendahuluan, 37,5 % pada tahap penyelidikan rinci, 1,92 % pada tahap pengeboran eksplorasi atau siap dikembangkan dan 2,88 % telah dimanfaatkan sebagai PLTP. Secara umum, perkembangan potensi panas bumi di Indonesia terangkum dalam grafik, tabel dan peta dibawah. Tingkat Penyelidikan Tahun 2013 Siap Dikembangkan 2% Terpasang 3% Rinci & Landaian Suhu 38% Pendahuluan Awal 46% Pendahuluan 11% Status Tahapan Penyelidikan Potensi Panas Bumi Status

20 Pulau Jumlah Lokasi Status Potensi Panas Bumi Tahun 2013 Sumber Daya Energi Potensi (Mwe) Cadangan Spekulatif Hipotetis Terduga Mungkin Terbukti Total Terpasang Sumatera Jawa Bali-Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Total

EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI TAHUN 2015

EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI TAHUN 2015 EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI TAHUN 2015 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor energi memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional, terutama dalam

Lebih terperinci

Pendahuluan. Distribusi dan Potensi. Kebijakan. Penutup

Pendahuluan. Distribusi dan Potensi. Kebijakan. Penutup Pendahuluan Distribusi dan Potensi Kebijakan Penutup STRUKTUR ORGANISASI DESDM MENTERI Lampiran PERMEN ESDM Nomor : 0030 Tahun 2005 Tanggal : 20 Juli 2005 INSPEKTORAT JENDERAL SEKRETARIAT JENDERAL ITJEN

Lebih terperinci

PENYUSUNAN NERACA BATUBARA DAN GAMBUT. Oleh : Eddy R. Sumaatmadja

PENYUSUNAN NERACA BATUBARA DAN GAMBUT. Oleh : Eddy R. Sumaatmadja PENYUSUNAN NERACA BATUBARA DAN GAMBUT Oleh : Eddy R. Sumaatmadja Kelompok Program Penelitian Energi Fosil ABSTRACT Coal is a strategic fossil fuel and has important role in national energy-mix. Information

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

POTENSI DEEP SEATED COAL DI INDONESIA. Fatimah, Asep Suryana dan Sigit Arso Wibisono

POTENSI DEEP SEATED COAL DI INDONESIA. Fatimah, Asep Suryana dan Sigit Arso Wibisono POTENSI DEEP SEATED COAL DI INDONESIA Fatimah, Asep Suryana dan Sigit Arso Wibisono Pusat Sumber Daya Geologi - Badan Geologi Asep_suryana01@yahoo.com S A R I Indonesia memiliki potensi batubara bawah

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

POTENSI DAN WILAYAH KERJA PANAS BUMI TAHUN 2008

POTENSI DAN WILAYAH KERJA PANAS BUMI TAHUN 2008 POTENSI DAN WILAYAH KERJA PANAS BUMI TAHUN 2008 Kasbani 1, Dahlan 1 1 Kelompok Kerja Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi ABSTRAK Sebagai upaya mempercepat pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Perusahaan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, disingkat Puslitbang tekmira, lahir dari penggabungan Balai Penelitian Tambang dan Pengolahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN L-3 PAGU AUDITABLE UNIT

LAMPIRAN L-3 PAGU AUDITABLE UNIT Pagu 1 Biro Hukum dan Humas - Setjen - Jakarta 13 II 2 Biro Kepegawaian dan Organisasi - Setjen - Jakarta 22 II 3 Biro Keuangan - Setjen - Jakarta 222 IV 4 Biro Perencanaan dan Kerjasama - Setjen - Jakarta

Lebih terperinci

Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia

Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI 13-5012-1998 ICS 73.020 Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia BADAN STANDARDISASI NASIONAL-BSN LATAR BELAKANG Indonesia secara geologis terletak pada pertemuan

Lebih terperinci

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Kawasan Hutan Total No Penutupan Lahan Hutan Tetap APL HPK Jumlah KSA-KPA HL HPT HP Jumlah Jumlah

Lebih terperinci

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015 Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bandung, Maret 2015 MINERAL LOGAM Terdapat 24 komoditi mineral yang memiliki nilai sumber daya dan cadangan yang sesuai

Lebih terperinci

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Desa Hijau Untuk Indonesia Hijau dan Sehat Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Pemanfaatan bahan galian sebagai sumber

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 PANDUAN Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 Bagian Pengelolaan Barang Milik Negara Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. No.1562, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 37 TAHUN 2013 TENTANG KRITERIA TEKNIS KAWASAN PERUNTUKAN PERTAMBANGAN

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 37 TAHUN 2013 TENTANG KRITERIA TEKNIS KAWASAN PERUNTUKAN PERTAMBANGAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAVA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 37 TAHUN 2013 TENTANG KRITERIA TEKNIS KAWASAN PERUNTUKAN PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Pengawasan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Pengawasan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional SNI 13-6675-2002 Standar Nasional Indonesia Pengawasan eksplorasi bahan galian ICS 73.020 Badan Standardisasi Nasional BSN Daftar Isi Daftar Isi... i Prakata... iii Pendahuluan... iv 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 454, 2016 ANRI. Dana. Dekonsentrasi. TA 2016. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL

PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL OLEH : SUGIHARTO HARSOPRAYITNO, MSc DIREKTUR PEMBINAAN PENGUSAHAAN PANAS BUMI DAN PENGELOLAAN AIR TANAH DIREKTORAT

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. ANALISIS BENCANA DI INDONESIA BERDASARKAN DATA BNPB MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DATA MINING MAHESA KURNIAWAN 54412387 Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. Bencana merupakan peristiwa yang dapat

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 No Kode PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 Nama Satuan Kerja Pagu Dipa 1 4497035 DIREKTORAT BINA PROGRAM 68,891,505.00 2 4498620 PELAKSANAAN JALAN NASIONAL WILAYAH I PROVINSI JATENG 422,599,333.00

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL B A D A N G E O L O G I PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL B A D A N G E O L O G I PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL B A D A N G E O L O G I PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI JALAN SOEKARNO-HATTA NO. 444, BANDUNG 40254 TLP. 5202698, FAX. 5226263, E-Mail =dim@esdm.go.id= Website =http://www.dim.esdm.go.id

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

HASIL SURVEI PERTAMBANGAN KABUPATEN DAN PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2015

HASIL SURVEI PERTAMBANGAN KABUPATEN DAN PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2015 HASIL SURVEI PERTAMBANGAN KABUPATEN DAN PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2015 HASIL SURVEI PERTAMBANGAN KABUPATEN DAN PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2015 Oleh: Dipresentasikan Pada Acara: INDONESIAN MINING INSTITUTE

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi nasional yang mempunyai peran yang besar dalam pembangunan nasional. Informasi mengenai

Lebih terperinci

*) KPP Energi Fosil, PMG, Jl. Soekarno Hattta No. 444, Bandung.

*) KPP Energi Fosil, PMG, Jl. Soekarno Hattta No. 444, Bandung. ANALISA KANDUNGAN GAS METHANE DALAM BATUBARA PADA TITIK BOR B-1 DAN B-2 DAERAH LOA LEPU KAB.KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR Sigit Arso Wibisono*) Kelompok Program Penelitian Energi Fosil Sari Batubara

Lebih terperinci

Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sektor Non Kehutanan Oleh : Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK

Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sektor Non Kehutanan Oleh : Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sektor Non Kehutanan Oleh : Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK Disampaikan pada Seminar Nasional yang diselenggarakan Badan Pemeriksa

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH O l e h : Ssiti Sumilah Rita SS Subdit Batubara, DIM S A R I Eksploitasi batubara di Indonesia saat ini

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada: SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD JAKARTA, 28 JANUARI 2010 Pendekatan Pengembangan Wilayah PU Pengembanga n Wilayah SDA BM CK Perkim BG AM AL Sampah

Lebih terperinci

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 1 PETA KABUPATEN/KOTA KALIMANTAN TIMUR Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 2 BAB 1. PENDAHULUAN Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan propinsi terluas

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sambutan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Assalamu alaikum Wr. Wb. Sebuah kebijakan akan lebih menyentuh pada persoalan yang ada apabila dalam proses penyusunannya

Lebih terperinci

PENERAPAN KEBIJAKAN PERTAMBANGAN DI DAERAH, TATA KELOLA PEMERINTAH DAERAH DALAM PRAKTEK LAPANGAN

PENERAPAN KEBIJAKAN PERTAMBANGAN DI DAERAH, TATA KELOLA PEMERINTAH DAERAH DALAM PRAKTEK LAPANGAN PENERAPAN KEBIJAKAN PERTAMBANGAN DI DAERAH, TATA KELOLA PEMERINTAH DAERAH DALAM PRAKTEK LAPANGAN Hasil Survei Pertambangan Kabupaten Dan Provinsi Di Indonesia Tahun 2015 Oleh: Dipresentasikan Pada Acara:

Lebih terperinci

INDONESIA Percentage below / above median

INDONESIA Percentage below / above median National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta

Lebih terperinci

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI. Eddy R. Sumaatmadja

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI. Eddy R. Sumaatmadja KAJJIIAN PPOTENSSII GASS METHAN DALAM BATUBARA DII CEKUNGAN BARIITO PPROVIINSSII KALIIMANTAN SSELATAN Eddy R. Sumaatmadja Kelompok Program Penelitian Energi Fosil S A R I Indonesia memiliki potensi kandungan

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

IV. INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU

IV. INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU IV. INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU IV.1. Izin Usaha Industri Primer Hasil Kayu Industri Primer Hasil Kayu (IPHHK) adalah pengolahan kayu bulat dan/atau kayu bahan baku serpih menjadi barang setengah

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA 2012, No.659 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian Indonesia mengalami peningkatan dalam berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2012 sebesar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENETAPAN WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN DAN SISTEM INFORMASI WILAYAH PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan galian strategis dan salah satu bahan baku energi nasional yang mempunyai peran besar dalam pembangunan nasional. Informasi mengenai sumber

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009 KATA PENGANTAR Kegiatan Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009 merupakan kerjasama antara Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Peternakan,

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS 5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROGRAM LISTRIK PERDESAAN DI INDONESIA: KEBIJAKAN, RENCANA DAN PENDANAAN Jakarta, 20 Juni 2013 DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KONDISI SAAT INI Kondisi

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 46/05/Th. XVIII, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 KONDISI BISNIS MENURUN NAMUN KONDISI EKONOMI KONSUMEN SEDIKIT MENINGKAT A. INDEKS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, www.bpkp.go.id PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: PER- 786/K/SU/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR KEP-58/K/SU/2011

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI Oleh : Direktur Pengelolaan Air Irigasi Lombok, 27 29 November 2013 1 REALISASI KEGIATAN PUSAT DIREKTORAT

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan memegang peranan penting saat ini. Peranannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional UNIT PELAKSANA TEKNIS DITJEN KP3K UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Sekretariat Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan

Lebih terperinci

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : Ir. Mulyana Subdit Batubara, DIM SARI Daerah penyelidikan Loa

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil dewasa ini masih menjadi primadona sebagai energi terbesar di dunia, namun minyak dan gas bumi (migas) masih menjadi incaran utama bagi para investor

Lebih terperinci

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154 ALOKASI ANGGARAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR (Alokasi Anggaran Dekonsentrasi Per Menurut Program dan Kegiatan) (ribuan rupiah) 1 010022 : DKI Jakarta 484,909,154

Lebih terperinci

Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik

Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik Kuliah 1 Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik 1 Implementasi Sebagai bagian dari proses/siklus kebijakan (part of the stage of the policy process). Sebagai suatu studi

Lebih terperinci

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH NAMA : PUTRI MERIYEN BUDI S NIM : 12013048 JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi. Perkembangan dan peningkatan teknologi cukup besar, baik dalam

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN NO PROVINSI LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 ACEH 197 435 632 2 SUMATERA UTARA 1,257 8,378 9,635 3 SUMATERA BARAT 116 476 592

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi. No.522, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan

Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan 2007 Kerja sama Pusat Rencana dan Statistik Kehutanan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Pertanian, Badan Pusat Statistik Jakarta, 2007 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

2017, No sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015

2017, No sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 No.726, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Wilayah Kerja. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG WILAYAH KERJA PANAS

Lebih terperinci

Penetapan kebijakan pengelolaan mineral, batubara, panas bumi dan air tanah nasional.

Penetapan kebijakan pengelolaan mineral, batubara, panas bumi dan air tanah nasional. - 583 - BB. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 1. Mineral, Batu Bara, Panas Bumi, dan Air Tanah 1. Penetapan kebijakan pengelolaan mineral, batubara, panas bumi dan air

Lebih terperinci

BIDANG USAHA TERTENTU (1) (2) (3) (4) (5) 1. PERTAMBANGAN BATUBARA DAN LIGNIT

BIDANG USAHA TERTENTU (1) (2) (3) (4) (5) 1. PERTAMBANGAN BATUBARA DAN LIGNIT LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 16 2015 TENTANG : KRITERIA DAN/ATAU PERSYARATAN DALAM PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 11/02/94/Th. VII, 6 Februari 2017 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Provinsi Nusa Tenggara Timur No. 10/11/53/Th. XX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Secara umum kondisi ekonomi dan tingkat optimisme

Lebih terperinci

2

2 2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015 PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015 Bahan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian Nasional 3 4 Juni 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 A. Penjelasan Umum 1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) I-2017 No. 27/05/94/Th. VII, 5 Mei 2017 Indeks Tendensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fosil, dimana reservoir-reservoir gas konvensional mulai mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. fosil, dimana reservoir-reservoir gas konvensional mulai mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CBM (Coal Bed Methane) atau Gas Metan Batubara pada beberapa tahun terakhir ini menjadi salah satu kandidat alternatif pemenuhan kebutuhan energi fosil, dimana reservoir-reservoir

Lebih terperinci