BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dijelaskan dasar teori yang digunakan dalam pengerjaan Tesis ini. Dasar teori yang dijelaskan meliputi dasar teori mengenai sistem berbasis pengetahuan, penalaran, Bayesian network, dan jaringan regulatori genetik. Selain itu dijelaskan pula beberapa penelitian terdahulu mengenai penggunaan Bayesian network untuk jaringan regulatori genetik. 2.1 Sistem Berbasis Pengetahuan Sistem berbasis pengetahuan adalah suatu sistem yang memberikan solusi dari permasalahan masukan pengguna dengan melakukan penalaran berdasarkan pengetahuan yang direpresentasikan didalamnya [PUP94]. Komponen utama dari sistem berbasis pengetahuan adalah basis pengetahuan dan mesin inferensi. Basis pengetahuan merupakan kumpulan pengetahuan. Pengetahuan yang ada dalam basis pengetahuan direpresentasikan dengan representasi pengetahuan tertentu. Beberapa representasi pengetahuan yang sering digunakan adalah logika proposisi, rule, graf, dan tree. Pengetahuan yang ada pada basis pengetahuan digunakan oleh mesin inferensi untuk membentuk solusi dari permasalahan masukan pengguna. Tidak semua ranah permasalahan cocok untuk diselesaikan dengan sistem berbasis pengetahuan. Ranah permasalahan yang cocok untuk diselesaikan dengan sistem berbasis pengetahuan adalah ranah permasalahan yang ill-structured sehingga tidak dapat diselesaikan dengan metode prosedural. Selain itu, ranah permasalahan tersebut juga biasanya memiliki pengetahuan yang masih dapat berubah atau masih mengandung uncertainty. Pembangunan sistem berbasis pengetahuan sangat bergantung pada permasalahan yang ditangani. Kelas masalah menentukan metode pemecahan masalah yang selanjutnya berpengaruh pada pemilihan representasi pengetahuan dan inferensi yang digunakan. II-1

2 II-2 Menurut Stefik dan Hayes-Roth, permasalahan dapat diklasifikasikan kedalam kelaskelas sebagai berikut: 1. Interpretation: diberikan input observasi atau data dari sensor untuk menyimpulkan deskripsi dari situasi. 2. Monitoring: diberikan hasil observasi untuk menentukan penanganan masalah. Penanganan masalah dibangun melalui pembandingan observasi dengan sekumpulan hasil observasi sebelumnya. 3. Diagnosis: diberikan hasil observasi/gejala untuk menentukan system malfunction. 4. Prediction: diberikan observasi berupa suatu kondisi untuk memprediksi akibat dari kondisi tersebut. 5. Design: diberikan batasan-batasan yang digunakan untuk merancang solusi. 6. Planning: diberikan tujuan yang dicapai untuk merencanakan aksi yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. 7. Debugging: diberikan system malfunction untuk membentuk solusi berupa cara memperbaikinya. 8. Repair: dilakukan eksekusi rencana untuk melakukan perawatan sistem. 9. Instruction: gabungan dari diagnosis, debugging, dan repair. 10. Control: gabungan dari interpretation, prediction, repair, dan monitoring. Sedangkan, menurut Clancey, permasalahan dapat dikalsifikasikan kedalam kelas-kelas sebagai berikut: 1. Interpret: melakukan analisa/interpretasi terhadap sistem a. Identify: mengenali state sistem berdasarkan input dan output sistem. i. Monitor: melakukan pemeriksaaan untuk menemukan defek dari sistem. ii. Diagnose: melakukan debugging berdasarkan error yang ditemukan untuk menemukan penyebabnya. b. Predict: mensimulasikan output sistem berdasarkan input dan deskripsi sistem.

3 II-3 c. Control: melakukan hindsight dengan mendefinisikan input sistem berdasarkan output dan deskripsi sistem. 2. Construct: membangun atau memodifikasi sistem. a. Specify: menentukan batasan-batasan state berdasarkan rancangan sistem. b. Design: melakukan perancangan sistem berdasarkan batasan-batasan sistem yang diberikan. i. Plan: membuat perencanaan pembangunan struktur. ii. Configure: melakukan pembangunan struktur. c. Assemble: merealisasikan rancangan dengan melakukan assembling. i. Modify: melakukan perbaikan berdasarkan instruksi. Selain klasifikasi masalah, pemecahan masalah pun dibagi kedalam kelas-kelas sebagai berikut: 1. Classification: Solusi dipilih dari himpunan solusi dari domain berupa himpunan observasi dan himpunan solusi. Masalah yang diselesaikan merupakan subset observasi yang dapat bersifat tidak lengkap. Hasil yang diberikan berupa satu atau lebih solusi. 2. Construction: Solusi dibangun dari komponen-komponen yang diberikan. 3. Simulation: Solusi dibangun dengan melakukan simulasi bagaimana reaksi sistem terhadap input tertentu. 2.2 Penalaran Penalaran (reasoning) merupakan proses penarikan kesimpulan terhadap suatu ranah permasalahan. Dua metode reasoning yang sering digunakan yaitu penalaran secara induktif dan deduktif. Penalaran induktif dilakukan dengan menarik kesimpulan melalui penelitian sejumlah observasi Sedangkan penalaran deduktif dilakukan dengan menarik kesimpulan berdasarkan premis-premis yang sudah tersedia. Dalam intelejensia buatan, penalaran deduktif dan induktif digunakan untuk dua task utama yaitu pembelajaran (learning) dan inferensi. Pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan penalaran deduktif dan induktif. Sedangkan inferensi dilakukan dengan melakukan penalaran deduktif.

4 II Pembelajaran Suatu agen dikatakan belajar dari experience E berdasarkan performance measure E untuk task T bila performansinya untuk melakukan task T tersebut meningkat dengan experience E bila diukur dengan performance measure P [MIT97]. Pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan penalaran deduktif maupun induktif. Pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan penalaran induktif disebut sebagai inductive learning. Pada inductive learning dilakukan pencarian hipotesis yang sesuai dengan training data dengan melakukan generalisasi berdasarkan pola-pola yang terdapat pada training data. Dengan kata lain, hipotesis dilakukan melalui penalaran induktif. Pembelajaran dapat pula dilakukan dengan menggunakan penalaran deduktif berdasarkan prior knowledge. Pembelajaran ini disebut sebagai analytical learning. Pada analytical learning, prior knowledge digunakan sebagai premis dan setiap training data merupakan fakta pada penalaran deduktif yang dilakukan. Hasil dari penalaran deduktif merupakan explanation. Explanation dari semua training data kemudian digeneralisasi untuk memperoleh hipotesis. Hipotesis ini berupa penghilangan faktor yang tidak relevan pada prior-knowledge. Tidak seperti inferensi, hasil dari proses pembelajaran tidak dapat dipastikan kebenarannya Inferensi Inferensi merupakan penarikan kesimpulan terhadap suatu fakta dari pengetahuan yang dimiliki. Inferensi digunakan pada sistem berbasis pengetahuan untuk memperoleh solusi. Inferensi dilakukan dengan melakukan penalaran secara deduktif. Kesimpulan diperoleh secara logika dengan menggunakan premis-premis tertentu. Inferensi diawali dengan mendefinisikan premis-premis yang digunakan untuk mengambil kesimpulan. Kesimpulan ditentukan dengan mengaplikasikan premis-premis tersebut terhadap fakta yang ada di lingkungan. Hasil inferensi dipastikan sesuai dengan pengetahuan yang direpresentasikan sebagai premis-premis. Proses deduksi terdiri dari tiga tahap. Pertama, pelaku deduksi harus memahami arti dari premis-premis yang ada. Kemudian, pelaku harus membuat kesimpulan yang valid berdasarkan premis tersebut. Terakhir, pelaku harus melakukan evaluasi kesimpulan untuk memeriksa validitas kesimpulannya. Hasil inferensi dipastikan sesuai dengan pengetahuan yang direpresentasikan sebagai premis-premis. Hasil inferensi ini dapat digunakan untuk menambah informasi yang sudah dimiliki dan dinyatakan sebagai premis melalui proses pembelajaran.

5 II Bayesian Network Bayesian network merupakan representasi pengetahuan yang digunakan untuk melakukan probabilistic reasoning. Probabilistic reasoning merupakan proses inferensi yang dilakukan pada kondisi dimana terdapat uncertainty [RUS03]. Untuk melakukan inferensi, dibangun sebuah model jaringan yang menggambarkan relasi antara variabelvariabel yang ada. Proses inferensi dilakukan berdasarkan hukum-hukum yang ada pada teori probabilitas Uncertainty dan Probabilistic Reasoning Uncertainty adalah kondisi dimana suatu agen tidak dapat mengetahui seluruh informasi yang dibutuhkan dari lingkungannya untuk dapat mengambil keputusan secara rasional. Pada ranah permasalahan dimana terdapat uncertainty, pengetahuan yang dimiliki agen hanya mampu memberikan nilai degree of belief pada suatu sentence. Degree of belief ini menyatakan apa yang agen percaya mengenai kebenaran sentence tersebut dan bukan nilai kebenaran sentence yang sebenarnya pada world. Kepercayaan agen tersebut berdasarkan pada persepsi berupa evidences/observasi yang telah diterima agen. Degree of belief dinyatakan sebagai nilai probabilitas. Dalam probabilistic reasoning, setiap elemen dasar yang terlibat dan diberi nilai degree of belief dinyatakan sebagai random variable. Random variable dapat dianggap sebagai anggota dari world yang memiliki status awal tidak diketahui (unknown). Sentence dinyatakan sebagai random variable yang sudah memiliki nilai tertentu. Random variable dapat dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan ranah nilainya yaitu boolean random variable yang memiliki nilai true dan false, discrete random variable dengan ranah nilai diskrit, dan continuous random variable dengan ranah nilai kontinu. Dalam probabilistic inference, terdapat dua jenis probabilitas yang digunakan yaitu prior probability dan conditional probability. Prior probability disebut juga sebagai unconditional probability atau marginal probability. Nilai probabilitas ini menyatakan degree of belief agen terhadap suatu sentence pada saat tidak diketahui informasi lainnya. Prior probability hanya berlaku pada saat agen belum memiliki persepsi berupa evidence/observasi apapun. Probabilitas semua kemungkinan nilai dari random variable disebut sebagai prior probability distribution dari random variable tersebut. Join probability distribution merupakan distribusi probabilitas yang dibentuk dengan melibatkan kombinasi nilai probabilitas dari lebih dari satu random variables. Bila join probability distribution

6 II-6 dibentuk dengan melibatkan seluruh variabel yang ada di world, maka distribusinya disebut sebagai full join probability distribution. Distribusi ini mendefinisikan probabilitas dari setiap atomic event yang ada sehingga merupakan spesifikasi yang lengkap tentang uncertainty agen pada world. Untuk variabel yang kontinu, tidak mungkin dibangun tabel distribusi probabilitasnya karena tidak terbatasnya nilai yang mungkin pada ranah nilai variabel tersebut. Sebagai penggantinya, biasanya didefinisikan probabilitas random variable tersebut mengambil suatu nilai x sebagai masukan fungsi parameter tertentu. Distribusi probabilitas untuk variabel kontinu disebut sebagai probability density function. Bila agen telah mendapatkan evidence berkaitan dengan random variable yang sebelumnya tidak diketahui nilainya, prior probability tidak dapat lagi diterapkan dalam probabilistic inference. Probabilitas yang dipakai untuk melakukan penalaran harus berupa conditional probability. Probabilitas ini dinotasikan dengan P( a b) dengan a dan b adalah sentence. Notasi tersebut menyatakan nilai probabilitas a bila semua yang diketahui (evidence) adalah b. Nilai conditional probability dihitung berdasarkan teorema Bayes Teorema Bayes Teorema Bayes merupakan teorema yang menghubungkan conditional probability dengan unconditional probability. Teorema ini digunakan untuk menghitung nilai conditional/posterior probability bila diketahui observasi. Conditional probability dapat didefinisikan sebagai formula dari unconditional probability dengan persamaan ( II-1). P( A B) = P( A B) P( B) ( II-1) Persamaan ( II-1) berlaku bila P ( B = b) > 0. Selain itu, persamaan tersebut juga dapat dituliskan dalam bentuk product rule sebagai berikut: P ( A B) = P( A B) P( B) ( II-2) Bentuk penulisan ini berdasarkan pada fakta bahwa agar A= a dan B= b benar, B= b harus benar dan A= a harus benar bila diketahui B= b benar. Hal ini ekivalen dengan:

7 II-7 P ( A B) = P( B A) P( A) ( II-3) Teorema Bayes menggabungkan kedua persamaan tersebut menjadi: P ( A B) = P( B A) P( A) P( B) ( II-4) Setiap term pada teorema Bayes memiliki nama konvensional sebagai berikut: 1. P(A) merupakan prior/marginal probability dari random variable A. 2. P( A B) merupakan conditional probability variabel A bila terdapat evidence mengenai variabel B. 3. P( B A) adalah conditional probability variabel B bila terdapat evidence mengenai variabel A. 4. P(B) adalah prior/marginal probability dari variabel B yang berfungsi sebagai konstanta normalisasi untuk menjamin nilai probabilitas maksimal satu. Pernyataan P( A B) hanya berlaku bila B adalah satu-satunya evidence yang ada. Bila terdapat evidence tambahan C, maka degree of belief A adalah P( A B C). Teorema Bayes merupakan dasar dari probabilistic reasoning. Pembaharuan nilai probabilistik bila diketahui evidence/observasi dilakukan dengan menggunakan teorema ini Relasi Independensi dan Conditional Independence Konsep lain yang digunakan dalam probabilistic reasoning adalah relasi independensi. Dalam suatu ranah permasalahan, random variables yang terdefinisi di dalamnya, tidak seluruhnya memiliki keterkaitan satu sama lain. Dua variabel yang tidak saling terkait tidak saling mempengaruhi satu sama lainnya. Bila diketahui random variables X dan Y saling tidak terkait, maka bila salah satu variabel tersebut menjadi evidence, nilai probabilitas variabel yang lainnya tidak terpengaruh. Kondisi ini disebut sebagai independensi. Independensi antara dua variabel X dan Y dapat dituliskan dalam persamaaan ( II-5).

8 II-8 Ρ( X Y ) = Ρ( X ) Ρ( Y X ) = Ρ( Y ) Ρ( X, Y ) = Ρ( X ) Ρ( Y ) ( II-5) Asersi independensi biasanya berasal dari pengetahuan mengenai ranah permasalahan. Independensi dapat mengurangi jumlah informasi yang dibutuhkan untuk membentuk full join distribution secara signifikan. Selain relasi independensi, dalam probabilistic inference terdapat pula relasi conditional independence. Dua variabel memiliki relasi conditional independence bila kedua variabel tersebut memiliki relasi independensi tetapi juga dipengaruhi oleh sebuah variabel yang sama. Dengan demikian, ada tidaknya relasi independensi antar kedua variabel tersebut bergantung pada ada tidaknya evidence mengenai variabel ketiga. Bila terdapat evidence mengenai variabel ketiga, kedua variabel pertama tidak lagi bersifat independen. Sama seperti relasi independensi, relasi conditional independence juga dapat membantu mengurangi jumlah informasi yang dibutuhkan untuk membentuk full join distribution Konsep Bayesian Network Untuk merepresentasikan ketergantungan antar variabel dan memberikan spesifikasi yang singkat tentang full join probability distribution, digunakan struktur data yang disebut sebagai Bayesian network. Bayesian network merupakan sebuah graf berarah dimana setiap simpulnya memiliki informasi nilai probabilitas. Bayesian network terdiri dari: 1. Himpunan random variables yang masing-masing direpresentasikan sebagai simpul. Random variable dapat bersifat diskrit maupun kontinu. 2. Himpunan sisi berarah yang menghubungkan sepasang simpul. Sisi berarah dari simpul X ke simpul Y, maka X disebut sebagai parent dari Y. X i 3. Setiap simpul memiliki conditional probability distribution P( X i Parents( X i )) yang mengkuantisasi pengaruh dari parents simpul tersebut. 4. Graf tidak memiliki siklus berarah sehingga harus merupakan directed acyclic graph (DAG).

9 II-9 Topologi jaringan yang dibentuk oleh himpunan simpul dan sisi menggambarkan relasi conditional independence yang ada pada ranah permasalahan. Sisi berarah yang ada memiliki makna intuitif bahwa X memiliki pengaruh langsung pada Y. Pengaruh langsung ini dengan mudah ditentukan oleh pakar pada ranah permasalahan tersebut. Bila suatu variabel X memiliki relasi conditional independence dengan variabel Y bila terdapat variabel Z, dalam topologi jaringan, relasi ini digambarkan dengan sisi berarah dari variabel Z ke variabel X, serta dari variabel Z ke variabel Y. Kedua sisi berarah tersebut menggambarkan pengaruh langsung variabel Z ke masing-masing variabel X dan Y. Relasi conditional independence antara variabel X dan Y digambarkan dengan tidak adanya sisi berarah diantara kedua variabel. Setelah topologi jaringan terbentuk, data yang dibutuhkan untuk melalukan proses inferensi hanyalah conditional probability distribution untuk setiap simpul bila terdapat parents-nya. Kombinasi topologi jaringan dan conditional probability distributions ini telah cukup untuk menentukan full join probability distributions pada ranah permasalahan. Distribusi pada setiap simpul digambarkan dengan conditional probability table (CPT). Untuk variabel yang tidak memiliki parent, CPT berisi prior probability distribution. CPT hanya dapat digunakan untuk variabel diskrit. Setiap baris pada CPT mengandung conditional probability untuk setiap nilai simpul untuk suatu conditioning case. Conditioning case merupakan kombinasi nilai yang mungkin dari parents simpul tersebut. Nilai probabilitas yang ada pada tiap baris harus bernilai satu bila dijumlahkan karena entri-entri yang ada merepresentasikan himpunan kasus untuk variabel tersebut secara exhaustive Dynamic Bayesian Network Dynamic Bayesian network adalah salah satu perluasan dari Bayesian network yang digunakan untuk merepresentasikan model probabilitas temporal. Pada model probabilitas temporal, aspek dinamis dari permasalahan yang dimodelkan menjadi suatu aspek yang diperhatikan. Aspek dinamis sendiri merupakan perubahan state dari suatu variabel. Proses perubahan state dapat dilihat sebagai sekumpulan snapshots yang masing-masing mendeskripsikan state permasalahan pada waktu tertentu. Tiap snapshot disebut sebagai time slice yang terdiri dari sekumpulan random variable. Pada dynamic Bayesian network, variabel dan relasi yang ada diantaranya direplikasi pada tiap time slice-nya sedemikian sehingga merepresentasikan first-order Markov process. Dalam first-order Markov process, tiap variabel hanya mungkin memiliki

10 II-10 parents dari time slice-nya atau time slice tepat sebelumnya. Dengan kata lain, kondisi suatu variabel hanya dipengaruhi oleh variabel-variabel yang ada pada time slice sebelumnya atau setelahnya. Dynamic Bayesian network direpresentasikan sebagai Bayesian network yang direplikasi setiap time slice-nya. Dari suatu time slice ke time slice selanjutnya terdapat model transisi yang menggambarkan bagaimana nilai probabilitas suatu variabel berubah. Bayesian network pada dynamic Bayesian network direplikasi hingga diperoleh snapshot yang mencukupi observasi. Hasil dari replikasi tersebut membentuk suatu Bayesian network sehingga proses inferensinya dapat dilakukan dengan inferensi Bayesian network biasa. 2.4 Inferensi pada Bayesian Network Untuk melakukan inferensi dengan Bayesian network, terdapat dua teknik yang dapat digunakan yaitu exact inference dan approximate inference. Pada exact inference, dilakukan perhitungan nilai-nilai probabilistik secara tepat berdasarkan hasil observasi. Sedangkan, approximate inference tidak melakukan perhitungan nilai probabilistik secara tepat Exact Inference pada Bayesian Network Dalam probabilistic reasoning dilakukan penghitungan distribusi probabilitas posterior untuk himpunan variabel query bila terdapat suatu event. Event didefinisikan sebagai assignment nilai-nilai untuk himpunan variabel evidence. Bila X menyatakan variabel query, Ε menyatakan himpunan variabel evidence E,...,E, menyatakan suatu event tertentu yang diobservasi, dan 1 m e Υ adalah himpunan variabel nonevidence himpunan variabel yang lengkap dapat dinyatakan sebagai Y 1,..,Y l, maka Χ = {X } Ε Υ. Pemrosesan query merupakan penghitungan distribusi probabilitas posterior untuk Ρ( X e) Inferensi dengan Enumerasi Ρ ( X, e, y) pada join probability distribution dapat dituliskan sebagai hasil kali dari conditional probability yang ada pada jaringan. Dengan demikian, sebuah query dapat dijawab dengan menggunakan Bayesian network melalui perhitungan sum of products dari conditional probabilities pada jaringan.

11 II-11 Proses inferensi dengan enumerasi dilakukan dengan penelusuran depth first recursion pada expression tree. Dengan demikian, kompleksitas ruang untuk algoritma ini adalah O(n) atau linear terhadap jumlah variabel. Namun, kompleksitas waktu algoritma adalah O( d n ) dengan d adalah arity dari variabel. Dengan demikian, kompleksitas waktu algoritma masih bersifat eksponensial sehingga tidak memungkinkan diterapkan untuk jaringan dengan jumlah variabel yang banyak. Selain itu, dengan penelusuran depth first recursion pada expression tree banyak terdapat subekspresi yang diulangi penghitungannya sehingga memperumit komputasi Algoritma Variable Elimination Algoritma untuk melakukan inferensi dengan enumerasi dapat disempurnakan dengan mengeliminasi penghitungan ulang subekspresi pada expression tree. Hal ini dilakukan dengan melakukan penghitungan satu kali saja dan menyimpan hasilnya untuk digunakan kemudian. Salah satu algoritma yang mengaplikasikan ide ini adalah algoritma variable elimination. Algoritma variable elimination mengolah ekspresi perhitungan query dengan urutan dari kanan ke kiri (bottom up pada expression tree). Hasil antara disimpan dan penghitungan notasi sigma untuk suatu variabel dilakukan hanya untuk bagian ekspresi yang bergantung pada variabel tersebut.. Setiap bagian ekspresi yang berupa conditional probability ditandai dengan nama variabel yang berasosiasi dan disebut sebagai faktor. Setiap vektor dinyatakan sebagai matriks conditional probability berukuran sesuai dengan kemungkinan nilai variabel-variabel yang mempengaruhi ekspresi tersebut. Pada algoritma variable elimination, setiap simpul daun pada expression tree yang bukan merupakan variabel query atau evidence dapat dihilangkan. Secara umum, setiap variabel yang bukan merupakan ancestor dari variabel query atau evidence tidak relevan terhadap query sehingga dapat dihilangkan dalam penghitungan. Algoritma variable elimination lebih efisien dibandingkan inferensi dengan enumerasi karena mampu menghindari penghitungan berulang dari subekspresi dan menghilangkan variabel yang tidak relevan. Kebutuhan waktu dan ruang untuk algoritma ini sangat ditentukan oleh urutan eliminasi variabel dan struktur jaringan. Untuk singly connected network/polytree dimana terdapat paling banyak satu path tidak langsung antara dua simpul, kompleksitas waktu dan ruang algoritma variable elimination adalah O(n), linear terhadap ukuran jaringan. Ukuran jaringan dinyatakan

12 II-12 sebagai jumlah entri pada CPT. Sebaliknya, untuk multiply connected network, algoritma kn ini memiliki kompleksitas waktu dan ruang O( d ) Algoritma Clustering Algoritma variable elimination sederhana dan efisien bila digunakan untuk menjawab query individual. Namun, algoritma ini tidak efisien bila digunakan untuk menghitung probabilitas posterior seluruh variabel yang ada pada jaringan. Pada jaringan polytree, dibutuhkan O (n) queries dengan cost O(n) untuk setiap query. Dengan demikian, waktu yang dibutuhkan adalah O( n 2 ). Untuk menghindarinya, dapat digunakan algoritma clustering. Algoritma ini disebut juga sebagai algoritma junction tree dan dapat mengurangi kompleksitas waktu hingga mencapai O(n). Karena itu, algoritma ini banyak digunakan pada kakas Bayesian network. Ide dasar dari clustering adalah menggabungkan simpul individual pada jaringan untuk membentuk simpul cluster sedemikian sehingga jaringan yang ada berbentuk polytree. Sebagai contoh, dua variabel Boolean digabungkan menjadi suatu simpul besar yang memiliki nilai TT, TF, FT, FF. Untuk melakukan clustering dari directed acyclic graph, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah melakukan moralisasi graf, memasukkan evidences, melakukan triangulasi, membentuk junction tree, dan mempropagasikan evidences yang ada. Moralisasi graf dilakukan dengan menambahkan sisi diantara dua variabel yang memiliki anak yang sama. Setelah itu, dilakukan penghilangan arah pada sisi untuk memperoleh graf tak berarah. Triangulasi dilakukan untuk mengubah graf menjadi graf chordal. Pada graf chordal, tiap cycle yang terdiri dari empat atau lebih simpul harus memiliki chord. Chord merupakan sisi yang menghubungkan dua simpul yang tidak saling bersisian pada suatu cycle. Setelah graf ditriangulasi, maximum spanning tree dari graf merupakan junction tree. Evidences yang telah diperoleh kemudian dipropagasikan dengan melakukan message passing. Message passing pada junction tree dilakukan dari simpul daun ke akar. Untuk melakukan message passing, hal pertama yang harus dilakukan adalah menginisialisasi potensial untuk setiap cluster dan separator. Setelah potensial diinisialisasi, barulah dilakukan message passing. Algoritma untuk melakukan message passing yang paling efisien adalah algoritma clustering Lauritzen-Spiegelhalter versi Jensen [JIT96]. Pada algoritma ini, tiap cluster mengelola degree of belief yang telah diperbaharui hingga saat

13 II-13 ini. Sedangkan, tiap separator mengelola message sebelumnya yang di-passing antara cluster yang dipisahkan oleh separator tersebut. Setiap message baru yang di-passing antar dua cluster yang dipisahkan oleh separator dibagi dengan nilai yang dikelola oleh separator tersebut. Dalam implementasinya, algoritma Lauritzen-Spiegelhalter masih membutuhkan komputasi yang intensif dan kadang tidak dapat diterapkan untuk mengevaluasi jaringan yang berukuran besar [JIT96] Algoritma clustering mengaplikasikan constraint propagation dimana constraints meyakinkan bahwa cluster yang bertetangga tidak bertentangan dengan probabilitas posterior dari variabel yang dimiliki oleh keduanya. Dengan bookkeeping yang baik, algoritma ini dapat menghitung probabilitas posterior untuk semua variabel nonevidence pada jaringan dalam waktu O(n), dengan n adalah ukuran dari jaringan yang telah dimodifikasi. Bila jaringan membutuhkan waktu dan ruang eksponensial dengan algoritma variable elimination, maka CPT yang dibutuhkan pada jaringan yang di-cluster kn juga dibangun dengan kompleksitas waktu dan ruang yang eksponensial yaitu O( d ) Approximate Inference pada Bayesian Network Metode approximate inference muncul karena tidak mungkin dilakukan exact inference pada Bayesian network yang besar atau memiliki struktur multiply connected network. Algoritma-algoritma yang digunakan untuk melakukan approximate inference salah satunya merupakan varian dari algoritma Monte Carlo. Algoritma Monte Carlo banyak digunakan untuk memperkirakan kuantitas yang sulit untuk dihitung secara tepat. Algoritma ini menggunakan metode sampling secara acak Oleh karena itu, akurasi algoritma ini bergantung pada jumlah sampel yang dibangkitkan. Pada probabilistic reasoning, sampling digunakan dalam perhitungan probabilitas posterior. Terdapat dua kelompok algoritma Monte Carlo yaitu direct sampling dan Markov chain sampling Metode Direct Sampling Elemen dasar dari algoritma sampling adalah pembangkitan sampel dari distribusi probabilitas yang diketahui. Proses sampling acak yang paling sederhana pada Bayesian network adalah membangkitkan event dari jaringan dimana tidak terdapat evidence yang berkaitan dengan event tersebut hingga saat ini (empty network). Sampling dilakukan pada setiap variabel secara bergantian sesuai urutan topologinya. Nilai distribusi probabilitas sampel bergantung pada nilai yang telah diberikan pada variabel parent. Kompleksitas ruang proses sampling ini sebanding dengan jumlah variabel pada Bayesian

14 II-14 network yaitu O(n). Sedangkan, kompleksitas waktu proses sampling ini adalah O(kn) dengan k adalah jumlah parents. Dengan teknik pembangkitan sampel tersebut, setiap langkah sampling hanya bergantung pada nilai yang telah diberikan untuk variabel parent, sehingga probabilitas suatu event dibangkitkan dapat dinyatakan sebagai: S PS n ( x1,..., x ) = P( x parents( X )) n i= 1 ( II-6) Ruas kanan persamaan ( II-6) sama dengan ruas kanan pada persamaan representasi join probability distribution pada Bayesian network. Dengan demikian, query dapat dijawab dengan menggunakan sampel. Pada algoritma sampling, jawaban query dibuat dengan memperhitungkan sampel aktual yang dibangkitkan. Nilai perkiraan probabilitas dihitung sebagai fraksi jumlah sampel yang sesuai dengan query dari keseluruhan sampel. i i Gambar II-1 Contoh Bayesian Network Sebagai contoh, pada Gambar II-1, sampling dilakukan pertama kali pada variabel Cloudy. Karena nilai probabilitas untuk Cloudy = true dan Cloudy = false sama, maka variabel ini dapat disampel dengan nilai true atau false. Misalkan, nilai yang dipilih adalah Cloudy = true. Sampling kemudian dilanjutkan ke variabel Sprinkler dengan memperhitungkan nilai parent-nya yaitu Cloudy = true. Nilai probabilitas Sprinkler =

15 II-15 true, bila diketahui Cloudy = true adalah 0.1. Dengan demikian variabel Sprinkler disampling dengan nilai false, begitu seterusnya. Untuk menghitung nilai probabilitas query, misal Rain = true, dari seluruh sampel dihitung fraksi sampel yang memenuhi Rain = true. Misal dari 100 sampel, terdapat 25 sampel dimana Rain = true. Dengan demikian, nilai probabilitas Rain = true adalah Rejection Sampling Rejection sampling adalah metode umum yang digunakan untuk menghasilkan sampel dari distribusi yang sulit di-sampling. Metode ini dapat digunakan untuk menghitung conditional probability P( X e). Algoritma rejection sampling pertama membangkitkan sampel-sampel dari distribusi prior yang ada pada jaringan. Kemudian, algoritma mengeliminasi sampel-sampel yang tidak sesuai dengan evidence. Terakhir, estimasi dari P ( X = x e) diperoleh dengan menghitung seberapa sering X = x muncul pada sampelsampel yang tersisa. Misalkan pada Gambar II-1, ingin dilakukan inferensi untuk mengetahui nilai probabilitas Rain = true, bila diketahui Sprinkler = true. Dari 100 sampel yang dibangkitkan 50 memiliki nilai Sprinkler = true. Dari 50 tersebut, diketahui 20 sampel memiliki nilai Rain = true. Dengan demikian, dapat disimpulkan probabilitas query sebagai hasil normalisasi dari <20,30>. Sehingga, nilai probabilitas Rain = true bila diketahui Sprinkler = true adalah 0.4. Rejection sampling mampu memberikan estimasi yang konsisten terhadap nilai probabilitas sebenarnya. Semakin banyak sampel yang sesuai, nilai estimasi probabilitas semakin mendekati nilai probabilitas sebenarnya. Permasalahan utama rejection sampling adalah algoritma ini mengeliminasi terlalu banyak sampel. Fraksi dari sampel yang konsisten dengan evidence menurun secara eksponensial seiring dengan pertambahan variabel evidence. Dengan demikian, metode ini tidak dapat digunakan untuk permasalahan yang kompleks. Kompleksitas waktu algoritma rejection sampling adalah Sedangkan, kompleksitas ruangnya adalah O(sn). O(skn) untuk s jumlah sampel Likelihood Weighting Likelihood weighting mampu mengeliminasi kelemahan rejection sampling dengan hanya membangkitkan events yang konsisten dengan evidence. Algoritma ini pertama

16 II-16 menetapkan nilai untuk variabel evidence Ε. Kemudian, proses sampling dilakukan hanya untuk variabel-variabel lainnya, yaitu variabel query X dan variabel nonevidence Υ. Dengan demikian, setiap event yang dibangkitkan konsisten dengan evidence. Setiap event diberi bobot berdasarkan kemungkinan event tersebut muncul bersama dengan evidence. Bobot ini dihitung sebagai hasil kali dari conditional probability dari setiap variabel evidence bila diberikan parents-nya. Pada awal pembangkitan sampel, bobot diberi nilai satu. Events dimana evidence sebenarnya jarang muncul memiliki bobot yang kecil. Estimasi jawaban query dihitung dengan membentuk distribusi dimana setiap elemennya diberi bobot dengan menjumlahkan bobot event yang sesuai dengan setiap kemungkinan nilai variabel query dan dinormalisasi. Sebagai contoh, misalkan pada Gambar II-1, ingin dilakukan inferensi untuk mengetahui probabilitas variabel Rain bila diketahui Sprinkler = true, dan WetGrass = true. Pada saat proses sampling, bobot pertama kali diset dengan nilai satu. Kemudian, dilakukan sampling terhadap variabel Cloudy yang menghasilkan nilai Cloudy = true. Proses kemudian dilanjutkan ke variabel Sprinkler. Variabel ini merupakan variabel evidence sehingga bobot diset dengan nilai bobot sebelumnya dikalikan nilai probabilitas Sprinkler=true bila diketahui Cloudy = true. Bobot menjadi bernilai 1 x 0.1 = 0.1. Kemudian, proses dilanjutkan ke variabel Rain, dan menghasilkan nilai Rain = true. Setelah itu, variabel WetGrass merupakan variabel evidence sehingga nilai bobot menjadi 0.1 x 0.99 = Dengan demikian, diperoleh sampel [true,true,true,true] dengan bobot Sama seperti rejection sampling, likelihood weighting juga memberikan estimasi yang konsisten terhadap distribusi probabilitas sebenarnya. Bobot yang ada menyatakan perbedaan antara distribusi probabilitas estimasi dan sebenarnya. Kompleksitas waktu algoritma ini adalah O(skn) untuk s jumlah sampel. Sedangkan, kompleksitas ruangnya adalah O(sn). Karena likelihood weighting menggunakan seluruh sampel yang dibangkitkan, algoritma ini jauh lebih efisien dibandingkan dengan rejection sampling. Namun, performansi algoritma menurun seiring dengan pertambahan jumlah variabel evidence. Hal ini dapat dihindari bila variabel evidence muncul pada urutan bawah pada urutan variabel Markov Chain Monte Carlo Teknik lain yang digunakan untuk melakukan approximate inference adalah Markov Chain Monte Carlo (MCMC). Pada MCMC, suatu network dengan assignment nilai

17 II-17 semua variabelnya disebut sebagai state. State selanjutnya dibangkitkan dengan melakukan sampling pada suatu variabel berdasarkan nilai Markov blanket-nya. Markov blanket untuk suatu simpul didefinisikan sebagai variabel parent, child, dan child dari parent-nya. Suatu simpul memiliki relasi conditional independence dengan variabel lainya bila diberikan Markov blanket-nya. Pada MCMC, dilakukan proses sampling setiap variabel secara bergantian, dengan nilai variabel evidences yang tetap. Pemilihan variabel yang disampling dilakukan secara acak. Sebagai contoh, untuk Bayesian network pada Gambar II-1 dengan evidences Sprinkler = true, WetGrass = true, dapat didefinisikan empat state dalam MCMC seperti terlihat pada Gambar II-2. Gambar II-2 Contoh State Network pada MCMC Untuk mengestimasi nilai peluang terjadinya hujan bila diketahui Sprinkler = true dan WetGrass = true, dilakukan proses sampling untuk variabel Cloudy dan Rain berdasarkan Markov blanket-nya dengan initial state tertentu. Misalkan, dari 100 state yang dibangkitkan, terdapat 31 state dimana Rain = true, dan 69 state dimana Rain = false, maka peluang terjadinya hujan bila diketahui Sprinkler = true dan WetGrass = true adalah 0,31. Berdasarkan teorema, diketahui bahwa fraksi sampel yang dibangkitkan tersebut sebanding dengan probabilitas posterior. Nilai probabilitas suatu state simpul bila diberikan Markov blanket-nya diformulasikan dalam persamaan ( II-7).

18 II-18 P ( x ' mb( X )) = P( x ' Parents( X )) i i i i z Children( P( z j X i j ) Parents( Z j )) ( II-7) Kompleksitas waktu algoritma ini adalah O(smn) untuk s jumlah sampel dan m jumlah variabel pada Markov blanket. Sedangkan, kompleksitas ruangnya adalah O(sn). 2.5 Jaringan Regulatori Genetik Pada sub bab ini dijelaskan mengenai jaringan regulatori genetik yang ada pada organisme. Konsep dasar jaringan regulatori genetik dijelaskan diikuti representasinya. Pemodelan jaringan regulatori genetik dan fungsinya juga dijelaskan Konsep Dasar Jaringan regulatori genetik adalah sekumpulan segmen DNA dalam sel yang berinteraksi satu sama lain secara tidak langsung melalui RNA dan produk ekspresi berupa protein. Selain itu, dalam jaringan regulatori genetik, sekumpulan segmen DNA ini juga berinteraksi dengan substansi lain yang ada dalam sel. Interaksi yang terjadi mengatur bagaimana tingkat suatu gen ditranskripsikan menjadi mrna. Secara umum, tiap molekul mrna menjadi template dalam pembentukan protein. Pada beberapa kasus, protein ini menjadi molekul pembentuk struktur yang berkumpul di dinding sel atau di dalam sel dan membentuk struktur sel. Pada kasus yang lain, protein berfungsi sebagai enzim yang berperan sebagai katalis dalam reaksi kimia tertentu. Namun, ada pula beberapa protein yang hanya berfungsi untuk mengaktifkan gen lain sehingga terekspresi. Protein ini berperan penting dalam jaringan regulatori genetik dan disebut sebagai faktor transkripsi. Faktor transkripsi dapat pula menghambat terjadinya ekspresi suatu gen. Setiap kali sel membelah, dua sel yang dihasilkan memiliki genom yang lengkap. Namun, fungsi sel tersebut ditentukan oleh gen yang diaktifkan dan membentuk protein. Produk yang dihasilkan dari ekspresi suatu gen pada sel dapat keluar dari sel dan melalui sel-sel yang bersebelahan bergerak hingga mencapai suatu sel lain yang dituju untuk mengaktifkan gen pada sel tersebut. Proses pengaktifan ini terjadi bila jumlah produk gen yang dikirimkan melewati ambang tertentu.

19 II Representasi Jaringan regulatori genetik terdiri dari simpul-simpul yang berupa protein, mrna yang berkorespondensi dengan protein tersebut, dan senyawa yang terdiri dari ikatan proteinprotein. Sisi yang ada antara dua simpul dapat merepresentasikan reaksi molekular individual, interaksi protein-protein, dan interaksi protein-mrna yang pada akhirnya menggambarkan bagaimana gen saling mempengaruhi satu sama lain. Pengaruh yang disebabkan suatu gen pada gen lainnya dapat bersifat induktif maupun deduktif. Pengaruh yang induktif berarti kenaikan level ekspresi suatu gen mengakibatkan naiknya level ekspresi gen yang dipengaruhinya. Sebaliknya, pengaruh deduktif berarti kenaikan level ekspresi gen mengakibatkan turunnya level ekspresi gen yang dipengaruhinya. Sekumpulan sisi dapat membentuk rantai dependensi dengan siklus yang menggambarkan adanya pengaruh balik. Struktur jaringan merupakan abstraksi dari dinamika kimia sistem yang menggambarkan bagaimana suatu zat mempengaruhi zat-zat lainnya yang terkait. Gambar II-3 Contoh Jaringan Regulatori Genetik Contoh jaringan regulatori genetik dapat dilihat pada Gambar II-3. Pada jaringan regulatori genetik, gen dapat dipandang sebagai simpul pada jaringan yang menerima input berupa faktor transkripsi dan menghasilkan output berupa level ekspresi gen. Simpul sendiri dapat dipandang sebagai suatu fungsi yang diperoleh dengan mengkombinasikan fungsi-fungsi dasar pada input. Fungsi-fungsi ini telah diinterpretasikan sebagai fungsi yang melakukan pemrosesan informasi dalam sel yang membentuk perilaku sel. Cara kerja sel diatur oleh konsentrasi beberapa protein. Konsentrasi beberapa protein inilah yang memberikan informasi spasial (lokasi dalam sel atau jaringan) dan informasi temporal (siklus sel atau tahap pembangunannya) sel. Setelah jaringan regulatori genetik dapat dipetakan, pekerjaan selanjutnya adalah menentukan fungsi setiap simpul gen untuk membantu memahami perilaku sel.

20 II-20 Model matematis dari jaringan regulatori genetik telah dibangun agar perilaku sel yang dimodelkan dapat dipelajari. Pada beberapa kasus, model dapat juga digunakan untuk memprediksi kondisi sel pada suatu lingkungan percobaan tertentu. Beberapa model yang sudah dibangun dapat memberikan prediksi kerja sel pada kondisi eksperimen yang belum pernah dicoba secara riil. Setelah dilakukan percobaan riil, diketahui bahwa model telah mampu memberikan prediksi yang akurat. Teknik pemodelan jaringan regulatori genetik yang paling umum melibatkan penggunaan coupled ordinary differential equations (coupled ODE). Beberapa teknik pemodelan lain yang dapat digunakan yaitu Boolean network, jaringan Petri, Bayesian network, model grafis Gaussian, stokastik, dan Process Calculi. 2.6 Penelitian Terkait Pada bagian ini dipaparkan beberapa penelitian yang terkait dengan penggunaan Bayesian network untuk jaringan regulatori genetik. Dari tinjauan pustaka yang dilakukan, Bayesian network merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk ranah permasalahan jaringan regulatori genetik. Penggunaan Bayesian network pada ranah permasalahan ini biasanya berkaitan dengan pemodelan dan simulasi jaringan regulatori genetik. Pemodelan jaringan regulatori genetik berkaitan dengan pembelajaran struktur jaringan dari data ekspresi gen. Data ekspresi gen yang digunakan bisa dalam bentuk data microarray ataupun dalam format arff. Pembelajaran struktur ini digunakan dengan menggunakan algoritma pembelajaran Bayesian network. Metode Bayesian network juga disukai untuk pemodelan jaringan regulatori genetik karena metode ini dapat dengan mudah mengkombinasikan prior knowledge dengan struktur yang diperoleh dari hasil pembelajaran. Sedangkan, untuk melakukan simulasi jaringan regulatori genetik, digunakan algoritma inferensi Bayesian network seperti yang dikerjakan pada Tesis ini. Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, beberapa algoritma yang digunakan untuk pembelajaran struktur jaringan regulatori genetik adalah FCI [SPI01], GES [SPI01], K2 with Bayesian scoring [COO92], K2 with BIC scoring [COO92], MWST [CHO68], PC [SPI01]. Dalam [NIE07] dilakukan perbandingan akurasi keenam algoritma tersebut dalam melakukan pembelajaran struktur jaringan regulatori genetik dari data microarray. Namun dari hasil eksperimen yang dilakukan, tidak ada algoritma yang dapat direkomendasikan untuk melakukan pembelajaran struktur. [KHI07] melakukan pembelajaran struktur jaringan regulatori genetik dengan algoritma Bayesian network

21 II-21 Metropolis-Hastings. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa algoritma Metropolis- Hastings dapat direkomendasikan untuk pembelajaran struktur. Namun, dari sekian banyak algoritma yang digunakan untuk pembelajaran struktur, dynamic Bayesian network merupakan metode yang paling direkomendasikan. Hal ini disebabkan metode ini dapat mengatasi relasi regulasi siklik yang ada pada jaringan regulatori genetik. Dari tinjauan pustaka yang dilakukan, tidak banyak dijumpai penelitian yang dipublikasikan yang memfokuskan pada pembelajaran Bayesian network untuk jaringan regulatori genetik. Kebanyakan penelitian yang dipublikasikan memfokuskan penelitiannya pada pembelajaran struktur jaringan regulatori genetik. Beberapa penelitian yang membahas inferensi Bayesian network untuk jaringan regulatori genetik yaitu [SUZ05] dan [WIL04]. Pada [SUZ05], untuk mensimulasikan jaringan regulatori genetik digunakan metode Bayesian network dan neural network. Metode Bayesian network digunakan untuk memperoleh confidence level nilai level ekspresi gen. Sedangkan nilai level ekspresi gen dihitung dengan menggunakan neural network. Apabila simulasi hanya dilakukan dengan menggunakan neural network saja, nilai level ekspresi gen yang dihasilkan dianggap belum cukup prediktif. Namun, bila menggunakan Bayesian network saja, hanya dapat diperoleh level ekspresi gen yang sudah dikuantisasi, bukan yang tepat. Oleh karena itu, untuk memperoleh keduanya, digunakan teknik Bayesian network dan neural network pada saat bersamaan. Pada [WIL04] digunakan teknik approximate inference untuk melakukan inferensi pada graf Bayesian network dari jaringan regulatori genetik. Algoritma yang digunakan untuk melakukan inferensi adalah algoritma dari kelompok Markov Chain Monte Carlo. Namun, pembangunan dan kinerja sistem tidak dijelaskan secara mendetail.

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN Pada bab ini dijabarkan hasil analisis dan perancangan yang dilaksanakan selama pengerjaaan Tesis. Analisis yang dilakukan diawali dengan analisis input dan output yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I-1 Jaringan Regulatori Genetik

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I-1 Jaringan Regulatori Genetik BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan latar belakang pelaksanaan Tesis, rumusan masalah, tujuan pelaksanaan Tesis, dan batasan masalah yang dikaji pada Tesis. Selain itu, dijelaskan pula metodologi

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN Bab ini menjabarkan bagaimana implementasi hasil perancangan tersebut ke dalam kode program yang dilakukan selama pengerjaan Tesis. Selain itu dijabarkan pula pengujian

Lebih terperinci

Uncertainty (Ketidakpastian)

Uncertainty (Ketidakpastian) Uncertainty (Ketidakpastian) Pendahuluan Uncertainty atau ketidakpastian dalam AI disajikan dalam tiga langkah. 1. Seorang pakar menyediakan pengetahuan tidak pasti (inexact), yang berupa, term atau aturan

Lebih terperinci

Kecerdasan Buatan/ Artificial Intelligence

Kecerdasan Buatan/ Artificial Intelligence Kecerdasan Buatan/ Artificial Intelligence Bayesian Network Imam Cholissodin, S.Si., M.Kom. Pokok Bahasan 1. Syntax & Semantics 2. Compact conditional distributions 3. Efficient Inference 4. Latihan Individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analisis regresi adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisa hubungan antara variabel respon dan variabel prediktor. Pada umumnya analisis regresi

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) LEARNING BAYESIAN NETWORK PADA GAME SPORT PINGPONG

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) LEARNING BAYESIAN NETWORK PADA GAME SPORT PINGPONG 80 LEARNING BAYESIAN NETWORK PADA GAME SPORT PINGPONG Prama Azaria Nurhalim Putra 1, Nelly Indriani Widiastuti 2 Program Studi Teknik Informatika. Universitas Komputer Indonesia. Jl. Dipatiukur 112 114

Lebih terperinci

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. metode yang bisaanya digunakan dalam estimasi parameter yakni Ordinary Least

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. metode yang bisaanya digunakan dalam estimasi parameter yakni Ordinary Least BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data populasi dalam suatu penelitian berguna untuk mengetahui karakteristik objek yang akan menghasilkan gambaran akurat mengenai karakteristik objek tersebut. Statistik

Lebih terperinci

Analisis Model dan Simulasi. Hanna Lestari, M.Eng

Analisis Model dan Simulasi. Hanna Lestari, M.Eng Analisis Model dan Simulasi Hanna Lestari, M.Eng Simulasi dan Pemodelan Klasifikasi Model preskriptif deskriptif diskret kontinu probabilistik deterministik statik dinamik loop terbuka - tertutup Simulasi

Lebih terperinci

Bayesian Network untuk Mata Kuliah Jurusan Akuntansi: Tahap Awal menuju Automated Reasoning System

Bayesian Network untuk Mata Kuliah Jurusan Akuntansi: Tahap Awal menuju Automated Reasoning System Laporan Penelitian Bayesian Network untuk Mata Kuliah Jurusan Akuntansi: Tahap Awal menuju Automated Reasoning System PENELITI / TIM PENELITI Hendra Bunyamin, S.Si., M.T. Meyliana, S.E., M.Si., Ak. Hanny,

Lebih terperinci

IKI30320 Kuliah Nov Ruli Manurung. Uncertainty. Probability theory. Semantics & Syntax. Inference. Ringkasan

IKI30320 Kuliah Nov Ruli Manurung. Uncertainty. Probability theory. Semantics & Syntax. Inference. Ringkasan Outline IKI 30320: Sistem Cerdas : Probabilistic Reasoning 1 2 3 Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia 4 21 November 2007 5 Knowledge engineering di FKG Duniah penuh ketidakpastian (uncertainty)

Lebih terperinci

Studi dan Implementasi Integrasi Monte Carlo

Studi dan Implementasi Integrasi Monte Carlo Studi dan Implementasi Integrasi Monte Carlo Firdi Mulia - 13507045 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Statistika adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari prosedur-prosedur

BAB I PENDAHULUAN. Statistika adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari prosedur-prosedur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Statistika adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari prosedur-prosedur yang digunakan dalam pengumpulan, penyajian, analisis dan interpretasi data. Statistika

Lebih terperinci

Artificial Intelligence. uthie 1

Artificial Intelligence. uthie 1 Artificial Intelligence uthie 1 Cabang-cabang AI 1. Logical AI Logika (matematis) yang merepresentasikan sekumpulan fakta dan tujuan ---> RUANG KEADAAN: Graph Tree uthie 2 Cabang-cabang AI 2. Search Pencarian

Lebih terperinci

IKI 30320: Sistem Cerdas Kuliah 16: Probabilistic Reasoning

IKI 30320: Sistem Cerdas Kuliah 16: Probabilistic Reasoning IKI 30320: Sistem Cerdas : Probabilistic Reasoning Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia 21 November 2007 Outline 1 2 3 4 5 Outline 1 2 3 4 5 Knowledge engineering di FKG Anda diminta membuat agent

Lebih terperinci

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Penerapan Neural Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Klasifikasi citra penginderaan jarak jauh (inderaja) merupakan proses penentuan piksel-piksel masuk ke dalam suatu kelas obyek tertentu. Pendekatan

Lebih terperinci

( ) ( ) (3) II-1 ( ) ( )

( ) ( ) (3) II-1 ( ) ( ) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Naïve Bayes Classifier 2.1.1 Teorema Bayes Bayes merupakan teknik prediksi berbasis probabilistik sederhana yang berdasar pada penerapan teorema Bayes (atau aturan Bayes) dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 5 BAB LANDASAN TEORI Efisiensi Menurut Vincent Gaspersz (998, hal 4), efisiensi adalah ukuran yang menunjukan bagaimana baiknya sumber daya digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output Efisiensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Regresi Regresi adalah suatu studi statistik untuk menjelaskan hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk persamaan. Salah satu variabel merupakan variabel

Lebih terperinci

BAB II INDUCT/RIPPLE-DOWN RULE (RDR)

BAB II INDUCT/RIPPLE-DOWN RULE (RDR) BAB II INDUCT/RIPPLE-DOWN RULE (RDR) Bab ini berisi tentang uraian mengenai teori Ripple-Down Rules (RDR), yang meliputi RDR dengan pengembangan manual dan RDR yang menerapkan algoritma Induct untuk pengembangannya.

Lebih terperinci

Mendefinisikan arti dari terminologi-terminologi penting dalam statistika Memahami dan menjelaskan peranan statistik dan penerapannya di bidang

Mendefinisikan arti dari terminologi-terminologi penting dalam statistika Memahami dan menjelaskan peranan statistik dan penerapannya di bidang Tujuan Pembelajaran Mendefinisikan arti dari terminologi-terminologi penting dalam statistika Memahami dan menjelaskan peranan statistik dan penerapannya di bidang teknik Menjelaskan langkah-langkah dasar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan nilai peubah bebas ke-p pada merupakan nilai koefisien peubah penjelas merupakan galat acak pengamatan ke-i.

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan nilai peubah bebas ke-p pada merupakan nilai koefisien peubah penjelas merupakan galat acak pengamatan ke-i. TINJAUAN PUSTAKA Model egresi Berganda egresi linier adalah persamaan matematika yang menggambarkan hubungan antara peubah respon y dan peubah bebas X X X2 Xp. Hubungan antara kedua peubah tersebut dinyatakan

Lebih terperinci

6/15/2015. Simulasi dan Pemodelan. Keuntungan dan Kerugian. Elemen Analisis Simulasi. Formulasi Masalah. dan Simulasi

6/15/2015. Simulasi dan Pemodelan. Keuntungan dan Kerugian. Elemen Analisis Simulasi. Formulasi Masalah. dan Simulasi Simulasi dan Pemodelan Analisis lii Model dan Simulasi Klasifikasi Model preskriptif deskriptif diskret kontinu probabilistik deterministik statik dinamik loop terbuka - tertutup Hanna Lestari, M.Eng Simulasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan diuraikan beberapa landasan teori untuk menunjang penulisan skripsi ini. Uraian ini terdiri dari beberapa bagian yang akan dipaparkan secara terperinci

Lebih terperinci

KLASIFIKASI KARAKTERISTIK MAHASISWA UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO MENGGUNAKAN METODE NAÏVE BAYES DAN DECISION TREE. Yuli Hastuti

KLASIFIKASI KARAKTERISTIK MAHASISWA UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO MENGGUNAKAN METODE NAÏVE BAYES DAN DECISION TREE. Yuli Hastuti Jurnal Dinamika, September 2016, halaman 34-41 P-ISSN: 2087 7889 E-ISSN: 2503 4863 Vol. 07. No.2 KLASIFIKASI KARAKTERISTIK MAHASISWA UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO MENGGUNAKAN METODE NAÏVE BAYES DAN DECISION

Lebih terperinci

TEKNIK SIMULASI. Nova Nur Hidayati TI 5F

TEKNIK SIMULASI. Nova Nur Hidayati TI 5F TEKNIK SIMULASI Nova Nur Hidayati TI 5F 10530982 PENDAHULUAN TUJUAN MEMPELAJARI SIMULASI Melalui kuliah ini diharapkan kita dapat mempelajari suatu sistem dengan memanfaatkan komputer untuk meniru (to

Lebih terperinci

Aplikasi Inferensi Bayes pada Data Mining terutama Pattern Recognition

Aplikasi Inferensi Bayes pada Data Mining terutama Pattern Recognition Aplikasi Inferensi Bayes pada Data Mining terutama Pattern Recognition Trilaksono Aribowo (18209015) Program Studi Sistem dan Teknologi Informasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III. Hidden Markov Models (HMM) Namun pada beberapa situasi tertentu yang ditemukan di kehidupan nyata,

BAB III. Hidden Markov Models (HMM) Namun pada beberapa situasi tertentu yang ditemukan di kehidupan nyata, BAB III Hidden Markov Models (HMM) 3.1 Pendahuluan Rantai Markov mempunyai state yang dapat diobservasi secara langsung. Namun pada beberapa situasi tertentu yang ditemukan di kehidupan nyata, beberapa

Lebih terperinci

Algoritma Bayesian Network Untuk Simulasi Prediksi Pemenang PILKADA Menggunakan MSBNx

Algoritma Bayesian Network Untuk Simulasi Prediksi Pemenang PILKADA Menggunakan MSBNx Algoritma Bayesian Network Untuk Simulasi Prediksi Pemenang PILKADA Menggunakan MSBNx Andi Lukman Dosen Teknik Informatika STIMED Nusa Palapa Makassar, Indonesia uke@stimednp.ac.id Muh Nadzirin Anshari

Lebih terperinci

INFERENSI BAYESIAN NETWORK UNTUK JARINGAN REGULATORI GENETIK TESIS TANTRI SARASWATI NIM : Program Studi Magister Informatika

INFERENSI BAYESIAN NETWORK UNTUK JARINGAN REGULATORI GENETIK TESIS TANTRI SARASWATI NIM : Program Studi Magister Informatika INFERENSI BAYESIAN NETWORK UNTUK JARINGAN REGULATORI GENETIK TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh TANTRI SARASWATI NIM : 23507008

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian pustaka dari buku referensi karya ilmiah. Karya ilmiah yang digunakan adalah hasil penelitian serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Data Mining 2.1.1 Pengertian Data Mining Dengan semakin besarnya jumlah data dan kebutuhan akan analisis data yang akurat maka dibutuhkan metode analisis yang tepat. Data mining

Lebih terperinci

BAB 1 PENGENALAN SISTEM PAKAR

BAB 1 PENGENALAN SISTEM PAKAR BAB 1 PENGENALAN SISTEM PAKAR DEFINISI System yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer dapat menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan para ahli. ES dikembangkan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS PENYELESAIAN MASALAH

BAB III ANALISIS PENYELESAIAN MASALAH BAB III ANALISIS PENYELESAIAN MASALAH Pada bab ini akan dipaparkan analisis yang dilakukan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini. Analisis diawali dengan analisis terhadap konsep Bayesian network yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Machine learning (ML), bagian dari kecerdasan buatan (artificial

BAB I PENDAHULUAN. Machine learning (ML), bagian dari kecerdasan buatan (artificial BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1. Latar Belakang Machine learning (ML), bagian dari kecerdasan buatan (artificial intelligence), merupakan metode untuk mengoptimalkan performa dari sistem dengan mempelajari data

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Data Mining Data mining adalah proses yang menggunakan teknik statistik, matematika, kecerdasan buatan, dan machine learning untuk mengekstrasi dan mengidentifikasi informasi

Lebih terperinci

Teknik Simulasi. Eksperimen pada umumnya menggunakan model yg dapat dilakukan melalui pendekatan model fisik atau model matametika.

Teknik Simulasi. Eksperimen pada umumnya menggunakan model yg dapat dilakukan melalui pendekatan model fisik atau model matametika. Teknik Simulasi Dalam mempelajari sistem dapat dilakukan dengan pendekatan eksperimental, baik dengan menggunakan sistem aktual, maupun menggunakan model dari suatu sistem. Eksperimen pada umumnya menggunakan

Lebih terperinci

PERSYARATAN PRODUK. 1.1 Pendahuluan Latar Belakang Tujuan

PERSYARATAN PRODUK. 1.1 Pendahuluan Latar Belakang Tujuan BAB 1 PERSYARATAN PRODUK Bab ini membahas mengenai hal umum dari produk yang dibuat, meliputi tujuan, ruang lingkup proyek, perspektif produk, fungsi produk dan hal umum yang lainnya. 1.1 Pendahuluan Hal

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Tata Guna/Tutupan Lahan

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Tata Guna/Tutupan Lahan BAB II DASAR TEORI Prediksi perubahan lahan merupakan salah satu informasi penting untuk mendukung perencanaan penggunaan lahan. Untuk itu perlu dibuat suatu model yang mampu mewakili prediksi perubahan

Lebih terperinci

Pengembangan Model Simulasi, oleh Hotniar Siringoringo 1

Pengembangan Model Simulasi, oleh Hotniar Siringoringo 1 Simulasi kejadian diskrit memodelkan sistem yang berubah sesuai waktu melalui suatu representasi dimana variabel status berubah secara langsung pada titik terpisah dalam waktu. Titik terpisah dalam waktu

Lebih terperinci

SOFTWARE TESTING. Ratna Wardani

SOFTWARE TESTING. Ratna Wardani SOFTWARE TESTING Ratna Wardani Capaian Memahami pentingnya Software Testing Memahami teknik dalam Software Testing Dasar-dasar Software Testing Teknik-teknik dalam Software Testing Here we go... Dasar-dasar

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 27 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 Analisis Pada subbab ini akan diuraikan tentang analisis kebutuhan untuk menyelesaikan masalah jalur terpendek yang dirancang dengan menggunakan algoritma

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN

PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN Ibrahim Arief NIM : 13503038 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung

Lebih terperinci

BAB III MARKOV SWITCHING AUTOREGRESSIVE (MSAR)

BAB III MARKOV SWITCHING AUTOREGRESSIVE (MSAR) 25 BAB III (MSAR) 3.1 Model Markov Switching Autoregressive Model runtun waktu Markov Switching Autoregressive adalah salah satu model runtun waktu yang merupakan perluasan dari model Autoregressive (AR).Ide

Lebih terperinci

MODEL HEURISTIK. Capaian Pembelajaran. N. Tri Suswanto Saptadi

MODEL HEURISTIK. Capaian Pembelajaran. N. Tri Suswanto Saptadi 1 MODEL HEURISTIK N. Tri Suswanto Saptadi 2 Capaian Pembelajaran Mahasiswa dapat memahami dan mampu mengaplikasikan model Heuristik untuk menyelesaikan masalah dengan pencarian solusi terbaik. 1 3 Model

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSA PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN MENGGUNAKAN METODE DEMPSTER SHAFER

SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSA PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN MENGGUNAKAN METODE DEMPSTER SHAFER SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSA PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN MENGGUNAKAN METODE DEMPSTER SHAFER 1 Yasidah Nur Istiqomah (07018047), 2 Abdul Fadlil (0510076701) 1 Program Studi Teknik Informatika 2 Program

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data Mining Data Mining adalah proses yang mempekerjakan satu atau lebih teknik pembelajaran komputer (machine learning) untuk menganalisis dan mengekstraksi pengetahuan (knowledge)

Lebih terperinci

Untung Subagyo, S.Kom

Untung Subagyo, S.Kom Untung Subagyo, S.Kom Keahlian ahli/pakar pengalihan keahlian Mengambil keputusan Aturan kemampuan menjelaskan Keahlian bersifat luas dan merupakan penguasaan pengetahuan dalam bidang khusus yang diperoleh

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ALGORITMA CB UNTUK KONSTRUKSI STRUKTUR BAYESIAN NETWORK DARI DATA TIDAK LENGKAP

PENGEMBANGAN ALGORITMA CB UNTUK KONSTRUKSI STRUKTUR BAYESIAN NETWORK DARI DATA TIDAK LENGKAP PENGEMBANGAN ALGORITMA CB UNTUK KONSTRUKSI STRUKTUR BAYESIAN NETWORK DARI DATA TIDAK LENGKAP Humasak Tommy Argo Simanjuntak 1) Manajemen Informatika, Politeknik Informatika Del Jl. Sisingamangaraja, Sitoluama,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Twitter API Twitter API terdiri dari dua komponen yang berbeda, REST dan SEARCH API. REST API memungkinkan pengembang/developer Twitter

Lebih terperinci

SIMULASI PENAKSIRAN PARAMETER DISTRIBUSI WEIBULL CAMPURAN UNTUK DATA SURVIVAL HETEROGEN DENGAN PENDEKATAN BAYESIAN

SIMULASI PENAKSIRAN PARAMETER DISTRIBUSI WEIBULL CAMPURAN UNTUK DATA SURVIVAL HETEROGEN DENGAN PENDEKATAN BAYESIAN IndoMS Journal on Statistics Vol. 2, No. 2 (2014), Page 37-46 SIMULASI PENAKSIRAN PARAMETER DISTRIBUSI WEIBULL CAMPURAN UNTUK DATA SURVIVAL HETEROGEN DENGAN PENDEKATAN BAYESIAN Sri Astuti Thamrin 1, Armin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komoditas, model pergerakan harga komoditas, rantai Markov, simulasi Standard

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komoditas, model pergerakan harga komoditas, rantai Markov, simulasi Standard BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas beberapa tinjauan mengenai teori yang diperlukan dalam pembahasan bab-bab selanjutnya antara lain tentang kontrak berjangka komoditas, model pergerakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fuzzy Local Binary Pattern (FLBP) Fuzzifikasi pada pendekatan LBP meliputi transformasi variabel input menjadi variabel fuzzy, berdasarkan pada sekumpulan fuzzy rule. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 \ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi-informasi faktual yang diperoleh berdasarkan hasil observasi maupun penelitian sangatlah beragam. Informasi yang dirangkum sedemikian rupa disebut dengan

Lebih terperinci

OPTIMASI PENCAPAIAN TARGET PADA SIMULASI PERENCANAAN JALUR ROBOT BERGERAK DI LINGKUNGAN DINAMIS

OPTIMASI PENCAPAIAN TARGET PADA SIMULASI PERENCANAAN JALUR ROBOT BERGERAK DI LINGKUNGAN DINAMIS OPTIMASI PENCAPAIAN TARGET PADA SIMULASI PERENCANAAN JALUR ROBOT BERGERAK DI LINGKUNGAN DINAMIS Yisti Vita Via Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Simulasi Sistem didefinisikan sebagai sekumpulan entitas baik manusia ataupun mesin yang yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam prakteknya,

Lebih terperinci

Bab IV Simulasi Metode Monte Carlo Mengatasi Masalah dalam Distribusi Data

Bab IV Simulasi Metode Monte Carlo Mengatasi Masalah dalam Distribusi Data 24 Bab IV Simulasi Metode Monte Carlo Mengatasi Masalah dalam Distribusi Data IV.1 Mengenal Metode Monte Carlo Distribusi probabilitas digunakan dalam menganalisis sampel data. Sebagaimana kita ketahui,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Landasan teori atau kajian pustaka yang digunakan dalam membangun

BAB II LANDASAN TEORI. Landasan teori atau kajian pustaka yang digunakan dalam membangun BAB II LANDASAN TEORI Landasan teori atau kajian pustaka yang digunakan dalam membangun sistem informasi ini, terdapat teori-teori ilmu terkait yang digunakan untuk membantu menyelesaikan permasalahan

Lebih terperinci

Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Penyakit Mata Dengan Metode Bayesian Network

Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Penyakit Mata Dengan Metode Bayesian Network Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Penyakit Mata Dengan Metode Bayesian Network Rahmad Kurniawan, Luh Kesuma Wardhani Jurusan Teknik Informatika UIN SUSKA Riau Jl. H.R Subrantas KM. 15 no. 155 Simpang Baru,

Lebih terperinci

Struktur Bayesian Network untuk Penentuan Class Karakteristik Siswa pada Sistem Tutor Cerdas

Struktur Bayesian Network untuk Penentuan Class Karakteristik Siswa pada Sistem Tutor Cerdas Struktur Bayesian Network untuk Penentuan Class Karakteristik Siswa pada Sistem Tutor Cerdas Ika Widiastuti #1, Ratih Ayuninghemi #2 # Jurusan Teknologi Informasi, Politeknik Negeri Jember Jl. Mastrip

Lebih terperinci

OPTIMASI DAN HEURISTIK DALAM PENDEKATAN SISTEM. Arif Rahman

OPTIMASI DAN HEURISTIK DALAM PENDEKATAN SISTEM. Arif Rahman OPTIMASI DAN HEURISTIK DALAM PENDEKATAN SISTEM Arif Rahman INDUSTRIAL ENGINEERING..is concerned with the design, improvement, and installation of integrated systems of men, materials, information, energy,

Lebih terperinci

PEMODELAN DAN MANAJEMEN MODEL. Pemodelan dalam MSS. Salah satu contoh DSS, yaitu dari Frazee Paint, Inc., memiliki 3 jenis model:

PEMODELAN DAN MANAJEMEN MODEL. Pemodelan dalam MSS. Salah satu contoh DSS, yaitu dari Frazee Paint, Inc., memiliki 3 jenis model: PEMODELAN DAN MANAJEMEN MODEL Pemodelan dalam MSS. Salah satu contoh DSS, yaitu dari Frazee Paint, Inc., memiliki 3 jenis model: 1. Model statistik (analisis regresi), digunakan untuk mencari relasi diantara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Simulasi 2.1.1 Pengertian Metode Simulasi Simulasi ialah suatu metodologi untuk melaksanakan percobaan dengan menggunakan model dari suatu sistem nyata (Siagian, 1987).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mortalitas merupakan salah satu sumber yang sangat penting dalam mengetahui resiko dari suatu penyusunan asuransi jiwa. Besarnya faktor resiko penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB 6 METODE PENGUJIAN

BAB 6 METODE PENGUJIAN BAB 6 METODE PENGUJIAN Metode pengujian adalah cara atau teknik untuk menguji perangkat lunak, mempunyai mekanisme untuk menentukan data uji yang dapat menguji perangkat lunak secara lengkap dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah data yang digunakan dalam sistem komputer tidak lagi mampu diikuti penambahan jumlah prosesor komputer karena masalah biaya yang tumbuh sangat cepat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Autisme Monks dkk., mengungkapkan bahwa autisme berasal dari kata autos yang berarti aku. Pada pengertian nonilmiah kata tersebut dapat ditafsirkan bahwa

Lebih terperinci

BAB III HIDDEN MARKOV MODELS. Rantai Markov bermanfaat untuk menghitung probabilitas urutan keadaan

BAB III HIDDEN MARKOV MODELS. Rantai Markov bermanfaat untuk menghitung probabilitas urutan keadaan BAB III HIDDEN MARKOV MODELS Rantai Markov bermanfaat untuk menghitung probabilitas urutan keadaan yang dapat diamati. Tetapi terkadang ada urutan dari suatu keadaan yang ingin diketahui tetapi tidak dapat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara berkembang seperti Indonesia. Teknologi elektronik digunakan

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara berkembang seperti Indonesia. Teknologi elektronik digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi saat ini sedang terjadi di seluruh dunia terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Teknologi elektronik digunakan memudahkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Optimasi Menurut Nash dan Sofer (1996), optimasi adalah sarana untuk mengekspresikan model matematika yang bertujuan memecahkan masalah dengan cara terbaik. Untuk tujuan bisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analisis regresi merupakan teknik statistik untuk investigasi dan pemodelan hubungan antar variabel. Hubungan antara dua variabel dapat dilihat dengan analisis

Lebih terperinci

Implementasi Pencocokan String Tidak Eksak dengan Algoritma Program Dinamis

Implementasi Pencocokan String Tidak Eksak dengan Algoritma Program Dinamis Implementasi Pencocokan String Tidak Eksak dengan Algoritma Program Dinamis Samudra Harapan Bekti 13508075 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Universitas Indonesia. Klasifikasi topik menggunakan..., Dyta Anggraeni

LANDASAN TEORI. Universitas Indonesia. Klasifikasi topik menggunakan..., Dyta Anggraeni BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini dijelaskan landasan teori dari pekerjaan dan metode yang digunakan dalam tugas akhir untuk melakukan klasifiksi topik. Pembahasan ini dimulai dengan penjelasan klasifikasi

Lebih terperinci

Pertemuan 14. Teknik Simulasi

Pertemuan 14. Teknik Simulasi Pertemuan 14 Teknik Simulasi Pengantar Dalam mempelajari sistem dapat dilakukan dengan pendekatan eksperimental, baik dengan menggunakan sistem aktual, maupun menggunakan model dari suatu sistem. Eksperimen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Himpunan Himpunan adalah setiap daftar, kumpulan atau kelas objek-objek yang didefenisikan secara jelas, objek-objek dalam himpunan-himpunan yang dapat berupa apa saja: bilangan, orang,

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN LOGIKA FUZZY

BAB I PERKEMBANGAN LOGIKA FUZZY BAB I PERKEMBANGAN LOGIKA FUZZY 1.1. Apakah Logika Fuzzy? Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai suatu kondisi yang tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara tepat. Pemberian batasan secara

Lebih terperinci

Sistem, Model dan Simulasi

Sistem, Model dan Simulasi Sistem, Model dan Simulasi Sistem dan model Sistem merupakan kumpulan elemen ng bekerja bersama untuk mencapai tujuan ng diharapkan. Karakteristik atau ciri-ciri system : Sistem terdiri dari berbagai elemen

Lebih terperinci

BAB III MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY

BAB III MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY BAB III MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY 3.1 State dan Proses Observasi Semua proses didefinisikan pada ruang peluang Ω,,. Misalkan ; adalah rantai Markov dengan state berhingga

Lebih terperinci

BAB V EKSPERIMEN TEXT CLASSIFICATION

BAB V EKSPERIMEN TEXT CLASSIFICATION BAB V EKSPERIMEN TEXT CLASSIFICATION Pada bab ini akan dibahas eksperimen untuk membandingkan akurasi hasil text classification dengan menggunakan algoritma Naïve Bayes dan SVM dengan berbagai pendekatan

Lebih terperinci

28/09/2012 SAMPLE SPACE, SAMPLE POINTS, EVENTS. ω Ω

28/09/2012 SAMPLE SPACE, SAMPLE POINTS, EVENTS. ω Ω SAMPLE SPACE, SAMPLE POINTS, EVENTS Sample space,ω, Ω adalah sekumpulan semua sample points,ω, ω yang mungkin; dimana ω Ω Contoh 1. Melemparkan satu buah koin:ω={gambar,angka} Contoh 2. Menggelindingkan

Lebih terperinci

1/14/2010. Riani L. Jurusan Teknik Informatika

1/14/2010. Riani L. Jurusan Teknik Informatika Riani L. Jurusan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia 1 PreTest 1. Apa yang dimaksud dengan simulasi? 2. Berikan contoh simulasi yang saudara ketahui (minimal i 3)! 2 2 Definisi Simulasi (1)

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Tree Augmented Naive Bayesian pada Penentuan Peubah Penting

Penerapan Algoritma Tree Augmented Naive Bayesian pada Penentuan Peubah Penting Statistika, Vol. 11 No. 2, 13 114 Nopember 211 Penerapan Algoritma Tree Augmented Naive Bayesian pada Penentuan Peubah Penting Pingkan Awalia 1, Aji Hamim Wigena 2, Anang Kurnia 3 1Student of Statistics

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan hayati dengan beranekaragam tanaman. Indonesia juga dikenal sebagai negara agraris, dimana budidaya tanaman menjadi mata pencaharian sebagian

Lebih terperinci

ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI ZERO-INFLATED POISSON (ZIP) MENGGUNAKAN METODE BAYESIAN

ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI ZERO-INFLATED POISSON (ZIP) MENGGUNAKAN METODE BAYESIAN ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI ZERO-INFLATED POISSON (ZIP) MENGGUNAKAN METODE BAYESIAN Karima Puspita Sari, Respatiwulan, dan Bowo Winarno Program Studi Matematika FMIPA UNS Abstrak. Model regresi zero-inflated

Lebih terperinci

Maximize or Minimize Z = f (x,y) Subject to: g (x,y) = c

Maximize or Minimize Z = f (x,y) Subject to: g (x,y) = c Maximize or Minimize Z = f (x,y) Subject to: g (x,y) = c PROGRAM MAGISTER AGRIBISNIS UNIVERSITAS JAMBI Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. & Ir. R. Sihotang, MS. Mata Kuliah Kode / SKS Mata Kuliah :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. X(t) disebut ruang keadaan (state space). Satu nilai t dari T disebut indeks atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. X(t) disebut ruang keadaan (state space). Satu nilai t dari T disebut indeks atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Stokastik Menurut Gross (2008), proses stokastik adalah himpunan variabel acak Semua kemungkinan nilai yang dapat terjadi pada variabel acak X(t) disebut ruang keadaan

Lebih terperinci

Prediksi Indeks Saham Syariah Indonesia Menggunakan Model Hidden Markov

Prediksi Indeks Saham Syariah Indonesia Menggunakan Model Hidden Markov A39 Prediksi Indeks Saham Syariah Indonesia Menggunakan Model Hidden Markov Risa Septi Pratiwi dan Daryono Budi Utomo Departemen Matematika, Fakultas Matematka dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berkembangnya teknologi informasi, kebutuhan akan informasi yang digunakan untuk mendukung business intelligent suatu perusahaan juga meningkat. Informasi penting

Lebih terperinci

Nama : Rendi Setiawan Nim :

Nama : Rendi Setiawan Nim : Nama : Rendi Setiawan Nim : 41813120188 Desain Test Case Definisi Test Case Test case merupakan suatu tes yang dilakukan berdasarkan pada suatu inisialisasi, masukan, kondisi ataupun hasil yang telah ditentukan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER Mata Kuliah Big Data and Data Analytics Semester Tujuh Kode SMXXXXXX Prodi MBTI Dosen Andry Alamsyah SKS 4 Capaian Pembelajaran 1. Memahami fenomena, framework, peluang dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ii Bagaimana rata-rata atau nilai tengah dibuat oleh Stimulan eksternal.

BAB 1 PENDAHULUAN. ii Bagaimana rata-rata atau nilai tengah dibuat oleh Stimulan eksternal. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan matematika dan penerapannya dalam berbagai bidang keilmuan selalu mencari metode baru untuk memudahkan dalam memprediksi dan menaksir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembicaraan statistik, jawaban yang diinginkan adalah jawaban untuk ruang lingkup yang lebih luas, yakni populasi. Tetapi objek dari studi ini menggunakan sampel

Lebih terperinci

Pemanfaatan Directed Acyclic Graph untuk Merepresentasikan Hubungan Antar Data dalam Basis Data

Pemanfaatan Directed Acyclic Graph untuk Merepresentasikan Hubungan Antar Data dalam Basis Data Pemanfaatan Directed Acyclic Graph untuk Merepresentasikan Hubungan Antar Data dalam Basis Data Winson Waisakurnia (13512071) Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DNA (Deoxy-Ribonucleic Acid)

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DNA (Deoxy-Ribonucleic Acid) BAB II DASAR TEORI Pada bagian ini dijelaskan mengenai teori-teori yang mendukung pengelompokan data ekspresi gen, bentuk data ekspresi gen dan jenis analisis dari data ekspresi gen tersebut. Dasar-dasar

Lebih terperinci

L ctur er: M. Mift Mi ak ft ul Am A i m n i,,s. Kom om,. M. M. ng.

L ctur er: M. Mift Mi ak ft ul Am A i m n i,,s. Kom om,. M. M. ng. POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA Jurusan Teknik Komputer Program Studi D3 Teknik Komputer Lecturer: M. Miftakul Amin, S. Kom., M. Eng. Intelegensi Buatan Sesi 1 Pengantar Intelegensi Buatan 2015 Intelegensi

Lebih terperinci

Aplikasi Algoritma Branch and Bound dalam Pencarian Solusi Optimum Job Assignment Problem

Aplikasi Algoritma Branch and Bound dalam Pencarian Solusi Optimum Job Assignment Problem Aplikasi Algoritma Branch and Bound dalam Pencarian Solusi Optimum Job Assignment Problem Calvin Aditya Jonathan 13513077 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis regresi digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel prediktor. Umumnya analisis regresi yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekumpulan besar data yang tersimspan dalam penyimpanan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekumpulan besar data yang tersimspan dalam penyimpanan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Data Mining A. Pengertian Data Mining Menurut Gartner Group data mining adalah suatu proses menemukan hubungan yang berarti, pola, dan kecenderungan dengan

Lebih terperinci