BAB II INDUCT/RIPPLE-DOWN RULE (RDR)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II INDUCT/RIPPLE-DOWN RULE (RDR)"

Transkripsi

1 BAB II INDUCT/RIPPLE-DOWN RULE (RDR) Bab ini berisi tentang uraian mengenai teori Ripple-Down Rules (RDR), yang meliputi RDR dengan pengembangan manual dan RDR yang menerapkan algoritma Induct untuk pengembangannya. II.1 Ripple-Down Rule (RDR) Ripple-Down Rule (RDR) merupakan suatu metode akuisisi pengetahuan dalam pengembangan basis pengetahuan secara bertahap dari suatu sistem pakar atau sistem berbasis pengetahuan. RDR dikembangkan oleh Compton dan Jansen [COM89] sebagai suatu metode akuisisi pengetahuan dan pengelolaan dari suatu sistem berbasis aturan berukuran besar. RDR telah berhasil digunakan untuk menstrukturkan ulang sistem GARVAN-ES1, sebuah sistem pakar pengecekan kesehatan yang memberikan diagnosa terhadap pasien berdasarkan pengukuran tingkat hormon thyroid. RDR dipandang sebagai metode yang berhasil dalam membangun sistem berbasis pengetahuan untuk permasalahan klasifikasi [COM00]. RDR dibangun untuk mengatasi permasalahan tidak adanya penjelasan yang lengkap dari pakar mengenai keputusan yang mereka ambil. Dalam RDR, pakar mengekspresikan pengetahuannya dalam bentuk pemecahan terhadap kasus-kasus yang diberikan. Oleh karena itu, pendekatan dengan teori RDR dapat digolongkan ke dalam pendekatan berbasis kasus (case-based). Teori RDR menggunakan prinsip bahwa pengetahuan selalu diberikan oleh pakar untuk satu konteks tertentu, dan akan dapat bernilai benar hanya untuk konteks yang sama [COM00]. Dalam RDR, pengetahuan baru ditambahkan jika terjadi kesalahan sistem dalam memberikan klasifikasi untuk suatu kasus. Kasus yang menyebabkan penambahan pengetahuan ini akan disimpan sebagai kasus cornerstone pada basis pengetahuan. Penambahan pengetahuan baru menjamin akurasi sistem secara bertahap karena pengetahuan yang ditambahkan akan mengklasifikasikan kasus terkini secara benar dan tidak menyebabkan kesalahan interpretasi pada kasus-kasus sebelumnya [COM00]. Penambahan pengetahuan ini merupakan bagian dari proses akuisisi pengetahuan, yaitu suatu proses mentransfer pengetahuan dan mengubahnya dengan kemampuan kepakaran menjadi solusi untuk pemecahan masalah. Akusisi pengetahuan secara bertahap merupakan keuntungan dari penggunaan RDR dalam II-1

2 II-2 suatu sistem berbasis pengetahuan, karena dalam masa pemakaian pun sistem masih terus dapat berkembang. Proses akuisisi pengetahuan dapat dilakukan secara manual oleh pakar atau secara otomatis melalui program komputer. Compton dan Gaines [GAI92] mengembangkan suatu algoritma pembelajaran mesin yang membangun RDR secara otomatis menggunakan metode Induct. Algoritma ini dikenal dengan sebutan Induct/RDR. Penjelasan mengenai metode Induct dan Induct/RDR akan diberikan pada sub-bab II.2. II.1.1 Representasi Pengetahuan RDR [KHO98 Pengetahuan RDR direpresentasikan dalam bentuk pohon biner dengan setiap simpul menyatakan satu kaidah. Setiap simpul memiliki maksimal dua cabang yaitu cabang except dan cabang else kecuali pada simpul akar yang hanya memiliki satu cabang yaitu cabang except. Komponen-komponen pengetahuan RDR tersebut dapat dijelaskan di bawah ini. Simpul (node) pohon menyatakan kaidah dalam pengetahuan, yang berisi serangkaian kondisi beserta konklusi yang dihasilkan apabila kondisi terpenuhi. Dalam RDR, suatu kaidah dapat menjadi perkecualian bagi kaidah yang lain. Kondisi dalam kaidah dapat berbentuk konjungsi sebagai berikut : IF klausa-1 AND klausa-2 AND... AND klausa-n THEN kelas-x atau berbentuk disjungsi sebagai berikut : IF klausa-1 OR klausa-2 OR... OR klausa-n THEN kelas-x Cabang except disebut juga cabang IF-TRUE, pada umumnya direpresentasikan sebagai anak cabang kanan pada pohon RDR. Cabang except mendefinisikan suatu perkecualian positif dari kaidah pada simpul induk. Cabang ini akan dieksekusi bila kondisi kaidah induk (kaidah dengan level satu tingkat di atasnya) terpenuhi. Solusi pada cabang ini akan menganulir solusi sebelumnya jika kondisinya terpenuhi. Cabang else disebut juga cabang IF-FALSE, pada umumnya direpresentasikan sebagai anak cabang kiri pada pohon RDR. Cabang else mendefinisikan suatu perkecualian negatif dari kaidah pada simpul induk. Cabang ini akan dieksekusi bila kondisi induk tidak terpenuhi. Solusi pada cabang ini juga akan menganulir solusi kaidah sebelumnya jika kondisinya terpenuhi. Representasi pengetahuan RDR dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

3 II-3 Gambar II-1 Representasi pengetahuan RDR dalam bentuk pohon biner Basis pengetahuan RDR terdiri atas sekumpulan kaidah beserta kasus cornerstone yang terkait. Kasus cornerstone merupakan kasus yang menyebabkan terjadinya penambahan kaidah baru, yang disimpan ketika terjadi penambahan kaidah baru untuk mengoreksi adanya kesalahan klasifikasi oleh sistem. Setiap kaidah terhubung dengan satu kasus cornerstone, kecuali kaidah pada simpul akar. Kaidah RDR mempunyai secara umum mempunyai bentuk formulasi : if <kondisi-1> then <konklusi-1>[because of <kasus cornerstone>] except if <kondisi-2> then <konklusi-2>[because of <kasus cornerstone>] else if <kondisi-3> then <konklusi-3>[because of <kasus cornerstone>] Formulasi ini dapat dituliskan dalam pernyataan if-then-else biasa sehingga menjadi : if <kondisi-1> then if <kondisi-2> then <konklusi-2> else <konklusi-1> else if <kondisi-3> then <konklusi-3> II.1.2 Inferensi RDR Proses inferensi pada RDR dimulai pada simpul akar. Kasus masukan akan diperiksa apakah memenuhi kaidah-kaidah dalam pohon RDR untuk mendapatkan konklusi. Setiap kasus masukan pasti akan memenuhi kaidah pada simpul akar. Jika kaidah induk terpenuhi, maka konklusi dari kaidah induk akan menjadi konklusi untuk kasus terkait jika kaidah induk tidak memiliki cabang. Jika kaidah induk memiliki cabang, maka penelusuran dilanjutkan ke cabang IF-TRUE untuk memeriksa perkecualian positif dari kaidah induk. Jika kondisi kaidah terpenuhi, maka konklusi kasus adalah konklusi kaidah tersebut. Jika kondisi kaidah tidak terpenuhi, maka konklusi kasus adalah konklusi kaidah sebelumnya yang dipenuhi dan penelusuran dilanjutkan ke cabang IF-FALSE untuk memeriksa perkecualian negatif dari kaidah induk.

4 II-4 Penelusuran berakhir jika simpul yang dievaluasi tidak memiliki cabang dan konklusi akhir sistem adalah konklusi kaidah terakhir yang dipenuhi pada jalur inferensi. Gambar II-2 Contoh inferensi dengan RDR Pada Gambar II-2 di atas, digunakan kasus [a, b, e, f, g, i] sebagai kasus masukan. Proses inferensi dimulai dengan mengevaluasi kaidah 0.0 terhadap kasus masukan. Kondisi true dipenuhi untuk semua kasus, sehingga konklusi awal sistem adalah konklusi kaidah 0.0 yaitu none. Proses inferensi dilanjutkan dengan mengevaluasi cabang IF-TRUE yaitu kaidah 1.1 dengan kondisi (a,b). Karena kondisi (a,b) terpenuhi, maka konklusi sementara sistem berubah dari none menjadi kelas 1 dan penelusuran dilanjutkan pada cabang IF-TRUE. Kaidah 2.2 mempunyai kondisi (c) yang tidak terpenuhi oleh kasus, sehingga penelusuran selanjutnya ke cabang IF-FALSE dan konklusi sistem tetap kelas 1. Kaidah 4.5 pada cabang IF-FALSE dengan kondisi (e,g) dipenuhi oleh kasus, sehingga konklusi sistem berubah menjadi konklusi kaidah 4.5 yaitu kelas 5. Penelusuran berhenti pada kaidah 4.5 yang sudah tidak mempunyai cabang. Dengan demikian jalur inferensi untuk kasus [a, b, e, f, g, i] adalah [(kaidah 0.0, none), (kaidah 1.1, kelas 1), (kaidah 2.2, kelas 1), (kaidah 4.5, kelas 5) ] II.1.3 Pengembangan Manual pada RDR Pengembangan RDR menyangkut proses akuisisi pengetahuan untuk meningkatkan performansi sistem. Akuisisi pengetahuan akan menambahkan pengetahuan baru pada RDR

5 II-5 dan dilakukan apabila terjadi kesalahan klasifikasi terhadap kasus masukan sehingga sistem memberikan solusi yang salah. Untuk itu, diperlukan solusi yang benar terhadap kasus masukan tersebut dan kondisi untuk kaidah yang akan ditambahkan. Jika konklusi kelas 5 yang diberikan oleh sistem pada struktur RDR yang ditunjukkan oleh gambar Gambar II-2 dinyatakan salah, dengan konklusi yang benar adalah kelas 3, maka kaidah baru dapat ditambahkan sebagai perkecualian positif dari kaidah 4.5. Dalam hal ini, kondisi kasus adalah memenuhi kondisi pada kaidah. Pemilihan kondisi untuk membentuk kaidah baru dilakukan berdasarkan pada perbedaan kondisi antara kasus masukan dan kasus kunci pada kaidah terakhir yang dipenuhi pada jalur inferensi. Berdasarkan contoh di atas, daftar perbedaan tersebut adalah sebagai berikut : kasus kunci kaidah 4.5 : [a, b, e, g] kasus masukan : [a, b, e, f, g, i] daftar perbedaan : [f, i] Kondisi untuk penambahan kaidah baru dipilih dari daftar perbedaan yang diperoleh, salah satu kondisi atau kombinasinya. Kondisi yang dipilih dapat membentuk suatu kaidah menjadi bersifat generik maupun spesifik. Untuk kaidah bersifat generik, maka penanganan terhadap kasus-kasus lain yang tercakup dilakukan dengan menambahkan cabang IF-TRUE baru,sehingga kaidah ini dapat mencakup lebih banyak kasus. Kaidah bersifak spesifik jika kondisi yang dipilih lebih banyak, sehingga kaidah jenis ini hanya dapat menangani kasus dengan kondisi lebih spesifik. Kasus yang tercakup di dalamnya juga akan berjumlah lebih sedikit. Untuk kasus di atas, maka kedua kondisi dari daftar perbedaan dipilih sebagai kondisi pada kaidah baru. Sehingga struktur pohon RDR dari gambar di atas menjadi seperti pada Gambar II-3.

6 II-6 Gambar II-3 Contoh akuisisi pengetahuan pada RDR II.2 Pembelajaran Induct pada RDR [GAI92] Akusisi pengetahuan pada RDR secara manual untuk membangun pohon kaidah awal dianggap tidak praktis [LIT96]. Oleh karena itu, dikembangkan suatu metode pembelajaran Induct untuk membangun RDR secara otomatis, yang kemudian dikenal sebagai Induct/Ripple-Down Rules (RDR) [GAI92]. II.2.1 Definisi Induct Induct didefinisikan sebagai : suatu metode pembelajaran yang menghasilkan ruang hipotesa H dari sekumpulan instans X untuk mendefinisikan konsep target c. Setiap hipotesa h dalam H menunjukkan sebuah fungsi boolean terhadap X, yaitu h : X {0,1}. Tujuan pembelajaran inductive adalah untuk memperoleh sebuah hipotesa h sedemikian sehingga h(x) = c(x) untuk semua x dalam X [MIT97]. Dalam pembelajaran inductive, dilakukan observasi terhadap sekumpulan data atribut-nilai dari suatu konsep, yang biasa disebut sebagai data latih. Pembelajaran akan mengidentifikasikan kombinasi atribut-nilai yang mendefinisikan konsep dari data. Hasil

7 II-7 pendefinisian konsep ini kemudian digunakan untuk mengklasifikasikan data baru, atau data uji dengan menggunakan asumsi bahwa hipotesa terbaik yang sesuai dengan data uji adalah hipotesa terbaik yang sesuai pada data latih. Oleh karena itu, kualitas data latih sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran yang dihasilkan. Sebuah inductive system dapat digambarkan sebagai sebuah sistem yang menerima masukan training example dengan kelas terdefinisi dan instance baru yang belum terklasifikasi. Inductive system menggunakan beberapa pendekatan untuk membangun ruang hipotesa H yang mendeskripsikan training example. Sistem mengklasifikasikan instance baru menggunakan H, menghasilkan keluaran berupa klasifikasi instance baru atau nilai don t know. Pendekatan Induct pada RDR menggunakan metodologi statistik untuk menghasilkan kaidah dari data. Penelitian dilakukan terhadap data pada [GAI89] dan menghasilkan sistem yang menurunkan kaidah-kaidah dengan eksepsi, yang merupakan struktur dari RDR. Ekstensi Induct ke RDR menggunakan statistical decision procedure untuk membangkitkan kaidah. Prosedur statistik tersebut akan dipanggil secara rekursif pada data yang tersisa untuk membangkitkan kaidah IF-TRUE dan IF-FALSE. II.2.2 Pembangkitan Premis Kaidah Untuk membangun sebuah rule lengkap, klausa penyusun premis dibangkitkan satu demi satu. Premis terdiri atas klausa-klausa yang harus dipenuhi oleh data sebagai kondisi dari kelas data. Terpenuhinya premis akan mengklasifikasikan data latih ke dalam klasifikasi kelas yang sesuai. Pembangkitan premis dalam Induct/RDR menggunakan pertimbangan bahwa premis akan menghasilkan rule yang sensitif terhadap data uji, dan mengklasifikasikan data latih dengan tepat. Gambar II-4 menunjukkan analisa kesalahan yang memberikan control statistik dari algoritma yang digunakan dalam Induct. Data dibagi ke dalam beberapa diagnosa yaitu D0, D1, D2, D3, dan sebagainya. Diagnosa D0 merupakan diagnosa target yang digunakan oleh Induct untuk mendefinisikan sebuah kaidah. Elips luar menunjukkan cakupan kasus untuk kaidah sebelum diubah, yaitu meliputi kasus-kasus dengan diagnosa D0, D8, D9, D12, D15, dan D18. Elips dalam menunjukkan cakupan kasus jika ditambahkan klausa pada kaidah, yaitu meliputi kasus-kasus dengan diagnosa D0, D8, dan D9. Hal ini menunjukkan adanya pengurangan dalam jumlah kasus yang dicakup oleh kaidah jika ditambahkan klausa terhadap kaidah tersebut, yang membuat suatu kaidah menjadi semakin spesifik terhadap kasus tertentu.

8 II-8 Gambar II-4 Error analysis untuk statistical control algoritma Induct [GAI92] Pembangkitkan premis untuk kaidah RDR secara inductive dapat dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut: 1. klasifikasi yang paling sering muncul dari data dipilih sebagai konklusi target. 2. premis awal diinisialisasi tanpa mempunyai klausa. Premis ini akan meluluskan semua kasus karena tidak ada kondisi khusus yang harus dipenuhi. 3. untuk setiap kombinasi atribut-nilai dilakukan pengujian secara iteratif terhadap kemungkinannya sebagai klausa. Pasangan atribut-nilai yang terbaik dipilih sebagai klausa berdasarkan pengujian statistik. 4. pengambilan keputusan untuk menambahkan klausa dilakukan dengan menggunakan pengujian statistik yang sama dan pertimbangan apakah penambahan klausa terpilih tersebut dapat meningkatkan performansi kaidah atau sebaliknya. Jika terdapat peningkatan, maka proses kembali ke langkah 3. Sedangkan jika tidak terdapat peningkatan, proses berhenti dengan kaidah yang dihasilkan sebagai keluaran. Proses pembangkitan premis melibatkan suatu fungsi statistik untuk memilih klausa terbaik yang akan melakukan pemangkasan (pruning) pada setiap rule yang sudah lengkap. Pembangkitan suatu rule secara lengkap memunculkan kemungkinan overfitting terhadap training set. Untuk mengantisipasi hal ini, penghapusan klausa dilakukan dari bagian belakang sebuah rule lengkap. Penghapusan dilakukan sampai kualitas rule mencapai nilai maksimal, dan berhenti jika penghapusan dapat memperburuk kualitas rule. Pengukuran kualitas rule ini melibatkan fungsi probabilitas untuk mengukur kemungkinan rule terpilih secara acak (random) [WIT00]. Penjelasan mengenai fungsi-fungsi statistik tersebut diberikan pada sub-bab II.2.3.

9 II-9 II.2.3 Pemilihan Klausa Terbaik Pemilihan klausa terbaik melibatkan suatu pengujian statistik untuk memilih pasangan atribut-nilai sebagai klausa pada premis rule. Pasangan atribut-nilai yang dipilih adalah yang mempunyai nilai probabilitas terkecil untuk terpilih secara acak. Nilai probabilitas diperlukan untuk melakukan pembandingan antara pemilihan secara acak dengan pemilihan oleh rule yang dibangun. Pembandingan dilakukan pada derajat generalitas yang sama. Derajat generalitas dari suatu rule merupakan cakupan rule terhadap kasus. Kasus yang dapat tercakup oleh rule adalah kasus yang memenuhi kondisi rule. Dua buah rule dengan derajat generalitas yang sama dapat diartikan bahwa kondisi-kondisi dalam masing-masing rule yang harus dipenuhi oleh kasus adalah sama dan jumlah kasus yang dapat tercakup oleh rule adalah sama. Dasar pengujian statistik untuk pemilihan klausa terbaik ditunjukkan dalam Diagram Venn pada Gambar II-5 di bawah ini. Diberikan himpunan semesta entitas E, predikat target Q, dan himpunan predikat uji S. S akan digunakan untuk membangun rule set yang dapat menghasilkan kesimpulan berupa predikat target jika diketahui nilai dari predikat uji. S akan memilih entitas e dari E yang benilai benar untuk Q dan membandingkan proses pemilihan oleh rule R dengan pemilihan secara acak. Gambar II-5 Dasar untuk pengujian statistik pada Induct[GAI92] Untuk mendefinisikan probabilitas penyeleksian secara acak dari derajat generalitas yang sama, diketahui Q sebagai entitas relevan dalam E dengan Q(e) terpenuhi (Persamaan II-1), S entitas terpilih dalam E dengan S(e) terpenuhi (Persamaan II-2), dan C entitas benar dalam E dengan Q(e) dan S(e) terpenuhi (Persamaan II-3).

10 II-10 Persamaan II-1 Persamaan II-2 Persamaan II-3 Kardinalitas dari E, Q, S, dan C masing-masing dinyatakan dengan e, q, s, dan c. Probabilitas terpilihnya sebuah entitas yang memenuhi Q (e yang bernilai benar untuk Q) dari himpunan entitas E secara random, dinyatakan dengan notasi p, adalah : Persamaan II-4 dengan q adalah jumlah kasus dengan kelas Q, e adalah jumlah seluruh kasus dalam data. Probabilitas suatu rule yang terpilih secara acak untuk memilih s dan memperoleh sejumlah c atau lebih entitas bernilai benar, dinyatakan dengan notasi r, didefinisikan dengan menjumlahkan distribusi binomial standar untuk memperoleh Persamaan II-5: Persamaan II-5 dengan s adalah jumlah kasus dengan pasangan atribut-nilai yang diuji, i adalah jumlah kasus dengan kelas Q dari pasangan atribut-nilai yang diuji. Tanda kurung dalam menyatakan fungsi kombinatorial dengan. Penggunaan r untuk mengukur kualitas suatu rule adalah dengan mengambil pasangan atribut-nilai yang mempunyai nilai r terkecil, yaitu pasangan atribut-nilai yang mempunyai probabilitas terkecil untuk terpilih secara acak. Kualitas suatu rule ditentukan dari nilai probabilitas ini, nilai r yang besar menunjukkan buruknya kualitas rule tersebut. Nilai probabilitas r membandingkan performansi antara pemilihan acak dan pemilihan oleh rule pada derajat generalitas yang sama [WIT00]. Nilai atribut missing value dalam pengujian dapat diperhitungkan sebagai false positive (salah yang memang bernilai salah). Kontribusi missing value dalam false positive penting dalam akuisisi pengetahuan karena pakar dapat memasukkan conjunctive rule yang tidak lengkap yang akan dianggap sebagai entitas dengan missing value. Induct kemudian membangkitkan set kaidah yang sama atau ekivalen lebih kecil.

11 II-11 Algoritma untuk memilih klausa terbaik yang digunakan dalam Induct tersebut oleh [LIT96] didefinisikan di bawah ini. BestClause(Class,Attr,Training_Set) {Fungsi ini menghasilkan klausa terbaik untuk ditambahkan ke dalam kaidah} loop tmpterm term dengan atribut A nilai V yang akan menghasilkan nilai r minimal jika ditambahkan ke kaidah clause clause + tmpterm hapus A dari attr z jumlah example dalam trainingset dengan kelas=class dan clause bernilai true s jumlah example dalam trainingset dengan clause bernilai true if z=s then stop end loop while r(clause) > r(clause lastterm) do clause clause lastterm return clause end BestClause Algoritma II-1 Pemilihan Klausa Terbaik [LIT96] Fungsi BestClause melakukan pemangkasan (pruning) pada rule yang telah lengkap. Pemangkasan ini dilakukan dari bagian belakang, dan akan berhenti jika terjadi penurunan kualitas rule yaitu peningkatan nilai r. Fungsi BestClause akan mengembalikan klausa yang mempunyai nilai r terkecil. Pemangkasan setelah rule lengkap ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya overfitting, seperti telah dinyatakan sebelumnya. Di samping fakta ini, pemangkasan yang dihentikan pada saat nilai r meningkat dapat menjadi keputusan yang tidak tepat. Misalnya ketika pemangkasan dihentikan pada klausa ketiga dari belakang karena pada klausa ini nilai r meningkat. Sedangkan pada klausa kelima, nilai r lebih kecil daripada klausa ketiga, dan mencapai nilai minimal. Oleh karena itu, pada pemangkasan sampai dengan klausa kelima, dapat diperoleh rule yang lebih baik daripada rule yang diperoleh pada pemangkasan sampai dengan klausa ketiga. Meskipun demikian, metode ini dianggap dapat menghasilkan rule yang cukup baik dengan komputasi yang lebih rendah. Pada Gambar II-4, himpunan semesta E merupakan data yang diperlukan, predikat target Q adalah D0, dan entitas terpilih S berada di dalam elips luar. Pemilihan terhadap klausa terbaik pada setiap stage berdasarkan pada nilai r (Persamaan II-5), dengan mencari nilai r minimum. Permasalahan pada Induct/RDR adalah memilih antara tetap mempertahankan kaidah yang bersifat lebih umum sesuai dengan elips luar atau menambahkan klausa sesuai dengan elips dalam. Pada Gambar II-4, elips luar tidak hanya mencakup D0 tetapi juga D7, D8, D9, dan

12 II-12 sebagainya. Pada struktur RDR, diagnosa D7, D8, D9, dan sebagainya diperlakukan sebagai eksepsi. Kemampuan menangani eksepsi yang dimiliki Induct/RDR tidak berpengaruh pada akurasi dari BP final. Pengaruhnya lebih pada struktur BP yaitu kecenderungan terhadap penggunaan kaidah yang umum dengan banyak eksepsi daripada kaidah yang lebih spesifik dengan sedikit eksepsi. Hal ini berpengaruh pada ukuran BP secara kuantitatif yaitu jumlah kaidah dan klausa yang terlibat. II.2.4 Pembangkitan Kaidah RDR RDR menstrukturkan dirinya sendiri dengan menggunakan metode Induct berdasarkan nilai probabilitas r untuk memperoleh rule dengan kualitas yang baik. Algoritma yang digunakan untuk pembangkitan rule dari data latih dalam [GAI95] dapat dideskripsikan sebagai berikut : 1. Kelas yang paling besar kejadiannya dalam data dipilih sebagai kelas default. 2. Kelas dengan kejadian paling besar berikutnya dipilih sebagai kelas target. Berdasarkan nilai r dari setiap pasangan atribut-nilai, dibangun eksepsi positif yaitu rule R untuk kelas target. Subset data yang memenuhi kondisi rule dipisahkan dari data latih. Jika pada subset ini terdapat lebih dari satu kelas, maka proses diulang secara rekursif. Data yang memenuhi R dihapus dari data latih. 3. Untuk data yang tidak memenuhi kondisi R, dibangun rule alternatif yaitu eksepsi negatif dari rule R. 4. Proses diulang secara rekursif pada data set yang tersisa, dan berhenti jika pada data set hanya terdapat satu kelas. Pembangkitan struktur lengkap RDR dengan metode Induct ini untuk selanjutnya disebut Induct/RDR. Untuk permasalahan dalam Gambar II-4, pembangkitan rule dengan Induct/RDR dideskripsikan sebagai berikut. Premis yang terkait dengan elips luar dipilih untuk membangkitkan rule. Algoritma Induct secara rekursif memanggil dirinya dua kali. Pemanggilan pertama untuk membangkitkan cabang IF-TRUE untuk data yang berada pada elips luar. Pemanggilan yang kedua untuk membangkitkan cabang IF-FALSE untuk data di luar elips. Untuk membangkitkan cabang IF-TRUE, D0 sebagai diagnosis yang mempunyai kejadian terbanyak dalam data menjadi diagnosis default sehingga target untuk pembangkitan rule berikutnya adalah diagnosis yang mempunyai kejadian terbanyak berikutnya. Untuk membangkitkan cabang IF-FALSE, pemilihan diagnosis yang dijadikan sebagai default dilakukan dengan cara yang sama. Algoritma Induct/RDR didefinisikan sebagai berikut :

13 II-13 BuildRDR(Default_Class,Attrs,Training_Set) {Fungsi ini menghasilkan kaidah RDR dengan struktur data terdiri atas komponen Class,Clause,ifTrue,ifFalse} untuk Class = (set of class values) jika Class = Default_Class TempClause BestClause(Class,Attr,Training_Set) jika r(tempclause) < r(t.clause) T.Clause TempClause T.Class Class Covered himpunan semua entitas e dalam Training_Set dengan T.Clause(e) bernilai benar NotCovered himpunan semua entitas e dalam Training_Set dengan T.Clause(e) bernilai salah jika e berada dalam Covered and e.class = Class hapus dari Attrs semua atribut yang digunakan dalam T.Clause T.ifTrue BuildRDR(Class,Attrs,Covered) restore atribut yang dihapus ke Attrs jika e berada dalam NotCovered dan e.class = Class hapus dari Attrs semua atribut yang digunakan dalam T.Clause T.ifFalse BuildRDR(Default_Class,Attrs,NotCovered) return T Algoritma II-2 Pembangkitan RDR dengan Induct [LIT96] Dalam algoritma pembangkitan RDR ini digunakan fungsi BestClause untuk menentukan klausa yang akan digunakan dalam membangun rule untuk mengklasifikasikan seluruh entitas e dalam Training_Set. Untuk membangun struktur RDR awal, sebuah kelas yang paling banyak muncul dalam data dipilih sebagai kelas default pada top-level rule. Kemudian algoritma membangun rule yang memiliki nilai r terkecil menggunakan fungsi BestClause untuk kelas selain kelas default. Dalam hal ini, kelas yang dimaksud adalah kelas dengan kejadian terbanyak dalam data setelah kelas default. Training_Set dipisahkan menjadi dua subset, yaitu Covered jika kondisi klausa untuk rule bernilai True; dan Not_Covered jika kondisi klausa bernilai False. Jika salah satu dari kedua subset ini masih mengandung lebih dari satu kelas, maka BuildRDR memanggil dirinya secara rekursif pada subset tersebut. Pemanggilan pada subset Covered menggunakan kelas pada rule, sedangkan pemanggilan pada subset Not_Covered menggunakan kelas default. Algoritma ini menghasilkan struktur RDR.

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sistem Pakar II-1

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sistem Pakar II-1 BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pakar Sistem pakar adalah program komputer yang mampu merepresentasikan dan memberikan penalaran atas pengetahuan pada bidang tertentu dengan tujuan untuk dapat memecahkan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Mekanisme Penyimpanan dan Pengambilan Sequence

BAB III ANALISIS. Mekanisme Penyimpanan dan Pengambilan Sequence BAB III ANALISIS Mula-mula, Bab ini akan mengemukakan analisis yang dilakukan terhadap algoritma PrefixSpan [PEI01]. Kemudian dilakukan rancangan dan implementasi algoritma tersebut. Setelah itu, program

Lebih terperinci

Pohon Keputusan. 6.1 Inductive Learning

Pohon Keputusan. 6.1 Inductive Learning 6 Pohon Keputusan Sometimes you make the right decision, sometimes you make the decision right. Phil McGraw Bab ini akan menelaskan salah satu varian pohon keputusan yaitu ID3 oleh Quinlan [27, 28] yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I-1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan di bidang inteligensi buatan telah melahirkan sistem pakar, sebuah sistem komputer yang meniru kemampuan pengambilan keputusan pakar pada domain tertentu.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI. Artificial Intelligence. Jika diartikan Artificial memiliki makna buatan,

BAB 2 TINJAUAN TEORI. Artificial Intelligence. Jika diartikan Artificial memiliki makna buatan, BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Kecerdasan Buatan Kecerdasan buatan adalah sebuah istilah yang berasal dari bahasa Inggris yaitu Artificial Intelligence. Jika diartikan Artificial memiliki makna buatan, sedangkan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PAKAR KESEHATAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PAKAR KESEHATAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PAKAR KESEHATAN Berikut ini adalah diagram proses pengembangan sistem pakar kesehatan ini: Gambar III-1 Proses pengembangan sistem pakar kesehatan Pada Gambar III-1,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem pakar adalah sistem yang menggabungkan pengetahuan, fakta, aturan dan tehnik penelusuran untuk memecahkan masalah yang secara normal memerlukan keahlian seorang

Lebih terperinci

MODEL HEURISTIK. Capaian Pembelajaran. N. Tri Suswanto Saptadi

MODEL HEURISTIK. Capaian Pembelajaran. N. Tri Suswanto Saptadi 1 MODEL HEURISTIK N. Tri Suswanto Saptadi 2 Capaian Pembelajaran Mahasiswa dapat memahami dan mampu mengaplikasikan model Heuristik untuk menyelesaikan masalah dengan pencarian solusi terbaik. 1 3 Model

Lebih terperinci

STRATEGI DIVIDE AND CONQUER

STRATEGI DIVIDE AND CONQUER Pemrogram bertanggung jawab atas implementasi solusi. Pembuatan program akan menjadi lebih sederhana jika masalah dapat dipecah menjadi sub masalah - sub masalah yang dapat dikelola. Penyelesaian masalah

Lebih terperinci

Expert System. Siapakah pakar/ahli. Pakar VS Sistem Pakar. Definisi

Expert System. Siapakah pakar/ahli. Pakar VS Sistem Pakar. Definisi Siapakah pakar/ahli Expert System Seorang pakar atau ahli adalah: seorang individu yang memiliki kemampuan pemahaman superior dari suatu masalah By: Uro Abdulrohim, S.Kom, MT Definisi Program komputer

Lebih terperinci

Pemrograman Berorientasi Objek. Beni Suranto, S.T.

Pemrograman Berorientasi Objek. Beni Suranto, S.T. Pemrograman Berorientasi Objek Beni Suranto, S.T. Pada bab ini akan dibahas mengenai control structure pada bahasa pemrograman Java, meliputi seleksi (decision making) dan pengulangan (loop/repetition).

Lebih terperinci

Penggunaan Pohon Keputusan untuk Data Mining

Penggunaan Pohon Keputusan untuk Data Mining Penggunaan Pohon Keputusan untuk Data Mining Indah Kuntum Khairina NIM 13505088 Program Studi Teknik Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha

Lebih terperinci

FORWARD & BACKWARD CHAINING SISTEM PAKAR

FORWARD & BACKWARD CHAINING SISTEM PAKAR FORWARD & BACKWARD CHAINING SISTEM PAKAR Inferensi Inferensi adalah konklusi logis (logical conclusion) atau implikasi berdasarkan informasi yang tersedia Merupakan proses untuk menghasilkan informasi

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Runut Balik dalam Pengenalan Citra Wajah pada Basis Data

Implementasi Algoritma Runut Balik dalam Pengenalan Citra Wajah pada Basis Data Implementasi Algoritma Runut Balik dalam Pengenalan Citra Wajah pada Basis Data Restu Arif Priyono / 13509020 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUJIAN PERANGKAT LUNAK PERTEMUAN 14

TEKNIK PENGUJIAN PERANGKAT LUNAK PERTEMUAN 14 TEKNIK PENGUJIAN PERANGKAT LUNAK PERTEMUAN 14 TESTING Pengujian perangkat lunak adalah proses menjalankan dan mengevaluasi sebuah perangkat lunak secara manual maupun otomatis untuk menguji apakah perangkat

Lebih terperinci

Tujuan : A. Percabangan Percabangan di dalam Java terdapat 2 macam, yaitu dengan memakai if dan switch.

Tujuan : A. Percabangan Percabangan di dalam Java terdapat 2 macam, yaitu dengan memakai if dan switch. Modul 2 Percabangan dan Loop Tujuan : 1. Praktikan mengetahui macam macam percabangan pada Java 2. Praktikan mengetahui macam macam loop pada Java 3. Praktikan mampu memahami logika percabangan dan loop

Lebih terperinci

Obyektif : KONTROL ALUR PROGRAM

Obyektif : KONTROL ALUR PROGRAM KONTROL ALUR PROGRAM Obyektif : 1. Mengetahui dan memahami tentang percabangan (seleksi) 2. Mengetahui dan memahami tentang perulangan (iterasi) 3. Dapat membuat program tentang control alur program PERCABANGAN

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Backtracking pada Pewarnaan Graf

Penerapan Algoritma Backtracking pada Pewarnaan Graf Penerapan Algoritma Backtracking pada Pewarnaan Graf Deasy Ramadiyan Sari 1, Wulan Widyasari 2, Eunice Sherta Ria 3 Laboratorium Ilmu Rekayasa dan Komputasi Departemen Teknik Informatika, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Decision Tree Definisi Decision tree adalah sebuah diagram alir yang berbentuk seperti struktur pohon yang mana setiap internal node menyatakan pengujian terhadap suatu atribut,

Lebih terperinci

TESTING PROGRAM. Pertemuan Nurul Adhayanti

TESTING PROGRAM. Pertemuan Nurul Adhayanti TESTING PROGRAM Pertemuan - 04 Nurul Adhayanti Proses Testing 01 System Testing Pengujian terhadap integrasi sub-system, yaitu keterhubungan antar sub-system. 02 Acceptance Testing Pengujian terakhir sebelum

Lebih terperinci

Pengetahuan 2.Basis data 3.Mesin Inferensi 4.Antarmuka pemakai (user. (code base skill implemetation), menggunakan teknik-teknik tertentu dengan

Pengetahuan 2.Basis data 3.Mesin Inferensi 4.Antarmuka pemakai (user. (code base skill implemetation), menggunakan teknik-teknik tertentu dengan Bab II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sistem Pakar Sistem pakar (expert system) adalah sistem yang berusaha mengapdosi pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer dapat menyelesaikan masalah seperti

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA BACKTRACKING PADA PERMAINAN WORD SEARCH PUZZLE

PENERAPAN ALGORITMA BACKTRACKING PADA PERMAINAN WORD SEARCH PUZZLE PENERAPAN ALGORITMA BACKTRACKING PADA PERMAINAN WORD SEARCH PUZZLE Alvin Andhika Zulen (13507037) Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung Jalan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUJIAN PERANGKAT LUNAK PERTEMUAN 14

TEKNIK PENGUJIAN PERANGKAT LUNAK PERTEMUAN 14 TEKNIK PENGUJIAN PERANGKAT LUNAK PERTEMUAN 14 TESTING Pengujian perangkat lunak adalah proses menjalankan dan mengevaluasi sebuah perangkat lunak secara manual maupun otomatis untuk menguji apakah perangkat

Lebih terperinci

BAB VII ALGORITMA DIVIDE AND CONQUER

BAB VII ALGORITMA DIVIDE AND CONQUER BAB VII ALGORITMA DIVIDE AND CONQUER Pemrogram bertanggung jawab atas implementasi solusi. Pembuatan program akan menjadi lebih sederhana jika masalah dapat dipecah menjadi sub masalah - sub masalah yang

Lebih terperinci

BAB 6 METODE PENGUJIAN

BAB 6 METODE PENGUJIAN BAB 6 METODE PENGUJIAN Metode pengujian adalah cara atau teknik untuk menguji perangkat lunak, mempunyai mekanisme untuk menentukan data uji yang dapat menguji perangkat lunak secara lengkap dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 31 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian tentang prediksi meledaknya wabah suatu penyakit sudah banyak dilakukan oleh para peneliti. Mereka mencoba mencari pola dan relasi dari data set

Lebih terperinci

DESAIN TEST CASE. Tugas ke 11 Rekayasa Perangkat Lunak

DESAIN TEST CASE. Tugas ke 11 Rekayasa Perangkat Lunak DESAIN TEST CASE Tugas ke 11 Rekayasa Perangkat Lunak Dibuat oleh : Dekha Sundhawati (41813120217) Dosen Pengampu : Wachyu Hari Haji, S.Kom,MM JURUSAN SISTEM INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Arsitektur Sistem Pakar (James Martin & Steve Osman, 1988, halaman 30)

Gambar 3.1 Arsitektur Sistem Pakar (James Martin & Steve Osman, 1988, halaman 30) BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Landasan Teori 3.1.1. Konsep Dasar Sistem Pakar Sistem pakar adalah program komputer cerdas yang menggunakan pengetahuan dan prosedur-prosedur inferensi untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

Penggunaan Algoritma Backtrack dan Aturan Warnsdorff Untuk Menyelesaikan Knight s Tour Problem

Penggunaan Algoritma Backtrack dan Aturan Warnsdorff Untuk Menyelesaikan Knight s Tour Problem Penggunaan Algoritma Backtrack dan Aturan Warnsdorff Untuk Menyelesaikan Knight s Tour Problem Ali Akbar - 13514080 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi

Lebih terperinci

CERTAINTY FACTOR UTHIE

CERTAINTY FACTOR UTHIE CERTAINTY FACTOR UTHIE Pengetahuan di dalam sistem pakar yang direpresentasikan dengan menggunakan CF diekspresikan dalam seperangkat aturan yang memiliki format : IF evidence THEN hipotesa (CFrule =.)

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN. Dalam proses produksi terdapat beberapa faktor yang akan mempengaruhi

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN. Dalam proses produksi terdapat beberapa faktor yang akan mempengaruhi BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis Masalah Dalam proses produksi terdapat beberapa faktor yang akan mempengaruhi hasil keluaran produksi. Ada 4 faktor yang saling berhubungan satu dengan yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas tentang konsep dasar dan teori-teori yang mendukung pembahasan yang berhubungan dengan sistem yang akan dibuat. 2.1 Basis Data (Database) Database

Lebih terperinci

Nama : Rendi Setiawan Nim :

Nama : Rendi Setiawan Nim : Nama : Rendi Setiawan Nim : 41813120188 Desain Test Case Definisi Test Case Test case merupakan suatu tes yang dilakukan berdasarkan pada suatu inisialisasi, masukan, kondisi ataupun hasil yang telah ditentukan

Lebih terperinci

Bab II Dasar Teori. 2.1 Estimasi Akurasi Classifier Metode Holdout

Bab II Dasar Teori. 2.1 Estimasi Akurasi Classifier Metode Holdout Bab II Dasar Teori 2.1 Estimasi Akurasi Classifier Estimasi akurasi classifier penting dilakukan untuk mengevaluasi seberapa akurat sebuah classifier mengklasifikasikan future data, yaitu data yang belum

Lebih terperinci

Algoritma Runut-balik (Backtracking) Bagian 1

Algoritma Runut-balik (Backtracking) Bagian 1 Algoritma Runut-balik (Backtracking) Bagian 1 Pendahuluan Algoritma Runut-balik (backtracking) adalah algoritma yang berbasis pada DFS untuk mencari solusi persoalan secara lebih mangkus. Runut-balik,

Lebih terperinci

Kata Pengantar... Daftar Isi... Apakah Matematika Diskrit Itu? Logika... 1

Kata Pengantar... Daftar Isi... Apakah Matematika Diskrit Itu? Logika... 1 Daftar Isi Kata Pengantar... Daftar Isi... Apakah Matematika Diskrit Itu?... iii v xi 1. Logika... 1 1.1 Proposisi... 2 1.2 Mengkombinasikan Proposisi... 4 1.3 Tabel kebenaran... 6 1.4 Disjungsi Eksklusif...

Lebih terperinci

2.4. Struktur Branching

2.4. Struktur Branching 2.4. Struktur Branching Branching atau percabangan adalah diagram yang alurnya ada/banyak terjadi alih kontrol berupa percabangan dan terjadi apabila kita dihadapkan pada kondisi dengan dua pilihan yaitu

Lebih terperinci

Backward Chaining & Forward Chaining UTHIE

Backward Chaining & Forward Chaining UTHIE Backward Chaining & Forward Chaining UTHIE Inferensi merupakan proses untuk menghasilkan informasi dari fakta yang diketahui atau diasumsikan. Inferensi adalah konklusi logis (logical conclusion) atau

Lebih terperinci

Metode Iterative Dichotomizer 3 ( ID3 ) Untuk Penyeleksian Penerimaan Mahasiswa Baru

Metode Iterative Dichotomizer 3 ( ID3 ) Untuk Penyeleksian Penerimaan Mahasiswa Baru Metode Iterative Dichotomizer 3 ( ID3 ) Untuk Penyeleksian Penerimaan Mahasiswa Baru Wahyudin Program Pendidikan Ilmu Komputer, Universitas Pendidikan Indonesia Abstrak Konsep pohon merupakan salah satu

Lebih terperinci

Dasar Pemrograman. Kondisi dan Perulangan. By : Hendri Sopryadi, S.Kom, M.T.I

Dasar Pemrograman. Kondisi dan Perulangan. By : Hendri Sopryadi, S.Kom, M.T.I Dasar Pemrograman Kondisi dan Perulangan By : Hendri Sopryadi, S.Kom, M.T.I Kondisi dan Perulangan Pendahuluan Dalam sebuah proses program, biasanya terdapat kode penyeleksian kondisi, kode pengulangan

Lebih terperinci

Representasi Pengetahuan dan Penalaran

Representasi Pengetahuan dan Penalaran Representasi Pengetahuan dan Penalaran PENGETAHUAN Pengetahuan (knowledge) adalah pemahaman secara praktis maupun teoritis terhadap suatu obyek atau domain tertentu. Pengetahuan merupakan hal yang penting

Lebih terperinci

Untung Subagyo, S.Kom

Untung Subagyo, S.Kom Untung Subagyo, S.Kom Keahlian ahli/pakar pengalihan keahlian Mengambil keputusan Aturan kemampuan menjelaskan Keahlian bersifat luas dan merupakan penguasaan pengetahuan dalam bidang khusus yang diperoleh

Lebih terperinci

Perbandingan Algoritma Depth-First Search dan Algoritma Hunt-and-Kill dalam Pembuatan Labirin

Perbandingan Algoritma Depth-First Search dan Algoritma Hunt-and-Kill dalam Pembuatan Labirin Perbandingan Algoritma Depth-First Search dan Algoritma Hunt-and-Kill dalam Pembuatan Labirin Arie Tando - 13510018 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi

Lebih terperinci

Wawan Yunanto

Wawan Yunanto Algoritma Backward Chaining pada Rule-Based Expert System Wawan Yunanto wawan@pcr.ac.id http://www.pcr.ac.id/~wawan Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi dan

Lebih terperinci

PENGULANGAN Bagian 1 : Notasi. Tim Pengajar KU1071 Sem

PENGULANGAN Bagian 1 : Notasi. Tim Pengajar KU1071 Sem PENGULANGAN Bagian 1 : Notasi Tim Pengajar KU1071 Sem. 1 2009-2010 1 Tujuan Mahasiswa memahami jenis-jenis pengulangan dan penggunaannya serta memahami elemenelemen dalam pengulangan. Mahasiswa dapat menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Setiap tahapan di dalam penelitian ini akan ditunjukkan di dalam Tabel 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Setiap tahapan di dalam penelitian ini akan ditunjukkan di dalam Tabel 2. 6 tahap ini, pola yang telah ditemukan dipresentasikan ke pengguna dengan teknik visualisasi agar pengguna dapat memahaminya. Deskripsi aturan klasifikasi akan dipresentasikan dalam bentuk aturan logika

Lebih terperinci

PEMROGRAMAN WEB 1. Statement Control Pemilihan dan Perulangan. Rio Andriyat Krisdiawan, M.Kom

PEMROGRAMAN WEB 1. Statement Control Pemilihan dan Perulangan. Rio Andriyat Krisdiawan, M.Kom PEMROGRAMAN WEB 1 Statement Control Pemilihan dan Perulangan Rio Andriyat Krisdiawan, M.Kom Statement Control Statemen kontrol digunakan untuk mengatur jalannya alur program sesuai dengan yang kita inginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan komputer sekarang ini sangat pesat dan salah. satu pemanfaatan komputer adalah dalam bidang kecerdasan buatan.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan komputer sekarang ini sangat pesat dan salah. satu pemanfaatan komputer adalah dalam bidang kecerdasan buatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan komputer sekarang ini sangat pesat dan salah satu pemanfaatan komputer adalah dalam bidang kecerdasan buatan. Di dalam bidang kecerdasan buatan, termasuk

Lebih terperinci

HASIL dan PEMBAHASAN. Data

HASIL dan PEMBAHASAN. Data distribusi kelas dan batang yang menggambarkan hasil keluaran dari pengujian. Pengujian dilakukan pada atribut tertentu dari data. Pemilihan atribut dilakukan setiap kali kedalaman tree bertambah. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Waktu penelitian dilakukan

Lebih terperinci

MATERI KULIAH 25 NOVEMBER DESEMBER 2015 Sri Istiyari Uswatun Chasanah G Struktur aliran atau bagan program kontrol.

MATERI KULIAH 25 NOVEMBER DESEMBER 2015 Sri Istiyari Uswatun Chasanah G Struktur aliran atau bagan program kontrol. MATERI KULIAH 25 NOVEMBER 2015 10 DESEMBER 2015 Sri Istiyari Uswatun Chasanah G551150341 Selama kita belajar Scilab, kita sudah mengetahui sedikit tentang bahasa pemrograman Scilab, seperti membuat beberapa

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR ANALISIS PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSIS SISTEMIK PADA IBU HAMIL MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING

SISTEM PAKAR ANALISIS PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSIS SISTEMIK PADA IBU HAMIL MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING SISTEM PAKAR ANALISIS PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSIS SISTEMIK PADA IBU HAMIL MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING Sry Yunarti Program Studi Sistem Informasi STMIK Profesional Makassar yeye_rumbu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

2.2 Data Mining. Universitas Sumatera Utara

2.2 Data Mining. Universitas Sumatera Utara Basis data adalah kumpulan terintegrasi dari occurences file/table yang merupakan representasi data dari suatu model enterprise. Sistem basisdata sebenarnya tidak lain adalah sistem penyimpanan-record

Lebih terperinci

Model Data Mining sebagai Prediksi Penyakit Hipertensi Kehamilan dengan Teknik Decision Tree

Model Data Mining sebagai Prediksi Penyakit Hipertensi Kehamilan dengan Teknik Decision Tree Scientific Journal of Informatics Vol. 3, No. 1, Mei 2016 p-issn 2407-7658 http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/sji e-issn 2460-0040 Model Data Mining sebagai Prediksi Penyakit Hipertensi Kehamilan

Lebih terperinci

Selection, Looping, Branching

Selection, Looping, Branching Selection, Looping, Branching Struktur If untuk membuat percabangan alur program dengan satu pilihan saja dapat mengatur apakah sebuah perintah akan dijalankan atau tidak tergantung kepada kondisinya setidaknya

Lebih terperinci

BAB 3 ALGORITMA C4.5. Algoritma C4.5 merupakan algoritma yang digunakan untuk membentuk pohon keputusan.

BAB 3 ALGORITMA C4.5. Algoritma C4.5 merupakan algoritma yang digunakan untuk membentuk pohon keputusan. BAB 3 ALGORITMA C4.5 Algoritma C4.5 merupakan algoritma yang digunakan untuk membentuk pohon keputusan. A. Pohon Keputusan Pohon keputusan merupakan metode klasifikasi dan prediksi yang sangat kuat dan

Lebih terperinci

BAB II STACK Atau TUMPUKAN

BAB II STACK Atau TUMPUKAN BAB II STACK Atau TUMPUKAN List Linear (Daftar Linear). List linier adalah sekumpulan elemen bertipe sama, yang mempunyai keterurutan tertentu, yang setiap elemennya disebut simpul (node). Simpul terdiri

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Pengujian Perangkat Lunak. Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Jurusan Sistem Informasi Univesitas Gunadarma

Dasar-Dasar Pengujian Perangkat Lunak. Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Jurusan Sistem Informasi Univesitas Gunadarma Dasar-Dasar Pengujian Perangkat Lunak Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Jurusan Sistem Informasi Univesitas Gunadarma Tujuan Pembelajaran Memahami langkah awal untuk melakukan pengujian terhadap

Lebih terperinci

Algoritma Runut-balik (Backtracking) Bahan Kuliah IF2251 Strategi Algoritmik Oleh: Rinaldi Munir

Algoritma Runut-balik (Backtracking) Bahan Kuliah IF2251 Strategi Algoritmik Oleh: Rinaldi Munir Algoritma Runut-balik (Backtracking) Bahan Kuliah IF2251 Strategi Algoritmik Oleh: Rinaldi Munir 1 Pendahuluan Runut-balik (backtracking) adalah algoritma yang berbasis pada DFS untuk mencari solusi persoalan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN AKURASI KLASIFIKASI DARI ALGORITMA NAIVE BAYES, C4.5, DAN ONER (1R)

PERBANDINGAN AKURASI KLASIFIKASI DARI ALGORITMA NAIVE BAYES, C4.5, DAN ONER (1R) Arifin, Perbandingan Akurasi Klasifikasi Dari Algoritma Naïve Bayes, C4.5, PERBANDINGAN AKURASI KLASIFIKASI DARI ALGORITMA NAIVE BAYES, C4.5, DAN ONER (1R) M Zainal Arifin Abstrak : Artikel ini menjabarkan

Lebih terperinci

MENGENAL SISTEM PAKAR

MENGENAL SISTEM PAKAR MENGENAL SISTEM PAKAR Bidang teknik kecerdasan buatan yang paling popular saat ini adalah system pakar. Ini disebabkan penerapannya diberbagai bidang, baik dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan terutama

Lebih terperinci

Masalah, Ruang Masalah dan Pencarian

Masalah, Ruang Masalah dan Pencarian Masalah, Ruang Masalah dan Pencarian Definisi Masalah dan Ruang Masalah Metode Pencarian Buta Breadth First Search Depth First Search Referensi Luger & Stubblefield - bab 3 Sri Kusumadewi - bab 2 Rich

Lebih terperinci

BAB V PENYELEKSIAN KONDISI DAN PERULANGAN

BAB V PENYELEKSIAN KONDISI DAN PERULANGAN BAB V PENYELEKSIAN KONDISI DAN PERULANGAN Untuk menghasilkan suatu program, sangat penting untuk mengatur agar program dapat berjalan dengan aliran atau susunan yang baik, sehingga dapat memecahkan masalah

Lebih terperinci

TUGAS RESUME MATERI KULIAH ALGORITMA DAN STRUKTUR DATA STRATEGI ALGORITMA : H

TUGAS RESUME MATERI KULIAH ALGORITMA DAN STRUKTUR DATA STRATEGI ALGORITMA : H TUGAS RESUME MATERI KULIAH ALGORITMA DAN STRUKTUR DATA STRATEGI ALGORITMA NAMA NIM : HERIANTI : H12111003 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI STATISTIKA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Perbandingan Algoritma Brute Force dan Breadth First Search dalam Permainan Onet

Perbandingan Algoritma Brute Force dan Breadth First Search dalam Permainan Onet Perbandingan Algoritma Brute Force dan Breadth First Search dalam Permainan Onet Dininta Annisa / 13513066 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN A III ANALII DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis Analisis adalah suatu kegiatan penelitian atau kajian yang dimulai dari proses awal didalam mempelajari serta mengevaluasi suatu bentuk permasalahan (case) yang

Lebih terperinci

APLIKASI SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT GINJAL DENGAN METODE DEMPSTER-SHAFER

APLIKASI SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT GINJAL DENGAN METODE DEMPSTER-SHAFER APLIKASI SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT GINJAL DENGAN METODE DEMPSTER-SHAFER Aprilia Sulistyohati, Taufiq Hidayat Laboratorium Sistem Informasi dan Perangkat Lunak Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Data Mining 2.1.1 Pengertian Data Mining Dengan semakin besarnya jumlah data dan kebutuhan akan analisis data yang akurat maka dibutuhkan metode analisis yang tepat. Data mining

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. yang tepat. Sistem data mining mampu memberikan informasi yang tepat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. yang tepat. Sistem data mining mampu memberikan informasi yang tepat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem data mining akan lebih efektif dan efisiensi dengan komputerisasi yang tepat. Sistem data mining mampu memberikan informasi yang

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Runut-Balik dan Graf dalam Pemecahan Knight s Tour

Penerapan Algoritma Runut-Balik dan Graf dalam Pemecahan Knight s Tour Penerapan Algoritma Runut-Balik dan Graf dalam Pemecahan Knight s Tour Krisnaldi Eka Pramudita NIM-13508014 Prodi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Bandung 40135, Email : if18014@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 16 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Sistem Pakar Sistem pakar adalah suatu program komputer yang mengandung pengetahuan dari satu atau lebih pakar manusia mengenai suatu bidang spesifik. Jenis program

Lebih terperinci

DIAGNOSA PENYAKIT JANTUNG DENGAN METODE PENELUSURAN FORWARD CHAINNING-DEPTH FIRST SEARCH

DIAGNOSA PENYAKIT JANTUNG DENGAN METODE PENELUSURAN FORWARD CHAINNING-DEPTH FIRST SEARCH DIAGNOSA PENYAKIT JANTUNG DENGAN METODE PENELUSURAN FORWARD CHAINNING-DEPTH FIRST SEARCH Putri Kurnia Handayani Jurusan Sistem Informasi Universitas Muria Kudus PO BOX 53 Gondangmanis Kudus e-mail : pu3_kurnia@yahoo.com

Lebih terperinci

OPERASI LOGIKA PADA GENERAL TREE MENGGUNAKAN FUNGSI REKURSIF

OPERASI LOGIKA PADA GENERAL TREE MENGGUNAKAN FUNGSI REKURSIF OPERASI LOGIKA PADA GENERAL TREE MENGGUNAKAN FUNGSI REKURSIF Lutfi Hakim (1), Eko Mulyanto Yuniarno (2) Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro (1), Dosen Pembimbing (2) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA BREADTH FIRST SEARCH DAN STRING MATCHING PADA SISTEM PAKAR

IMPLEMENTASI ALGORITMA BREADTH FIRST SEARCH DAN STRING MATCHING PADA SISTEM PAKAR IMPLEMENTASI ALGORITMA BREADTH FIRST SEARCH DAN STRING MATCHING PADA SISTEM PAKAR Abstrak Fajar J. Ekaputra 1, Windarto Harimurti 2, Aqsa Adhiperwira 3 Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis Analisis atau bisa juga disebut dengan Analisis sistem (systems analysis) dapat didefinisikan sebagai penguraian dari suatu sistem informasi yang utuh ke dalam

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR MENGGUNAKAN MESIN INFERENSI FUZZY. Wilis Kaswidjanti. Abstrak

SISTEM PAKAR MENGGUNAKAN MESIN INFERENSI FUZZY. Wilis Kaswidjanti. Abstrak Jurnal Teknik Elektro Vol. No. Juli - Desember 0 9 SISTEM PAKAR MENGGUNAKAN MESIN INFERENSI FUZZY Wilis Kaswidjanti Abstrak Salah satu cara untuk menangani ketidakpastian pada bidang sistem pakar dapat

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Gambaran Umum Departemen Pekerjaan Umum Departemen Pekerjaan Umum, biasa disebut Departemen PU, sempat bernama "Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah" (1999-2000)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Data Training Data training adalah data yang digunakan untuk pembelajaran pada proses data mining atau proses pembentukan pohon keputusan.pada penelitian ini

Lebih terperinci

NASKAH UJIAN UTAMA. JENJANG/PROG. STUDI : DIPLOMA TIGA / MANAJEMEN INFORMATIKA HARI / TANGGAL : Kamis / 18 FEBRUARI 2016

NASKAH UJIAN UTAMA. JENJANG/PROG. STUDI : DIPLOMA TIGA / MANAJEMEN INFORMATIKA HARI / TANGGAL : Kamis / 18 FEBRUARI 2016 NASKAH UJIAN UTAMA MATA UJIAN : LOGIKA DAN ALGORITMA JENJANG/PROG. STUDI : DIPLOMA TIGA / MANAJEMEN INFORMATIKA HARI / TANGGAL : Kamis / 18 FEBRUARI 2016 NASKAH UJIAN INI TERDIRI DARI 80 SOAL PILIHAN GANDA

Lebih terperinci

TEKNIK PENYELESAIAN MASALAH BERDASARKAN AI

TEKNIK PENYELESAIAN MASALAH BERDASARKAN AI TEKNIK PENYELESAIAN MASALAH BERDASARKAN AI 1. Definisikan masalah dengan tepat 2. Analisa masalahnya 3. Representasikan task knowledge 4. Pilih dan gunakan representasi dan teknik reasoning Untuk mendefinisikan

Lebih terperinci

6 Maret Structure of Java [Penyeleksian Kondisi]

6 Maret Structure of Java [Penyeleksian Kondisi] 6 Maret 2012 Structure of Java [Penyeleksian Kondisi] Input User Menggunakan JOptionPane (GUI). Import.javax.swing. String, Int, harus di rubah Menggunakan Scanner (Dos). Import.java.util Scanner, objek

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KOMPLEKSITAS ALGORITMA PENCARIAN BINER DAN ALGORITMA PENCARIAN BERUNTUN

PERBANDINGAN KOMPLEKSITAS ALGORITMA PENCARIAN BINER DAN ALGORITMA PENCARIAN BERUNTUN PERBANDINGAN KOMPLEKSITAS ALGORITMA PENCARIAN BINER DAN ALGORITMA PENCARIAN BERUNTUN Yudhistira NIM 13508105 Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika ITB Jalan Ganesha No.10 Bandung e-mail: if18105@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Data Mining Dengan perkembangan pesat teknologi informasi termasuk diantaranya teknologi pengelolaan data, penyimpanan data, pengambilan data disertai kebutuhan pengambilan

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN. IV.1 Evaluasi Usulan untuk Perancangan Iteratif

BAB IV PERANCANGAN. IV.1 Evaluasi Usulan untuk Perancangan Iteratif Prosedure PrefixSpan(input: a: l: integer, S: Sequence database) { Mencari Sequential Pattern pada sequence database S } Deklarasi D : Temporary Sequence Database Lst : List of Sequential Pattern Sq :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan berisi mengenai komponen komponen yang menjadi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penelitian, metodologi penelitian, serta sistematika

Lebih terperinci

Struktur Kontrol. Contoh, Akan tercetak x is 100 jika nilai yang disimpan pada variable x adalah 100:

Struktur Kontrol. Contoh, Akan tercetak x is 100 jika nilai yang disimpan pada variable x adalah 100: Struktur Kontrol Sebuah program biasanya tidak terbatas hanya pada intruksi yang terurut saja, tetapi juga memungkinkan terjadinya percabangan, perulangan dan pengambilan keputusan. Untuk mengatasi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Data Mining Data mining adalah proses yang menggunakan teknik statistik, matematika, kecerdasan buatan, dan machine learning untuk mengekstrasi dan mengidentifikasi informasi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 65 3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Permasalahan utama yang dihadapi industri gula nasional yaitu rendahnya kinerja khususnya produktivitas dan efisiensi pabrik gula. Untuk menyelesaikan permasalahan

Lebih terperinci

MODUL IV Analisis Kasus/Pemilihan

MODUL IV Analisis Kasus/Pemilihan MODUL IV Analisis Kasus/Pemilihan TUJUAN 1. Memberikan pemahaman tentang bagaimana suatu kasus dianalisis dan dibreak-down menjadi beberapa kasus kecil menurut domain permasalahannya. 2. Memberikan pengenalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Pemrograman Perangkat lunak yang baik dibangun secara terstruktur dan modular. Modular dapat diartikan sebagai bagian bagian yang terpisah pisah dari badan program namun

Lebih terperinci

PENGUJIAN PERANGKAT LUNAK

PENGUJIAN PERANGKAT LUNAK PENGUJIAN PERANGKAT LUNAK (DPH2C2) PROGRAM STUDI D3 MANAJEMEN INFORMATIKA UNIVERSITAS TELKOM SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2016-2017 PERTEMUAN 5 MATERI : WHITE BOX TESTING BAGIAN 1 Hanya digunakan di lingkungan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ALGORITMA DIVIDE AND CONQUER UNTUK OPTIMASI KONVERSI BILANGAN DESIMAL KE BINER

PENGGUNAAN ALGORITMA DIVIDE AND CONQUER UNTUK OPTIMASI KONVERSI BILANGAN DESIMAL KE BINER PENGGUNAAN ALGORITMA DIVIDE AND CONQUER UNTUK OPTIMASI KONVERSI BILANGAN DESIMAL KE BINER Danang Arief Setyawan NIM : 3559 Program Studi Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung e-mail: das_centauri@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Abnormal Psychology merupakan salah satu cabang dalam ilmu psikologi yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang-orang

Lebih terperinci

PERTEMUAN 2 ALGORITMA & PEMROGRAMAN

PERTEMUAN 2 ALGORITMA & PEMROGRAMAN PERTEMUAN 2 ALGORITMA & PEMROGRAMAN POKOK BAHASAN 1. Pendahuluan 2. Tahapan Pembangunan Program 3. Pengenalan Algoritma 4. Cara Menyajikan Algoritma 5. Data Program 6. Elemen-Elemen Program PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Algoritma Backtracking Pada Permainan Peg Solitaire

Algoritma Backtracking Pada Permainan Peg Solitaire Algoritma Backtracking Pada Permainan Peg Solitaire Gilbran Imami, 13509072 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci

Algoritma Euclidean dan Struktur Data Pohon dalam Bahasa Pemrograman LISP

Algoritma Euclidean dan Struktur Data Pohon dalam Bahasa Pemrograman LISP Algoritma Euclidean dan Struktur Data Pohon dalam Bahasa Pemrograman LISP Ahmad Ayyub Mustofa Jurusan Teknik Informatika ITB, Bandung 40132, email: rekka_zan@students.itb.ac.id Abstraksi Bahasa pemrograman

Lebih terperinci

BAB 1 PENGENALAN SISTEM PAKAR

BAB 1 PENGENALAN SISTEM PAKAR BAB 1 PENGENALAN SISTEM PAKAR DEFINISI System yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer dapat menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan para ahli. ES dikembangkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GUNADARMA

UNIVERSITAS GUNADARMA UNIVERSITAS GUNADARMA SK No. 92 / Dikti / Kep /1996 Fakultas Ilmu Komputer, Teknologi Industri, Ekonomi,Teknik Sipil & Perencanaan, Psikologi, Sastra Program Diploma (D3) Manajemen Informatika, Teknik

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN 3.1 Pegumpulan data Data-data yang diperoleh selama proses pengumpulan data terdiri dari data gejala dan data kerusakan dari sisi hardware komputer. Data-data tersebut diperoleh

Lebih terperinci

Perbandingan Algoritma Brute Force dan Backtracking dalam Permainan Word Search Puzzle

Perbandingan Algoritma Brute Force dan Backtracking dalam Permainan Word Search Puzzle Perbandingan Algoritma Brute Force dan Backtracking dalam Permainan Word Search Puzzle Veren Iliana Kurniadi 13515078 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi

Lebih terperinci