BAB 8. AERODINAMIKA, GEOMETRI SAYAP DAN EKOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 8. AERODINAMIKA, GEOMETRI SAYAP DAN EKOR"

Transkripsi

1 BAB 8. AERODINAMIKA, GEOMETRI SAYAP DAN EKOR 8.1. AERODINAMIKA 8.2. AIRFOIL AND WING GEOMETRY 1. Airfoil Dalam proses desain beberapa parameter harus ditentukan terlebih dahulu nilainya. Parameter-parameter tersebut meliputi tipe airfoil, geometri sayap dan ekor, pembebanan pada sayap, perkiraan takeoff gross weight, thrust to weight ratio atau horsepower to weight ratio, estimasi berat bahan bakar, estimasi dimensi sayap, ekor dan engine, serta dimensi fuselage yang diperlukan. Airfoil yang digunakan berpengaruh pada cruise speed, jarak takeoff dan landing, stali speed, handling quality ( terutama saat mendekati stali ) dan efisiensi aerodinamis secara keseluruhan selama semua fase penerbangan. Pada awalnya, kebanyakan airfoil mempunyai bagian bawah yang datar, sedangkan upper surface-nya membentuk camber ( kelengkungan ).

2 Perkembangan berikutnya, airfoil dengan lower surface berbentuk lengkungan mulai digunakan, yang dikenal dengan "double-cambered airfoils". Demikian juga airfoil dengan lower surface berbentuk cekung ( concave ) yang disebut "under -cambered airfoil" Airfoil Lift and Drag Gambar a. menggambarkan flowfield disekitar airfoil tertentu dari sejumlah vektor-vektor kecepatan aliran udara, dengan panjang vektor yang menggambarkan besarnya kecepatan lokal. Dalam Gambar b. menunjukkan vektor kecepatan lokal dikurangi vektor kecepatan free-stream, yang tersisa hanya perubahan airflow, yang mans tampak mengitari disekeliling airfoil (sirkulasi ). Sirkulasi diberi simbul dan yang digambar sebagai aliran melingkar seperti pada Gambar c. Sudut serang a dan/atau airfoil camber menyebabkan terjadinya sirkulasi tersebut, sehingga udara diatas wing bergerak lebih cepat dibanding dengan yang dibawah wing. Menurut Bernoulli, kecepatan yang lebih tinggi akan menghasilkan tekanan yang lebih rendah. Jadi upper surface dari airfoil cenderung diisap ( ditarik ke atas, oleh tekanan yang lebih rendah dari tekanan udara sekeliling ( free stream) Sementara itu lower surface dari airfoil cenderung ditekan ( didorong ) keatas, oleh tekan yang lebih tinggi dari tekanan free stream. Integritas perbedaan tekanan udara antara upper surface dan lower surface dari airfoil im menyebabkan adanya gaya angkat (lifting force).

3 Gambar 6. Airfoil flowfield & circulation Sebuah bidang datar yang membentuk sudut terhadap arah datangnya angin akan menghasilkan lift. Contoh yang paling sederhana adalah layang-layang. Bila kecepatan udaranya mencukupi dan membentuk sudut terhadap layang-layang, maka layang-layang tersebut akan bisa melayang-layang di udara, yang berarti telah timbul gays lift, Meskipun plat datar dapat menghasilkan lift, tetapi udara yang lewat diatasnya mempunyai kecenderungan untuk separasi ( memisahkan dirt ) dari permukaan sehingga mengganggu aliran. Oleh karena itu akan teriadi pengurangan lift dan penambahan drag yang besar ( Gambar 7). Gambar 7. Efek camber pada separasi

4 Sementara itu, airfoil yang melengkung (bercamber) menjadikan aliran udara akan tetap menempel pada permukaan, sehingga terjadi penambahan lift dan pengurangan drag. Penambahan lift tersebut dikarenakan bertambahnya sirkulasi aliran udara. Pada kenyataannya, sebuah airfoil yang memiliki camber akan menghasilkan lift meskipun antara chord line clan udara yang datang tidak membentuk sudut ( AoA = 0 ) 1.2. Airfoil Family Berbagal macam bentuk airfoil, sebagaimana tampak pada Gambar 8.) "Early airfoil" kebanyakan dikembangkan dengan metode trial and error. Pada tahun 1930-an, NACA mengembangkan "four digit airfoil". Di masa sekarang ini (1990-an ) four digit airfoil yang tidak memiliki camber jarang digunakan untuk perancangan wing, tetapi masih banyak digunakan untuk tail dari subsonic aircraft. Dalam perkembangan selanjutnya, dikembangkanlah "NACA five-digit airfoil", yang menggeser posisi camber maksimum ke arah depan, sehingga diperoleh lift maksimum yang lebih tinggi. Sedangkan "NACA six-digit airfoil" dirancang untuk menambah daerah aliran laminar sehingga ada pengurangan drag. Gambar 8. Macam-macam airfoil Berbagai metode dikembangkan untuk merancang suatu airfoil sedemikian rupa sehingga perbedaan tekanan antara bagian atas dan bawah airfoil dengan cepat dapat dicapai harga maksimumnya, tanpa terjadinya separation. Mendekati trailing edge, sering kali digunakan (dipakai) pressure recovery schemes (susunan pengendali tekanan) yang bertujuan untuk mencegah terjadinya separation didekat trailing edge. Pertimbangan lain dalam perancangan "modem airfoil" adalah bagaimana agar dapat mempertahankan aliran supaya tetap laminar. Aliran laminar dapat dipertahankan asalkan gradien tekanannya berharga negatif, misalnya dengan menurunkan tekanan secara kontinyu dari leading edge sampai pada posisi terakhir

5 trailing edge. Disini ada kecenderungan suction ( menghisap ) aliran kearah belaka ng sehiingga aliran akan terus laminar. Gambar 9 menunjukkan airfoil beraliran laminar dan distribusi tekanannya. Gambar 9. Laminar airfoil Sebuah airfoil yang menghasilkan lift, maka kecepatan udara yang lewat pada permukaan atas akan bertambah. Jika aircraft akan terbang sedikit di bawah kecepatan suara, maka gerakan udara di atas upper surface yang lebih cepat itu akan mencapai kecepatan supersonic, yang menyebabkan timbulnya shock (perubahan secara mendadak dan tajam) pada upper surface. Kecepatan dimana aliran supersonic pertama kali tercapai) disebut "critical much number" (M crit ). Shock tersebut sangat merugikan karena akan ada energi yang hilang. Upper surface shock tersebut menyebabkan adanya penambahan yang besar pada drag, penurunan lift dan perubahan pitching moment. Penambahan drag tersebut terjadi bukan saja karena kehilangan energi, tetapi juga karena adanya efek kenaikan tekanan secara mendadak sehingga terjadi penebalan atau bahkan pemisahan lapis batas. Untuk meminimalkan efek tersebut dirancanglah "supercritical airfoil"'.

6 1.3. Airfoil Thickness Ratio ( t/c) Airfoil thickness ratio berpengaruh pada drag, maximum lift, karakteristik stali dan berat struktur. Drag akan bertambah seining dengan bertambahnya t/c, yang dikarenakan bertambahnya separation. Thikness ratio juga mempengaruhi M crit, yaitu semakin besar t/c maka M crit semakin kecil. Sebuah supercritical airfoil cenderung untuk meminimalkan shock formation, dan dapat digunakan untuk menurunkan drag (untuk t/c yang diberikan), atau memungkinkan untuk memakai airfoil yang lebih tebal pada level drag yang sama. Thickness ratio berpengaruh pada maximum lift dan karakteristik stall, terutama berpengaruh pada bentuk nose dari airfoil. Untuk wing dengan AR yang agak tinggi dan sweep A yang sedang, airfoil nose radius yang lebih besar menghasilkan sudut stali dan CL max yang lebih besar. Thickness ratio juga berpengaruh pada berat struktur wing. Persamaan statistik untuk wing weight menunjukkan bahwa berat struktur wing berbanding terbalik dengan t/c. Pengurangan separoh thickness ratio, akan menaikkan wing weight sebesar 41% atau 6% dari total empty weight. 2. Wing Geometry Reference wing ( trapezoidal ) adalab bentuk dasar geometri wing, yang digunakan untuk memulai perancangan. Reference wing tersebut adalah khayalan (semu), dan menembus fuselage sampai pada aircraft centerline. Jadi reference wing area meliputi bagian reference wing yang menancap ke fuselage. Untuk reference wing, root airfoil-nya adalah airfoil dari trapezoidal reference wing yang terletak di aircraft centerline, bukan ditempat dimana actual wing berpotongan ( intersection ) pada fuselage. Mean aerodynamic chord adalah chord c dari airfoil, yang terletak pada jarak Y dari aircraft center line. Wing ( secara keseluruhan) memiliki MAC yang terletak dibagian yang sama pada MAC seperti halnya pada airfoil itu sendiri. Aeodynamic chord penting untuk perhitungan stabilitas. Bentuk reference wing dipengaruhi oleh aspect ratio AR, taper ratio, dan sweep A Aspect Ratio ( AR) Pada pengujian dalam terowongan angin yang dilakukan Wright bersaudara ditemukan bahwa untuk lift yang diberikan pada dua macam wing, maka pada wing yang panjang-ramping ( high aspect ratio ) mempunyai drag yang lebih kecil

7 dibandingkan pada wing yang pendek-gemuk ( low aspect ratio). Hal ini dikarenakan adanya efek 3-D. Aspect ratio didefinisikan sebagai perbandingan antara kuadrat span (b 2 ) dengan reference wing area ( S ). Sebuah wing menghasilkan lift karena adanya penurunan tekanan pada upper surface dan kenaikan tekanan pada lower surface. Di ujung sayap, udara dari bagian bawah wing akan seperti "escape" (lepas) menuju ke bagian atas wing. Pada sayap 3-D, udara dapat melepas ke atas yaitu di sekitar wing tip. Udara yang escape tersebut memperkecil perbedaan tekanan antara upper and lower surface dari wing, yang berarti terjadi pengurangan lift didaerah tersebut. Dan juga aliran udara disekitar tip tersebut mengalir membentuk circular path (jalur melingkar) ketika tampak dari depan, dan berefek mendorong wing kebawah. Efek yang paling kuat dirasakan didekat tip, yang mana akan memperkecil efektif dari wing airfoil. Aliran melingkar ( wing tip vortex ) tersebut secara kontinyu akan membentuk pola aliran kearah belakang wing. Gambar 12. Effect AR pada lift Gambar 13. Maximum lift to drag ratio trend

8 Berdasarkan definisi aspect ratio, untuk wing area yang sama, maka high aspect ratio wing mempunyai ujung-ujung yang terpisah lebih jauh dibanding dengan low aspect ratio wing. Sebagai akibatnya, pengaruh wing tip vortex tidak begitu dirasakan (lebih sedikit ) dibanding dengan low aspect ratio wing. Oleh karena itu pada high aspect ratio wing tidak banyak kehilangan lift dan penambahan drag ( yang dikarenakan pengaruh tip-nya ). Ketika wing area dan S wet /S ref dianggap konstan ( pada umumnya ) maka (L/D) max ( subsonic aircraft ) berbanding lurus dengan akar kuadrat dari penambaban AR ( Gambar 13 ). Disisi lain, berat wing jugs akan bertambah seiring dengan bertambahnya AR. Karenanya pada high speed aircraft digunakan wing dengan low AR dengan tujuan untuk memperkecil berat dari wing tersebut. Pengaruh lain dari perubahan AR adalah adanya perubahan sudut stali ( stall ). Akibat berkurangnya eff pada tip, maka low aspect ratio wing akan mengalami stali pada a yang lebih tinggi dibanding dengan high aspect ratio wing ( Gambar 12 ). Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa pada tail cenderung dipakal low aspect ratio. Dengan adanya penundaan stali pada tail, maka menjadikan tail sebagal kontrol yang cukup meyakinkan disaat wing mengalami stall. Sebaliknya, canard ( yang terbuat dari high aspect ratio airfoil ) dapat mengalami stali sebelum wing stall. Hal ini sebagai informasi bagi pilot, bahwa bila canard telah stall, maka pilot dapat bersiapsiap untuk mengantisipasi terjadinya wing stall. Adanya canard dapat dilihat pada beberapa, pesawat jenis homebuilt dan bisnis ( executive) Wing Sweep (A) Wing sweep ( Gambar 11 ) itu ada dua macam. Yang pertama, dalam kondisi supersonic flight, dimana sweep adalah sudut yang terbentuk antara wing leading edge dan horizontal (planform position). Semakin besar sweep tersebut maka semakin kecil drag yang terjadi. Definisi kedua adalah dalam kondisi subsonic flight, dimana sweep adalah sudut antara quarter chord line dan horizontal ( planform ). Persamaan yang menggambarkan hubungan dari kedua jenis sudut sweep tersebut adalah: Pada dasamya wing sweep digunakan untuk mengurangi efek yang merugikan dari aliran transonik dan supersonic. Seperti kits ketahui, dalam aliran transonic dan supersonic akan timbul shock formation ketika aircraft mencapal

9 kecepatan suara. Shock formation tersebut mengakibatkan adanya penambahan yang besar pada drag, penurunan lift dan peruhaban pitching moment. Alasan lain penggunaan wing sweep adalah guna mencapai kesetimbangan aircraft. Pada aircraft dengan konfigurasi canard dan pusher engine biasanya sebagian besar distribusi berat aircraft berada di belakang. Distribusi berat seperti itu memerlukan wing sweep untuk menggeser aerodynamic center jauh ke belakang untuk mencapai kesetimbangan. Wing sweep bersama aspect ratio akan mempengaruhi karakteristik pitchup suatu wing, yang merupakan tendensi yang sangat dihindari pada aircraft. Pitch-up merupakan kecenderungan bertambah-besamya AoA suatu aircraft secara tiba-tiba dan tak terkontrol ketika mendekati stall -nya. Aircraft akan mengalami efek pitch-up secara kontinyu hingga terjadi stali dan keluar total dari kontrol. Pada F-16 fighter, untuk mencegah masalah pitch-up yang tajam, maka ( -nya dibatasi oleh komputer, yaitu sebesar 25 ). Kecenderungan wing untuk mengalami pitch-up akibat pemilihan aspect ratio AR dan wing sweep dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Effect wing sweep pada pitch-up

10 Untuk high speed flight, konfigurasi swept wing lebih sesuai. Untuk cruise, takeoff dan landing, konfigurasi unswept wing lebih sesuai. Untuk mengatasi masalah ini, pilihan yang cocok adalah digunakannya variable sweep wing, yang mana harga A dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan. Variable sweep wing pertama kali diujiterbangkan pada tahun 1950-an, dan sekarang dapat dilihat pada fighters, seperti F- 14, B- I B, dan Backfire ( Soviet ) Taper Ratio ( ) Taper ratio dari wing (X) adalah perbandingan antara tip chord dan center line root chord. Untuk low sweep wing, mempunyai harga antara 0,4-0,5. Sedang untuk swept wing, harga X antara 0,2-0,3. Taper ratio mempengaruhi distribusi lift disepanjang wing span. Seperti yang dibuktikan oleh Prandti pada awal abad ini, bahwa minimum induced drag (drag due to lift) terjadi ketika lift terdistribusi dalam bentuk elliptis. Untuk untwisted dan unswept wing, terjadinya ketika wing yang tampak dari atas berbentuk ellip, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15. Gambar 15. Elliptical wing Elliptical wing planform tersebut sulit dan mahal untuk pembuatannya. Sedang yang paling mudah dibuat adalah rectangular wing yang memiliki milai ~1,0 ( untapered ), yang mana panjang chord-nya konstan disepanjang span. Sehingga bila dibanding dengan ideal elliptical wing, maka semakin mendekati tip, selisih panjang chord-nya semakin besar. Karena itu terjadi muatan lebih (loads up ) pada tip, yang mengakibatkan lift di tip berlebihan dari idealnya. Dengan AR yang sama, maka pada untapered rectangular wing terjadi kenaikan drag sebesar ± 7% bila dibandingkan dengan elliptical wing. Ketika rectangular wing diberi taper, artinya tetap berbentuk segi empat tetapi semakin ke ujung dibuat semakin pendek chord line-nya, sehingga dapat

11 mengurangi efek yang tidak diinginkan, yaitu loads up pada tip chord. Contoh tapered rectangular wing adalah pada Boeing 747. Untuk unswept wing maka harga, = 0,45 sudah dapat mengeliminasi efek tersebut dan menghasilkan distribusi lift yang tepat pada elliptical ideal ( Gambar 16 ). Drag yang dihasilkan hanya kurang dari 1% lebih besar dari idealnya pada elliptical wing) Twist ( 0º- 5º) Ada dua macam istilah yang digunakan. Pertama, "geometric twist", adalah perubahan sudut incidence antara tip airfoil dan root airfoil. Yang kedua adalah "aerodynamic twist", yaitu sudut yang dibentuk zero lift angle ( ol ) suatu airfoil terhadap, zero lift angle ( ol ) dari root airfoil. Jika dari root ke tip digunakan tipe airfoil yang sama, maka aerodynamic twist sama dengan geometric twist. Disisi lain, wing yang tidak memiliki geometric twist dapat memiliki aerodynamic twist, misalnya root airfoil-nya simetri( ol = 0º ) tetapi tip airfoil-nya highly cambered ( ol = # 0) Besamya total aerodynamic twist adalah sebagai berikut: Total Aerodynamic twist = geom.twist + ol-root - ol-tip Usaha-usaha untuk optimasi distribusi lift dengan cara twisting pada wing akan valid hanya pada koefisien lift tertentu saja ( pada satu nilai CL ). Pada koefisien lift yang lain, optimasi twist tersebut tidak akan membawa manfaat. Hal ini menjadi alasan mengapa harga twist > 5 harus dihindari, selain tidak membawa manfaat, juga sulit mengoptimasinya. Untuk perencanaan awal, historical data dapat digunakan. Pada umumnya, harga 3º twist sudah cukup memadai untuk memperbaiki karakteristik stall Wing Incidence Wing incidence adalah besamya sudut pitch antara wing dan fuselage. Untuk untwisted wing, wing incidence merupakan sudut antara sumbu fuselage dan wing chord airfoil. Sedangkan untuk twisted wing, wing incidence dinyatakan terhadap wing root chord yang intersect dengan fuselage. Sering kali wing incidence itu diberikan pada root dan tip dari wing, yang kemudian mendefinisikan twist sebagai perbedaan antara keduanya. Wing incidence digunakan untuk meminimalkan drag pada beberapa operating condition, terutama pada saat cruise. Nilai wing incidence dipilih pada harga dimana saat wing berada pada AoA yang tepat untuk flight condition yang dipilih, maka fuselage-nya berada pada AoA dimana drag-nya minimum.

12 Untuk perencanaan awal, dapat diasumsikan bahwa untuk general aviation aitcraft dan homebuilt aircraft mempunvai wing incidence angle 2, untuk transport aircraft ± 10, dan untuk military aircraft ± 0, 2.6. Dihedral Dihedral adalah sudut yang terbentuk antara wing dengan horizontal (tampak depan ). Seringkali, sudut dihedral diatur berdasarkan besamya sudut yang diperlukan untuk menghindarl agar wing tip tidak menyentuh landasan selama bad landing landing yang tidak sempurna Sebenarriya, penerapan dihedral ( dan wing sweep ) mempunyai efek negatif pada aircraft, yaitu "Dutch Roll". Dutch roli mcrupakan gerakan dari samping ke samping yang berulang-ulang, yang meliputi gerakan yaw dan roll. Untuk melawan tendansi dutch roll, maka luasan dari vertical tail harus ditambah ( sebagai rudder control ), yang berarti menambah berat dan drag. Sudut dihedral diestimasi dari historical data. Tabel 2.1 menyediakan estimasi awal untuk sudut dihedral. Tabel 2.1. Dihedral guidelines 2.7. Wing Vertical Location Lokasi vertikal sayap terhadap fuselage pada umumnya ditentukan oleh kebutuhan atau disesuaikan dengan kondisi dimana aircraft itu akan dioperasikan. Sebagai contoh : commercial transport aircraft berkecepatan tinggi menggunakan low wing, tetapi pada military transport aircraft yang didesain pada mission profile dan payload weight yang sama, menggunakan high wing. a. High wing Keuntungan utama high wing adalah memungkinkan penempatan fuselage dekat dengan landasan, sehingga memudahkan loading ( pemuatan ) maupun unloading kargo aircraft. Susunan tersebut banyak digunakan untuk military aircraft seperti C-5, C141, dan freighter ( pesawat angkut ) lainnya. Yang mana pada aircraft tersebut menempatkan ruang kargo hanya sekitar 4-5 ft dari landasan, yang merupakan ketinggian kargo pada kebanyakan truck.

13 Dengan high wing, maka jet engine ataupun propeller akan mempunyai ground clearance yang cukup, sehingga tidak memerlukan landing gear yang terlalu panjang. Karenanya, berat landing gear bisa berkurang. Juga, wing tip dari swept high wing tidak akan menyentuh tanah ketika aircraft dalam keadaan nose high. Gambar 17. High wing Manfaat lainnya adalah wing box diletakkan diatas fuselage, yang jelas lebih balk bila dibandingkan dengan diletakkan menembus, fuselage. Ketika wing box dipasang menembus fuselage, maka fuselage harus dikeraskan terutama disekitar bidang potong antara wing - fuselage. Hal ini mengakibatkan bertambahnya berat fuselage. Karenanya lebih tepat bila wing box diatas fuselage. Meski demikian, peletakan wing box diatas fuselage akan menambah drag, yang dikarenakan bertambahnya frontal area. Juga, dengan high wing, maka engine dan propeller (yang tipe wing mounted) akan terhindar dari puing-puing dan batu-batu beterbangan. Kerugiannya adalah : pada umumnya berat fuselage bertambah, karena fuselage tersebut harus diperkuat untuk mendukung beban yang ditahan landing gear, walaupun berat landing gear itu sendiri berkurang. Dalam banyak kasus, diperlukan adanya tambahan ruang untuk landing gear, yang biasa disebut extemal blister, yaitu ruang tarnbahan yang menonjol keluar yang ditempelkan dibagian bawah sisi sarnping dari fuselage. Hal ini jelas menambah berat dan drag. Pada high wing, digunakan flattened bottom fuselage untuk mendapatkan tinggi lantal kargo yang sesual. Flattened bottom ini lebih berat dari pada bentuk fuselage yang circular. Jika bagian atas fuselage berbentuk circular, maka diperlukan fairing pada bidang temu wing dengan fuselage. Untuk small aircraft, susunan high wing dapat mengganggu pandangan pilot pada saat climb dan pada saat menoleh ketika akan belok.

14 b. Mid wing Pada susunan ini, di-mana fuselage berbentuk circular dan tidak menggunakan fairing, memberikan drag yang terkecil. Sedang pada high wing dan low wing harus menggunakan fairing untuk memperoleh interfensi drag yang sesual dengan fuselage yang circular. Susunan mid wing mempunyal wing ground clearance yang cukup, sehiingga sangat bermanfaat terutama pada desain fighter yang menggunakan wing sebagai tempat pembawa born, tangki cadangan dan sistem persenjataan lainnya. Bila menggunakan high wing, maka hal ini akan membatasi pandangan kebelakang dari pilot, yang mutlak diperlukan saat bertempur. Masalah utama pada susunan mid wing adalah kesulitan didalam struktur, terutama struktur dari wing box. Seperti diketahui, momen lengkung yang ditimbulkan oleh lift pada wing harus diteruskan kebagian fuselage yang lain, yaltu dengan menggunakan wing box sebagai perantaranya. Atau dengan menggunakan ring frame yang kuat yang dipasang didalam fuselage. Wing box juga sulit dibuat pada fighter yang menggunakan mid wing, karena sebagian besar fuselage-nya akan ditempati jet engine dan saluran pipa-pipa. Gambar 18. Mid wing c. Low wing Keuntungan utama dari low wing adalah terletak pada tersedianya tempat penyimpanan landing gear. Dengan konfigurasi low wing, maka sendi pada landing gear dimana gear ditarik kemball, dapat ditahan secara langsung oleh wing box yang kokoh struktumya, sehingga tidak memerlukan penguatan tambahan. Pada scat ditarik kemball, landing gear dapat masuk dalam wing itu sendiri, didalam wing-fuselage fairing ( penghubung antara fuselage-wing ). Hal ini dapat mengeliminasi keberadaan extemal blister yang hampir selalu digunakan dalam konfigurasi high wing.

15 Disamping diperoleh berbagai keuntungan, pemakaian low wing juga ada kerugiannya. Untuk memberikan ground clearance bagi engine dan propeller, maka fuselage harus ditinggikan terhadap landasan, lebih tinggi daripada high wing aircraft. Karenanya diperlukan landing gear yang lebih panjang, yang tentunya akan menambah ukuran dan berat landing gear itu sendiri. Untuk memimmalkan panjang landing gear tersebut, banyak low wing aircraft yang meletakkan propeller diatas wing. Hal ini akan menambah interferensi antara propeller dengan wing, dan akibatnya teriadi penambahan pengkonsumsian bahan bakar selama cruise, dengan kata lain SFC-nya naik Wing Tip Bentuk wing tip mempunyai dua pengaruh pada unjuk kerja aerodinamika aircraft pada daerah subsonic. Pertama, bentuk tip mempengaruhi wetted area dari aircraft, namun hanya dalam jumlah relatif kecil. Yang kedua, pengaruh yang jauh lebih penting adalah pengaruh bentuk tip terhadap lateral spacing (jarak kesamping) dari tip vortex. Tip vortex tersebut sebagian besar ditentukan oleh mudah-tidaknya udara bertekanan tinggi dibawah wing untuk "escape' keatasnya, terutama disekitar tip. Semakin mudah udara untuk escape maka semakin besar tip vortex-nya, yang berarti drag-nya ( induceg drag ) bertambah. Kesemua model wing tip mempunyal tujuan yang sama, yaitu untuk meminimalkan pengaruh tip vortex pada wing. Tetapi dilain pihak, pemakaian wing tip ini akan mendatangkan kerugian, terutama karena konstruksi wing yang lebih sulit. Juga, pemakalan wing tip terutama model end plate dan winglet akan menimbulkan tendensi flutter. Tendensi flutter identik dengan kibasan sayap, yang sangat tidak dibenarkan terjadi pada aircraft.

16 Gambar 20. Wing tip Karenanya, sebelum menentukan tipe wing tip yang akan dipakal, terlebih dahulu dipertimbangkan keuntungan dan kerugiannya. Jika AR pesawat cukup tinggi, maka wing tip tidak begitu diperlukan karena pengaruh tip vortex pada. wing dengan AR tinggi akan relatif kecil bila dibandingkan dengan wing yang memiliki AR rendah TAIL GEOMETRY AND ARRANGEMENT 1. Fungsi Tail Tail pada dasamya merupakan wing yang kecil. Perbedaan utama antara wing dan tail adalah bahwa wing itu didesain untuk menghasilkan sejumlah lift, sedang tail didesain untuk beroperasi hanya pada sebagian potensi lift maksimalnya. Jadi tail tidak pemah mencapai lift maksimalnya. Tail itu memberikan trim, stabilitas, dan kontrol Trim ( penyeimbang) Trim merupakan kemampuan sebuah tail menghasilkan lift sedemikian rupa sehingga diperoleh momen terhadap center of gravity ( c.g ) yang mampu membalance momen lain yang dihasilkan aircraft. Untuk horizontal tail, trim itu pada dasamya menunjukkan pengimbangan terhadap wing moment, misalnya pitching moment. Sebuah aft horizontal tail pada umumnva mempunvai sudut incidence ( sudut serang ) yang ne gatif sebesar 2-3 untuk mem-balance wing pitching moment. Sedang untuk vertical tail, timbuinya gaya trim tidak diperlukan sebab biasanya aircraft itu sudah simeteris (kiri dan kanan ) dan tidak menimbulkan yawing moment yang unbalanced. Timbulnya gaya trim diperlukan pada saat terjadi kegagalan mesin, terutama pada multi engine aircraft.

17 1.2. Stabilitas Tail juga merupakan elemen utama stabilitas, seperti halnya keberadaan fin (sirip ) pada anak panah. Ada kemungkinan untuk merancang aircraft yang stabil tanpa adanya tail, tetapi ada beberapa parameter yang harus dipenuhi. Parameterparameter tersebut adalah bentuk airfoil yang sesuai, pemberian wing area ataupun wing sweep yang lebih besar, dan mempersempit range dan C.g Kontrol Fungsi lain dari tail sebagai kontrol. Tail harus diberi ukuran sedemikian rupa sehingga memberikan control power yang cukup pada semua kondisi kritis. Kondisi-kondisi kritis pada horizontal tail pada umumnya terdiri dari nose- wheel lift-off, low speed flight dengan posisi flaps down, dan manuver transonik. Sedang pada vertical tail, terdiri atas engine out flight pada low speed, maximum roll rate, dan spin recovery ( pemulihan dari kondisi spin) Besamya control power tersebut tergantung pada ukuan dan tipe dari permukaan luasan yang dapat digerak-gerakkan, dan juga tergantung pada ukuran keseluruhan dari tail itu sendiri. Contoh, beberapa airliner menggunakan double hinged rudder ( rudder berengsel ganda ) untuk memberikan engine out control power yang lebih, tanpa memperbesar ukuran vertical tail melebihi apa yang diperlukan untuk mengurangi dutch roll. Beberapa fighter seperti YF-12 dan F-107, telah menggunakan all-moving vertical tail sebagai ganti dari rudders yang terpisah, untuk meningkatkan control power. 2. Tail Arrangement Pada sub bab ini tidak semua tipe tail diuraikan, tetapi hanya yang sering diterapkan pada transport aircraft, yaitu conventional tail, T-tail, cucriform tail, dan triple tail. Untuk jet transport, kebanyakan menggunakan conventional tail dan T-tail.

18 Gambar Aft tail variations 2.1. Conventional tail Untuk kondisi yang. wajar, maka conventional tail-lah yang banyak digunakan. Untuk sebagian besar perencanaan aircraft ( tipe transport ), conventional tail biasanya akan memberikan stabilitas dan kontrol yang cukup, pada berat terendah. Jenis ini bisa dilihat pada Boeing 747, DC-10, Airbus A300 dan lain-lain T-tail T-tail jugs sering digunakan. T-tail lebih berat dibandingkan dengan conventional tail, sebab vertical tali harus diperkuat untuk menopang horizontal tail. Keuntungan lainnya adalah : a. Horizontal tail jauh dari daerah wing wake dan propwash, yang membuat T-tali lebih efisien, dan mengijinkan memperkecil ukuran tail tersebut. b. Dapat mengurangi buffet ( hantaman ) pada horizontal tail yang mans akan mengurangi fatigue kelelahan ) balk pada pilot maupun pada struktumya. c. Pada jet transport DC-9 dan Boeing 727 ), dengan T -tail memungkinkan untuk memasang engine yang diletakkan pada kulit aft fuselage. d. Konfigurasi T-tail dianggap penuh gaya ( stylish ), yang merupakan pertimbangan yang tidak sepele.

19 2.3. Cucriform tall ( bentuk salip) Dengan cucriform tall maka horizontal tail jauh dari jet exhaust ( seperti pada B-IB ), atau membebaskan rudder bawah agar tidak terganggu udara selama kondisi AoA tinggi dan spin. Sebenamya hal tersebut dapat diselesaikan dengan T-tail, tetapi cucriform tail lebih ringan. Meskipun demikian, cucriform tail tidak memberikan pengurangan tail area. Jenis ini juga diterapkan pada pesawat transport amphibi M-130 China Cliper Triple tail (dan H-tail ) Tipe ini pada dasamya digunakan untuk peletakan vertical tail agar tak terganggu udara selama kondisi AoA tinggi (seperti pada T -46 aircraft), atau untuk peletakan rudder pada propwash ( dalam multi engine aircraft ) untuk menambah engine- out control. Triple tail (dan H-tail) lebih begat daripada conventional tail, tetapi dengan adanya efek end-plate, memberikan ukuran horizontal tail yang lebih kecil. Susunan triple tail ( dan T -tail ) juga digunakan untuk menurunkan ketinggian tail, sehingga aircraft menjadi lebih rendab, seperti Lockheed Constellation aircraft yang dengan aman bisa dimasukkan ke hanggar. Kemungkinan lain penyusunan tail adalah seperti yang tampak pada Gambar 26, yang diantaranya adalab pernakaian canard. Canard digunakan agar control power-nya cukup, tetapi ditemukan kesulitan dalam hal stabilitas. Gambar 22. Variasi lain dari konfigurasi tail

20 3. Tail Arrangement untuk Spin Recovery Vertical tail mempunyai peranan penting dalam spin recovery. Aircraft dalam kondisi spin, pada dasamya mengalami jatuh bebas dan berputar terhadap sumbu vertikal, dengan wing yang mengalami stall penuh. Pada umumnya, saat itu aircraft berada pada sudut sideslip yang besar. Untuk memulihkan dari kondisi spin tersebut maka wing dibuat agar tidak stall, sehingga AoA harus diturunkan. Pertama kali yang harus dilakukan adalah putaran harus dihentikan dan sudut side-slip diturunkan. Oleh karena itu aircraft tersebut memerlukan rudder control yang cukup handal ketika-berada pada AoA yang tinggi yang terlihat saat spin. Gambar 23 menggambarkan efek dad tail arrangement terhadap rudder control ketika berada pada AoA tinggi. Pada kondisi tersebut horizontal tail mengalami stall, yang menghasilkan turbulent wake yang membentang keatas kira-kira pada sudut 45 Pada gambar pertama, rudder seluruhnya terletak dalam wake olakan dari horizontal tail, sehingga fungsi kontrol dari rudder menjadi kecil. Gambar-gambar berikutnya menunjukkan upaya untuk memperbalki fungsi rudder control dengan cara mengatur sedemikian rupa sehingga rudder terletak di luar wake, minimal 1/3 dari luasan rudder harus berada di luar wake. Untuk gambar terakhir menunjukkan pemakaian dorsal fin ( sirip punggung dan ventral fin ( sinip perut ). Dorsal fin memperbaiki kemampuan tail pada saat sudut sideslip tinggi, yaitu dengan membuat vortex yang menempel pada vertical tail. Hal im cenderung mencegah terjadinya high sideslip angle dan memperbesar rudder control disaat spin. Sedang ventral fin juga cenderung mencegah high sideslip angle, dan mempunyai keuntungan ekstra yaitu tidak tertutup wing wake. Ventral fin juga digunakan untuk menghindari lateral instability pada saat high-speed flight. Gambar 23. Tail geometry untuk spin recovery

21 4. Tail Geometry Untuk semua tipe tail, luas permukaannya tergantung pada luas wing, jadi luasan tail tidak ditentukan sebelum estimasi awal dari takeoff gross weight pesawat ditentukan. Parameter-parameter geometris yang lain dan tail dapat ditentukan, yaitu aspect ratio ( AR ), taper ratio ( ), tail sweep, dan thickness ratio Aspect Ratio ( AR ) dan Taper Ratio ( ) Tabel 2 memberikan petunjuk untuk pemilihan AR dan dari tail. T-tail mempunyai vertical tail aspect ratio yang lebih rendah, yang bertujuan untuk mengurangi weight impact ( pengarub berat ) dari horizontal tail yang letaknya diatas vertical tail. Beberapa general aviation aircraft menggunakan untapered horizontal tail ( = I ) untuk mengurangi blaya manufacturing. Tabel 2.2. Tail aspect ratio and taper ratio Horizontal tail Vertical tail AR AR Fighter ,4 Sailplane ,3-0,5 1,5-2,0 0,4-0,6 Others 3-5 0,3-0, ,0 0,3-0,6 T-tail 0,7-1,2 0,6-1, Sweep (A) Leading edge sweep dari horizontal tail biasanya mempunyai harga 5 lebih besar dani wing sweep ( ALE = A wing ). Hal ini cenderung menjadikan tail mengalami stall setelah wing, dan juga memberikan tail yang memiliki yang lebih besar dari wing, yang mans dapt menghindari hilangnya effectiveness dari elevator yang dikarenakan adanya shock formation. Sedang vertical tail sweep mempunyai harga antara Untuk low speed aircraft, nilainya sebesar 20 keatas, dengan pertimbangan segi estetika (keindahan ). Untuk high speed aircraft, vertical tail sweep digunakan terutama untuk memastikan bahwa W r i t dan tail lebih tinggi dari pada W crit wing.

22 4.3. Thickness Ratio (t/c) Biasanya tail thickness ratio sama dengan wing thickness ratio, yang ditentukan dari historical guidelines yang diberikan dalam bagian wing geometry. Untuk high speed aircraft, horizontal tail sering kali memiliki thickness ratio 10% lebih tipis dari wing, untuk memastikan bahwa tail mempunyai Writ yang lebih tinggi FAR & BCAR 1. Federal Aviation Regulation / FAR Peraturan FAR dikeluarkan oleh Federal Aviation Administration FAA ), su atu badan dibawah departemen transportasi Amerika. Ada beberapa jenis FAR yang berhubungan dengan proses sertifikasi, seperti : FAR Part 21 Prosedur sertifikasi untuk produk dan part. FAR Part 25 Airworthiness standard untuk kategori tran-sport aircraft. FAR Part 33 Airworthiness untuk aircraft engine. 2. British Civil Airworthiness Requirement (BCAR) Peraturan ini dikeluarkan oleh Civil Aviation Authority ( CAA) di Inggris. Negaranegara lain menggunakan peraturan yang hampir sama. Namun demikian selalu ada perbedaan yang membuat bingung dan memakan biaya yang besar Jika ingin memenuhi semua ketentuan tersebut secara keseluruhan AERODINAMIKA

23

DAFTAR ISI. Hal i ii iii iv v vi vii

DAFTAR ISI. Hal i ii iii iv v vi vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING. HALAMAN PENGESAHAN. PERNYATAAN. MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMBANG

Lebih terperinci

ANALISA EFEKTIVITAS SUDUT DEFLEKSI AILERON PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP

ANALISA EFEKTIVITAS SUDUT DEFLEKSI AILERON PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP ANALISA EFEKTIVITAS SUDUT DEFLEKSI AILERON PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP Gunawan Wijiatmoko 1) 1) TRIE, BBTA3, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kawasan PUSPIPTEK Gedung 240, Tangerang

Lebih terperinci

KAJIAN PENENTUAN INCIDENCE ANGLE EKOR PESAWAT PADA Y-SHAPED TAIL AIRCRAFT

KAJIAN PENENTUAN INCIDENCE ANGLE EKOR PESAWAT PADA Y-SHAPED TAIL AIRCRAFT Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2018 ISSN 2085-4218 KAJIAN PENENTUAN INCIDENCE ANGLE EKOR PESAWAT PADA Y-SHAPED TAIL AIRCRAFT Gunawan Wijiatmoko 1) Meedy Kooshartoyo 2) 1,2

Lebih terperinci

BAB 10. STABILITY & CONTROL STABILITAS STATIS & DINAMIS

BAB 10. STABILITY & CONTROL STABILITAS STATIS & DINAMIS BAB 10. STABILITY & CONTROL 10.1. STABILITAS STATIS & DINAMIS Konsep dasar dari stabilitas secara sederhana dapat diungkapkan sebagai berikut "sebuah aircraft yang stabil, ketika mengalami suatu gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Turbin Angin Bila terdapat suatu mesin dengan sudu berputar yang dapat mengonversikan energi kinetik angin menjadi energi mekanik maka disebut juga turbin angin. Jika energi

Lebih terperinci

Bagaimana Sebuah Pesawat Bisa Terbang? - Fisika

Bagaimana Sebuah Pesawat Bisa Terbang? - Fisika PESAWAT TERBANG Dengan mempelajari bagaimana pesawat bisa terbang Anda akan mendapatkan kontrol yang lebih baik atas UAV Anda. Bagaimana Sebuah Pesawat Bisa Terbang? - Fisika Empat gaya aerodinamik yang

Lebih terperinci

BAB III PERANGKAT LUNAK X PLANE DAN IMPLEMENTASINYA

BAB III PERANGKAT LUNAK X PLANE DAN IMPLEMENTASINYA BAB III PERANGKAT LUNAK X PLANE DAN IMPLEMENTASINYA Penjelasan pada bab ini akan diawali dengan deskripsi perangkat lunak X-Plane yang digunakan sebagai alat bantu pada rancang bangun sistem rekonstruksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang Gaya-gaya utama yang berlaku pada pesawat terbang pada saat terbang dalam keadaan lurus dan datar (straight and level flight). Serta dalam keadaan

Lebih terperinci

PENGARUH PAYLOAD TERHADAP CLIMB PERFORMANCE HELIKOPTER SYNERGY N9

PENGARUH PAYLOAD TERHADAP CLIMB PERFORMANCE HELIKOPTER SYNERGY N9 PENGARUH PAYLOAD TERHADAP CLIMB PERFORMANCE HELIKOPTER SYNERGY N9 Raden Gugi Iriandi 1, FX. Djamari 2 Program Studi Teknik Penerbangan Fakultas Teknik Universitas Nurtanio Bandung ABSTRAK Ketika helikopter

Lebih terperinci

GAYA ANGKAT PESAWAT Untuk mahasiswa PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang

GAYA ANGKAT PESAWAT Untuk mahasiswa PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang GAYA ANGKAT PESAWAT Untuk mahasiswa PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang 1. Pendahuluan Pesawat terbang modern sudah menggunakan mesin jet, namun prinsip terbangnya masih menggunakan ilmu gaya udara seperti

Lebih terperinci

BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE

BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE 3.1 Pendahuluan Dalam tugas akhir ini, mengetahui optimalnya suatu penerbangan pesawat Boeing 747-4 yang dikendalikan oleh seorang pilot dengan menganalisis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komponen Dasar Pesawat Terbang Menurut definisi FAA (Badan Penerbangan Amerika Serikat) di FAR (Federal Aviation Regulation) saat ini yang juga diadopsi oleh Indonesia CASR (Civil

Lebih terperinci

INDEPT, Vol. 4, No. 1 Februari 2014 ISSN

INDEPT, Vol. 4, No. 1 Februari 2014 ISSN ANALISIS OPTIMASI TEBAL RIB SAYAP PESAWAT WIG IN GROUND EFFECT 2 SEAT DENGAN FEM Bayu Handoko 1, H. Abu Bakar 2 Program Studi Teknik Penerbangan Fakultas Teknik Universitas Nurtanio Bandung ABSTRAKSI Pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Teori Aerodinamika Helikopter 2.1.1 Airfoil Airfoil adalah suatu potongan dua dimensi, sayap pesawat atau bilah helikopter, yang menghasilkan gaya aerodinamika ketika berinteraksi

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN

ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN Lintang Madi Sudiro (2106100130) Jurusan Teknik Mesin FTI ITS,Surabaya 60111,email:lintangm49@gmail.com

Lebih terperinci

HORIZONTAL TAIL SIZING PESAWAT SPORT RINGAN (LSA) KAPASITAS 4 ORANG PENUMPANG

HORIZONTAL TAIL SIZING PESAWAT SPORT RINGAN (LSA) KAPASITAS 4 ORANG PENUMPANG HORIZONTAL TAIL SIZING PESAWAT SPORT RINGAN (LSA) KAPASITAS 4 ORANG PENUMPANG Haeni Suhandari, ST Alumni PS Teknik Penerbangan Universitas Nurtanio Bandung Abstrak Dila aircraft (Light Aircraft Aerospace)

Lebih terperinci

ANALISA AERODINAMIK PENGARUH LANDING GEAR PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP

ANALISA AERODINAMIK PENGARUH LANDING GEAR PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP ANALISA AERODINAMIK PENGARUH LANDING GEAR PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP Gunawan Wijiatmoko 1) 1) TRIE, BBTA3, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kawasan PUSPIPTEK Gedung 240, Tangerang

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR MENGAPA PESAWAT DAPAT TERBANG

PRINSIP DASAR MENGAPA PESAWAT DAPAT TERBANG PRINSIP DASAR MENGAPA PESAWAT DAPAT TERBANG Oleh: 1. Dewi Ariesi R. (115061105111007) 2. Gamayazid A. (115061100111011) 3. Inggit Kresna (115061100111005) PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 6. PROSES DESAIN, FAR DAN TEKNOLOGI

BAB 6. PROSES DESAIN, FAR DAN TEKNOLOGI BAB 6. PROSES DESAIN, FAR DAN TEKNOLOGI 6.1. JENIS - JENIS PESAWAT TERBANG Sampai saat ini terdapat begitu banyak jenis aircraft, sehingga perlu adanya pengelompokan, baik menurut berat, jumlah sayap,

Lebih terperinci

Skripsi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Strata 1 (S1) Disusun Oleh: SLAMET SUTRISNO JURUSAN TEKNIK PENERBANGAN

Skripsi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Strata 1 (S1) Disusun Oleh: SLAMET SUTRISNO JURUSAN TEKNIK PENERBANGAN ANALISA PENGARUH TAPER RASIO TERHADAP EFISIENSI AERODINAMIKA DAN EFEKTIFITAS TWIST ANGLE PADA DESAIN SAYAP SEKELAS CESSNA 162 MENGGUNAKAN SOFTWARE FLUENT Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang Gaya-gaya utama yang berlaku pada pesawat terbang pada saat terbang dalam keadaan lurus dan datar. Serta dalam keadaan kecepatan tetap ialah:

Lebih terperinci

Beban Pesawat. Dipl.-Ing H. Bona P. Fitrikananda 2013

Beban Pesawat. Dipl.-Ing H. Bona P. Fitrikananda 2013 Beban Pesawat Dipl.-Ing H. Bona P. Fitrikananda UA MTC Introduction Beban Pesawat / Aircraft Loads 2 Pendahuluan Wilbur Wright: I am constructing my machine to sustain about five times my weight and I

Lebih terperinci

STUDI AERODINAMIKA PROFIL BOEING COMMERCIAL ENERGY EFFICIENT DENGAN KOMPUTASI BERBASIS FINITE ELEMENT

STUDI AERODINAMIKA PROFIL BOEING COMMERCIAL ENERGY EFFICIENT DENGAN KOMPUTASI BERBASIS FINITE ELEMENT TUGAS AKHIR STUDI AERODINAMIKA PROFIL BOEING COMMERCIAL ENERGY EFFICIENT DENGAN KOMPUTASI BERBASIS FINITE ELEMENT Disusun: EDIEARTA MOERDOWO NIM : D200 050 012 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN

PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN 1. Tujuan Perencanaan Sistem Bandara (Airport System), adalah : a. Untuk memenuhi kebutuhan penerbangan masa kini dan mendatang dalam mengembangkan pola pertumbuhan wilayah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN CN-235 merupakan pesawat terbang turboprop kelas menengah

1 PENDAHULUAN CN-235 merupakan pesawat terbang turboprop kelas menengah Analisis...(Nila Husnayati dan Mochammad Agoes Moelyadi) ANALISIS AERODINAMIKA DAN STUDI PARAMETER SAYAP CN-235 KONDISI TERBANG JELAJAH (AERODYNAMIC ANALYSIS AND PARAMETRIC STUDY OF CN-235 WING AT CRUISE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN PENELITIAN Sebelumnya telah ada dilakukan penelitian-penelitian mengenai analisa CFD pada sayap pesawat. Hidayat, M (2012) melakukan penelitian pada airfoil NACA 0021

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN GAYA ANGKAT PADA MODEL AIRFOIL DENGAN MENGGUNAKAN VORTEX GENERATOR

UPAYA PENINGKATAN GAYA ANGKAT PADA MODEL AIRFOIL DENGAN MENGGUNAKAN VORTEX GENERATOR JURNAL TEKNIK VOL. 5 NO. 2 /OKTOBER 2015 UPAYA PENINGKATAN GAYA ANGKAT PADA MODEL AIRFOIL DENGAN MENGGUNAKAN VORTEX GENERATOR Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Janabadra Jl.

Lebih terperinci

Pengaruh twisted multiple winglet terhadap unjuk kerja aerodinamika airfoil naca 0012 tiga dimensi Oleh :

Pengaruh twisted multiple winglet terhadap unjuk kerja aerodinamika airfoil naca 0012 tiga dimensi Oleh : Pengaruh twisted multiple winglet terhadap unjuk kerja aerodinamika airfoil naca 001 tiga dimensi Oleh : Muh Irvan Nugroho Alifianto I.0401033 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada tahun 1970-an para

Lebih terperinci

BANDUNG AEROMODELING

BANDUNG AEROMODELING BANDUNG AEROMODELING WWW.BANDUNG-AEROMODELING.COM Petunjuk Perakitan dan Penerbangan Pesawat Layang Model Terbang Bebas Pelangi 45 Gambar Kit Pelangi 45 Pesawat layang model terbang bebas Pelangi 45 merupakan

Lebih terperinci

Bab IV Analisis dan Pengujian

Bab IV Analisis dan Pengujian Bab IV Analisis dan Pengujian 4.1 Analisis Simulasi Aliran pada Profil Airfoil Simulasi aliran pada profil airfoil dimaskudkan untuk mencari nilai rasio lift/drag terhadap sudut pitch. Simulasi ini tidak

Lebih terperinci

PENGESAHAN ANALISIS KINERJA TAKE-OFF DAN LANDING PESAWAT B BERDASARKAN VARIASI ELEVASI RUNWAY. Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

PENGESAHAN ANALISIS KINERJA TAKE-OFF DAN LANDING PESAWAT B BERDASARKAN VARIASI ELEVASI RUNWAY. Yang dipersiapkan dan disusun oleh : PENGESAHAN ANALISIS KINERJA TAKE-OFF DAN LANDING PESAWAT B 747-400 BERDASARKAN ARIASI ELEASI RUNWAY Yang dipersiapkan dan disusun oleh : WARLI AFDILLAH 02050026 Telah dipertahankan di depan Tim Penguji

Lebih terperinci

Pengujian Aerodinamika Model Uji Pesawat Udara Nir Awak dengan Empennage berjenis V-Tail. Gunawan Wijiatmoko 1), Yanto Daryanto 2)

Pengujian Aerodinamika Model Uji Pesawat Udara Nir Awak dengan Empennage berjenis V-Tail. Gunawan Wijiatmoko 1), Yanto Daryanto 2) Pengujian Aerodinamika Model Uji Pesawat Udara Nir Awak dengan Empennage berjenis V-Tail INTISARI Gunawan Wijiatmoko 1), Yanto Daryanto 2) 1) Sub Bid. TRIE, BBTA3, BPPT 2) Balai Layanan Teknologi Aerodinamika,

Lebih terperinci

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1 PERENCANAAN BANDAR UDARA Page 1 SISTEM PENERBANGAN Page 2 Sistem bandar udara terbagi menjadi dua yaitu land side dan air side. Sistem bandar udara dari sisi darat terdiri dari sistem jalan penghubung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan media udara. Pengertian pesawat terbang juga dapat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan media udara. Pengertian pesawat terbang juga dapat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pesawat Terbang Pesawat terbang adalah sebuah alat yang dibuat dan dalam penggunaannya menggunakan media udara. Pengertian pesawat terbang juga dapat diartikan sebagai benda-benda

Lebih terperinci

Desain pesawat masa depan

Desain pesawat masa depan Desain pesawat masa depan Flying Wing = Sayap Terbang? Itu memang terjemahan bebasnya. Dan arti yang sebenarnya memang tidak terlalu jauh berbeda. Flying Wing sebenarnya merupakan istilah untuk desain

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil PPM IPB 2016 Hal : ISBN :

Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil PPM IPB 2016 Hal : ISBN : Hal : 287 298 ISBN : 978-602-8853-29-3 PEMILIHAN INCIDENCE ANGLE DARI HORIZONTAL TAIL BERBENTUK V-TAIL PADA PESAWAT TERBANG NIR AWAK (Incidence Angle Determination of V-shaped Horizontal Tail of UnManned

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) 1. Nama Kuliah : Aerodinamika 2. Kode/SKS/Semester : TKM 518/3 SKS/VIII 3. Prasya rat : Mekanika Fluida, Termodinamika 4. Status Mata Kuliah :

Lebih terperinci

PENGARUH LOKASI KETEBALAN MAKSIMUM AIRFOIL SIMETRIS TERHADAP KOEFISIEN ANGKAT AERODINAMISNYA

PENGARUH LOKASI KETEBALAN MAKSIMUM AIRFOIL SIMETRIS TERHADAP KOEFISIEN ANGKAT AERODINAMISNYA PENGARUH LOKASI KETEBALAN MAKSIMUM AIRFOIL SIMETRIS TERHADAP KOEFISIEN ANGKAT AERODINAMISNYA Teddy Nurcahyadi*, Sudarja** Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta *H/P:085643086810,

Lebih terperinci

PENGARUH SUDUT DIHEDRAL TERHADAP GAYA LIFT EKOR PESAWAT TERBANG TIPE V PADA ANGKA REYNOLDS RENDAH

PENGARUH SUDUT DIHEDRAL TERHADAP GAYA LIFT EKOR PESAWAT TERBANG TIPE V PADA ANGKA REYNOLDS RENDAH PENGARUH SUDUT DIHEDRAL TERHADAP GAYA LIFT EKOR PESAWAT TERBANG TIPE V PADA ANGKA REYNOLDS RENDAH Syamsul Hadi * E mail : syamevi@mesin.uns.ac.id Abstract : Ekor pesawat terbang tipe V adalah hasil penggabungan

Lebih terperinci

BAB 9. ENGINE dan LANDING GEAR

BAB 9. ENGINE dan LANDING GEAR BAB 9. ENGINE dan LANDING GEAR 9.1. PEMILIHAN ENGINE ENGINE Fungsi utama engine adalah memberikan gaya dorong. Aircraft engine dibagi menjadi dua tipe, yaitu piston engine dan jet engine. Keduanya mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), adalah suatu pembangkit listrik skala kecil yang menggunakan tenaga air

Lebih terperinci

AIRBLEED INDICATOR FAULTILLUMINATE AKIBAT GANGGUAN PADA PRESSURE REGULATOR PADA SISTEM DE-ICING PESAWAT ATR

AIRBLEED INDICATOR FAULTILLUMINATE AKIBAT GANGGUAN PADA PRESSURE REGULATOR PADA SISTEM DE-ICING PESAWAT ATR AIRBLEED INDICATOR FAULTILLUMINATE AKIBAT GANGGUAN PADA PRESSURE REGULATOR PADA SISTEM DE-ICING PESAWAT ATR 42-500 Reza 1, Bona P. Fitrikananda 2 Program Studi Motor Pesawat Terbang Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK PLANFORM SAYAP TERHADAP KARAKTERISTIK TERBANG PESAWAT TAK BERAWAK YANG DILUNCURKAN ROKET

PENGARUH BENTUK PLANFORM SAYAP TERHADAP KARAKTERISTIK TERBANG PESAWAT TAK BERAWAK YANG DILUNCURKAN ROKET PENGARUH BENTUK PLANFORM SAYAP TERHADAP KARAKTERISTIK TERBANG PESAWAT TAK BERAWAK YANG DILUNCURKAN ROKET WING PLANFORM INFLUENCE ON FLIGHT CHARACTERISTIC OF ROCKET-LAUNCHED UNMANNED AIR-VEHICLE Larasmoyo

Lebih terperinci

SIMULASI NUMERIK PENGARUH MULTI-ELEMENT AIRFOIL TERHADAP LIFT DAN DRAG FORCE PADA SPOILER BELAKANG MOBIL FORMULA SAE DENGAN VARIASI ANGLE OF ATTACK

SIMULASI NUMERIK PENGARUH MULTI-ELEMENT AIRFOIL TERHADAP LIFT DAN DRAG FORCE PADA SPOILER BELAKANG MOBIL FORMULA SAE DENGAN VARIASI ANGLE OF ATTACK SIMULASI NUMERIK PENGARUH MULTI-ELEMENT AIRFOIL TERHADAP LIFT DAN DRAG FORCE PADA SPOILER BELAKANG MOBIL FORMULA SAE DENGAN VARIASI ANGLE OF ATTACK ARIF AULIA RAHHMAN 2109.100.124 DOSEN PEMBIMBING NUR

Lebih terperinci

PENELITIAN DAN RANCANGAN OPTIMAL TURBIN PENGGERAK TEROWONGAN ANGIN SUBSONIK SIRKUIT TERBUKA LAPAN

PENELITIAN DAN RANCANGAN OPTIMAL TURBIN PENGGERAK TEROWONGAN ANGIN SUBSONIK SIRKUIT TERBUKA LAPAN PENELITIAN DAN RANCANGAN OPTIMAL TURBIN PENGGERAK TEROWONGAN ANGIN SUBSONIK SIRKUIT TERBUKA LAPAN Sulistyo Atmadi Pencliti Pusat Teknologi Dirgantara Terapan. LAPAN i ABSTRACT In an effort to improve flow

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PLATFORM UAV RADIO CONTROL KOLIBRI-08v2 DENGAN MESIN THUNDER TIGER 46 PRO

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PLATFORM UAV RADIO CONTROL KOLIBRI-08v2 DENGAN MESIN THUNDER TIGER 46 PRO PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PLATFORM UAV RADIO CONTROL KOLIBRI-08v2 DENGAN MESIN THUNDER TIGER 46 PRO PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PLATFORM UAV RADIO CONTROL KOLIBRI-08v2 DENGAN MESIN THUNDER TIGER 46 PRO Bagus

Lebih terperinci

Bagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA

Bagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA Bagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA Bab 4 Perencanaan Panjang Landas Pacu dan Geometrik Landing Area 4-2 Tujuan Perkuliahan Materi Bagian 4 Tujuan Instruksional Umum

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI . (2.1)

BAB II DASAR TEORI . (2.1) 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Prinsip Bernoulli Prinsip Bernoulli adalah sebuah istilah di dalam mekanika fluida menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan pada kecepatan fluida akan menimbulkan

Lebih terperinci

SIMULASI DAN PERHITUNGAN SPIN ROKET FOLDED FIN BERDIAMETER 200 mm

SIMULASI DAN PERHITUNGAN SPIN ROKET FOLDED FIN BERDIAMETER 200 mm Simulasi dan Perhitungan Spin Roket... (Ahmad Jamaludin Fitroh et al.) SIMULASI DAN PERHITUNGAN SPIN ROKET FOLDED FIN BERDIAMETER 00 mm Ahmad Jamaludin Fitroh *), Saeri **) *) Peneliti Aerodinamika, LAPAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang kecil sampai bagian yang besar sebelum semua. bagian tersebut dirangkai menjadi sebuah pesawat.

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang kecil sampai bagian yang besar sebelum semua. bagian tersebut dirangkai menjadi sebuah pesawat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sebuah manufaktur pesawat terbang, desain dan analisis awal sangatlah dibutuhkan sebelum pesawat terbang difabrikasi menjadi bentuk nyata sebuah pesawat yang

Lebih terperinci

ANALISIS TEGANGAN PADA SAYAP HORIZONTAL BAGIAN EKOR AEROMODELLING

ANALISIS TEGANGAN PADA SAYAP HORIZONTAL BAGIAN EKOR AEROMODELLING ANALISIS TEGANGAN PADA SAYAP HORIZONTAL BAGIAN EKOR AEROMODELLING TIPE GLIDER AKIBAT LAJU ALIRAN UDARA DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) Ricky Surya Miraza 1, Ikhwansyah

Lebih terperinci

BAB II PROFIL UMUM BALAI KALIBRASI FASILITAS PENERBANGAN (BKFP) 2.1. Latar Belakang Balai Kalibrasi Fasilitas Penerbangan (BFKP)

BAB II PROFIL UMUM BALAI KALIBRASI FASILITAS PENERBANGAN (BKFP) 2.1. Latar Belakang Balai Kalibrasi Fasilitas Penerbangan (BFKP) BAB II PROFIL UMUM BALAI KALIBRASI FASILITAS PENERBANGAN (BKFP) 2.1. Latar Belakang Balai Kalibrasi Fasilitas Penerbangan (BFKP) Sejak diwujudkannya Flingt Inspection Unit atau satuan udara kalibrasi tumbuh

Lebih terperinci

START STUDI LITERATUR MENGIDENTIFIKASI PERMASALAHAN. PENGUMPULAN DATA : - Kecepatan Angin - Daya yang harus dipenuhi

START STUDI LITERATUR MENGIDENTIFIKASI PERMASALAHAN. PENGUMPULAN DATA : - Kecepatan Angin - Daya yang harus dipenuhi START STUDI LITERATUR MENGIDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGUMPULAN DATA : - Kecepatan Angin - Daya yang harus dipenuhi PENGGAMBARAN MODEL Pemilihan Pitch Propeller (0,2 ; 0,4 ; 0,6) SIMULASI CFD -Variasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Airfoil Sebuah airfoil atau aerofoil, dalam Bahasa Inggris merupakan sebuah bentuk profil melintang dari sebuah sayap, blade, atau turbin. Bentuk ini memanfaatkan fluida yang

Lebih terperinci

PERUBAHAN DISTRIBUSI TEKANAN AEROFOIL AKIBAT PENGARUH VARIASI SUDUT SERANG

PERUBAHAN DISTRIBUSI TEKANAN AEROFOIL AKIBAT PENGARUH VARIASI SUDUT SERANG PERUBAHAN DISTRIBUSI TEKANAN AEROFOIL AKIBAT PENGARUH VARIASI SUDUT SERANG Syamsul Hadi 1 Abstract : This study aims to measurements pressure distributions caused to angle of attack variations. NACA 0012

Lebih terperinci

SIMULASI GERAK WAHANA PELUNCUR POLYOT

SIMULASI GERAK WAHANA PELUNCUR POLYOT BAB SIMULASI GERAK WAHANA PELUNCUR POLYOT. Pendahuluan Simulasi gerak wahana peluncur Polyot dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Simulink Matlab 7.. Dalam simulasi gerak ini dimodelkan gerak roket

Lebih terperinci

M. MIRSAL LUBIS Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik

M. MIRSAL LUBIS Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik ANALISIS AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 2412 PADA SAYAP PESAWAT MODEL TIPE GLIDER DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTIONAL FLUID DINAMIC UNTUK MEMPEROLEH GAYA ANGKAT MAKSIMUM M. MIRSAL LUBIS Departemen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Potensi Energi Air Potensi energi air pada umumnya berbeda dengaan pemanfaatan energi lainnya. Energi air merupakan salah satu bentuk energi yang mampu diperbaharui karena sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1. Kompresor Aksial Kompresor aksial merupakan salah satu tipe kompresor yang tergolong dalam rotodynamic compressor, dimana proses kompresi di dalamnya dihasilkan dari efek dinamik

Lebih terperinci

PERANCANGAN AWAL SCALE MODEL GLIDER STTA-25-02_SAILPLANE

PERANCANGAN AWAL SCALE MODEL GLIDER STTA-25-02_SAILPLANE PERANCANGAN AWAL SCALE MODEL GLIDER STTA-25-02_SAILPLANE Hendrix N.F 1, Buyung Junaidin 2, M. Fatha Mauliadi 3 Prodi Teknik Penerbangan Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Jalan Janti Blok R Lanud Adisutjipto,

Lebih terperinci

PENELITIAN MEKANISME STALL AKIBAT PERKEMBANGAN GELEMBUNG SEPARASI PADA SAYAP NACA 0017 SECARA EKSPERIMEN Dl TEROWONGAN ANGIN SUBSONIK

PENELITIAN MEKANISME STALL AKIBAT PERKEMBANGAN GELEMBUNG SEPARASI PADA SAYAP NACA 0017 SECARA EKSPERIMEN Dl TEROWONGAN ANGIN SUBSONIK = PENELITIAN MEKANISME STALL AKIBAT PERKEMBANGAN GELEMBUNG SEPARASI PADA SAYAP NACA 0017 SECARA EKSPERIMEN Dl TEROWONGAN ANGIN SUBSONIK Agus Aribowo Penditi Unit Uji Aerodinamika, LAPAN ABSTRACT This paper

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN

ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN Oleh : Lintang Madi Sudiro 2106 100 130 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

SISTEM KEMUDI & WHEEL ALIGNMENT

SISTEM KEMUDI & WHEEL ALIGNMENT SISTEM KEMUDI & WHEEL ALIGNMENT SISTEM KEMUDI I. URAIAN Fungsi sistem kemudi adalah untuk mengatur arah kendaraan dengan cara membelokkan roda depan. Bila steering wheel diputar, steering column akan meneruskan

Lebih terperinci

Peningkatan Koefisien Gaya Angkat Aerofoil Kennedy-Marsden dengan Zap Flap

Peningkatan Koefisien Gaya Angkat Aerofoil Kennedy-Marsden dengan Zap Flap Jurnal Konversi Energi dan Manufaktur UNJ, Edisi terbit I Oktober 213 Terbit 71 halaman Peningkatan Koefisien Gaya Angkat Aerofoil Kennedy-Marsden dengan Zap Flap Catur Setyawan K 1., Djoko Sardjadi 2

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI KEAHLIAN TEKNOLOGI PESAWAT UDARA

PROGRAM STUDI KEAHLIAN TEKNOLOGI PESAWAT UDARA Kompetensi Keahlian: 1. Kelistrikan Pesawat Udara 2. Elektronika Pesawat Udara 3. Pemeliharaan dan Perbaikan Instrumen Elektronika Pesawat Udara 4. Pemeliharaan dan Perbaikan Motor Rangka Pesawat Udara

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Aliran tak-termampatkan

BAB II DASAR TEORI Aliran tak-termampatkan 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Prinsip Bernoulli Prinsip Bernoulli adalah sebuah istilah di dalam mekanika fluida yang menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan pada kecepatan fluida akan menimbulkan

Lebih terperinci

Variabel-variabel Pesawat

Variabel-variabel Pesawat Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Impact of Aircraft Characteristics on Airport Design Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Variabel-variabel Pesawat Berat (weight) diperlukan

Lebih terperinci

UJI LAYAR RC-MODEL KAPAL BERSAYAP KONFIGURASI SAYAP DAN STEP BERBEDA

UJI LAYAR RC-MODEL KAPAL BERSAYAP KONFIGURASI SAYAP DAN STEP BERBEDA UJI LAYAR RC-MODEL KAPAL BERSAYAP KONFIGURASI SAYAP DAN STEP BERBEDA Sayuti Syamsuar Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi, PTIST Deputi TIRBR BPPT sayutisyam@webmail.bppt.go.id Abstract The

Lebih terperinci

ANALISIS AERODINAMIKA SUDUT DEFLEKSI SPOILER PESAWAT TERBANG

ANALISIS AERODINAMIKA SUDUT DEFLEKSI SPOILER PESAWAT TERBANG ANALISIS AERODINAMIKA SUDUT DEFLEKSI SPOILER PESAWAT TERBANG Gunawan Wijiatmoko 1 1 Staf Sub Bidang Teknik Rekayasa Informatika dan Elektronik (TRIE), Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Menurut Horonjeff dan McKelvey (1993), bandar udara adalah tempat pesawat terbang mendarat dan tinggal di landasan, dengan bangunan tempat penumpang menunggu.

Lebih terperinci

92 Mekanika, Vol 6 Nomor 2, Januari 2008

92 Mekanika, Vol 6 Nomor 2, Januari 2008 PENGARUH TWISTED MULTIPLE WINGLET TERHADAP GAYA LIFT AEROFOIL NACA 0012 PADA ANGKA REYNOLDS RENDAH Syamsul Hadi 1 Abstrak: This effort examined the potential of twisted multiple winglets without increasing

Lebih terperinci

PENELITIAN DAN PENGUJIAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA BOM LATIH PERCOBAAN BLP-500 DAN BLP 25

PENELITIAN DAN PENGUJIAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA BOM LATIH PERCOBAAN BLP-500 DAN BLP 25 PENELITIAN DAN PENGUJIAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA BOM LATIH PERCOBAAN BLP-500 DAN BLP 25 Agus Aribowo, Sulistyo Atmadi *( Yus Kadarusman Marias ") ) Peneliti Pusat Teknologi Dirgantara Tcrapan, LAPAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. fluida. Sifat-sifat fluida diasumsikan pada keadaan steady, ada gesekan aliran dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. fluida. Sifat-sifat fluida diasumsikan pada keadaan steady, ada gesekan aliran dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Mekanika Fluida Disini diuraikan tentang sifat-sifat fluida yang mempengaruhi dinamika dari fluida. Sifat-sifat fluida diasumsikan pada keadaan steady, ada gesekan aliran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Umumnya pesawat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu sayap tetap (fix wing) dan sayap putar (rotary wing). Pada sayap putar pesawat tersebut dirancang

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Dan Numerik Pengaruh Slat Clearance Serta Slat Angle Untuk Mengeliminasi Stall Pada Airfoil Studi kasus airfoil NACA 2412

Studi Eksperimen Dan Numerik Pengaruh Slat Clearance Serta Slat Angle Untuk Mengeliminasi Stall Pada Airfoil Studi kasus airfoil NACA 2412 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-108 Studi Eksperimen Dan Numerik Pengaruh Slat Clearance Serta Slat Angle Untuk Mengeliminasi Stall Pada Airfoil Studi kasus

Lebih terperinci

Gambar : Marka taxiway pavement-strength limit

Gambar : Marka taxiway pavement-strength limit Gambar 8.6-24: Marka taxiway pavement-strength limit Marka tepi taxiway utama atau apron terkait, atau marka runway side stripe, harus terpotong di sepanjang lebar jalan masuk taxiway berkekuatan rendah.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. Teori Gelombang II.. Karateristik Gelombang Parameter penting untuk menjelaskan gelombang air adalah panjang gelombang, tinggi gelombang, dan kedalaman air dimana gelombang tersebut

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH STUDI WINGLET NACA 2409 MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD)

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH STUDI WINGLET NACA 2409 MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH STUDI WINGLET NACA 2409 MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) ] Disusun Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang LESSON - 3 ( LAPANGAN TERBANG ) Materi : Perencanaan Lapangan Terbang Buku Referensi : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara, Jilid 1 dan 2, Horonjeff, R. & McKelvey, FX. Merancang, Merencana Lapangan

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK AIRFOIL NACA 4412 DENGAN METODE WIND TUNNEL. Oleh : Tris Sugiarto ABSTRACT

ANALISA KARAKTERISTIK AIRFOIL NACA 4412 DENGAN METODE WIND TUNNEL. Oleh : Tris Sugiarto ABSTRACT ANALISA KARAKTERISTIK AIRFOIL NACA 4412 DENGAN METODE WIND TUNNEL Oleh : Tris Sugiarto ABSTRACT The aerodynamics characteristics of a body are the most important in the subject of aerodynamics application

Lebih terperinci

Grup airfoil yang sejajar satu sama lain dan cukup dekat sehingga aliran sekitar masing-masing airfoil dipengaruhi oleh airfoil didekatnya.

Grup airfoil yang sejajar satu sama lain dan cukup dekat sehingga aliran sekitar masing-masing airfoil dipengaruhi oleh airfoil didekatnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. Kompresor Aksial Kompresor aksial merupakan salah satu tipe kompresor yang tergolong dalam rotodynamic compressor, dimana proses kompresi di dalamnya dihasilkan dari efek dinamik

Lebih terperinci

ANALISIS AERODINAMIKA

ANALISIS AERODINAMIKA ANALISIS AERODINAMIKA PADA SAYAP PESAWAT TERBANG DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) MUHAMAD MULYADI Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin. Abstraksi Karakteristik

Lebih terperinci

PA U PESAW PESA AT A T TER

PA U PESAW PESA AT A T TER PERENCANAAN PANJANG LANDAS PACU PESAWAT TERBANG Didalam merencanakan panjang landas pacu, dipakai suatu standar yang disebut Aeroplane Reference Field Length (ARFL) Menurut ICAO (International Civil Aviation

Lebih terperinci

Analisis Linear Statik Pada Vertical Tail dengan Variasi Defleksi Rudder

Analisis Linear Statik Pada Vertical Tail dengan Variasi Defleksi Rudder Analisis Linear Statik Pada Vertical Tail dengan Variasi Defleksi Rudder Bismil Rabeta*, Mufti Arifin, Syarifah Fairuza Prodi Teknik Penerbangan, Fakultas Teknologi Kedirgantaraan, Universitas Suryadarma

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. Blade Falon Dasar dari usulan penelitian ini adalah konsep turbin angin yang berdaya tinggi buatan Amerika yang diberi nama Blade Falon. Blade Falon merupakan desain sudu turbin

Lebih terperinci

Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari. persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan pesawat rencana:

Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari. persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan pesawat rencana: BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. ANALISA PANJANG LANDASAN Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari advisory circular AC: 150/ 5325-4A dated 1/ 29/ 90, persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan

Lebih terperinci

ANALISA AERODINAMIKA FLAP DAN SLAT PADA AIRFOIL NACA 2410 TERHADAP KOEFISIEN LIFT DAN KOEFISIEN DRAG DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC

ANALISA AERODINAMIKA FLAP DAN SLAT PADA AIRFOIL NACA 2410 TERHADAP KOEFISIEN LIFT DAN KOEFISIEN DRAG DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH ANALISA AERODINAMIKA FLAP DAN SLAT PADA AIRFOIL NACA 410 TERHADAP KOEFISIEN LIFT DAN KOEFISIEN DRAG DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC Abstraksi Tugas Akhir ini disusun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FASA LANDING

BAB IV ANALISIS FASA LANDING BAB IV ANALISIS FASA LANDING 4.1. Analisis Penentuan Maximum Landing Weight Seperti yang telah dijelaskan pada Bab II, penentuan Maximum Landing Weight (MLW) dilakukan dengan mengacu kepada flight manual

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN GLOVE DAN PENGURANGAN YEHUDI SERTA PERGESERAN LOKASI APEX TERHADAP KARAKTERISTIK AERODINAMIKA SAYAP PESAWAT TERBANG

PENGARUH PENAMBAHAN GLOVE DAN PENGURANGAN YEHUDI SERTA PERGESERAN LOKASI APEX TERHADAP KARAKTERISTIK AERODINAMIKA SAYAP PESAWAT TERBANG Pengaruh Penambahan Glove dan Pengurangan...(IGN Sudira) PENGARUH PENAMBAHAN GLOVE DAN PENGURANGAN YEHUDI SERTA PERGESERAN LOKASI APEX TERHADAP KARAKTERISTIK AERODINAMIKA SAYAP PESAWAT TERBANG I G.N. Sudira

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN WINGGRID TERHADAP KARAKTERISTIK DISTRIBUSI TEKANAN PADA AIRFOIL NACA 0012

PENGARUH PENAMBAHAN WINGGRID TERHADAP KARAKTERISTIK DISTRIBUSI TEKANAN PADA AIRFOIL NACA 0012 15 ENGARUH ENAMBAHAN WINGGRID TERHADA KARAKTERISTIK DISTRIBUSI TEKANAN ADA AIRFOIL NACA 0012 Syamsul Hadi 1, Danardono 1 1 Staf engajar - Jurusan Teknik Mesin - Fakultas Teknik UNS Keywords : Winggrid

Lebih terperinci

PENELITIAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA TRAILING EDGE SIRIP ROKET PADA KECEPATAN TRANSONIK DENGAN SIMULASI NUMERIK

PENELITIAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA TRAILING EDGE SIRIP ROKET PADA KECEPATAN TRANSONIK DENGAN SIMULASI NUMERIK PENELITIAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA TRAILING EDGE SIRIP ROKET PADA KECEPATAN TRANSONIK DENGAN SIMULASI NUMERIK Agus Aribowo Peneliti Unit Uji Acrodinamika LAPAN ABSTRACT Research of fin aerodynamic at

Lebih terperinci

Analisis Desain Layar 3D Menggunakan Pengujian Pada Wind Tunnel

Analisis Desain Layar 3D Menggunakan Pengujian Pada Wind Tunnel JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 G-372 Analisis Desain Layar 3D Menggunakan Pengujian Pada Wind Tunnel Danang Priambada, Aries Sulisetyono Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Energi Angin Adanya perbedaan suhu antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain dipermukaan bumi ini menyebabkan timbulnya angin. Wilayah yang mempunyai suhu tinggi (daerah

Lebih terperinci

Analisa Unjuk Kerja Flap Sebagai Penambah Koefisien Gaya Angkat

Analisa Unjuk Kerja Flap Sebagai Penambah Koefisien Gaya Angkat Analisa Unjuk Kerja Flap ebagai Penambah Koefisien Gaya Angkat Rifdian I. Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan urabaya Jl.Jemur Andayani 1/73 Wonocolo urabaya 6036 Telp.(031)841087, Fax.(031)8490005

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN STATIK WINGLET N-219

ANALISIS BEBAN STATIK WINGLET N-219 ANALISIS BEBAN STATIK WINGLET N-219 Hayu Pradana Raharja Pribadi 1,, Isa Hidayat 2 Program Study Teknik Penerbangan Fakultas Teknik Universitas Nurtanio Bandung ABSTRAK Winglet adalah bagian tambahan yang

Lebih terperinci

ANALISA AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 0021 DENGAN ANSYS FLUENT ABSTRAK

ANALISA AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 0021 DENGAN ANSYS FLUENT ABSTRAK ANALISA AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 0021 DENGAN ANSYS FLUENT M. Fajri Hidayat Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Email : fajri17845@gmail.com ABSTRAK Analisa

Lebih terperinci

MODIFIKASI AIRFOIL NACA DENGAN METODA INVERS

MODIFIKASI AIRFOIL NACA DENGAN METODA INVERS MODIFIKASI AIRFOIL NACA 653218 DENGAN METODA INVERS Muhamad Maris Al Gifari 1 email: maris_algifari@upi.edu ABSTRAK Alasan modifikasi airfoil dilakukan salah satunya untuk mengurangi biaya operasional

Lebih terperinci

SUSPENSI (suspension)

SUSPENSI (suspension) SUSPENSI (suspension) Suspensi adalah mekanisme yang dipasang di antara body dan roda yang berfungsi untuk menciptakan kestabilan kendaraan (nyaman dan aman) Unsur kestabilan kendaraan : 1. Stabil pengendaraannya

Lebih terperinci

Sistem suspensi dipasang diantara rangka kendaraan dengan poros roda, supaya getaran atau goncangan yang terjadi tidak di teruskan ke body.

Sistem suspensi dipasang diantara rangka kendaraan dengan poros roda, supaya getaran atau goncangan yang terjadi tidak di teruskan ke body. SISTEM SUSPENSI Sistem suspensi dipasang diantara rangka kendaraan dengan poros roda, supaya getaran atau goncangan yang terjadi tidak di teruskan ke body. SPRUNG WEIGHT DAN UNSPRUNG WEIGHT Pada umumnya

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Skema kontrol helikopter (Sumber: Stepniewski dan Keys (1909: 36))

Gambar 1.1 Skema kontrol helikopter (Sumber: Stepniewski dan Keys (1909: 36)) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umunya pesawat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu sayap tetap (fix wing) dan sayap putar (rotary wing). Pada sayap putar pesawat tersebut dirancang memiliki

Lebih terperinci