Pengujian Aerodinamika Model Uji Pesawat Udara Nir Awak dengan Empennage berjenis V-Tail. Gunawan Wijiatmoko 1), Yanto Daryanto 2)
|
|
- Indra Budiono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Pengujian Aerodinamika Model Uji Pesawat Udara Nir Awak dengan Empennage berjenis V-Tail INTISARI Gunawan Wijiatmoko 1), Yanto Daryanto 2) 1) Sub Bid. TRIE, BBTA3, BPPT 2) Balai Layanan Teknologi Aerodinamika, BBTA3, BPPT Empennage yang konvensional dari suatu pesawat terbang biasanya terdiri dari horizontal tail dan vertical tail. V-Tail, merupakan jenis yang tidak biasa, dengan ide menggabungkan ekor horisontal dan vertikal. Dengan komposisi ini, maka berat pesawat keseluruhan menjadi lebih ringan, karena ukuran V-Tail yang lebih kecil dibanding dengan total dari ekor horisontal dan vertikal. Disamping itu, penggunaan V-Tail menjadikan strukturnya lebih sederhana. Dengan demikian, diperoleh keuntungan karena tidak diperlukan gaya yang besar untuk mengangkat pesawat terbang. Keuntungan lain adalah, dengan dimensi yang relatif kecil dibanding dengan yang konvensional, maka gaya hambat yang timbul juga akan lebih kecil. Semakin kecil gaya hambat yang timbul, maka semakin hemat pesawat terbang tersebut dalam mengkonsumsi bahan bakar. Namun demikian, penggunaan V- Tail juga mempunyai kelemahan yaitu fungsi ruddervator pada V-Tail kurang efektif dibanding dengan rudder dan elevator pada empennage yang konvensional. Hal ini menyebabkan pesawat kurang responsif atau kurang lincah, terutama terhadap gerakan pitching dan membelok atau yawing. Tetapi biasanya, pesawat udara nir awak merupakan salah satu jenis pesawat terbang yang lebih memprioritaskan ketahanan atau durasi terbang yang bagus, dibanding dengan kemampuan melakukan manuver. Tulisan ini memuat pengujian aerodinamik terhadap model uji pesawat udara nir awak dengan empennage berjenis V-Tail, yang dilaksanakan di Indonesian Low Speed Tunnel (ILST) milik BBTA3. Kata Kunci: Empennage, Aerodinamika, UAV (UnManned Aerial Vehicle), Terowongan Angin ABSTRACT Usually, conventional empennage of an aircraft consists of horizontal tail and vertical tail. V-Tail is an unconventional empennage type based on the idea of combining horizontal and vertical tail. With this composition, the aircraft becomes more lighter due to V-Tail has smaller geometry than conventional empennage with its horizontal and vertical tail. In addition, the use of V-Tail make the structure simpler. Thus, the advantage gained because it is not necessary a large force to lift the aircraft. Another advantage is that the relatively small dimension compared with conventional ones, then drag that arise will also be smaller. The smaller the drag that arises, then the aircraft is more efficient in fuel consumption. However, the use of V-Tail also has the disadvantage that the function of the V-Tail ruddervator less effective than with the rudder and elevators on conventional empennage. This causes the aircraft is less responsive or less agile, especially against the pitching and/or yawing motion. But usually, the unmanned aircraft is one type of aircraft to prioritize durability of flight, compared with the ability to maneuver. This article discusses aerodynamic testing on the test model unmanned aircraft with V-tail empennage manifold, which was conducted in Indonesian Low Speed Tunnel (ILST) belongs BBTA3. Keywords: Emmpenage, Aerodynamics, UAV (UnManed Aerial Vehicle), Wind Tunnel
2 1 PENDAHULUAN Dalam perancangan suatu pesawat terbang, maka pemahaman mengenai performance atau kinerja, dan juga kestabilan dari pesawat yang dirancang sangatlah penting. Hal ini tentunya berkaitan dengan apakah kinerja pesawat yang dibuat sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Kinerja dan juga kestabilan ini dapat dilihat dari karakteristik aerodinamik dari pesawat tersebut. Cara yang paling murah dan tidak terlalu beresiko terhadap keselamatan manusia, adalah dengan cara Computational Fluid Dynamics (CFD). Dalam hal ini diperlukan SDM yang memahami ilmu mekanika fluida dan dapat mengoperasikan software CFD. Flight Test merupakan cara untuk mendapatkan data tentang karakteristik aerodinamik yang paling akurat. Namun karena menggunakan prototype dari pesawat yang sebenarnya, maka tentu memerlukan usaha yang sangat besar. Tidak saja biaya yang cukup besar, namun juga waktu yang relatif lama, resiko keselamatan yang tinggi, SDM yang untuk saat ini bisa dibilang langka, yaitu pilot, dan sebagainya. Belum lagi fasilitas pendukung supaya bisa dilaksanakan flight test tersebut, misalnya ketersediaan bandara beserta perangkatnya. Diantara kedua cara tersebut di atas, terdapat cara yang lain, yaitu menggunakan pengukuran komponen gaya/momen aerodinamika melalui pengujian dengan menggunakan model uji pesawat di dalam terowongan angin. Cara ini jelas lebih kecil effortnya dibanding cara flight test, namun dapat digunakan untuk memvalidasi hasil perhitungan yang telah diperoleh sebelumnya melalui cara komputasional. Selain itu, pengujian aerodinamika di terowongan angin merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan atau industri pesawat terbang untuk mendapatkan sertifikasi terhadap produk pesawat terbang yang dirancangnya, sebelum diproduksi secara massal. BBTA3 (Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika dan Aeroakustika) adalah lembaga pemerintah di bawah BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) yang mempunyai fasilitas pengujian untuk pengukuran gaya/momen aerodinamik model uji pesawat terbang. Dengan fasilitas yang dimiliki, salah satu tugas dari BBTA3 adalah memberikan layanan pengujian aerodinamika, baik terhadap pelanggan dari dalam negeri maupun luar negeri. Objek uji yang bisa dilakukan di BBTA3 tidak saja model uji yang utuh dari pesawat terbang, namun juga memungkinkan untuk model uji yang merupakan komponen dari pesawat terbang, misalnya sayap, half model dan sebagainya. Secara umum, komponen struktural utama dari suatu pesawat terbang jenis fixed wing terdiri dari wing, fuselage, dan empennage. Sebagian lainnya menambahkan dengan landing gear dan powerplant [1]. Pembagian komponen ini dapat dilihat pada gambar 1. Wing atau sayap merupakan bagian dari pesawat terbang yang terutama digunakan untuk menghasilkan lift atau gaya angkat, sehingga pesawat terbang memungkinkan untuk mampu terbang. Selain itu, wing juga digunakan untuk menyimpan bahan bakar. Fuselage, pada sebagian besar pesawat terbang berfungsi sebagai tempat memuat payload, tempat peletakan dari landing gear, atau integritas struktural secara menyeluruh. Tata letak fuselage dapat dibuat lebih sederhana jika akomodasi penumpang dan crew bukan merupakan suatu persyaratan yang sangat mengikat. keberadaan Empennage atau tail suatu pesawat terbang adalah untuk memberikan kestabilan. Jenis dari empennage yang konvensional terdiri dari dua komponen, yaitu
3 Horizontal Tail Plane (HTP) dan Vertical Tail Plane (VTP). V-Tail (Vee-Tail, V- shaped Tail) merupakan jenis empennage yang tidak konvensional [2]. Tail yang kadang juga disebut dengan Butterfly Tail ini menggantikan ekor konvensional dengan dua permukaan yang diletakkan dalam konfigurasi V ketika dilihat dari depan atau belakang pesawat. Beberapa jenis dari empennage dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 1. Komponen dari pesawat terbang secara umum Gambar 2. Beberapa jenis empennage Peran empennage ditinjau dari segi aerodinamika pada pesawat terbang adalah unttuk memberikan kestabilan, baik kestabilan longitudinal maupun kestabilan lateral direksional. Dengan menggunakan empennage tipe V sebagai jenis yang tidak konvensional, maka tentunya perlu adanya penelitian sejauh mana empennage jenis ini dapat menggantikan peran dari empennage yang standar. Selain itu, juga akan diteliti karakteristik aerodinamik yang berkaitan dengan kinerjanya. 2 DASAR TEORI Di dalam operasi terbang, sebuah pesawat terbang pasti akan mengalami beberapa fase, diantaranya take-off atau lepas landas, kondisi cruise, dan mendarat. Diantara semua fase, maka kondisi cruise adalah kondisi yang paling panjang durasinya, terutama untuk pesawat terbang sipil atau transportasi [3]. Demikian juga untuk suatu pesawat terbang tanpa awak. Namun demikian, karena untuk mencapai fase cruise,
4 pesawat terbang juga harus mengalami fase lepas landas, maka fase ini pun juga merupakan fase yang penting. Kestabilan longitudinal Pada saat pesawat terbang dalam kondisi cruise, maka pitching moment = 0. Jika terdapat gangguan yang menyebabkan pesawat berputar pada sumbu lateral, maka besarnya pitching moment tidak lagi 0. Seandainya hidung pesawat memutar ke bawah (nose -down), dan momen yang terjadi akan memperbesar sudut dan bukan mengembalikan kepada posisi awal atau cruise, maka pesawat dikatakan tidak stabil. Jadi, pesawat terbang tersebut dikatakan stabil, jika momen yang timbul justru mengarahkan pesawat untuk bergerak nose-up, sehingga kembali mencapai kondisi cruise. Demikian juga, ini berlaku jika pesawat mengalami gangguan sehingga perputaran terhadap sumbu lateral yang menyebabkan hidung pesawat bergerak ke atas (nose-up) [4]. Kestabilan lateral-direksional Ketika suatu pesawat membelok, maka terjadi perputaran badan pesawat terhadap sumbu vertikal. Namun sebenarnya, selain terjadi perputaran pada sumbu vertikal, juga terjadi perputaran pada sumbu longitudinal. Gerakan perputaran ini juga akan menimbulkan momen yang sesuai. Perputaran pada sumbu vertikal menyebabkan timbulnya yawing moment, sedangkan perputaran pada sumbu longitudinal menyebabkan timbulnya rolling moment. Kestabilan yang disebut dengan kestabilan lateral-direksional ini, analisanya dilakukan dengan cara yang mirip dengan analisa kestabilan longitudinal. Namun, karena pesawat yang dirancang adalah pesawat udara tanpa awak yang kondisi terbangnya lebih mengutamakan pergerakan yawing dibanding rolling, maka analisa kestabilannya lebih banyak didasarkan pada gerakan perputaran terhadap sumbu vertikal. 3 METODE DAN TEKNIK PENGUKURAN Model uji Model pesawat terbang yang diuji, adalah model uji dengan skala 1:5 dengan wing span 3022 mm. Sebenarnya, empennage pesawat ini bukan merupakan jenis V-Tail murni, namun masih menggunakan vertical stabilizer. Vertical stabilizer ini terpasang di bagaian bawah empennage, sedangkan V-Tail terpasang di bagian atas. Untuk kemudahan dalam membedakan, maka dalam kegiatan pengujian ini, Vertical stabilizer ini diberi kode V, sedangkan horizontal stabilizernya yang membentuk seperti huruf V diberi kode H. Untuk komponen lain, W menunjukkan sayap, sedangkan B adalah kode untuk body atau fuselage. Sketsa model uji dapat dilihat pada gambar berikut. Konfigurasi model adalah clean, tidak ada konfigurasi variasi sudut dari dari komponen surface control atau pun high lift device-nya.. Metode dan teknik pengukuran
5 Metode dan teknik pengukuran mengacu pada [5, 6]. Model uji dipasang dengan menggunakan wing strut sebagai model support yang menghubungkan model uji ke external balance. Posisi dari model uji adalah UpSide Down. Kecepatan angin yang digunakan adalah 60 m/s. Untuk pengujian alpha polar, sudut alpha digerakkan dari sudut -12 o hingga 20 o, dengan interval pengambilan data setiap 1 o. Sedangkan untuk sudut beta, Model uji digerakkan dari sudut beta -20 o hingga 20 o, dengan interval pengambilan data setiap 1 o. Instalasi model uji dapat dilihat pada gambar 3 berikut. Gambar 3. Sketsa Model uji 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 4. Instalasi model uji Alpha -C M Alpha [deg] WB WBV C M 5 WBVH 0-0,60-0,40-0,20 0,00-5 0,20 0,40 0,60 0, Gambar 5. Grafik Alpha C M
6 Gambar 5 di atas menunjukkan grafik berdasarkan data yang diperoleh ketika model uji digerakkan terhadap sumbu lateral, dari sudut serang alpha -12 o hingga +20 o, untuk konfigurasi WB, WBV, dan WBVH. Pada konfigurasi WB dan WBV, terlihat bahwa nilai dari C M adalah negatif untuk semua sudut alpha. Ini berarti bahwa, pitching moment yang terjadi, akan selalu menyebabkan hidung pesawat menukik ke bawah. Pada konfigurasi WBVH, maka seiring dengan pergerakan sudut alpha dari arah negatif hingga positif, terlihat juga perubahan nilai dari C M yang semula negatif menjadi positif. Pada kondisi nose-down, pitching moment yang timbul bernilai positif, yang berarti akan memaksa hidung bergerak ke atas atau nose-up. Demikian juga sebaliknya, ketika hidung pesawat berada pada posisi positif, pitching moment yang terjadi adalah negatif, yang berarti akan memaksa hidung pesawat untuk bergerak ke bawah. Dengan adanya empennage ini juga menunjukkan bahwa pada saat sudut alpha 0 o, maka sudah terjadi pitching moment arah positif yang akan membuat hidung pesawat bergerak ke atas. Sedangkan pitching moment = 0, terjadi pada sudut alpha sekitar 6 o. 0,025 0,015 0,005 CY aw - Beta CY aw BETA [deg] , WB -0,015 WBV WBVH -0,025 Gambar 6. Grafik Beta CY aw Gambar 6 menunjukkan grafik sudut beta yawing moment berdasarkan data yang diperoleh ketika model uji diputar pada sumbu vertikal, dari sudut beta -20 o hingga 20 o, untuk konfigurasi WB, WBV, dan WBVH. Untuk konfigurasi WB, terlihat bahwa ketika sudut beta negatif, maka yawing moment yang timbul bernilai positif. Ini berarti, ketika angin datang dari sebelah kiri pesawat, maka momen yang terjadi justru akan memutar pesawat ke kanan, menjauhi sumbu longitudinal. Hal ini yentu tidak dinginkan Terlihat juga, ketika sudut beta positif, justru yawing moment yang terjadi adalah negatif, yang akan menggerakkan pesawat menjauhi sumbu kestabilan. Hal sebaliknya ditunjukkan oleh konfigurasi WBV dan WBVH, yang mana yawing moment yang timbul akibat adanya sudut beta, akan menstabilkan pesawat ke arah direksional. Konfigurasi WBV dan WBVH mempunyai kecenderungan yang sama, namun terlihat pengaruh yang lebih kuat dari adanya horizontal tail. Pergerakan sudut beta atau putaran terhadap sudut vertikal, tidak saja menimbulkan yawing moment tetapi juga menimbulkan rolling moment, yaitu momen dengan
7 sumbu putar longitudinal. Hal ini dapat dilihat pada gambar 7, yaitu gambar yang menunjukkan hubungan antara sudut beta dengan rolling moment. Sama dengan analisa terhadap kestabilan direksional, maka hubungan antara CR oll dan sudut beta ini menggambarkan kestabilan lateral. Terlihat pada gambar 7 ini, bahwa adanya vertical tail dan horizontal tail mempunyai pengaruh dalam memberikan kestabilan lateral. Namun, tidak seperti pengaruh terhadap kestabilan direksional yang menunjukkan perbedaan yang cukup besar antara yawing moment yang ditimbulkan antara vertical tail dan horizontal tail, maka pengaruh kedua tail tersebut terhadap rolling moment hampir sama besar untuk sudut beta yang sama. 0,02 0,01 BETA [deg] 0, ,01-0,02 CR oll - Beta CR oll WB WBV WBVH Gambar 7. Grafik Beta CR oll Gambar 8. Grafik Alpha C L Gambar 8 di atas menunjukkan grafik hubungan antara sudut serang alpha dengan koefisien gaya angkat C L, terhadap konfigurasi WB, WBV dan WBVH. Namun demikian, stall angle dan juga koefisien lift maksimum menjadi sedikit lebih besar. Hal ini tentu cukup bagus, mengingat semakin tinggi sudut stall-nya, makin semakin aman/safe pesawat tersebut [3], [4]. Sudut stall dari pesawat ini adalah 15 o, dengan C L maksimum sebesar 1,3945. Sebagian besar pesawat mempunyai sudut stall antara 12 o hingga 16 o. Dengan demikian, terbang dengan sudut melebihi 15 o sangat tidak dianjurkan. Terbang melebihi sudut stall 15 o akan membuat pesawat tidak bisa dikontrol, dan dapat menyebabkan pesawat mengalami spin, bahkan crash. Zero lift angle of attack α 0, yaitu sudut serang dimana harga lift = 0 pada pesawat ini adalah 4 o. Nilai ini cukup bagus, karena biasanya hanya -2 o. Semakin besar ke arah negatif
8 semakin bagus, karena pada saat sudut serang 0 o, pesawat sudah dapat memberikan gaya angkat yang cukup besar. Gambar 9. Grafik C L C D Gambar 9 di atas menunjukkan grafik hubungan antara koefisien lift (C L ) dan koefisien gaya hambat drag (C D ). Koefisien lift ideal adalah koefisien lift dimana koefisien drag yang terjadi tidak terlalu bervariasi seiring dengan variasi sudut serang. Biasanya nilai dari koefisien lift ideal berkesesuaian dengan nilai minimum drag. Semakin rendah nilai dari drag minimumnya, maka semakin rendah juga biaya terbang atau konsumsi bahan bakarnya. Drag minimum dari pesawat ini adalah 0,0315 yang terjadi pada sudut 0 o. Sedangkan koefisien lift ideal sebesar 0,3635, terjadi pada sudut serang -1 o. 5 KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa terhadap data hasil pengujian aerodinamika di BBTA3 terhadap model uji Pesawat Udara Nir Awak dengan empennage berjenis V-Tail, maka dapat disimpulkan seperti berikut ini. 1. Keberadaan dari empennage jenis V-Tail atau Butterrfly Tail ini terbukti dapat memberikan kestabilan longitudinal, menggantikan peran dari Horizontal Tail Plane pada pesawat dengan empennage yang konvensional. 2. Sudut pasang sayap atau incidence angle antara sayap dan body diperkirakan sebesar 6 o. 3. Keberadaan butterfly tail mampu menstabilkan pesawat terhadap gerakan pada sumbu vertikal (kestabilan direksional) maupun terhadap gerakan pada sumbu longitudinal (kestabilan lateral) 4. Kemampuan vertical tail dalam memberikan kestabilan longitudinal dan kestabilan lateral-direksional, mengakibatkan penurunan kinerja dari gaya angkatnya. 5. Sudut stall pesawat adalah 15 o dengan C L maksimum 1, Zero lift angle of attack α 0 dari pesawat sebesar -4 o, sedangkan biasanya hanya - 2 o. 7. Menurut [3], nilai koefisien lift ideal adalah 0,1 ~ 0,4, Dengan demikian pesawat ini cukup bagus terutama dalam konsumsi bahan bakar, karena mempunyai nilai yang relatif tinggi yaitu 0,3635.
9 Saran Untuk menggali lebih dalam tentang karakteristik aerodinamik dari pesawat ini, maka perlu adanya pengujian tambahan yang berkaitan dengan surface control. Diharapkan pada masa mendatang, terdapat kesempatan untuk mendapatkan data yang lebih banyak. Data yang tersedia sekarang dirasakan masih kurang untuk analisa yang lebih lengkap dan menyeluruh. DAFTAR PUSTAKA [1] Denis Howe (2000), Aircraft Conceptual Design Synthesis, Professional Engineering Publishing Limited, London and Bury St Edmunds, UK, [2] Ajoy Kumar Kundu (2010). Aircraft Design, Cambridge University Press, The Edinburgh Building, Cambridge CB2 8RU, UK [3] Mohammad H. Sadraey (2013), Aircraft Design: A Systems Engineering Approach, 1st edition, John Wiley & Sons. [4] Mohammad H. Sadraey (2011), Aircraft Performace: Analysis, VDM Verlag [5] Yanto Daryanto, Gunawan Wijiatmoko, Kuswandi (2015), Pengujian Aerodinamika Model Pesawat Udarra Nir Awak PUNA di Wind Tunnel LAGG BPPT, 10th Annual Meeting on Testing and Quality 2015, LIPI, 2015 [6] NN, ILST External Balance Manual Book, Carl Schenck AG.
KAJIAN PENENTUAN INCIDENCE ANGLE EKOR PESAWAT PADA Y-SHAPED TAIL AIRCRAFT
Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2018 ISSN 2085-4218 KAJIAN PENENTUAN INCIDENCE ANGLE EKOR PESAWAT PADA Y-SHAPED TAIL AIRCRAFT Gunawan Wijiatmoko 1) Meedy Kooshartoyo 2) 1,2
Lebih terperinciANALISA AERODINAMIK PENGARUH LANDING GEAR PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP
ANALISA AERODINAMIK PENGARUH LANDING GEAR PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP Gunawan Wijiatmoko 1) 1) TRIE, BBTA3, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kawasan PUSPIPTEK Gedung 240, Tangerang
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Hasil-Hasil PPM IPB 2016 Hal : ISBN :
Hal : 287 298 ISBN : 978-602-8853-29-3 PEMILIHAN INCIDENCE ANGLE DARI HORIZONTAL TAIL BERBENTUK V-TAIL PADA PESAWAT TERBANG NIR AWAK (Incidence Angle Determination of V-shaped Horizontal Tail of UnManned
Lebih terperinciANALISA EFEKTIVITAS SUDUT DEFLEKSI AILERON PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP
ANALISA EFEKTIVITAS SUDUT DEFLEKSI AILERON PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP Gunawan Wijiatmoko 1) 1) TRIE, BBTA3, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kawasan PUSPIPTEK Gedung 240, Tangerang
Lebih terperinciANALISIS AERODINAMIKA SUDUT DEFLEKSI SPOILER PESAWAT TERBANG
ANALISIS AERODINAMIKA SUDUT DEFLEKSI SPOILER PESAWAT TERBANG Gunawan Wijiatmoko 1 1 Staf Sub Bidang Teknik Rekayasa Informatika dan Elektronik (TRIE), Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika dan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Hal i ii iii iv v vi vii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING. HALAMAN PENGESAHAN. PERNYATAAN. MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMBANG
Lebih terperinciPengujian Aerodinamika model Pesawat Udara Nir Awak PUNA di Wind Tunnel LAGG BPPT.
Pengujian Aerodinamika model Pesawat Udara Nir Awak PUNA di Wind Tunnel LAGG BPPT. Yanto Daryanto, MSc. 1), Gunawan Wijiatmoko, M.Eng 2), Kuswandi, Drs. 3) 1 ) Balai PPTAGG, UPT-LAGG BPPT 2) Subid. TRPP,,
Lebih terperinciANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN
ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN Lintang Madi Sudiro (2106100130) Jurusan Teknik Mesin FTI ITS,Surabaya 60111,email:lintangm49@gmail.com
Lebih terperinciSIMULASI GERAK LONGITUDINAL LSU-05
SIMULASI GERAK LONGITUDINAL LSU-05 Muhammad Fajar Pusat Teknologi Penerbangan/LAPAN muhammad.fajar@lapan.go.id Abstrak LAPAN sedang mengembangkan pesawat tanpa awak LSU-05 dengan berat total 75 kg. Pesawat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian yang kecil sampai bagian yang besar sebelum semua. bagian tersebut dirangkai menjadi sebuah pesawat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sebuah manufaktur pesawat terbang, desain dan analisis awal sangatlah dibutuhkan sebelum pesawat terbang difabrikasi menjadi bentuk nyata sebuah pesawat yang
Lebih terperinciPERANCANGAN DAN PEMBUATAN PLATFORM UAV RADIO CONTROL KOLIBRI-08v2 DENGAN MESIN THUNDER TIGER 46 PRO
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PLATFORM UAV RADIO CONTROL KOLIBRI-08v2 DENGAN MESIN THUNDER TIGER 46 PRO PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PLATFORM UAV RADIO CONTROL KOLIBRI-08v2 DENGAN MESIN THUNDER TIGER 46 PRO Bagus
Lebih terperinciBagaimana Sebuah Pesawat Bisa Terbang? - Fisika
PESAWAT TERBANG Dengan mempelajari bagaimana pesawat bisa terbang Anda akan mendapatkan kontrol yang lebih baik atas UAV Anda. Bagaimana Sebuah Pesawat Bisa Terbang? - Fisika Empat gaya aerodinamik yang
Lebih terperinciBAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE
BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE 3.1 Pendahuluan Dalam tugas akhir ini, mengetahui optimalnya suatu penerbangan pesawat Boeing 747-4 yang dikendalikan oleh seorang pilot dengan menganalisis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang Gaya-gaya utama yang berlaku pada pesawat terbang pada saat terbang dalam keadaan lurus dan datar (straight and level flight). Serta dalam keadaan
Lebih terperinciPENELITIAN DAN PENGUJIAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA BOM LATIH PERCOBAAN BLP-500 DAN BLP 25
PENELITIAN DAN PENGUJIAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA BOM LATIH PERCOBAAN BLP-500 DAN BLP 25 Agus Aribowo, Sulistyo Atmadi *( Yus Kadarusman Marias ") ) Peneliti Pusat Teknologi Dirgantara Tcrapan, LAPAN
Lebih terperinciANALISIS TEGANGAN PADA SAYAP HORIZONTAL BAGIAN EKOR AEROMODELLING
ANALISIS TEGANGAN PADA SAYAP HORIZONTAL BAGIAN EKOR AEROMODELLING TIPE GLIDER AKIBAT LAJU ALIRAN UDARA DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) Ricky Surya Miraza 1, Ikhwansyah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau UAS (Unmanned Aircraft System) merupakan salah satu teknologi kedirgantaraan yang saat ini sedang berkembang dengan pesat.
Lebih terperinciTIME CYCLE YANG OPTIMAL PADA SIMULASI PERILAKU TERBANG BURUNG ALBATROSS Disusun oleh: Nama : Herry Lukas NRP : ABSTRAK
TIME CYCLE YANG OPTIMAL PADA SIMULASI PERILAKU TERBANG BURUNG ALBATROSS Disusun oleh: Nama : Herry Lukas NRP : 0522114 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,, Jl.Prof.Drg.Suria Sumantri, MPH No.65, Bandung,
Lebih terperinciKAJIAN ASPEK HIDRO-AERODINAMIKA DAN GERAKAN FASE PRA TAKE OFF PADA KAPAL BERSAYAP
Sidang Terbuka Promosi Doktor KAJIAN ASPEK HIDRO-AERODINAMIKA DAN GERAKAN FASE PRA TAKE OFF PADA KAPAL BERSAYAP Oleh : Iskendar NRP. 416.31.81 Program S3 Studi Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciBAB II PROFIL UMUM BALAI KALIBRASI FASILITAS PENERBANGAN (BKFP) 2.1. Latar Belakang Balai Kalibrasi Fasilitas Penerbangan (BFKP)
BAB II PROFIL UMUM BALAI KALIBRASI FASILITAS PENERBANGAN (BKFP) 2.1. Latar Belakang Balai Kalibrasi Fasilitas Penerbangan (BFKP) Sejak diwujudkannya Flingt Inspection Unit atau satuan udara kalibrasi tumbuh
Lebih terperinciANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN
ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN Oleh : Lintang Madi Sudiro 2106 100 130 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi
Lebih terperinciGambar 1.1 Skema kontrol helikopter (Sumber: Stepniewski dan Keys (1909: 36))
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umunya pesawat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu sayap tetap (fix wing) dan sayap putar (rotary wing). Pada sayap putar pesawat tersebut dirancang memiliki
Lebih terperinciRANCANGAN SISTEM ORIENTASI EKOR TURBIN ANGIN 50 kw
RANCANGAN SISTEM ORIENTASI EKOR TURBIN ANGIN 50 kw ' Suiistyo Atmadi, Ahmad Jamaludln Fitroh Penelltl Pusat Teknologi Terapan, LAPAN ABSTRACT A fin orientation system for wind turbine with a maximum capacity
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pikiran terlintas mengenai ilmu mekanika fluida, dimana disitu terdapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bila berbicara mengenai masalah aerodinamika, maka dalam pikiran terlintas mengenai ilmu mekanika fluida, dimana disitu terdapat pembahasan mengenai dinamika fluida.
Lebih terperinciEndang Mugia GS. Peneliti Bidang Teknologi Avionik, Lapan ABSTRACT
Pengaruh Nilai Koefisien Aerodinamika... (Endang Mugia GS.) PENGARUH NILAI KOEFISIEN AERODINAMIKA DAN PADA KESTABILAN TERBANG GERAK PERIODE PENDEK (SHORT PERIOD) RKX-200 LAPAN [EFFECT OF AERODYNAMICS COEFFICIENT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Tujuan. Merancang dan merealisasikan pesawat terbang mandiri tanpa awak dengan empat. baling-baling penggerak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Merancang dan merealisasikan pesawat terbang mandiri tanpa awak dengan empat baling-baling penggerak. 1.2. Latar Belakang Pesawat terbang tanpa awak atau UAV (Unmanned Aerial
Lebih terperinciRIZKAR FEBRIAN. 1, SUWANDI 2, REZA FAUZI I. 3. Abstrak
PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM KENDALI PID PADA AUTONOMOUS MOVING FORWARD QUADCOPTER DESIGN AND IMPLEMENTATION OF PID CONTROL SYSTEM IN AUTONOMOUS MOVING FORWARD QUADCOPTER RIZKAR FEBRIAN. 1, SUWANDI
Lebih terperinciUji Terbang Autonomous Low Cost Fixed Wing UAV Menggunakan PID Compensator
Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi Uji Terbang Autonomous Low Cost Fixed Wing UAV Menggunakan PID Compensator *Mochammad Ariyanto, Joga D. Setiawan, Munadi, Teguh
Lebih terperinciPENGARUH LOKASI KETEBALAN MAKSIMUM AIRFOIL SIMETRIS TERHADAP KOEFISIEN ANGKAT AERODINAMISNYA
PENGARUH LOKASI KETEBALAN MAKSIMUM AIRFOIL SIMETRIS TERHADAP KOEFISIEN ANGKAT AERODINAMISNYA Teddy Nurcahyadi*, Sudarja** Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta *H/P:085643086810,
Lebih terperinciPENGARUH KETIDAKLURUSAN DAN KETIDAKSIMETRISAN PEMASANGAN SIRIP PADA PRESTASI TERBANG ROKET RX-250-LPN
PENGARUH KETIDAKLURUSAN DAN KETIDAKSIMETRISAN PEMASANGAN SIRIP PADA PRESTASI TERBANG ROKET RX-250-LPN Sulistyo Atmadi, Ahmad Riyadi Peneliti Bidang Aerodinamika dan Struktur, LAPAN ABSTRACT The performance
Lebih terperinciWiwik Sulistyono, Naif Fuhaid, Ahmad Farid (2013), PROTON, Vol. 5 No. 1/Hal
PENGARUH PEMASANGAN TAIL DAN FRONT BOAT TERHADAP UNJUK KERJA AERODINAMIK PADA KENDARAAN SEDAN Wiwik Sulistyono 1), Naif Fuhaid 2), Ahmad Farid 3) ABSTRAK Dalam era modern sekarang ini perkembangan industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kendaraan. truk dengan penambahan pada bagian atap kabin truk berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 SUBYEK PENELITIAN Pengerjaan penelitian dalam tugas akhir ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kendaraan truk dengan penambahan pada bagian atap
Lebih terperinciStudi Eksperimental tentang Karakteristik Turbin Angin Sumbu Vertikal Jenis Darrieus-Savonius
Studi Eksperimental tentang Karakteristik Turbin Angin Sumbu Vertikal Jenis Darrieus-Savonius Bambang Arip Dwiyantoro*, Vivien Suphandani dan Rahman Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komponen Dasar Pesawat Terbang Menurut definisi FAA (Badan Penerbangan Amerika Serikat) di FAR (Federal Aviation Regulation) saat ini yang juga diadopsi oleh Indonesia CASR (Civil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya semua fenomena aerodinamis yang terjadi pada. kendaraan mobil disebabkan adanya gerakan relative dari udara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua fenomena aerodinamis yang terjadi pada kendaraan mobil disebabkan adanya gerakan relative dari udara disepanjang bentuk body mobil. Streamline adalah
Lebih terperinciPeningkatan Koefisien Gaya Angkat Aerofoil Kennedy-Marsden dengan Zap Flap
Jurnal Konversi Energi dan Manufaktur UNJ, Edisi terbit I Oktober 213 Terbit 71 halaman Peningkatan Koefisien Gaya Angkat Aerofoil Kennedy-Marsden dengan Zap Flap Catur Setyawan K 1., Djoko Sardjadi 2
Lebih terperinci(LAPAN) LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
(LAPAN) LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL ORGANISASI LAPAN PUSAT TEKNOLOGI PENERBANGAN 2011 - SEKARANG PUSAT TEKNOLOGI PENERBANGAN Lab. Avionik Lab. Propulsi Gedung Utama Lab. Aerostruktur Lab.
Lebih terperinciGAYA ANGKAT PESAWAT Untuk mahasiswa PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang
GAYA ANGKAT PESAWAT Untuk mahasiswa PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang 1. Pendahuluan Pesawat terbang modern sudah menggunakan mesin jet, namun prinsip terbangnya masih menggunakan ilmu gaya udara seperti
Lebih terperinciPENGESAHAN ANALISIS KINERJA TAKE-OFF DAN LANDING PESAWAT B BERDASARKAN VARIASI ELEVASI RUNWAY. Yang dipersiapkan dan disusun oleh :
PENGESAHAN ANALISIS KINERJA TAKE-OFF DAN LANDING PESAWAT B 747-400 BERDASARKAN ARIASI ELEASI RUNWAY Yang dipersiapkan dan disusun oleh : WARLI AFDILLAH 02050026 Telah dipertahankan di depan Tim Penguji
Lebih terperinciBeban Pesawat. Dipl.-Ing H. Bona P. Fitrikananda 2013
Beban Pesawat Dipl.-Ing H. Bona P. Fitrikananda UA MTC Introduction Beban Pesawat / Aircraft Loads 2 Pendahuluan Wilbur Wright: I am constructing my machine to sustain about five times my weight and I
Lebih terperinciDesain dan Implementasi Automatic Flare Maneuver pada Proses Landing Pesawat Terbang Menggunakan Kontroler PID
Desain dan Implementasi Automatic Flare Maneuver pada Proses Landing Pesawat Terbang Menggunakan Kontroler PID Mokhamad Khozin-2207100092 Bidang Studi Teknik Sistem Pengaturan, Jurusan Teknik Elektro,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aerodinamika pesawat terbang adalah mengenai airfoil sayap. pesawat. Fenomena pada airfoil yaitu adanya gerakan fluida yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aerodinamika merupakan ilmu dasar ketika membahas tentang prinsip pesawat terbang. Dan salah satu pembahasan dalam ilmu aerodinamika pesawat terbang adalah mengenai
Lebih terperinciSIMULASI DAN PERHITUNGAN SPIN ROKET FOLDED FIN BERDIAMETER 200 mm
Simulasi dan Perhitungan Spin Roket... (Ahmad Jamaludin Fitroh et al.) SIMULASI DAN PERHITUNGAN SPIN ROKET FOLDED FIN BERDIAMETER 00 mm Ahmad Jamaludin Fitroh *), Saeri **) *) Peneliti Aerodinamika, LAPAN
Lebih terperinciPerbaikan Karakteristik Aerodinamika pada Kendaraan Niaga
JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 1, No. 2, Oktober 1999 : 18-115 Perbaikan Karakteristik Aerodinamika pada Kendaraan Niaga Soejono Tjitro Dosen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra Agus
Lebih terperinciRENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)
RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) 1. Nama Kuliah : Aerodinamika 2. Kode/SKS/Semester : TKM 518/3 SKS/VIII 3. Prasya rat : Mekanika Fluida, Termodinamika 4. Status Mata Kuliah :
Lebih terperinciPERANCANGAN SISTEM KENDALI MODEL FOLLOWING DINAMIKA GERAK LONGITUDINAL PADA IN-FLIGHT SIMULATOR N250-PA1 DENGAN METODE KENDALI OPTIMAL KUADRAT LINIER
PERANCANGAN SISTEM KENDALI MODEL FOLLOWING DINAMIKA GERAK LONGITUDINAL PADA IN-FLIGHT SIMULATOR N250-PA1 DENGAN METODE KENDALI OPTIMAL KUADRAT LINIER Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai
Lebih terperinciBAB III PERANGKAT LUNAK X PLANE DAN IMPLEMENTASINYA
BAB III PERANGKAT LUNAK X PLANE DAN IMPLEMENTASINYA Penjelasan pada bab ini akan diawali dengan deskripsi perangkat lunak X-Plane yang digunakan sebagai alat bantu pada rancang bangun sistem rekonstruksi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau biasa disebut pesawat tanpa awak saat ini sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat di dunia. Penggunaan UAV dikategorikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah UAV (Unmanned Aerial Vehicle) adalah sebuah sistem pesawat udara yang tidak memiliki awak yang berada di dalam pesawat (onboard). Keberadaan awak pesawat digantikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi telekomunikasi dan dirgantara dapat menghasilkan suatu teknologi yang menggabungkan antara informasi suatu keadaan lokal tertentu dengan
Lebih terperinciPRINSIP DASAR MENGAPA PESAWAT DAPAT TERBANG
PRINSIP DASAR MENGAPA PESAWAT DAPAT TERBANG Oleh: 1. Dewi Ariesi R. (115061105111007) 2. Gamayazid A. (115061100111011) 3. Inggit Kresna (115061100111005) PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciJl. Pajajaran No.219, Arjuna, Cicendo, Bandung, Jawa Barat 40174
Analisis CFD Karakteristik Aerodinamika... (Awalu Romadhon dan Dana Herdiana) ANALISIS CFD KARAKTERISTIK AERODINAMIKA PADA SAYAP PESAWAT LSU-05 DENGAN PENAMBAHAN VORTEX GENERATOR (ANALYSIS OF CFD AERODYNAMIC
Lebih terperinciPENGARUH PAYLOAD TERHADAP CLIMB PERFORMANCE HELIKOPTER SYNERGY N9
PENGARUH PAYLOAD TERHADAP CLIMB PERFORMANCE HELIKOPTER SYNERGY N9 Raden Gugi Iriandi 1, FX. Djamari 2 Program Studi Teknik Penerbangan Fakultas Teknik Universitas Nurtanio Bandung ABSTRAK Ketika helikopter
Lebih terperinciAnalisis Desain Layar 3D Menggunakan Pengujian Pada Wind Tunnel
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 G-372 Analisis Desain Layar 3D Menggunakan Pengujian Pada Wind Tunnel Danang Priambada, Aries Sulisetyono Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang UAS (unmanned aircraft systems) atau UAV (unmanned aerial vehicle) adalah sebuah sistem pesawat udara yang tidak memiliki awak yang berada di dalam pesawat (onboard).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di abad ke- 21 ini, khususnya dalam bidang penerbangan. Pada dekade terakhir dunia penerbangan mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesawat udara tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) adalah sebuah pesawat terbang yang dapat dikendalikan secara jarak jauh oleh pilot atau dengan mengendalikan
Lebih terperinciVariabel-variabel Pesawat
Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Impact of Aircraft Characteristics on Airport Design Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Variabel-variabel Pesawat Berat (weight) diperlukan
Lebih terperinciANALISIS AERODINAMIKA PADA MOBIL SEDAN DENGAN VARIASI SUDUT DIFFUSER DAN SUDUT BOAT TAIL MENGGUNAKAN CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS)
ANALISIS AERODINAMIKA PADA MOBIL SEDAN DENGAN VARIASI SUDUT DIFFUSER DAN SUDUT BOAT TAIL MENGGUNAKAN CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Lebih terperinciANALISA AERODINAMIKA FLAP DAN SLAT PADA AIRFOIL NACA 2410 TERHADAP KOEFISIEN LIFT DAN KOEFISIEN DRAG DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC
NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH ANALISA AERODINAMIKA FLAP DAN SLAT PADA AIRFOIL NACA 410 TERHADAP KOEFISIEN LIFT DAN KOEFISIEN DRAG DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC Abstraksi Tugas Akhir ini disusun
Lebih terperinciAnalisis Linear Statik Pada Vertical Tail dengan Variasi Defleksi Rudder
Analisis Linear Statik Pada Vertical Tail dengan Variasi Defleksi Rudder Bismil Rabeta*, Mufti Arifin, Syarifah Fairuza Prodi Teknik Penerbangan, Fakultas Teknologi Kedirgantaraan, Universitas Suryadarma
Lebih terperinciDEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012
ANALISIS AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 2412 PADA SAYAP PESAWAT MODEL TIPE GLIDER DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTIONAL FLUID DINAMIC UNTUK MEMPEROLEH GAYA ANGKAT MAKSIMUM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan
Lebih terperinciUJI AERODINAMIK MODEL KAPAL BERSAYAP WING IN SURFACE EFFECT SEBAGAI INPUT KAJIAN GERAK PLANNING MENJELANG TAKE-OFF
UJI AERODINAMIK MODEL KAPAL BERSAYAP WING IN SURFACE EFFECT SEBAGAI INPUT KAJIAN GERAK PLANNING MENJELANG TAKE-OFF Iskendar *), A. Farid Widodo **), Taufiq Mulyanto ***), Paulus Indiyono ****) *)Perekayasa
Lebih terperinciPENGARUH SUDUT BILAH PADA PERFORMA KIPAS AKSIAL TEROWONGAN ANGIN KECEPATAN RENDAH MENGGUNAKAN METODE KOMPUTASI
PENGARUH SUDUT BILAH PADA PERFORMA KIPAS AKSIAL TEROWONGAN ANGIN KECEPATAN RENDAH MENGGUNAKAN METODE KOMPUTASI Dyah Arum Wulandari & Endri Sriadi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri
Lebih terperinciPERUBAHAN DISTRIBUSI TEKANAN AEROFOIL AKIBAT PENGARUH VARIASI SUDUT SERANG
PERUBAHAN DISTRIBUSI TEKANAN AEROFOIL AKIBAT PENGARUH VARIASI SUDUT SERANG Syamsul Hadi 1 Abstract : This study aims to measurements pressure distributions caused to angle of attack variations. NACA 0012
Lebih terperinciSIMULASI PENGUJIAN PRESTASI SUDU TURBIN ANGIN
SIMULASI PENGUJIAN PRESTASI SUDU TURBIN ANGIN Sulistyo Atmadi"', Ahmad Jamaludin Fitroh**' ipenellti Pusat Teknologi Dirgantara Terapan. LAPAN ">Peneliti Teknik Penerbangan ITB ABSTRACT Identification
Lebih terperinciMenghitung Distribusi Tekanan Udara dan Gaya Hambat Kepala Pesawat BOEING
JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 5, NOMOR 1 JANUARI 2009 Menghitung Distribusi Tekanan Udara dan Gaya Hambat Kepala Pesawat BOEING 777-200 Djoko Poernomo dan Satwiko Sidopekso Jurusan Fisika Universitas
Lebih terperinciPERHITUNGAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA, ANALISIS DINAMIKA DAN KESTABILAN GERAK DUA DIMENSI MODUS LONGITUDINAL ROKET RX 250 LAPAN
PERHITUNGAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA, ANALISIS DINAMIKA DAN KESTABILAN GERAK DUA DIMENSI MODUS LONGITUDINAL ROKET RX 25 LAPAN Singgih Satrio Wibowo Dosen Program Studi Teknik Aeronautika Jurusan Teknik
Lebih terperinciWARTA ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara
WARTA ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara Analisis Sistem Kendali Terbang dengan Gain Scheduling Pada Pesawat Efek Permukaan Wing In Surface Effect Craft Flight Control System Analysis With Gain Scheduling
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN PENELITIAN Sebelumnya telah ada dilakukan penelitian-penelitian mengenai analisa CFD pada sayap pesawat. Hidayat, M (2012) melakukan penelitian pada airfoil NACA 0021
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unmanned aerial vehicles (UAVs) atau wahana tanpa awak merupakan wahana terbang tanpa ada yang mengendalikan penerbangan wahana tersebut. Sebuah UAV dapat berupa pesawat
Lebih terperinciHORIZONTAL TAIL SIZING PESAWAT SPORT RINGAN (LSA) KAPASITAS 4 ORANG PENUMPANG
HORIZONTAL TAIL SIZING PESAWAT SPORT RINGAN (LSA) KAPASITAS 4 ORANG PENUMPANG Haeni Suhandari, ST Alumni PS Teknik Penerbangan Universitas Nurtanio Bandung Abstrak Dila aircraft (Light Aircraft Aerospace)
Lebih terperinciOleh : Bimo Arindra Hapsara Dosen Pembimbing : Ir. J. Lubi. Proposal Tugas Akhir. Tugas Akhir
Proposal Tugas Akhir Tugas Akhir Oleh : Bimo Arindra Hapsara 2106 100 047 Dosen Pembimbing : Ir. J. Lubi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kecelakaan
Lebih terperinciTugas Akhir Bidang Studi Desain SAMSU HIDAYAT Dosen Pembimbing Dr. Ir. AGUS SIGIT PRAMONO, DEA.
Tugas Akhir Bidang Studi Desain SAMSU HIDAYAT 2106 100 020 Dosen Pembimbing Dr. Ir. AGUS SIGIT PRAMONO, DEA. Latar Belakang Roket Pengorbit Satelit (RPS) membutuhkan roket yang dapat diluncurkan berulang
Lebih terperinciDesain pesawat masa depan
Desain pesawat masa depan Flying Wing = Sayap Terbang? Itu memang terjemahan bebasnya. Dan arti yang sebenarnya memang tidak terlalu jauh berbeda. Flying Wing sebenarnya merupakan istilah untuk desain
Lebih terperinciPENELITIAN DAN RANCANGAN OPTIMAL TURBIN PENGGERAK TEROWONGAN ANGIN SUBSONIK SIRKUIT TERBUKA LAPAN
PENELITIAN DAN RANCANGAN OPTIMAL TURBIN PENGGERAK TEROWONGAN ANGIN SUBSONIK SIRKUIT TERBUKA LAPAN Sulistyo Atmadi Pencliti Pusat Teknologi Dirgantara Terapan. LAPAN i ABSTRACT In an effort to improve flow
Lebih terperinciSIMULASI NUMERIK DINAMIKA FLUIDASWEPTTAPER WING 3D DENGAN AIRFOIL 64A106 PADA ALIRAN SUBSONIK-SUPERSONIK
SIMULASI NUMERIK DINAMIKA FLUIDASWEPTTAPER WING 3D DENGAN AIRFOIL 64A106 PADA ALIRAN SUBSONIK-SUPERSONIK Subagyo BBTA3 BPPTeknologi, Telp.021-7560902, Fax.021-7560901, Kawasan PUSPIPTEK, Setu, Tangerang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penumpang menunggu. Berikut adalah beberapa bagian penting bandar udara.
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bandar Udara Menurut Horonjeff dan McKelvey (1993), bandar udara adalah tempat pesawat terbang mendarat dan tinggal di landasan, dengan bangunan tempat penumpang menunggu.
Lebih terperinciPENGARUH BILANGAN REYNOLD PADA PENGUJIAN MODEL KAPAL SELAM STANDAR DI TEROWONGAN ANGIN
PENGARUH BILANGAN REYNOLD PADA PENGUJIAN MODEL KAPAL SELAM STANDAR DI TEROWONGAN ANGIN REYNOLD NUMBER EFFECT OF STANDARD SUBMARINE MODEL IN WIND TUNNEL TESTING Yudiawan Fajar Kusuma, Sulistiya Balai Besar
Lebih terperinciSimulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang
Simulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang Astu Pudjanarsa Laborotorium Mekanika Fluida Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Turbin Angin Bila terdapat suatu mesin dengan sudu berputar yang dapat mengonversikan energi kinetik angin menjadi energi mekanik maka disebut juga turbin angin. Jika energi
Lebih terperinciPENGARUH PENGGUNAAN SPOILER PADA MODEL KENDARAAN SEDAN TERHADAP TEKANAN HISAP DALAM TEROWONGAN ANGIN ABSTRAK
PENGARUH PENGGUNAAN SPOILER PADA MODEL KENDARAAN SEDAN TERHADAP TEKANAN HISAP DALAM TEROWONGAN ANGIN Ardiansyah Rahman 1), Ahmad Farid 2), Suriansyah 3) ABSTRAK Dalam era modern sekarang ini perkembangan
Lebih terperinciPERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI KONTROLER FUZZY PREDIKTIF UNTUK TRACKING KETINGGIAN AKTUAL PADA UAV (UNMANNED AERIAL VEHICLE)
PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI KONTROLER FUZZY PREDIKTIF UNTUK TRACKING KETINGGIAN AKTUAL PADA UAV (UNMANNED AERIAL VEHICLE) THORIKUL HUDA 2209106030 Dosen Pembimbing Ir. Rusdhianto Effendie A.K, M.T. 1
Lebih terperinciMATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 3 No.6 Tahun 2017 ISSN
MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 3 No.6 Tahun 2017 ISSN 2301-9115 KONTROL PROPORSIONAL-DERIVATIF PADA SISTEM DINAMIK PESAWAT TERBANG TIPE AIRBUS A380-800 Mohammad Hafiz Jurusan Matematika, FMIPA,
Lebih terperinciPERHITUNGAN PARAMETER AERODINAMIKA ROKET POLYOT
BAB 4 PERHITUNGAN PARAMETER AERODINAMIKA ROKET POLYOT 4. Perhitungan Parameter Aerodinamika Roket Polyot Menggunakan Digital Datcom dan Missile Datcom Roket Polyot dalam operasinya memiliki lintas terbang
Lebih terperinciSlamet Rahayu, Muhammad Agus Sahbana, Akhmad Farid, (2014), PROTON, Vol. 6 No 1 / Hal 54-60
STUDY EXSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN MODEL KENDARAAN SEDAN TERHADAP TEKANAN HISAP DALAM WIND TUNEL Slamet Rahayu 1), Muhammad Agus Sahbana 2), Akhmad Farid 3) ABSTRAK Untuk memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang Gaya-gaya utama yang berlaku pada pesawat terbang pada saat terbang dalam keadaan lurus dan datar. Serta dalam keadaan kecepatan tetap ialah:
Lebih terperinciSkripsi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Strata 1 (S1) Disusun Oleh: SLAMET SUTRISNO JURUSAN TEKNIK PENERBANGAN
ANALISA PENGARUH TAPER RASIO TERHADAP EFISIENSI AERODINAMIKA DAN EFEKTIFITAS TWIST ANGLE PADA DESAIN SAYAP SEKELAS CESSNA 162 MENGGUNAKAN SOFTWARE FLUENT Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan media udara. Pengertian pesawat terbang juga dapat diartikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pesawat Terbang Pesawat terbang adalah sebuah alat yang dibuat dan dalam penggunaannya menggunakan media udara. Pengertian pesawat terbang juga dapat diartikan sebagai benda-benda
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... PERSEMBAHAN... MOTTO... KATA PENGANTAR...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... PERSEMBAHAN... MOTTO... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... TAKARIR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perkembanggan dalam kedirgantaraan banyak. kasus yang menyebabkan pesawat terbang tidak efisien
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembanggan dalam kedirgantaraan banyak kasus yang menyebabkan pesawat terbang tidak efisien dalam hal konsumsi bahan bakar antara lain kasus terjadinya vortex
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Umumnya pesawat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu sayap tetap (fix wing) dan sayap putar (rotary wing). Pada sayap putar pesawat tersebut dirancang
Lebih terperinciPENGARUH SUDUT DIHEDRAL TERHADAP GAYA LIFT EKOR PESAWAT TERBANG TIPE V PADA ANGKA REYNOLDS RENDAH
PENGARUH SUDUT DIHEDRAL TERHADAP GAYA LIFT EKOR PESAWAT TERBANG TIPE V PADA ANGKA REYNOLDS RENDAH Syamsul Hadi * E mail : syamevi@mesin.uns.ac.id Abstract : Ekor pesawat terbang tipe V adalah hasil penggabungan
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI STUDI CFD ALIRAN UDARA DISEKELILING WING NACA0015 YANG DILENGKAPI SPLIT FLAP
NASKAH PUBLIKASI STUDI CFD ALIRAN UDARA DISEKELILING WING NACA0015 YANG DILENGKAPI SPLIT FLAP Naskah publikasi ini disusun sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Tugas Akhir pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas
Lebih terperinciINDEPT, Vol. 4, No. 1 Februari 2014 ISSN
ANALISIS OPTIMASI TEBAL RIB SAYAP PESAWAT WIG IN GROUND EFFECT 2 SEAT DENGAN FEM Bayu Handoko 1, H. Abu Bakar 2 Program Studi Teknik Penerbangan Fakultas Teknik Universitas Nurtanio Bandung ABSTRAKSI Pada
Lebih terperinciBAB II STUDI LITERATUR
BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Komponen Berat Pesawat Udara Berat pesawat udara, pada umumnya, terbagi menjadi 3 (tiga) bagian besar, yaitu APS (Aircraft Prepared for Service) weight, payload, dan berat bahan
Lebih terperinciNo. Kompetensi Dasar Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Sumber Belajar. Teori
Mata Kuliah : Rangka Pesawat Terbang Bobot : 7 SKS (3 Teori dan 4 Praktek) Standar Kompetensi : Para lulusan dapat memahami dan menjelaskan Rangka Pesawat Udara Teori 1. Mampu memahami dan menjelaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan energi angin di Indonesia masih sangat kecil, baik yang dimanfaatkan untuk membangkitkan energi listrik ataupun untuk menggerakkan peralatan mekanis seperti
Lebih terperinciM. MIRSAL LUBIS Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik
ANALISIS AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 2412 PADA SAYAP PESAWAT MODEL TIPE GLIDER DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTIONAL FLUID DINAMIC UNTUK MEMPEROLEH GAYA ANGKAT MAKSIMUM M. MIRSAL LUBIS Departemen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Akhmad (2000) diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat zat asing
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran udara atau sering disebut dengan istilah polusi udara menurut Akhmad (2000) diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat zat asing didalam udara yang
Lebih terperinci