SIARAN PERS. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif
|
|
- Budi Gunardi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif SIARAN PERS Catatan Akhir Tahun Publish What You Pay Indonesia Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif Migas & Pertambangan Tidak dipungkiri bahwa sumberdaya ekstraktif Migas dan Pertambangan di Indonesia saat ini masih menjadi sektor strategis yang diandalkan bagi penerimaan negara dan penggerak perekonomian nasional. Di Tahun 2013, kontribusi sektor migas dan pertambangan dalam APBN mencapai 23%, yakni senilai 398,4 Triliun Rupiah dari total 1726 Triliun Rupiah dalam Total APBN- P 2013 (Kementerian ESDM, 27 Desember 2013). Sedangkan kontribusi sektor ini (Pertambangan dan Penggalian) terhadap Produk Domestik Bruto tercatat sebesar 10,43% dari Total PDB Nasional dengan Migas di Tahun 2013 (BPS, persentase PDB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha, Q- 2, 2013). Di Tahun 2013 ini, sebagian besar perbincangan sektor migas dan pertambangan banyak diwarnai oleh topik- topik seputar pencapaian lifting migas, penggantian BPMigas dan revisi UU Migas, hilirisasi pertambangan mineral dan batubara (minerba), renegosiasi kontrak pertambangan, hingga kasus seputar korupsi, sebut saja salah satu contoh yang terakhir adalah kasus suap Rudi Rubiandini, Kepala SKK Migas yang kemudian diberhentikan setelah tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Berikut catatan Publish What You Pay Indonesia atas kondisi di Tahun 2013 pada sektor sumberdaya Ekstraktif Migas dan Pertambangan mineral dan batubara di tanah air : 1. Transparansi Penerimaan Sektor Migas dan Tambang melalui EITI Indonesia telah menjadi negara pelaksana EITI (Extractive Industries Transparency Initiative) sejak 3 tahun lalu melalui Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang Diperoleh dari Industri Ekstraktif. EITI Indonesia yang dikoordinatori oleh Kemenko Perekonomian RI ini telah mempublikasi laporan rekonsiliasi pertama di quartal yang meliputi laporan rekonsiliasi antara Pemerintah dan 129 perusahaan migas dan minerba atas pembayaran- pembayaran pajak dan non pajak untuk tahun kalender Laporan ini telah menghadirkan rincian laporan pembayaran pajak dan nonpajak pada tiap unit produksi pemegang kontrak/perijinan hingga laporan besaran Dana Bagi Hasil (DBH) dari unit produksi tersebut ke masing- masing daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota). Yayasan Transparansi Sumberdaya Ekstraktif Sekretariat Nasional : Jl. Intan No.81, Cilandak Barat, Jakarta Selatan 12430, INDONESIA T/F : E:sekretariat@pwyp- indonesia.org indonesia.org
2 Namun demikian, masih terdapat ketidaksesuaian (unreconciled) data antara laporan perusahaan dengan laporan yang disampaikan oleh Pemerintah. Secara umum, perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan satuan dan basis pelaporan, adanya kendala dalam pembukaan beberapa data perpajakan, hingga persoalan database informasi penerimaan pertambangan di instansi Ditjen Minerba- Kementerian ESDM. Laporan rekonsiliasi EITI Indonesia ini juga mencatat masih lemahnya partisipasi pelaku industri pertambangan dalam mentransparansikan pembayaran setoran penerimaannya kepada negara. Dimana salah satu hasil laporan ini menyatakan bahwa Pemerintah mencatat penerimaan pajak penghasilan Rp2,93 trilyun lebih dari apa yang dilaporkan dibayar oleh perusahaan pertambangan. Penyebab perbedaan ini yang terbesar adalah berasal dari dua perusahaan batubara besar di Indonesia yang merupakan anak usaha Bumi Resources. Di mana, perusahaan ini tidak menindaklanjuti permintaan Rekonsiliator atas pembayaran pajak tahun 2007 dan 2008 yang dilakukan pada tahun Sedangkan persoalan lemahnya pengelolaan informasi pertambangan di Instansi Dirjen Minerba- Kementerian ESDM ini indikasinya ditunjukkan dari angka perbedaan royalti batubara antara yang dibayarkan oleh perusahaan dan yang diterima di kas Negara di mana pada awalnya tercatat sebesar US$727juta dan setelah Rekonsiliator memeriksa catatan fisik di Ditjen Minerba, maka angka perbedaan menjadi jauh lebih kecil yaitu sebesar US$54juta. Khusus untuk penerimaan bukan- pajak pertambangan, terdapat 493 kali peninjauan atas catatan dokumen fisik, atau lebih dari 75 persen jumlah seluruh peninjauan dalam laporan ini. Kinerja pelaksanaan EITI Indonesia di Tahun 2013 ini juga mendapat banyak sorotan, pasalnya validasi EITI Indonesia menyatakan Indonesia belum berhasil lolos sebagai negara patuh, yaitu masih belum memenuhi persyaratan 5 terkait batas waktu laporan, persyaratan 9 tentang materialitas, dan persyaratan 14 serta 15 tentang kelengkapan data dari perusahaan dan instansi Pemerintah. Selain kesulitan pengumpulan laporan dari perusahaan dan instansi pemerintah (terutama Ditjen Pajak dan Ditjen Minerba), proses administrasi dan birokrasi pengadaan di Pemerintah juga menjadi salah satu faktor dari keterlambatan pelaporan EITI Indonesia. Meskipun demikian perkembangan EITI Indonesia masih dianggap mengalami perkembangan yang berarti oleh validator mengingat proses- proses multipihak yang terbentuk dan perdebatan substansi yang terjadi. Saat ini, EITI Indonesia sedang dalam proses untuk mengumpulkan dan melakukan rekonsiliasi laporan EITI Putaran ke- 2 yang meliputi data Tahun Anggaran 2010 dan Sejumlah 70 unit produksi migas dan 81 perusahaan pertambangan (yang membayar royalti di atas 25 milyar) diwajibkan untuk menyampaikan laporannya kepada Tim Pelaksana. Hingga Rapat Tim Pelaksana terakhir 3 Desember 2013, tercatat 15 perusahaan pertambangan besar masih belum menyampaikan laporan. Tantangan utama pelaksanaan EITI di Indonesia untuk tahun- tahun mendatang adalah pada pembukaan data cost recovery untuk industri Migas serta pelaksanaan standar EITI yang baru untuk membuka informasi- informasi kontrak/perijinan, data kepemilikan saham dan penerima manfaat (beneficial ownership), data pembayaran sosial dan lingkungan hidup serta cakupan EITI Indonesia di tingkat daerah dengan jumlah ijin yang mencapai puluhan ribu.
3 Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif 2. Agenda Revisi Undang- Undang Migas Agenda Revisi Undang- Undang Minyak dan Gas Bumi sejak tahun 2010 telah masuk dalam agenda Prioritas Prolegnas (Program Legislatif Nasional) sebagai inisiatif DPR. Namun hingga kini pembahasan Undang- Undang tersebut tidak kunjung selesai. Agenda revisi UU Migas bahkan semakin memuncak sejak adanya putusan MK yang membatalkan beberapa pasal dalam UU Migas, hingga melahirkan amar putusan untuk membubarkan BPMigas. Berkali- kali masuk dalam prolegnas, berkali- kali pula Agenda Revisi UU Migas ini tidak terselesaikan. Bahkan pasal- pasal dalam UU ini telah dijuditial review berkali- kali dan banyak pasal yang inkonstitusional. Hal tersebut menandakan bahwa Undang- Undang ini perlu direvisi secara menyeluruh. Pembahasan yang berlarut- larut di DPR justru akan membuat tata kelola sektor Migas ini semakin terpuruk dan tidak memiliki kepastian hukum. Terlebih jika pembahasan yang telah berlangsung selama bertahun- tahun tersebut telah menggunakan anggaran rakyat yang tidak sedikit. Kembali, revisi UU Migas masuk dalam Prolegnas Tahun 2014, tahun politik yang tentunya rawan akan intervensi politik dalam penyelesaiannya. Publik berharap agar UU ini segera terselesaikan, tanpa adanya campur tangan dan bias politik Beberapa isu yang mengemuka untuk segera diselesaikan menyangkut tata kelola Migas dalam revisi UU ini antara lain mengenai isu kelembagaan, transparansi- keterbukaan informasi- dan partisipasi publik, petroleum funds/sovereight wealth funds, aspek sosial dan lingkungan yang memperhatikan kepentingan masyarakat sekitar tambang, serta isu ketahanan energi dan singkronisasi antara sektor hulu dengan sektor hilir Migas. Penemuan cadangan baru dan alih teknologi juga sudah seharusnya menjadi agenda pembahasan dalam revisi UU ini, agar sektor Migas dapat dikelola secara mandiri sesuai dengan kebutuhan nasional. 3. Pemberantasan Korupsi Sektor Migas dan Pertambangan Tahun 2013 ini publik dikejutkan oleh operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi di kediaman Rudi Rubiandini (RR), kepala SKK Migas yang kemudian mundur dari jabatannya tersebut. RR kemudian ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap dari Kernel Oil pada proses tender penjual minyak mentah dan kondensat bagian negara. SKK Migas (yang dulunya bernama BPMigas) menjadi bulan- bulanan publik atas kasus yang menjerat RR. Fakta integritas yang dicanangkan di Tahun 2007 dan whistleblower system yang dirancang pada tahun 2009, ternyata belum mampu memfilter praktek2 korupsi di sektor Yayasan Transparansi Sumberdaya Ekstraktif Sekretariat Nasional : Jl. Intan No.81, Cilandak Barat, Jakarta Selatan 12430, INDONESIA T/F : E:sekretariat@pwyp- indonesia.org indonesia.org
4 Migas ini, terutama bagi elit pejabat di sektor yang menggawangi ratusan triliun sumber penerimaan negara di tanah air ini. Terhadap kasus Rudi Rubiandini, PWYP Indonesia menyerukan kepada KPK agar mengusut tuntas kasus ini dan tidak segan- segan untuk memeriksa pejabat terkait yang diduga terlibat dalam kasus ini. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sektor ekstraktif migas dan pertambangan tidak sepi dari praktek- praktek korupsi. Bahkan terdapat banyak celah yang bisa menjadi pintu diantaranya pada rantai bisnis pemberian ijin/kontrak, penjualan hasil produksi migas dan pertambangan, penghitungan cost recovery, penyetoran pajak dan pencatatan penerimaan negara maupun pada rantai penggunaan penerimaan sektor ekstraktif untuk alokasi belanja pembangunan. 4. Hilirisasi Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara Di penghujung tahun 2013, pelaku industri pertambangan mineral dan batubara dicemaskan oleh pelaksanaan UU Minerba, khususnya mengenai kewajiban untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil produksi penambangan mereka di dalam negeri, selambat- lambatnya 5 tahun sejak UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 diundangkan (Pasal 103, 104, dan 170 UU Nomor 4 Tahun 2009). Artinya, sejak 12 Januari 2014 mendatang, semua perusahaan yang melakukan penambangan mineral dan batubara di Indonesia wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, dengan kata lain Pemerintah akan memberlakukan larangan ekspor bahan mentah hasil penambangan(ore). Kebijakan ini banyak ditentang oleh pelaku industri pertambangan mineral dan batubara, meskipun Pemerintah terlihat pada awalnya tetap kekeuh untuk melaksanakan ketentuan tersebut, tanpa terkecuali. Penolakan kalangan industri tersebut karena dianggap dapat menyebabkan produksi terhenti yang berkonsekwensi pada terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja di sektor pertambangan Minerba. Dan baru beberapa hari ini, Pemerintah sepertinya mulai berkompromi dengan adanya kemungkinan untuk melakukan relaksasi (penundaan) ataupun penerapan secara bertahap dengan memberikan ijin ekspor pada perusahaan yang telah menyerahkan FS (Feasibility Study) pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian kepada Pemerintah. Kemungkinan lainnya adalah dengan memberikan kelonggaran dengan batas kadar tertentu dari konsentrat hasil tambang yang boleh diekspor ke luar negeri. Ibarat buah simalakama, kebijakan ini relatif sulit untuk dilaksanakan secara menyeluruh dan merata, mengingat besaran skala industri yang berbeda- beda antara satu perusahaan dengan perusahaaan lainnya, sehingga muncul isu kesenjangan kemampuan antara perusahaan besar dan kecil- terutama terkait kemampuan untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian. Meski pabrik pengolahan dan pemurnian hasil tambang ini dapat saja dilaksanakan secara bersama- sama antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Di sisi lain, lemahnya sisi perencanaan dan antisipasi kebijakan dari penerapan peraturan ini menjadi salah satu faktor penting. Penyiapan dan antisipasi ekses dari pelaksanaan kebijakan tersebut seharusnya dapat dipersiapkan jauh- jauh hari oleh segenap pihak baik perusahaan
5 Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif maupun Pemerintah, sehingga resiko dan dampaknya dapat diminimalisir sedini mungkin. Kebijakan hilirisasi secara jangka pendek mungkin terlihat membawa gejolak seperti gelombang pemutusan hubung kerja maupun penghentian sementara produksi, kondisi ini terutama semakin terasa di tengah neraca pembayaran dalam negeri yang sedang goyah. Namun secara jangka menengah dan panjang, kebijakan ini akan menguntungkan perekonomian nasional yang memicu tumbuhnya industri hilir serta multiflier effect yang terjadi dari kegiatan pertambangan mineral dan batubara ini di dalam negeri. Untuk itu, meski opsi penerapan kebijakan secara bertahap namun terukur dapat saja diambil untuk mengurangi resiko yang besar, namun Pemerintah harus dapat bersikap tegas dan tidak diskriminatif dalam penerapan kebijakan ini, serta menyiapkan antisipasi dari berbagai gejolak dan ekses yang mungkin terjadi dengan melakukan koordinasi secara terpadu dengan segenap pihak dan instansi terkait, termasuk dengan Pemerintah Daerah. 5. Renegosiasi Kontrak- Kontrak Pertambangan Minerba (PKP2B) Renegosiasi kontrak- kontrak pertambangan jenis Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) merupakan salah satu pelaksanaan dari ketentuan Pasal 169 juncto Pasal 171 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba. UU ini mengamanatkan bahwa KK dan PKP2B yang ada sebelum berlakunya UU Nomor 4 Tahun 2009 tetap berlaku sampai jangka waktu kontrak atau perjanjian berakhir namun perlu dilakukan penyesuaian. Renegosiasi dilakukan terhadap 110 perusahaan pemegang kontrak yang terdiri atas 36 perusahaan pemegang KK dan 74 perusahaan pemegang PKP2B. Renegosiasi dilakukan terhadap 6 isu strategis, meliputi: (1) Luas Wilayah; (2) Perpanjangan Kontrak; (3) penerimaan negara/royalti; (4) kewajiban pengolahan dan pemurnian; (5) kewajiban divestasi; serta (6) kewajiban penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri. Hasil renegosiasi yang telah dilakukan oleh Tim Evaluasi terhadap perusahaan pemegang KK dan PKP2B dapat dilihat pada tabel berikut : No Rincian Setuju Setuju Sebagian Belum Tidak Total Seluruhnya Setuju Renegosiasi 1 KK PKP2B Sumber : Kemenko Perekonomian RI. Beberapa isu strategis yang belum disetujui oleh perusahaan pemegang KK dan PKP2B diantaranya : Yayasan Transparansi Sumberdaya Ekstraktif Sekretariat Nasional : Jl. Intan No.81, Cilandak Barat, Jakarta Selatan 12430, INDONESIA T/F : E:sekretariat@pwyp- indonesia.org indonesia.org
6 (1) Luas wilayah, dimana perusahaan pemegang KK yang memiliki luas wilayah kerja di atas Ha dan perusahaan pemegang PKP2B dengan luas wilayah di atas Ha, belum setuju untuk dilakukan perubahan luas wilayah kerja. (2) Penerimaan negara, dimana perusahaan meminta agar pengenaan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) dan pajak lainnya tetap berdasarkan KK dan PKP2B (Nailed Down), sedangkan Pemerintah meminta hanya PPh Badan saja yang bersifat nailed down, sedangkan untuk jenis pajak lainnya serta prosedur perpajakannya menganut azas Prevailing Law. Sedangkan menyangkut royalti, tarifnya akan disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012, tentang jenis dan tarif PNBP yang berlaku pada Kementerian ESDM. (3) Kewajiban pengolahan dan pemurnian (hilirisasi). Sebagian besar perusahaan masih enggan dalam pelaksanaan hilirisasi, karena mengaku masih mendapat hambatan yang menyangkut kebutuhan investasi yang besar, jaminan pasokan bahan baku, serta ketersediaan pasokan energi. (4) Kewajiban Divestasi. Sebagian perusahaan keberatan terhadap pelaksanaan divestasi khususnya menyangkut jumlah sahan yang harus didivestasi sebesar 51% sebagaimana diatur dalam PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba. Disamping itu, perlu adanya ketegasan kewajiban divestasi bagi perusahaan yang terintegrasi antara tambang dengan pengolahan dan pemurnian. Proses renegosiasi KK dan PKP2B tersebut harus terus didorong dan dilakukan oleh Pemerintah terhadap pihak pemegang Kontrak agar tercapai keseimbangan dan aspek keadilan terpenuhi bagi seluruh pelaku industri pertambangan mineral dan batubara di tanah air. Terlebih beberapa pasal menyangkut penerimaan negara (seperti royalti dan pajak) yang selama ini tertera di KK dan PKP2B relatif masih kecil dibanding dengan efek eksternalitas dari kegiatan pertambangan tersebut bagi masyarakat. Aspek kepemilikan oleh pelaku usaha dalam negeri pada isu divestasi serta hilirisasi juga merupakan isu krusial, mengingat kepentingan nasional untuk memastikan manfaat sebesar- besarnya pengelolaan sumberdaya ekstraktif mineral dan batubara untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Jakarta, 31 Desember 2013 Publish What You Pay Indonesia Maryati Abdullah Koordinator Nasional CP : Twitter : MaryatiAbdullah
Inception Report. Pelaporan EITI Indonesia KAP Heliantono & Rekan
Inception Report Pelaporan EITI Indonesia 2015 KAP Heliantono & Rekan AGENDA Pendekatan dan Metodologi Ruang Lingkup Laporan EITI 2015 Hasil Kerja dan Tanggal Kunci Permasalahan dan Rekomendasi Status
Lebih terperinciGambaran Ruang Lingkup LAPORAN EITI 2014
Gambaran Ruang Lingkup LAPORAN EITI 2014 Maryati Abdullah Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia Dipresentasikan dalam FGD EITI Indonesia Kemenko Perekonomian RI Banjarmasin, 15 September
Lebih terperinciOleh Rangga Prakoso dan Iwan Subarkah
Oleh Rangga Prakoso dan Iwan Subarkah JAKARTA. PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) bersedia mencabut gugatan ke mahkamah arbitrase internasional jika pemerintah memberikan keringanan bea keluar. Kebijakan itu
Lebih terperinciKerangka Acuan Pemilihan Wakil Masyarakat Sipil dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia Periode
Kerangka Acuan Pemilihan Wakil Masyarakat Sipil dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia Periode 2017-2020 A. Pendahuluan Indonesia telah berkomitmen dalam melaksanakan inisiatif global untuk transparansi di
Lebih terperinciPelaksanaan EITI (Extractive Industries Transparency Initiative) di Indonesia. Sekretariat EITI Indonesia 8 Oktober 2015
Pelaksanaan EITI (Extractive Industries Transparency Initiative) di Indonesia Sekretariat EITI Indonesia 8 Oktober 2015 Outline Presentasi Gambaran Umum Industri Ekstraktif di Indonesia EITI Indonesia
Lebih terperinciKerangka Acuan. Semiloka Pelaksanaan Transparansi dan Upaya Perbaikan Tata Kelola Industri Ekstraktif di Indonesia
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA Jl. Lapangan Banteng Timur No 2-4 Jakarta 10710 - Indonesia Telepon. 3500901; Fax. 3521967 Kerangka Acuan Semiloka Pelaksanaan Transparansi
Lebih terperinciPelaksanaan EITI (Extractive Industries Transparency Initiative) di Indonesia. Sekretariat EITI Indonesia 25 Agustus 2015
Pelaksanaan EITI (Extractive Industries Transparency Initiative) di Indonesia Sekretariat EITI Indonesia 25 Agustus 2015 Outline Presentasi Gambaran Umum Industri Ekstraktif di Indonesia EITI Indonesia
Lebih terperinciPROGRES PELAKSANAAN EITI DI INDONESIA
PROGRES PELAKSANAAN EITI DI INDONESIA Sekretariat EITI FGD Dana Bagi Hasil Jogjakarta, 7 Agustus 2017 Outline Pendahuluan Pelaksanaan EITI Dana Bagi Hasil Profil DBH 2010-2014 Pendahuluan Pendahuluan Extractives
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG TRANSPARANSI PENDAPATAN NEGARA DAN PENDAPATAN DAERAH YANG DIPEROLEH DARI INDUSTRI EKSTRAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDini Hariyanti.
Dini Hariyanti dinih@jurnas.co.id PEMERINTAH dalam hal ini Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) mengakui pendataan di sektor pertambangan belum sepenuhnya tersusun berbasis teknologi
Lebih terperinciDRAFT. Pelaporan EITI Indonesia KAP Heliantono & Rekan
DRAFT Pelaporan EITI Indonesia 2015 KAP Heliantono & Rekan AGENDA Standar EITI 2016 dan Pembahasan dalam Laporan EITI 2015 Pembahasan Penting Lainnya dalam Laporan Kontekstual Pending data Matrix Standar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting terhadap tercapainya target APBN yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan salah satu unsur penerimaan negara yang masuk di dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Lebih terperinciCATATANKEBIJAKAN. Peta Jalan Menuju EITI Sektor Kehutanan. No. 02, Memperkuat Perubahan Kebijakan Progresif Berlandaskan Bukti.
No. 02, 2013 CATATANKEBIJAKAN Memperkuat Perubahan Kebijakan Progresif Berlandaskan Bukti Peta Jalan Menuju EITI Sektor Kehutanan (Program: Working Toward Including Forestry Revenues in the Indonesia EITI
Lebih terperinciREKOMENDASI LAPORAN EITI INDONESIA DAN TINDAKLANJUTNYA SEKTOR MIGAS
No. 1. REKOMENDASI LAPORAN EITI INDONESIA 2012- SEKTOR MIGAS Issue Rekomendasi K/L Tidak Lanjut Informasi tentang koordinat wilayah kerja - Informasi tentang koordinat agar bisa diakses publik tanpa bayar.
Lebih terperinciOPEN DATA + INDUSTRI EKSTRAKTIF. Transparansi dan Akuntabilitas Penerimaan dan Belanja di Sektor Sumberdaya Ekstraktif
OPEN DATA + INDUSTRI EKSTRAKTIF Transparansi dan Akuntabilitas Penerimaan dan Belanja di Sektor Sumberdaya Ekstraktif Transformasi Industri Ekstraktif Melalui Open Data Indonesia, bangsa yang dulunya masih
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG TRANSPARANSI PENDAPATAN NEGARA DAN PENDAPATAN DAERAH
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG TRANSPARANSI PENDAPATAN NEGARA DAN PENDAPATAN DAERAH YANG DIPEROLEH DARI INDUSTRI EKSTRAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciMembedah Laporan EITI KAP SUKRISNO SARWOKO & SANDJAJA
Membedah Laporan EITI KAP SUKRISNO SARWOKO & SANDJAJA Agenda 1 2 3 4 Apa itu EITI Komponen dalam Laporan EITI Penerapan Standar EITI 2013 dan Dampak Terhadap Laporan Signifikansi Laporan EITI terhadap
Lebih terperinciKontribusi Ekonomi Nasional Industri Ekstraktif *) Sekretariat EITI
Kontribusi Ekonomi Nasional Industri Ekstraktif *) Sekretariat EITI *) Bahan disusun berdasarkan paparan Bappenas dan Kemen ESDM dalam Acara Sosialisasi EITI di Jogjakarta, Agustus 2015 2000 2001 2002
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Minyak Bumi dan Gas Alam mengandung asas-asas dari prinsip-prinsip
264 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan : 5.1.1 Syarat-syarat dan ketentuan dalam kontrak EPCI di bidang usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Alam mengandung asas-asas dari prinsip-prinsip unidroit. Peraturan
Lebih terperinciDeputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, SDA dan LH Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, SDA dan LH Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Unit : Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Indikator Terwujudnya
Lebih terperinciKINERJA PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) SUMBER DAYA ALAM NON MIGAS
KINERJA PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) SUMBER DAYA ALAM NON MIGAS Pendahuluan Undang-undang No 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak mendefinisikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Lebih terperinciPELAKSANAAN UU 23 TAHUN 2014 DI PROVINSI JAWA TIMUR
DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TIMUR PELAKSANAAN UU 23 TAHUN 2014 DI PROVINSI JAWA TIMUR Disampaikan dalam acara : Sosialisasi Standar EITI 2013 dlam kaitan Pelaksanaan UU 23/2014 tentang
Lebih terperinci2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom
No. 316, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Alokasi, Pemanfaatan dan Harga. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06
Lebih terperinciRAPAT MSG EITI. Sekretariat EITI 20 Februari 2017
RAPAT MSG EITI Sekretariat EITI 20 Februari 2017 Agenda 1. Penyampaian Draft Final Laporan EITI 2. Koordinasi Pelaksanaan Roadmap Beneficial Ownership 3. Rencana Pengembangan EITI Daerah Penyampaian Draft
Lebih terperinciKoalisi Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif SIARAN PERS Untuk diberitakan pada 28 September 2013 dan setelahnya RAKYAT BERHAK TAHU...! KETERTUTUPAN INFORMASI
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 4/DPD RI/I/2013-2014 PERTIMBANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN
Lebih terperinciKEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOTULENSI SOSIALISASI DAN SEMINAR TRANSPARANSI INDUSTRI EKSTRAKTIF INDONESIA
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOTULENSI SOSIALISASI DAN SEMINAR TRANSPARANSI INDUSTRI EKSTRAKTIF INDONESIA Hari/Tanggal : Jumat, 29 Mei 2015 Waktu Tempat Agenda: : 09:00
Lebih terperinciKEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
RISALAH RAPAT TIM PELAKSANA TRANSPARANSI INDUSTRI EKSTRAKTIF INDONESIA 21 Maret 2012, 10:00 to 12:00 WIB, Ruang Rapat, Lantai 4, Gedung AA Maramis II Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Peserta
Lebih terperinciIndonesia for Global Justice (IGJ, Seri Diskusi Keadilan Ekonomi. Menguji Kedaulatan Negara Terhadap Kesucian Kontrak Karya Freeport, Kamis, 13 Juli
Indonesia for Global Justice (IGJ, Seri Diskusi Keadilan Ekonomi. Menguji Kedaulatan Negara Terhadap Kesucian Kontrak Karya Freeport, Kamis, 13 Juli 2017 Pasal 33 UUD 1945 : Bumi dan air dan kekayaan alam
Lebih terperinciOleh : Subdit Analisis Hukum, Ditama Binbangkum
PENGATURAN MENGENAI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DALAM BIDANG PERTAMBANGAN UMUM DI INDONESIA Oleh : Subdit Analisis Hukum, Ditama Binbangkum A. Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan dalam rangka
Lebih terperinciKEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA
KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA Jakarta, 25 Januari 2017 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERI DAN SUMBER DAYA MINERAL DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN II. KEBIJAKAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN
Lebih terperinciBUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG TRANSPARANSI TATA KELOLA PEMERINTAHAN DI BIDANG INDUSTRI EKSTRAKTIF MIGAS DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciDana Bagi Hasil SDA dan Penanggulangan Kemiskinan (Aceh Utara, Indragiri Hulu, Kutai Kartanegara, Bojonegoro, Sumbawa Barat)
Dana Bagi Hasil SDA dan Penanggulangan Kemiskinan (Aceh Utara, Indragiri Hulu, Kutai Kartanegara, Bojonegoro, Sumbawa Barat) Oleh: Meliana Lumbantoruan Program Manager PWYP Indonesia Reformasi Tata Kelola
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN DIREKTORAT PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK PENGELOLAAN PNBP DAN TANTANGAN KEDEPAN
KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN DIREKTORAT PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK PENGELOLAAN DAN TANTANGAN KEDEPAN JAKARTA, 30 NOVEMBER 2017 Landasan Filosofis Pengelolaan Tujuan negara dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pada tahun 2015 pemerintah pusat dan pemerintah daerah diwajibkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 2015 pemerintah pusat dan pemerintah daerah diwajibkan untuk menerapkan standar akuntansi pemerintahan (SAP) berbasis akrual dalam penyusunan dan
Lebih terperinciSosialisasi: Peraturan Menteri ESDM No. 48/2017 tentang Pengawasan Pengusahaan di Sektor ESDM (Revisi atas Permen ESDM No.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Sosialisasi: Peraturan Menteri ESDM. 48/2017 tentang Pengawasan Pengusahaan di Sektor ESDM (Revisi atas Permen ESDM. 42 Tahun 2017) Jakarta, 7 Agustus 2017 #EnergiBerkeadilan
Lebih terperinciLAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG 2014-2015 KOMISI VII DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA 2015 BAGIAN I PENDAHULUAN A. LATAR
Lebih terperinciLaporan EITI ke-4, Tak Hanya Berisi Informasi Industri Ekstraktif Tahun 2014
Maret 2017 Laporan EITI ke-4, Tak Hanya Berisi Informasi Industri Ekstraktif Tahun 2014 Tim Pelaksana EITI telah mempublikasikan Laporan EITI Indonesia keempat yang mencakup laporan penerimaan negara dari
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan sumber
Lebih terperinciLAPORAN EITI INDONESIA
RINGKASAN LAPORAN EITI INDONESIA TAHUN 2010 DAN 2011 Halaman ini sengaja dikosongkan Materi Diseminasi Laporan EITI Indonesia Tahap II, Tahun 2010-2011 Hal 2 / 37 Daftar Isi INISIATIF TRANSPARANSI INDUSTRI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan tax ratio secara bertahap dengan memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan ekonomi dunia. Peningkatan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tujuan negara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tujuan negara dibiayai dari penerimaan negara yang berasal dari pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak
Lebih terperinciPemerintah Memastikan Larangan Ekspor Mineral Mentah
JAKARTA, KOMPAS. Pemerintah memastikan tetap konsisten melarang ekspor mineral mentah pada 12 Januari 2014. Pelarangan itu merupakan langkah untuk meningkatkan nilai tambah mineral. Wakil Menteri Energi
Lebih terperinciI. UMUM. Saldo...
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2010 I. UMUM Dalam rangka mendukung
Lebih terperinciWILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi
WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 telah
Lebih terperinciMenyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi
Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Selasa, 20 Mei 2014 INDEF 1 Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi
Lebih terperinciNOTULEN RAPAT TIM PELAKSANA EITI. : Pembahasan Rencana Kerja EITI : IMA : Syahrir AB APBI-ICMA : Marvin Gilbert Pertamina : Ahlif NK
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA Jl. Lapangan Banteng Timur No 2-4 Jakarta 10710 Indonesia Telepon.3500901; Fax. 3521967 NOTULEN RAPAT TIM PELAKSANA EITI Hari/Tanggal Waktu
Lebih terperinci2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und
No.1589, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Harga. Pemanfaatan. Penetapan Lokasi. Tata Cara. Ketentuan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciOleh Rangga Prakoso. Batasan Ekspor Mineral Diperlonggar
Oleh Rangga Prakoso JAKARTA. Revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) akan memuat perlakuan khusus bagi perusahaan
Lebih terperinciPENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM
PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT PEMBINAAN PROGRAM MINERAL DAN
Lebih terperinciA. RENEGOSIASI KONTRAK KARYA (KK) / PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA (PKP2B)
Kepada Rekan-Rekan Media Untuk mendapatkan kesamaan persepsi di antara kita tentang Pertambangan Indonesia, bersama ini saya sampaikan Press Release API IMA, tentang : A. RENEGOSIASI KONTRAK KARYA (KK)
Lebih terperinciTarif atas jenis PNBP ditetapkan dengan memperhatikan :
CATATAN ATAS PENGELOLAAN PNBP BERDASARKAN TEMUAN BPK PADA LKPP 2010 PENDAHULUAN PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan Tarif atas Jenis PNBP ditetapkan
Lebih terperinciMenggali Kehancuran di Sunda Kecil
Menggali Kehancuran di Sunda Kecil Pantauan Masyarakat Sipil atas Korsup Minerba di NTT dan NTB Koalisi Anti-Mafia Tambang, Kupang 3 Juni 2015 Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Konservasi yang Dibebani Izin
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.851, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. DBH. SDA Migas. Tahun Anggaran 2011. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 222/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL
Lebih terperinciYang Terhormat: Sulawesi Tengah
SAMBUTAN PIMPINAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM KEGIATAN RAPAT MONEV KOORDINASI DAN SUPERVISI GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM SEKTOR KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN MAKASSAR, 26 AGUSTUS 2015
Lebih terperinciBAB V PENUTUP Salah satu hal yang diharapkan akan memberikan kontribusi nyata bagi kepentingan nasional dalam UU Minerba adalah adanya kewajiban
BAB V PENUTUP Salah satu hal yang diharapkan akan memberikan kontribusi nyata bagi kepentingan nasional dalam UU Minerba adalah adanya kewajiban perusahaan tambang seperti Freeport untuk mengolah dan memurnikan
Lebih terperinciKEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN
KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN Disampaikan pada Diklat Evaluasi RKAB Perusahaan Pertambangan Batam, Juli 2011 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Lebih terperinciRENCANA PEMBERIAN PENGHARGAAN TRANSPARANSI INDUSTRI EKSTRAKTIF. Sekretariat EITI 12 Januari 2017
RENCANA PEMBERIAN PENGHARGAAN TRANSPARANSI INDUSTRI EKSTRAKTIF Sekretariat EITI 12 Januari 2017 Latar Belakang Penyusunan Laporan EITI merupakan salah satu persyaratan utama dari keanggotaan Indonesia
Lebih terperinciKEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN
KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN Kementerian Perdagangan Januari 2017 1 Dasar Hukum Peningkatan Nilai Tambah UU 4/2009 Pasal 103: Kewajiban bagi Pemegang IUP dan IUPK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap organisasi tidak terkecuali pemerintah memerlukan suatu alat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi tidak terkecuali pemerintah memerlukan suatu alat pengendalian yang berfungsi sebagai alat untuk mengelola organisasi secara efektif dalam
Lebih terperinci2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran
No.851, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. DBH. SDA Migas. Tahun Anggaran 2011. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 222/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Kondisi umum Tujuan dan Sasaran Strategi 1 Rencana Strategis Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
BAB I PENDAHULUAN Sesuai dengan tema RPJMN Tahun 2015-2019 atau RPJM ke-3, yaitu: Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Good Governance and Clean Government) adalah kontrol dan. pelaksana, baik itu secara formal maupun informal.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aspek yang paling penting dalam tata pemerintahan yang baik (Good Governance and Clean Government) adalah kontrol dan pengawasan yang memadai terhadap fungsi
Lebih terperinciHARAPAN PELAKU USAHA KEPADA PEMERINTAH BARU
HARAPAN PELAKU USAHA KEPADA PEMERINTAH BARU Disampaikan pada : INDONESIA MINING OUTLOOK 2015 The Ritz Carlton - Jakarta, 28 Januari 2015 Supriatna Suhala Direktur Eksekutif APBI-ICMA PENDAHULUAN 2 PENDAHULUAN
Lebih terperinciMISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN
SENGKARUT TAMBANG MENDULANG MALANG Disusun oleh Koalisi Anti Mafia Hutan dan Tambang. Untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten. Jakarta, 22 April 2015 MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN No Daerah Hutan Konservasi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 17/PMK.07/2009 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 17/PMK.07/2009 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN MINYAK BUMI DAN GAS BUMI TAHUN ANGGARAN 2009 MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciWritten by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13
RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 Jakarta, 5-7 Februari 2014 Rapat Kerja dengan tema Undang-Undang Perindustrian Sebagai Landasan Pembangunan Industri Untuk Menjadi Negara
Lebih terperinciLaporan dan Ulasan Seri Diskusi Keadilan Ekonomi -Indonesia for Global Justice- 24 Februari 2017
Laporan dan Ulasan Seri Diskusi Keadilan Ekonomi -Indonesia for Global Justice- 24 Februari 2017 FREEPORT DAN ANCAMAN GUGATAN ISDS 1. RIWAYAT DAN KONDISI TERKINI Freeport-McMoran Inc melakukan penambangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maju dan sejahtera. Dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang secara terus menerus melakukan pembangunan untuk dapat menjadi negara yang maju dan sejahtera. Dalam rangka
Lebih terperinciRechtsVinding Online. menjadikan Migas merupakan bagian dari sumber daya alam yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya
Kaji Ulang Penawaran Participating Interest Bagi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Dalam Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) Oleh: Muhammad Yusuf Sihite * Naskah diterima: 20 Januari 2016; disetujui:
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN KERJA GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM (SDA) INDONESIA SEKTOR PERTAMBANGAN MINERBA
KERANGKA ACUAN KERJA GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM (SDA) INDONESIA SEKTOR PERTAMBANGAN MINERBA I. Latar Belakang Sumberdaya mineral dan batubara merupakan salah satu sumber daya alam (natural
Lebih terperinciPENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) I. Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN POKOK PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN POKOK PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mempercepat proses
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 226/PMK.07/2008 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM TAHUN ANGGARAN 2008
Page 1 of 5 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 226/PMK.07/2008 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN,
Lebih terperinciCAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017
CAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017 #energiberkeadilan Jakarta, 9 Agustus 2017 LANDMARK PENGELOLAAN MINERBA 1 No Indikator Kinerja Target 2017 1 Produksi Batubara 477Juta Ton 2 DMO
Lebih terperinciDesain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015
Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015 Sudah lebih dari 2 (dua) tahun tepatnya 13 November
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,
Lebih terperinciMenteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015
Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Yth. : Para Pimpinan Redaksi dan hadirin yang hormati;
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 134 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG
Lebih terperinciSUARA TAMBANG. Amanat Undang-undang Dasar 1945, bumi dan air diperuntukkan. Hutang Pajak Migas, Menanti Ketegasan Direktorat Jenderal Pajak
SUARA TAMBANG Mendorong Transparansi Industri Ekstraktif Indonesia PENGANTAR Hutang Pajak Migas, Menanti Ketegasan Direktorat Jenderal Pajak Amanat Undang-undang Dasar 1945, bumi dan air diperuntukkan
Lebih terperinciBrief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil
Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil A. Konteks Sejak diberlakukan pada tahun 2001, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU 22/2001) telah tiga kali dimintakan
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBUKU PEGANGAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM
BUKU PEGANGAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM DIREKTORAT DANA PERIMBANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN TAHUN ANGGARAN 2017 KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. Ekplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN DIREKTORAT PENERIMAAN NEGARA DAN BUKAN PAJAK
Dasar Hukum: 1 Undang-undang APBN dan Peraturan Pelaksanaannya 2 Undang-undang No. 44 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 3 Undang-undang No. 8 tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan
Lebih terperinciANALISA TERHADAP OPINI DISCLAIMER BPK-RI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP) TAHUN 2007
ANALISA TERHADAP OPINI DISCLAIMER BPK-RI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP) TAHUN 2007 Abstrak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali memberikan opini disclaimer atas Laporan Keuangan Pemerintah
Lebih terperinciDATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DATA POKOK -P 2007 DAN -P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 :, 2007 dan 2008......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995 2008...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam menjalankan peran pemerintahan. Pajak menjadi pemegang andil terbesar dalam pembangunan di seluruh
Lebih terperinciAKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian
AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.
Lebih terperinciEITI Dalam Rangka Pembangunan Berkelanjutan Yang Transparan dan Akuntabel
EITI Dalam Rangka Pembangunan Berkelanjutan Yang Transparan dan Akuntabel Ronald Tambunan Sekretariat EITI Indonesia Disampaikan dalam Acara Workshop Jurnalis dengan tema Implementasi EITI dan Perbaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batubara menempati posisi strategis dalam perekonomian nasional. Penambangan batubara memiliki peran yang besar sebagai sumber penerimaan negara, sumber energi
Lebih terperinciTINJAUAN HASIL LAPORAN EITI SEKTOR MIGAS TAHUN Disampaikan oleh : Direktur Pembinaan Program Migas
DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI TINJAUAN HASIL LAPORAN EITI SEKTOR MIGAS TAHUN 2012-2013 Disampaikan oleh : Direktur Pembinaan Program Migas Pada Acara Sosialisasi & Seminar EITI Meningkatkan Partisipasi
Lebih terperinciSUARA TAMBANG. Keinginan pemerintah Republik Indonesia untuk. Renegosiasi Kontrak Tambang, Soal Keberanian Pemimpin?
SUARA TAMBANG Mendorong Transparansi Industri Ekstraktif Indonesia PENGANTAR Renegosiasi Kontrak Tambang, Soal Keberanian Pemimpin? Keinginan pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan renegosiasi kontrak
Lebih terperinciRAPAT DENGAR PENDAPAT BADAN PERTANAHAN NASIONAL RI DENGAN KOMISI II DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI. Kamis, 8 Maret 2012
RAPAT DENGAR PENDAPAT BADAN PERTANAHAN NASIONAL RI DENGAN KOMISI II DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI Kamis, 8 Maret 2012 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh; Selamat malam, salam sejahtera bagi kita
Lebih terperinciSOSIALISASI DAN SEMINAR EITI PERBAIKAN TATA KELOLA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERBA
SOSIALISASI DAN SEMINAR EITI PERBAIKAN TATA KELOLA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERBA Oleh : Direktur Pembinaan Program Minerba Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM Denpasar, 25
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang terus mengupayakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang terus mengupayakan pembangunan nasional disegala sektor. Upaya pembangunan tersebut didanai dari penerimaan
Lebih terperinciDATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DATA POKOK -P DAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : dan.......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan, 1994/1995.........
Lebih terperinciFORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015
RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi (migas) di tanah air memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari struktur perekonomian fiskal
Lebih terperinci