BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Data sekunder terkait dengan sanitasi di kabupaten Cilacap umumnya berada di tingkat kabupatan dan tidak mampu dipecah ke dalam tingkat Desa/ Kelurahan. Selain itu, data terkait dengan sanitasi berada dalam database yang berbeda-beda, di setiap instansi dan tersebar di berbagai sektor. Oleh karena keterbatasan data sekunder yang ada tersebut, maka untuk melengkapi data sanitasi digunakan data primer tentang potret kondisi sanitasi dan perilaku masyarakat. Data primer tersebut didapatkan dari Survei Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan ( Environmental Health Risk Assessment EHRA). Studi EHRA dilakukan untuk mendapatkan data representatif tentang diskripsi kondisi sanitasi tingkat kota dan kecamatan, sekaligus dapat dijadikan panduan dasar bagi pemahaman kondisi tingkat kelurahan, sekaligus untuk memecah persoalan keterbatasan data. Studi EHRA merupakan studi untuk mendalami kondisi sanitasi dan perilaku yang berhubungan dengan sanitasi di tingkat rumah tangga. Hasil studi EHRA diharapkan dapat memberikan deskripsi kondisi sanitasi dari aspek fisik/ bangunan mapun pengetahuan, sikap dan perilaku, yang berisiko terhadap kondisi kesehatan rumah tangga atau warga lainnya. Kondisi sanitasi atau sarana sanitasi tersebut antara lain: sumber air minum, saluran pembuangan dan grey water (tinja manusia dan dapur/ mandi), penanganan sampah rumah tangga, perilaku higinitas, serta bahasan mengenai risiko sanitasi. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

2 1.2. Perumusan Masalah Data sanitasi yang tersedia masih dalam skala Kabupaten atau belum sampai tingkat kelurahan/desa dan pengelolaan data tidak terintegrasi secara baik Tujuan Tujuan utama studi EHRA adalah untuk mendapatkan data primer tentang kondisi sanitasi Kabupaten Cilacap, khususnya yang memiliki konsekuensi pada resiko kesehatan lingkungan Manfaat Studi EHRA Manfaat studi EHRA antara lain: 1. Sebagai salah satu bahan urun rembug dan pengambilan keputusan dan sekaligus sebagai tolok ukur keberhasilan program sanitasi di tingkat desa/kelurahan di Kabupaten Cilacap. 2. Sebagai salah satu bahan penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten, perencanaan program-program pengembangan sanitasi di Kabupaten dan tolok ukur keberhasilan program sanitasi di Kabupaten Cilacap. 3. EHRA menjadi salah satu bahan pengambilan keputusan di tingkat nasional. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

3 BAB I I METODOLOGI 2.1. Metode penelitian yang digunakan dalam studi EHRA Studi EHRA merupakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan gabungan kuantitatif-kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan karena metode yang digunakan dalam studi EHRA adalah metode survei, menggunakan teknik sampling probability dan instrumen pengambilan data kuesioner. Pendekatan kualitatif merupakan suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15). Studi EHRA memberikan informasi kualitatif tentang kondisi sarana sanitasi yang ada, serta masyarakat pengguna sanitasi tersebut Teknik Sampling Sampel atau contoh adalah wakil dari populasi yang ciri-cirinya akan diungkapkan dan akan digunakan untuk menaksir ciri-ciri populasi. Oleh karena itu, jika kita menggunakan sampel sebagai sumber data, maka data yang diperoleh adalah ciri-ciri sampel bukan ciri-ciri populasi, tetapi ciri-ciri sampel itu harus dapat digunakan untuk menaksir populasi. Data yang diperoleh dari sampel harus dapat digunakan untuk menaksir populasi, maka dalam mengambil sampel dari populasi tertentu kita harus benar-benar bisa mengambil sampel yang dapat mewakili populasinya atau disebut sampel representatif. Sampel representatif adalah sampel yang memiliki ciri karakteristik yang LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

4 sama atau relatif sama dengan ciri karakteristik populasinya. Tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari populasi tertentu sangat tergantung pada jenis sampel yang digunakan, ukuran sampel yang diambil, dan cara pengambilannya. Cara atau prosedur yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi tertentu disebut teknik sampling. Pemilihan teknik pengambilan sampel merupakan upaya penelitian untuk mengambil. Teknik sampling sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1. Probability Sampling (Random Sample) 2. Non Probability Sampling (Non Random Sample) Teknik Sampling yang digunakan dalam studi EHRA adalah Random Sample dengan menggabungkan antara teknik random multistage (bertingkat) dan random systematic. Sampel studi EHRA diambil dari 78 Desa/Kelurahan dari 24 Kecamatan di Kabupaten Cilacap Pengumpulan Data Jenis dan Sumber Data Berdasarkan sumbernya, data dibagi menjadi: a. Data Primer: Data yang diusahakan/didapat oleh peneliti b. Data Sekunder: Data yang didapat dari orang/instansi lain Data Sekunder studi EHRA didapatkan dari studi literatur dan data dari instansi penyedia data yang dibutuhkan. Data primer studi EHRA didapatkan dari kuesioner dan observasi lapangan. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

5 2.3.2 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam penelitian. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data erat kaitannya dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan. Pemilihan teknik dan alat pengumpulan data perlu mendapat perhatian yang cermat. Alat/instrumen pengumpulan data yang baik, menghasilkan data yang berkualitas. Kualitas data menentukan kualitas penelitian. Teknik pengumpulan data sebagai bahan pembuatan laporan studi EHRA yaitu: wawancara (dengan instrumen kuesioner) dan observasi. Wawancara, menurut Afriani (2009) merupakan alat recheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut. Bungin (2007: 1 15) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur. Observasi yang dilakukan dalam studi EHRA adalah Observasi tidak berstruktur, yaitu observasi yang dilakukan tanpa menggunakan guide observasi. Pada observasi ini peneliti atau pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu objek. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

6 2.4. Tahap Pelaksanaan Persiapan desain dan instrumen EHRA Instrumen adalah alat untuk mengumpulkan data yang berupa angket atau kuestioner (Kountur, 2004, 113). Pengumpulan data studi EHRA menggunakan kuesioner, sehingga desain kuesioner perlu untuk dibuat agar jawaban pertanyaan dalam kuesioner dapat menggambarkan kondisi sanitasi Pemilihan dan penentuan enumerator dan supervisor Enumerator sudi EHRA berasal dari kader Pos Yandu/PKK dari 78 Desa/Kelurahan di Kabupaten Cilacap yang menjadi lokasi studi EHRA. Supervisor berasal dari anggota petugas Sanitarian Puskesmas kecamatan setempat Pelatihan enumerator dan supervisor Pelatihan dilakukan agar enumerator dan supervisor mengetahui dan memahami studi EHRA. Pelatihan tersebut berisi sejumlah topik, antara lain: 1) pemahaman tentang konseptual kerangka kerja isu air, sanitasi dan higiene, 2) Teknik wawancara dan pengamatan/observasi, 3) pemahaman tentang kuesioner EHRA yang mencakup penjelasan dan pembacaan kuesiner, serta praktiknnya Pelaksanaan pengumpulan data oleh enumerator Pengumpulan data dilakukan oleh enumerator kepada responden dengan melakukan wawancara dan pengamatan sesuai pertanyaan dan petunjuk yang ada pada kuesioner. Wawancara dilakukan kurang lebih selama 30 menit/responden. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

7 2.4.5 Monitoring dan cross check lapangan oleh supervisor Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena beberapa hal, antara lain subjektivitas peneliti merupakan hal yang dominan dalam penelitian kualitatif. Alat penelitian kualitatif adalah wawancara dan observasi. Alat penelitian ini mengandung banyak kelemahan, karena dilakukan secara terbuka dan tanpa kontrol. Sumber data kualitatif dari hasil wawancara yang kurang credible akan berpengaruh terhadap hasil akurasi penelitian. Oleh karena itu dilakukan spot check yang dilakukan secara acak oleh supervisor tingkat kecamatan,pada masingmasing desa/kelurahan dengan mengambil sample secara acak dari kuesioner yang telah dikumpulkan Koordinasi hasil pendataan dan cross check Koordinasi dan cross check dilakukan untuk menghindari kesalahan sistimatis. Pokja melakukan Spot check sebagai quality control dengan membentuk tim untuk mendatangi 5% rumah yang telah di survei untuk melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan. Hasil spot check dapat digunakan untuk menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi sesuai standar yang ditentukan. Hasil Spot Check digunakan juga sebagai quality control pada tahap entri data, apakah hasil entri data dan spot check menunjukkan hasil yang sama Entri data Entri data dilakukan untuk memindahkan data dari kuesioner ke dalam bentuk file. Entri data dilakukan oleh tenaga entry, rata-rata satu kuesioner memerlukan waktu menit. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

8 2.4.8 Data Cleaning Pembersihan/data cleaning dilakukan sebelum data dianalisis, pembersihan data mencakup pembersihan terhadap tidak ada data (missing value), pilihan diluar opsi, dan salah pilih. Secara sederhana pembersihan dilakukan dengan analisis frekuensi dan tabel silang Pengolahan data dan analisis data Setelah data diperoleh peneliti menganalisais secara kualitatif melalui tiga tahapan: a. Klasifikasi data b. Interpretasi data c. Analisis data Teknik analisis yang diterapkan adalah teknik statistik deskriptif sederhana seperti persentase dan frekuensi. Analisis statistik yang diterapkan berdasarkan pada satuan rumah tangga. Hasil analisis data EHRAmerupakan analisis diskriptif kondisi santasi Kabupaten Cilacap yang disajikan dalam bentuk diagram dan narasi Penyusunan laporan awal Penyusunan dan penulisan laporan dilakukan setelah analisis data selesai. Setelah penyusunan laporan selesai, maka publikasi buku putih dilakukan untuk mendapatkan masukan dari stakeholders dan masyarakat. Revisi dalam penyusunan laporan dilakukan setelah mendapatkan koreksi dari pokja dan masukan dari hasil publikasi studi EHRA Waktu Pelaksanaan LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

9 Studi EHRA dilaksanakan mulai dari bulan September sampai dengan bulan November 2014, dimulai dari tahap persiapan, pelatihan EHRA, pelaksanaan survey, entri data, analisis, sampai dengan penulisan laporan. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

10 BAB III KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN Studi EHRA menggunakan responden yang berasal dari kelompok ibu-ibu rumah tangga. Kelompok ibu-ibu rumah tangga dipilih menjadi responden dengan asumsi ibu lebih mengetahui kondisi sanitasi dan dapat mewakili anggota keluarga lain. Variabel sosio-demografis yang digunakan dalam studi EHRA yang terkait dengan karakteristik rumah tangga/responden antara lain: jumlah anggota rumah tangga, usia anak yang termuda (balita), status kepemilikan rumah, dan lahannya, serta ketersediaan kamar untuk disewakan. Jumlah anggota rumah tangga berhubungan dengan kebutuhan kapasitas sanitasi, semakin banyak jumlah anggota rumah tangga, makin besar pula kapasitas yang dibutuhkan. Usia anak termuda dapat menggambarkan besaran populasi dengan resiko paling tinggi atau yang kerap dikenal dengan istilah population at risk. Balita merupakan segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air ( waterbome diseases), kebersihan diri dan lingkungan. Rumah tangga yang memiliki balita akan memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi di bandingkan rumah tangga yang tidak memiliki balita Usia Responden Responden difokuskan pada ibu atau perempuan yang telah menikah atau cerai atau janda yang berusia tahun. Pembatasan usia ini diberlakukan secara fleksibel, terutama pada pelaksanaan studi yang dilakukan pada masyarakat. Hal ini tergantung pada penilaian Karang Taruna sebagai enumerator yang banyak menentukan respondennya. Terkait dengan usia responden, bilamana ditemukan usia responden melebihi batas atas 55 tahun LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

11 dan respondenen tersebut masih terlihat cukup merespon pertanyaan- tersebut pertanyaan dari enumerator, maka calon responden dipertimbangkan dapat masuk dalam prioritas responden. Sebaliknya, meskipun usia responden belum mencapai 55 tahun, apabila performa komunikasinya kurang memadai maka ibu itu dapat dikeluarkan dari daftar calon responden. Salah satu contoh wawancara yang dilakukan oleh enumerator kepada responden, seperti terlihat dalam Gambar 3.1. Gambar 3.1. Wawancara Enumerator dengann Responden Foto wawancara Sumber: Foto lapangan, September 2014 LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

12 Gambar 3.2. Diagram Usia Ibu/Responden ΣResponden= 3.900, bobot, Filter- wawancara, jawaban tunggal; A4 Usia responden USIA RESPONDEN 12.69% 2.98% 21.54% 30.48% 32.31% >56 Sumber: analisis data EHRA Tahun 2014 Berdasarkan Gambar 3.2, sebagian besar responden berusia antara tahun, yaitu sebesar 32,31% dari total responden. Urutan kedua usia ibu yang menjadi responden berusia tahun, sekitar 30,48% dari total responden. Sementara ibu dengan usia 26 35, yaitu sebesar 21,54%. Usia ibu lebih dari 55 tahun namun dapat diprioritaskan sebagai responden sebesar 12,69%. Proporsi terkecil usia ibu sebagai responden adalah ibu dengan rentangan umur termuda tahun sebesar 2,98% dari total responden. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

13 3.2. Jumlah Anggota Rumah Tangga Gambar 3.3 menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam rumah persentasenya hampir sama antara yang jumlahnya kurang dari 4 orang dan yang jumlahnya 4 orang, yaitu 30 %. Sedangkan yang jumlah anggota keluarganya di atas 4 orang persentasenya lebih besar yaitu 40 %. Jumlah keluarga yang tinggal dalam sebuah rumah berkaitan dengan kebutuhan fasilitas sanitasi dalam rumah tersebut. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka semakin besar pula kapasitas kebutuhan fasilitas sanitasi. Berdasarkan gambar 3.3 jumlah anggota keluarga diatas empat orang di Kabupaten Cilacap persentasenya paling besar, hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga tersebut memiliki kebutuhan fasilitas sanitasi dalam ukuran kapasitas yang lebih besar. Gambar Diagram Jumlah Anggota Rumah Tangga ΣResponden= 3.900, bobot, Filter- wawancara, jawaban tunggal; A9 Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah ini? Jumlah Anggota Keluarga 30.38% 39.90% 29.71% diatas 4 orang 4 orang kurang dari 4 orang LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

14 Sumber: analisis data EHRA Tahun Keberadaan Balita Keberadaan balita pada suatu wilayah sangat penting dibandingkan dengan kelompok usia lainnya, karena balita sangat rentan terserang penyakit yang terkait dengan sanitasi yang buruk. Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh sanitasi yang kurang baik serta pembuangan sampah dan air limbah yang kurang baik diantaranya: diare, demam berdarah, disentri, kolera, tiphus, cacingan, dan malaria. Semakin banyak balita yang terserang sakit maka wilayah tersebut semakin rentan. Berdasarkan hasil survei EHRA di Kabupaten Cilacap, gambar 3.4 menunjukkan bahwa 38 % rumah tangga memiliki balita dan sisanya 62 % memiliki anak yang lebih tua atau sudah tidak ada anak yang tinggal dirumah. Gambar 3.4. Diagram Keberadaan Balita ΣResponden= 3.900, bobot, Filter- wawancara, jawaban tunggal A10 Berapa tahun usia anak termuda yang tinggal dirumah ini? Keberadaan Balita 37.69% 62.31% Sumber: analisis data EHRA Tahun 2014 anak balita anak usia diatas 5 th LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

15 3.4. Status Rumah Kondisi kesehatan perumahan dapat berperan sebagai media penularan penyakit diantara anggota keluarga atau tetangga sekitarnya. Hal ini dikarenakan bagi sebagian besar masyarakat rumah merupakan tempat berkumpul dengan semua anggota keluarga dan menghabiskan sebagian besar waktunya dengan beraktifitas di dalam rumah. Dalam studi EHRA ini variabel yang terkait dengan status rumah, seperti kepemilikan dan ketersediaan kamar yang disewakan sangat diperlukan untuk memperkirakan potensi partisipasi warga dalam mengembangkan program sanitasi. Responden yang menempati rumah atau lahan yang bukan milik pribadi diduga kuat memiliki rasa memiliki ( sense of ownership) yang rendah dan cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitar termasuk pemeliharaan fasilitas sanitasi ataupun kebersihan lingkungan. Sebaliknya responden yang menempati rumah atau lahan yang milik pribadi akan cenderung mempunyai rasa memiliki yang lebih tinggi. Hasil kajian ini secara mendasar akan memberikan solusi pendekatan program yang berbeda pada setiap karakteristik yang berbeda pula. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

16 Gambar 3.5 Diagram Status / Rumah ΣResponden= 3.900, bobot, besar populasi kelurahan/desa, Filterwawancara, jawaban tunggal A5 Apa status kepemilikan rumah di rumah yang saat ini ibu tempati? STATUS KEPEMILIKAN RUMAH 8.46% 0.48% 2.02% 0.48% 0.67% 87.88% Milik sendiri Milik orang tua/ keluarga Kontrak/sewa: bulanan Kontrak/sewa: tahunan Dinas/ Instansi/ Jabatan Lainnya (tuliskan) Sumber: analisis data EHRA Tahun 2014 Gambar 3.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa rumah yang mereka tempati adalah rumah milik sendiri (sebesar 87.88%) dan yang masih menempati rumah milik orang tua atau keluarga adalah sebesar 8.46%. Sedangkan yang menempati rumah sewa atau kontrakan, rumah dinas dan lainnya persentasenya sangat kecil Status Kepemilikan Lahan Gambar 3.6 cenderung sama dengan gambar 3.5 ( status kepemilikan rumah), yakni sebagian besar responden menyatakan lahan yang mereka tempati adalah milik sendiri (sebesar 72.12%) dan yang masih menempati lahan milik orang tua sebesar 18.17%. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

17 Sedangkan yang lainnya masih sewa/kontrak, menempati lahan milik instansi dan lainnya (persentasenya sangat kecil). Gambar 3.6. Diagram Status Lahan ΣResponden=3.900, bobot, besar populasi kelurahan/desa, Filterwawancara, jawaban tunggal A6 Apa status kepemilikan lahan /tanah di rumah yang saat ini ibu tempati? 18.17% 5.58% 0.38% STATUS LAHAN 1.25% 2.50% 72.12% Milik sendiri Milik orang tua/ keluarga Kontrak/sewa: bulanan Kontrak/sewa: tahunan Dinas/ Instansi/ Jabatan Lainnya (tuliskan) Sumber: analisis data EHRA Tahun 2014 Responden yang rumahnya dibangun di atas lahan miliknya sendiri akan mempunyai rasa memiliki lebih besar daripada mereka yang membangun rumahnya bukan di lahan milik sendiri. Dengan demikian mereka akan lebih memperhatikan dan menjaga kesehatan lingkungan miliknya sendiri terutama dalam pengadaan/penyediaan fasilitas sanitasi bagi anggota keluarganya Status Kamar yang Disewakan Gambar 3.7 menunjukkan mengenai responden yang memiliki kamar yang disewakan relatif sangat kecil, hanya sekitar 1.54 %. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

18 Mayoritas responden yaitu sekitar % melaporkan tidak memiliki kamar untuk disewakan. Status kamar sewa erat kaitannya dengan sarana dan prasarana sanitasi yang dibutuhkan. Semakin banyak kamar yang disewakan, maka kebutuhan sarana dan prasarana sanitasi akan lebih banyak pula. Ukuran kamar yang disewakan juga harus sesuai dengan standar kesehatan. Gambar 3.7. Diagram Sewa Kamar ΣResponden =3.900, Bobot besar populasi kelurahan, filterwawancara, jawaban tunggal A7 Di rumah ini, apakah ada kamar yang disewakan pada orang lain? STATUS KAMAR DISEWAKAN 1.54% 98.46% Ya Tidak Sumber: analisis data EHRA TAHUN 2014 Untuk mengetahui pembahasan karakteristik rumah tangga responden dari sampel 78 Desa/kelurahan terutama dapat dilihat dari tabel pada halaman lampiran 2. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

19 BAB IV SUMBER AIR BERSIH 4.1. Sumber Air Bersih Rumah yang sehat seharusnya didukung dengan ketersediaan air bersih yang cukup memadai, karena air merupakan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi, baik untuk minum, mandi maupun mencuci. Tidak semua orang/masyarakat dapat menggunakan air bersih bahkan ada sebagian masyarakat yang masih menggunakan air yang tidak bersih untuk keperluan mandi dan mencuci. Hal ini bisa dikarenakan ketersediaan air bersih yang kurang mencukupi, namun juga bisa dikarenakan karakter masyarakatnya yang memang sudah terbiasa menggunakan air yang tidak bersih, seperti air sungai. Air yang tidak bersih dapat menimbulkan berbagai macam penyakit karena di dalam air yang tidak bersih tersebut terkandung beberapa bakteri penyebab penyebab penyakit. Kebutuhan setiap orang akan air bervariasi dan bergantung pada aktivitas, kondisi iklim, standar kehidupan dan kebiasaan masyarakat. Menurut Entjang (2000) di Indonesia jumlah pemakain air per hari per kapita diperkirakan 100 liter/hari/kapita, dengan perincian 5 liter untuk minum, 5 liter untuk memasak, 10 liter untuk membersihkan dan mencuci, 30 liter untuk mandi dan 45 liter untuk ke kakus. Kandungan zat kimia, zat-zat radio aktif alami dan kandungan mikrobiologi di dalam air sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Selain kualitas air ketersediaan sumber air untuk memenuhi kebutuhan hidup harus terpenuhi, karena penyakit akan mudah timbul di masyarakat jika ketersediaan air terbatas. Gambar 4.1 dan 4.2 merupakan contoh sumber air bersih yang digunakan warga. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

20 Gambar 4.1. Sumber air yang terlindungi foto Sumber: foto lapangan,otober 2010 Gambar 4.2. Sumber air yang tidak terlindungi foto Sumber: foto lapangan,otober 2010 Studi EHRA menggunakan beberapa variabel untuk mengetahui kondisi akses sumber air bersih dalam rumah tangga di Kabupaten Cilacap, antara lain: 1) Jenis sumber air yang digunakan rumah tangga, 2) Keamanan sumber air, dan 3) Kelangkaan air yang dialami rumah tangga dari sumber tersebut, serta mempelajari kelangkaan yang dialami rumah tangga dalam rentang waktu dua minggu terakhir. Kelangkaan diukur dari tidak tersedianya sumber air bersih dalam rumah tangga atau tidak bisa digunakannya air yang keluar dari sumber air utama. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

21 Variabel tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat resiko kesehatan bagi suatu rumah tangga. Suplai air dan kuantitas air memegang peran penting. Menurut Notoatmodjo (2003) buruknya kualitas air, kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, dan keterbatasan kemampuan masyarakat untuk mendanai pembangunan infrastruktur air dan sanitasi, menyebabkan timbulnya penyakit menular melalui air di daerah tersebut seperti diare, tifus dan kolera. Hasil survei EHRA menunjukkan bahwa di Kabupaten Cilacap terdapat tiga sumber air bersih yang menonjol yang digunakan oleh warga, yaitu: sumur bor, air ledeng PDAM, dan sumur gali terlindungi. Responden paling banyak menggunakan sumber air bersih dari sumur bor baik yang menggunakan pompa maupun yang menggunakan mesin, persentasenya mencapai 35.77% dari total populasi. Persentase yang lebih rendah ditunjukkan pada responden yang mengakses air bersih dari PDAM yaitu sebesar 25.48% dan di bawahnya lagi adalah yang menggunakan sumur gali terlindungi sebagai sumber air bersih yakni 18.94%. Responden yang menggunakan sumur gali tidak terlindungi sebagai sumber air bersih persentasenya sangat sedikit yakni 0.10% dari total populasi. Sumber-sumber air bersih yang digunakan oleh masyarakat Kabupaten Cilacap secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.1. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

22 Tabel 4.1. Sumber Air Minum ΣResponden =3.900, Filter bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal P01 Untuk keperluan minum,sumber air yang penting banyak ibu gunakan? No. Sumber Air Bersih Frekuens i Persentas e 1 Air Ledeng/ PDAM: sampai di dalam rumah % Air Ledeng/ PDAM: sampai di halaman/ 4 2 gedung 0.38% 3 Ledeng dari tetangga % 4 Sumur bor (pompa tangan, mesin) % 5 Sumur gali terlindungi % 6 Sumur gali tidak terlindungi % 7 Mata air terlindungi % 8 Mata air tidak terlindungi % 9 Penjual air: Isi ulang % 10 Air botol kemasan % 11 Lainnya (catat) % Total % Sumber: analisis data EHRA Tahun Keamanan Sumber Air Tidak semua air bersih mempunyai tingkatkeamanan yang sama. Sumber air bersih yang secara umum dinilai relative aman seperti : air ledeng/pdam, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Sumber-sumber air bersih yang dianggap memiliki resiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi pathogen ke dalam tubuh manusia (kurang aman) yaitu sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi. Aman dan tidaknya sumber air tersebut juga dipengaruhi oleh letaknya terutama jaraknya terhadap tangki septik/cubluk yang paling dekat dengan sumber air tersebut. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

23 Gambar 4.3 Diagram Kualitas Sumur ΣResponden= =3.900, Filter P01=21,22,23; bobot: besar populasi kelurahan, pengamatan jawaban tunggal; M06 Jika mempunyai sumur gali/ bor, berapa langkah jarak septi tank/ cubluk dengan sumur tersebut? Sumber: Analisis data EHRA Tahun 2014 Berdasarkan pengamatan hasil studi EHRA bahwa sumur yang memiliki jarak lebih dari 10 meter dari tangki septik/cubluk atau dapat dikatakan sumur suspek aman sebesar 94% (seperti ditunjukkan gambar 4.3 sedangkan sisanya 6% sumur responden merupakan sumur suspek tidak aman Kelangkaan Sumber Air Bersih Hasil analisa data EHRA menunjukkan bahwa di Kabupaten Cilacap masalah kelangkaan sumber air bersih bukan menjadi permasalahan utama karena sebagian besar responden menyatakan bahwa dalam dua minggu terakhir dan satu tahun terakhir tidak mengalami kelangkaan sumber air bersih. Masyarakat yang dalam LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

24 dua minggu dan satu tahun terakhir mengalami kelangkaan sumber air bersih persentasenya relative sangat kecil. Dimana perbedaan antara yang mengalami kelangkaan dengan yang tidak mengalami kelangkaan sumber air bersih sangat signifikan. Persentase dan perbandingan masyarakat yang mengalami kelangkaan dan yang tidak mengalami kelangkaan sumber air bersih secara jelas dapat dilihat pada diagram kelangkaan sumber air pada gambar 4.4. Gambar 4.4. Diagram Kelangkaan Sumber Air ΣResponden = 3.900, Filter bobot: besar populasikelurahan, wawancara, jawaban tunggal P08 Dalam dua minggu terakhir, pernahkah sumber air untuk bersih (P01) tak bisa menghasilkan air atau tak bisa dipakai selama satu hari satu malam atau lebih?; P09 dalam setahun terakhir, pernahkah sumber air untuk bersih itu (P01) tak bisa menghasilkan air atau tak bisa dipakai selama satu hari satu malam atau lebih? Kelangkaan Sumber Air dua minggu mengalami kelangkaan dua minggu tidak mengalami kelangkaan setahun mengalami kelangkaan setahun tidak mengalami kelangkaan tidak tahu Sumber: Analisis data EHRA Tahun 2014 LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

25 BAB V PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang bisa dilakukan oleh setiap individu/keluarga/kelompok sangat banyak, dimulai dari bangun tidur sampai dengan tidur kembali. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah perilaku seseorang menyangkut kebersihan yang dapat mempengaruhi kesehatannya. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan individu/ keluarga/kelompok dapat menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat Mencuci Tangan Memakai Sabun Kebiasaan mencuci tangan yang dilakukan dalam study EHRA ini berhubungan erat dengan kesehatan karena dengan survei ini dapat diketahui seberapa tinggi tingkat PHBS yang sudah dilakukan oleh masyarakat. Kebiasaan tidak mencuci tangan pada waktu-waktu penting merupakan salah satu faktor penyebab masuknya penyakit ke dalam tubuh, contohnya diare. Bila kebiasaan mencuci tangan diterapkan pada waktu penting oleh seorang ibu/pengasuh anak maka resiko balita terkena penyakitpenyakit yang berhubungan dengan diare dapat berkurang. Hal ini mengingat bahwa bayi sangat rentan terhadap penyakit diare. Waktu cuci tangan yang penting diterapkan oleh seorang ibu/pengasuh anak antara lain: 1) sesudah buang air besar; 2) sesudah menceboki pantat anak; LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

26 3) sebelum menyantap makanan; 4) sebelum menyuapi anak; serta 5) sebelum menyiapkan makanan. Gambar 5.1. Diagram Pemakaian Sabun N= 3.900, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal P11 Apakah Ibu memakai sabun pada hari ini atau kemarin? Sumber: Analisi data EHRA, Tahun 2014 Hampir semua responden di Kabupaten Cilacap memiliki akses untuk menggunakan sabun pada hari wawancara atau satu hari sebelumnya, yaitu sekitar %. Hanya sebagian kecil atau 3.27 % rumah tangga yang tidak memakai sabun pada hari saat wawancara atau satu hari sebelumnya. Rumah tangga yang tidak menggunakann sabun pada saat hari wawancara, diantaranya merupakan rumah tangga miskin yang mengaku kehabisan sabun dan tidak mampu membeli sabun. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

27 Gambar 5.2. Diagram Cuci Tangan Pakai Sabun-Umum ΣResponden= =3.900, Filter P11=ya, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban ganda P12 Bu mohon diingat-ingat, mulai dari kemarin sampai hari ini, untuk apa saja sabun itu digunakan?p12i Cuci tangan: sesudah BAB; P12L Cuci tangan:sebelum menyiapkan makanan; P12M Cuci tangan:sebelum makan Sumber: Analisi data EHRA, Tahun 2014 Pemakaian sabun adalah satu hal yang penting dalam menjaga kesehatan. Namun tidak semua rumah tangga yang memiliki akses untuk memakai sabun menggunakannya untuk kepentingan higienitas, khususnya cuci tangan memakai sabun pada waktu-waktsekitar 86.4% responden yang mencuci tangan sebelum menyiapkan penting. Seperti terlihat pada Gambar 5.2, makanan, 65.08% mencuci tangan sebelum makan dan 61.75% mencuci tangan sesudah BAB. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan responden yang belum cuci tangan menggunakan sabun pada waktu-waktu penting masih cukup besar. Masih ada ibu-ibu di Kabupaten Cilacap yang tidak mencuci tangan menggunakan sabun LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

28 setelah BAB B dan waktu-waktu penting lainnya makan dan menyiapkan makanan. seperti sebelum Gambar 5.3. Cuci Tangan Pakai Sabun-Ibu dengan Balita ΣResponden= =3.900, Filter P11=ya & A10 balita, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban ganda P12 Bu mohon diingat-ingat, mulai dari kemarin sampai hari ini, untuk apa saja sabun itu digunakan?p12i Cuci tangan: sesudah BAB; P12 J Cuci tangan sesudah menceboki anak; P12K Cuci tangan sebelum menyuapi anak; P12L Cuci tangan:sebelum menyiapkan makanan; P12M Cuci tangan: sebelum makan Sumber: Analisi data EHRA, Tahun 2014 Ibu yang memiliki anak balita (umur dibawah lima tahun) atau kelompok penuh resiko, proporsinya sama dengan kelompok ibu mencuci tangan secara umum. Hal tersebut secara jelas dapat dilihat pada gambar 5.3 yaitu pada diagram mencuci tangan ibu dengan balita. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

29 Gambar 5.4. Skor cuci tangan pakai sabun Umum ΣResponden= =3.900, Filter P11=ya, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban ganda P12 Bu mohon diingat-ingat, mulai dari kemarin sampai hari ini, untuk apa saja sabun itu digunakan?p12i Cuci tangan: sesudah BAB; P12L Cuci tangan:sebelum menyiapkan makanan; P12M Cuci tangan:sebelum makan Sumber: Analisi data EHRA, Tahun 2014 Gambar Skor cuci tangan pakai sabun-ibuu dengan balita N=395, Filter P11=ya & A10 balita, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban ganda P12 Bu mohon diingat- saja sabun itu ingat, mulai dari kemarin sampai hari ini, untuk apa digunakan?p12i Cuci tangan: sesudah BAB; P12 J Cuci tangan sesudah menceboki anak; P12K Cuci tangan sebelum menyuapi anak; P12L Cuci tangan:sebelum menyiapkan makanan; P12M Cuci tangan: sebelum makan Sumber: Analisi data EHRA, Tahun 2014 LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

30 Skor waktu penting cuci tangan pakai sabun menujukkan bahwa dari kelompok ibu secara umum paling banyak mencuci tangan pakai sabun dalam 3 waktu penting, dimana proporsinya mencapai 67.56%. Sedangkan dari kelompok ibu dengan balita paling banyak mencuci tangan pada 5 waktu penting, proporsinya mencapai %. Meskipun proporsi ibu yang mencuci tangan pada beberapa waktu penting cukup besar, tetapi masih ada ibu yang tidak mencuci tangan pakai sabun. Skor waktu penting mencuci tangan pakai sabun secara rinci dapat dilihat padaa gambar 5.4 dan 5.5. Faktor penghambat ibu-ibu tidak mencuci tangan memakai sabun merupakan faktor sebagian besar merupakan faktor non fisik yang antara lain adalah: pengetahuan, sikap dan norma yang berlaku di masyarakat. Gambar 5.6. Diagram Fasilitas cuci tangan pakai sabun ΣResponden =3.900, Filter: bobot besar populasi kelurahan, pengamatan, jawaban tunggal Datangi jamban/wc yang paling banyak digunakann anggota rumah tangga, amati, catat kondisi jamban/wc Sumber: Analisi data EHRA, Tahun 2014 LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

31 Pengamatan fasilitas cuci tangan pakai sabun difokuskan pada tempat-tempat strategis yang berhubungan erat dengan saat tangan tercemar tinja atau patogen dari tinja yang dapat masuk ke dalam mulut. Tempat strategis yang dipelajari dalam study EHRA adalah yang berada di dalam WC atau dekat WC. Fasilitas WC dan sekitarnya harus memiliki sejumlah komponen, yaitu 1) air; 2) gayung untuk mengalirkan air, khususnya bila rumah tidak memiliki kran untuk mencuci tangan; 3) sabun; dan 4) kain atau handuk kering yang bersih. Berdasarkan hasil survei EHRA di Kabupaten Cilacap, kain kering/handuk merupakan kekurangan yang banyak dijumpai. Hanya 11.61% tempat strategis yang didapati fasilitas kain kering/handuk. Fasilitas pengering tangan, keberadaannya tidak dapat diremehkan walaupun terlihat hanya barang sepele. Komponen pengering sangat penting untuk menjaga agar tangan tidak terkontaminasi oleh patogen penyebab penyakit yang berhubungan dengan air (water borne diseases). Sering kali didapati seseorang sudah mencuci tangan dengan sabun untuk menghilangkan patogen penyebab penyakit, namun terkontaminasi kembali karena mengeringkan tangannya dengan baju atau kain kotor. Persentase ketersediaan fasilitas cuci tangan pada beberapa tempat strategis secara rinci dapat dilihat pada gambar 5.6. Data hasil analisis EHRA mengenai cuci tangan pai sabun secara lengkap dapat dilihat pada tabel dalam lampiran 4.1. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

32 5.2. Pembuangan Sampah Permasalahan persampahan yang diteliti dalam studi EHRA antara lain: 1) cara pembuangan sampah 2) frekuensi dan pendapat tentang ketepatan pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah 3) praktek pemilahan sampah dan 4) penggunaan wadah sampah sementara di rumah. Pembuangan sampah di tingkat rumah tangga diindentifikasikan melalui jawaban verbal yang di sampaikan oleh responden. Pertanyaan dalam studi EHRA menyangkut masalah persampahan terdiri dari 22 opsi jawaban yang dikategorikan menjadi 4 kelompok yaitu; 1) dikumpulkan di rumah lalu diangkut ke luar oleh pihak lain 2) dikumpulkan di luar rumah/ditempat bersama lalu diangkut oleh pihak lain, 3) dibuang di halaman/ pekarangan rumah dan 4) dibuang ke luar halaman/ pekarangan rumah. Dari empat kelompok pertanyaan tersebut untuk katogori 1 dan 2 atau yang mendapatkan layanan pengangkutan merupakan caracara yang memiliki resiko kesehatan yang paling rendah. Sementara itu kategori 3 dan 4 merupakan resiko yang paling berpotensi resiko kesehatannya terutama di daerah yang padat penduduknya (wilayah perkotaan). Dalam survei EHRA juga dilakukan pengamatan terhadap wadah penampung sampah di rumah tangga. Secara mendetail data yang di peroleh dari cara utama membuang sampah rumah tangga baik di desa maupun kelurahan di Kabupaten Cilacap secara sampel bisa dilihat pada tabel dalam lampiran 4-2. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

33 Cara Pembuangan Sampah Pada umumnya rumah tangga di Kabupaten Cilacap mengelola sendiri penanganan sampah rumah tangganya. Terlihat di dalam tabel 5.1 bahwa pembuangan sampah di Kabupaten Cilacap oleh rumah tangga paling banyak dijumpai adalah membuang sampah di halaman rumah, dalam lubang yang kemudian dibakar, yaitu sebanyak %. Rumah tangga yang mengumpulkan sampah untuk kemudian diangkut oleh petugas sebanyak %. Di Kabupaten Cilacap masyarakat yang membuang sampah ke perairan persentasenya relatif kecil. Caracara pembuangan sampah dari hasil survei EHRA secara rinci dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1 : Cara Pembuangan Sampah ΣResponden =3.900, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal P13Utamanya, bagaimana cara Ibu membuang sampah rumah tangga? No. Pelayanan Frekuensi Persentase 1 Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas pemda/ kelurahan % 2 Dikumpulkan di tempat bersama, diangkut petugas pemerintah % 3 Dibuang di hlm rumah: ke lubang lalu dikubur % 4 Dibuang di hlm rumah: ke lubang lalu dibakar % 5 Dibuang di hlm rumah: ke lubang lalu didiamkan % 6 Dibuang di hlm rumah: Tidak ada lubang & didiamkan % 7 Dibuang di hlm rumah: ke tidak ada lubang lalu dibakar % 8 Dibuang di luar hlm rumah: ke TPS/Depo % 9 Dibuang di luar hlm rumah: ke lubang/ tempat sampah % 10 Dibuang ke luar rumah: kali/ sungai kecil % 11 Dibuang di luar rumah: selokan/ parit % 12 Dibuang di luar rumah: lub galian/ kolam ikan/ tambak % 13 Dibuang di luar rumah: ke ruang terbuka % 14 Langsung dibakar % 15 tidak tahu % 16 Lainnya (sebutkan) % TOTAL % Sumber: Analisis data EHRA 2014 LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

34 Frekuensi Pengangkutan Sampah Cara pembuangan sampah dapat memberikan gambaran mengenai tingkat resiko kesehatan lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat. Penanganan sampah yang aman yaitu rumah tangga mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah yang memadai. Untuk mengidentifikasi tingkat resiko kesehatan lingkungan, cara pembuangan sampah kemudian di sederhanakan menjadi dua kategori besar, yaitu penerima layanan sampah, dan non penerima layanan sampah. Kategori penerima layanan yaitu apabila sampah dikumpulkan di rumah/tempat bersama, diangkut petugas pemda/kelurahan, masyarakat/ RT/RW, dibuang ke TPS/ Depo. Kategori non penerima layanan sampah yaitu apabila sampah dibuang di luar halaman rumah kemudian dibakar, ditimbun atau didiamkan saja, atau sampah dibuang keruang terbuka begitu saja, kesungai atau parit. Di Kabupaten Cilacap sebagian besar responden menyatakan bahwa sampah diangkut oleh petugas beberapa kali dalam seminggu, dimana persentasenya mencapai %. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

35 Gambar 5.7. Diagram Penerima Layanan ΣRespondenn =3.900, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; P13 Utamanya, bagaimana caraa ibu membuang sampah rumah tangga? Sumber: Analisi data EHRA, Pemilahan Sampah Gaya hidup manusia memiliki peran penting terhadap volume dan jenis sampah yang dihasilkan. Jenis sampah yang dihasilkan tidak terlepas dari pola konsumsi masyarakat. Semakin kompleksnya aktivitas manusia dan perkembangan teknologi, jenis sampah yang dihasilkanpun beragam. Sampah tidak hanya terdiri dari sampah organik dan anorganik, tetapi juga dihasilkan sampah yang sulit diurai di alam serta sampah golongan bahan berbahaya dan beracun. Beragamnya sampah yang dihasilkan oleh masyarakat tidak sebanding dengan kesadaran masyarakat untuk melakukan melakukan Pertanyaan pemilahan sampah. Persentase responden yang pemilahan sampah relatif kecil yaitu %. dalam survei EHRA mengenai jenis sampah yang dipilah yakni sampah organik, anorganik dan sampah lainnya. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

36 Hasil survei menunjukkan bahwa sampah yang dihasilkan sebagian besar adalah sampah anorganik yang berupa logam, gelas ataupun plastik (52.02 %). Diagram pemilahan sampah dan jenis sampah yang dipilah dapat dilihat pada gambar 5.8 dan 5.9. Gambar 5.8. Diagram Pemilahan Sampah ΣResponden=3.900, Bobot: per kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; P15 Apakah ibu memisah-misah sampah sebelum dibuang? Sumber: Analisi data EHRA, 2014 LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

37 Gambar 5.9. Diagram Jenis Sampah yang Dipisahkan ΣResponden=, 198, Filter:P19=1 Bobot: per kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; P20A Jenis sampah apa yang ibu pisahkan?organi/sampah basah/ dapur; P20D Jenis sampah apa yang ibu pisahkan?logam/gelas/ plastik Sumber: Analisi data EHRA, 2014 Mayoritas rumah tangga membuang sampah begitu saja tanpa melakukan pemilahan tanpa memperhitungkan potensi ekonomi dari sampah tersebut. Sebenarnya sampah apabila diolah dengan baik akan mempunyai nilai ekonomi yangb bisa diganakan sebai tambahan penghasilan. Salah satu contohnya adalah sampah organik yang dapat diolah menjadi kompos. Kompos mempunyai nilai jual yang cukup bagus, selain itu kompos juga dapat dimanfaatkan sendiri untuk memupuk tanaman di sekitar rumah. Responden yang memanfaatkan sampah organik untuk dibuat kompos hanya 3.65 %. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

38 Gambar 5.10 : Diagram Pembuatan Kompos ΣResponden=3.900,, Bobot: per kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; M23 terlihat sampah dibuat kompos? Sumber: Analisi data EHRA, Kebersihan Kebersihan rumah salah satunya terindikasi dengan ada dan tidaknya sampah yang berserakan di dalam rumah maupun di lingkungan sekitar rumah. Gambar 5.11 memperlihatkan bahwa persentase sampah yang berserakan di dalam rumah paling rendah (9.66 %). Hal ini dapat diartikan bahwa masyarakat lebih mengutamakan kebersihan di dalam rumah daripada di luar rumah dan pekarangan. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

39 Gambar 5.11: Diagram Kebersihan ΣResponden=3.900, Bobot: per kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; M20A sampah berserakan di dalam rumah?; M20B sampah besrserakan di pekarangan rumah?; M20 C sampah berserakan di depan pekarangan rumah? Sumber: Analisi data EHRA, Tempat Sampah Terlihat pada gambar 5.12 bahwa sebagian besar responden membuang sampah di keranjang sampah yang ada di dalam rumah, persentasenya %. Responden yang membuang sampah di bak permanen yang tertutup sangat kecil persentasenyanya, hanya 0.28 % saja. Padahal sebenarnya sampah yang dibuang di tempat yang permanen dan tertutup lebih aman bagi lingkungan. Hal ini karena penularann penyakit dan pencemarann yang ditimbulkan akibat sampah dapat diminimalisir. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

40 Gambar Diagram Wadah Sampah ΣResponden=3.900, Bobot: per kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; M21A Pengumpulan sampah:kantong plasti-k di dalam pekarangan rumah; M21B Pengumpulan sampah: :kantong plastikdigantung di pagar; M21C Pengumpulan sampah: :kantong plastik- ditumpuk di luar rumah; M21D Pengumpulan sampah:keranjang- pekarangan rumah; M21F Pengumpulan sampah:keranjang- di di dalam rumah; M21E Pengumpulan sampah:keranjang-di luar rumah; M21G Pengumpulan sampah:bak permanen- tertutup; M21H Pengumpulan sampah:bak permanen- sampah:lobang; M21J Pengumpulan terbuka; M21I Pengumpulan sampah:ditumpuk saja tanpa wadah Sumber: Analisii data EHRA, 2014 LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

41 BAB VI KONDISI JALAN DI DEPAN RUMAH Lebar jalan secara tidak langsung dapat dianngap sebagai salah satu indikator status ekonomi rumah tangga dan harga rumah, misalnya rumah tangga yang terletak di ruas jalan yang besar dapat dimasuki mobil, kondisi ekonominya lebih mapan dibandingkan rumah tangga yang berada di gang-gang sempit. Indikator ini dalam survey EHRA digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan model teknologi dan proses konstruksi fasilitas sanitasi. Lebar jalan juga merupakan salah satu indikator kepadatan penduduk di suatu wilayah. Masyarakat yang tinggal di permukiman padat mempunyai resiko kesehatan lingkungan lebih besar daripada mereka yang tinggal di lingkungan yang kurang padat. Penyakit yang rentan menyerang pada permukiman padat misalnya, penyakit TBC dan Influensa. Penyakit tersebut mudah menular dan menyebar terutama pada lingkungan padat. Indikator penting lainnya yaitu permukaan jalan di depan rumah. Permukaan jalan di depan rumah merupakan salah satu indikasi untuk mengetahui ada tidaknya genangan air. Genangan air menjadi salah satu sumber penularan berbagai penyakit misal penyakit Leptosperosis yang bersumber dari tikus. Genangan air juga dapat menjadi sarang nyamuk yang dapat menimbulkan penyakit deman berdarah, malaria atau cikungunya. Apabila jalan dilapisi dengan salah satu bahan, seperti pengaspalan, penyemenan jalan, pemasangan paving block maka resiko penularan penyakit dapat diminimalkan. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

42 Gambar 6.1. Salah satu contoh genangan Foto Sumber : Foto lapangan, Oktober 2014 Dalam study EHRA ini dilakukan pengamatan terhadap kondisi jalan di depan rumah responden yang di kunjungi. Aspek yang diamati kaitannya dengan kondisi jalan di depan rumah responden, antara lain kondisi permukaan jalan dan apakah terdapat genangan air di dekat rumah atau tidak. Pengamatan dilakukan apakah dalam jarak kurang lebih sepuluh meter dari rumah responden terdapat genangan atau tidak. Selain pengamatan juga dilakukan pengukuran dari berbagai aspek dan indikator, seperti mengukur lebar jalan dengan menggunakan langkah kaki dimana satu langkah kaki di konversikan menjadi setengah (1/2) meter, serta mengamati apakah jalan di depan rumah responden dilapisi atau tidak. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

43 Gambar 6.2. Lebar jalan depan rumah ΣResponden=3.900, Bobot: besar populasi kelurahan, pengamatan, jawaban tunggal; M24 Ukuran lebar jalan/gang/ lorong di depan rumah 2.50% Lebar Jalan 23.56% 34.52% 9.52% 29.90% >10m 5,5m-10m 2-5m 1-2m <1m Sumber: Analisis data EHRA, 2014 Hasil survei EHRA seperti yang terlihat pada gambar 6.2 menunjukkan bahwa mayoritas lebar jalan di depan rumah responden adalah 2-5 m, dimana persentasenya sebesar %. Dalam survei ini juga terdapat jalan yang lebarnya lebih dari 10 m, persentasenya 9.52 %. Rumah dengan lebar jalan lebih dari 10 m biasanya berada diantara pekarangan atau bukan merupakan jalan umum. Pengamatan terhadap kondisi jalan di depan rumah salah satunya adalah mengenai lapisan jalan. Mayoritas kondisi jalan di depan rumah responden sudah dilapisi semen, aspal, ataupun paving block seperti yang terlihat pada gambar 6.3, yaitu %. Hasil pengamatan terhadap kondisi jalan di depan rumah responden memperlihatkan bahwa pada umumnya tidak terdapat genangan pada jalan dalam jarak 10 m dari rumah. Genangan air yang nampak relatif kecil, yaitu sekitar % saja seperti yang terlihat pada gambar 6.4. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

44 Gambar 6.3. Lapisan jalan depan rumah ΣResponden =3.900, Bobot: besar populasi kelurahan, pengamatan, jawaban tungga; M25 Lihat kondisi jalan Lapisan Jalan Tanah Di aspal/ semen/ paving block Sumber: Analisis data EHRA, 2014 Gambar 6.4. Genangan Air ΣResponden=3.900, Bobot: besar populasi kelurahan, pengamatan, jawaban tunggal; M19 Dalam jarak sekitar 20 m dari rumah, apakah terlihat genangan air? genangan air dalam jarak 10 m Sumber: Analisis data EHRA, 2014 Ya Tidak Data hasil survei EHRA mengenai kondisi jalan di depan rumah secara detail dapat dilihat pada lampiran 5. LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

45 BAB VII JAMBAN DAN BAB Tempat BAB yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka seperti sungai/ kali/ got/ kebun tetapi juga menggunakan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, tapi sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai. Sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misal yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum. Jamban dalam studi EHRA dikategorikan menjadi 3 (tiga) kategori besar yakni jamban siram/leher angsa, jamban non siram/tanpa leher angsa dan tak ada fasilitas. Dimana pilihan-pilihan pada dua kategori pertama akan dispesifikasikan dengan melihat tempat penyaluran tinja yang mencakup ke pipa pembuangan khusus (sewerage), tangki septik, cubluk, lobang galian, sungai, kali, parir, got. Gambar 7.1. Salah satu contoh jamban Foto Sumber : Foto lapangan, Oktober 2014 Informasi tentang jenis jamban rumah tangga didapat dari wawancara dan pengamatan secara langsung maka akan terbuka munculnya salah persepsi tentang jenis jamban yang di miliki, terutama bila dikaitkan dengan sarana penyimpanan/pengolahan. Banyak LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

46 masyarakat yang melaporkan mempunyai tangki septik. Namun tangki septik yang dimaksud berupa tangki yang tidak kedap air atau cubluk yang isinya dapat merembes ke tanah. Dalam studi EHRA diajukan sejumlah pertanyaan yang dapat mengindentifikasikan status keamanan tangki septik yang dimiliki rumah tangga, seperti apakah tangki septik itu pernah dikosongkan, kapan tangki septik dikosongkan, dan sudah berapa lama tangki septick itu di bangun. Dalam studi EHRA juga dilakukan pengamatan terhadap fasilitas pendukung sarana BAB seperti ketersediaan air, sabun, alat penguyur atau gayung dan handuk. Kebersihan jamban juga diamati dengan melihat apakah ada tinja yang menempel atau tidak, lalat yang berterbangan serta pembalut perempuan maupun pampers di sekitar jamban. Tabel 7. 1: Tempat BAB ΣResponden=3.900, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; P34 Maaf bu, boleh tahu dimana terakhir kali ibu BAB? No. Tempat BAB Frekuensi Persentase (%) 1 Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke sewerage Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke tangki septik Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke cubluk Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke lobang galian Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke sungai/ kali/ parit Jamban siram/leher angsa disalurkan ke kolam Jamban siram/leher angsa disalurkan ke tidak tahu kemana Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke tangki septik Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke cubluk Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke lobang galian Jamban nonsiram/tanpa leher angsa salur ke sungai/kali/parit Jamban nonsiram/tanpa leher angsa salur ke kolam Gantung di atas sungai/ kolam Tidak ada fasilitas: Di sungai/ kali/ parit/ got Tidak ada fasilitas: Lapangan, semak Di fasilitas jamban umum lain LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment) LAPORAN EHRA (Environmental Health Risk 2016 LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk KABUPATEN PASAMAN BARAT 2016 1 LAPORAN EHRA (Environmental Health Risk 2016 DAFTAR

Lebih terperinci

Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016

Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016 Ringkasan Studi EHRA Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau dapat juga disebut sebagai Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan, merupakan sebuah studi partisipatif di tingkat Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara September 2011 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON

LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON I. PENGANTAR EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat

Lebih terperinci

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1 Bab I PENDAHULUAN Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat Kabupaten/kota yang bertujuan untuk memahami

Lebih terperinci

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015 STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015 KELOMPOK KERJA (POKJA) SANITASI KOTA BONTANG BAB I PENDAHULUAN Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Wr. Wb.

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Wr. Wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat, taufik dan hidayah- Nya sehingga Dokumen Hasil Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan atau

Lebih terperinci

Laporan Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan

Laporan Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan Laporan EHRA Kabupaten Pesisir Selatan Laporan Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan Kabupaten Pesisir Selatan Oktober 2011 Pokja Sanitasi Pesisir Selatan III - 21 DAFTAR ISI 1. PENGANTAR Hal 2 2. CATATAN

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG KELOMPOK KERJA AIR MINUM & PENYEHATAN LINGKUNGAN (POKJA AMPL) PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) Kota Bontang

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN

LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2014 LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN - 2014 D I S U S U N Kelompok Kerja

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bontang, November 2011 TIM STUDI EHRA KOTA BONTANG. Laporan Studi EHRA Kota Bontang

KATA PENGANTAR. Bontang, November 2011 TIM STUDI EHRA KOTA BONTANG. Laporan Studi EHRA Kota Bontang KATA PENGANTAR Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan perkenan-nya maka penyusunan laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kota Bontang ini dapat

Lebih terperinci

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI 5.1. Area Berisiko Sanitasi Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin, maka ditentukan lokasi studi EHRA dengan

Lebih terperinci

No. Kriteria Ya Tidak Keterangan 1 Terdapat kloset didalam atau diluar. Kloset bisa rumah.

No. Kriteria Ya Tidak Keterangan 1 Terdapat kloset didalam atau diluar. Kloset bisa rumah. Lampiran 1 Lembar Observasi Penelitian Gambaran Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Desa Lolowua Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias Sumatera UtaraTahun 2014 Nama : Umur : Jenis

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243 PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243 LAPORAN AKHIR (Bagian 1) STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA), KOTA SURABAYA TAHUN 2015 Dengan mengucapkan Puji

Lebih terperinci

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN SANITASI BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN SANITASI 5.1. Area Berisiko Tinggi dan Permasalahan Utamanya 5.1.1. Pemetaan Area Beresiko Tinggi di Kota Pontianak Area Beresiko tinggi dan bermasalah

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN Informasi terkait karakteristik responden yang di survey dibagi atas dasar beberapa variabel yaitu : hubungan responden

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung Bab - 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapatkan perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015

LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015 LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015 POKJA SANITASI KABUPATEN TANAH DATAR 2015 Hasil Kajian Aspek Non Teknis dan Lembar Kerja Area Beresiko 1.1 Struktur Organisasi Daerah dan

Lebih terperinci

Profil Sanitasi Wilayah

Profil Sanitasi Wilayah BAB 3 Profil Sanitasi Wilayah 3.1. Kajian Wilayah Sanitasi Wilayah kajian sanitasi Kabupaten Nias adalah desa yang menjadi area sampel studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) yang terdiri dari

Lebih terperinci

adalah pembersihan data (data cleaning). Pembersihan data perlu dilakukan sebelum data di analisis. Pembersihan data yang dimaksud adalah mencakup

adalah pembersihan data (data cleaning). Pembersihan data perlu dilakukan sebelum data di analisis. Pembersihan data yang dimaksud adalah mencakup 1 P 1 PENGANTAR EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah suatu model pengakajian komprehensif untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku

Lebih terperinci

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO DAFTAR ISI KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO I. PENDAHULUAN... 7 II. METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA 2014... 8 2.1.

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara RINGKASAN EKSEKUTIF

Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF Untuk mendapatkan target area survey EHRA, digunakan metode Klustering. Dimana penetapan kluster dilakukan berdasarkan 4 (empat) kriteria utama yaitu kepadatan penduduk, angka kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program dan kegiatan Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan, meningkatkan produktifitas dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Kabupaten Pasuruan dilaksanakan secara partisipatif, transparan dan akuntabel dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip dan pengertian dasar pembangunan

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2012 LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KOTA SALATIGA PROPINSI JAWA TENGAH 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

BUKU SAKU VERIFIKASI SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)

BUKU SAKU VERIFIKASI SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM) BUKU SAKU VERIFIKASI SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM) Direktorat Penyehatan Lingkungan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI 2013 Tangga

Lebih terperinci

3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN

3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN Bagian 3 DATA DAN ANALISIS HASIL SURVEY EHRA KABUPATEN BENGKULU TENGAH 3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN Bagian ini memaparkan sejumlah variable survey yang berkaitan dengan status rumah tangga/responden

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.

BAB 1 : PENDAHULUAN. memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai meninggal, hal ini karena manusia memerlukan

Lebih terperinci

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana 5.1. Area Berisiko Sanitasi Pemetaan Kelurahan dan Desa beresiko dilakukan untuk mendapatkan 4 klasifikasi kelurahan, berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Layanan yang tidak optimal dan buruknya kondisi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bantaeng, 7 Desember 2016 Pokja AMPL/Sanitasi Kabupaten Bantaeng Ketua, ABDUL WAHAB, SE, M.Si Sekretaris Daerah

KATA PENGANTAR. Bantaeng, 7 Desember 2016 Pokja AMPL/Sanitasi Kabupaten Bantaeng Ketua, ABDUL WAHAB, SE, M.Si Sekretaris Daerah KATA PENGANTAR Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan atau Environmental Health Risk Assessment (EHRA) adalah studi untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku-perilaku yang memiliki resiko pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Berdasarkan pengalaman masa lalu pelaksanaan pembangunan sanitasi di Kab. Bima berjalan secara lamban, belum terintegrasi dalam suatu perencanaan komprehensipif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Grobogan Halaman 1 1

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Grobogan Halaman 1 1 BAB I PENDAHULUAN 2.1 LATAR BELAKANG Rendahnya kepedulian masyarakat dan pemerintah terhadap peranan penyehatan lingkungan dalam mendukung kualitas lingkungan menyebabkan masih rendahnya cakupan layanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN a. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan. Penelitian ini termasuk jenis penelitian Explanatory Recearch atau penelitian penjelasan yaitu menjelaskan adanya hubungan

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan sanitasi sampai saat ini masih belum menjadi prioritas dalam pembangunan daerah. Kecenderungan pembangunan lebih mengarah pada bidang ekonomi berupa pencarian

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 0 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 RINGKASAN EKSEKUTIF... 4 DAFTAR TABEL... 6 DAFTAR DIAGRAM... 7 I. PENDAHULUAN... 8 II. METODOLOGI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air adalah materi essensial didalam kehidupan. Tidak satupun makhluk hidup di dunia ini yang tidak memerlukan dan tidak mengandung air. Sel hidup, baik tumbuhan maupun

Lebih terperinci

secara sosial dan ekonomis (Notoatmodjo, 2007).

secara sosial dan ekonomis (Notoatmodjo, 2007). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sehat adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Kepentingan kesegaran jasmani dalam pemeliharaan kesehatan tidak diragukan lagi, semakin tinggi tingkat kesehatan,

Lebih terperinci

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Didukung oleh: Kata Pengantar Sanitasi Sekolah menjadi salah satu indikator dalam Sustainable Development Goals atau

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Kabupaten Klaten Kabupaten Klaten 2011 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014 LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014 i KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT, akhirnya Buku Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi)

LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi) LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi) 101 KUESIONER PENELITIAN IDENTIFIKASI RISIKO DALAM ASPEK PRASARANA LINGKUNGAN PERUMAHAN YANG BERPENGARUH TERHADAP KINERJA BIAYA DEVELOPER

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA PENDERITA TB PARU DI KLINIK SANITASI

PANDUAN WAWANCARA PENDERITA TB PARU DI KLINIK SANITASI PANDUAN WAWANCARA PENDERITA TB PARU DI KLINIK SANITASI I. DATA UMUM : Tanggal Konseling : No. Rekam Medik : Nama : Umur : Nama orang tua/kk : Pekerjaan : Alamat RT/RW/RK : Kelurahan/Desa : II. IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di muka bumi. Tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. di muka bumi. Tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Manusia sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kebutuhan semua makhluk yang ada di muka bumi. Tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup juga

Lebih terperinci

BAB 5 : PEMBAHASAN. penelitian Ginting (2011) di Puskesmas Siantan Hulu Pontianak Kalimantan Barat mendapatkan

BAB 5 : PEMBAHASAN. penelitian Ginting (2011) di Puskesmas Siantan Hulu Pontianak Kalimantan Barat mendapatkan BAB 5 : PEMBAHASAN 5.1 Analisis Univariat 5.1.1 Kejadian Diare pada Balita Hasil penelitian diketahui bahwa lebih dari separoh responden (59,1%) mengalami kejadian diare. Beberapa penelitian terdahulu

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HYGIENE PERAWAT DAN FASILITAS SANITASI DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 1. DATA UMUM A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Program Percepatan Pembangungan Sanitasi Permukiman merupakan sebuah upaya pemerintah dalam mendukung upaya perbaikan sanitasi dasar permukiman bagi masyarakat. Dalam rangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapatkan perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap bahwa

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN : Tidak Tamat Sekolah.

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN : Tidak Tamat Sekolah. KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN 2014 Nama : Umur : Tingkat Pendidikan : Tidak Tamat Sekolah Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Tanpa air kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Tanpa air kehidupan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Tanpa air kehidupan di alam ini tidak dapat berlangsung, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Tubuh manusia sebagian

Lebih terperinci

1.2 Maksud. 1.3 Tujuan dan Manfaat. 1.4 Pelaksana Studi EHRA

1.2 Maksud. 1.3 Tujuan dan Manfaat. 1.4 Pelaksana Studi EHRA 1.1 Latar Belakang Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment / EHRA) adalah sebuah studi partisipatif di Kabupaten/Kota untuk memahami kondisi sanitasi dan higinitas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyajian Data Survei Dari survei menggunakan metode wawancara yang telah dilakukan di Desa Karanganyar Kecamatan Karanganyar RT 01,02,03 yang disebutkan dalam data dari

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran RINGKASAN EKSEKUTIF Strategi Sanitasi Kabupaten Wonogiri adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kabupaten yang dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI Perumusan strategi dalam percepatan pembangunan sanitasi menggunakan SWOT sebagai alat bantu, dengan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada tiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat diwujudkan jika masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN 71 Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PELAKSANAAN PEMBINAAN KESEHATAN LINGKUNGAN DI SEKOLAH DASAR WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013 1. Pilihlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan lingkungan merupakan suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimal sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula.1

Lebih terperinci

LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA PADANG PANJANG

LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA PADANG PANJANG LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA PADANG PANJANG SUMATERA BARAT 2013 KATA PENGANTAR Sanitasi sebagai wujud dari pelayanan kesehatan dasar bidang kesehatan seringkali terlupakan dan tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel 343 KK. Adapun letak geografis Kecamatan Bone sebagai berikut :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel 343 KK. Adapun letak geografis Kecamatan Bone sebagai berikut : BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi penelitian Lokasi penelitian ini di wilayah Kecamatan Bone, Kabupaten Bone Bolango. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN VERIFIKASI

PANDUAN PELAKSANAAN VERIFIKASI PANDUAN PELAKSANAAN VERIFIKASI Improved Latrine/Jamban Layak sesuai dengan MDG termasuk WC siram/leher angsa yang tersambung ke pipa pembuangan limbah (sewer), - septic tank, atau lubang, WC cubluk dengan

Lebih terperinci

Kuesioner Penelitian

Kuesioner Penelitian Kuesioner Penelitian PERILAKU MASYARAKAT TENTANG BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN PADA DESA YANG DIBERI INTERVENSI DAN TIDAK DIBERI INTERVENSI GERAKAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN GUMAI TALANG

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik III-1 BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab strategi percepatan pembangunan sanitasi akan dijelaskan lebih detail mengenai tujuan sasaran dan tahapan pencapaian yang ingin dicapai dalam

Lebih terperinci

BAB 5: BUKU PUTI SANITASI KOTA BANJARBARU 5.1 AREA BERESIKO SANITASI. Hal 5-1

BAB 5: BUKU PUTI SANITASI KOTA BANJARBARU 5.1 AREA BERESIKO SANITASI. Hal 5-1 BAB 5: Hal 5-5. AREA BERESIKO SANITASI Penetapan area beresiko sanitasi di Kota Banjarbaru didapatkan dari kompilasi hasil skoring terhadap data sekunder sanitasi, hasil studi EHRA dan persepsi SKPD terkait

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN BANGGAI 2014

KATA PENGANTAR LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN BANGGAI 2014 KATA PENGANTAR Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan merupakan salah satu dari beberapa studi primer yang harus dilakukan oleh Kelompok Kerja

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SEKTOR SANITASI KOTA TANJUNGPINANG TERKAIT EKSPEKTASI WARGA

PENGELOLAAN SEKTOR SANITASI KOTA TANJUNGPINANG TERKAIT EKSPEKTASI WARGA PENGELOLAAN SEKTOR SANITASI KOTA TANJUNGPINANG TERKAIT EKSPEKTASI WARGA Raja Muhamad Ruslan 1 dan Eddy Setiadi Soedjono 2 1 Mahasiswa Program Magister Teknik Prasarana Lingkungan Permukiman, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Gambaran Sanitasi Lingkungan Wilayah Pesisir Danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013

Gambaran Sanitasi Lingkungan Wilayah Pesisir Danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013 Summary Gambaran Sanitasi Lingkungan Wilayah Pesisir Danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013 Merliyanti Ismail 811 409 043 Jurusan kesehatan masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

KELOMPOK KERJA PPSP KABUPATEN SOPPENG TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN

KELOMPOK KERJA PPSP KABUPATEN SOPPENG TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, Pemerintah Indonesia menetapkan sejumlah kebijakan yang mendukung percepatan kinerja pembangunan air minum dan sanitasi,

Lebih terperinci

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG Volume, Nomor, Tahun 0, Halaman 535-54 Online di http://ejournals.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN TAHUN 2013 LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH DISIAPKAN OLEH : POKJA SANITASI KABUPATEN

Lebih terperinci

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment) LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk KABUPATEN TANAH DATAR 1 DAFTAR ISI 1. PENGANTAR 2 2. CATATAN METODOLOGI. 3 3. KARAKTERISTIK RUMAH / RESPONDEN. 4 4. SUMBER

Lebih terperinci

A. Pengetahuan Petunjuk: Jawablah pertanyaan berikut dengan memilih satu jawaban yang benar dengan memberi tanda silang (X).

A. Pengetahuan Petunjuk: Jawablah pertanyaan berikut dengan memilih satu jawaban yang benar dengan memberi tanda silang (X). Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Guru GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP GURU TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN PELAKSANAAN PHBS PADA GURU SD NEGERIDI PERKEBUNAN TANAH GAMBUS TAHUN 2015 IDENTITAS

Lebih terperinci

BAB V Area Beresiko Sanitasi

BAB V Area Beresiko Sanitasi BAB V Area Beresiko Sanitasi 6 BAB 5 Area Beresiko Sanitasi Buku Putih Sanitasi sangat penting bagi kabupaten dalam menetapkan prioritas wilayah pengembangan sanitasi yang meliputi pengelolaan air limbah,

Lebih terperinci

BAB 5 BUKU PUTIH SANITASI 2013

BAB 5 BUKU PUTIH SANITASI 2013 BAB 5 INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kesehatan Indonesia saat ini sedang berada dalam situasi transisi epidemiologi (epidemiological transition)yang harus menanggung beban berlebih (triple burden).

Lebih terperinci

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) PPSP Kabupaten Pohuwato.

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) PPSP Kabupaten Pohuwato. BAB I PENDAHULUAN Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kabupaten/kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Tapin Kabupaten/ Kota Tapin Bulan Mei 2012 LAPORAN STUDI EHRA TAPIN 2012 LENGKAP 0 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kualitas lingkungan dapat mempengaruhi kondisi individu dan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kualitas lingkungan dapat mempengaruhi kondisi individu dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas lingkungan dapat mempengaruhi kondisi individu dan masyarakat, dimana kualitas kondisi lingkungan yang buruk akan menimbulkan berbagai gangguan pada kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu usaha yang memberikan kontribusi positif terhadap penanganan tingkat kemiskinan dalam jangka waktu menengah dan panjang melalui tersedianya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Visi Indonesia Sehat 2010 merupakan gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu menjangkau pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang saat ini masih mengahadapi masalah sanitasi dan perilaku untuk hidup bersih dan sehat. Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LIMBUR LUBUK MENGKUANG KABUPATEN BUNGO TAHUN 2013

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LIMBUR LUBUK MENGKUANG KABUPATEN BUNGO TAHUN 2013 HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LIMBUR LUBUK MENGKUANG KABUPATEN BUNGO TAHUN 2013 Marinawati¹,Marta²* ¹STIKes Prima Prodi Kebidanan ²STIKes

Lebih terperinci

PENGELOLAAN AIR LIMBAH KAKUS I

PENGELOLAAN AIR LIMBAH KAKUS I PENGELOLAAN AIR LIMBAH KAKUS I 1. PENDAHULUAN Limbah rumah tangga adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian, limbah bekas industri rumah tangga dan kotoranmanusia. Limbah merupakan buangan/bekas

Lebih terperinci

Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten/kota karena:

Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten/kota karena: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan faktor kunci dalam rangka mewujudkan masyarakat dan bangsa yang sejahtera. Berkaitan dengan hal tersebut, aspek kesehatan memegang salah

Lebih terperinci

GAMBARAN SANITASI DASAR PADA MASYARAKAT NELAYAN DI KELURAHAN POHE KECAMATAN HULONTHALANGI KOTA GORONTALO TAHUN 2012

GAMBARAN SANITASI DASAR PADA MASYARAKAT NELAYAN DI KELURAHAN POHE KECAMATAN HULONTHALANGI KOTA GORONTALO TAHUN 2012 Summary GAMBARAN SANITASI DASAR PADA MASYARAKAT NELAYAN DI KELURAHAN POHE KECAMATAN HULONTHALANGI KOTA GORONTALO TAHUN 2012 Afriani Badu. 2012. Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Dari hasil analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada tiap sub-sektor sanitasi maka telah dirumuskan tentang tujuan, sasaran dan strategi. Tujuan

Lebih terperinci

Bab 3: Profil Sanitasi Wilayah

Bab 3: Profil Sanitasi Wilayah Bab 3: Profil Sanitasi Wilayah Tabel 3.1: Rekapitulasi Kondisi fasilitas sanitasi di sekolah/pesantren (tingkat sekolah: SD/MI/SMP/MTs/SMA/MA/SMK) (toilet dan tempat cuci tangan) Jumlah Jumlah Jml Tempat

Lebih terperinci

Buku Putih Sanitasi Kabupaten Kepulauan Aru 2014 BAB 1. PENDAHULUAN

Buku Putih Sanitasi Kabupaten Kepulauan Aru 2014 BAB 1. PENDAHULUAN BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara Nasional Pemerintah Indonesia menaruh perhatian yang sangat serius dalam mencapai salah satu target Millenium Development Goals (MDGs) khususnya yang terkait

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air adalah materi di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk hidup yang ada di planet ini yang tidak membutuhkan air. Di dalam sel hidup baik pada sel tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan. Untuk mencapai kondisi masyarakat yang sehat diperlukan lingkungan yang baik pula. Dalam hal ini

Lebih terperinci

Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat

Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat Direktorat Pengembangan PLP Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat APA YANG DISEBUT SANITASI?? Perpres 185/2014

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang Kabupaten Sampang 2013 KATA PENGANTAR Berdasarkan Undang Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DATA SEKUNDER PADA BAB 2

KEBUTUHAN DATA SEKUNDER PADA BAB 2 KEBUTUHAN DATA SEKUNDER PADA BAB 2 Tabel 2.1 Luas daerah dan pembagian daerah administrasi Tabel 2.2 Jumlah Penduduk perkecamatan dan rata-rata kepadatannya Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Air dan kesehatan merupakan dua hal yang saling berhubungan. Kualitas air yang dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengertian sehat sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengertian sehat sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.2. Latar Belakang Pengertian sehat sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, dan spiritual yang memungkinkan setiap orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk semakin hari semakin meningkat. Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka semakin meningkat pula kebutuhan air bersih. Peningkatan kebutuhan

Lebih terperinci

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya Lampiran E: Deskripsi Program / Kegiatan A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya Nama Maksud Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN MASYARAKAT TENTANG SANITASI DASAR DAN RUMAH SEHAT

KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN MASYARAKAT TENTANG SANITASI DASAR DAN RUMAH SEHAT Lampiran KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN MASYARAKAT TENTANG SANITASI DASAR DAN RUMAH SEHAT I. Karakteristik Responden. Nama :. Jenis Kelamin :. Pekerjaan : 4. Pendidikan : II. Pengetahuan

Lebih terperinci