Rahmi Izzati Sri Nurhayati. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Rahmi Izzati Sri Nurhayati. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia"

Transkripsi

1 Analisis Penerapan Transaksi Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) dalam Pembiayaan Pemilikan Rumah (PPR) Berdasarkan Fatwa DSN MUI, Peraturan Bank Indonesia, PSAK 107, PAPSI 2013, Dan FAS 8 (Studi Kasus Pada Bank XYZ) Rahmi Izzati Sri Nurhayati Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan transaksi Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) dalam Pembiayaan Pemilikan Rumah (PPR) pada Bank DKI Syariah, salah satu Unit Usaha Syariah yang menyalurkan pembiayaan melalui akad IMBT di Indonesia. Analisis dilakukan dengan menjadikan Fatwa DSN-MUI, Peraturan Bank Indonesia, PSAK, PAPSI, FAS, dan tinjauan literatur terkait sebagai acuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan transaksi IMBT belum sepenuhnya sesuai dengan Fatwa DSN-MUI, Peraturan Bank Indonesia, dan beberapa prinsip syariah. Perlakuan akuntansi pemilik yang diterapkan Bank XYZ hampir memenuhi standar PSAK 107 dan PAPSI 2013, namun terdapat ketidaksesuaian terkait pengakuan biaya pemeliharaan dan pengakuan beban penyusutan. Kata kunci: Bank syariah; FAS 8; Fatwa DSN-MUI; Ijarah; IMBT; PAPSI 2013; PSAK 107 Abstract This study is aimed to explain application of IMBT transaction for Home Ownership Financing (PPR) at Bank XYZ, one of Shariah Bussiness Unit that use IMBT contract in Indonesia. This study was conducted through applying Fatwa DSN-MUI, Regulation of Bank Indonesia, PSAK, PAPSI, FAS, and literature study as a benchmark. The result of this study indicates that the application of IMBT financing had not been fully held in accordance to Fatwa DSN-MUI, Regulation of Bank Indonesia, and some islamic principle. The accounting treatment for lessor mostly had been held according to PSAK and PAPSI but there was a discrepency at maintenance expense recognition and depreciation expense recognition. Key Words: FAS 8; Fatwa DSN-MUI; Ijarah; IMBT; PAPSI 2013; PSAK 107; Sharia Bank Pendahuluan Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Menurut data The Pew Forum on Religion & Public Life pada tahun 2010 penduduk yang menganut agama Islam di Indonesia mencapai 205 juta jiwa atau sekitar 13%. Angka ini tentunya terus berkembang seiring pertumbuhan penduduk Indonesia. Tidak hanya berkembang dalam segi

2 jumlah, masyarakat muslim di Indonesia kini juga semakin menyadari pentingnya penerapan prinsip Islam dalam setiap aspek kehidupan, tidak terkecuali dalam transaksi ekonomi dan keuangan. Kebutuhan akan transaksi ekonomi dan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah ini akhirnya mendorong hadirnya lembaga keuangan berbasis syariah di Indonesia, salah satunya adalah bank syariah. Perbankan syariah, sebagaimana fungsi perbankan pada umumnya, melakukan fungsi penghimpunan dana dari masyarakat dan penyaluran dana ke masyarakat. Pembiayaan merupakan pilihan utama penempatan dana perbankan syariah dibandingkan penempatan lainnya, seperti penempatan pada bank lain ataupun penempatan pada surat-surat berharga. Hal itu terlihat dari pangsa pembiayaan yang mencapai 75,6% dari total aset Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) pada tahun 2012 (Bank Indonesia, 2012). Pangsa pembiayaan tersebut meningkat dari posisi tahun 2011 sebesar 70,6%. Peningkatan pangsa pembiayaan tersebut sejalan dengan pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah yang mencapai 43,7% (yoy). Pertumbuhan pembiayaan yang tergolong signifikan tersebut menunjukkan fungsi intermediasi perbankan syariah berjalan dengan baik dan tetap fokus kepada sektor riil. Salah satu bentuk penyaluran pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah menurut Undang Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah penyewaan barang bergerak atau tidak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Namun dalam praktiknya, hingga saat ini bank syariah di Indonesia tidak terlalu banyak menggunakan akad ijarah dalam penyaluran pembiayaan. Hal ini terlihat dari jumlah pembiayaan dengan akad ijarah yang tidak mencapai 10% dari total pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah. Dilihat dari jenis akadnya, secara umum penyaluran pembiayaan perbankan syariah masih didominasi oleh akad murabahah. Dalam Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Tahun 2012 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia tercatat pembiayaan murabahah tumbuh 56,1% (yoy), sehingga menempati pangsa 59,7% dari total pembiayaan BUS dan UUS. Pemanfaatan akad-akad lain dalam pembiayaan berubah secara dinamis. Pada tahun yang sama, penggunaan akad ijarah dalam pembiayaan BUS dan UUS tercatat tumbuh 91,3% (yoy) sehingga pangsa pembiayaan ijarah meningkat dari 3,7% pada tahun 2011 menjadi 5,0% pada tahun Total pembiayaan yang diberikan BUS dan UUS dengan menggunakan akad

3 ijarah pada tahun 2011 sebesar 3,8 triliun dan meningkat menjadi 7,3 triliun pada tahun Pada tahun 2013 pembiayaan dengan menggunakan akad ijarah terus bertumbuh hingga mencapai angka 10,2 triliun pada akhir bulan Oktober. Dalam industri perbankan syariah di Indonesia, skim IMBT salah satunya digunakan dalam produk Pembiayaan Pemilikan Rumah (PPR). Berdasarkan Laporan Perkembangan Perbankan Syariah tahun 2012 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, pembiayaan sektor properti pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar Rp 8,1 triliun atau 70,2% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah. Pertumbuhan signifikan tersebut terutama ditopang oleh ekspansi PPR yang mencapai Rp 6,8 triliun. Sejalan dengan pertumbuhan tersebut, pangsa pembiayaan properti perbankan syariah mencapai 13,3% atau menjadi salah satu sektor pembiayaan tersebesar perbankan syariah. Hal ini tentunya tidak terlepas dari tingginya kebutuhan masyarakat akan rumah sebagai salah satu kebutuhan pokok disamping sandang dan pangan. Salah satu bank syariah di Indonesia yang menggunakan skim IMBT dalam mengeluarkan produk PPR adalah Bank XYZ. Produk PPR pada Bank XYZ lebih dikenal sebagai KPR ib XYZ. Munculnya KPR ib XYZ dengan akad IMBT pada tahun 2008 merupakan solusi alternatif terhadap PPR yang ditawarkan dengan skema murabahah. Pada akhir tahun 2013 tercatat lebih dari 90% pembiayaan KPR ib XYZ menggunakan akad IMBT. Sejalan dengan itu, pada tahun 2013 tercatat 49,98% pembiayaan yang diberikan oleh Bank XYZ menggunakan akad ijarah/imbt. Hal ini tentunya membuat Bank XYZ berbeda dengan bank syariah pada umumnya yang didominasi akad murabahah dalam menyalurkan pembiayaan. Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, diajukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut, antara lain: 1. Bagaimana penerapan transaksi IMBT dalam PPR pada Bank XYZ? 2. Bagaimana kesesuaian penerapan akad IMBT dalam PPR pada Bank XYZ dengan prinsip-prinsip syariah yang terdapat pada fatwa DSN MUI tentang ijarah dan IMBT serta fatwa DSN MUI lain yang terkait? 3. Bagaimana kesesuaian penerapan akad IMBT dalam PPR pada Bank XYZ dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada peraturan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia? 4. Bagaimana perlakuan akuntansi atas transaksi IMBT dalam PPR pada Bank XYZ? 5. Bagaimana kesesuaian perlakukan akuntansi transaksi IMBT dalam PPR pada Bank XYZ dengan PSAK 107, PAPSI revisi 2013, dan FAS 8?

4 Tinjauan Teoritis Ijarah merupakan hak untuk memanfaatkan barang/jasa dengan membayar imbalan tertentu (Karim, 2007). Pembiayaan ijarah adalah jenis pembiayaan yang sah dalam Islam, seperi disebutkan dalam Al Qur an, Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut... (QS. 2:233). Dalil ini menunjukkan adanya jasa yang diberikan berkat kewajiban mambayar upah secara patut (Antonio, 2001). Dalam hal ini termasuk di dalamnya adalah jasa penyewaan. Antonio dalam bukunya Bank Syariah dari Teori ke Praktik (2001) membagi ijarah menjadi dua, yakni al-ijarah (operational lease) dan al-ijarah al-muntahia bit-tamlik (financial lease with purchase option). Pembagian ini sejalan dengan klasifikasi ijarah menurut AAOIFI yang mengklasifikasikan ijarah menjadi dua yakni operating ijarah dan ijarah muntahia bittamleek (ijarah wa itiqna). Perbedaan antara kedua jenis akad tersebut adalah adanya perpindahan kepemilikan aset yang disewa di akhir masa sewa pada akad al-ijarah al-muntahia bit-tamlik (ijarah muntahia bittamleek), sedangkan untuk akad ijarah (operating ijarah) tidak ada perpindahan status kepemilikan aset. IMBT merupakan perpaduan antara akad jual beli dan sewa atau lebih tepatnya adalah akad sewa yang diakhir dengan kepemilikikan barang di tangan si penyewa (Antonio, 2001). Berdasarkan janji pemindahan kepemilikannya, Karim (2007) membedakan IMBT menjadi dua bentuk yakni ijarah dengan janji akan menjual pada akhir masa sewa dan ijarah dengan janji untuk menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa. Untuk pemindahan kepemilikan akan dibuat akad baru yang terpisah dari akad ijarah sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya dua akad dalam satu transaksi. Larangan ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu Mas ud bahwa Rasulullah melarang dua bentuk akad sekaligus dalam satu objek (Fatwa DSN-MUI No. 27, 2002). Di Indonesia, ketentuan syariah yang lebih spesifik atas akad ijarah dan IMBT disusun oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Ketentuan yang dimaksud meliputi Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tetang Pembiayaan Ijarah dan Fatwa DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al-Muntahiya Bi Al-Tamlik. Fatwa ini mengatur mengenai rukun dan syarat ijarah, ketentuan objek ijarah, kewajiban pemberi manfaat barang atau jasa, dan ketentuan mengenai IMBT. Selain itu, juga terdapat beberapa Fatwa DSN MUI yang terkait dengan berbagai fitur pelaksanaan transaksi ijarah pada Lembaga Keuangan Syariah. Diantara adalah fatwa DSN No. 56/DSN-MUI/V/2007 tentang

5 Ketentuan Review Ujrah, No. 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back, No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi (Ta widh), No. 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pengalihan Hutang, dan No. 89/DSN-MUI/XII/2013 tentang Pembiayaan Ulang (Refinancing) Syariah. Seiring berkembangnya produk bank syariah di Indonesia, Bank Indonesia selaku badan pengawas perbankan turut menerbitkan beberapa regulasi terkait aktivitas perbankan syariah. Bank Indonesia mengatur persyaratan pembiayaan atas dasar akad ijarah dan IMBT melalui Surat Edaran No. 10/ 14 / DPbS. Selain itu Bank Indonesia juga mengatur ketentuan mengenai Financing to Value (FTV) bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah melalui SE BI No. 15/40/DKMP. Dalam Surat Edaran ini Bank Indonesia menetapkan pengaturan yang lebih ringan untuk pembiayaan dengan akad Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) dan IMBT daripada pembiayaan dengan akad murabahah atau istishna. Dalam hal perlakuan akuntansi, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah mengatur tentang pengakuan dan pengukuran, penyajian, serta pengungkapan transaksi ijarah dalam PSAK 107. PSAK ini berlaku efektif mulai tanggal 1 Januari Khusus untuk perbankan syariah, Bank Indonesia juga menerbitkan PAPSI revisi 2013 sebagai petunjuk pelaksanaan PSAK yang relevan bagi perbankan syariah. Selain itu, The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI), sebuah badan penetap standar akuntansi syariah dunia yang berkedudukan di Bahrain juga mengeluarkan FAS No. 8 tentang Operating Ijarah and Ijarah Muntahia Bittamleek. Dalam penelitian ini penulis hanya akan membahas mengenai akuntansi pemilik atau pemberi sewa. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif, yakni dengan memperoleh informasi mengenai penerapan transaksi IMBT dalam PPR dibandingkan dengan Fatwa DSN-MU dan Peraturan Bank Indonesia serta perlakuan akuntansi transaksi IMBT dalam PPR dibandingkan PSAK 107, PAPSI 2013, dan FAS 8. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan studi kasus yang akan dilaksanakan pada Bank XYZ untuk menganalisis penerapan transaksi IMBT untuk PPR. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah: 1. Observasi. Observasi adalah teknik yang dilakukan penulis dimana penulis langsung mendatangi kantor Bank XYZ Cabang Wahid Hasyim tempat pencatatan akuntansi

6 pembiayaan IMBT dilakukan. Tempat tersebut adalah bagian administrasi pembiayaan dari Bank XYZ. Dari observasi, penulis dapat mengumpulkan data sekunder mengenai pencatatan akuntansi beserta ketentuan-ketentuan pembiayaan IMBT di Bank XYZ. 2. Wawancara. Dalam melakukan wawancara, penulis menggunakan teknik wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak yang berkompeten dan berwenang dalam memberikan data mengenai pembiayaan dengan akad IMBT dalam PPR. Wawancara dilakukan dengan pihak Bank XYZ di Kantor Cabang Wahid Hasyim. 3. Dokumentasi. Teknik dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yang bersumber dari kantor Bank XYZ Cabang Wahid Hasyim, website Bank XYZ, dan website lain yang terkait. Data yang dikumpulkan mencakup profil Bank XYZ, Laporan Tahunan Bank XYZ, Fatwa DSN-MUI terkait IMBT, Peraturan Bank Indonesia terkait IMBT, PSAK terkait IMBT, PAPSI terkait IMBT dan FAS terkait IMBT. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan, mengolah, dan menginterpretasikan data yang diperoleh sehingga memberikan keterangan yang benar dan lengkap untuk penyelesaian masalah yang telah dirumuskan. Hasil wawancara dan data yang diperoleh dianalisis secara komparatif dengan membandingkan kesesuaian syariah pelaksanaan IMBT dalam PPR pada Bank XYZ dengan Fatwa DSN-MUI dan Peraturan Bank Indonesia serta membandingkan perlakukan akuntansi dengan PSAK 107, PAPSI 2013, dan FAS 8. Pembahasan 1. Penerapan Transaksi IMBT pada Bank XYZ Akad ijarah merupakan salah satu akad yang digunakan dalam penyaluran pembiayaan pada Bank XYZ. Produk KPR ib XYZ merupakan produk pembiayaan dengan persentase tertinggi dalam portofolio pembiayaan Bank XYZ. Sekitar 50% pembiayaan disalurkan melalui KPR ib XYZ setiap tahunnya. Dalam menyalurkan produk ini, Bank XYZ menawarkan dua skema yang disesuaikan dengan kebutuhan nasabah, yakni IMBT dan murabahah. Hingga tahun 2013, lebih dari 95% pembiayaan KPR ib XYZ menggunakan akad IMBT setiap tahunnya. Penandatangan perjanjian IMBT antara Bank XYZ dan nasabah hanya dapat dilakukan jika nasabah telah melunasi semua biaya-biaya yang disyaratkan. Dalam perjanjian IMBT dinyatakan bahwa status kepemilikan objek IMBT selama nasabah belum melunasi uang sewa

7 adalah milik Bank dan oleh karenanya surat-surat bukti kepemilikan objek IMBT disimpan oleh Bank. Dalam perjanjian IMBT juga dinyatakan bahwa Bank berjanji untuk menghibahkan rumah di akhir masa sewa setelah nasabah menyelesaikan semua kewajibannya. Jika nasabah mengakhiri sewa sebelum masa sewa berakhir, maka akan dilakukan jual beli atas objek IMBT dengan harga menurut Bank. Setelah perjanjian IMBT disepakati maka nasabah selanjutnya bertanggungjawab untuk melaksanakan kewajibannya hingga berakhirnya perjanjian sesuai dengan jangka waktu sewa yang ditentukan dalam perjanjian IMBT. Selain berkewajiban untuk membayar uang sewa sesuai jadwal yang telah ditetapkan, nasabah juga bertanggung jawab untuk memelihara, menjaga, dan mengurus objek ijarah serta melakukan pemeliharaan dan perbaikan dengan biaya sendiri. Jika nasabah terlambat membayar uang sewa sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan maka Bank berhak membebankan ganti rugi (ta widh) yang besarnya ditentukan oleh biaya operasional (biaya telepon, surat menyurat, dan lain-lain) yang timbul akibat penagihan pada nasabah. Karena besarnya tergantung pada biaya operasional yang dikeluarkan pihak Bank dalam proses penagihan pembayaran pada nasabah, maka besaran ta widh tidak dicantumkan dalam perjanjian IMBT. Besaran ta widh yang dibebankan didasarkan pada beberapa pertimbangan, diantaranya kolektibilitas, intensitas komunikasi, dan proses penyelesaian hingga nasabah melunasi kewajibannya. Pada Bank XYZ Cabang Wahid Hasyim, akad IMBT terbagi menjadi IMBT untuk Akta Jual Beli (AJB), IMBT untuk Take Over, dan IMBT untuk renovasi. Namun sejak tahun 2014, pembiayaan AJB dialihkan seluruhnya menggunakan akad murabahah untuk memaksimalkan kemampuan laba Bank. Metode pengakuan pendapatan secara proporsional pada IMBT menjadi dasar kebijakan ini mengingat banyaknya nasabah yang melakukan pelunasan dipercepat pada tahun-tahun awal pembiayaan. 2. Analisis Kesesuaian Pelaksanaan Transaksi IMBT pada Bank XYZ terhadap Ketentuan Syariah Berdasarkan penjabaran prosedur pelaksanaan transaksi IMBT dalam PPR pada Bank XYZ, penulis mencoba melakukan analisis kesesuaian prosedur pelaksanaan transaksi IMBT tersebut terhadap ketentuan syariah. Analisis dilakukan secara sistematis berdasarkan tahapan transaksi IMBT yang diterapkan pada Bank XYZ.

8 a) Biaya-Biaya Pra Akad Sebelum melakukan perjanjian IMBT, nasabah diharuskan untuk melunasi semua biaya-biaya yang disyaratkan seperti biaya administrasi, biaya asuransi, biaya notaris, dan biaya materai. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan bagian Administrasi Pembiayaan, biaya administrasi yang dikenakan tergantung pada besarnya pembiayaan yang diberikan. Sesuai dengan kebijakan Bank XYZ, biaya administrasi ditetapkan sebesar 1,25% dari plafond. Namun dalam praktiknya, biaya ini dapat berubah sesuai dengan negosiasi antara Bank dan nasabah. Penetapan biaya administrasi berdasarkan persentase dari plafond mengindikasikan adanya unsur riba. Jika biaya administrasi digunakan sebagai pengganti biaya operasional, tentu besarnya sama untuk pembiayaan dengan objek yang sama. Biaya administrasi yang diakui sebagai pendapatan oleh Bank dapat menjurus kepada riba jika biaya riil yang dikeluarkan Bank lebih kecil daripada biaya yang dibayarkan nasabah. Menurut hadis yang dishahihkan Al Ghazali, setiap pinjaman yang memberikan keuntungan bagi pemberi pinjaman adalah (Tarmizi, 2012). Selain biaya administrasi, biaya asuransi kebakaran yang dibayarkan nasabah juga tidak sesuai dengan syariat Islam. Hal ini erat kaitannya dengan kepemilikan atas objek sewa yang berada pada Bank dan hendaknya risiko kerusakan menjadi tanggungjawab Bank. Sebagai pemilik objek sewa, bank seharusnya menjadi pihak penanggung dan penerima manfaat asuransi (Ayyub, 2007). b) Mekanisme Perolehan Objek Ijarah Dari sisi nasabah, akad IMBT pada Bank XYZ menggunakan prinsip sale and lease back dimana nasabah menjual objek ijarah kepada Bank yang selanjutnya akan disewa kembali oleh nasabah yang bersangkutan. Sebelum melakukan perjanjian IMBT, Bank dan nasabah terlebih dahulu melakukan akad jual beli atas objek ijarah. Hal ini bertujuan untuk memberikan hak kepemilikan atas objek ijarah kepada Bank sehingga Bank dapat menyewakannya kembali kepada nasabah. Praktik ini dibenarkan selama tidak ada ketergantungan antara dua akad yang dilakukan, yaitu akad jual beli dan ijarah (Fatwa DSN MUI No. 71, 2008). Berdasarkan analisis penulis, dua akad yang dilakukan Bank dan nasabah tidak saling lepas. Hal ini terlihat dari harga jual pada akad bai ditetapkan sesuai dengan pengajuan pembiayaan yang disetujui. Selain itu, akad jual beli menjadi salah satu

9 lampiran dalam perjanjian IMBT. Di dalam perjanjian IMBT dinyatakan bahwa perjanjian tersebut terkait dengan perjanjian Al Bai (jual beli) tertentu dan semua lampiran perjanjian merupakan satu kesatuan tidak terpisahkan dengan perjanjian tersebut. c) Rukun dan Syarat IMBT Akad IMBT, pada Bank XYZ disebut sebagai perjanjian IMBT, antara bank dan nasabah (musta jir) disepakati secara tertulis dengan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Hal ini diperlukan dalam upaya mempertegas hak dan kewajiban masingmasing pihak dalam transaksi IMBT. Selain hak dan kewajiban, di dalam perjanjian IMBT juga tercantum spesifikasi objek ijarah, jumlah uang sewa, jangka waktu sewa, biaya-biaya yang dikenakan kepada nasabah, nasabah wanprestasi, serta hal lain yang telah menjadi kesepakatan setiap pihak seperti jaminan yang diperlukan dalam rangka memenuhi prinsip kehati-hatian serta menghindari risiko kerugian oleh Bank. Praktik ini menunjukkan bahwa penerapan transaksi IMBT pada Bank XYZ telah memenuhi rukun akad ijarah menurut fatwa DSN MUI No. 09, yakni sighat dalam bentuk akad, pihak-pihak yang berakad, serta objek ijarah. Perjanjian IMBT secara tertulis dan kerelaan masing-masing pihak yang berakad menunjukkan ketegasan bahwa akad tersebut sudah berlangsung. Adanya kriteria tertentu terhadap calon nasabah serta analisis yang dilakukan pihak Bank sebelum memutuskan penerimaan pengajuan pembiayaan menunjukkan pihak-pihak berakad memiliki kelayakan dalam melakukan akad. Dan adanya pasal yang mengatur tentang objek ijarah, jangka waktu, dan jumlah uang sewa dalam perjanjian IMBT menunjukkan kejelasan objek ijarah untuk mencapai keridhaan masing-masing pihak yang berakad. Rumah sebagai objek ijarah dalam KPR ib XYZ merupakan fasilitas yang dibenarkan dalam syariat karena dapat diserahterimakan dan penggunaan rumah oleh penyewa tidak menghabiskan objek sewa tersebut (Ath-Thayyar et al., 2009). d) Pembayaran Uang Sewa (Ujrah) Setelah akad IMBT dilakukan, maka nasabah berkewajiban untuk membayar uang sewa kepada Bank. Pembayaran uang sewa (ujrah) oleh nasabah dilakukan secara angsuran tiap bulannya pada tanggal yang tercantum dalam perjanjian IMBT dan telah disepakati oleh kedua belah pihak. Ujrah ditentukan dengan menggunakan

10 metode penjumlahan nilai perolehan objek ijarah dengan margin yang telah disepakati kemudian dibagi dengan masa sewa. Dalam perjanjian IMBT dinyatakan bahwa ujrah ditinjau setiap bulan dan setiap ada perubahan akan disepakati secara bersama. Namun dalam praktiknya, peninjauan ujrah ini belum pernah dilakukan kecuali untuk kasus pembayaran bermasalah. Adanya pernyataan ini bertujuan untuk memenuhi prinsip kehati-hatian ketika kondisi perekonomian tidak stabil dan BI rate langsung naik tinggi sedangkan Bank XYZ tidak mampu mengimbanginya. Secara syariah, peninjuan ujroh untuk periode berikutnya dibolehkan, dengan syarat keduanya saling ridha. Peninjauan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan harga pasar. Ibnu Taimiyah berkata, Boleh melakukan jual beli dengan harga pasar, begitu juga boleh menyewakan barang dengan harga pasar (Tarmizi, 2012). Untuk pembayaran bermasalah, peninjauan ujrah dilakukan ketika nasabah mengalami penurunan kemampuan sehingga tidak bisa melanjutkan kewajibannya. Praktik ini dibenarkan menurut Fatwa DSN MUI No. 56 mengingat adanya indikasi timbulnya kerugian bagi salah satu pihak jika tidak dilakukan review. Ujrah yang ditetapkan setelah review disepakati oleh kedua belah pihak. e) Pengenaan Ta widh atas Keterlambatan Pembayaran Sewa Jika nasabah terlambat membayar uang sewa yang ditetapkan maka Bank berhak membebankan ganti rugi (ta widh) biaya operasional (biaya telepon, surat menyurat, dan lain-lain) yang timbul akibat penagihan pada nasabah. Besarnya ta widh yang dibebankan didasarkan pada beberapa pertimbangan, diantaranya kolektibilitas, intensitas komunikasi, dan proses penyelesaian hingga nasabah melunasi kewajibannya. Pemberlakuan ta widh ini menjadi perdebatan di kalangan para ulama. Para ulama menggunakan dalil yang sama sebagai landasan hukum, namun memiliki pandangan berbeda dalam penafsirannya. Dalil yang menjadi landasan adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Penundaan pelunasan utang oleh orang yang mampu merupakan kezaliman, dibolehkan menjatuhkan hukuman kepadanya dan dibolehkan mencemarkan nama baiknya (H.R. Bukhari). Sanksi dalam bentuk denda sejumlah uang dibenarkan menurut qaul qadim Imam Syafi i serta didukung oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyum. Adapun mazhab Hanafi, Maliki, Syafi i, dan Hanbali

11 mengharamkan menjatuhkan sanksi hukuman dalam bentuk denda sejumlah uang, karena hadis-hadis yang menjelaskan bahwa Rasulullah pernah menjatuhkan sanksi dalam bentuk denda uang telah dihapuskan oleh ayat-ayat yang mengharamkan riba. Menurut Ibnu Abdil Barr, ulama salaf dan khalaf sepakat bahwa riba yang diharamkan Al Quran termasuk menarik uang ganti rugi (ta widh) dari debitur yang terlambat membayar kewajiban setelah jatuh tempo (Tarmizi, 2012). Sedangkan menurut fatwa DSN MUI No. 43, ta widh dalam bentuk sejumlah uang dibenarkan sebagai ganti rugi atas biaya-biaya riil yang dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yang seharusnya dibayarkan. Besar ta widh adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss atau al-furshah al-dha-i ah). Dalam hal ini, Bank XYZ belum memenuhi ketentuan yang ditetapkan DSN MUI. Dalam perhitungannya, Bank menggunakan beberapa pertimbangan dalam menentukan besarnya ta widh yang dibebankan kepada nasabah, diantaranya kolektibilitas, intensitas komunikasi, dan proses penyelesaian hingga nasabah melunasi kewajibannya. Adanya unsur kolektibilitas dalam pertimbangan pengenaan ta widh menunjukkan bahwa ta widh bukanlah kompensasi atas kerugian riil yang diderita oleh pihak Bank. Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, menurut penulis pengenaan ta widh dalam bentuk sejumlah uang bagi nasabah yang terlambat membayar uang sewa jatuh tempo dapat menjurus kepada riba. Praktik ini menimbulkan riba nasi ah dimana nasabah harus membayar lebih besar dari pokok pinjamannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa ta widh yang dibebankan kepada nasabah merupakan tambahan yang melebihi pokok pinjaman akibat bertambahnya tempo pembayaran. f) Tanggungjawab atas Pemeliharaan, Perbaikan dan Risiko Kerusakan Biaya pemeliharaan, perbaikan, dan risiko kerusakan atas objek ijarah dalam perjanjian IMBT menjadi tanggung jawab nasabah. Bank sebagai pihak yang menyewakan barang menolak menanggung segala komitmennya bahkan membebankan semua biaya perbaikan, perawatan, asuransi, serta melepaskan tanggungjawabnya terhadap kerusakan dan kehancuran barang. Shalah ash-shawi dan Abdullah al-mushlih (2011) dalam bukunya Fikih Ekonomi Keuangan Islam menyatakan bahwa praktik ini dapat menjadi trik dalam melakukan pinjaman

12 berbunga karena cara demikian dapat merubah sewa menyewa yang disyariatkan menjadi riba yang diharamkan. Jika dilihat dari pembebanan biaya pemeliharaan, biaya perbaikan, dan risiko kerusakan kepada nasabah, transaksi IMBT untuk PPR pada Bank XYZ tidak berbeda dengan praktik leasing pada lembaga keuangan konvensional lainnya. g) Pemindahan Kepemilikan Objek Ijarah Dalam perjanjian IMBT dinyatakan bahwa Bank menyewakan barang kepada nasabah dengan diakhiri oleh pemindahan kepemilikan melalui hibah diakhir masa sewa. Namun jika nasabah mengakhiri sewa sebelum masa sewa berakhir maka pemindahan kepemilikan dapat dilakukan dengan akad jual beli dengan harga jual yang ditetapkan oleh Bank. Pemindahan kepemilikan saat masa sewa telah berakhir pada perjanjian IMBT bersifat mengikat. Jika nasabah telah menyelesaikan seluruh kewajibannya hingga akhir masa sewa, maka Bank akan mengembalikan seluruh surat-surat yang berkenaan dengan kepemilikan rumah dan rumah otomatis dialihkan kepada nasabah tanpa ada akad hibah antara Bank dan nasabah. Praktik ini tidak sesuai dengan fatwa DSN MUI No. 27 yang mensyaratkan adanya akad pemindahan kepemilikan setelah masa ijarah selesai jika janji tersebut dilaksanakan. Praktik ini juga tidak dibenarkan menurut syariah karena Rasulullah SAW melarang dua transaksi dalam satu transaksi (Ath- Thayyar et al., 2009). Jika nasabah melakukan pelunasan dipercepat maka akan dibuat akad bai antara Bank dan nasabah dalam rangka penjualan objek ijarah pada harga yang ditentukan oleh Bank dan disepakati bersama. Harga jual beli ditentukan oleh nilai pelunasan ditambah beberapa kali margin. Penentuan berapa kali margin yang ditetapkan menjadi kewenangan komite pembiayaan yang terdiri dari pimpinan cabang dan kepala seksi pemasaran berdasarkan rekomendasi dari analis. Peraturan di Bank XYZ menetapkan minimal satu kali margin, tapi negosiasi yang terjadi di lapangan seringkali lebih dari itu tergantung analisis Bank dan riwayat pembiayaan nasabah. Praktik ini telah sesuai dengan fatwa DSN MUI No. 57.

13 3. Analisis Kesesuaian Syariah Pelaksanaan Transaksi IMBT pada Bank XYZ terhadap Fatwa DSN MUI Berdasarkan analisis penulis terhadap fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000, No.27/DSN-MUI/III/2002, dan No. 56/DSN-MUI/V/2007 serta Perjanjian IMBT pada Bank XYZ, dapat disimpulkan bahwa transaksi IMBT pada Bank XYZ belum sepenuhnya sesuai dengan fatwa DSN terkait. Ketidaksesuaian tersebut terletak pada kewajiban Bank dalam pembiayaan IMBT dan keberadaan wa ad yang mengikat untuk pemindahan kepemilikan di akhir masa sewa. Secara tersurat, ketentuan mengenai objek akad pada Fatwa DSN di atas telah terpenuhi dalam akad IMBT pada Bank XYZ. Namun, mekanisme perolehan objek ijarah yang tidak sesuai dengan syariat merupakan hal yang substansial dan merusak akad. Objek akad adalah salah satu rukun akad yang harus dipenuhi agar tercapainya akad yang sah. Selain analisis terhadap fatwa-fatwa di atas, penulis juga melakukan analisis terhadap beberapa fatwa yang berkaitan dengan penerapan IMBT pada Bank XYZ. Diantaranya adalah fatwa mengenai sale and lease back dan ganti rugi (ta widh). Selain itu, pelaksanaan KPR ib XYZ juga menggunakan fitur-fitur lainnya, seperti pembiayaan untuk take over dan renovasi atau refinancing. Penggunaan fitur-fitur ini juga diatur dalam fatwa DSN MUI. Tabel 4.1 berikut menjelaskan kesesuaian penerapan IMBT pada Bank XYZ dengan fatwa terkait. Tabel 4.1 Kesesuaian Penerapan Transaksi Pembiayaan IMBT untuk PPR pada Bank XYZ terhadap Fatwa DSN MUI Terkait. Fatwa Pelaksanaan Kesimpulan No. 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi (Ta widh) No. 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pengalihan Hutang. No. 89/DSN-MUI/XII/2013 tentang Pembiayaan Ulang (Refinancing) Syariah Akad jual beli dan ijarah saling terkait. Ta widh berdasarkan ditetapkan kolektibilitas dan intensitas komunikasi. Jual beli dilakukan sebelum pelunasan utang nasabah pada Bank sebelumnya. Menggunakan skema al-bai wa al-isti jar. Terjadi taalluq. Besaran ta widh ditentukan tidak hanya berdasarkan biaya riil yang dikeluarkan. Jual beli dilakukan sebelum objek menjadi milik nasabah secara penuh. Sesuai.

14 4. Analisis Kesesuaian Syariah Pelaksanaan Transaksi IMBT pada Bank XYZ terhadap Regulasi Bank Indonesia Bank Indonesia mengatur pelaksanaan IMBT melalui Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/14/DPbS sebagai penjelasan teknis pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. Berdasarkan analisis penulis terhadap Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/14/DPbS dan Perjanjian IMBT pada Bank XYZ, dapat disimpulkan bahwa pelaksanan transaksi IMBT untuk KPR ib pada Bank XYZ belum sepenuhnya sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia. Ketidaksesuaian ini terkait tanggungjawab atas perbaikan dan kerugian kerusakan objek ijarah. Berbeda dengan Fatwa DSN, Bank Indonesia memberikan keleluasaan bagi Bank untuk membebankan biaya pemeliharaan dan perawatan objek ijarah kepada nasabah selama biaya pemeliharaan yang bersifat material dan struktural dituangkan dalam akad IMBT. Selain mengacu pada regulasi terkait pelaksanaan prinsip syariah dalam transaksi IMBT untuk KPR ib, dalam pemberian pembiayaan untuk KPR ib Bank XYZ sudah sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia terkait FTV. 5. Rekomendasi Terkait Penerapan Transaksi IMBT dalam PPR pada Bank XYZ Terdapat beberapa rekomendasi terhadap penerapan transaksi IMBT pada Bank XYZ agar pelaksanaan transaksi IMBT sesuai dengan syariah dan tidak terdapat penyimpanganpenyimpangan yang akan menyebabkan kehalalan dari akad IMBT menjadi diragukan. Rekomendasi penulis antara lain: 1. Biaya administrasi tidak boleh ditetapkan berdasarkan nilai pembiayaan yang disepakati. Bank seharusnya menetapkan biaya administrasi sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan akad. 2. Dalam hal perolehan objek ijarah, penentuan harga jual pada akad jual beli seharusnya tidak sesuai dengan pembiayaan yang disepakati. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya transaksi taalluq yang dilarang dalam syariat. 3. Akad jual beli tidak dijadikan syarat berlakunya akad IMBT karena Rasulullah melarang dua transaksi dalam satu transaksi. Akad jual beli dan IMBT harus dilakukan terpisah dan tidak saling mengikat. 4. Pada IMBT take over, seharusnya Bank memperhatikan setiap tahapan agar tidak terjadi gharar. Ketika Bank memberikan qardh, maka hendaknya Bank mentransfer pinjaman ke rekening nasabah yang selanjutnya digunakan untuk melunasi kewajiban nasabah kepada

15 bank sebelumnya. Dengan pelunasan ini maka nasabah dapat mengambil rumah tersebut. Setelah itu barulah akad jual beli dapat dilakukan. Ketika akad jual beli disepakati, Bank seharusnya mencairkan dana sebesar harga jual beli. Dengan pencairan tersebut nasabah membayar qardh kepada Bank dan sisanya boleh diendapkan di rekening nasabah hingga barang jaminan dapat diterima. 5. Sebagai pemilik, Bank harus menanggung biaya pemeliharaan dan perbaikan serta risiko kerusakan atas rumah, termasuk juga biaya premi asuransi kebakaran atas rumah. Adanya biaya perawatan dan risiko atas rumah dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan uang sewa bagi nasabah. 6. Tidak membebankan ta'widh bagi nasabah yang terlambat membayar uang sewa. Jika berpedoman kepada fatwa DSN MUI No. 43, pengenaan ta widh hanya dibolehkan bagi nasabah yang terlambat membayar uang sewa diakibatkan kesengajaan atau kelalaian. Ta widh merupakan ganti rugi atas kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas dalam rangka penagihan hak yang seharusnya dibayarkan. Besar ta`widh adalah sesuai dengan nilai kerugian riil yang benar-benar dikeluarkan oleh Bank dalam upaya penagihan. Maka dalam penentuan besarnya ta widh Bank harus menghilangkan dasar pertimbangan yang tidak menimbulkan kerugian riil bagi Bank. 7. Hanya melakukan pemindahan kepemilikan melalui jual beli pada harga yang disepakati bersama. Untuk melakukan pemindahan kepemilikan maka Bank harus membuat akad baru dan terpisah dari akad IMBT sebelumnya. 6. Perlakuan Akuntansi atas Transaksi IMBT untuk PPR pada Bank XYZ Berdasarkan Laporan Tahunan Bank XYZ tahun 2013, terdapat beberapa kebijakan akuntansi terkait pengakuan dan pengukuran yang berkenaan dengan transaksi IMBT. Akun Aset yang Diperoleh untuk Ijarah merupakan aset yang dijadikan objek ijarah dan diakui sebesar nilai perolehannya. Pada Bank XYZ Cabang Wahid Hasyim, Aset yang Diperoleh untuk Ijarah pada PPR dicatat pada akun Pemilikan Rumah. Penyusutan atas objek IMBT dilakukan sesuai masa sewa secara proporsional. Pendapatan ijarah diakui selama masa akad secara proporsional. Bank XYZ Syariah mengakui piutang pendapatan ijarah pada saat jatuh tempo. Piutang pendapatan ijarah diakui sebesar sewa yang belum diterima. Jika nasabah terlambat membayar uang sewa maka Bank membebankan ganti rugi (ta widh). Ta widh diakui sebagai pendapatan. Akun-akun yang berkaitan dengan pembiayaan IMBT disajikan dalam laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi Bank XYZ. Di dalam laporan posisi keuangan, pada sisi

16 aktiva terdapat akun Aset yang diperoleh untuk ijarah yang disajikan sebesar nilai buku dikurangi dengan akumulasi penyusutan. Selain itu terdapat akun Piutang Pendapatan Ijarah yang disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu sebesar saldo piutang. Sedangkan dalam laporan laba rugi Pendapatan Ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban penyusutan aset yang diperoleh untuk ijarah dan IMBT. Pengungkapan terkait pembiayaan IMBT pada Bank XYZ hanya mengungkapkan kebijakan akuntansi terkait IMBT yang mengacu pada PSAK No. 107 tentang Akuntansi Ijarah. Selain itu Bank XYZ juga mengungkapkan keberadaan wa d pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan (jika ada wa d pengalihan kepemilikan). 7. Analisis Kesesuaian Akuntansi Transaksi IMBT pada Bank XYZ terhadap PSAK 107, PAPSI 2013, dan FAS 8 Selain melakukan analisis kesesuaian syariah, penulis juga melakukan melakukan analisis kesesuaian perlakuan akuntansi atas transaksi IMBT pada Bank XYZ berdasarkan standar akuntansi untuk perbankan yang berlaku di Indonesia, yaitu PSAK 107 dan PAPSI Selain itu penulis juga melakukan perbandingan perlakuan akuntansi berdasarkan FAS 8. Berdasarkan hasil analisis penulis, dapat disimpulkan bahwa perlakuan akuntansi transaksi IMBT dalam PPR pada Bank XYZ belum sepenuhnya sesuai dengan PSAK 107 sebagai acuan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dan PAPSI 2013 sebagai acuan standar akuntansi perbankan syariah di Indonesia. Setidaknya terdapat empat ketidaksesuaian perlakuan akuntansi IMBT pada Bank XYZ tehadap standar yang berlaku, diantaranya pengakuan atas biaya perbaikan objek sewa, pengakuan selisih antara harga jual dan nilai tercatat aset ijarah ketika terjadi penjualan sebelum berakhirnya masa sewa, penyajian beban penyusutan, dan pengungkapan. Dalam PSAK 107 dan PAPSI 2013, terdapat standar mengenai pengakuan biaya perbaikan objek ijarah oleh Bank sebagai pemilik, sedangkan dalam praktiknya Bank XYZ tidak menanggung semua biaya perbaikan objek sewa. Berdasarkan perjanjian IMBT, biaya-biaya tersebut menjadi tanggung jawab nasabah. Dalam PSAK 107 dan PAPSI 2013, jika pemindahan kepemilikan dilakukan melalui penjualan sebelum berakhirnya masa ijarah, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat aset ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian. Sedangkan pada Bank XYZ, selisih tersebut diakui sebagai pendapatan sewa.

17 Dalam PSAK 107 dan PAPSI 2013, beban penyusutan aset ijarah disajikan sebagai pengurang pendapatan ijarah pada laporan laba rugi. Sedangkan Bank XYZ tidak melakukan pencatatan atas beban penyusutan. Dalam hal pengungkapan, Bank XYZ hanya mengungkapkan keberadaan wa d pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan serta kebijakan akuntansi yang digunakan atas transaksi IMBT. Terdapat beberapa hal yang belum diungkapkan terkait IMBT sebagaimana yang ditetapkan dalam PSAK 107 dan PAPSI Selain melakukan analisis mengenai kebijakan akuntansi, penulis juga menganalisis pencatatan yang dilakukan Bank XYZ berdasarkan jurnal atas transaksi IMBT untuk pemilik menurut PAPSI PAPSI merupakan petunjuk pelaksanaan yang mengacu pada PSAK 107. Menurut analisis penulis, terdapat beberapa perbedaan pencatatan transaksi IMBT pada Bank XYZ dan PAPSI 2013, diantaranya: 1. Bank XYZ mengakui pendapatan sewa pada saat nasabah membayar uang sewa. Sedangkan menurut PAPSI, pendapatan diakui pada tanggal laporan keuangan. Praktik pada Bank XYZ mengakibatkan laba perusahaan yang disajikan pada laporan keuangan lebih kecil (understated). 2. Bank XYZ tidak mencatat beban penyusutan karena pendapatan ijarah diakui secara neto setelah dikurang akumulasi penyusutan. Sedangkan dalam PAPSI, beban penyusutan diakui pada setiap tanggal laporan dan disajikan sebagai pengurang pendapatan sewa pada laporan laba rugi. 3. Ketika terjadi pelunasan dipercepat, Bank XYZ mengakui selisih harga jual dan nilai aset tercatat sebagi pendapatan sewa. Sedangkan menurut PAPSI, selisih ini diakui sebagai keuntungan. 4. Bank XYZ berhak membebankan ta widh jika nasabah terlambat membayar uang sewa. Ta widh diakui sebagai pendapatan. PAPSI tidak mengatur pembebanan ta widh atas keterlambatan pembayaran uang sewa oleh nasabah. 5. Bank XYZ tidak membuat Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atas piutang sewa sebagaimana yang diatur dalam PAPSI Adanya perbedaan ini tidak menjadi masalah mengingat PAPSI revisi 2013 berlaku efektif mulai Bank XYZ masih dapat memperbaiki kebijakan akuntansinya hingga tahun 2016.

18 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai transaksi IMBT pada Bank XYZ, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ditinjau dari kesesuaian terhadap fatwa DSN MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang IMBT dan No. 9/DSN-MUI/IV/2000 tentang ijarah, pola pembiayaan IMBT untuk PPR yang diterapkan oleh Bank XYZ belum sepenuhnya sesuai. Setidaknya terdapat tiga ketentuan yang tidak terpenuhi. Pertama, penanggungan biaya pemeliharaan barang oleh nasabah. Kedua, tidak ada jaminan dari Bank bila terdapat cacat pada barang yang disewakan. Ketiga, janji pemindahan kepemilikan di akhir masa sewa bersifat mengikat. 2. Selain mengacu pada fatwa mengenai ijarah dan IMBT, transaksi IMBT pada Bank XYZ juga mengacu pada beberapa fatwa DSN lain yang terkait. Pertama, keterlibatan Bank dalam praktik sale and lease back belum sesuai dengan fatwa DSN No. 71/DSN- MUI/VI/2008. Ketidaksesuaian tersebut dilihat dari akad jual beli dan ijarah yang tidak saling lepas. Kedua, pengenaan ta widh atas penunggakan pembayaran uang sewa belum sesuai dengan Fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 karena penentuan besarnya ta widh didasarkan beberapa pertimbangan, bukan hanya biaya riil yang dikeluarkan Bank dalam upaya penagihan. Ketiga, pelaksanaan take over pada Bank XYZ belum memenuhi tatacara yang diperbolehkan menurut fatwa DSN No. 31/DSN-MUI/VI/2002. Bank dan nasabah melakukan akad jual beli atas rumah sebesar pengajuan yang disetujui sebelum adanya pelunasan utang nasabah di Bank sebelumnya. Keempat, pelaksanaan refinancing untuk renovasi rumah pada Bank XYZ telah sesuai dengan fatwa DSN No. 89/DSN-MUI/XII/ Secara garis besar, pelaksanaan transaksi IMBT dalam PPR pada Bank XYZ telah sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/ 14 / DPbS tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. Namun masih terdapat ketidaksesuaian diantaranya tidak terdapat uraian biaya pemeliharaan yang bersifat material dan struktural dalam akad. Selain itu Bank XYZ juga membebankan risiko kerusakan objek ijarah kepada nasabah. Selain mengacu pada Surat Edaran di atas, penyaluran pembiayaan untuk KPR ib Bank XYZ sudah sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia terkait FTV. 4. Kebijakan akuntansi yang dilakukan atas transaksi IMBT yang diterapkan pada Bank XYZ mengacu pada PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dan PAPSI. Masih terdapat ketidaksesuaian perlakuan akuntansi atas transaksi IMBT pada Bank XYZ. Setidaknya terdapat empat ketidaksesuaian diantaranya pengakuan atas biaya perbaikan objek sewa,

19 pengakuan selisih antara harga jual dan nilai buku pada saat penjualan aset sebelum masa akad berakhir, penyajian beban penyusutan, dan pengungkapan. 5. Terkait pencatatan atas transaksi IMBT, terdapat beberapa perbedaan pada Bank XYZ dengan jurnal menurut PAPSI Ketidaksesuaian tersebut diantaranya adalah pencatatan biaya penyusutan, pencatatan selisih antara harga jual dan nilai buku pada saat penjualan aset sebelum masa akad berakhir, dan pembentukan CKPN atas piutang sewa. Saran Saran untuk Bank XYZ adalah: 1. Melakukan evaluasi penerapan transaksi IMBT terhadap kesesuaian syariah dan standar akuntansi yang berlaku. 2. Melaksanakan transaksi IMBT berdasarkan ketentuan syariah yang berlaku dengan merujuk pada fatwa DSN MUI dan Peraturan Bank Indonesia yang terkait. 3. Menerapkan perlakuan akuntansi atas transaksi IMBT berdasarkan standar yang berlaku dengan merujuk pada PSAK 107 dan PAPSI revisi Memperkaya produk-produk perbankan yang telah dimiliki melalui penerapan akad IMBT. Daftar Pustaka Al-Qur anul Karim dan terjemahanya. Tafsir. Antonio, Muhammad Syafi i. (2001). Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. Ash-Shawi, Shalah dan Abdullah al-mushlih. (2011). Fikih Ekonomi Keuangan Islam (Abu Umar Basyir, Penerjemah). Jakarta : Darul Haq. Ath-Thayyar, Abdullah bin Muhammad. (2009). Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan 4 Mazhab (Miftahul Khairi, Penerjemah). Yogyakarta : Maktabah Al- Hanif. Ayyub, Muhammad. (2007). Understanding Islamic Finance. England : John Wiley & Sons Ltd. Bank Indonesia. (2007). Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.

20 Bank Indonesia. (2008). Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/ 14 / DPbS perihal Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. Bank Indonesia. (2012). Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Bank Indonesia. (2013). Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia revisi Bank Indonesia. (2013). Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. (2000). Fatwa No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. (2002). Fatwa No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al-Muntahiya Bi Al-Tamlik. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. (2002). Fatwa No. 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pengalihan Hutang. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. (2004). Fatwa No. 43/DSN- MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi (Ta widh) Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. (2007). Fatwa No. 56/DSN-MUI/V/2007 tentang Ketentuan Review Ujarah pada Lembaga Keuangan Syariah. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. (2008). Fatwa No. 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. (2013). Fatwa No. 89/DSN- MUI/XII/2013 tentang Pembiayaan Ulang (Refinancing) Syariah. Ikatan Akuntansi Indonesia. (2009). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 107 tentang Akuntansi Ijarah. Karim, Muhammad Adiwarman. (2007). Bank Islam Analsis Fiqih dan Keuangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Pew Reserach Center s Forum on Religion & Public Life. (2011). Pew Forum s Forthcoming Report on the Qorld s Muslim Population. Tarmizi, Erwandi. (2012). Harta Haram Muamalat Kontemporer. Bogor : Berkat Mulia Insani.

Dealin Mahaputri Leonika

Dealin Mahaputri Leonika Analisis Pembiayaan Akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik Berdasarkan PSAK 107 dan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 27 Pada Bank Muamalat dan Bank DKI Syariah Dealin Mahaputri Leonika-21210718 Analisis Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan pada bab II, maka dalam bab ini penulis akan membahas penerapan akuntansi untuk pembiayaan ijarah pada Bank DKI Syariah.

Lebih terperinci

ANALISIS PSAK 102 (REVISI 2013) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PRODUK KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (KKB) BRISYARIAH IB

ANALISIS PSAK 102 (REVISI 2013) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PRODUK KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (KKB) BRISYARIAH IB Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN: 2460-2159 ANALISIS PSAK 102 (REVISI 2013) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PRODUK KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (KKB) BRISYARIAH IB 1 Renka Suka Alamsyah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sistem perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan

BAB I PENDAHULUAN. dari sistem perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan peran perbankan syariah di Indonesia tidak terlepas dari sistem perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga diatur dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kendala yang sering dipermasalahkan dan merupakan kendala utama adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kendala yang sering dipermasalahkan dan merupakan kendala utama adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan rumah. Memiliki sebuah rumah impian adalah keinginan semua manusia. Namun terkadang keinginan tersebut tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah suatu pandangan atau cara hidup yang mengatur semua sisi kehidupan manusia, maka tidak ada satu pun aspek kehidupan manusia yang terlepas dari ajaran

Lebih terperinci

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 6. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 6. Afifudin, SE., M.SA., Ak. Materi: 6 AKUNTANSI MURABAHAH Afifudin, SE., M.SA., Ak. E-mail: afifudin_aftariz@yahoo.co.id atau afifudin26@gmail.comm (Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Malang) Jl. MT. Haryono 193

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN 4.1 Pengakunan Pembiayaan Musyarakah Wal Ijarah Muntahiya Bittamlik di Bank Muamalat Indonesia Cabang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian a) Implementasi Akad Murabahah Di Indonesia, aplikasi jual beli murabahah pada perbankan syariah di dasarkan pada Keputusan Fatwa Dewan Syariah

Lebih terperinci

BAB IV. Seperti di perbankan syari ah Internasional, transaksi mura>bah}ah merupakan

BAB IV. Seperti di perbankan syari ah Internasional, transaksi mura>bah}ah merupakan BAB IV ANALISIS FATWA MUI NO.04/DSN-MUI/IV/2000 DAN PERATURAN BANK INDONESIA NO.7/46/PBI/2005 TERHADAP IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN MODAL KERJA MURA>BAH}AH BIL WAKA>LAH DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PEMBAHASAN PEMBIAYAAN. A. Analisis Akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik Pada Produk. Pembiayaan Angsuran di BMT SM NU Cabang Kajen.

BAB IV ANALISIS HASIL PEMBAHASAN PEMBIAYAAN. A. Analisis Akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik Pada Produk. Pembiayaan Angsuran di BMT SM NU Cabang Kajen. 1 BAB IV ANALISIS HASIL PEMBAHASAN PEMBIAYAAN A. Analisis Akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik Pada Produk Pembiayaan Angsuran di BMT SM NU Cabang Kajen. Pembiayaan Akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik mulai

Lebih terperinci

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Penerapan dan Perhitungan Akad Sewa-Menyewa Ijarah Pada Bank DKI

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Penerapan dan Perhitungan Akad Sewa-Menyewa Ijarah Pada Bank DKI BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Penerapan dan Perhitungan Akad Sewa-Menyewa Ijarah Pada Bank DKI Syariah Ijarah adalah akad sewa menyewa atau akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan manfaat atau hak guna

Lebih terperinci

No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bank-bank konvensional. Esensi bank Islam tidak hanya dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. bank-bank konvensional. Esensi bank Islam tidak hanya dilihat dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bank Islam memiliki ciri karakter sendiri yang berbeda dengan bank-bank konvensional. Esensi bank Islam tidak hanya dilihat dari ketiadaan sistem riba dalam seluruh

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH. PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prinsip syariah sebagai dasar hukumnya berupa fatwa yang dikeluarkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. prinsip syariah sebagai dasar hukumnya berupa fatwa yang dikeluarkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) merupakan salah satu bagian dari konsep sistem ekonomi Islam yang lebih luas. Dalam menjalankan kegiatan bisnis dan usahanya, Lembaga

Lebih terperinci

Setelah penulis mengumpulkan data dari lapangan melalui wawancara. dan dokumentasi di lapangan, yaitu di Bank BNI Syariah Kantor Cabang

Setelah penulis mengumpulkan data dari lapangan melalui wawancara. dan dokumentasi di lapangan, yaitu di Bank BNI Syariah Kantor Cabang BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI FATWA DSN MUI NO. 43/DSN- MUI/VIII/2004 TENTANG TA WĪDH TERHADAP PENENTUAN TA WIDH PADA PRODUK HASANAH CARD DI BNI SYARIAH KANTOR CABANG SEMARANG Setelah penulis mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pegadaian sebagai lembaga keuangan alternatif bagi masyarakat guna menetapakan pilihan dalam pembiayaan disektor riil. Biasanya kalangan yang berhubungan dengan pegadaian

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN MULTI JASA

PEMBIAYAAN MULTI JASA PEMBIAYAAN MULTI JASA حفظه هللا Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA Publication: 1435 H_2014 M PEMBIAYAAN MULTI JASA حفظه هللا Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA Didownload file PDF dari web penulis www.erwanditarmizi.wordpress.com

Lebih terperinci

SESI : 07 ACHMAD ZAKY

SESI : 07 ACHMAD ZAKY SESI : 07 ACHMAD ZAKY akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri (MUI,2000)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalah), PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalah), PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, manusia secara naluri adalah makhluk yang senantiasa bergantung dan terikat serta saling membutuhkan kepada yang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur an dan Al-Hadis. ditugaskan oleh Allah SWT untuk mengelola bumi secara amanah.

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur an dan Al-Hadis. ditugaskan oleh Allah SWT untuk mengelola bumi secara amanah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur an dan Al-Hadis membantu manusia untuk menyelenggarakan praktik ekonomi yang berhubungan dengan pengakuan,

Lebih terperinci

No. 10/ 34 / DPbS Jakarta, 22 Oktober S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 10/ 34 / DPbS Jakarta, 22 Oktober S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No. 10/ 34 / DPbS Jakarta, 22 Oktober 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Skema Pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah di Bank Muamalat. Indonesia Kantor Cabang Pembantu Ponorogo

BAB V PEMBAHASAN. A. Skema Pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah di Bank Muamalat. Indonesia Kantor Cabang Pembantu Ponorogo BAB V PEMBAHASAN A. Skema Pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah di Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Ponorogo Musyarakah mutanaqisah (decreasing participation) adalah nasabah dan bank berkongsi

Lebih terperinci

No. 10/ 35 / DPbS Jakarta, 22 Oktober S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

No. 10/ 35 / DPbS Jakarta, 22 Oktober S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA No. 10/ 35 / DPbS Jakarta, 22 Oktober 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sehubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Sejalan dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia untuk mencapai terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan demokrasi ekonomi, telah dikembangkan

Lebih terperinci

No. 14/ 16 /DPbS Jakarta, 31 Mei 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 14/ 16 /DPbS Jakarta, 31 Mei 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No. 14/ 16 /DPbS Jakarta, 31 Mei 2012 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Sehubungan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/9/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembiayaan berdasarkan prinsip syari ah dalam praktiknya di lembaga perbankan syari ah telah membentuk sebuah sub sistem, sistem pembiayaan berdasarkan prinsip syari

Lebih terperinci

No. 15/22/DPbS Jakarta, 27 Juni 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

No. 15/22/DPbS Jakarta, 27 Juni 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA No. 15/22/DPbS Jakarta, 27 Juni 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah Bank Pembiayaan

Lebih terperinci

A. Mekanisme Pembiayaan KPR Muamalat ib dengan Menggunakan Akad Murabahah 1. Skema Pembiayaan KPR Muamalat ib dengan Menggunakan Akad Murabahah

A. Mekanisme Pembiayaan KPR Muamalat ib dengan Menggunakan Akad Murabahah 1. Skema Pembiayaan KPR Muamalat ib dengan Menggunakan Akad Murabahah BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN AKAD MURABAHAH DAN AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISAH PADA PEMBIAYAAN KPR MUAMALAT ib Membeli rumah secara tunai menjadi hal yang mustahil bagi banyak orang di zaman yang serba susah

Lebih terperinci

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH KODIFIKASI PRODUK DAN AKTIVITAS STANDAR BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

Lebih terperinci

Sharia Issues In Refinancing & Restructuring

Sharia Issues In Refinancing & Restructuring Sharia Issues In Refinancing & Restructuring Prof. Dr. Fathurrahman DJamil, MA Disampaikan pada Seminar Internasional dan Muzakarah Cendikiawan Syariah Nusantara Hotel Milenium, 10 Juni 2015 RESTRUKTURISASI

Lebih terperinci

KAFA>LAH BIL UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT

KAFA>LAH BIL UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGGUNAAN AKAD KAFA>LAH BIL UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT SIDOGIRI CAPEM SUKOREJO KOTA BLITAR Pembiayaan take over merupakan pembiayaan yang digunakan

Lebih terperinci

Sriono ISSN Nomor TELAAH TERHADAP PERJANJIAN SEWA MENYEWA (AL IJARAH) DALAM PERBANKAN SYARIAH

Sriono ISSN Nomor TELAAH TERHADAP PERJANJIAN SEWA MENYEWA (AL IJARAH) DALAM PERBANKAN SYARIAH TELAAH TERHADAP PERJANJIAN SEWA MENYEWA (AL IJARAH) DALAM PERBANKAN SYARIAH Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Perkembangan ekonomi disuatu Negara tidak dapat dilepaskan dari

Lebih terperinci

Rizky Andrianto. Evony Silvino Violita. Program Studi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Abstrak

Rizky Andrianto. Evony Silvino Violita. Program Studi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Abstrak ANALISIS PENERAPAN PRINSIP DAN STANDAR AKUNTANSI SYARIAH YANG BERLAKU DI INDONESIA MENGENAI PENJADUALAN ULANG PIUTANG MURABAHAH BERMASALAH (STUDI KASUS PADA PT BANK XYZ) Rizky Andrianto Evony Silvino Violita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan sistem dan prosedur gadai emas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas generasi mendatang, termasuk perannya sebagai pemantapan jati diri.

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas generasi mendatang, termasuk perannya sebagai pemantapan jati diri. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Selain sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, perumahan

Lebih terperinci

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI 22 BAB II MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI A. Mura>bah}ah 1. Pengertian Mura>bah}ah Terdapat beberapa muraba>h}ah pengertian tentang yang diuraikan dalam beberapa literatur, antara lain: a. Muraba>h}ah adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pinjaman kepada orang-orang yang membutuhkan dana. Bank

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pinjaman kepada orang-orang yang membutuhkan dana. Bank BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank syariah sebagai lembaga intermediasi masyarakat memliki peranan yang sangat penting. Tugas dari bank syariah sebagai lembaga intermediasi adalah menghimpun

Lebih terperinci

Perbankan Syariah. Akuntansi Ijarah

Perbankan Syariah. Akuntansi Ijarah MODUL PERKULIAHAN Perbankan Syariah Akuntansi Ijarah Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ekonomi Dan Bisnis Akuntansi 13 Reskino, SE.,MSi., AK., CA Afrizon, SE.,MSi., AK., CA Abstract

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No 107 1. PSAK Tentang Akuntansi Pembiayaan Ijarah Berdasarkan perkembangan per 1 September 2007, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

Lebih terperinci

Materi: 12 AKUNTANSI IJARAH

Materi: 12 AKUNTANSI IJARAH Materi: 12 AKUNTANSI IJARAH Afifudin, SE., M.SA., Ak. E-mail: afifudin_aftariz@yahoo.co.id atau afifudin26@gmail.comm (Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Malang) Jl. MT. Haryono 193 Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Arthaloka Gf, 2006 ), hlm M. Nadratuzzaman Hosen, Ekonomi Syariah Lembaga Bisnis Syariah,(Jakarta: Gd

BAB I PENDAHULUAN. Arthaloka Gf, 2006 ), hlm M. Nadratuzzaman Hosen, Ekonomi Syariah Lembaga Bisnis Syariah,(Jakarta: Gd BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, sebagai negara Muslim terbesar di dunia, telah muncul kebutuhan akan adanya bank yang melakukan kegiatannya berdasarkan prinsip syariah. Disamping bank

Lebih terperinci

MURABAHAH ANUITAS DAN PENERAPANNYA MENURUT STANDAR AKUNTANSI SYARIAH

MURABAHAH ANUITAS DAN PENERAPANNYA MENURUT STANDAR AKUNTANSI SYARIAH MURABAHAH ANUITAS DAN PENERAPANNYA MENURUT STANDAR AKUNTANSI SYARIAH Oleh: Marita Kusuma Wardani Ibu_ayya@yahoo.co.id (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakarta) Abstract Praktek transaksi syariah

Lebih terperinci

2 Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tent

2 Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tent LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.141, 2015 PERBANKAN. BI. Rasio. Loan To Value. Financing To Value. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5706). FPERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi merupakan kasus yang sangat ditakuti oleh setiap negara di dunia. Hal ini membuat setiap negara berusaha untuk memperkuat ketahanan ekonomi. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Adanya potensi jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai ±

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Adanya potensi jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai ± BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adanya potensi jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai ± 85% dari 220 juta penduduk Indonesia, memberikan kesempatan bagi berkembang pesatnya sektor Perbankan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA A. Mudharabah 1. Pengertian Mudharabah Mudharabah atau yang disebut juga dengan qirad adalah suatu bentuk akad kerja sama antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011) tentang Analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011) tentang Analisis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang dapat menjadi data pendukung dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada kehidupan modern dewasa ini adalah suatu kebutuhan masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga keuangan tersebut adalah bank yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN DENDA PENUNDAAN PEMBAYARAN KPR PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN DENDA PENUNDAAN PEMBAYARAN KPR PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN DENDA PENUNDAAN PEMBAYARAN KPR PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG SURABAYA A. Analisa Hukum Islam Terhadap Sanksi Denda Pada Nasabah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhankebutuhan. yang harus dipenuhi. Seluruh aktivitas ekonomi yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhankebutuhan. yang harus dipenuhi. Seluruh aktivitas ekonomi yang mengandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi. Seluruh aktivitas ekonomi yang mengandung kemaslahatan bagi umat disebut sebagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/10/PBI/2015 TENTANG RASIO LOAN TO VALUE ATAU RASIO FINANCING TO VALUE UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PROPERTI DAN UANG MUKA UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian yang mengelola dana dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank, lembaga pembiayaan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan jumlah penduduk yang makin meningkat/padat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan jumlah penduduk yang makin meningkat/padat, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan jumlah penduduk yang makin meningkat/padat, tuntutan akan tersedianya berbagai fasilitas yang mendukung kehidupan masyarakat juga mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi tingkat bunga akhir-akhir ini memberikan perhatian lebih kepada

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi tingkat bunga akhir-akhir ini memberikan perhatian lebih kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fluktuasi tingkat bunga akhir-akhir ini memberikan perhatian lebih kepada para pelaku pasar untuk berhati-hati dalam melakukan investasi. Di antara dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga perantara keuangan antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank menurut istilah adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang cukup signifikan. Menurut outlook perbankan syariah 2012 yang

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang cukup signifikan. Menurut outlook perbankan syariah 2012 yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan bisnis perbankan syariah di Indonesia saat ini mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Menurut outlook perbankan syariah 2012 yang disampaikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Take Over 1. Pengertian Take Over Take over menurut fatwa DSN-MUI adalah pemindahan hutang nasabah dari bank / lembaga keuangan konvensional ke bank / lembaga keuangan syariah,

Lebih terperinci

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 5-6. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 5-6. Afifudin, SE., M.SA., Ak. Materi: 5-6 AKUNTANSI MURABAHAH Afifudin, SE., M.SA., Ak. E-mail: afifudin_aftariz@yahoo.co.id atau afifudin26@gmail.comm (Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Malang) Jl. MT. Haryono 193

Lebih terperinci

Sukuk Ijarah. 1 Al Ma'ayir as Syar'iyyah, hal Dr. Hamid Mirah, Sukuk al Ijarah, hal

Sukuk Ijarah. 1 Al Ma'ayir as Syar'iyyah, hal Dr. Hamid Mirah, Sukuk al Ijarah, hal Sukuk Ijarah Sukuk berasal dari bahasa Arab bentuk jamak dari kata Shakk yang berarti surat berharga. Secara terminologi AAOIFI mendefinisikan Sukuk dengan, "Beberapa lembar sertifikat dengan nilai sama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dari dunia ekonomi. Aspek dunia ekonomi yang dikenal saat ini sangat luas. Namun yang sering digunakan oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia saat ini sudah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia saat ini sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia saat ini sudah mengalami peningkatan yang cukup pesat dan sudah memiliki tempat yang memberikan cukup pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana (liabilities), penyaluran dana (asset) berupa pembiayaan, dan jasa-jasa

BAB I PENDAHULUAN. dana (liabilities), penyaluran dana (asset) berupa pembiayaan, dan jasa-jasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank syariah menjalankan kegiatan usahanya meliputi penghimpunan dana (liabilities), penyaluran dana (asset) berupa pembiayaan, dan jasa-jasa perbankan lainnya (services).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Bank percaya kepada

BAB II LANDASAN TEORI. diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Bank percaya kepada BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan dapat diartikan sebagai aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dananya kepada pihak nasabah yang membutuhkan dana. Penyaluran dana dalam bentuk

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Nasabah Nasabah adalah aset atau kekayaan utama perusahaan karena tanpa pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang mengatakan pelanggan

Lebih terperinci

BAB IV. IMPLEMENTASI AKAD IJĀRAH DALAM BNI ib PEMBIAYAAN HAJI DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN

BAB IV. IMPLEMENTASI AKAD IJĀRAH DALAM BNI ib PEMBIAYAAN HAJI DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN 52 BAB IV IMPLEMENTASI AKAD IJĀRAH DALAM BNI ib PEMBIAYAAN HAJI DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN A. Analisis Penerapan Akad Ijārah dalam BNI ib Pembiayaan Haji di BNI Syariah Cabang Pekalongan Secara umum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Analisis Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Adapun salah satu ukuran keberhasilan suatu bank adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Adapun salah satu ukuran keberhasilan suatu bank adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aktifitas perbankan yang paling dominan adalah penyaluran dana kepada masyarakat. Penyaluran dana menjadi bagian yang sangat penting bagi bisnis bank

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dibangun atas dua sektor, yaitu sektor riil dan sektor moneter. Sektor riil adalah sektor ekonomi yang ditumpukan pada sektor manufaktur dan

Lebih terperinci

2017, No khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam; e. bahwa berdasarkan pertimba

2017, No khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam; e. bahwa berdasarkan pertimba LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.151, 2017 KEUANGAN OJK. Bank. Bencana Alam. Daerah Tertentu. Kredit. Pembiayaan. Perlakuan Khusus. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

Produk Talangan Haji Perbankan Syariah

Produk Talangan Haji Perbankan Syariah Produk Talangan Haji Perbankan Syariah Dr. Setiawan Budi Utomo Seminar Sehari Kebijakan Penyelenggaraan Haji Oleh Pemerintah dan Masalah Dana Talangan Haji Pada Perbankan Syariah Majelis Tarjih dan Tajdid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak itu hingga sekarang perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak itu hingga sekarang perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak tahun 1992 lembaga keuangan syariah mulai muncul di Indonesia. Sejak itu hingga sekarang perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN PERATURAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: PER- 04 /BL/2007 TENTANG AKAD-AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM KEGIATAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH KETUA BADAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perbankan syariah berawal pada tahun 1950an.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perbankan syariah berawal pada tahun 1950an. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perbankan syariah berawal pada tahun 1950an. perkembangan syariah merupakan cita-cita para praktis ekonomi islam pada saat itu, sehingga pada tahun

Lebih terperinci

RESCHEDULING DAN KOLEKTABILITAS

RESCHEDULING DAN KOLEKTABILITAS BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH, RESCHEDULING DAN KOLEKTABILITAS A. Pembiayaan Mura>bah}ah 1. Definisi Pembiayaan Definisi pembiaayan dalam undang-undang perbankan Syariah nomor 21

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung. mendeskripsikan dan mengilustrasikan rangkaian pelaksaan gadai dari awal

BAB IV ANALISIS DATA. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung. mendeskripsikan dan mengilustrasikan rangkaian pelaksaan gadai dari awal BAB IV ANALISIS DATA A. Proses Penerapan Akad Rahn dan Ijarah dalam Transaksi Gadai pada Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung Mendiskusikan sub tema ini secara gamblang, maka tidak ubahnya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Penerapan Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia,

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Penerapan Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Penerapan Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk menerapkan murabahah pesanan yang bersifat mengikat. PT. Bank Muamalat Indonesia,

Lebih terperinci

Pembiayaan Multi Jasa

Pembiayaan Multi Jasa Pembiayaan Multi Jasa Produk pembiayaan Murabahah diciptakan untuk memenuhi kebutuhan nasabah akan barang. Adapun untuk memenuhi kebutuhan nasabah akan jasa, seperti; pendidikan, pelayanan kesehatan dan

Lebih terperinci

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH SESI 7: Akuntansi Akad Ijarah Achmad Zaky,MSA.,Ak.,SAS.,CMA DEFINISI 2 Bahasa: al Ajru = al Iwadhu (kompensasi) Terminologi: akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA 83 BAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA A. Analisis terhadap Aplikasi Rahn pada Produk Gadai Emas dalam di BNI Syariah

Lebih terperinci

Pembandingan PSAK No. 102 Dengan Fatwa MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 1

Pembandingan PSAK No. 102 Dengan Fatwa MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 1 EKBISI, Vol. VII, No. 2, Juni 2013, hal. 150 163. ISSN:1907-9109 Pembandingan PSAK No. 102 Dengan Fatwa MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 1 Aninda Adhaninggar, Fakultas Ekonomi UII Syamsul Hadi, Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

Oleh : ALI SYUKRON. Abstrak

Oleh : ALI SYUKRON. Abstrak IMPLEMENTASI AL-IJĀRAH AL-MUNTAHIYA BI AL-TAMLIK (IMBT) DI PERBANKAN SYARIAH Oleh : ALI SYUKRON Abstrak Al-Ijārah al-muntahiya bit al-tamlik (IMBT) merupakan salah satu alternatif skim pembiayaan syariah

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA PENGERTIAN LEMBAGA KEUANGAN Lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menanamkannya dalam bentuk aset keuangan lain, misalnya kredit,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/16/PBI/2016 TENTANG RASIO LOAN TO VALUE UNTUK KREDIT PROPERTI, RASIO FINANCING TO VALUE UNTUK PEMBIAYAAN PROPERTI, DAN UANG MUKA UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN

Lebih terperinci

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA A. Perbankan Syari ah Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2017 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT ATAU PEMBIAYAAN BANK BAGI DAERAH TERTENTU DI INDONESIA YANG TERKENA BENCANA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mengalami peningkatan yang cukup pesat tidak hanya pada negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mengalami peningkatan yang cukup pesat tidak hanya pada negaranegara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mengalami peningkatan yang cukup pesat tidak hanya pada negaranegara yang mayoritas Muslim, akan tetapi

Lebih terperinci

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 31/DSN-MUI/VI/2002 Dewan Syari ah Nasional, setelah Tentang PENGALIHAN HUTANG Menimbang : a. bahwa salah satu bentuk jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akuntansi adalah an everchangging discipline, berubah terus menerus sepanjang masa (Morgan 1988, Hines 1989 dan Francis 1990). Akuntansi adalah proses mengidentifikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia ditandai dengan perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan lembaga kuangan syariah di Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Syariah. Dana Jasa. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4896)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Syariah. Dana Jasa. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4896) No.136, 2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Syariah. Dana Jasa. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4896) PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/16/PBI/2008

Lebih terperinci

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH (Sulhan PA Bengkulu) 1. Perbankan Syari ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syari ah dan Unit Usaha

Lebih terperinci

MUSYARAKAH MUTANAQISAH SEBAGAI ALTERNATIF PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH. Kajian LiSEnSi, Selasa, 23 Maret 2010

MUSYARAKAH MUTANAQISAH SEBAGAI ALTERNATIF PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH. Kajian LiSEnSi, Selasa, 23 Maret 2010 MUSYARAKAH MUTANAQISAH SEBAGAI ALTERNATIF PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH Kajian LiSEnSi, Selasa, 23 Maret 2010 Rumah adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Terungkapnya krisis kredit subprime

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) sebagai lembaga keuangan mikro syariah mempunyai peran yang cukup penting dalam mengembangkan aspek-aspek produksi dan investasi untuk meningkatkan

Lebih terperinci