II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Pemukiman

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Pemukiman"

Transkripsi

1 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Pemukiman Menurut Simonds (2006), lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni dan alami untuk memperkuat karakter lanskapnya. Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1992 Pasal 1 ayat 1 mendefinisikan perumahan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Pemukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Berdasarkan definisi tersebut, Kawasan Bukit Cimanggu City dan Taman Yasmin dapat dikatakan sebagai pemukiman yang berada di Kota Bogor. Eckbo (1964) mengungkapkan bahwa lingkungan pemukiman adalah suatu area yang didalamnya terdapat susunan ketetanggaan atau kumpulan tempat tinggal dan sarana perkantoran, niaga, pendidikan, budaya, kesehatan, dan fasilitas administrasi penting lainnya di sekitar area tersebut, kehadiran fasilitas penunjang yang terkumpul dan tersusun rapih di suatu kelompok hunian (cluster), dan adanya hubungan antar rumah melalui jalur yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki (pedestrian). Pemukiman merupakan kelompok-kelompok rumah yang memiliki ruang terbuka secara bersama-sama dan merupakan kelompok kecil untuk melibatkan semua anggota keluarga dalam suatu aktivitas, tetapi cukup besar untuk menampung fasilitas umum seperti lapangan bermain, tempat belanja, dan daerah penyangga (Simonds, 2006). Lingkungan hidup yang ideal bagi manusia adalah dimana tegangan (friksi) dapat dihindarkan atau dipecahkan, sehingga dicapai perkembangan optimum dalam hubungan harmonis antara hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, maupun manusia dengan lainnya. Beberapa prasaraan dalam suatu pemukiman antara lain: jalur kendaraan, jalur pejalan kaki, sistem drainase, jaringan utilitas, penerangan jalan dan lain sebagainya (Simonds, 2006).

2 6 2.2 Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Dasar Hijau (KDH) Menurut UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, persyaratan kepadatan bangunan pada suatu wilayah meliputi koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien lantai bangunan (KLB). Selain itu, diperlukan perhitungan mengenai Koefisien Dasar Hijau (KDH) untuk menentukan seberapa besar persentase peruntukan lahan hijau berdasarkan nilai KDB. Dengan demikian, KDB dan KDH merupakan nilai yang harus diperhitungkan dalam membangun suatu perumahan. Dilihat dari artinya, KDB merupakan angka koefisien perbandingan antara luas bangunan lantai dasar dengan luas tanah kavling atau blok peruntukan (Anonim, 2009). Koefisien Dasar Hijau (KDH) Blok Peruntukan adalah rasio perbandingan luas ruang terbuka hijau blok peruntukan dengan luas blok peruntukan atau merupakan suatu hasil pengurangan antara luas blok peruntukan dengan luas wilayah terbangun dibagi dengan luas blok peruntukan. Secara matematis, menurut Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 21 tahun 2009 untuk menentukan angka KDB bangunan rumah dapat dirumuskan sebagai berikut: Angka KDB = Luas bangunan lantai dasar x 100 % Luas tanah atau blok Angka KDH = 100 % - (KDB + (20 % x KDB)) Dimana : KDB = Koefisien Dasar Bangunan KDH = Koefisien Dasar Hijau Dalam suatu daerah, angka KDB kawasan yang ditetapkan masing-masing berbeda, sesuai dengan wilayah dan rencana pembangunan wilayah itu sendiri. Misalnya, pada suatu wilayah akan dibangun kawasan resapan air, maka angka KDB yang ditentukan untuk kawasan tersebut dibuat kecil. Ini berarti Pemda membatasi kawasan itu untuk pembangunan rumah. Walaupun penetapan angka KDB setiap daerah berbeda-beda, namun secara umum ada tiga klasifikasi KDB yang ditetapkan, yaitu:

3 7 1. KDB padat dengan angka KDB antara % 2. KDB sedang dengan angka KDB 40-60% 3. KDB renggang dengan angka KDB dibawah 40% Dari ketiga klasifikasi tersebut, angka KDB yang diijinkan oleh pemerintah pada suatu wilayah adalah KDB sedang dengan angka %. Persentase KDH minimal berdasarkan persentase KDB dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Persentase KDH minimal (%) No. Klasifikasi KDB KDB Maksimal (%) KDH Minimal (%) 1. KDB padat KDB sedang/ kurang padat 3. KDB renggang/ tidak padat Sumber: Perda No. 6 tahun Ruang Terbuka Hijau (RTH) Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai bagian dari ruang terbuka didefinisikan sebagai ruang terbuka yang pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuhan baik secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan lain sebagainya (Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988). Ruang terbuka hijau (RTH) di dalam Undang-Undang No. 26 tahun 2007, Pasal 1 No. 31 adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 2007, RTH merupakan ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang atau jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Menurut Laurie (1986), ruang terbuka dalam lingkungan hidup adalah lingkungan alam dan manusia. Ruang terbuka ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu (1) ruang terbuka sebagai sumber produksi antara lain perhutanan, produksi

4 8 mineral, peternakan, pengairan, dan lain-lain; (2) ruang terbuka sebagai perlindungan, misalnya cagar alam, daerah budaya dan sejarah; (3) ruang terbuka untuk kesehatan, kenyamanan, antara lain untuk melindungi kualitas air, pengaturan, pembuangan air dan sampah, rekreasi, taman lingkungan, taman kota. Menurut Nurisjah (1991) Ruang Terbuka Hijau adalah semua ruang terbuka yang ditanami dengan tanaman, dari yang bersifat alami seperti lapangan rumput, stepa, sabana, hutan raya, sampai yang bersifat buatan seperti halaman rumah, jalur hijau, taman bermain, pemakaman dan taman lingkungan pada pemukiman. Ruang Terbuka Hijau dikembangkan berdasarkan kawasan peruntukkan kota, di mana kawasan peruntukkan kota tersebut dibagi atas : (1) kawasan pemukiman kepadatan tinggi (2) kawasan pemukiman kepadatan sedang (3) kawasan pemukiman kepadatan rendah (4) kawasan industri (5) kawasan perkantoran (6) kawasan sekolah, kampus perguruan tinggi (7) Kawasan perdagangan (8) kawasan jalur jalan (9) kawasan jalur sungai (10) kawasan jalur pesisir pantai (11) kawasan jalur pengaman utilitas/isolasi. RTH dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Sulistyantara, 2001) : 1. Taman kota, fasilitas kota yang disediakan dan dipelihara oleh Pemda untuk memenuhi kebutuhan rekreatif seperti rileks, kesenangan, istirahat, olahraga, permainan, pemandangan, pendidikan, dll. Selain itu, taman kota berfungsi sebagai perlindungan terhadap bencana alam, polusi udara dan sebagai tempat pengungsian. 2. Makam/pemakaman, fasilitas kota untuk peristirahatan. Unsur vegetasi cukup dominan. 3. Ruang terbuka jalan, ruang terbuka hijau di jalan, untuk keamanan dan kenyamanan lalu lintas serta keindahan lanskap jalan. 4. RTH lain, seperti lapangan golf, taman industri dan taman bertema. 2.4 Luas Ruang Terbuka Hijau Luas ruang terbuka hijau (RTH) yang ideal di suatu kota berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota, pada ayat 3 berbunyi proporsi RTH publik pada wilayah kota paling sedikit 20 % dari luas wilayah kota.

5 9 Pembagian ruang wilayah kota berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2. Ruang Wilayah kota Ruang Terbangun (60%) Ruang Terbuka (40%) Ruang Hunian (40%) Ruang Non- Hunian (20%) Jaringan Jalan (20%) Taman Kota (12,5%) Lainnya (nonhijau) (12,5%) RTH di ruang hunian: Asumsi KDB maks 80% RTH= 20% x 40% = 8 % RTH di ruang non hunian: Asumsi KDB maks 90% RTH= 10% x 20% = 2 % RTH di jaringan jalan: Asumsi jalur hijau 30% RTH= 30% x 20% = 6 % (sungai, jalan KA, SUTET): Asumsi 20% lahan hijau RTH= 20% x 7,5% = 1,5 % RTH Privat = 10% RTH Publik = 20% Gambar 2 Pembagian ruang wilayah kota. (Sumber: Departemen PU) Pola untuk pemanfaatan RTH terdiri atas RTH publik dan RTH privat. RTH publik merupakan RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Adapun yang termasuk RTH publik antara lain taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Sementara itu, yang termasuk RTH privat antara lain kebun atau halaman rumah atau gedung milik masyarakat maupun swasta yang ditanami tumbuhan. Pada dasarnya, kawasan perumahan perlu menyediakan RTH yang bermanfaat untuk menjaga kualitas dan keseimbangan lingkungan di sekitar kawasan. Persyaratan RTH dapat didasarkan luas wilayah dan berdasarkan jumlah penduduk. Selain UU No. 26 tahun 2007, ada juga peraturan lain yang mengatur

6 10 luas RTH wilayah. Menurut Peratuan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 34 tahun 2006 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) Kawasan Perumahan menyebutkan bahwa untuk persyaratan luas wilayah, ditentukan luas RTH publik (milik pemerintah dan terbuka untuk umum) dan privat (perorangan) paling sedikit 10 % dari seluruh luas wilayah kawasan perumahan, atau mengacu pada peraturan perundangundandangan yang berlaku. Sementara itu, untuk persyaratan jumlah penduduk, ditentukan luas per kapita dalam m 2. Misalnya jumlah penduduk 250 jiwa sampai dengan jiwa, diperlukan RTH sebesar 1 m 2 sampai dengan 0,3 m 2 per kapita. 2.5 Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Areal perlindungan bagi berlangsungnya fungsi dan penyangga kehidupan. 2. Sarana menciptakan kebersihan, kesehatan dan keindahan lingkungan. 3. Sarana memenuhi kebutuhan rekreasi 4. Pengaman lingkungan hidup perkotaan dari pencemaran. 5. Sarana pendidikan dan penelitian. 6. Habitat satwa dan perlindungan plasma nutfah. 7. Sarana memperbaiki kualitas lingkungan hidup perkotaan. 8. Pengatur sistem air. Adapun menurut Undang-Undang RI No. 26 tahun 2007, manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas: a. Manfaat langsung yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk). b. Manfaat tidak langsung yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, peletarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi haati atau keragaman hayati).

7 Gas Karbon Dioksida (CO 2 ) dan Dampaknya terhadap Lingkungan Hidup Pohon merupakan penyerap gas CO 2 yang cukup penting, selain dari fitoplankton, ganggang, dan rumput laut di samudera. Karbondioksida adalah gas yang tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak berasa dengan rumus kimia CO 2 dimana molekulnya terdiri dari satu atom karbon dan dua atom oksigen. Karbondioksida juga merupakan salah satu gas rumah kaca utama yang laju emisi dan konsentrasinya semakin meningkat di atmosfer (Hairiah K dan Murdiyarso D, Perubahan iklim terjadi terutama berhubungan dengan berubahnya komposisi gas di atmosfer. Hal ini dapat mempengaruhi keseimbangan antara radiasi matahari yang datang dengan gelombang panjang yang dipantulkan kembali sebagai panas (Gambar 3). Efek ini sama dengan kondisi di dalam rumah kaca yang memungkinkan sinar matahari untuk masuk, tetapi energi yang keluar sangat sedikit sehingga suhu di dalam rumah kaca sangat tinggi. Oleh karenanya, pemanasan global disebut juga efek gas rumah kaca dan gas yang menibulkannya disebut gas rumah kaca (Hairiah K dan Murdiyarso D, 2007). Radiasi gelombang pendek Sebagian radiasi gelombang pendek yang dipantulkan Sebagian dipancarkan keluar atmosfer dan sebagian memanaskan atmosfer Sebagian besar radiasi gelombang pendek diserap dan memanaskan permukaan bumi setelah diubah menjadi gelombang panjang Radiasi balik gelombang panjang (inframerah) yang dipancarkan permukaan bumi Gambar 3 Gas rumah kaca yang menyelimuti atmosfer bumi akan menyerap radiasi gelombang panjang yang memanaskan bumi. (Sumber:

8 12 Karbondioksida merupakan salah satu Gas Rumah Kaca (GRK) yang penting selain metana (CH 4 ), nitrous oksida (N 2 O), perfluorokarbon (PFC) dan hidrofluorokarbon (HFC) serta sulfurheksfluorida (SF 6 ). Karbondioksida dapat dihasilkan dari proses pernapasan, pembusukan, dan pembakaran. Menurut Dahlan (2004), berbagai kegiatan di perkotaan baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak seperti kendaraan bermotor, rumah tangga, hotel, industri, dan kegiatan lainnya membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang sebagian diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil seperti bensin, solar, minyak tanah, dan batu bara, dimana proses pembakaran ini akan menghasilkan CO 2. Rincian emisi gas yang dihasilkan oleh berbagai macam bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Emisi gas CO 2 yang dihasilkan oleh beberapa macam bahan bakar No Jenis Bahan Bakar Jumlah Emisi Satuan 1 Bensin 2,31 Kg/lt 2 Solar 2,68 Kg/lt 3 Minyak Tanah 2,52 Kg/lt 4 LPG 1,51 Kg/kg 5 LNG 1,78 Kg/m 3 6 Minyak Diesel 3,09 Kg/lt 7 Gas Pipa 1,89 Kg/m 3 Sumber: DEFRA (2005) dan The National Energy Foundation (2005) dalam Dahlan (2007) Pada dasarnya, manusia yang hidup juga menghasilkan gas CO 2. Aktivitas manusia dapat menambah konsentrasi CO 2 di udara sebesar 3 % dari emisi alami tahunan (McPherson dan Simpson, 1999). CO 2 yang diemisikan dari aktivitas manusia (anthropogenik) mendapat perhatian yang lebih besar dengan kontribusinya yang > 55% terhadap pemanasan global (Hairiah K dan Murdiyarso D, 2007). Gas CO 2 relatif tidak begitu beracun jika dibandingkan dengan gas CO, SO 2, atau O 3, namun karena gas ini dapat mengakibatkan meningkatnya suhu udara bumi secara global (pemanasan global) melalui efek rumah kaca (Dahlan, 2004) maka gas ini termasuk gas yang sangat penting untuk diperhitungkan keberadaannya. Pengaruh dari pemanasan global tersebut dapat berupa terjadinya perubahan cuaca yang ekstrim, suhu udara meningkat, permukaan air laut

9 13 meningkat, kebakaran hutan bertambah, migrasi satwa dan kelangkaan air. Hal ini akan berdampak secara tidak langsung terhadap kehidupan manusia diantaranya asap dari kebakaran hutan dapat menyebabkan pernapasan manusia terganngu sehingga kesehatan manusia terganngu. Hal ini akan berdampak secara tidak langsung terhadap peningkatan biaya eksternal berupa biaya untuk membayar dokter, obat-obatan,, pajak rumah sakit, dan sebagainya. Lebih lanjut Dahlan (2007) mengemukakan bahwa akibat dari meningkatkan suhu udara bumi, es di kedua kutub akan mencair sehingga banyak kota yang terletak di pesisir akan tenggelam. Akibatnya, ekosistem mangrove dapat terganggu sehingga kehidupan makhluk hidup sekitarnya pun akan terganggu pula. 2.7 Manfaat dan Fungsi Pohon Vegetasi mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan. Menurut Irwan (2005), dari berbagai peranan dan manfaat vegetasi maka manfaat dan fungsi penghijauan atau ruang terbuka hijau antara lain: 1. Paru-paru kota, tanaman sebagai elemen hijau, pada pertumbuhannya mmenghasilkan zat asam (O 2 ) yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup untuk pernapasan. 2. Pengatur lingkungan (mikro), vegetasi akan menimbulkan lingkungan setempat sejuk, nyaman, dan segar. 3. Pencipta lingkungan hidup, penghijauan dapat menciptakan ruang hidup bagi makhluk hidup di alam yang memungkinkan terjadinya interaksi secara alamiah. 4. Penyeimbangan alam, merupakan pembentukan tempat hidup alami bagi satwa yang hidup di sekitarnya. 5. Oro-hidrologi, pengendalian untuk penyediaan air tanah dan pencegahan erosi. 6. Perlindungan terhadap kondisi fisik alami sekitarnya, seperti angin kencang, terik matahari, gas, atau debu. 7. Mengurangi polusi udara, vegetasi dapat menyerap polutan tertentu. Vegetasi dapat menyerap debu dengan tajuk dan kerimbunan daunnya. 8. Mengurangi polusi air dan suara (kebisingan).

10 14 9. Keindahan (estetika), dengan terdapatnya unsur-unsur penghijauan yang direncanakan dengan baikdan menyeluruh akan menambah keindahan kota. 10. Rekreasi dan pendidikan, komunitas vegetasi yang ditanam dengan keanekaragaman jenis dan karakter akan memberikan nilai ilmiah sehingga sangat berguna untuk pendidikan, seperti hutan kota merupakan laboratorium alam. 11. Sosial, politik, dan ekonomi. Tumbuhan mempunyai nilai sosial yang tinggi. Vegetasi memberikan hasil yang mempunyai nilai ekonomi seperti bunga, buah, kayu, dan sebagainya. 12. Penghijauan perkotaan dapat menjadi indikator atau petunjuk bagi lingkungan, kemungkinan ada hal-hal yang membahayakan yang terjadi atas pertumbuhan dan perkembangan kota. Grey dan Deneke (1978) mengklasifikasikan fungsi pohon menjadi beberapa fungsi, yaitu fungsi memperbaiki iklim, fungsi pembentuk ruang (arsitektural), fungsi memperbaiki fungsi lingkungan (engineering), fungsi estetis, dan fungsi lain. Fungsi-fungsi tersebut diklasifikasikan lagi menjadi fungsi yang lebih terperinci untuk setiap jenis pohon. Identifikasi fungsi pohon ini dapat ditentukan berdasar sifat morfologi dan identifikasi pohon tersebut. Beberapa rincian lebih lanjut mengenai fungsi dan identifikasi fungsi pohon tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3. Identifikasi pohon berdasarkan fungsi lingkungan No Fungsi Pohon Identifikasi 1 Kontrol Erosi Pohon yang memiliki kerapatan daun tinggi Permukaan daun berambut, bentuk pertumbuhan konifer, batang pohon kasar, percabangan horizontal, memiliki akar serabut 2 Kontrol Polusi Udara Pohon yang memiliki kerapatan daun tinggi Daun berdaging tebal, percabangan rendah 3 Kontrol Suara Kerapatan daun tinggi, daun berdaging tebal, percabangan rendah

11 15 Tabel 3. Lanjutan 4 Kotrol Jalan Pohon memiliki bentuk tajuk yang menarik Tinggi pohon tidak menghalangi pandangan pengguna jalan Pohon tidak menghasilkan buah yang besar Daya tumbuh tidak agresif 5 Kontrol Visual Kerapatan daun tinggi Bentuk tajuk dan warna bunga yang menarik 6 Kontrol Cahaya Kerapatan daun tinggi, percabangan pendek Tajuk bulat/kubah/tidak beraturan/menjurai Sumber: Grey dan Deneke (1978) Tabel 4. Identifikasi pohon berdasarkan fungsi memperbaiki iklim No Fungsi Pohon Identifikasi 1 Kontrol Suhu Pohon yang memiliki kerapatan daun yang tinggi Pohon yang memiliki bentuk tajuk bulat, berkolom, dan mejurai (weeping) 2 Kontrol Angin Pohon yang memiliki kerapatan daun yang tinggi Pohon dengan bentuk pertumbuhan konifer lebih efektif dalam mengurangi kecepatan angin Pohon yang memiliki batang, percabangan dan perakaran yang kuat 3 Kontrol Kelembaban Pohon yang memiliki kerapatan daun yang tinggi, dan atau Pohon yang memiliki bentuk tajuk bulat, berkolom, dan mejurai (weeping) Sumber: Grey dan Deneke (1978) Vegetasi sangat berperan dalam mereduksi CO 2 di udara. Sampai abad ke- 19, gas CO 2 masih seimbang di antara atmosfer, biosfer, dan hidrosfer. Manusia menghasilkan CO 2 sebesar 0,5% dari jumlah CO 2 di atmosfer setiap tahun sehingga meningkatkan kandungan gas ini sebanyak 0,25%. Disinilah peranan vegetasi karena setiap tumbuhan hijau akan menyerap CO 2 dan menghasilkan O 2. Hutan yang ada dapat menyangga rata-rata 1 ton/acre/tahun sehingga dunia memerlukan tambahan juta acre hutan (Irwan, 2005).

12 16 Pepohonan menyerap CO 2 dari udara melalui daun mereka dan menyimpan karbon di biomassanya (batang dan daun), kira-kira setengah dari berat kering pohon adalah karbon. Jumlah karbon yang tersimpan di biomassa tumbuhan ini dinamakan karbon tersimpan (carbon storage) atau biasa dikenal dengan stok karbon (C-stock) sedangkan jumlah karbon yang mampu diserap oleh tumbuhan dan disimpan dalam biomassanya dinamakan daya serap karbon (carbon sequestration) atau biasa dikenal dengan daya sink-c. Bagian tubuh tumbuhan yang paling banyak menyimpan karbon adalah batang. Pada umumnya, karbon menyusun % bahan kering dari tanaman. Menurut Birdsey (1992) dalam McPherson EG dan Simpson JR (1999) bahwa pada suatu ekosistem hutan, sebesar 63 % CO 2 tersimpan di dalam tanah, 27 % dalam biomassa pohon, dan 9% pada serasah di atas permukaan tanah. Setiap jamnya, 1 ha daun-daun hijau dapat menyerap 8 kg CO 2 yang ekuivalen dengan CO 2 yang dihembuskan oleh napas manusia sekitar 200 orang dalam waktu yang sama sebagai hasil pernapasannya. Berdasarkan penelitian Purwaningsih (2007) bahwa semakin banyak jumlah daun maka akan semakin tinggi pula kemampuan serapan karbondioksidanya. Widyastama (1991) mengemukakan beberapa contoh tanaman yang baik sebagai penyerap gas CO 2 dan penghasil Oksigen adalah Damar (Agathis alba), Daun Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea), Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala), Akasia (Acacia auriculiformis) dan Beringin (Ficus benjamina). Berdasarkan hasil penelitian Sugiharti (1998), diperoleh hasil bahwa Kaliandra (Calliandra sp.), Flamboyan (Delonix regia), dan Kembang Merak (Caesalpinia pulcherrima) merupakan tanaman yang efektif dalam menyerap gas CO 2 dan sekaligus tanaman tersebut relatif kurang terganggu oleh pencemaran udara. Tanaman merupakan bagian yang penting dalam biosfer dan kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi sehingga tanaman merupakan komponen yang penting dalam suatu lanskap. Tanaman dapat memberikan kenyamanan, keindahan, dan meningkatkan kualitas lingkungan. Kenyamanan dalam kaitannya dengan bangunan, didefinisikan sebagai suatu kondisi tertentu yang dapat memberikan sensasi yang menyenangkan (atau tidak menyulitkan) bagi pengguna bangunan tersebut. Manusia dinyatakan nyaman secara termis ketika ia tidak

13 17 dapat menyatakan apakah ia menghendaki perubahan suhu udara yang lebih panas atau lebih dingin dalam ruangan tersebut (Anonim, 2007). Suatu daerah dikatakan nyaman ketika kondisi di mana manusia dapat meminimalkan pengeluaran energi dari dalam tubuhnya untuk menyesuaikan (mengadaptasi) terhadap lingkungan termis di sekitarnya. Selalu terdapat tanaman di setiap permukaan bumi, baik itu berupa pohon, semak, maupun groundcover (Carpenter et al., 1975). Dalam proses fisiologis, manfaat tumbuhan dalam menyerap karbon dapat dijelaskan melalui proses fotosintesis. Tanaman dapat menyegarkan udara dengan mengambil CO 2 dalam proses fotosintesis. Fotosintesis merupakan proses metabolisme dimana CO 2 dan H 2 O diubah menjadi karbohidrat dengan bantuan klorofil dan cahaya matahari. Fotosintesis adalah suatu proses mendasar yang sangat penting untuk tanaman sebagian besar dari berat basah tanaman merupakan hasil langsung dari aktivitas fotosintesis. Komponen utama RTH adalah pohon, pohon memiliki kemampuan untuk menyimpan karbon melalui proses fotosintesis sebagai berikut: 6 mol CO mol H 2 O Cal 1 mol C 6 H 12 O mol O mol H 2 O 264 gr 216 gr 180 gr 192 gr 108 gr Gambar 4 Proses fotosintesis di daun.

14 18 Gas CO 2 merupakan bahan yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Jika konsentrasi gas ini semakin meningkat, maka hasil fotosintesis akan meningkat pula. Walaupun demikian, secara umum konsentrasi gas yang melebihi ppm akan berpengaruh buruk pada fotosintesis (Dahlan, 2007). Selain proses fotosintesis, ada juga proses respirasi. Respirasi merupakan penggunaan karbohidrat dan produk fotosintesis untuk membangun dan memelihara seluruh jaringan tumbuhan serta memproduksi energi untuk digunakan dalam metabolisme dan penyerapan hara. Pada kondisi aerobik, respirasi memproduksi energi, CO 2, dan air (H 2 O). O 2 sebagai hasil fotosintesis, sebagian dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan untuk berjalannya proses respirasi. Pada proses respirasi memerlukan O 2 dan menghasilkan CO 2 (Irwan, 2005). Pada fase pertumbuhan, tumbuhan atau sekumpulan tumbuhan seperti hutan, laju fotosintesis (P) lebih besar daripada proses respirasi (R), sehingga P/R 1. Pada fase ini laju pengikatan CO 2 lebih besar daripada laju emisi CO 2, sehingga tumbuhan mengurangi kadar CO 2 dalam atmosfer. Akan tetapi, semakin besar hutan maka semakin banyak daun yang ternaungi dan semakin besar pula proporsi bagian tumbuhan yang kurang mengandung klorofil seperti batang dan akar. Oleh karena itu, nisbah yang P/R semakin mengecil, akhirnya akan mendekati 1. Apabila tumbuhan atau hutan mencapai keseimbangan dinamik maka laju pengikatan CO 2 sama dengan laju pelepasan CO 2. Begitu pula tumbuhan yang muda biasanya P/R > 1, semakin tua tumbuhan P/R maka semakin mendekati 1 (Irwan, 2005). 2.8 Menghitung Manfaat Pohon dalam Lanskap Kawasan Perumahan Menghitung manfaat pohon dalam suatu lanskap kawasan perumahan dapat dilakukan salah satunya dengan mengukur penyimpanan dan daya serap karbon oleh pohon pada kawasan tersebut. Ada berbagai macam cara mengukur penyimpanan dan daya serap karbon oleh pohon. Pengukuran dapat dilakukan dengan merusak tanaman (misalnya menebang pohon) atau tanpa merusak tanaman. Pengukuran yang umumnya dilakukan adalah dengan menggunakan persamaan Alometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang. Berikut adalah salah satu contoh persamaan alometrik dengan menggunakan nilai

15 19 koefisien alometrik untuk perhitungan biomasa (Y) bagian atas spesies pohon Tropical (Brown, 1997 dalam Hairiah K dan Rahayu S, 2007): Y = 0,1043*D 2,6 dimana: D= diameter pohon setinggi dada (130 cm dari permukaan tanah) Pada penelitian ini, untuk memudahkan pengukuran penyimpanan dan daya serap karbon digunakan perangkat lunak ArcView dengan Ekstensi CITYgreen. CITYgreen ini merupakan alat yang dibuat untuk menghitung nilai manfaat ekologi dari suatu wilayah. Beberapa penelitian terkait dengan karbon dibeberapa negara telah menggunakan CITYgreen untuk menghitung peran RTH pada negara mereka. 2.9 Geographic Information System (GIS) Geographic Information System (GIS) merupakan suatu sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan menganalisis informasi-informasi geografis. GIS ini dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis (Prahasta E, 2004). Perangkat lunak GIS yang biasa digunakan antara lain ArcView, ArcGIS, MapInfo, ERDAS. Perangkat lunak GIS yang digunakan dalam penelitian ini adalah ArcView GIS 3.2 karena kemampuannya yang baik dalam menganalisis dan banyak tersedianya ekstensi yang beredar di pasaran. ArcView GIS 3.2 merupakan software yang biasa digunakan dalam menganalisis data spasial maupun non spasial serta pemetaan. Selain itu, khusus untuk menganalisis kebutuhan RTH diperlukan ekstensi CITYgreen 5.4 yang menganalisis kualitas udara berdasarkan daya serap terhadap polutan di udara, penyimpanan karbon, dan daya serap karbon Analisis dengan Ekstensi CITYgreen 5.4 Ekstensi CITYgreen 5.4 merupakan salah satu ekstensi dalam perangkat lunak ArcView GIS yang dapat menghitung peran RTH dalam menyerap dan menyimpan karbon di udara berdasarkan data atribut pohon dilihat dari citra

16 20 satelit, area studi (acres), persentase penutupan tajuk, dan tipe distribusi pohon. CITYgreen dapat mengelompokkan berbagai tipe distribusi pohon pada area yang diteliti menjadi tiga tipe. Tipe satu mewakili distribusi dari pepohonan tua. Tipe dua mewakili distribusi pohon muda. Tipe tiga menggambarkan suatu area dengan distribusi pohon yang seimbang. Tipe distribusi pohon tua (dengan biomassa yang lebih) diasumsikan dapat menghilangkan karbon lebih dari tipe distribusi pohon muda (American Forest, 2002). Pada dasarnya, komponen utama RTH adalah pohon. Seluruh analisis CITYgreen 5.4 berlandaskan prinsip mendasar bahwa pohon yang menjadi komponen RTH memberikan pelayanan ekosistem yang dapat diukur (American Forest, 2002). Ada beberapa aspek yang dapat dianalisis dengan CITYgreen 5.4 berdasarkan American Forest (2002), yaitu aliran permukaan (Stormwater Runoff Reduction), kualitas udara (Air Quality), penyimpanan karbon dan daya serap karbon (Carbon Storage and Sequestration), konservasi energi (Energy Saving), dan permodelan perkembangan RTH (Tree Growth Model). Setiap aspek membutuhkan beberapa data yang berbeda untuk dianalisis dalam CITYgreen. Data-data yang dibutuhkan untuk masing-masing aspek analisis disajikan pada Tabel 5. CITYgreen dapat menganalisis nilai manfaat ekologi dari suatu RTH dan mengkonversikannya kedalam satuan mata uang. Ekstensi CITYgreen 5.4 dapat membantu dalam mempengaruhi keputusan kebijakan riil. Dengan kemampuannya untuk menggabungkan gambar sangat rinci, CITYgreen 5.4 dapat membantu masyarakat di seluruh negeri membangun dan menganalisis data-data mengenai distribusi penutupan lahan mereka sendiri sebagai dasar untuk perencanaan lokal dan keputusan pembangunan. Ada beberapa rumusan yang digunakan CITYgreen 5.4 dalam memperkirakan penyimpanan karbon serta daya serap karbon (User Manual CityGreen 5.4): Kapasitas penyimpanan karbon = Area kajian (acres) x persen penutupan pohon x koefisien penyimpanan karbon (berdasarkan tipe distribusi pohon). Tingkat daya serap karbon tahunan = Area kajian (acres) x persen penutupan pohon x koefisien daya serap karbon (berdasarkan tipe distribusi pohon).

17 21 Tabel 5. Data yang dibutuhkan dalam analisis CITYgreen 5.4 Aspek yang Dianalisis Aliran Permukaan (Stormwater) Kualitas Udara (Air Quality) Penyimpanan Karbon dan Daya Serap Karbon (Carbon Storage/ Sequestration) Energi (Energy) Model Pertumbuhan (Tree Growth Model) Sumber: User Manual CityGreen 5.0 Data yang Dibutuhkan Tutupan Lahan, Kanopi Pohon Kanopi Pohon Kanopi Pohon, Diameter Batang (untuk pohon individu) Kanopi Pohon, Tinggi Bangunan, Spesies, Kelas Tinggi Pohon, Warna Atap Kanopi Pohon, Diameter Batang (untuk pohon individu), Kelas Tinggi Pohon Nilai Diperoleh dari Data CITYgreen dan Definisi Pengguna Kemiringan Lereng, Kelompok Hidrologi Tanah, informasi curah hujan, Tipe Distribusi Curah Hujan Kualitas Udara Kota Terdekat Albedo Atap, Sistem Penghangat, Isolasi Atap nilai-r, Lokasi Jendela dan AC Kelas Kesehatan Pohon, Kondisi Pertumbuhan

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dengan menganalisis Ruang Terbuka Hijau. Waktu penelitian dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan Oktober

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota 5 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota Kota merupakan suatu organisme yang kompleks yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang terjalin menjadi satu oleh suatu jaringan jalan dan jalur transportasi, saluran air,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... 1 Daftar Isi... 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Permasalahan... 4 1.3 Tujuan... 5 BAB II PEMBAHASAN/ISI 2.1 Hakikat Penghijauan Lingkungan... 6 2.2 Peran

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Emisi Karbondioksida (CO 2 ) yang Dikeluarkan Kendaraan Bermotor di Kota Bogor Tahun 2010 Emisi CO 2 dari kendaraan bermotor dapat diketahui dengan cara terlebih dahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri dan Klasifikasinya Industri merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut :

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut : BENTUK DAN FUNGSI HUTAN KOTA 1. Bentuk Hutan Kota Pembangunan hutan kota dan pengembangannya ditentukan berdasarkan pada objek yang dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah perkotaan pada umumnya tidak memiliki perencanaan kawasan yang memadai. Tidak terencananya penataan kawasan tersebut ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

Wiwi Widia Astuti (E1A012060) :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK

Wiwi Widia Astuti (E1A012060) :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK Nama NIM Tugas :Wiwi Widia Astuti :E1A012060 :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK Dalam beberapa tahun terakhir, isu pemanasan global semakin sering dibicarakan baik dalam skala kecil sampai tingkat internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses meningkatnya suhu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hutan Kota yang ada di Kota Samarinda Menurut PP RI No. 63 2002 hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. RTH dalam Penataan Ruang Wilayah Perkotaan Perkembangan kota merepresentasikan kegiatan masyarakat yang berpengaruh pada suatu daerah. Suatu daerah akan tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA Pengelolaan lingkungan diperlukan agar lingkungan dapat terus menyediakan kondisi dan sumber daya yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Lingkungan abiotis terdiri dari atmosfer,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fotosintesis Menurut Dwijoseputro (1980), fotosintesis adalah proses pengubahan zatzat anorganik berupa H 2 O dan CO 2 oleh klorofil (zat hijau daun) menjadi zat-zat organik

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bumi merupakan satu-satunya tempat tinggal bagi makhluk hidup. Pelestarian lingkungan dilapisan bumi sangat mempengaruhi kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Suhu

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 1. Penanaman pohon bakau di pinggir pantai berguna untuk mencegah.. Abrasi Erosi Banjir Tanah longsor Jawaban a Sudah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan dan Perancangan Lanskap Planning atau perencanaan merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10 SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10 1. Akhir-akhir ini suhu bumi semakin panas dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya karena efek rumah kaca. Faktor yang mengakibatkan semakin

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 5 Peta lokasi penelitian.

III. METODOLOGI. Gambar 5 Peta lokasi penelitian. 22 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kawasan Perumahan Bukit Cimanggu City dan Taman Yasmin Bogor, Kecamatan Tanah Sareal, Bogor (Gambar 5). Lokasi ini dipilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada PENDAHULUAN Latar Belakang Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Buletin PSL Universitas Surabaya 28 (2012): 3-5 Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Hery Purnobasuki Dept. Biologi, FST Universitas Airlangga Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

MANFAAT KANOPI POHON DALAM UPAYA PENYIMPANAN DAN DAYA SERAP KARBON DI KAWASAN PERUMAHAN

MANFAAT KANOPI POHON DALAM UPAYA PENYIMPANAN DAN DAYA SERAP KARBON DI KAWASAN PERUMAHAN MANFAAT KANOPI POHON DALAM UPAYA PENYIMPANAN DAN DAYA SERAP KARBON DI KAWASAN PERUMAHAN The Benefit of Trees Canopy for Carbon Storage and Sequestration in Residential. Case Study: Bukit Cimanggu City

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Desa Ancaran memiliki iklim yang dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin muson, dengan temperatur bulanan berkisar antara 18 C dan 32 C serta curah hujan berkisar

Lebih terperinci

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa dapat mengkritisi issue issue aktual tentang penataan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa perkembangan

Lebih terperinci

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami bentuk-bentuk ruang dengan tanaman

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA DUA JENIS VEGETASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG

KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA DUA JENIS VEGETASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA DUA JENIS VEGETASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG Aria Israini Putri 1, Marlina Kamelia 2, dan Rifda El Fiah 3 1,2 Tadris Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Pengertian 2 Global warming atau pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global permukaan bumi telah 0,74 ± 0,18 C (1,33 ±

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ruang Terbuka Ruang terbuka merupakan suatu tempat atau area yang dapat menampung aktivitas tertentu manusia, baik secara individu atau secara kelompok (Hakim,1993).

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL Secara umum pemanasan global didefinisikan dengan meningkatkan suhu permukaan bumi oleh gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Meski suhu lokal berubah-ubah secara alami, dalam kurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan industri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian tentang Lingkungan Hidup dan Lingkungan Perkotaan Soemarwoto (1985) mengemukakan bahwa lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034%

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Ozon (O 3 ) mempunyai fungsi melindungi bumi dari radiasi sinar Ultraviolet Ozon sekarang ini

Lebih terperinci

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan I.3 Ruang Lingkup I.4 Keluaran I.5 Jadwal Pelaksanaan III.1 III.2 III.3 III.3

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci