SUMBER DAYA HUTAN* Resume by Opissen Yudisyus , Ilmu Ekonomi
|
|
- Doddy Sutedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 SUMBER DAYA HUTAN* Resume by Opissen Yudisyus , Ilmu Ekonomi Hutan adalah asosiasi masyarakat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang didominasi oleh pohon-pohonan dengan luasan tertentu sehingga dapat membentuk iklim mikro dan kondisi ekologi tertentu. Sifat-sifat hutan antara lain ; pertama, merupakan tipe tumbuhan yang terluas distribusinya dan mempunyai produktifitas biologis yang tertinggi. Kedua, mencakup kehidupan seperti tumbuhan dan hewan, serta bukan kehidupan seperti sinar, air, panas dan lain-lain. Ketiga, regenerasi hutan sangat cepat dan kuat. Keempat, sebagai penyedia bahan mentah dan pelindung serta yang memperbaiki kondisi lingkungan dan ekologi. Beberapa fungsi hutan antara lain ; pertama, sebagai penyedia hasil hutan (kayu dan nonkayu). Kedua, mengatur tata air, mencegah dan membatasi banjir, erosi serta memelihara kesuburan tanah. Ketiga, melindungi suasana iklim dan memberi daya pengaruh yang baik. Keempat, memberikan keindahan alam. Hutan berdasarkan fungsinya, digolongkan menjadi beberapa macam yaitu ; hutan lindung, hutan produksi, hutan suaka alam dan hutan wisata. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang karena sifat-sifat alamnya diperuntukkan guna pengaturan tata air dan pencegahan bencana banjir dan erosi, serta pemeliharaan kesuburan tanah. Hutan produksi ialah kawasan hutan yang diperuntukkan guna memproduksi hasil hutan untuk keperluan masyarakat dan pembangunan. Hutan produksi dibagi menjadi dua yaitu, pertama, hutan produksi dengan penebangan terbatas ialah hutan produksi yang hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih. Kedua, hutan produksi dengan penebangan bebas ialah sebagai hutan produksi yang dapat dieksploitasi baik dengan cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis disertai dengan pembibitan alam atau dengan pembibitan buatan. Hutan suaka alam ialah kawasan hutan yang karena sifatnya yang khas diperuntukkan secara khusus untuk perlindungan alam hayati lainnya, dibagi menjadi dua jenis yaitu, pertama, cagar alam, merupakan hutan suaka alam yang berhubungan dengan keadaan alamnya yang khas, termasuk alam hewani dan alam nabati untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Kedua, suaka margasatwa, merupakan hutan suaka alam yang ditetapkan sebagai suatu tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan. *Suparmoko.2012.Ekonomi Sumber Daya Alam dan Linkungan; suatu pendekatan teoritis.edisi 4.BPFE Yogyakarta
2 Hutan wisata ialah kawasan hutan yang diperuntukkan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata atau peeburuan. Hutan wisata yang memiliki keindahan alam baik keindahan nabati, hewani maupun alamnya sendiri sering disebut sebagai taman wisata. Hutan wisata yang didalamnya terdapat satwa buru disebut sebagai taman buru. Tingginya penggunaan dan pemanfaatan hutan untuk produksi dan komoditi berdampak semakin berkurangnya lahan hutan sehingga menurunkan hasil produksi. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan hutan tanpa berpedoman pada prinsip kelestarian yang dikenal dengan konsep Maximum Sustainable Yield (MSY), yaitu menggunakan biaya yang seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang tertentu tanpa merusak kelestariannya. Agar pengelolaan sumber daya hutan dapat maksimal dan berlandaskan asas kelestarian seharusnya dilaksanakan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. Sedangkan untuk swasta diberikan hak pengusahaan hutan (HPH) dengan berkewajiban menjaga kelestarian hutan dan melindunginya. Selain hal diatas, untuk menjaga kelestarian hutan perlu adanya pengaturan penebangan yang meliputi pengaturan batas diameter minimum, rotasi tebang dan etat tebang pada setiap periode pengambilan. Perubahan setiap tahun dalam nilai tegakan dan biaya S (t) a(t) + r.s (t) a(t) r.s (t) t* t m lamanya rotasi t Gambar 1.1. Rotasi Optimum Dalam Penebangan Hutan
3 Pada gambar 1.1. diatas, kita dapat melihat bahwa garis : S (t) s (t) a (t) = nilai tegakan per satuan luas tanah pada saat pohon-pohon bermur t tahun. = perubahan nilai tegakan. = nilai sewa tahunan per satuan luas hutan dengan penanaman baru jika rotasi berikutnya direncanakan selama t tahun. Titik t m dari segi fisik, menghasilkan nilai kayu tertinggi pada masing-masing pemotongan dengan S(t) = 0, tetapi dari segi ekonomi tidak optimal karena tambahan biaya {marginal cost = a(t) + S(t) } pemeliharaan pohon sudah melebihi tambahan nilai tahunannya. Rotasi optimum dari segi ekonomi adalah pada t* dengan biaya total tahunan a(t) + r.s(t) = S(t). Adapun faktor-faktor penentu t* adalah biaya penanaman, harga kayu yang dipotong, tingkat diskonto penerimaan dan biaya pada waktu yang akan datang, serta pola pertumbuhan kayu yang dihubungkan dengan variabel usianya. Secara matematis rotasi optimum dapat dirumuskan sebagai berikut : ( ) ( ) ( ) ( ) Dimana : k = biaya penanaman kembali = ( ) = tingkat diskonto yang sifatnya kontinyu. e = 2,7183 Rotasi optimum diperoleh pada keadaan dimana tambahan nilai tegakan sama dengan bunga dari tegakan ditambah bunga dari nilai rentetan penerimaan dikurangi biaya penanaman yang dinyatakan dalam nilai sekarang. Metode rotasi optimal dapat dipelajari juga melalui analisis sensitivitas walaupun agak rumit. Analisis sensitivitas adalah untuk melihat dampak perubahan beberapa parameter terhadap rotasi optimum hutan. Parameter pertama, tingkat diskonto, jika r naik maka faktor diskonto akan turun tetapi ( ) akan ikut naik. Kenaikan tingkat bunga akan menurunkan (memperpendek ) rotasi. Kedua, kenaikan harga, seandaianya ada harga naik, rotasi akan diperpendek dan sebaliknya jika harga turun maka rotasi akan diperpanjang. Ketiga, pemotongan pajak, apabila dikenakan pajak advalorem maka S(t) didefinisikan S(t) =
4 (1- ) S(t). Jadi pendapatan penjualan kayu setelah pajak = (1- tingkat pajak) dikalikan dengan pendapatan kayu sebelum dikenakan k, berarti pemotongan pajak tidak akan berpengaruh terhadap t* (jika k = 0). Tetapi jika k > 0 maka akibatnya S(t*) semakin tinggi, berarti memperpendek rotasi dan sebaliknya jika S(t*) turun maka rotasi akan bertambah panjang. Keempat, kenaikan dalam biaya penanaman dan biaya manajemen, dengan kenaikan biaya penanaman maka k akan bertambah besar dan dampaknya akan memperpanjang rotasi tetapi bila pada waktu yang sama aktivitas manajemen menyebabkan hasil bertambah, maka S(t) akan meningkat dan rotasi optimum cenderung semakin pendek. Kelima, pajak kekayaan tahunan, jika nilai rata-rata persediaan kayu diturunkan selama periode rotasi berarti akan menurunkan pajak kekayaan. Dengan demikian pajak kekayaan akan memperpendek rotasi. Keenam, perbedaan jarak lokasi dengan pabrik pengolahan kayu, makin jauh jarak lokasi dengan pabrik pengolahan kayu maka biaya transport dan tenaga kerja akan semakin besar, berarti akan menurunkan nilai kayu dan rotasi akan diperpanjang. Salah satu konsep pengelolaan hutan dalam manajemen hutan adalah pengaturan sempurna hutan atau fully regulated adalah distribusi areal menurut kelas umur, dan umur pohon yang paling tua adalah umur rotasi; yaitu yang siap untuk dipanen dan kemudian digantikan oleh kelas umur dibawahnya dan seterusnya. Jumlah pohon P 1 P 2 0 t 1 t 2 Umur dan Rotasi (a)
5 Volume kayu menurut kelas umur Pengambilan tahunan selama konversi Kelebihan kayu dari hutan yang masak Volume yang diinginkan dalam kehutanan yang diatur 0 Kelas umur (b) Gambar 1.2. Distribusi Jumlah Pohon dan Volume Kayu Menurut Kelas Umur dalam Kehutanan yang diatur secara penuh t Pada gambar 1.2. (a), bahwa distribusi jumlah pohon menurut kelas umur tergantung pada rotasi yang dipilih. Dengan total area hutan yang tetap, maka semakin panjang rotasi akan semakin sedikit pohon dan semakin kecil pula volume kayu yang dihasilkan dalam setiap kelas umur. Ini berarti jika panjang suatu rotasi t 1 diganti dengan rotasi t 2 maka distribusi jumlah kayu akan bergeser ke bawah dari p 1 ke p 2 dan meluas ke kanan, dan jumlah pohon untuk setiap kelompok umur berkurang. Hutan yang matang atau dewasa akan mempunyai riap atau pertumbuhan netto = 0. Dengan rotasi t 1 dapat memberikan hasil panen tahunan sebesar 1/ t 1 dari volume yang ada setiap tahunnya. Pada akhir periode t 1 hutan akan berada pada kondisi pengaturan penuh dan mampu memberikan jumlah produksi yang maksimum dan berkelanjutan.
GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan lestari perlu dilaksanakan agar perubahan hutan yang terjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dan persekutuan alam lingkungan. Hutan sebagai
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi atau pengertian tentang hutan menurut Dengler (1930) dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon atau tumbuhan berkayu lainya
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kelestarian Hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu elemen yang paling penting dalam pengelolaan hutan adalah konsep kelestarian hasil hutan (sustained yield forestry). Definisi kelestarian
Lebih terperinciPenataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian
Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa hutan adalah karunia
Lebih terperinciBIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Inventarisasi Hutan
- 130-27. BIDANG KEHUTANAN 1. Inventarisasi Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala DAS dalam wilayah daerah. 2. Penunjukan,,, Pelestarian Alam, Suaka Alam dan Taman Buru
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.
Lebih terperinciMG-6 DAUR DAN ETAT PEMANENAN KAYU
MG-6 DAUR DAN ETAT PEMANENAN KAYU Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc Asti Istiqomah, SP EKONOMI KEHUTANAN ESL 325 (3-0) PENGERTIAN DAUR DAUR: Jangka waktu yang diperlukan oleh
Lebih terperinciLampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi
I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN A. Dasar Manajemen Hutan working plan perhitungan dan pengaturan hasil Manajemen Hutan
1. PENDAHULUAN A. Dasar Manajemen Hutan Manajemen hutan merupakan suatu pengertian luas dari pengetrapan / aplikasi pengetahuan tentang kehutanan dan ilmu yang sejenis dalam mengelola hutan untuk kepentingan
Lebih terperinciSUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH
- 140 - AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN 1. Inventarisasi Hutan 1. Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala DAS dalam daerah. 2. Penunjukan Kawasan Hutan,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
Lebih terperinciBerikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam
Banyak sekali ulah manusia yang dapat menyebabkan kepunahan terhadap Flora dan Fauna di Indonesia juga di seluruh dunia.tetapi,bukan hanya ulah manusia saja,berikut beberapa penyebab kepunahan flora dan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN POSO
PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG PEMANFAATAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan sendiri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehutanan menurut pasal 1 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan
Lebih terperinciBIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan
BB. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan 2. Pengukuhan Produksi, Hutan Lindung, Kawasan Suaka Alam dan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Luas kawasan hutan di Indonesia saat ini mencapai 120,35 juta ha. Tujuh belas persen
Lebih terperinciAA. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN
LAMPIRAN XXVII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 AA. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Inventarisasi Hutan 1. Penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang
Lebih terperinciC. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN
C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.
Lebih terperinciC. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN
C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan flora dan fauna yang hidup pada suatu kawasan atau wilayah dengan luasan tertentu yang dapat menghasilkan iklim mikro yang berbeda dengan keadaan
Lebih terperinciARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR
ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciSuhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY
Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pemanfaatan hutan dilakukan dengan cara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pariwisata sedang digalakkan oleh pemerintah dan merupakan andalan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata sedang digalakkan oleh pemerintah dan merupakan andalan bagi Indonesia dalam meningkatkan devisa negara. Potensi sumber daya alam Indonesia menjadi
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran
Lebih terperinciPELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV
xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan
Lebih terperinciNOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di Indonesia. Hutan rawa gambut mempunyai karakteristik turnbuhan maupun hewan yang khas yaitu komunitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1970 TENTANG PERENCANAAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1970 TENTANG PERENCANAAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin diperolehnya manfaat yang sebesarbesarnya dari Hutan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli
` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
Lebih terperinci19 Oktober Ema Umilia
19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung
Lebih terperinciBAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA
PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN
Lebih terperinciQANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan
Lebih terperinciPP 6/1999, PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI
Copyright (C) 2000 BPHN PP 6/1999, PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI *36091 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 6 TAHUN 1999 (6/1999) TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG 133 PROSIDING Workshop Nasional 2006 134 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG PERTAMA KESIMPULAN 1. Ramin dan ekosistemnya saat ini terancam kelestariannya. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta
Lebih terperinciAA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG
- 563 - AA. PEMBAGIAN URUSAN AN KEHUTANAN PROVINSI 1. Inventarisasi Hutan prosedur, dan kriteria inventarisasi hutan, dan inventarisasi hutan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan
Lebih terperinciTugas, Pokok dan Fungsi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan
- 1 - Tugas, Pokok dan Fungsi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan Dinas Kehutanan dan Perkebunan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten di bidang Kehutanan dan Perkebunan serta mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan ekosistemnya. Potensi sumber daya alam tersebut semestinya dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa hutan produksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang kehutanan;
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah dibentuk berdasarkan : 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Perintah, Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada
Lebih terperinciKeputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan
Lebih terperinciPERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN
Laboratorium Silvikultur &Agroforestry Jurusan Budidaya Hutan FakultasKehutanan, UGM PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN SILVIKULTUR Metode Permudaan Metode permudaan merupakan suatu prosedur dimana suatu
Lebih terperinciBUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN,
BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1970 TENTANG PERENCANAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1970 TENTANG PERENCANAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin diperolehnya manfaat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang dikaruniakan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk umat-nya. Dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian
Lebih terperinciBAB 7 PRINSIP DASAR PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
BAB 7 PRINSIP DASAR PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM 7.1. Pengelompokan Sumber Daya Alam Keputusan perusahaan dan rumah tangga dalam menggunakan sumber daya alam dipengaruhi oleh karakteristik fisik dan biologi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor
Lebih terperinciKata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara
Opini Masyarakat Terhadap Fungsi Hutan di Hulu DAS Kelara OPINI MASYARAKAT TERHADAP FUNGSI HUTAN DI HULU DAS KELARA Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243,
Lebih terperinciNOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Menurut Sessions (2007), pemanenan hutan merupakan serangkaian aktivitas penebangan pohon dan pemindahan kayu dari hutan ke tepi jalan untuk dimuat dan diangkut
Lebih terperinciEkologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?
Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? Ekologi Hidupan Liar http://staff.unila.ac.id/janter/ 1 2 Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar PENGERTIAN perlindungan populasi satwa untuk
Lebih terperinciDitulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16
KOMODITAS DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN MALUKU TENGAH Pembangunan ketahanan pangan dan pertanian di Indonesia merupakan focus dari arus utama pembangunan nasional. Secara perlahan diarahkan secara umum
Lebih terperinciKONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN
KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN oleh: Ruhyat Hardansyah (Kasubbid Hutan dan Hasil Hutan pada Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH) Kawasan Hutan Hutan setidaknya memiliki
Lebih terperinciPENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF
PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF PT Inhutani II adalah BUMN Holding Kehutahan di luar Jawa, dengan aktivitas bisnis utama meliputi pengusahaan hutan alam, pengusahaan hutan tanaman,
Lebih terperinciBAB II. GAMBARAN PELAYANAN SKPD
BAB II. GAMBARAN PELAYANAN SKPD 2.1. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan
Lebih terperinciEkologi Hidupan Liar http://blog.unila.ac.id/janter PENGERTIAN Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar perlindungan populasi satwa untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan
Lebih terperinciOleh : Sri Wilarso Budi R
Annex 2. The Training Modules 1 MODULE PELATIHAN RESTORASI, AGROFORESTRY DAN REHABILITASI HUTAN Oleh : Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus akan mengalami
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hutan dan Penguasaan Hasil Hutan. olehberbagai jenis tumbuh-tumbuhan, di antaranya tumbuhan yanh lebat dan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hutan dan Penguasaan Hasil Hutan Pengetahuan manusia tentang hutan dimulai sejak keberadaan manusia di muka bumi. Kita ketahui bersama bahwa permukaan bumi kita ini sebagian
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Semarang, 11 September 2012 ABSTRACT
Persepsi Masyarakat Dalam Pelestarian Hutan Rakyat di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Wakhidah Heny Suryaningsih 1, Hartuti Purnaweni 2, dan Muniffatul Izzati 3 1,2,3 Magister Ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suaka margasatwa merupakan salah satu bentuk kawasan suaka alam. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah kawasan yang mempunyai fungsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).
TINJAUAN PUSTAKA Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan Berdasarkan Undang Undang No 41 tahun 1999 Pasal 1 ayat 2 bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan berisi sumberdaya
Lebih terperinciKETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 369/Kpts-IV/1985 TANGGAL : 7 Desember 1985 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN
Lebih terperinciSERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
30 APRIL 2004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK 01 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan dengan manusia di muka bumi. Hutan menjadi pemenuhan kebutuhan manusia dan memiliki fungsi sebagai penyangga
Lebih terperinci