Kata Pengantar. Jakarta, 24 April 2009 DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER. H e n d a r Kepala Biro

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kata Pengantar. Jakarta, 24 April 2009 DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER. H e n d a r Kepala Biro"

Transkripsi

1 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah-nya sehingga penyusunan buku Tinjauan Ekonomi Regional (TER) triwulan I-9 dapat diterbitkan. Penyusunan buku TER dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi tentang perekonomian nasional dalam perspektif regional sehingga dapat mendukung formulasi kebijakan moneter Bank Indonesia. Selain itu, juga ditujukan sebagai bahan informasi ataupun masukan bagi stakeholder terkait. Memasuki tahun 9, perekonomian daerah memperoleh tantangan yang berat terkait dengan dampak berlanjutnya krisis keuangan global. Dalamnya penurunan ekspor produk-produk unggulan di berbagai daerah menjadi perhatian utama pada triwulan laporan. Di sisi lain, laju inflasi menunjukkan arah pergerakan yang cenderung menurun di hampir seluruh daerah. Prospek ekonomi daerah pada triwulan II-9 diperkirkan masih akan diwarnai oleh tekanan imbas krisis keuangan global. Perlambatan ekonomi diperkirakan masih akan berlanjut seiring prospek perekonomian global yang masih belum menggembirakan. Tekanan inflasi yang cenderung menurun masih akan menyertai melambatnya aktivitas perekonomian. Menghadapi kondisi ini, peran Pemerintah Daerah dalam menstimulasi perekonomian melalui berbagai instrumen yang dimilikinya menjadi sangat penting. Pada akhirnya, kami berharap semoga buku ini bermanfaat dan dapat memberikan masukan bagi berbagai pihak yang membutuhkan. Selanjutnya, saran dan kritik kami nantikan untuk penyempurnaan publikasi ini. Jakarta, April 9 DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER H e n d a r Kepala Biro

2 DAFTAR ISI I. KONDISI PEREKONOMIAN REGIONAL... A. Gambaran Umum... B. Wilayah Sumatera... C. Wilayah Jakarta D. Wilayah Jabalnustra... 1 E. Wilayah Kali-Sulampua... II. PROSPEK... III. ISU STRATEGIS... 7 A. Efektivitas Pemanfaatan Dana Pemda dan Dampaknya Terhadap Kondisi Fiskal, Moneter, dan Perekonomian... 7 B. Stimulus Fiskal dan Prospek Pembiayaan Ekonomi Daerah Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Ged. Sjafruddin Prawiranegara lt. 18 Kompleks Bank Indonesia Jl MH Thamrin No. Jakarta Ph , , 888 Fax , BKM_TEM@bi.go.id

3 I. KONDISI PEREKONOMIAN REGIONAL A. Gambaran Umum Pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah 1 pada triwulan I-9 diperkirakan mengalami perlambatan. Perlambatan ekonomi yang paling dalam terjadi di wilayah Sumatera dan Kali-Sulampua. Namun demikian, terdapat dua zona ekonomi yang diperkirakan mengalami pertumbuhan ekonomi yang meningkat dibanding periode triwulan sebelumnya, yaitu zona Kalimantan dan dan zona Jawa Bagian Tengah. Secara umum, berlanjutnya krisis global berimbas pada melambatnya kinerja perekonomian di berbagai daerah terutama daerah yang mengandalkan ekspor dalam perekonomiannya P Nasional Sumatera Sumatera Bag. Utara Sumatera Bag. Tengah Sumatera Bag. Selatan Jakarta Jabalnustra Jawa Bag. Barat Jawa Bag. Tengah Jawa Bag. Timur Bali-Nusa Tenggara Kali-Sulampua Kalimantan Sulampua P) Proyeksi Kantor Bank Indonesia Di sisi permintaan, melambatnya pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh turunnya kinerja seluruh komponen permintaan terutama ekspor. Resesi dunia yang masih berlanjut menyebabkan permintaan terhadap produk ekspor di berbagai daerah mengalami penurunan. Ekspor produk-produk manufaktur mengalami penurunan yang cukup signifikan di wilayah Jabalnustra. Di wilayah Sumatera dan Kali-Sulampua kinerja ekspor komoditas primer masih mengalami tekanan, meskipun beberapa harga komoditas mulai menunjukkan adanya perbaikan. 1 Tinjauan Ekonomi Regional membagi Indonesia atas empat wilayah analisis yang masing-masing terdiri atas beberapa zona ekonomi (kecuali Jakarta), yaitu: Sumatera (zona Sumatera Bagian Utara: NAD dan Sumatera Utara; zona Sumatera Bagian Tengah: Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, dan Jambi; zona Sumatera Bagian Selatan: Bengkulu, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Lampung), Jakarta, Jabalnustra (zona Jawa Bagian Barat: Banten dan Jawa Barat; zona Jawa Bagian Tengah: Jawa Tengah dan DI Yogyakarta; zona Jawa Bagian Timur: Jawa Timur; zona Balnustra: Bali, NTB, dan NTT), Kali-Sulampua (zona Kalimantan: Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Irian Jaya Barat.

4 Penurunan kinerja ekspor dengan disertai meningkatnya PHK dan terbatasnya dukungan kredit konsumsi berimplikasi pada melemahnya daya beli masyarakat di wilayah tersebut. Namun demikian, penyaluran Bantuan Langsung Tunai, kenaikan gaji PNS, dan meningkatnya intensitas kegiatan terkait dengan Pemilu diperkirakan dapat menahan laju perlambatan konsumsi lebih lanjut. Sementara itu, investasi tumbuh terbatas terkait dengan sikap pengusaha yang cenderung untuk menunggu kondisi dalam negeri pasca Pemilu dan perekonomian global. Di sisi penawaran, melambatnya pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah bersumber dari turunnya kinerja sektor-sektor unggulan. Sektor industri pengolahan di Jabalnustra, Jakarta dan Sumatera mengalami perlambatan yang cukup dalam akibat turunnya kapasitas utilisasi industri sebagai respon dari berkurangnya permintaan dan naiknya biaya produksi. Sektor pertambangan di Sumatera bahkan mengalami kontraksi pertumbuhan akibat jatuhnya harga komoditas tambang di pasar internasional dan terbatasnya produksi migas. Sektor pertanian, di sisi lain, mulai mengalami perbaikan dengan masuknya masa panen raya tanaman bahan makanan (tabama) pada akhir triwulan laporan, meskipun kinerja sub sektor perkebunan masih mengalami tekanan akibat anjloknya harga dan turunnya produktivitas, serta terbatasnya penyerapan hasil-hasil perkebunan oleh industri pengolahan. Sementara itu, masih lemahnya daya beli masyarakat yang mempengaruhi kinerja sektor perdagangan di Sumatera dan Jakarta. Sumatera Jakarta Jabalnustra Kali-Sulampua Tw IV-8 *) Tw I-9 P) Tw IV-8 *) Tw I-9 P) Tw IV-8 *) Tw I-9 P) Tw IV-8 *) Tw I-9 P) Pertanian Pertambangan & penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Jasa-jasa PDRB *) Angka Sementara Proyeksi Kantor Bank Indonesia

5 Di sisi pembiayaan, ditengah kondisi perekonomian yang masih mengalami perlambatan, dukungan penyaluran kredit perbankan tumbuh terbatas. Demikian halnya dengan realisasi penyerapan anggaran pemerintah daerah cenderung masih mengikuti pola awal tahun yang terbatas pada pengeluaran yang bersifat rutin. Bahkan masih terdapat beberapa APBD kota/kabupaten yang belum mendapatkan pengesahan. Sejalan dengan kegiatan perekonomian daerah yang melambat, tekanan inflasi di berbagai daerah juga menunjukkan kecenderungan yang melemah. Tekanan permintaan yang minimal dengan disertai relatif terjaganya pasokan kebutuhan pokok yang didukung lancarnya distribusi barang di berbagai daerah merupakan faktor utama yang menyebabkan lemahnya tekanan inflasi pada triwulan I-9. Namun demikian, inflasi di wilayah Sumatera dan Kali-Sulampua masih berada di atas pergerakan inflasi nasional. Kondisi infrastruktur di kedua daerah itu yang belum sepenuhnya memadai, dan ketergantungan pasokan antar daerah yang cukup tinggi menjadi faktor penyebab pergerakan inflasi di kedua wilayah tersebut berada di atas nasional. Melambatnya pertumbuhan ekonomi daerah diperkirakan berlanjut pada triwulan mendatang, namun disertai tekanan inflasi yang diperkirakan juga masih akan melemah. Perlambatan pertumbuhan ekonomi diperkirakan terjadi di seluruh wilayah, terutama bersumber dari: (1) Kinerja ekspor yang masih akan mengalami tekanan akibat lemahnya permintaan dunia, yang direspon oleh () Turunnya kapasitas utilisasi produksi sektor-sektor yang berorientasi ekspor, dan (3) Daya beli masyarakat yang belum cukup membaik untuk menstimulasi konsumsi. Namun demikian, puncak masa panen raya pada awal triwulan mendatang, minimalnya tekanan kenaikan harga-harga, dan mulai direalisasikannya proyek-proyek infrastruktur pemerintah diperkirakan dapat menahan laju perlambatan ekonomi triwulan mendatang. Tekanan inflasi yang cenderung masih akan melemah terindikasi di berbagai wilayah. Faktor yang menyebabkan melemahnya tekanan inflasi di triwulan mendatang antara lain: (1) stok bahan kebutuhan pokok yang melimpah seiring dengan puncak panen raya, () minimalnya tekanan permintaan yang dipengaruhi oleh belum membaiknya daya beli masyarakat, dan (3) ekspektasi masyarakat terhadap stabilnya harga-harga. Meski demikian, risiko terhadap gangguan distribusi

6 pasokan di berbagai daerah perlu tetap dicermati, selain juga faktor musiman liburan sekolah dan tahun ajaran baru yang akan dimulai pada periode Juni-Juli 9 mendatang. B. Wilayah Sumatera Perekonomian wilayah Sumatera pada triwulan I-9 tumbuh 3,% (yoy), lebih lambat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 3,9% (yoy). Zona Sumatera Bagian Tengah dan zona Sumatera Bagian Utara mengalami perlambatan eknonomi yang lebih dalam, sementara pertumbuhan ekonomi di zona Sumatera Bagian Selatan relatif stabil. Dalamnya perlambatan ekonomi di zona Sumatera Bagian Tengah terutama bersumber dari kontraksi ekonomi yang terjadi di Provinsi Kepulauan Riau dan signifikannya perlambatan ekonomi di Provinsi Riau, yang masing-masing memiliki pangsa 8,% dan 1,3% dalam PDRB Sumatera. Sementara kontraksi pertumbuhan di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang masih terus terjadi menjadi sumber melambatnya perekonomian zona Sumatera Bagian Utara. Tw II-8 Tw III-8 Tw IV-8* Tw I-9 P Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Bengkulu Sumatera Selatan...3. Bangka Belitung Lampung Sumatera * Angka Sementara P Perkiraan Kantor Bank Indonesia Pertumbuhan PDRB (%, yoy) Di sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi di wilayah Sumatera lebih disebabkan oleh kinerja ekspor yang masih mengalami penurunan signifikan. Anjloknya harga komoditas primer antara lain minyak kelapa sawit, karet, timah dan hasil tambang lainnya di pasar internasional akibat permintaan dunia yang melemah menyebabkan kinerja ekspor di wilayah Sumatera mengalami penurunan yang cukup tajam. Sepanjang tahun 8, ekspor komoditas berbasis primer ini menyumbang,% dari total nilai ekspor dari wilayah Sumatera yang mencapai US$3, milyar.

7 Meskipun harga komoditas primer di pasar internasional mulai berjatuhan seiring dengan intensitas krisis global yang semakin meningkat pada triwulan III-8, namun lonjakan harga komoditas primer di awal tahun 8 menjadi berkah tersendiri bagi kinerja ekspor wilayah Sumatera untuk keseluruhan tahun 8. Berlanjutnya krisis global memasuki tahun 9 berdampak pada turunnya kinerja ekspor wilayah Sumatera yang bertumpu pada komoditas primer, meskipun harga komoditas primer mulai menunjukkan adanya perbaikan pada akhir triwulan laporan. Pada triwulan I-9 volume ekspor wilayah Sumatera mengalami pertumbuhan negatif 9,3% (yoy) dengan nilai yang juga terkontraksi,8% (yoy). 1,8 1, 1, 1, 1, 8 - (juta US$) () () () 1, 1, 1, 8 - (ton) () (1) Minyak Sawit Karet gtotal Ekspor (rhs) Total Impor(lhs) gbahan Baku gkonsumsi gbarang Modal 11 (Indeks NTP) () (1) Sumut Sumbar Riau Sumsel Jambi Lampung gkonsumsi Semen gkredit Investasi Anjloknya harga komoditas dan turunnya permintaan ekspor berdampak pada melambatnya konsumsi akibat melemahnya daya beli masyarakat. Perlambatan konsumsi masyarakat diindikasikan oleh nilai tukar petani yang relatif belum mengalami perbaikan yang berarti (Grafik 3), impor barang konsumsi yang tumbuh negatif (Grafik ), dan kredit konsumsi yang juga tumbuh melambat (Grafik 1). Namun demikian, meningkatnya intensitas kegiatan terkait dengan kampanye

8 menjelang Pemilu, dan adanya kenaikan gaji PNS, serta realisasi penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) diperkirakan menjadi faktor positif yang menahan laju perlambatan konsumsi lebih lanjut. Di sisi lain, investasi tumbuh terbatas sebagaimana tercermin dari pertumbuhan tingkat konsumsi semen dan penyaluran kredit investasi yang relatif stagnan (Grafik ), serta impor barang modal yang masih tumbuh negatif (Grafik ). Berdasarkan hasil liaison yang dilakukan oleh beberapa Kantor Bank Indonesia, perkembangan investasi yang tumbuh terbatas di Sumatera disebabkan oleh permintaan ekspor yang belum membaik sehingga menyebabkan turunnya utilisasi kapasitas produksi. Investasi yang dilakukan oleh pengusaha terbatas pada upaya diversifikasi produk untuk mengatasi turunnya permintaan ekspor, dan adanya sedikit optimisme akan kembali membaiknya permintaan ekspor minyak sawit dan CPO seiring dengan perbaikan harga di pasar internasional investasi antara lain dilakukan dalam bentuk replanting dan perluasan lahan perkebunan sawit. Di sisi sektoral, melambatnya pertumbuhan PDRB wilayah Sumatera terjadi pada hampir seluruh sektor ekonomi utama kecuali sektor pertanian dan sektor jasajasa. Sektor pertambangan bahkan mengalami kontraksi pertumbuhan yang lebih dalam akibat produksi minyak bumi yang semakin terbatas di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan anjloknya harga komoditas tambang di pasar internasional yang menjadi disinsentive factor bagi produksi hasil-hasil tambang - antara lain timah di provinsi Bangka Belitung. Turunnya permintaan eksternal dan domestik berdampak pada kinerja sektor industri pengolahan di Sumatera, khususnya industri pengolahan berbasis sumber daya alam. Hasil liaison mengindikasikan pemanfaatan kapasitas utilisasi produksi perusahaan yang mengalami penurunan cukup signifikan, sebagaimana dikonfirmasi oleh konsumsi listrik di sektor ini yang mengalami penurunan cukup tajam (Grafik 8), pertumbuhan negatif dari impor bahan baku di Sumatera (Grafik ) dan penyaluran kredit ke sektor industri yang tumbuh lebih lambat (Grafik ). Demikian halnya dengan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang tumbuh lebih lambat dibanding periode triwulan sebelumnya. Perkembangan sektor PHR yang lebih lambat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang belum cukup membaik, meskipun adanya peningkatan intensitas kegiatan kampanye Pemilu diperkirakan memiliki dampak yang positif dalam menahan perlambatan sektor ini lebih laju. Indikasi perkembangan sektor perdagangan ini tercermin dari cenderung stagnannya penyaluran kredit ke sektor ini (Grafik 7). Sementara itu, perbaikan kinerja di sektor pertanian ditopang oleh masuknya masa

9 panen raya tanaman bahan makanan pada akhir triwulan laporan. Di sisi lain, kinerja sub sektor perkebunan yang belum membaik akibat permintaan ekspor yang rendah, penyerapan di sektor industri pengolahan yang turun, serta dilakukannya replanting pada beberapa jenis tanaman perkebunan (juta MSCF) (Juta Barrel) Minyak Bumi Kondensat Gas (rhs) 8 9 Karet Kelapa Sawit Kelapa Pinang (ribu pelanggan) (MwH) , 33, 3, 31, 3, 9, 8, 7,, 8 9 Pertanian Industri Perdagangan 8 9 Pelanggan Industri Penggunaan daya (rhs) Kondisi global yang kurang menguntungkan bagi kinerja perekonomian domestik berdampak pada melambatnya ekspansi penyaluran kredit di wilayah Sumatera. Data bulan Februari 9 menunjukkan pertumbuhan penyaluran kredit di wilayah Sumatera masih mengalami perlambatan hingga sebesar,1% (yoy), dengan outstanding kredit sebesar Rp1,3 triliun atau lebih rendah dibanding posisi akhir triwulan IV-8 yang sebesar Rp 1,89 triliun. Berdasarkan jenis penggunaannya, porsi penyaluran kredit terbesar di wilayah Sumatera merupakan kredit modal kerja (,%). Sementara itu, meskipun angka Non Performing Loans (NPLs), baik nominal maupun rasio terhadap total kredit, masih dalam batas ambang normal namun risiko peningkatannya lebih lanjut perlu tetap dicermati. Di sisi penghimpunan dana, dana

10 pihak ketiga (DPK) perbankan di wilayah Sumatera pada posisi Februari 9 mencapai Rp38,7 triliun (triliun Rp) (triliun Rp) DPK gdpk (rhs) Kredit gkredit (rhs) (triliun Rp) Konsumsi 33.7% Investasi.7% Modal Kerja.% NPL (triliun Rp) NPL (Rasio thdp Total Kredit, rhs) Di sisi keuangan daerah, penyerapan realisasi APBD triwulan I-9 diperkirakan masih mengikuti pola realisasi awal tahun yang terbatas pada belanja rutin. Beberapa Kota/Kabupaten di zona Sumatera Bagian Utara dan Sumatera Bagian Selatan bahkan masih dalam proses pengesahan APBD 9. Hal ini mencerminkan masih belum optimalnya penyerapan anggaran pemerintah daerah di tengah isu percepatan realisasi fiskal daerah. Rencana belanja dalam APBD 9 untuk tingkat provinsi se-wilayah Sumatera mencapai Rp8,89 triliun, mengalami kenaikan 7,1% dibanding tahun 8 dengan total pendapatan mencapai Rp3,9 triliun (naik 7,8%). Secara umum, meskipun seluruh provinsi di Sumatera pada APBD 9 menggunakan pola defisit anggaran namun dengan alokasi belanja yang masih terkonsentrasi pada belanja rutin mengindikasikan arah stimulus fiskal pada proyekproyek infrastruktur yang lebih mengandalkan pada dana yang bersumber dari pemerintah pusat. Dana APBN yang dialokasikan untuk wilayah Sumatera pada

11 tahun 9 total mencapai Rp,17 triliun (untuk provinsi dan kabupaten/kota) dengan alokasi dana perimbangan terbesar adalah untuk Provinsi Riau sebesar Rp1, triliun. Berdasarkan jenisnya, 71% anggaran perimbangan adalah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) diikuti Dana Bagi Hasil (DBH) migas sebesar %. Kepri Babel Bengkulu SDH KEHUTANAN.73% PPh Pasal 1 1.9% PBB.91% PPh WPOPDN.9% DAK.% Jambi. Lampung Sumbar DBH Migas.18% NAD 7. Sumsel Sumut DAU 71.1% Riau 1. (triliun Rp) Perkembangan inflasi di wilayah Sumatera pada triwulan I-9 menunjukkan kecenderungan yang melemah meskipun secara tahunan masih relatif tinggi. Tekanan inflasi yang paling tinggi terjadi di zona Sumatera Bagian Selatan namun dengan arah pergerakan yang cenderung turun (Grafik 1). Inflasi di zona ini pada bulan akhir periode triwulan laporan (Maret 9) tercatat sebesar 9,% (yoy), lebih rendah dibanding periode akhir triwulan IV-8 yang sebesar 13, (yoy). Sementara itu, inflasi di zona Sumatera Bagian Utara dan zona Bagian Tengah masing-masing sebesar,79% (yoy) dan 8,% (yoy). Perkembangan tekanan hargaharga umum di wilayah Sumatera yang cenderung turun, dan secara bulanan bahkan mengalami deflasi pada Maret 9 (Grafik 1), dipengaruhi terutama oleh berbagai faktor positif turunnya harga BBM bersubsidi pada Desember 8 yang diikuti turunnya tarif angkutan, membaiknya ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga-harga, dan relatif terjaganya pasokan kebutuhan pokok yang didukung oleh masuknya masa panen raya disejumlah sentra produksi pangan, serta diiringi minimalnya tekanan permintaan akibat belum membaiknya daya beli. Namun demikian, faktor yang mempengaruhi lebih tingginya angka inflasi wilayah Sumatera dibandingkan Nasional antara lain adalah adanya tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap pasokan dari wilayah lain, serta ketergantungan pada kondisi cuaca dalam distribusi barang yang disertai dengan belum memadainya dukungan jalur transportasi.

12 Batam Medan Pmtg Siantar Pekanbaru Banda Aceh Sibolga Palembang Pd.Sidempuan Jambi Padang Lhokseumawe Bengkulu Dumai Tj. Pinang Pkl. Pinang Bd.Lampung (.) (1.) Nasional Sumbagut Sumbagteng Sumbagsel Sumatera (mtm, rhs) Sumatera (yoy) Nasional (yoy) Nasional C. Wilayah Jakarta Perekonomian wilayah Jakarta pada triwulan I-9 tumbuh lebih lambat dibanding triwulan sebelumnya yaitu sebesar,8% (yoy). Sumber perlambatan ekonomi di sisi permintaan terutama adalah konsumsi masyarakat dan investasi. Konsumsi diperkirakan tumbuh,%, lebih lambat dibanding periode triwulan sebelumnya yang sebesar,%. Lebih lambatnya laju konsumsi ini dipengaruhi oleh melemahnya daya beli masyarakat, terlebih dengan masih berlanjutnya kasus PHK terkait dampak krisis global pada kinerja usaha, serta terbatasnya dukungan pembiayaan (Grafik 3). Namun demikian, masih cukup terjaganya optimisme masyarakat dan adanya dorongan belanja konsumsi pemerintah yang melebihi target penyerapan meskipun masih terbatas pada belanja yang bersifat rutin seperti pembayaran gaji - untuk triwulan I-9 dapat menahan laju perlambatan konsumsi lebih lanjut. Sementara itu, investasi tumbuh 8,1% (yoy) atau lebih lambat dibading periode triwulan IV-8 yang sebesar 8,9% (yoy). Preferensi dunia usaha yang cenderung memilih untuk melihat perkembangan kondisi perekonomian lebih lanjut

13 dalam merealisasikan investasinya diperkirakan menjadi faktor yang mempengaruhi melambatnya pertumbuhan investasi. Di sisi lain, ekspor menunjukkan peningkatan didorong oleh adanya pengiriman barang-barang industri pengolahan (Grafik 18) yang diduga terkait dengan pemenuhan kontrak eskpor yang disepakati tahun * 1* Konsumsi Investasi Ekspor Impor PDRB *) Angka Sementara ton % () (1),, 1, 1, - ton % () () () Manufactured Goods Chemical gmanufactured Goods(rhs) gchemical (rhs) Total Impor gbahan Baku gkonsumsi gbarang Modal Di sisi sektoral, perlambatan ekonomi terjadi pada hampir seluruh sektor andalan yang memberikan kontribusi besar dalam perekonomian Jakarta. Sektor industri pengolahan tumbuh lebih lambat dibanding triwulan IV-9, yaitu dari sebesar 3,% (yoy) menjadi,3% (yoy) pada triwulan laporan. Melambatnya kinerja sektor industri ini terutama disebabkan oleh melemahnya permintaan dunia dan domestik yang menyebabkan perusahaan melakukan penyesuaian penggunaan kapasitas utilisasi produksi dan berbagai efisiensi. Hal ini antara lain dicerminkan oleh penurunan volume impor bahan baku (Grafik 19) dan kredit modal kerja (Grafik 3). Sektor bangunan juga mengalami penurunan kinerja yang dipengaruhi oleh realisasi kegiatan proyek infrastruktur swasta dan pemerintah yang masih terbatas pada setiap awal tahun. Pada triwulan laporan, sektor bangunan tumbuh,9% (yoy), lebih lambat dibanding periode triwulan IV-8 yang tumbuh sebesar 7,8% (yoy). Kinerja sektor perdagangan juga mengalami perlambatan, yaitu tumbuh sebesar,% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar,8% (yoy). Faktor yang menyebabkan sektor

14 perdagangan mengalami perlambatan antara lain dipengaruhi oleh penurunan konsumsi masyarakat akibat terbatasnya daya beli. Sementara itu, pertumbuhan penyaluran kredit yang menurun (Grafik 1) dengan selektifnya perbankan dan relatif tingginya suku bunga diperkirakan menjadi faktor yang mempengarui melambatnya kinerja sektor keuangan triwulan I-9 yang tumbuh,% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar,8% (yoy). Kegiatan dan kinerja perbankan di wilayah Jakarta pada triwulan I-9 mengalami perkembangan yang melambat. Tingkat suku bunga yang relatif tinggi dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menyimpan dananya di sistem perbankan. Data bulan Februari 9 menunjukkan total DPK yang dihimpun perbankan Jakarta mencapai Rp881,88T, atau secara tahunan tumbuh mencapai 1,% (Grafik ). Sementara kredit yang disalurkan oleh perbankan tumbuh lebih lambat dibanding akhir triwulan IV-8 yaitu dari 7,11% (yoy) menjadi,11% (yoy) (Grafik 1), namun dengan disertai adanya peningkatan risiko kredit, sebagaimana dicerminkan oleh NPL, meskipun masih berada dalam batas yang wajar (Grafik ) (triliun Rp) (triliun Rp) DPK gdpk (rhs) Kredit gkredit (rhs) (triliun Rp) NPL (triliun Rp) NPL (Rasio thdp Total Kredit, rhs) gkonsumsi gmodal Kerja ginvestasi

15 Perkembangan penyerapan keuangan Pemerintah Daerah DKI Jakarta pada triwulan I-9 masih terbatas pada pengeluaran rutin. Pada APBD Tahun 9 ini, Pemerintah Jakarta menargetkan pendapatan sebesar Rp,7T dengan komposisi Pendapatan Asli Daerah mencapai 3,9% (Rp11,1T). Sementara belanja daerah dianggarkan sebesar Rp,T dengan komposisi belanja modal mencapai,9% (Rp,9T), meningkat dibanding anggaran belanja dalam APBD-P 8 dengan pangsa sebesar,7%. Sepanjang triwulan I-9 penyerapan APBD Jakarta relatif sesuai target yang direncanakan oleh Pemda DKI, namun masih terbatas pada pengeluaran yang bersifat rutin seperti belanja pegawai. Hal ini lebih disebabkan karena kegiatan yang bersifat realisasi proyek masih dalam tahap penyelesaian administrasi tender. Sementara itu, perkembangan pergerakan inflasi triwulan I-9 di wilayah Jakarta menunjukkan arah yang cenderung melemah. Secara umum, baik secara tahunan maupun bulanan, pergerakan inflasi menunjukkan arah yang menurun, meskipun pada akhir triwulan laporan Maret 9 Jakarta kembali mencatat kenaikan inflasi setelah dua bulan sebelumnya berturut-turut mengalami deflasi (Grafik ). Faktor yang mempengaruhi pergerakan inflasi di Jakarta yang cenderung menurun antara lain disebabkan oleh penurunan harga komoditas makanan yang penting seperti daging, telur, sayur-sayuran, dan beras seiring dengan pasokan yang cukup melimpah dan kelancaran distribusi yang memadai, serta ekspektasi masyarakat yang cenderung membaik. Sementara itu, inflasi yang kembali pada bulan Maret 9 dipengaruhi oleh intensitas belanja kampanye menjelang Pemilu.

16 (.) Jakarta (mtm) Jakarta (yoy) Nasional (yoy) D. Wilayah Jabalnustra Perekonomian wilayah Jabalnustra pada triwulan I-9 mengalami perlambatan. Pada triwulan laporan pertumbuhan ekonomi Jabalnustra diperkirakan sebesar,% (yoy), melambat dibanding periode triwulan IV-8 yang sebesar,% (yoy). Melambatnya perekonomian di wilayah ini disebabkan oleh penurunan kinerja perekonomian di hampir seluruh provinsi, terutama provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur yang merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi wilayah Jabalnustra. Meskipun demikian, zona Jawa Bagian Tengah diperkirakan masih dapat tumbuh lebih baik dibanding periode triwulan sebelumnya yang didukung oleh kinerja ekonomi di Jawa Tengah yang mengalami perbaikan ditengah meningkatnya intensitas krisis global (Tabel 7). Provinsi/Zona * 1 P) Banten Jabar Jabagbar DIY (.) (1.3) Jateng Jabagteng Jatim Jabagtim Bali 1.3. (.1) (1.) NTB (.1).3.3 NTT Balnustra Jabalnusra *) Angka Sementara P) Perkiraan Bank Indonesia 7 8

17 Di sisi permintaan, sumber perlambatan ekonomi wilayah Jabalnustra adalah dalamnya penurunan kinerja ekspor. Resesi dunia yang terus berlanjut berimbas pada turunnya permintaan produk ekspor industri manufaktur antara lain TPT (Jateng, Jabar), alas kaki (Jateng), otomotif dan elektronik (Jabar), kerajinan (Bali, DIY), kertas, plastik dan aluminium (Jatim) yang merupakan penyumbang ekspor terbesar dari wilayah Jabalnustra (Grafik ). Sementara itu, melemahnya konsumsi akibat daya beli masyarakat yang mengalami tekanan dengan disertai kasus-kasus PHK di berbagai sektor usaha, dan adanya dukungan pembiayaan yang terbatas dapat ditahan oleh meningkatnya intensitas belanja terkait kampanye Pemilu. Di sisi lain, mulai masuknya masa panen raya pada pertengahan Maret 9 di beberapa daerah diperkirakan akan mendorong perbaikan daya beli petani (Grafik 7). Kinerja investasi juga terindikasi masih sangat terbatas sebagaimana tercermin dari impor barang modal yang tumbuh negatif (Grafik ) dan konsumsi semen yang masih relatif stagnan (Grafik 8). 1, 1, 1, 8 ton (1) () (3) () ton % 3,, 1, 1 1, 1, () - (1) Manufactured Goods Chemical gtotal Vol. Ekspor Total Impor gbahan Baku (rhs) gkonsumsi (rhs) gbarang Modal (rhs) 11 Indeks NTP Jabar DIY Jateng Jatim Bali NTB NTT () (1) gkonsumsi Semen gkredit Investasi

18 Di sisi penawaran, sumber utama perlambatan kinerja ekonomi wilayah Jabalnustra pada triwulan I-9 adalah sektor industri pengolahan. Dampak dari turunnya permintaan ekspor direspon oleh pengurangan produksi di industri pengolahan yaitu dengan pengurangan kapasitas utilisasi produksi terutama pada industri berorientasi ekspor seperti industri tekstil, barang kulit dan alas kaki, alat angkut mesin dan peralatannya antara lain industri otomotif -, produk furniture, dan kerajinan. Berbagai industri tersebut tersebar di hampir seluruh wilayah Jabalnustra dengan konsentrasi terbesarnya di Pulau Jawa. Berdasarkan hasil liaison, industri pengolahan yang lebih berorientasi pada pasar domestik relatif memiliki daya tahan terhadap terjadinya shock yang bersifat eksternal. Hal ini terindikasi di zona Jawa Bagian Tengah yang relatif masih dapat menunjukkan adanya perbaikan kinerja didukung oleh adanya program pemerintah untuk penggunaan produkproduk lokal antara lain industri batik, makanan dan minuman. Meskipun di sisi lain, industri pengolahan berorientasi ekspor di zona Jawa Bagian Tengah ini juga mengalami pukulan yang cukup berat akibat imbas krisis global. Perlambatan kinerja perekonomian wilayah Jabalnustra pada triwulan I-9 mempengaruhi aktivitas kegiatan perbankan yang cenderung melambat. Relatif tingginya suku bunga perbankan mendorong masyarakat untuk lebih selektif dalam melakukan konsumsi dan memilih untuk menyimpan dananya di perbankan. DPK perbankan di wilayah Jabalnustra hingga bulan Februari 9 mencapai Rp89,T tercatat tumbuh 19,8%, lebih tinggi dibanding periode akhir triwulan lalu yang sebesar 1,3% (Grafik 9). Sebagian besar DPK masyarakat tersebut tersimpan dalam bentuk deposito (8,%). Sementara itu, pertumbuhan penyaluran kredit mengalami perlambatan yaitu tumbuh,1% dari posisi akhir triwulan IV-8 yang tumbuh sebesar 7,11% (Grafik 3). Pada posisi Februari 9, outsanding kredit yang disalurkan di wilayah Jabalnustra mencapai Rp39,91T, dengan komposisi terbesarnya berupa modal kerja. Di sisi lain, seiring dengan tekanan imbas krisis global yang dirasakan dunia usaha, perbankan di wilayah Jabalnustra juga dibayangi peningkatan risiko kredit meskipun rasio NPLs di wilayah ini masih relatif rendah. NPLs (gross) di Jabalnustra pada periode triwulan laporan tercatat sebesar,9%, sedikit meningkat dibanding periode triwulan sebelumnya yang sebesar yaitu dari,9% (Grafik 31).

19 3 1 (triliun Rp) (triliun Rp) DPK gdpk (rhs) Kredit gkredit (rhs) (triliun Rp) NPL (triliun Rp) NPL (Rasio thdp Total Kredit, rhs) gkonsumsi gmodal Kerja ginvestasi Di sisi keuangan daerah, penyerapan anggaran belanja APBD Triwulan I-9 di wilayah Jabalnustra relatif masih terbatas. Hal ini terindikasi dari tingginya dana milik Pemda, tingkat provinsi dan kabupaten/kota, yang tersimpan di perbankan wilayah Jabalnustra yaitu mencapai Rp3,T. Penyerapan anggaran pada triwulan laporan di wilayah ini diperkirakan masih terbatas pada pengeluaran yang bersifat rutin, sementara realisasi proyek-proyek pemerindah daerah masih dalam proses administrasi. Selain itu, berbagai provinsi di wilayah ini upaya Pemerintah Daerah belum secara khusus mengalokasikan anggaran untuk mitigasi dampak krisisi global pada perekonomian daerah. Namun dengan rasio belanja modal yang lebih tinggi dibanding periode tahun 8 (Grafik 33), Pemda lebih banyak melakukan modifikasi program-program kegiatan yang diarahkan pada antisipasi dampak berlanjutnya krisis global. Alokasi anggaran yang lebih spesifik untuk program kegiatan dalam rangka mitigasi dampak krisis diperkirakan akan tersedia dalam APBD-Perubahan yang dilakukan pada pertengahan tahun berjalan. Secara keseluruhan, target pendapatan Pemerintah Daerah pada APBD 9 di tingkat provinsi di wilayah Jabalnustra mencapai Rp,T, dengan PAD sebagai motor utama pendapatan mencapai % (Grafik 3).

20 Belanja Modal PAD Dana Perimbangan Di wilayah Jabalnustra, perkembangan inflasi secara tahunan pada triwulan I-9 menunjukkan arah pergerakan yang cenderung turun di hampir semua zona. Tekanan inflasi di zona Balnustra mengalami kecenderungan yang meningkat setelah pada awal tahun juga menunjukkan perkembangan yang relatif menurun. Sementara tiga zona lainnya yang berada di Pulau Jawa cenderung mengalami penurunan (Grafik 3) yang bersumber dari melemahnya tekanan inflasi di kota-kota dengan bobot perhitungan inflasi yang besar seperti Bandung, Surabaya, Bekasi, Depok, Semarang. Melimpahnya pasokan seiring dengan mulai masuknya masa panen, relatif lancarnya distribusi barang, dan tekanan permintaan yang minimal merupakan beberapa faktor yang menyebabkan melemahnya tekanan inflasi secara umum di tiga zona tersebut. Namun demikian, kendala faktor cuaca yang mengganggu kelancaran distribusi barang produk-produk makanan jadi melalui transportasi laut sebagian besar di pasok dari Jawa Timur - diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya tekanan inflasi di zona Balnustra. Hal ini menyebabkan tiga kota yang mengalami inflasi tertinggi sepanjang triwulan I-9 berada di zona Balnustra, yaitu Mataram, Maumere dan Bima (%, yoy) (.) (1.) Nasional Jabagbar Jabagteng Jabagtim Balnustra Jabalnustra (mtm, rhs) Jabalnustra (yoy) Nasional (yoy)

21 Surakarta Tegal Depok Kediri Surabaya Bandung Semarang Bekasi Yogyakarta Malang Jember Bogor Sumenep Kupang Proboling Denpasar Tangerang Madiun Purwoker Cilegon Tasikmala Sukabumi Serang Cirebon Mataram Maumere Bima Nasional E. Wilayah Kali-Sulampua Perekonomian wilayah Kali-Sulampua pada triwulan I-9 tumbuh sebesar,% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar,9%. Perlambatan ini terutama dipicu oleh perlambatan di zona Sulampua yaitu dari 1,% menjadi 7,%. Sementara perekonomian di zona Kalimantan masih mengalami kenaikan pertumbuhan yaitu dari,8% menjadi 3,%. Di sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi didorong oleh perlambatan komponen investasi, yaitu dari 9,1% menjadi 7,3%. Perlambatan tersebut dipicu oleh penurunan iklim usaha sebagai dampak lanjutan krisis global terutama di sektor perkebunan, industri pengolahan dan kayu serta sektor pertambangan (nikel). Kondisi ini diindikasikan oleh beberapa faktor, antara lain: (i) penurunan tingkat penjualan semen sejak November 8 hingga pada Februari 9 tercatat hanya tumbuh sebesar,% (yoy); (ii) penurunan laju impor barang modal pada Januari 9 yaitu sebesar 3,1% (yoy) dibandingkan Desember 8 yang sebesar 9,% (yoy); serta (iii) perlambatan pertumbuhan kredit investasi di luar sektor perkebunan, yaitu dari 31,3% (yoy) pada Desember 8 menjadi 3,7% (yoy) pada Januari 9.

22 1.% 1.% 1.% 8.%.%.%.%.% Impor Barang Modal Kali - Sulampua %.% 1.% 1.%.%.% -.% -1.% (y-o-y).%.%.%.%.%.%.%.% Konsumsi Semen Kali-Sulampua %.% 3.%.% 1.%.% -1.% -.% g.pmtb (y-o-y) g.impor brg modal Kali-Sulampua (y-o-y) g.pmtb (y-o-y) Growth Kons Semen Kali-Sulampua (y-o-y) 1.% 1.% 1.% 8.%.%.%.%.% Kredit Investasi Wil. Kali-Sulampua (di luar sektor perkebunan) %.% 3.% 3.%.%.% 1.% 1.%.%.% 8 9 g.pmtb (y-o-y) g.kredit investasi* (y-o-y) Kinerja ekspor luar negeri beberapa komoditas unggulan wilayah Kalisulampua pada triwulan I-9 (data Januari) juga mengalami penurunan, antara lain: komoditas perkebunan (kakao, CPO, karet) turun 9,% (yoy), komoditas hasil tambang ( nikel, tembaga, emas) turun 8% (yoy) dan komoditas kayu olahan turun,97% (yoy). Namun demikian, berdasarkan zona, kinerja ekspor di zona Kalimantan masih tumbuh positif. Hal ini berdampak kepada masih terus naiknya pertumbuhan ekonomi di zona tersebut. Membaiknya kinerja ekspor ini ditopang oleh masih stabilnya permintaan terhadap batubara terkait kontrak jangka panjang dan peningkatan kebutuhan domestik (pembangkit listrik).

23 Pertumbuhan Kontribusi Pertumbuhan Konsumsi swasta juga masih mengalami pertumbuhan yang positif terkait dengan kenaikan gaji PNS dan konsumsi menjelang Pemilu seperti ditunjukkan oleh kenaikan indeks keyakinan konsumen wilayah Kalisulampua dari 11,1 pada akhir tahun 8 menjadi 113,19 pada Januari 9. 3.% 3.%.%.% 1.% 1.%.%.% Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) g.pdrb Konsumsi Rmh Tangga (y-o-y) IKK Kali-Sulampua Di sisi sektoral, melambatnya pertumbuhan PDRB wilayah Kali-Sulampua dipengaruhi oleh perlambatan di sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, bangunan, keuangan dan jasa-jasa. Dari kelima sektor yang melambat tersebut, sektor pertambangan tercatat mengalami kontraksi paling dalam akibat melambatnya permintaan ekspor dunia terhadap komoditas pertambangan seperti nikel, tembaga, emas dan batu bara yang merupakan penyumbang 8,1% volume ekspor non migas zona Kalisulampua. Namun demikian, diantara komoditas tambang unggulan

24 Ribu Ton Ribu Ton Kalisulampua tersebut, tingkat ekspor komoditas batubara masih positif ditopang oleh kontrak jangka panjang perusahaan-perusahaan besar batubara dan peningkatan permintaan domestik terkait proyek kelistrikan. Perlambatan di sektor pertanian terutama terjadi pada subsektor perkebunan yang semakin tertekan oleh penurunan harga komoditas. Secara tahunan (yoy) volume ekspor CPO Kali-Sulampua pada Januari 9 turun 8,9%, volume ekspor karet turun,71% dan volume ekspor kakao turun 8,%. Perkembangan Volume Ekspor CPO & Harga CPO Internasional Perkembangan Volume Ekspor Karet dan Harga Karet Dunia I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Vol.Ekspor CPO Kalimantan Harga CPO (MYR/metric ton) Vol. Ekspor Karet Kalimantan Harga Karet Dunia (US$/kg) Perlambatan di beberapa sektor memicu naiknya Non-Performing Loans di wilayah Kali-Sulampua dari,% pada akhir tahun 8 menjadi 3,% pada triwulan I-9. Namun demikian, secara keseluruhan kinerja perbankan di wilayah ini masih cukup baik Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat sebesar 9,13% menjadi Rp18, T, sementara kredit lokasi proyek tumbuh sebesar 3,37% (yoy) atau Rp13, triliun, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan IV-8 sebesar 3,7% (yoy). Lebih tingginya peningkatan DPK dibandingkan kredit menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) di Kali-Sulampua pada triwulan I-9 hanya sebesar,1%, sedikit menurun dibandingkan akhir triwulan IV-8 yang sebesar,9%. Sedikit turunnya kinerja kredit tersebut dapat diamati dari cenderung turunnya pertumbuhan kredit di semua sektor usaha kecuali pertanian dan industri pengolahan.

25 (triliun Rp) (triliun Rp) DPK gdpk (rhs) Kredit gkredit (rhs) 3 1 (triliun Rp) NPL (triliun Rp) NPL (Rasio thdp Total Kredit, rhs) gkonsumsi gmodal Kerja ginvestasi Di sisi keuangan daerah, realisasi keuangan pemerintah daerah pada triwulan I- 9 diperkirakan masih terbatas untuk kegiatan rutin. Sementara itu, realisasi pelaksanaan proyek infrastruktur pemerintah baru akan dimulai pada pertengahan triwulan mendatang. Pola anggaran pemerintah daerah di tingkat provinsi se-kali- Sulampua pada tahun 9 mengarah pada defisit anggaran yang semakin rendah. Pada APBD 9 total pendapatan yang ditargetkan oleh Pemda adalah sebesar Rp,T yang sebagian besar (3,%) bersumber dari dana perimbangan. Belanja daerah, khususnya belanja modal, pada tahun ini dialokasikan sebesar Rp,9T yang diprioritaskan pada pembangunan Jalan Trans Kalimantan dan beberapa proyek infrastruktur lainnya. Meskipun terjadi peningkatan, namun secara rasio, belanja modal pada tahun ini tidak mengalami perubahan yang berarti bahkan cenderung lebih rendah.

26 .7... Belanja Modal PAD Dana Perimbangan Perkembangan inflasi di wilayah Kali-Sulampua pada triwulan I-9 masih berada pada level yang lebih tinggi dibanding inflasi nasional, namun dengan arah pergerakan yang menurun. Berdasarkan kelompoknya, tekanan inflasi yang melemah di wilayah Kali-Sulampua bersumber dari kelompok transportasi dan komunikasi, serta kelompok bahan makanan dan makanan jadi. Membaiknya pasokan di wilayah ini, dengan disertai cukup lancarnya distribusi menjadi faktor utama yang mempengaruhi turunnya pergerakan inflasi. Namun demikian, tingkat inflasi di wilayah Kali-Sulampua yang berada diatas tingkat inflasi nasional lebih disebabkan adanya tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap pasokan dari wilayah lain, khususnya dari Jabalnustra. Pada triwulan laporan, terdapat 17 kota di wilayah Kali-Sulampua yang mengalami inflasi di atas nasional (%, yoy) (.) (1.) Nasional Kalimantan Sulampua Kali-Sulampua (mtm) Kali-Sulampua (yoy) Nasional (yoy)

27 Mamuju Balikpapan Ternate Banjarma Palangkar Sampit Jayapura Makassar Singkawa Pontianak Ambon Manado Parepare Samarinda Gorontalo Palu Palopo Tarakan* Watamp Kendari Manokwari Sorong 1 Nasional 1 II. PROSPEK Pada Triwulan II-9 perekonomian di berbagai daerah masih akan dibayangi oleh dampak melemahnya permintaan dunia, dengan disertai tekanan inflasi yang masih cenderung turun. Semakin dalamnya perlambatan ekspor diperkirakan menjadi sumber utama perlambatan ekonomi, terutama di daerah yang memiliki basis ekonomi berorientasi ekspor komoditas primer seperti di Sumatera dan Kalimantan, serta wilayah yang merupakan basis ekspor manufaktur seperti di zonazona ekonomi di Pulau Jawa. Mulai adanya kenaikan harga beberapa komoditas primer seperti kakao, CPO, dan karet - yang terindikasi pada awal triwulan I-9 diperkirakan belum dapat secara optimal mendorong kinerja ekspor komoditas primer. Sementara ekspor industri manufaktur masih akan mengalami tekanan berat akibat prospek permintaan dunia yang cenderung melemah dengan masih minimnya kontrak ekspor baru hingga periode akhir triwulan I-9. Di sisi konsumsi, masuknya puncak masa panen raya, realisasi pembayaran kenaikan gaji PNS pada awal triwulan II-9 dengan disertai kecenderungan harga-harga yang masih akan turun diperkirakan belum akan cukup mendorong perbaikan daya beli masyarakat ditengah ancaman PHK yang masih akan terus berlanjut. Dorongan stimulus fiskal dengan mulai direalisasikannya beberapa proyek pemerintah diharapkan dapat menahan perlambatan konsumsi di triwulan mendatang. Secara sektoral, respon dari melemahnya permintaan dunia masih akan memberikan tekanan yang berat terhadap kinerja sektor-sektor ekonomi berorientasi ekspor. Sektor industri pengolahan yang bergerak di bidang TPT, elektronik, otomotif, dan berbagai produk kerajinan untuk pasar ekspor di Jabalnustra masih akan mengalami tekanan yang berat yang diikuti dengan berlanjutnya kasus-kasus PHK. Asosiasi Pertekstilan di Jawa Barat bahkan memperkirakan terjadinya stagnasi industri TPT hingga triwulan III-9, dan akan mulai menunjukkan adanya perbaikan pada akhir tahun 9. Kinerja sektor

28 pertambangan diperkirakan juga masih akan mengalami tekanan akibat penurunan harga komoditas antara lain timah di Sumatera dan nikel di zona Sulampua. Namun demikian, penyerapan pasar domestik terkait dengan domestic market obligation (DMO) untuk produk batu bara mampu menopang kinerja sektor ini di wilayah Kali-Sulampua. Inflasi secara umum diperkirakan masih akan menunjukkan arah pergerakan yang cenderung menurun. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penurunan tekanan inflasi daerah pada triwulan mendatang antara lain stok bahan pangan yang mencukupi seiring panen raya di berbagai daerah, harga komoditas dunia yang diperkirakan masih rendah sejalan dengan resesi dunia yang masih akan berlanjut, minimalnya kebijakan pemerintah di bidang harga, serta tekanan permintaan domestik yang melambat dengan diiringi terjaganya ekspektasi masyarkat terhadap harga-harga. Sementara faktor risiko yang bersifat persistent terutama disebabkan oleh kondisi infrastruktur yang belum memadai, dan ketergantungan pasokan antar wilayah yang cukup tinggi berpotensi mendorong terjadinya kenaikan harga terutama di daerah-daerah luar Jawa. III. ISU STRATEGIS Membuka lembaran tahun 9, tantangan berat terkait dengan upaya menopang kinerja perekonomian daerah di tengah berlanjutnya krisis keuangan global menjadi isu sentral yang perlu dicermati sepanjang tahun ini. Setidaknya ada dua hal yang perlu menjadi perhatian, yaitu: A. Efektivitas Pemanfaatan Dana Pemda dan Dampaknya Terhadap Kondisi Fiskal, Moneter, dan Perekonomian Sejak diterapkannya otonomi daerah yang juga menyangkut penyerahan pengelolaan keuangan daerah kepada Pemda telah memberikan dampak yang signifikan. Di satu sisi, upaya pembangunan ekonomi yang bertujuan mensejahteraan masyarakat sebagian menjadi tanggung jawab Pemda melalui pengelolaan keuangan daerah yang baik. Di sisi lain, Pemda memperoleh kewenangan besar dalam mengatur sumber dan pengeluaran keuangan daerahnya.

29 Secara umum, melalui pengelolaan keuangan daerah Pemda telah berusaha menjalankan tanggung jawabnya dalam mendorong ekonomi daerah dalam derajat yang berbeda-beda. Upaya tersebut dilakukan melalui peningkatan belanja APBD yang mampu menjadi stimulus ekonomi dan memperbaiki tingkat kesejahteraan. Di sisi penerimaan, Pemda berusaha meningkatkan penerimaan secara lebih realistis dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam perjalanan otonomi daerah, kondisi keuangan daerah secara umum mengalami kondisi surplus. Terjadinya surplus APBD secara persisten telah mengakibatkan peningkatan dana Pemda yang dominan disimpan pada perbankan. Terus terjadinya surplus, khususnya di beberapa daerah, disebabkan oleh dua hal, yaitu tingginya realisasi penerimaan dibandingkan target dan rendahnya realisasi pengeluaran dibandingkan targetnya. Di samping menghadapi rendahnya realisasi pengeluaran, APBD masih memegang pola pengeluaran yang baru membesar pada akhir tahun. Keadaan ini menyebabkan stimulus fiskal daerah terhadap perekonomian daerah relatif tidak optimal, sebagaimana ditunjukkan dari peranan APBD terhadap pertumbuhan PDRB yang hanya berkisar antara -11% dalam bentuk konsumsi dan investasi Pemda. % PDB % PDB 1. Total Konsumsi Pemerintah Pusat Konsumsi Pemerintah Daerah. Total Investasi Pemerintah Pusat Investasi Pemerintah Daerah Perkembangan keuangan daerah menunjukkan bahwa transfer dana dari Pemerintah Pusat ke daerah, terutama dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH), terus meningkat seiring meningkatnya penerimaan APBN. Meningkatnya transfer ke daerah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penerimaan APBD selalu melebihi target, yaitu rata-rata sebesar

30 113% 3. Sementara di sisi pengeluaran, rata-rata realisasi pengeluaran APBD mencapai 1% dari targetnya. Kondisi keduanya telah menyebabkan APBD mengalami surplus, terutama di Sumatera dan Kalimantan yang memperoleh DBH relatif besar. Implikasinya adalah dana APBD yang mengendap di perbankan relatif tinggi yaitu sekitar Rp71 triliun Pertumb % yoy Pertumbuhan PDRB (yoy) Sumatera Jakarta Jawa Kalimantan Sulampua 3 7 8* Dengan dana Pemda yang masih relatif besar dapat menjadi sumber yang bermanfaat dalam men-stimulus ekonomi daerah. Bahkan manfaat tersebut akan signifikan mengingat perekonomian daerah mengalami perlambatan sebagai dampak dari krisis global terutama yang terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Di sisi lain, kekuatan fiskal daerah di kedua wilayah relatif cukup kuat. Di sisi lain, akselerasi stimulus fiskal daerah dapat dilakukan dengan mengubah pola pengeluaran yang rendah di semester pertama. B. Stimulus Fiskal dan Prospek Pembiayaan Ekonomi Daerah 9 Dalam mengantisipasi dan mitigasi dampak berlanjutnya krisis keuangan global pada perekonomian, pada tahun 9 Pemerintah pusat menerapkan kebijakan yang bersifat countercyclical melalui stimulus fiskal yang bertujuan untuk : 1. Memelihara dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat untuk menjaga agar konsumsi rumah tangga tumbuh di atas %;. Menjaga daya tahan perusahaan/sektor usaha menghadapi krisis global; 3. Meningkatkan daya serap tenaga kera dan mengatasi PHK melalui kebijakan pembangunan infrastruktur padat karya. 3 Dihitung dari data realisasi APBD -7 Per Desember 8 Mengatasi Dampak Krisis Global Melalui Program Stimulus Fiskal APBN 9, Departemen Keuangan

31 Dalam melaksanakan kebijakan ini, Pemerintah Pusat mengalokasikan total dana sebesar Rp73,3T dengan Rp,3T diantaranya sudah ditetapkan dalam APBN 9 berupa stimulus perpajakan dan kepabeanan berupa penurunan tarif PPh, kenaikan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP), PPN Ditanggung Pemerintah (DTP), Bea Masuk DTP, Fasilitas PPh Pasar 1 dan PPh Panas Bumi dan sebesar Rp17,T berupa stimulus belanja negara termasuk didalamnya belanja infrastruktur sebesar Rp1,T dengan lokasi proyek tersebar di berbagai daerah. Program pembangunan infrastruktur ini digunakan untuk pembiayaan kegiatankegiatan (a) penanganan bencana (termasuk banjir Bengawan Solo), (b) perluasan jaringan distribusi dan pembangunan instalasi pengelolaan air minum, (c) percepatan penyelesaian infrastruktur lanjutan, (d) jalan inspeksi dan irigasi sentra produksi tambak, (e) rehabilitasi jaringan irigasi dalam rangka ketahanan pangan, (f) jalan, jembatan, dan irigasi, dan (g) pengembangan infrastruktur pemukiman. Di sisi lain, kegiatan ekonomi yang mengalami perlambatan secara signifikan mempengaruhi pola kebijakan kredit perbankan yang lebih cenderung untuk berhati-hati dalam melakukan ekspansi kredit. Hal ini terindikasi dari melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit di sektor riil pada awal tahun 9. Namun demikian, masih bertumbuhnya ekonomi di beberapa daerah diharapkan menjadi potensi pembiayaan perbankan. Beberapa daerah diperkirakan masih akan optimis pertumbuhan kredit akan sesuai target, seperti di Jawa Barat dengan sektor utama untuk penyaluran kreditnya pada sektor Perdagangan/Hotel/Restoran dan sektor Pertanian. Di Jawa Timur, Kredit UMKM diperkirakan dapat tumbuh sebesar 3%. Dalam kondisi pembiayaan dari perbankan yang terbatas tersebut, peran pemerintah daerah untuk mendukung pembiayaan dengan memaksimalkan stimulus fiskal menjadi sangat penting. Pemda memiliki potensi yang relatif besar untuk dapat menstimulasi perekonomian daerah. Beberapa daerah berencana akan meningkatkan belanja APBD pada tahun 9, yaitu : a. Jakarta, APBD meningkat Rp,1T dari 8 menjadi Rp,T belanja untuk pekerjaan umum Rp3,9T dan kesejahteraan Rp,8T. b. APBD Jabar di sisi pengeluaran naik 37% menjadi Rp8,3T. c. Kalteng, APBD belanja naik 3,1% dengan belanja modal sebesar Rp97,M. d. Jambi, APBD sebesar Rp1,T atau meningkat 13,%.

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Jakarta, 25 Januari 2010 DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER. Sugeng Kepala Biro

Kata Pengantar. Jakarta, 25 Januari 2010 DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER. Sugeng Kepala Biro Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah-nya sehingga publikasi (TER) triwulan IV- 2009 dapat diterbitkan. Penyusunan publikasi TER dimaksudkan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Pengaruh Perkembangan Harga Komoditas pada Perekonomian Daerah 8

Pengaruh Perkembangan Harga Komoditas pada Perekonomian Daerah 8 Boks III Pengaruh Perkembangan Harga Komoditas pada Perekonomian Daerah 8 LATAR BELAKANG Berlanjutnya krisis keuangan global yang berepisentrum di Amerika Serikat telah merambat ke berbagai sendi perekonomian

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Jakarta, 21 Oktober 2008 DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER. H e n d a r Kepala Biro

Kata Pengantar. Jakarta, 21 Oktober 2008 DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER. H e n d a r Kepala Biro Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah-nya sehingga penyusunan buku periode triwulan III-28 dapat diterbitkan. Penyusunan dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL

SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL Triwulan IV - 2016 Harga Properti Residensial pada Triwulan IV-2016 Meningkat Indeks Harga Properti Residensial pada triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 0,37% (qtq), sedikit

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

Dampak Krisis Ekonomi Global Terhadap Sektor Riil 7

Dampak Krisis Ekonomi Global Terhadap Sektor Riil 7 Boks II Dampak Krisis Ekonomi Global Terhadap Sektor Riil 7 Penurunan kegiatan usaha dan kapasitas produksi dikhawatirkan akan berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009. Mayoritas

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Jakarta, 20 Januari 2008 BIRO KEBIJAKAN MONETER. H e n d a r Kepala Biro

Kata Pengantar. Jakarta, 20 Januari 2008 BIRO KEBIJAKAN MONETER. H e n d a r Kepala Biro Kata Pengantar Alhamdulillaah, puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah-nya sehingga penyusunan buku Tinjauan Ekonomi Regional periode triwulan IV- dapat diterbitkan.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 012/03/63/Th. XVII, 1 Maret PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KALIMANTAN SELATAN BULAN FEBRUARI KOTA BANJARMASIN INFLASI 0,43 PERSEN Pada bulan Kota Banjarmasin mengalami inflasi sebesar 0,43

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 18/04/82/Th XVI, 03 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Maret 2017, KOTA TERNATE DEFLASI SEBESAR 0,31 PERSEN Pada Maret 2017, Kota Ternate mengalami deflasi sebesar 0,31 persen dengan

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Jakarta, 24 Oktober 2009 DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER. S u g e n g Kepala Biro

Kata Pengantar. Jakarta, 24 Oktober 2009 DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER. S u g e n g Kepala Biro Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah-nya sehingga publikasi (TER) triwulan III-2009 dapat diterbitkan. Penyusunan publikasi TER dimaksudkan

Lebih terperinci

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

UMKM & Prospek Ekonomi 2006 UMKM & Prospek Ekonomi 2006 Oleh : B.S. Kusmuljono Ketua Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia (Komnas PKMI) Komisaris BRI Disampaikan pada : Dialog Ekonomi 2005 & Prospek Ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Jakarta, 24 Juli 2009 DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER. S u g e n g Kepala Biro

Kata Pengantar. Jakarta, 24 Juli 2009 DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER. S u g e n g Kepala Biro Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah-nya sehingga penyusunan buku (TER) triwulan II-29 dapat diterbitkan. Penyusunan publikasi TER dimaksudkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 23/05/82/Th XVI, 02 Mei 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI April 2017, KOTA TERNATE INFLASI SEBESAR 0,36 PERSEN Pada April 2017, Kota Ternate mengalami inflasi sebesar 0,36 persen dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR APRIL 2013

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR APRIL 2013 BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/05/53/Th. XVI, 1 Mei PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR APRIL Bulan : Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami deflasi sebesar

Lebih terperinci

Indeks Harga Konsumen di 66 Kota (2007=100),

Indeks Harga Konsumen di 66 Kota (2007=100), Umum Banda Aceh 216,59 246,43 278,90 295,67 112,07 139,01 172,41 190,86 109,37 115,47 119,06 124,90 127,19 Lhokseumawe 217,73 242,90 273,06 295,55 111,38 124,28 143,10 154,71 108,33 116,24 121,61 130,52

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT BADAN BPS PROVINSI PUSAT STATISTIK PAPUA BARAT No. 05/02/91 Th. VII, 01 Februari 2013 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT Pada bulan 2013 Provinsi Papua Barat mengalami deflasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 31/05/64/Th.XIX, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ DI KOTA TARAKAN BULAN APRIL 2016 0,45 PERSEN Kota Tarakan pada bulan April 2016 mengalami Inflasi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR SEPTEMBER 2013

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR SEPTEMBER 2013 BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/10/53/Th. XVI, 1 Oktober 2013 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR SEPTEMBER 2013 Bulan September 2013: Provinsi Nusa Tenggara

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT BADAN BPS PROVINSI PUSAT STATISTIK PAPUA BARAT No. 44/11/91 Th. VII, 01 November PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT Pada bulan Provinsi Papua Barat mengalami deflasi gabungan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/02/Th. XIV, 1 Februari 2011 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JANUARI 2011 INFLASI 0,89 PERSEN Pada bulan terjadi inflasi sebesar 0,89 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 09/02/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH EKONOMI ACEH SELAMA TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 4,31 PERSEN. Perekonomian Aceh

Lebih terperinci

B O K S. I. Gambaran Umum

B O K S. I. Gambaran Umum B O K S RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL WILAYAH SUMATERA * TRIWULAN II - 28 I. Gambaran Umum Memasuki Triwulan II-28, kinerja perekonomian wilayah Sumatera mengalami perlambatan pertumbuhan

Lebih terperinci

Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Kalimantan Timur Bulan September 2017

Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Kalimantan Timur Bulan September 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Kalimantan Timur Bulan September 2017 Selama September 2017, terjadi deflasi sebesar 0,01 persen di Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 52/07/64/Th.XX, 3 Juli 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ DI KOTA TARAKAN BULAN JUNI 2017 1,89 PERSEN Kota Tarakan pada bulan Juni 2017 mengalami Inflasi sebesar

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 50/07/64/Th.XIX, 1 Juli 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN JUNI 2016 1,10 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur pada bulan Juni

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/02/53/Th. XVIII, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JANUARI 2015 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,61 PERSEN Pada uari 2015, Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK No. 39/07/Th. XIV, 1 Juli 2011 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JUNI 2011 INFLASI 0,55 PERSEN Pada bulan terjadi inflasi sebesar 0,55 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Kota Ternate

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Kota Ternate Perkembangan Indeks Harga Konsumen/ Ternate No. 58/11/82/Th. XVI, 01 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU UTARA Perkembangan Indeks Harga Konsumen/ Ternate Oktober 2017, Ternate mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK No. 01/02/81/Th. XVIII, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PADA JANUARI 2016 TERJADI INFLASI SEBESAR 0,28 PERSEN DI KOTA AMBON DAN INFLASI 0,29 PERSEN DI KOTA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 No. 06/02/62/Th. VI, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah tahun 2011 (kumulatif tw I s/d IV) sebesar 6,74 persen.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN OKTOBER 2011 KOTA PEKANBARU MENGALAMI INFLASI 0,54 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN OKTOBER 2011 KOTA PEKANBARU MENGALAMI INFLASI 0,54 PERSEN l No. 45/11/14/Th. XII, 1 November PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN OKTOBER KOTA PEKANBARU MENGALAMI INFLASI 0,54 PERSEN Dengan menggunakan Tahun Dasar 2007=100, pada bulan Kota Pekanbaru mengalami inflasi

Lebih terperinci

SELAMA BULAN MARET 2010 KOTA PEKANBARU MENGALAMI DEFLASI SEBESAR 0,34 PERSEN

SELAMA BULAN MARET 2010 KOTA PEKANBARU MENGALAMI DEFLASI SEBESAR 0,34 PERSEN No. 12/04/14/Th. XI, 1 April SELAMA BULAN MARET KOTA PEKANBARU MENGALAMI DEFLASI SEBESAR 0,34 PERSEN Dengan menggunakan Tahun Dasar 2007=100, pada bulan Kota Pekanbaru mengalami deflasi (inflasi negatif)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI PAPUA BARAT No. 05/02/91 Th. XI, 01 Februari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT Pada 2017 terjadi inflasi sebesar 0,67 persen dengan

Lebih terperinci

BULAN DESEMBER 2009 KOTA PEKANBARU MENGALAMI DEFLASI SEBESAR 0,10 PERSEN

BULAN DESEMBER 2009 KOTA PEKANBARU MENGALAMI DEFLASI SEBESAR 0,10 PERSEN No. 01/01/14/Th. XI, 4 Januari 2010 BULAN DESEMBER 2009 KOTA PEKANBARU MENGALAMI DEFLASI SEBESAR 0,10 PERSEN Dengan menggunakan tahun dasar 2007=100, pada bulan Desember 2009 Kota Pekanbaru mengalami deflasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK No. 60/10/Th. XIV, 3 Oktober 2011 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI SEPTEMBER 2011 INFLASI 0,27 PERSEN Pada 2011 terjadi inflasi sebesar 0,27 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 48/08/34/Th.XVI, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI PAPUA BARAT No. 44/09/91 Th. XI, 04 September PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT Pada terjadi deflasi sebesar -0,62 persen dengan Indeks

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/06/53/Th. XVII, 2 Juni 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MEI 2014 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,08 PERSEN Pada Mei 2014, Nusa Tenggara Timur terjadi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT BADAN BPS PROVINSI PUSAT STATISTIK PAPUA BARAT No. 24/06/91 Th. VII, 03 Juni PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT Pada bulan Provinsi Papua Barat mengalami inflasi gabungan sebesar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/04/53/Th. XVII, 1 April 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MARET 2014 NUSA TENGGARA TIMUR DEFLASI 0,14 PERSEN Pada Maret 2014 terjadi deflasi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI . 01/01/82/Th XVI, 03 Januari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DESEMBER 20, KOTA TERNATE INFLASI SEBESAR 0,32 PERSEN Pada Desember 20, Ternate mengalami inflasi sebesar 0,32 persen dengan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI PAPUA BARAT No. 18/04/91 Th. X, 01 April 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT Pada 2016 terjadi deflasi sebesar -0,07 persen dengan Indeks

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 30/05/64/Th.XIX, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN APRIL 2016 DEFLASI -0,34 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK No. 01/03/81/Th. XVIII, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PADA FEBRUARI 2016 TERJADI INFLASI SEBESAR 0,18 PERSEN DI KOTA AMBON DAN DEFLASI 1,33 PERSEN DI KOTA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT No. 01/01/91 Th. XI, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT Pada 2016 terjadi Inflasi sebesar 0,63 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 125,72. Dari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI . 36/07/82/Th XVI, 03 Juli 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JUNI 2017, KOTA TERNATE INFLASI SEBESAR 1,55 PERSEN Pada Juni 2017, Ternate mengalami inflasi sebesar 1,55 persen dengan indeks

Lebih terperinci

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Kota Ternate

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Kota Ternate BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU UTARA Perkembangan Indeks Harga Konsumen/ Ternate September 2017, Ternate mengalami Deflasi sebesar 0,51 persen Pada September 2017, Ternate mengalami deflasi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI PAPUA BARAT No. 34/07/91 Th. IX, 01 Juli 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT Pada 2015 terjadi Inflasi sebesar 1,71 persen dengan Indeks

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA PANGKALPINANG

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA PANGKALPINANG No.07/02/19/Th.XIV, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA PANGKALPINANG JANUARI 2016 INFLASI 0,93 PERSEN Pada Kota Pangkalpinang mengalami inflasi sebesar 0,93 persen dengan Indeks

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK No. 20/04/Th. XIII, 1 April 2010 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MARET 2010 DEFLASI 0,14 PERSEN Pada bulan terjadi deflasi sebesar 0,14 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 86/11/64/Th.XIX, 1 November 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN OKTOBER 2016 DEFLASI -0,09 PERSEN Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Provinsi Papua Barat No. 53/11/91 Th. XI, 01 November BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA BARAT Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 25/04/64/Th.XX, 3 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN MARET 2017 INFLASI 0,15 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011 No. 43/08/63/Th XV, 05 Agustus 20 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-20 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-20 tumbuh sebesar 5,74 persen jika dibandingkan triwulan I-20 (q to q)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/08/53/Th. XVIII, 3 Agustus 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JULI 2015 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 1,06 PERSEN Pada Juli 2015, Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/11/53/Th. XIX, 1 November 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI OKTOBER 2016 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,19 PERSEN Oktober 2016, Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Provinsi Kalimantan Timur ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 09/02/64/Th.XX, 1 Februari 2017 Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Provinsi Kalimantan Timur BULAN JANUARI 2017 INFLASI 1,04 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 98 /12/64/Th.XIX, 1 Desember 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN NOVEMBER 2016 INFLASI 0,21 PERSEN Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK No. 01/09/81/Th. XVIII, 1 September 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PADA AGUSTUS 2016 TERJADI INFLASI SEBESAR 0,43 PERSEN DI KOTA AMBON DAN DEFLASI 0,27 PERSEN DI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN PROVINSI RIAU

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN PROVINSI RIAU No. 16/04/14/Th. XIV, 1 April PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN PROVINSI RIAU MARET, PEKANBARU INFLASI 0,04 PERSEN DAN DUMAI DEFLASI 0,01 PERSEN Bulan, Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 0,04 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN (INFLASI/DEFLASI) APRIL 2016, PROVINSI RIAU DEFLASI 1,10 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN (INFLASI/DEFLASI) APRIL 2016, PROVINSI RIAU DEFLASI 1,10 PERSEN No. 19/5/14/Th. XVII, 2 Mei 216 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN (INFLASI/DEFLASI) APRIL 216, PROVINSI RIAU DEFLASI 1,1 PERSEN Bulan April 216, gabungan 3 kota di Provinsi Riau mengalami deflasi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 45/06/64/Th.XX, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN MEI 2017 INFLASI 0,36 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur pada

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI PAPUA BARAT No. 36/08/91 Th. XI, 01 Agustus 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT Pada 2017 terjadi inflasi sebesar 0,52 persen dengan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK No. 20/04/Th. XIV, 1 April 2011 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MARET 2011 DEFLASI 0,32 PERSEN Pada bulan terjadi deflasi sebesar 0,32 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 71/09/64/Th.XX, 04 September 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN AGUSTUS 2017 DEFLASI -0,28 PERSEN Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/03/53/Th. XIX, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI FEBRUARI 2016 NUSA TENGGARA TIMUR DEFLASI 0,33 PERSEN Februari 2016, Nusa Tenggara Timur terjadi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 17/03/64/Th.XIX, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN FEBRUARI 2016 INFLASI 0,24 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

TABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA

TABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA No. 01/08/53/TH.XIV, 5 AGUSTUS PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN II TUMBUH 5,21 PERSEN Pertumbuhan ekonomi NTT yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. 07/02/21/Th.VI, 01 Februari 2011 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA TANJUNGPINANG BULAN JANUARI 2011 INFLASI 1,54 PERSEN Pada Bulan Januari 2011 di

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 08/02/64/Th.XIX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN JANUARI 2016 INFLASI 0,19 PERSEN Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/07/53/Th. XVII, 1 Juli 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JUNI 2014 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,61 PERSEN Pada Juni 2014, Nusa Tenggara Timur terjadi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 51/07/64/Th.XX, 3 Juli 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BULAN JUNI 2017 INFLASI 0,98 PERSEN Provinsi Kalimantan Timur pada

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Gabungan 2 Kota No. 68/10/21/Th. XII, 2 Oktober BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU Perkembangan /Inflasi Gabungan 2 Kota September

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Provinsi Kalimantan Timur Bulan Oktober 2017 No. 85/64/Th.XX, 1 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci