JEMBATAN NASIONAL SURAMADU, KONSTRUKSI APPROACH BRIDGE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JEMBATAN NASIONAL SURAMADU, KONSTRUKSI APPROACH BRIDGE"

Transkripsi

1 JEMBATAN NASIONAL SURAMADU, KONSTRUKSI APPROACH BRIDGE Eko Prasetyo 1 PENDAHULUAN Approach bridge yang konstruksinya merupakan continuous prestressed box girder adalah bagian dari jembatan Suramadu sebagai penghubung antara cause-way dengan jembatan cable ( main span ), dan terdiri dari dua bagian yaitu sisi Surabaya dan sisi Madura yang masing-masing mempunyai geometri yang sama ( simetris ). Dalam urut-urutan pelaksanaannya sisi Surabaya sedikit berbeda dengan sisi Madura, dimana sisi Madura masih mengacu kepada disain awal sedangkan sisi Surabaya ada sedikit perubahan dengan maksud untuk mempercepat waktu pelaksanaan. Ada dua hal yang akan terpengaruh dengan adanya perubahan ini yaitu, yang pertama adalah presetting dari bearing dan yang kedua adalah control elevasi pada setiap stage pelaksanaan, yang keduanya memerlukan penghitungan kembali. Pada prinsipnya perubahan ini tidak mempengaruhi kekuatan, durabilitas dan keamanan konstruksi, hanya terbatas pada masalah waktu pelaksanaan. 2 METODA PELAKSANAAN ( CONSTRUCTION METHOD ) 2.1 Balanced Cantilever Kedua approach bridge ( sisi Surabaya dan Madura ) terdiri dari 2 bagian, yang pertama adalah continuous box girder dengan bentang tepi 2 x dan bentang tengah adalah 7x 80.00m, yang kedua adalah V-pier dengan bentang m. Metoda pelaksanaan yang diterapkan untuk continuous girder adalah balance cantilever dengan sistim dicor ditempat untuk setiap segment ( gambar-1 ), sedangkan bagian V- pier dikerjakan me masang perancah dan merupakan satu kesatuan dengan pilar-v. Gambar 1 Metode balanced cantilever dikembangkan untuk meminimalkan acuan perancah atau scaffolding yang diperlukan untuk pelaksaaan pengecoran secara in-situ. Tumpuan sementara (temporary shoring) terlalu mahal khususnya untuk kasus jembatan berelevasi tinggi dan denggunaan scaffolding yang melintasi sungai sangat beresiko, sehingga diatas jalan air yang padat, lalu lintas jalan atau jalan kereta api, penggunaan Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia 1

2 scaffolding sudah tidak ekonomis lagi. Metode konstruksi secara balanced cantilever diterapkan untuk menghilangkan kesulitan-kesulitan seperti ini. Metode cast in place segmental ialah metode pelaksanaan yang masih menggunakan metode konstruksi segmental dan balanced cantilever akan tetapi setiap segmen dicor secara in-situ. Bekisting traveler yang tergantung pada segmen sebelumnya digunakan untuk membentuk segmen. Setelah segmen dicor, setelah umur beton 4 hari, stressing dilakukan untuk menahan segmen agar tetap berada di tempatnya. Bekisting traveler atau disebut traveler saja kemudian didorong maju ke segmen berikutnya dan proses yang sama diulangi sampai tengah bentang dari arah pier yang lain, membentuk sebuah struktur kantilever. Gambar 2 Pelaksanaan jembatan box girder segmental dengan metode balanced cantilever cast in place Gambar 2 di atas mengilustrasikan sebuah pelaksanaan jembatan box girder dengan metode balanced cantilever menggunakan traveler. Untuk memfasilitasi pelaksanaan secara kantilever, sebuah pelat berpenampang pendek dengan pemberat (counterweight) di sisi yang lain dicorkan pada bekisting yang di-support dari tanah masing-masing pier. Ikatan sementara disiapkan untuk menyeimbangkan sisi yang lain untuk memastikan adanya kesetimbangan. Harus dipastikan pengontrolan counterweight dalam setiap urutan pelaksanaan kantilever. Ada banyak variasi metode yang digambarkan di atas. Pada kasus jembatan yang berelevasi rendah mungkin lebih ekonomis untuk mengecor ujung bentang di atas scaffolding. Ketika lantai jembatan menyatu monolit dengan pilar, ikatan atau strut pada counterweight dapat dilepas. Bekisting untuk mengecor kantilever ditahan oleh gantry traveler. Gantry ini didorong bergerak maju dengan rel yang terikat pada lantai jembatan yang telah selesai ke segmen berikutnya Ketika gantry terletak di tempat yang tepat, segmen baru dibentuk, dicor dan di-stressing pada segmen yang telah selesai sebelumnya. Dan proses yang sama diulangi sampai tengah bentang dari arah pier yang lain, membentuk sebuah struktur kantilever. Urutan metode konstruksi kantilever adalah sebagai berikut: a) Install dan atur gantry b) Install dan letakkan bekisting menurut elevasi yang tepat c) Tempatkan penulangan dan saluran duck dari tendon d) Pengecoran segmen e) Install tendon penarikan dan lakukan stressing f) Lepaskan bekisting g) Majukan gantry pada posisi selanjutnya dan mulailah cycle yang baru. Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia 2

3 Gambar 3 Layout tendon untuk stressing longitudinal secara segmental Untuk proyek-proyek yang ada di Indonesia, sistem bekisting modular termasuk yang paling populer. Sistem ini fleksibel untuk berbagai penampang yang berbeda dan panjang pengecoran yang berbeda. Dalam traveler ini terdapat sistem mekanis dan hidrolis yang ringan sehingga tidak menyulitkan assembly dari crane sehingga dapat mencapai cycle time yang dikehendaki. Langkah-langkah stressing: a) Tendon dimasukkan ke dalam pipa selongsong yang sudah disiapkan ke dalam beton. b) Tendon ditarik dengan menggunakan jack dikedua ujung dimana untuk arah longitudinal anker yang digunakan kedua-duanya adalah anker hidup. Sesaat setelah penarikan tendon, sudah terjadi kehilangan gaya prategang berupa : c) Perpendekan elastis, kehilangan tegangan akibat gesekan, dan sebagian momen beban mati sudah bekerja sebagai dampak dari posisi lengkung tendon. Dengan demikian gaya dongkrak harus sudah memperhitungkan hal-hal yang menyangkut kehilangan tegangan tersebut. Pembatasan tegangan-tegangan ijin pada tahaptahap pelimpahan dan pelayanan diambil sama dengan yang diberikan untuk cara pra-penarikan. d) Apabila digunakan tendon bonded, terutama untuk lingkungan yang korosif, ruang kosong di dalam pipa mengelilingi tendon diisi penuh pasta semen dengan cara disuntikkan (grouting) setelah tendon ditarik dan sebelum beban hidup bekerja. Apabila demikian halnya, maka tegangan akibat beban hidup dihitung berdasarkan penampang transformasi seperti yang dilakukan pada cara pra- penarikan. e) Pada umumnya jangkar ujung setelah dikunci (dimatikan) perlu ditutup atau dilindungi dengan lapis pelindung. Gambar 4 a). Tempatkan kepala angker dan baji, b). Posisikan dan masukkan strand pada jack, c) Lakukan penarikan, d) Kunci dudukan baji e).inzet: jacking,untuk mengantisipasi kemungkinan adanya unbalance moment pada setiap step pelaksanaan, disini digunakan perletakan sementara ( temporary bearing ) untuk menahan gaya tekan sedangkan gaya tarik ditahan oleh temporary anchor. Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia 3

4 Di lapangan unbalance moment ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : (i). adanya tekanan angin yang tidak seimbangan (ii). berat form traveler yang tidak seimbang terutama pada waktu manouver (iii). berat sendiri beton yang tidak sama (iv). beban-beban pelaksanaan Pada kondisi dimana unbalance load masih kecil, disini unbalance moment masih dipikul oleh sistim perletakan dimana kedua perletakan masih dalam keadaan tertekan, untuk lebih jelasnya hal ini bias dilihat dalam perhitungan berikut : Perhitungan unbalance moment : Perlawanan terhadap unbalance moment (1). Akibat berat box girder : Berat bangunan atas pada posisi full cantilever : Reaksi temporary bearing : Ao kn A kn A kn A kn A kn A kn A kn A kn A kn kn Temporary anker mulai tertarik apabila ada unbalance moment lebih besar atau sama dengan : (2). Kapasitas anker : M1 = R1 * 2.8 = knm Sisa tegangan anker setelah ditarik = 0.9*fy 373 =333.5 Mpa Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia 4

5 Kapasitas anker 16 buah M ank = 16*333.5*803 = kn = *2.8 = knm M perlawanan total = M1 + M ank = knm Unbalance moment (1). Perbedaan tekanan angin dengan : Untuk kecepatan angin 30 m/dt q a = 14.7 kn/m' Ma = 1/2*qa*40^2 = knm (2). Kemungkinan adanya perbedaan berat sebesar 4% dari berat sendiri : Ao A A A A A A A A Mb (3). Kemungkinan adanya perbedaan berat traveler : P = 144 kn Mc = P*40 = 5760 knm (4). Perbedaan beban kerja : Qd = 7.35 kn/m Md = 1/2*qd*40^2 = 5880 Ma + Mb + Mc + Md = knm Total kapasitas unbalance moment yang masih tersedia : M = M perlawanan - ( Ma + Mb ) = knm Dengan cara yang sama untuk jumlah anker 20, diperoleh : M = knm Note : Jika ada anker yang tidak berfungsi kapasitas diatas harus dikoreksi sesuai dengan jumlah anker yang ada ( yang berfungsi ) Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia 5

6 2.2 Closure Apabila unbalance moment yang terjadi melampaui kapasitas perletakan maka temporary anchor mulai bekerja, yaitu disatu sisi dalam kondisi tertarik dipikul anker dan sisi lainnya yang tertekan dipikul perletakan. Sebaiknya dalam prakteknya, apasitas anker tidak digunakan sepenuhnya, mengingat adanya kemungkinan lain yang tidak terduga. Apabila step-step pelaksanaan segment udah selesai untuk setiap pilar ( full cantilever ), tahap berikutnya adalah closure yaitu penyambungan ujung cantilever yang satu dengan ujung cantilever diseberangnya. Ada beberapa metoda closure bisa diterapkan, dimana pada prinsipnya semua metoda harus mengacu kepada persyaratan, yaitu beban yang akan dipakai tidak terlalu besar ( sebaiknya dibuat sama dengan reaksi closure pada ujung cantilever ) dan penempatan beban dibuat sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan deformasi pada closure. Contoh penempatan beban yang dilaksanakan di jembatan Suramadu adalah seperti terlihat dalam gambar-5, disini besarnya beban Pft 1, Pft 2, P w1 dan P w2 adalah sama yaitu sebesar berat closur dibagi dua. P ft-1 P w1 P w2 P ft-2 (a). Form traveler digeser dan diturunkan P ft-1 P w1 P w2 P ft-2 (b). Pembebanan sebelum closure P ft-1 P w1' P w2' P ft-2 (c). Formwork & locking device dipasang Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia 6

7 P ft-1 P w1'' P w2'' P ft-2 (d). Pengecoran beton & air dikeluarkan P ft-1 P ft-2 (e). Pengecoran beton selesai & air kosong Gambar-5 Tahap-tahap pengerjaan closure Kondisi ini adalah seimbang baik sebelum pengecoran closure ataupun closure sudah selesai dikerjakan. Untuk menjaga keseimbangan dan tidak terjadi deformasi pada closure pada waktu pengecoran maka P w1 dan P w2 sebaiknya terdiri dari beban air dan tangkinya, sehingga pada waktu pelaksanaan disini beton dicorkan seiringan dengan air dikeluarkan dengan berat yang sama. Apabila pengecoran ini dilakukan secara bertahap, maka keseimbangan akan tetap terpelihara baik sebelum, sedang dan sesudah pengecoran. Sebagai pemberat P1 dan P2 bisa menggunakan form traveler dengan membongkar bagian inner form-work untuk mengurangi berat agar seimbang dengan Pw1 dan Pw2. Untuk selengkapnya step-step pelaksanaan bisa dilihat dalam gambar-3, yaitu uruturutan pembuatan segment yang berlaku untuk setiap pilar. Disini setiap pembuatan segment terdiri dari 4 step, yaitu pemindahan form-traveler, pembuatan form-work dan penulangan, pengecoran dan stressing kabel pratekan. Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pembuatan satu segment normalnya adalah : Untuk segment A0 adalah 36 hari, A1 = 17 hari dan A2 - A8 adalah 9 hari termasuk curing beton selama 4 hari. Khusus untuk segment A0, pelaksanaan pembuatan segment ini dilakukan dengan cara dibuatkan perancah. Perancah ini bisa dilakukan dengan cara didudukkan pada pier head atau dengan membuat penopang yang dianker pada bagian atas pilar, cara yang kedua adalah lebih ekonomis mengingat jarak antara pier head dengan lantai jembatan yang cukup tinggi. Pada pelaksanaan pembuatan segment A1, disini form=work digantung dengan steel bar diameter 32 mm dengan mutu yang relatif tinggi yaitu fy = 7800 Mpa. Sebagai emegang gantungan ini adalah steel truss ( Bailley ) yang panjangnya mencakup kedua segment A1 ( arah Surabaya dan arah Madura ). Selanjutnya, untuk pelaksanaan pembuatan A2, A3, A4, A5.... dan seterusnya adalah dengan mengganti steel truss-bailley dengan form-traveler. Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia 7

8 Perubahan urut-urutan closure Untuk memperpendek waktu pelaksanaan pada approach sisi Surabaya, disini dilakukan perubahan urut-urutan closure. Yaitu dengan menyusun kembali urut-urutan sedemikian rupa sehingga ada beberapa closure yang dikerjakan secara bersamaan tanpa mengurangi kekuatan struktur yang ditetapkan dalam disain awal ( lihat gambar-4 ). Akibat perubahan ini tentu saja ada pengaruh terhadap bearing yang sudah disetting terlebih dahulu dan pra-camber yang sudah dihitung berdasarkan uruturutan dalam disain awal. Pengecekan apakah prasetting yang sudah ada masih bisa digunakan, perhitungannya bias dilihat dalam bentuk tabulasi seperti bias dilihat dalam tabel-1 dan tabel-13 adalah urut-urutan closure untuk sisi Madura dan sisi Surabaya. Tabel-1 : Pengecekan prasetting dari Bearing First closure 1. Shrinkage strain, r r(t) Segment k b c k e1 k p r(t) r r r(t) A o A A A A A A A A A Creep strain, f Segment k b k c k d k e2 r(t) f c' E c cc A o A A A A A A A A A Deformation due to shrinkage and creep, ls and lc Segment L r r(t) cc ls lc A o A A A A A A A A Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia 8

9 A Closure : , , Shrinkage strain, r r(t) Segment k b c k e1 k p r(t) r r r(t) A o A A A A A A A A A Creep strain, f Segment k b k c k d k e2 r(t) f c' E c cc A o A A A A A A A A A Deformation due to shrinkage and creep, ls and lc Segment L r r(t) cc ls lc A o A A A A A A A A A Closure : , , , Shrinkage strain, r r(t) Segment k b c k e1 k p r(t) r r r(t) A o A A A A A Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia 9

10 A A A A Creep strain, f Segment k b k c k d k e2 r(t) f c' E c cc A o A A A A A A A A A Deformation due to shrinkage and creep, ls and lc Segment L r r(t) cc ls lc A o A A A A A A A A A Closure : , Shrinkage strain, r r(t) Segment k b c k e1 k p r(t) r r r(t) A o A A A A A A A A A Creep strain, f Segment k b k c k d k e2 r(t) f c' E c cc A o A A A A A A A Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia 10

11 A A Deformation due to shrinkage and creep, ls and lc Segment L r r(t) cc ls lc A o A A A A A A A A A After 5 years Shrinkage strain, r r(t) Segment k b c k e1 k p r(t) r r r(t) A o A A A A A A A A A Creep strain, f Segment k b k c k d k e2 r(t) f c' E c cc A o A A A A A A A A A Deformation due to shrinkage and creep, ls and lc Segment L r r(t) cc ls lc A o A A A A A Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia 11

12 A A A A Movement of bearing due to concrete shrinkage and creep Based on new sequences During cons. stage After 5 years Resultant Sum up Pier No. shrink creep shrinkage creep shrinkage creep mm P P P P P P P P Movement of bearing due to temperature Pier No. Distance to 41 or 42 Movement per 1 o C Movement per 5 o C Pre-offset m mm mm at 25 o C P P P P P P P P Difference between existing and new sequence of construction Existing pre-offseting New bearing movement Longitudinal movement Pier No. mm mm capacity ( mm ) P (+)(-)150 P (+)(-)100 P (+)(-)100 P (+)(-)100 P (+)(-)100 P (+)(-)100 P (+)(-)100 P (+)(-)150 Berdasarkan hasil perhitungan, perubahan sequence tidak mempengaruhi pre offseting yang sudah diterapkan dilapangan karena kapasitas movement masih cukup. Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia 12

13 Tabel-2 : Urut-urutan closure Approach sisi Madura : Madura Sisi Pilar no. P48-P49 P49-P50 P50-P51 P51-P52 P52-P53 P53-P54 P54-P55 P55-P56 P56-P57 Barat Urutan Sisi Pilar no. P48-P49 P49-P50 P50-P51 P51-P52 P52-P53 P53-P54 P54-P55 P55-P56 P56-P57 Timur Urutan Approach sisi Surabaya: Madura Sisi Pilar no. P36-P37 P37-P38 P38-P39 P39-P40 P40-P41 P41-P42 P42-P43 P43-P44 P44-P45 Barat Urutan Sisi Pilar no. P36-P37 P37-P38 P38-P39 P39-P40 P40-P41 P41-P42 P42-P43 P43-P44 P44-P45 Timur Urutan Urut-urutan closure sisi Madura pelaksanaannya adalah masih sesuai dengan disain awal, jadi disini tidak ada perubahan. Sedangkan untuk sisi Surabaya ada perubahan baik untuk sisi Barat ataupun sisi Timur, secara teoritis perubahan ini akan menghemat waktu kurang lebih 10 hari yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untu menyelesaikan 1 closure. Dalam penomoran urutan closure terlihat ada nomor yang sama, ini berarti bahwa closure tersebut bisa dikerjakan secara bersamaan. Sedangkan untuk sebelah kiri & kanan P51-P52 dan P41-P42 menunjukkan pelaksanaan pengerjaan closure bisa dilakukan secara independen. Pada kenyataannya dilapangan pemasangan formwork dan penulangan dikerjakan secara bersamaan jadi tidak saling menunggu, dengan catatan bahwa locking device tidak dikunci terlebih dulu. 3 KONTROL PELAKSANAAN ( CONSTRUCTION CONTROL ) 3.1 Data Jembatan Approach Suramadu Optimasi terakhir jembatan Approach Suramadu ialah dengan bentang 80 m antar pier dengan kemiringan longitudinal 4%, dengan bentuk box girder single cell yang akan mempercepat pelaksanaan dan mengurangi kuantitas pekerjaan dan mempunyai pilar berbentuk hollow. Gambar 6 Elevasi box girder approach Jembatan Nasional Suramadu dari pier 36 sampai dengan pier 45 Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia 13

14 Gambar 7 Dimensi segmen A0 sepanjang 7m, A1-A3 sepanjang 4 m, A4-A8 sepanjang 4.5 m Adapun layout tendon longitudinal W 1 -W 7 serta TC, T 0 -T 8 serta B 4 -B 14 dari tampak samping seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 8 berikut: Gambar 8 Layout prestressing tendon W, T dan B dari tampak samping Adapun layout tendon longitudinal W 1 -W 7 serta TC, T 0 -T 8 serta B 4 -B 14 dari tampak atas seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 9 berikut: Gambar 9 Layout prestressing tendon W, T dan B dari atas Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia 14

15 3.2 Analisis Lendutan Akibat Posisi Traveler Metode analisis menggunakan software STAAD Pro V8i 2007 elemen cangkang dengan propertis yang sesuai dalam drawing dan kriteria desain, sedangkan tendon prestressing dimodelkan sebagai beban titik nodal. Struktur dianalisis terhadap beban mati, beban tendon W, B dan T serta beban traveler untuk mengetahui lendutan untuk memastikan apakah perbedaan elevasinya masih dalam batas yang diperbolehkan Pemodelan Alternatif 1 Struktur yang diambil adalah approach box girder yang dibebani traveler di belakang jembatan (elevasi terendah) dan temporary support di belakang (elevasi terendah) dilepas Pemodelan Alternatif 2 Struktur yang diambil adalah approach box girder yang dibebani traveler di depan jembatan (elevasi tertinggi) dan temporary support di belakang (elevasi terendah) dilepas. Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia 15

16 3.2.3 Pemodelan Alternatif 3 Struktur yang diambil adalah approach box girder yang dibebani traveler di belakang jembatan (elevasi terendah) dan temporary support di depan (elevasi tertinggi) dilepas Pemodelan Alternatif 4 Struktur yang diambil adalah approach box girder yang dibebani traveler di depan jembatan (elevasi tertinggi) dan temporary support di depan (elevasi tertinggi) dilepas. 3.3 Kontrol Elevasi Analisis menggunakan metode dan software yang sama yaitu STAAD Pro V8i 2007 kemudian beda elevasi aktual akibat error pengukuran yang masih dapat ditoleransi dengan elevasi dari koordinat STAAD Pro untuk mendapatnya vertical alignment yang smooth. Baris pertama adalah panjang segmen horisontal kumulatif sebelum midclosure A9, sedangkan baris kedua adalah laporan elevasi ujung segmen dari kontrol survei lapangan. Baris ketiga menunjukkan nilai lendutan dari software STAAD Pro v8i 2007 akibat berat sendiri dan traveler, dan baris keempat menunjukkan elevasi STAAD Pro v8i Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia 16

17 Gambar berikut menunjukkan elevasi permukaan yang harus di-fill dengan flexible pavement agar memperoleh vertical alignment yang smooth dan nyaman. SUMMARY Semua defleksi terpantau dan masih berada di dalam toleransi camber design dari konsultan perencana. Pengaturan elevasi dapat dikontrol dari besarnya beban counterweight yang dapat di-adjust kembali di lapangan dengan survey elevasi. Makalah ini disampaikan dalam rangka diseminasi informasi melalui Seminar HAKI. Isi makalah sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis, dan tidak mewakili pendapat HAKI. Seminar dan Pameran Haki Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia 17

CONSTRUCTION OF BALANCE CANTILEVER SURAMADU APPROACH BRIDGE

CONSTRUCTION OF BALANCE CANTILEVER SURAMADU APPROACH BRIDGE CONSTRUCTION OF BALANCE CANTILEVER SURAMADU APPROACH BRIDGE 02.0.07 PLAN LAY OUT Lokasi Jembatan Suramadu 2 02.0.07 TO SURABAYA BRIDGE DETAILS TO MADURA APPROACH BRIDGE CABLE STAY BRIDGE APPROACH BRIDGE

Lebih terperinci

ASPEK PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN BALOK BOKS BETON PRATEGANG PADA JEMBATAN KANTILEVER SEIMBANG (KASUS JEMBATAN TUKAD BANGKUNG BADUNG BALI)

ASPEK PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN BALOK BOKS BETON PRATEGANG PADA JEMBATAN KANTILEVER SEIMBANG (KASUS JEMBATAN TUKAD BANGKUNG BADUNG BALI) Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 ASPEK PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN BALOK BOKS BETON PRATEGANG PADA JEMBATAN KANTILEVER SEIMBANG (KASUS JEMBATAN TUKAD BANGKUNG BADUNG

Lebih terperinci

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI BALOK BETON PRATEGANG DI PROYEK WISMA KARTIKA GROGOL

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI BALOK BETON PRATEGANG DI PROYEK WISMA KARTIKA GROGOL BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI BALOK BETON PRATEGANG DI PROYEK WISMA KARTIKA GROGOL 7.1 Uraian Umum Seperti yang telah diketahui bahwa beton adalah suatu material yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beton bertulang, beton hanya memikul tegangan tekan, sedangkan tegangan tarik dipikul oleh baja sebagai penulangan ( rebar ). Sehingga pada beton bertulang, penampang beton

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR JEMBATAN SEGMENTAL DENGAN KONSTRUKSI BERTAHAP METODE BALANCE CANTILEVER TUGAS AKHIR

ANALISIS STRUKTUR JEMBATAN SEGMENTAL DENGAN KONSTRUKSI BERTAHAP METODE BALANCE CANTILEVER TUGAS AKHIR ANALISIS STRUKTUR JEMBATAN SEGMENTAL DENGAN KONSTRUKSI BERTAHAP METODE BALANCE CANTILEVER TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. umumnya digunakan untuk berbagai konstruksi jembatan : 4. Sistem Penggunaan Counter Weight dan Link-set

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. umumnya digunakan untuk berbagai konstruksi jembatan : 4. Sistem Penggunaan Counter Weight dan Link-set BAB VII PEMBAHASAN MASALAH 7.1. Macam-macam Metode erection Karena pembahasan masalah kita mengambil metode erection, maka kita akan menjelaskan sedikit macam-macam metode pelaksanaan erection pada balok

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Atas Jalan Layang Jalan layang adalah jalan yang dibangun tidak sebidang melayang menghindari daerah/kawasan yang selalu menghadapi permasalahan kemacetan lalu lintas,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beton prategang cukup banyak digunakan dalam konstruksi di Indonesia. Penggunaan struktur beton prategang ini dinilai mempunyai banyak keuntungan, antara lain (Triwiyono,2003)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum merupakan suatu struktur dalam jembatan atau fly over yang berfungsi sebagai penghubung antara struktur bawah dan atas, dengan kata lain girder berfungsi sebagai

Lebih terperinci

PERENCANAAN METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN YEH PANAHAN DI KABUPATEN TABANAN

PERENCANAAN METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN YEH PANAHAN DI KABUPATEN TABANAN 20 PERENCANAAN METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN YEH PANAHAN DI KABUPATEN TABANAN I Ketut Nudja S. 1) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa ABSTRAK Pada

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER Oleh : Fajar Titiono 3105.100.047 PENDAHULUAN PERATURAN STRUKTUR KRITERIA DESAIN

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA Mahasiswa: Farid Rozaq Laksono - 3115105056 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Djoko Irawan, Ms J U R U S A

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mulailah orang membuat jembatan dengan teknologi beton prategang.

BAB 1 PENDAHULUAN. mulailah orang membuat jembatan dengan teknologi beton prategang. BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan sebuah konstruksi. Segala sesuatunya harus dipertimbangkan dari segi ekonomis, efisien, dan daya tahan dari

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA Pre-Elemenary Desain Uraian Kondisi Setempat Alternatif Desain

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA Pre-Elemenary Desain Uraian Kondisi Setempat Alternatif Desain DAFTAR ISI Abstrak... i Kata Pengantar... v Daftar Isi... vii Daftar Tabel... xii Daftar Gambar... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 4 1.3 Maksud dan Tujuan...

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU)

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU) TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU) OLEH : ABDUL AZIZ SYAIFUDDIN 3107 100 525 DOSEN PEMBIMBING : Prof. Dr. Ir. I GUSTI

Lebih terperinci

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK 1. JEMBATAN GELAGAR BAJA JALAN RAYA - UNTUK BENTANG SAMPAI DENGAN 25 m - KONSTRUKSI PEMIKUL UTAMA BERUPA BALOK MEMANJANG YANG DIPASANG SEJARAK 45 cm 100 cm. - LANTAI

Lebih terperinci

DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN

DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN TUGAS AKHIR DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN STUDI KASUS JEMBATAN LAYANG TENDEAN BLOK M CILEDUK Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjan Teknik Strata

Lebih terperinci

BAB VI TINJAUAN KHUSUS METODE BETON PRESTRESS

BAB VI TINJAUAN KHUSUS METODE BETON PRESTRESS BAB VI TINJAUAN KHUSUS METODE BETON PRESTRESS 6.1 Pengertian Umum Beton prestress adalah beton bertulang dimana telah ditimbulkan tegangantegangan intern dengan nilai dan pembagian yang sedemikian rupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Jembatan adalah sebuah struktur konstruksi bangunan atau infrastruktur sebuah jalan yang difungsikan sebagai penghubung yang menghubungkan jalur lalu lintas pada

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definifisi Beton Prategang Beton prategang adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Jembatan box girder adalah sebuah jembatan dimana struktur atas jembatan terdiri dari balok-balok penopang utama berbentuk kotak berongga. Box girder biasan terdiri

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL DESAIN GUIDEWAY

BAB V ANALISIS HASIL DESAIN GUIDEWAY BAB V ANALISIS HASIL DESAIN GUIDEWAY 5.1 UMUM Pada bab sebelumnya telah dilakukan proses permodelan terhadap kedua sistem bentang, baik bentang sederhana maupun bentang menerus terintegral. Hasil yang

Lebih terperinci

Modifikasi Jembatan Lemah Ireng-1 Ruas Tol Semarang-Bawen dengan Girder Pratekan Menerus Parsial

Modifikasi Jembatan Lemah Ireng-1 Ruas Tol Semarang-Bawen dengan Girder Pratekan Menerus Parsial JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 Modifikasi Jembatan Lemah Ireng-1 Ruas Tol Semarang-Bawen dengan Girder Pratekan Menerus Parsial Ahmad Basshofi Habieb dan I Gusti Putu Raka Teknik Sipil,

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Definisi Jembatan merupakan satu struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, rel kereta api ataupun jalan raya. Ia dibangun untuk membolehkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Bagan Alir Mulai Studi Literatur Segmental Box Girder Metode Span by Span Perencanaan Awal Dimensi Segmental Box Girder Pembebanan Melintang Jembatan Desain Penulangan

Lebih terperinci

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA 1. Umum Secara umum metode perakitan jembatan rangka baja ada empat metode, yaitu metode perancah, metode semi kantilever dan metode kantilever serta metode sistem

Lebih terperinci

Metode Prategang & Analisis Tegangan Elastis Pada Penampang

Metode Prategang & Analisis Tegangan Elastis Pada Penampang Metode Prategang & Analisis Tegangan Elastis Pada Penampang Outline Materi - Jenis beton prategang - Metoda prestressing - Tahap-tahap pembebanan - Tegangan pada penampang akibat P, M dan beban luar Jenis

Lebih terperinci

Pemasangan Jembatan Metode Perancah Pemasangan Jembatan Metode Perancah

Pemasangan Jembatan Metode Perancah Pemasangan Jembatan Metode Perancah Pemasangan Jembatan Metode Perancah Pemasangan Jembatan Metode Perancah Pekerjaan jembatan rangka baja terdiri dari pemasangan struktur jembatan rangka baja hasil rancangan patent, seperti jembatan rangka

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH LAWAN LENDUT (CAMBER) PADA PEMODELAN JEMBATAN BALANCED CANTILEVER BOX GIRDER ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH LAWAN LENDUT (CAMBER) PADA PEMODELAN JEMBATAN BALANCED CANTILEVER BOX GIRDER ABSTRAK ANALISIS PENGARUH LAWAN LENDUT (CAMBER) PADA PEMODELAN JEMBATAN BALANCED CANTILEVER BOX GIRDER Sugilar Suryanugraha NRP: 1221902 Pembimbing: Dr. Anang Kristianto, ST., MT, ABSTRAK Pada era modern ini pemodelan

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh: ULIL RAKHMAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Beton Pracetak Aplikasi teknologi prafabrikasi (pracetak) sudah mulai banyak dimanfaatkan karena produk yang dihasilkan melalui produk masal dan sifatnya berulang. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan pengetahuan tentang perencanaan suatu bangunan berkembang semakin luas, termasuk salah satunya pada perencanaan pembangunan sebuah jembatan

Lebih terperinci

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS ABSTRAK

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS ABSTRAK DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS Ramot David Siallagan 1 dan Johannes Tarigan 2 DepartemenTeknik Sipil, Universitas Sumatera Utara,Jl. Perpustakaan No.

Lebih terperinci

BAB IV DESAIN STRUKTUR GUIDEWAY

BAB IV DESAIN STRUKTUR GUIDEWAY BAB IV DESAIN STRUKTUR GUIDEWAY 4.1 UMUM Seperti yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, tujuan tugas akhir ini adalah membandingkan dua buah sistem dari beberapa sistem struktur guideway yang dapat

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JEMBATAN DAN TEROWONGAN DI KAWASAN PERKOTAAN

PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JEMBATAN DAN TEROWONGAN DI KAWASAN PERKOTAAN Konferensi Nasional Teknik Sipil I (KoNTekS I) Universitas Atma Jaya Yogyakarta Yogyakarta, 11 12 Mei 2007 PEMBANGUNAN KONSTRUKSI JEMBATAN DAN TEROWONGAN DI KAWASAN PERKOTAAN J. Tjintatmijarsa 1, Tony

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 1 PERENCANAAN JEMBATAN BRANTAS DI MOJOKERTO MENGGUNAKAN METODE BETON PRATEGANG SEGMENTAL STATIS TAK TENTU R. Zulqa Nur Rahmat Arif dan IGP Raka,Prof.,Dr.,Ir.

Lebih terperinci

MODIFIKASI STRUKTUR JEMBATAN BOX GIRDER SEGMENTAL DENGAN SISTEM KONSTRUKSI BETON PRATEKAN (STUDI KASUS JEMBATAN Ir. SOEKARNO MANADO SULAWESI UTARA)

MODIFIKASI STRUKTUR JEMBATAN BOX GIRDER SEGMENTAL DENGAN SISTEM KONSTRUKSI BETON PRATEKAN (STUDI KASUS JEMBATAN Ir. SOEKARNO MANADO SULAWESI UTARA) MODIFIKASI STRUKTUR JEMBATAN BOX GIRDER SEGMENTAL DENGAN SISTEM KONSTRUKSI BETON PRATEKAN (STUDI KASUS JEMBATAN Ir. SOEKARNO MANADO SULAWESI UTARA) Hafizhuddin Satriyo W, Faimun Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Gambar 4.9 Tributary area C 12 pada lantai Gambar 5.1 Grafik nilai C-T zona gempa Gambar 5.2 Pembebanan kolom tepi (beban mati)... 7

Gambar 4.9 Tributary area C 12 pada lantai Gambar 5.1 Grafik nilai C-T zona gempa Gambar 5.2 Pembebanan kolom tepi (beban mati)... 7 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gaya lintang yang terjadi pada balok SRPMM... 7 Gambar 2.2 Respons spektrum gempa rencana... 10 Gambar 2.3 Balok dengan tumpuan sederhana diberi Gaya Prategang F melalui titik

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN Tugas Mata Kuliah Metode Konstruksi Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan Oleh: Yogi Oktopianto (16309875) Fakultas Jurusan : Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M) KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M) Hazairin 1, Bernardinus Herbudiman 2 dan Mukhammad Abduh Arrasyid 3 1 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional (Itenas), Jl. PHH. Mustofa

Lebih terperinci

Analisa & Pembahasan Proyek Pekerjaan Pelat Lantai

Analisa & Pembahasan Proyek Pekerjaan Pelat Lantai Analisa & Pembahasan Proyek Pekerjaan Pelat Lantai Soft cor ini dipasang sepanjang keliling area yang akan dicor, dengan kata lain pembatas area yang sudah siap di cor dengan area yang belum siap. 46 Pekerjaan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN JEMBATAN SEGMENTAL PRECAST BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN: PROYEK TOL BOGOR RING ROAD

PELAKSANAAN JEMBATAN SEGMENTAL PRECAST BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN: PROYEK TOL BOGOR RING ROAD PELAKSANAAN JEMBATAN SEGMENTAL PRECAST BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN: PROYEK TOL BOGOR RING ROAD CONSTRUCTION OF SEGMENTAL PRECAST BOX GIRDER BRIDGE WITH SPAN BY SPAN METHOD: BOGOR RING ROAD TOLL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I - Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan dalam bidang ekonomi global menuntut adanya

BAB I PENDAHULUAN. Bab I - Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan dalam bidang ekonomi global menuntut adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan dalam bidang ekonomi global menuntut adanya pengembangan infrastruktur pendukungnya. Kegiatan yang serba cepat, serta masyarakat yang dituntut

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. sebuah lahan sementara di sebuah proyek bangunan lalu dipasang pada proyek

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. sebuah lahan sementara di sebuah proyek bangunan lalu dipasang pada proyek BAB VII PEMBAHASAN MASALAH 7.1 Beton Precast Beton precast adalah suatu produk beton yang dicor pada sebuah pabrik atau sebuah lahan sementara di sebuah proyek bangunan lalu dipasang pada proyek bangunan

Lebih terperinci

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Insitut Teknologi Sepuluh Nopember 2014

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Insitut Teknologi Sepuluh Nopember 2014 TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN GRINDULU KABUPATEN PACITAN DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEFER Senin, 30 Juni 2014 Oleh : Dimas Eka Budi Prasetio (3110 100 087) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BONDEK DAN HOLLOW CORE SLAB

BONDEK DAN HOLLOW CORE SLAB BONDEK DAN HOLLOW CORE SLAB Dibuat Untuk Memenuhi Persyaratan Perkuliahan Struktur Beton Gedung Semester IV Tahun Ajaran 2015 Dibuat oleh : KELOMPOK 6 Deasy Monica Parhastuti 131111003 Gani Adnan Sastrajaya

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan tekan tinggi tetapi kekuatan tariknya relatif rendah. Sedangkan baja adalah suatu material yang memiliki

Lebih terperinci

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Kota Semarang dalam rangka meningkatkan aktivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fly Over atau Overpass Jembatan yaitu suatu konstruksi yang memungkinkan suatu jalan menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau melintang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjaun Umum Jembatan adalah suatu struktur yang melintasi suatu rintangan baik rintangan alam atau buatan manusia (sungai, jurang, persimpangan, teluk dan rintangan lain) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh manusia BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh manusia dalam melakukan berbagai interaksi antar manusia sebagaimana halnya mahkluk sosial. Interaksi

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. L.1 Pengumpulan Data Struktur Bangunan 63 L.2 Perhitungan Gaya Dalam Momen Balok 65 L.3 Stressing Anchorage VSL Type EC 71

DAFTAR LAMPIRAN. L.1 Pengumpulan Data Struktur Bangunan 63 L.2 Perhitungan Gaya Dalam Momen Balok 65 L.3 Stressing Anchorage VSL Type EC 71 DAFTAR LAMPIRAN L.1 Pengumpulan Data Struktur Bangunan 63 L.2 Perhitungan Gaya Dalam Momen Balok 65 L.3 Stressing Anchorage VSL Type EC 71 62 LAMPIRAN I PENGUMPULAN DATA STRUKTUR BANGUNAN L1.1 Deskripsi

Lebih terperinci

BAB VII TINJAUAN PELAKSANAAN PEKERJAAN CORE WALL

BAB VII TINJAUAN PELAKSANAAN PEKERJAAN CORE WALL BAB VII TINJAUAN PELAKSANAAN PEKERJAAN CORE WALL 7.1. Uraian umum. Pada setiap proyek konstruksi, metode pelaksanaan konstruksi merupakan salah satu proses pelaksanaan konstruksi yang harus direncanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang memindahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi, BAB I PENDAHULUAN I. Umum Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi, pembangunan konstruksi sipil juga semakin meningkat. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

Volume 13 No.2 September 2012 ISSN :

Volume 13 No.2 September 2012 ISSN : Analisis Non Linier Tegangan Dan Deformasi Struktur Jembatan Beton Prategang Pada Tahap Konstruksi Dengan Metode Balanced Cantilever Non-linier Analisis Of Stress And Prestressed Concrete Bridge Structure

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN BERDIKARI KALI GARANG

PERENCANAAN JEMBATAN BERDIKARI KALI GARANG PERENCANAAN JEMBATAN BERDIKARI KALI GARANG Deskhi Ardiono, M. Kahfi Fattahillah, Sri Prabandiyani R.W. *), Suharyanto, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jl.Prof.Soedarto,SH.,

Lebih terperinci

PERILAKU DAN SISTEM STRUKTUR RANGKA BAJA JEMBATAN

PERILAKU DAN SISTEM STRUKTUR RANGKA BAJA JEMBATAN Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013 50 PERILAKU DAN SISTEM STRUKTUR RANGKA BAJA JEMBATAN M. Erizal Lubis, Novdin M Sianturi Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4 MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4 Citra Bahrin Syah 3106100725 Dosen Pembimbing : Bambang Piscesa, ST. MT. Ir. Djoko Irawan,

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH : NURUL FAJRIYAH NRP DOSEN PEMBIMBING : BUDI SUSWANTO, ST., MT., Ph.D.

SEMINAR TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH : NURUL FAJRIYAH NRP DOSEN PEMBIMBING : BUDI SUSWANTO, ST., MT., Ph.D. SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI PERBANDINGAN ANALISA KEKUATAN GESER DENGAN MENGGUNAKAN METODE GESER ANALITIS DAN METODE STRUT AND TIE MODEL PADA BALOK TINGGI BETON BERTULANG DAN KOMPOSIT BAJA BETON DISUSUN OLEH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 JENIS JEMBATAN Jembatan dapat didefinisikan sebagai suatu konstruksi atau struktur bangunan yang menghubungkan rute atau lintasan transportasi yang terpisah baik oleh sungai, rawa,

Lebih terperinci

TUGAS ARTIKEL BETON PRATEGANG ARIZONA MAHAKAM 3MRK2/

TUGAS ARTIKEL BETON PRATEGANG ARIZONA MAHAKAM 3MRK2/ TUGAS ARTIKEL BETON PRATEGANG ARIZONA MAHAKAM 3MRK2/1341320095 POLITEKNIK NEGERI MALANG 2016 PENGERTIAN BETON PRATEGANG Pengertian beton prategang menurut beberapa peraturan adalah sebagai berikut: a.

Lebih terperinci

STANDAR JEMBATAN DAN SNI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN

STANDAR JEMBATAN DAN SNI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN STANDAR JEMBATAN DAN SNI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN 1 BAB I JEMBATAN PERKEMBANGAN JEMBATAN Pada saat ini jumlah jembatan yang telah terbangun di Indonesia

Lebih terperinci

METODA KONSTRUKSI GELAGAR JEMBATAN BETON PRATEKAN PROYEK JALAN LAYANG CIMINDI BANDUNG

METODA KONSTRUKSI GELAGAR JEMBATAN BETON PRATEKAN PROYEK JALAN LAYANG CIMINDI BANDUNG METODA KONSTRUKSI GELAGAR JEMBATAN BETON PRATEKAN PROYEK JALAN LAYANG CIMINDI BANDUNG Shita Andriyani NRP : 0321068 Pembimbing : Dr. Ir. Purnomo Soekirno JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian tugas akhir ini adalah balok girder pada Proyek Jembatan Srandakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian tugas akhir ini adalah balok girder pada Proyek Jembatan Srandakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian tugas akhir ini adalah balok girder pada Proyek Jembatan Srandakan yang merupakan jembatan beton prategang tipe post tension. 3.2. Lokasi

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG PERLINTASAN KERETA API KALIGAWE DENGAN U GIRDER

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG PERLINTASAN KERETA API KALIGAWE DENGAN U GIRDER HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG PERLINTASAN KERETA API KALIGAWE DENGAN U GIRDER Disusun oleh : Andy Muril Arubilla L2A 306 004 Novi Krisniawati L2A 306 023 Disetujui,

Lebih terperinci

PERILAKU RANGKAK SUSUT TERHADAP LENDUTAN STRUKTUR JEMBATAN BENTANG PANJANG

PERILAKU RANGKAK SUSUT TERHADAP LENDUTAN STRUKTUR JEMBATAN BENTANG PANJANG Volume 13, No. 4, April 2016, 260 267 PERILAKU RANGKAK SUSUT TERHADAP LENDUTAN STRUKTUR JEMBATAN BENTANG PANJANG Baskoro Abdi Praja 1 dan Andreas Triwiyono 2 1 Program Studi Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN EFISIENSI BULB-TEE SHAPE AND HALF SLAB GIRDER DENGAN BLISTER TUNGGAL TERHADAP PC-I GIRDER

KAJIAN EFISIENSI BULB-TEE SHAPE AND HALF SLAB GIRDER DENGAN BLISTER TUNGGAL TERHADAP PC-I GIRDER KAJIAN EFISIENSI BULB-TEE SHAPE AND HALF SLAB GIRDER DENGAN BLISTER TUNGGAL Edison Leo 1, Nur Agung M.H. 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara edisonleo41@gmail.com 2 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

INOVASI DALAM SISTEM PENAHAN BEBAN GRAVITASI UNTUK GEDUNG SUPER-TINGGI

INOVASI DALAM SISTEM PENAHAN BEBAN GRAVITASI UNTUK GEDUNG SUPER-TINGGI INOVASI DALAM SISTEM PENAHAN BEBAN GRAVITASI UNTUK GEDUNG SUPER-TINGGI Jessica Nathalie Handoko Davy Sukamta ABSTRAK Kesuksesan pengembangan sebuah gedung super-tinggi sangat ditentukan oleh kecepatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Batasan Masalah Manfaat... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Batasan Masalah Manfaat... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... xi DAFTAR ISI...xiii DAFTAR GAMBAR... xxi DAFTAR TABEL... xxvii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 3

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pondasi Dalam Pondasi dalam adalah pondasi yang dipakai pada bangunan di atas tanah yang lembek. Pondasi ini umumnya dipakai pada bangunan dengan bentangan yang cukup lebar, salah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data-data Umum Jembatan Beton Prategang-I Bentang 21,95 Meter Gambar 4.1 Spesifikasi jembatan beton prategang-i bentang 21,95 m a. Spesifikasi umum Tebal lantai jembatan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI II.1 TEORI UMUM JEMBATAN

BAB II DASAR TEORI II.1 TEORI UMUM JEMBATAN BAB II DASAR TEORI II.1 TEORI UMUM JEMBATAN Pada dasarnya jembatan terdiri dari 2 komponen utama, yaitu komponen superstruktur dan substrukturnya. Superstrukturnya berupa deck/beam pada jembatan, sedangkan

Lebih terperinci

: Beton Komposit; Gelagar U; Analisa Linear; Redistribusi Tegangan dan Regangan; Prategang Penuh; Pasca Tarik

: Beton Komposit; Gelagar U; Analisa Linear; Redistribusi Tegangan dan Regangan; Prategang Penuh; Pasca Tarik ANALISA REDISTRIBUSI TEGANGAN DAN REGANGAN PADA GELAGAR BETON KOMPOSIT DENGAN VARIASI MUTU SLAB BETON Teuku Mohammad Akbar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia Abstrak Jembatan

Lebih terperinci

BAB VI TINJAUAN KHUSUS PERBANDINGAN SISTEM PLAT LANTAI (SISTEM PLAT DAN BALOK (KONVENSIONAL) DAN SISTEM FLAT SLAB)

BAB VI TINJAUAN KHUSUS PERBANDINGAN SISTEM PLAT LANTAI (SISTEM PLAT DAN BALOK (KONVENSIONAL) DAN SISTEM FLAT SLAB) BAB VI TINJAUAN KHUSUS PERBANDINGAN SISTEM PLAT LANTAI (SISTEM PLAT DAN BALOK (KONVENSIONAL) DAN SISTEM FLAT SLAB) 6.1 Uraian Umum Pelat lantai atau slab merupakan elemen bidang tipis yang memikul beban

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN TINJAUAN KHUSUS

BAB VII PEMBAHASAN TINJAUAN KHUSUS BAB VII PEMBAHASAN TINJAUAN KHUSUS 7.1 Uraian Umum Dalam setiap proyek konstruksi, metode pelaksanaan konstruksi merupakan salah satu proses pelaksanaan konstruksi yang harus direncanakan sebelumnya. Untuk

Lebih terperinci

PELAT SATU ARAH DAN BALOK MENERUS

PELAT SATU ARAH DAN BALOK MENERUS Rita Anggraini, ST., MT PERTEMUAN 3 PELAT SATU ARAH DAN BALOK MENERUS Struktur Beton Bertulang II 1 Sistem struktur Pelat Konstruksi pelat merupakan elemen struktur bangunan yang secara langsung memikul

Lebih terperinci

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Desember 2016 Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang YUNO YULIANTONO, ASWANDY

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN STRUKTUR ATAS

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN STRUKTUR ATAS BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN STRUKTUR ATAS 5.1. Uraian Umum Pada sebuah pelaksanaan konstruksi, banyak sekali pihak-pihak yang berkaitan didalamnya. Karena semakin banyaknya pihak yang berkaitan, maka makin

Lebih terperinci

STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER

STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER Frisky Ridwan Aldila Melania Care 1, Aswandy

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jembatan Jembatan adalah bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai penghubung dua ujung jalan yang terputus oleh sungai, saluran, lembah, selat atau laut, jalan raya dan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pilar merupakan komponen bangunan bawah jembatan, bagian bawah yang memiliki fungsi untuk menyalurkan beban struktur atas jembatan (superstructure) menuju pondasi jembatan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DELI KECAMATAN MEDAN-BELAWAN TUGAS AKHIR GRACE HELGA MONALISA BAKARA NIM:

PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DELI KECAMATAN MEDAN-BELAWAN TUGAS AKHIR GRACE HELGA MONALISA BAKARA NIM: PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DELI KECAMATAN MEDAN-BELAWAN TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan oleh GRACE HELGA MONALISA BAKARA

Lebih terperinci

Seperti diketahui bahwa balok merupakan bagian dari struktur yang berfungsi

Seperti diketahui bahwa balok merupakan bagian dari struktur yang berfungsi BABII TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Seperti diketahui bahwa balok merupakan bagian dari struktur yang berfungsi scbagai penerus beban dari pelat ke struktur kolom atau ke tumpuan. Balok prategang komposit

Lebih terperinci

Ada dua jenis tipe jembatan komposit yang umum digunakan sebagai desain, yaitu tipe multi girder bridge dan ladder deck bridge. Penentuan pemilihan

Ada dua jenis tipe jembatan komposit yang umum digunakan sebagai desain, yaitu tipe multi girder bridge dan ladder deck bridge. Penentuan pemilihan JEMBATAN KOMPOSIT JEMBATAN KOMPOSIT JEMBATAN KOMPOSIT adalah jembatan yang mengkombinasikan dua material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan sifat

Lebih terperinci

Konsep Dasar. Definisi beton prategang menurut beberapa peraturan adalah sebagai berikut :

Konsep Dasar. Definisi beton prategang menurut beberapa peraturan adalah sebagai berikut : BETON PRATEGANG TKS - 4023 Sesi 1: Konsep Dasar Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Definisi Definisi beton prategang menurut beberapa peraturan adalah

Lebih terperinci

TNAAN TAKA. Jembatan merupakan salah satu infrastruktur jalan dengan suatu konstruksi

TNAAN TAKA. Jembatan merupakan salah satu infrastruktur jalan dengan suatu konstruksi A TNAAN TAKA T Jembatan merupakan salah satu infrastruktur jalan dengan suatu konstruksi atau struktur bangunan yang difungsikan sebagai penghubung lalu lintas transportasi pada suatu rute atau lintasan

Lebih terperinci

3.3. BATASAN MASALAH 3.4. TAHAPAN PELAKSANAAN Tahap Permodelan Komputer

3.3. BATASAN MASALAH 3.4. TAHAPAN PELAKSANAAN Tahap Permodelan Komputer 4) Layout Pier Jembatan Fly Over Rawabuaya Sisi Barat (Pier P5, P6, P7, P8), 5) Layout Pot Bearing (Perletakan) Pada Pier Box Girder Jembatan Fly Over Rawabuaya Sisi Barat, 6) Layout Kabel Tendon (Koordinat)

Lebih terperinci

PERENCANAAN ALTERNATIF JEMBATAN BALOK BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN BERTAHAP

PERENCANAAN ALTERNATIF JEMBATAN BALOK BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN BERTAHAP TUGAS AKHIR PERENCANAAN ALTERNATIF JEMBATAN BALOK BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN BERTAHAP (Kasus Jembatan Tanah Ayu, Kec. Abiansemal, Kab. Badung) Oleh : I Putu Agung Swastika 0819151024 JURUSAN

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING FRAME SYSTEM) LATAR BELAKANG Perkembangan industri konstruksi

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA 4.1 Studi Eksperimental 4.1.1 Pendahuluan Model dari eksperimen ini diasumsikan sesuai dengan kondisi di lapangan, yaitu berupa balok beton bertulang untuk balkon yang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Panjang Tendon. Total UTS. Jack YCW 400 B 1084 (Bar) T1 ki T1 ka ,56 349, ,56 291,37

BAB VI PENUTUP. Panjang Tendon. Total UTS. Jack YCW 400 B 1084 (Bar) T1 ki T1 ka ,56 349, ,56 291,37 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Perencanaan Jembatan Box Girder ini pembebanan yang dilakukan adalah terhadap beban berikut ini: Beban Mati Beban Mati Tambahan Beban Lajur D. Beban Truk T dilakukan terhadap

Lebih terperinci

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014 REDESAIN PRESTRESS (POST-TENSION) BETON PRACETAK I GIRDER ANTARA PIER 4 DAN PIER 5, RAMP 3 JUNCTION KUALANAMU Studi Kasus pada Jembatan Fly-Over Jalan Toll Medan-Kualanamu TUGAS AKHIR Adriansyah Pami Rahman

Lebih terperinci

BAB III METODE PERENCANAAN. Gambar 3.1 Dimensi jembatan utama. 1. Tipe jembatan : Rangka baja

BAB III METODE PERENCANAAN. Gambar 3.1 Dimensi jembatan utama. 1. Tipe jembatan : Rangka baja 34 BAB III METODE PERENCANAAN 1.1 Data Perencanaan 1.1.1. Data konstruksi 6 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 Gambar 3.1 Dimensi jembatan utama. 1. Tipe jembatan : Rangka baja 2. Jumlah bentang : 1 3. Kelas

Lebih terperinci

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG Antonius 1) dan Aref Widhianto 2) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Islam Sultan Agung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan gedung bertingkat saat masa sekarang ini semakin pesat dan dalam pembangunannya masih dilaksanakan dengan metode konvensional (cast in situ), sehingga

Lebih terperinci

Kemajuan Teknologi Teknik Sipil terus mengalami. perkembanqan seiring dengan kemajuan di bidang-bidang. lain. Selain itu kemajuannya juga dikarenakan

Kemajuan Teknologi Teknik Sipil terus mengalami. perkembanqan seiring dengan kemajuan di bidang-bidang. lain. Selain itu kemajuannya juga dikarenakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan Teknologi Teknik Sipil terus mengalami perkembanqan seiring dengan kemajuan di bidang-bidang lain. Selain itu kemajuannya juga dikarenakan tuntutan mutu, efisiensi

Lebih terperinci