BAB V ANALISIS HASIL DESAIN GUIDEWAY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V ANALISIS HASIL DESAIN GUIDEWAY"

Transkripsi

1 BAB V ANALISIS HASIL DESAIN GUIDEWAY 5.1 UMUM Pada bab sebelumnya telah dilakukan proses permodelan terhadap kedua sistem bentang, baik bentang sederhana maupun bentang menerus terintegral. Hasil yang didapatkan pada kedua bentang tersebut memberikan keuntungan dan kerugian tersendiri. Keuntungan dan kerugian setiap sistem bentang itu sendiri juga tergantung dari sisi mana kita meninjaunya. Apakah dari sistem struktur, volume pekerjaan, metode pelaksanaan, atau estimasi biaya. Hasil yang sangat bervariasi ini disebabkan adanya perbedaan permodelan yang mengakibatkan perlunya berbagai perlakuan khusus pada setiap sistem bentang yang secara tidak langsung mempengaruhi hasil akhir desain. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian yang menyeluruh dari hasil akhir desain yang meninjau dari beberapa faktor yang berpengaruh tersebut. Pada tahap ini kedua sistem struktur akan dibandingkan dan dianalisa dengan seluruh beban yang sama sesuai dengan desain kriteria. Kedua sistem struktur akan ditinjau untuk bentang yang lurus, 4 bentang sederhana dengan dua girder untuk setiap bentang, single pier dengan kebutuhan elevasi setinggi 8 m, dan pondasi diasumsikan cukup kuat dan kaku untuk memikul seluruh beban yang dipikul sistem struktur. Dari permodelan tersebut dilakukan analisa beberapa aspek yang berpengaruh dalam menentukan suatu sistem struktur yang dianggap paling ekonomis untuk monorel jakarta. 5.2 ASPEK STRUKTUR Sebelumnya telah disampaikan bahwa adanya perbedaan permodelan sistem struktur akan menyebabkan perlakuan yang berbeda-beda untuk setiap sistemnya. Hal tersebut mempengaruhi keseluruhan gaya dalam yang dipikul oleh sistem struktur dan pada akhirnya memunculkan perbedaan yang cukup signifikan pada hasil desain struktur. Tinjauan aspek struktur ini memperlihatkan keseluruhan perilaku dan pengaruh tersebut dari segi struktur. Berikut ini merupakan hasil akhir dari desain untuk kedua sistem bentang : Kajian Comparatif Sistem Struktur Guideway V-1

2 Elemen Struktur dan Hasil yang Dikaji Girder Gaya dalam Mu max 1181 ton.m Vu max 186 ton Dimensi 800 x 2000 mm Volume Pengecoran 48 m³ Tendon Prategang 53 low relaxation Φ15.2 mm Tulangan Tarik 7D25 Sengkang D Torsi 4D16 Daerah Pengangkuran Pelat Angkur 300 x 300 mm Sengkang 8D Tulangan Spalling 5D Tulangan Spiral D13-60 Tabel V-1 Tabel hasil akhir kedua bentang Sistem Bentang Bentang Sederhana Bentang Menerus Terintegral 506 ton.m 187 ton 800 x 2000 mm 49 m³ 28 low relaxation Φ15.2 mm (span tendon ) 18 low relaxation Φ15.2 mm (continue tendon ) 6D25 D D x 300 mm 6D D D Pier Eksterior Interior Gaya dalam Pu max 810 ton 203 ton 704 ton Mu max 346 ton.m (arah-y) 512 ton.m 530 ton.m Vu max 129 ton 80.5 ton 133 ton Dimensi 1600 x 1200 mm 1000 x 1200 mm 1600 x 1200 mm Jenis Single Pier Double Pier Single Pier Jumlah Pier Volume Pengecoran m³ = 76.8 m³ m³ = 38.4 m³ m³ = 46.1 m³ Tulangan Vertikal 48D25 40D25 64D25 Sengkang & Confinement Arah-X 10D at support 6D at support 10D at support 6D at mid 4D at mid 6D at mid Arah-Y 7D at support 7D at support 7D at support 5D at mid 5D at mid 5D at mid Pierhead Eksterior Interior Gaya dalam Mu max 761 ton.m ton.m 735 ton.m Vu max 408 ton ton ton Dimensi 1600 x 1500 mm 1600 x 1500 mm Volume Pengecoran m³ = 56 m³ m³ = 78.4 m³ Tulangan Tarik & Tekan Atas 27D25 9D25 29D25 Bawah 14D25 3D25 9D25 Sengkang 4D Bearing Dimensi Tebal Kebutuhan Diafragma Dimensi Tulangan Tarik Ekspansion Joint Kebutuhan 350 x 500 mm 128 mm 16 buah 600 X 400 mm 7D13 10 buah 350 x 500 mm 128 mm 4 buah - 4 buah Dari hasil tersebut diketahui bahwa desain girder untuk sistem bentang menerus terintegral membutuhkan jumlah tendon yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan sistem bentang sederhana untuk dimensi penampang yang sama. Begitu juga untuk seluruh Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-2

3 kebutuhan tulangan dan daerah pengangkuran. Hal ini disebabkan pada sistem bentang menerus seluruh beban yang dipikul oleh girder dipikul secara bersama-sama oleh beberapa girder, sehingga momen ultimate yang dihasilkan pada tengah bentang menjadi jauh lebih kecil dibandingkan sistem bentang sederhana. Jumlah tendon prategang pada span tendon sendiri sebenarnya masih dapat direduksi jika girder didesain hollow seperti desain pada monorel Jakarta saat ini, karena pada akhir desain diketahui bahwa kapasitas yang dimiliki girder masih cukup besar yang sebagian besar diberikan dari kapasitas penampang beton. Apabila girder didesain hollow maka berat sendiri girder dapat direduksi dan secara tidak langsung akan mengurangi jumlah span tendon yang memang diperuntukkan untuk memikul beban mati girder. Pada sistem bentang sederhana girder membutuhkan perangkat tambahan seperti diafragma untuk mengurangi terjadinya momen guling pada girder. Berbeda dengan sistem menerus terintegral yang sudah menyatu menjadi satu kesatuan portal. Pada bentang sederhana, tanpa adanya diafragma tahanan guling yang dimiliki oleh girder hanya diberikan oleh berat sendiri girder dan beban kereta. Dengan menggunakan diaframa maka girder antara kedua sisi akan bergerak secara bersama-sama dan memberikan tambahan dari kapasitas guling girder. Secara keseluruhan hasil desain pier untuk sistem bentang menerus terintegral menghasilkan nilai yang lebih besar. Hal ini disebabkan aplikasi double pier di bagian eksterior sistem bentang menerus terintegral. Double pier ditujukan agar didapatkan perbandingan yang sama antara sistem bentang sederhana dengan sistem bentang menerus terintegral, dimana setiap bagian dari pier memikul girder beban bentang partial kiri dan kanan. Pada bagian interior hasil akhir desain menunjukkan sistem bentang menerus terintegral membutuhkan jumlah tulangan yang lebih banyak dibandingkan sistem bentang sederhana. Perbedaan dimensi pier dan pierhead pada sistem menerus terintegral terjadi karena adanya kekangan pada tengah bentang. Kekangan tersebut menyebabkan beban-beban yang sebelumnya kurang memberikan pengaruh pada bentang sederhana seperti beban differential, beban temperatur, susut dan rangkak beton menjadi sangat signifikan pengaruhnya di sistem menerus terintegral. Adanya kekangan menimbulkan sistem harus berdeformasi secara bersama-sama dan saling mempengaruhi antar pier dan girder yang lain dalam satu kesatuan sistem portal. Akibatnya pada bagian eksterior pier dan pierhead harus didesain untuk memiliki kekakuan yang kecil dan dapat mengikuti deformasi yang terjadi. Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-3

4 5.3 ASPEK KENYAMANAN Sistem bentang menerus terintegral didesain untuk setiap 4 bentang sehingga mengurangi jumlah bagian sambungan untuk keseluruhan desain guideway. Berbeda dengan sistem bentang sederhana yang terdapat sambungan untuk setiap satu bentangnya. Akibatnya kebutuhan akan ekspansion joint menjadi jauh lebih besar dibandingkan sistem menerus terintegral. Adanya ekspansion joint sebenarnya sudah memberikan tambahan pada tingkat kenyamanan, karena ekspansion joint didesain untuk mengakomodasi pergerakan akibat perubahan volume pada girder. Namun pada sistem menerus terintegral yang menggunakan wet joint pada daerah interior sudah tentu akan memberikan tingkat kenyamana yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan permukaan girder yang akan dilalui kereta relatif sama pada daerah interior. Selain itu ditinjau dari lendutan girder yang terjadi ditengah bentang, sistem bentang sederhana memberikan nilai lendutan yang lebih besar dibanding sistem menerus terintegral. Kekangan yang terjadi pada bentang menerus menyebabkan seluruh beban yang diterima dipikul secara bersama-sama dalam kesatuan sistem portal. Lendutan yang terjadi akan mempengaruhi kenyamanan pada saat kereta melaju meskipun relatif sangat kecil. 5.4 ASPEK PELAKSANAAN Secara garis besar seluruh pekerjaan pada Monorel Jakarta digolongkan kedalam pekerjaan beton. Umumnya kualitas hasil produksi pekerjaan beton tergantung kualitas bahan, pengelolaan bahan atau produk, dan kualitas sumber daya manusia yang ada. Masalahmasalah yang muncul pada pekerjaan beton diantaranya : - Kualitas material yang buruk - Kesalahan pada saat pengukuran, pencampuran, pengelolaan dan transportasi - Kesalahan pada formwork - Kesalahan pada saat curing dan finishing Ditinjau dari aspek pelaksanaan, Monorel Jakarta memiliki beberapa tahapan pekerjaan yaitu pekerjaan pondasi, pier dan girder. Pada studi ini pekerjaan pondasi dianggap sudah dilakukan dan tidak perlu dikaji kembali. Untuk pekerjaan pier dan pierhead pada kedua sistem bentang dilakukan secara in situ dengan metode conventional formwork. Penggunaan metode ini diambil dengan pertimbangan ketinggian pier yang tidak terlalu tinggi (8 m). Selain itu pada saat pelaksanaan metode ini dianggap lebih mudah dibandingkan dengan metode pengecoran beton untuk pier yang lain, seperti vertical slipforming. Metode vertical slipforming sering digunakan pada struktur dengan bentang yang tinggi, karena menghasilkan masa konstruksi yang relatif lebih cepat. Namun metode ini dianggap lebih sulit karena membutuhkan berbagai peralatan berat yang berfungsi untuk menaikkan pengecoran dan operasi pemasangan bekisting secara terus menerus ke bagian atas. Begitu juga pada pekerjaan pierhead dilakukan seperti pada pekerjaan beton Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-4

5 biasanya/conventional formwork dengan memperhatikan beberapa hal yang berhubungan dengan bekisting seperti beban dan tekanan beton, toleransi dan dimensi, shoring, ketepatan posisi dan kemiringan bekisting. Pada bab-bab sebelumnya telah disampaikan bahwa girder untuk Monorel Jakarta menggunakan beton precast. Beton precast digunakan karena guideway akan dibangun di pusat kota yang merupakan jalan dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi. Hal tersebut menyebabkan pada saat pelaksanaan konstruksi memiliki ruang gerak yang sangat kecil dan sangat sulit untuk dilakukan secara in situ. Proses transportasi beton precast sebenarnya mengalami beberapa kendala, karena girder direncanakan dengan panjang 30 m untuk setiap satu bentang partial yang dapat menimbulkan kesulitan untuk dibawa secara langsung ke lapangan berkaitan dengan tingkat kesulitan akses menuju lokasi. Karena pada studi ini lokasi guideway yang akan dibangun adalah di jalan HR Rasuna Said dimana merupakan jalan protokol yang cukup besar, maka kesulitan dalam hal transportasi dapat diatasi. Untuk menghindari banyaknya manuver yang dilakukan oleh flat bed, transportasi beton precast dapat melalui jalan tol. Disamping itu akses menuju lokasi tidak jauh dari pintu keluar tol kuningan, dan mudah untuk dijangkau flat bed dengan manuver yang tidak terlalu sulit. Dua hal tersebut menjadikan transportasi untuk pengadaan girder sepanjang 30 m tanpa dilakukan pemecahan dapat dilakukan. Apabila lokasi sulit untuk diakses dan membutuhkan manuver yang sulit, maka dilakukan pemecahan girder menjadi 4 bagian dengan 1 bagian sepanjang 7,5 m. Dengan pemecahan girder tersebut menjadi 4 bagian maka kendala pada transportasi dapat teratasi dengan penggunaan flat bed jenis hauler yang digunakan sebagai alat pendistribusian girder menuju lokasi proyek. Gambar V-1 Flat bed Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-5

6 Adanya pemecahan girder menjadi 4 bagian menyebabkan perlunya perhatian khusus pada proses pelaksanaan seperti presisi bagian sambungan, desain terhadap shoring yang sesuai dan proses penyatuan girder. Ditinjau dari aspek desain, pemecahan girder menjadi empat bagian juga mempengaruhi desain tulangan sengkang dari girder. Tulangan sengkang di daerah sambungan dibuat lebih rapat dari desain sebelumnya, dimana pada studi ini tulangan sengkang pada daerah sambungan didesain sama seperti pada daerah perletakan untuk mereduksi gaya geser yang terjadi. Gambar V-2 Pemecahan Girder menjadi 4 bagian Pengangkatan bagian girder dilakukan dengan menggunakan mobile crane dengan jenis roda karet yang menyesaikan kondisi di lapangan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan jenis crane adalah : Kondisi daerah kerja Ketinggian pengangkatan Besar beban Radius beban Dan beban-beban dinamik seperti angin, pergerakan ayun, kecepatan hoist/pengangkat dan penghentian pengangkat. Gambar V-3 Proses Erection Girder Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-6

7 Pada saat proses erection girder terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan. Untuk menjaga keseimbangan beban, mobile crane memiliki keterbatasan berputar pada saat mengangkat beban. Daerah berputar dari mobile crane disebut dengan crane s quadrant sebesar 90 dari bagian depan crane. Ketinggian hoist juga harus diperhitungkan dengan memberikan elevasi yang cukup untuk segmen girder yang akan diangkat. Setelah girder menumpu pada pierhead, dilakukan aplikasi prestressing pada girder tersebut. Pada tahap ini perbedaan pelaksanaan antar kedua sistem bentang mulai terlihat. Di lapangan sistem menerus terintegral memiliki tingkat kerumitan yang lebih. Setelah melakukan instalasi span tendon, dikerjakan juga apliksi jacking untuk continuity tendon, hal ini dinggap lebih sulit karena tendon sepanjang > 120 m ditarik pada saat girder sudah menjadi satu kesatuan portal dengan pier dan pierhead. Selain itu pada daerah sambungan interior sebelumnya dilakukan terlebih dahulu penyatuan antar girder dengan pier interior dan pierhead dengan melakukan pengecoran dan pemasangan beberapa tulangan agar sistem menyatu secara menyeluruh. Kebutuhan tulangan di daerah sambungan ini relatif cukup banyak sehingga menimbulkan tingkat kesulitan tersendiri yang disebabkan congested area di daerah sambungan interior tersebut 5.5 ASPEK BIAYA Dalam proyek konstruksi, biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan konstruksi mencakup seluruh biaya-biaya selama proses konstruksi. Kondisi lingkungan sekitar proyek juga turut mempengaruhi besarnya biaya proyek. Lokasi konstruksi jakarta monorel yang terletak di tengah keramaian kota membuat pelaksanaan konstruksi relatif lebih sulit. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis terhadap biaya. Komponen pembentuk biaya tersebut antara lain biaya bahan, biaya produksi, biaya upah, biaya peralatan,biaya transportasi, overhead, dan biaya tak terduga Biaya Bahan Dengan mengetahui besarnya volume bahan dan harga satuan bahan, dapat ditentukan besarnya biaya berdasarkan bahan-bahan yang digunakan. Analisis volume bahan dilakukan berdasarkan hasil desain yang telah ada dalam bab sebelumnya. Penentuan harga satuan berdasarkan Patokan Harga Satuan Bahan dan Upah Provinsi DKI Jakarta dengan mengetahui kedua hal tersebut, maka dapat ditentukan perkiraan biaya bahan pada kedua sistem struktur guideway yang dikaji Analisis Volume Bahan Meterial yang digunakan adalah berdasarkan spesifikasi material yang telah disebutkan pada bab 3. Berdasarkan hasil desain struktur guideway bentang sederhana dan bentang menerus terintegral, didapatkan dimensi-dimensi struktur dan detail-detail penulangannya. Desain struktur guideway bentang sederhana memiliki volume yang relatif lebih besar dari pada bentang menerus terintegral. Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-7

8 Keintegrasian elemen struktur pada 4 bentang dalam sistem bentang menerus terintegral mengakibatkan gaya-gaya dalam yang bekerja menjadi lebih kecil. Hal ini mengakibatkan dimensi, pendetailan, dan kebutuhan alat penunjang struktur yang berbeda dari kedua sistem struktur guideway tersebut. Desain penulangan yang berbeda menjadikan terjadi perbedaan volume penulangan antar kedua sistem. Volume penulangan pada bentang sederhana sedikit lebih besar dari pada bentang menerus terintegral. Tabel V-2 Volume Penulangan No Uraian Luas Penampang panjang Jumlah Volume (m 3 ) (mm2) (mm) sederhana menerus sederhana menerus 1Girder Tulangan lentur D , ,3 2, Tulangan sengkang D , , , Tulangan tors i D16 804, , , daerah pengangkuran S engkang D13 531, , , S palling D13 531, , , Spiral D13 56/93 531, , , , , Pierhead Eksterior Tulangan Tarik D , , Tulangan Tekan D , , Tulangan Geser D16 804, , , Pierhead Interior Tulangan Tarik D , , , Tulangan Tekan D , ,4125 0, Tulangan Geser D , , , , , Kolom Eksterior Tulangan lentur D , , perletakan C onfinement arah x D , , C onfinement arah y D , , tengah bentang C onfinement arah x D , , C onfinement arah y D , , , Kolom Interior (tipikal) Tulangan lentur D , , , perletakan C onfinement arah x 10D , , , C onfinement arah y 7D , , , tengah bentang C onfinement arah x 6D , , , C onfinement arah y 5D , , , , , Diafragma Tulangan Lentur D13 531, , , Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-8

9 Tabel V-3 Volume Bahan No Uraian Unit Volume Sederhana Menerus Integral 1Girder 2000X Beton readymix 50fc m Post Tensioning Tendon diameter 15,2mm kg Angkur hidup bh Penulangan PierHead eksterior 1000X Beton Ready mix 37 fc m Penulangan m PierHead interior 1600X Beton Ready mix 37 fc m Penulangan m Kolom eksterior 1000X Beton Readymix 37fc m penulangan m Kolom interior 1600X Beton Readymix 37fc m penulangan m Diafragma 600X Beton Readymix 37fc m Penulangan m Bearing bh Ekspansion Joint bh Analisis Harga Satuan Bahan Material yang digunakan berdasarkan pada desain kriteria yang telah disebutkansebelumnya. Penentuan harga satuan ditentukan berdasarkan Harga Satuan Bahan dan Upah Provinsi DKI Jakarta tahun Tabel V-4 Harga Satuan Bahan No Uraian Unit Harga Satuan 1 Beton Readymix fc 37 m3 Rp600, Beton Readymix fc 50 m3 Rp700, Baja fy 400 m3 Rp845, Tendon Prategang 15,2 mm kg Rp40, Angkur Hidup bh Rp3,229, Bearing bh Rp845, Ekspansion Joint bh Rp15,500, Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-9

10 Biaya Bahan Setelah diketahui besarnya volume dan harga satuan, maka dapat ditentukan total biaya bahan yang diperlukan. Tabel V-5 Perkiraan Biaya Bahan No Uraian Biaya S ederhana menerus 1Girder 2000X Beton readymix 50fc R p ,00 R p , Post Tensioning Tendon diameter 15,2mm R p ,00 R p ,00 Angkur hidup R p ,00 R p , Penulangan R p ,99 R p ,86 2PierHead eksterior 1000X Beton Ready mix 37 fc R p , Penulangan R p ,06 3PierHead interior 1600X Beton Ready mix 37 fc R p ,00 R p , Penulangan R p ,10 R p ,03 4Kolom eksterior 1000X Beton Readymix 37fc R p , penulangan R p ,45 5Kolom interior 1600X Beton Readymix 37fc R p ,00 R p , penulangan R p ,79 R p ,64 6Diafragma 600X Beton Readymix 37fc R p , Penulangan R p72.930,71 7Bearing R p ,00 R p ,00 8 Ekspansion Joint R p ,00 R p ,00 Rp ,60 Rp ,05 Dari tabel dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan yang cukup signifikan antar kedua system struktur guideway yang dikaji. Dimensi yang lebih besar serta detailing penulangan yang relatif lebih banyak, mengakibatkan biaya bahan sistem struktur bentang sederhana menjadi lebih banyak dari pada bentang menerus terintegral Biaya Produksi Untuk bagian pondasi dan Pier, dilakukan pengecoran secara in-situ. Sedangkan untuk girder adalah beton precast yang diproduksi oleh pabrik. Baja tulangan yang digunakan juga merupakan pemesanan ke pabrik. Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-10

11 5.5.3 Biaya Peralatan Konstruksi struktur guideway tentu saja dalam pelaksanaan konstruksi memerlukan alatalat berat serta peralatan lainnya. Peralatan ini didapat dengan cara sewa atau milik kontraktornya sendiri. Untuk menekan biaya peralatan ini harus dilakukan pemilihan alat yang cermat. Pemilihan alat yang digunakan dilakukan dengan mempertimbangkan produktivitas dan keefektifan alat. Biaya untuk penempatan girder mencakup hal-hal yang dibutuhkan selama proses berlangsung. Pemasangan girder menggunakan dua buah mobile crane. Penggunaan dua buah mobile crane ini agar luas area manuver yang diperlukan tidak terlalu besar. Pemecahan girder menjadi 4 bagian ini mengakibatkan kebutuhan akan Scafholdingg sebagai tumpuan girder pada bagian sambungan. Scafholding di desain untuk menopang sementara girder yang belum disambungkan satu sama lain. Banyaknya mobile crane yang digunakan dan kebutuhan scafholding ini mengakibatkan perlu dilakukan analisis biaya tersendiri. Lalu lintas yang padat pada siang hari menjadikan pelaksanaan konstruksi pada siang hari dapat mengganggu aktivitas kota. Pelaksanaan konstruksi-konstruksi tertentu yang dapat mengganggu lalu lintas secara berlebihan, dapat dilakukan pada malam hari. Pelaksanaan konstruksi pada malam hari ini tentu saja mengalami hambatan pada pencahayaan. Agar membantu pencahayaan, tambahan peralatan yaitu lampu menjadi penting. Penggunaan lampu sorot pada beberapa titik akan sangat membantu. Biaya penggunaan lampu ini tentu saja tidak didapat dengan harga yang murah. Oleh karena itu diperlukan pertimbangan yang matang dalam menentukan pilihan waktu konstruksi Biaya Upah Biaya upah buruh terdiri dari upah langsung dan upah tidak langsung. Upah langsung merupakan upah yang dibayarkan kepada buruh pada tiap minggu sedangkan upah tidak langsung meliputi asuransi dan berbagai macam tunjangan. Untuk menentukan upah buruh dapat diambil berdasarkan upah buruh pada proyek terdahulu berdasarkan tingkat produktivitas buruh untuk tiap jenis pekerjaan. Seperti telah disebutkan sebelumnya, pelaksanaan konstruksi guideway ini dapat saja dilakukan pada malam hari. Pelaksanaan konstruksi pada malam hari ini berdampak pada akan adanya biaya upah tambahan bagi tenaga kerja yang terlibat Biaya Transportasi Letak konstruksi guideway monorel yang berlokasi di tempat dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang tinggi menjadikan pemasalahan transportasi dalam pengadaan material dan Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-11

12 bahan menjadi tidak mudah. Lokasi yang tidak mudah untuk diakses oleh kendaraankendaraan besar diwaktu terjadi kepadatan lalu lintas menjadi hal yang harus diperhatikan. Semakin sulit akses menuju lokasi, akan semakin mahal biaya yang diperlukan. Pemilihan waktu yang tepat dalam pengadaan atau pengiriman bahan, akan berpengaruh pada biaya transportasi yang harus dikeluarkan. Pengiriman pada saat kepadatan lalu lintas tinggi menjadi suatu pemborosan, dimana selain bahan-bakar yang boros, berpengaruh juga pada efektifitas pelaksanaan konstruksi Overhead Biaya overhead adalah biaya yang diperlukan untuk biaya operasional selama di lapangan. Biaya ini meliputi mobilisasi peralatan dan pekerja, peralatan kantor proyek, listrik, telepon, mobilisasi perelatan dan pekerja, peralatan kantor proyek, dokumentasi, test material, test bahan, air, sewa kantor biaya perjalanan dinas, furniture, peralatan kantor, gaji pegawai kantor Biaya Tak Terduga Biaya ini diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak terduga yang mungkin terjadi dalam suatu proyek seperti masalah differing site condition dimana kondisi di lapangan tidak sesuai dengan spesifikasi dan gambar kerja yang terdapat dalam dokumen kontrak. Kajian Komparatif Sistem Struktur Guideway V-12

BAB IV DESAIN STRUKTUR GUIDEWAY

BAB IV DESAIN STRUKTUR GUIDEWAY BAB IV DESAIN STRUKTUR GUIDEWAY 4.1 UMUM Seperti yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, tujuan tugas akhir ini adalah membandingkan dua buah sistem dari beberapa sistem struktur guideway yang dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 UMUM Sistem struktur guideway monorel didesain memiliki daya dukung terhadap kendaraan/kereta yang melintas, memandu kereta melalui alinyemen dan mengendalikan kereta dari penyimpangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jakarta sebagai Ibukota negara memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat pesat. Jakarta pun tumbuh menjadi kota yang memiliki tingkat kesibukan yang cukup tinggi. Kesibukan

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING FRAME SYSTEM) LATAR BELAKANG Perkembangan industri konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perencanaan desain struktur konstruksi bangunan, ditemukan dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perencanaan desain struktur konstruksi bangunan, ditemukan dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perencanaan desain struktur konstruksi bangunan, ditemukan dua bagian utama dari bangunan, yaitu bagian struktur dan nonstruktur. Bagian struktur ialah bagian

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. sebuah lahan sementara di sebuah proyek bangunan lalu dipasang pada proyek

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. sebuah lahan sementara di sebuah proyek bangunan lalu dipasang pada proyek BAB VII PEMBAHASAN MASALAH 7.1 Beton Precast Beton precast adalah suatu produk beton yang dicor pada sebuah pabrik atau sebuah lahan sementara di sebuah proyek bangunan lalu dipasang pada proyek bangunan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Penulis Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB VI TINJAUAN KHUSUS PERBANDINGAN SISTEM PLAT LANTAI (SISTEM PLAT DAN BALOK (KONVENSIONAL) DAN SISTEM FLAT SLAB)

BAB VI TINJAUAN KHUSUS PERBANDINGAN SISTEM PLAT LANTAI (SISTEM PLAT DAN BALOK (KONVENSIONAL) DAN SISTEM FLAT SLAB) BAB VI TINJAUAN KHUSUS PERBANDINGAN SISTEM PLAT LANTAI (SISTEM PLAT DAN BALOK (KONVENSIONAL) DAN SISTEM FLAT SLAB) 6.1 Uraian Umum Pelat lantai atau slab merupakan elemen bidang tipis yang memikul beban

Lebih terperinci

Oleh : AGUSTINA DWI ATMAJI NRP DAHNIAR ADE AYU R NRP

Oleh : AGUSTINA DWI ATMAJI NRP DAHNIAR ADE AYU R NRP PERBANDINGAN METODE PELAKSANAAN PLAT PRECAST DENGAN PLAT CAST IN SITU DITINJAU DARI WAKTU DAN BIAYA PADA GEDUNG SEKOLAH TINGGI KESEHATAN DAN AKADEMI KEBIDANAN SIDOARJO Oleh : AGUSTINA DWI ATMAJI NRP. 3107

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Pustaka. Observasi Lapangan. Pengumpulan Data. Pengembangan Alternatif Lokasi

BAB III METODOLOGI. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Pustaka. Observasi Lapangan. Pengumpulan Data. Pengembangan Alternatif Lokasi BAB III METODOLOGI 3.1 BAGAN ALIR PENYELESAIAN TUGAS AKHIR Mulai Identifikasi Masalah Studi Pustaka Observasi Lapangan T Pengumpulan Data Pengembangan Alternatif Lokasi Analisis Alternatif Lokasi Alternatif

Lebih terperinci

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN Diajukan oleh : ABDUL MUIS 09.11.1001.7311.046 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi, BAB I PENDAHULUAN I. Umum Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi, pembangunan konstruksi sipil juga semakin meningkat. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 21 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Di abad 21 ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangatlah pesat, seperti bermunculannya teori teori baru (memperbaiki teori yang sebelumnya) dan berkembangnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi umum Desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan bangunan. Proses desain merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang membutuhkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR RC

TUGAS AKHIR RC TUGAS AKHIR RC09-1380 MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK (PRECAST) DENGAN SRPMM PADA GEDUNG BP2IP MENURUT SNI 03-1726-2010 Hari Ramadhan 310 710 052 DOSEN KONSULTASI : Ir. Iman Wimbadi,

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1 Pekerjaan Persiapan Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen terpenting dari suatu proyek pembangunan, karena kumpulan berbagai macam material itulah yang

Lebih terperinci

struktur. Pertimbangan utama adalah fungsi dari struktur itu nantinya.

struktur. Pertimbangan utama adalah fungsi dari struktur itu nantinya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Pekerjaan struktur secara umum dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap {senol utku, Charles, John Benson, 1977). yaitu : 1. Tahap Perencanaan (Planning phase) Meliputi

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Dasar Perencanaan 2.1.1 Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI BALOK BETON PRATEGANG DI PROYEK WISMA KARTIKA GROGOL

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI BALOK BETON PRATEGANG DI PROYEK WISMA KARTIKA GROGOL BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI BALOK BETON PRATEGANG DI PROYEK WISMA KARTIKA GROGOL 7.1 Uraian Umum Seperti yang telah diketahui bahwa beton adalah suatu material yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan selain dari pada aspek keamanan. Untuk mempertahankan aspek tersebut maka perlu adanya solusi

Lebih terperinci

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang BAB II TINJAUAN PIISTAKA 2.1 Pendahuluan Pekerjaan struktur secara umum dapat dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap (Senol,Utkii,Charles,John Benson, 1977), yaitu : 2.1.1 Tahap perencanaan (Planningphase)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Atas Jalan Layang Jalan layang adalah jalan yang dibangun tidak sebidang melayang menghindari daerah/kawasan yang selalu menghadapi permasalahan kemacetan lalu lintas,

Lebih terperinci

Ganter Bridge, 1980, Swiss. Perencanaan Struktur Beton Bertulang

Ganter Bridge, 1980, Swiss. Perencanaan Struktur Beton Bertulang Ganter Bridge, 1980, Swiss Perencanaan Struktur Beton Bertulang Beton dan Beton Bertulang Beton adalah campuran pasir, kerikil atau batu pecah, semen, dan air. Bahan lain (admixtures)( ) dapat ditambahkan

Lebih terperinci

PROSENTASE DEVIASI BIAYA PADA PERENCANAAN KONSTRUKSI BALOK BETON KONVENSIONAL TERHADAP BALOK BETON PRATEGANG PADA PROYEK TUNJUNGAN PLAZA 5 SURABAYA

PROSENTASE DEVIASI BIAYA PADA PERENCANAAN KONSTRUKSI BALOK BETON KONVENSIONAL TERHADAP BALOK BETON PRATEGANG PADA PROYEK TUNJUNGAN PLAZA 5 SURABAYA PROSENTASE DEVIASI BIAYA PADA PERENCANAAN KONSTRUKSI BALOK BETON KONVENSIONAL TERHADAP BALOK BETON PRATEGANG PADA PROYEK TUNJUNGAN PLAZA 5 SURABAYA Shufiyah Rakhmawati, Koespiadi Program Studi Teknik Sipil,

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG RUMAH SAKIT ROYAL SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA-BETON

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG RUMAH SAKIT ROYAL SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA-BETON TUGAS AKHIR RC09 1380 MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG RUMAH SAKIT ROYAL SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA-BETON OLEH: RAKA STEVEN CHRISTIAN JUNIOR 3107100015 DOSEN PEMBIMBING: Ir. ISDARMANU, M.Sc

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN STRUKTUR ATAS. Proyek pembangunan Aeropolis Lucent Tower dibangun dengan

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN STRUKTUR ATAS. Proyek pembangunan Aeropolis Lucent Tower dibangun dengan Proyek Aeropolis Lucent Tower BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN STRUKTUR ATAS 5.1 Tinjauan Umum Proyek pembangunan Aeropolis Lucent Tower dibangun dengan ketinggian 8 lantai pada lahan seluas 3500 m 2. Struktur

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Hollow Core Slab ( HCS ) Suatu terobosan baru dalam konstruksi lantai beton untuk bangunan bertingkat telah hadir di Indonesia, yaitu plat beton berongga prategang pracetak (precast

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Desain struktur merupakan salali satu bagian dari proses perencanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Desain struktur merupakan salali satu bagian dari proses perencanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Desain struktur merupakan salali satu bagian dari proses perencanan bangunan. Proses desain tersebut merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang memburuhkan

Lebih terperinci

DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN

DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN TUGAS AKHIR DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN STUDI KASUS JEMBATAN LAYANG TENDEAN BLOK M CILEDUK Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjan Teknik Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jembatan adalah sarana infrastruktur yang penting bagi mobilitas manusia. Terlepas dari nilai estetikanya jembatan memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembebanan Beban yang ditinjau dan dihitung dalam perancangan gedung ini adalah beban hidup, beban mati dan beban gempa. 3.1.1. Kuat Perlu Beban yang digunakan sesuai dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Beton Pracetak Aplikasi teknologi prafabrikasi (pracetak) sudah mulai banyak dimanfaatkan karena produk yang dihasilkan melalui produk masal dan sifatnya berulang. Selain itu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN III.. Gambaran umum Metodologi perencanaan desain struktur atas pada proyek gedung perkantoran yang kami lakukan adalah dengan mempelajari data-data yang ada seperti gambar

Lebih terperinci

Pedoman Pengerjaan PERANCANGAN STRUKTUR BETON

Pedoman Pengerjaan PERANCANGAN STRUKTUR BETON Pedoman Pengerjaan PERANCANGAN STRUKTUR BETON I. Kriteria & Jadwal Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk: Memberi gambaran tahapan dalam mengerjakan tugas Perancangan Struktur Beton agar prosedur desain

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.2 TAHAPAN PENULISAN TUGAS AKHIR Bagan Alir Penulisan Tugas Akhir START. Persiapan

BAB III METODOLOGI. 3.2 TAHAPAN PENULISAN TUGAS AKHIR Bagan Alir Penulisan Tugas Akhir START. Persiapan METODOLOGI III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 TAHAP PERSIAPAN Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan data. Pada tahap ini disusun hal-hal penting yang harus

Lebih terperinci

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori BAB II Dasar Teori 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya beberapa rintangan seperti lembah yang dalam, alur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu teknologi dalam bidang teknik sipil mengalami perkembangan dengan cepat. Beton merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam struktur bangunan pada saat

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6. LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 6 Penulangan Bab 6 Penulangan Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe

Lebih terperinci

PERENCANAAN ULANG GEDUNG PERKULIAHAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK

PERENCANAAN ULANG GEDUNG PERKULIAHAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) 1-6 1 PERENCANAAN ULANG GEDUNG PERKULIAHAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK Whisnu Dwi Wiranata, I Gusti Putu

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH BAB VII PEMBAHASAN MASALAH 7.1. Tinjauan Umum Metode pelaksanaan yang dilakukan pada setiap proyek konstruksi memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan proyek lainnya. Metode pelaksanaan yang dilakukan

Lebih terperinci

Gambar III.1 Pemodelan pier dan pierhead jembatan

Gambar III.1 Pemodelan pier dan pierhead jembatan BAB III PEMODELAN JEMBATAN III.1 Pemodelan Jembatan Pemodelan jembatan Cawang-Priok ini menggunakan program SAP-2000 untuk mendapatkan gaya-gaya dalamnya, performance point untuk analisa push over, dan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan tekan tinggi tetapi kekuatan tariknya relatif rendah. Sedangkan baja adalah suatu material yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I. penting. efek yang. tekan beton. lebih besar. Diilustrasikan I-1.

BAB I. penting. efek yang. tekan beton. lebih besar. Diilustrasikan I-1. BAB I PENDAHULUAN 1..1 Latar Belakang Perencanaan struktur bertujuan untuk menghasilka an suatu struktur yang stabil, kuat, kokoh dan memenuhi tujuan-tujuaatas, kolom merupakan komponen struktur yang paling

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan 3 BAB DASAR TEORI.1. Dasar Perencanaan.1.1. Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014 REDESAIN PRESTRESS (POST-TENSION) BETON PRACETAK I GIRDER ANTARA PIER 4 DAN PIER 5, RAMP 3 JUNCTION KUALANAMU Studi Kasus pada Jembatan Fly-Over Jalan Toll Medan-Kualanamu TUGAS AKHIR Adriansyah Pami Rahman

Lebih terperinci

Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak

Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak TUGAS AKHIR RC-09 1380 Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak Penyusun : Made Peri Suriawan 3109.100.094 Dosen Pembimbing : 1. Ir. Djoko Irawan MS, 2.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beton bertulang, beton hanya memikul tegangan tekan, sedangkan tegangan tarik dipikul oleh baja sebagai penulangan ( rebar ). Sehingga pada beton bertulang, penampang beton

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 3.1 Koefisien-koefisien gesekan untuk tendon pascatarik

DAFTAR TABEL. Tabel 3.1 Koefisien-koefisien gesekan untuk tendon pascatarik DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Koefisien-koefisien gesekan untuk tendon pascatarik... 33 Tabel 3.2 Nilai K sh untuk komponen struktur pasca-tarik... 37 Tabel 3.3 Nilai-nilai K re dan J... 38 Tabel 3.4 Nilai C...

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN BETON PRACETAK PADA STRUKTUR TUNNEL FEEDER Antonius Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Islam Sultan Agung Jl. Raya Kaligawe Km.4, Semarang 50012 Email: antoni67a@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kolom memegang peranan penting dari suatu bangunan karena memikul

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kolom memegang peranan penting dari suatu bangunan karena memikul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolom memegang peranan penting dari suatu bangunan karena memikul beban aksial, momen lentur, dan gaya geser sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. umumnya digunakan untuk berbagai konstruksi jembatan : 4. Sistem Penggunaan Counter Weight dan Link-set

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. umumnya digunakan untuk berbagai konstruksi jembatan : 4. Sistem Penggunaan Counter Weight dan Link-set BAB VII PEMBAHASAN MASALAH 7.1. Macam-macam Metode erection Karena pembahasan masalah kita mengambil metode erection, maka kita akan menjelaskan sedikit macam-macam metode pelaksanaan erection pada balok

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT-ALAT. manajemen yang baik untuk menunjang kelancaran

BAB IV TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT-ALAT. manajemen yang baik untuk menunjang kelancaran BAB IV Tinjauan Bahan Bangunan Dan Alat - Alat BAB IV TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT-ALAT 4.1 Tinjauan Umum Penyediaan alat kerja dan bahan bangunan pada suatu proyek memerlukan manajemen yang baik untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP PEMILIHAN JENIS STRUKTUR Pemilihan jenis struktur atas (upper structure) mempunyai hubungan yang erat dengan sistem fungsional gedung. Dalam proses desain

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Pengumpulan Data Lapangan 3.2. Studi Pustaka 3.3. Metodologi Perencanaan Arsitektural dan Tata Ruang

BAB III METODOLOGI 3.1. Pengumpulan Data Lapangan 3.2. Studi Pustaka 3.3. Metodologi Perencanaan Arsitektural dan Tata Ruang 62 BAB III METODOLOGI Proses penyusunan Tugas Akhir dengan judul Perencanaan Struktur Menara Masjid Agung Jawa Tengah ini meliputi langkah langkah sebagai berikut : 3.1. Pengumpulan Data Lapangan Jenis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Manajemen Konstruksi Dalam sebuah proyek konstruksi, terdapat sangat banyak perilaku dan fenomena kegiatan proyek yang mungkin dapat terjadi. Untuk mengantisipasi perilaku

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN STRUKTUR BAJA DENGAN BALOK KOMPOSIT PADA GEDUNG PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN STRUKTUR BAJA DENGAN BALOK KOMPOSIT PADA GEDUNG PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PRESENTASI TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN STRUKTUR BAJA DENGAN BALOK KOMPOSIT PADA GEDUNG PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO MAHASISWA : WAHYU PRATOMO WIBOWO NRP. 3108 100 643 DOSEN PEMBIMBING:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memikul tekan pada semua beban bekerja distruktur tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. memikul tekan pada semua beban bekerja distruktur tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam kondisi tarik: kuat tariknya bervariasi dari 8 sampai 14 % dari kuat tekannya. Karena rendahnya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data-data Umum Jembatan Beton Prategang-I Bentang 21,95 Meter Gambar 4.1 Spesifikasi jembatan beton prategang-i bentang 21,95 m a. Spesifikasi umum Tebal lantai jembatan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KULIAH 4 LANTAI DENGAN SISTEM DAKTAIL TERBATAS

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KULIAH 4 LANTAI DENGAN SISTEM DAKTAIL TERBATAS PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KULIAH 4 LANTAI DENGAN SISTEM DAKTAIL TERBATAS Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil disusun oleh : MUHAMMAD NIM : D

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR 5 LOADING. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN ITS SURABAYA

SEMINAR TUGAS AKHIR 5 LOADING. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN ITS SURABAYA SEMINAR TUGAS AKHIR 4321GO 5 LOADING. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN ITS SURABAYA SEMINAR TUGAS AKHIR PERANCANGAN MODIFIKASI GEDUNG RUMAH SAKIT ROYAL SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Kolom merupakan suatu elemen struktur yang memikul beban Drop Panel dan

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Kolom merupakan suatu elemen struktur yang memikul beban Drop Panel dan BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1 Pekerjaan Kolom Kolom merupakan suatu elemen struktur yang memikul beban Drop Panel dan Plat untuk di teruskan ke Pondasi. Tujuan penggunaan kolom yaitu : Gambar 5.1 : Pekerjaan

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA LAKARSANTRI SURABAYA MENGGUNAKAN METODE PRACETAK DENGAN SISTEM DINDING PENUMPU.

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA LAKARSANTRI SURABAYA MENGGUNAKAN METODE PRACETAK DENGAN SISTEM DINDING PENUMPU. PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA LAKARSANTRI SURABAYA MENGGUNAKAN METODE PRACETAK DENGAN SISTEM DINDING PENUMPU Nama Mahasiswa : Bagus Darmawan NRP : 3109.106.003 Jurusan : Teknik Sipil

Lebih terperinci

Modifikasi Perencanaan Gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta Dengan Metode Pracetak

Modifikasi Perencanaan Gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta Dengan Metode Pracetak JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-19 Modifikasi Perencanaan Gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta Dengan Metode Pracetak Trie Sony Kusumowibowo dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kotabangun sebagai salah satu Kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara mempunyai peranan yang penting mengingat letaknya yang strategis dalam menghubungkan Ibukota

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. terjadinya distribusi gaya. Biasanya untuk alasan efisiensi waktu dan efektifitas

BAB V PEMBAHASAN. terjadinya distribusi gaya. Biasanya untuk alasan efisiensi waktu dan efektifitas BAB V PEMBAHASAN 5.1 Umum Pada gedung bertingkat perlakuan stmktur akibat beban menyebabkan terjadinya distribusi gaya. Biasanya untuk alasan efisiensi waktu dan efektifitas pekerjaan dilapangan, perencana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. struktur yang paling utama dalam sebuah bangunan. Suatu struktur kolom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. struktur yang paling utama dalam sebuah bangunan. Suatu struktur kolom BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton Konvensional Menurut Ervianto (2006), beton konvensional adalah suatu komponen struktur yang paling utama dalam sebuah bangunan. Suatu struktur kolom dirancang untuk bisa

Lebih terperinci

APLIKASI SNI PRACETAK

APLIKASI SNI PRACETAK APLIKASI SNI PRACETAK SNI 7832-2012 2012 (Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton Pracetak untuk Konstruksi Bangunan Gedung) Dr. Ir. Dwi Dinariana, MT SNI 7832-2012 (Tata Cara Perhitungan Harga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Jembatan adalah sebuah struktur konstruksi bangunan atau infrastruktur sebuah jalan yang difungsikan sebagai penghubung yang menghubungkan jalur lalu lintas pada

Lebih terperinci

Jl. Banyumas Wonosobo

Jl. Banyumas Wonosobo Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-Gorong Jl. Banyumas Wonosobo Oleh : Nasyiin Faqih, ST. MT. Engineering CIVIL Design Juli 2016 Juli 2016 Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-gorong

Lebih terperinci

tegangan pada saat beban transfer dan layan. Saat transfer, ketika beton belum

tegangan pada saat beban transfer dan layan. Saat transfer, ketika beton belum BABY PEMBAHASAN 5.1 Analisa Lentur Permukaan tank pada pelat datar flat plate) beton prategang, pada saat menenma beban diperbolehkan terjadi tegangan tank atau diperbolehkan terjadi retakretak halus,

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK Andy Kurniawan Budiono, I Gusti Putu Raka Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Kota Semarang dalam rangka meningkatkan aktivitas

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. bagi wisatawan yang ingin berlibur atau wisatawan yang ingin melakukan

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. bagi wisatawan yang ingin berlibur atau wisatawan yang ingin melakukan BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1 Konsep Perencanaan Rencana pembangunan proyek Hotel Harris dan Yello ini berdasarkan dari pertimbangan beberapa aspek, salah satunya pertimbangan karena meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Pengetahuan Umum Rencana Anggaran Biaya ( RAB ) diberikan sebagai dasar pemikiran lebih lanjut.

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Pengetahuan Umum Rencana Anggaran Biaya ( RAB ) diberikan sebagai dasar pemikiran lebih lanjut. BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Pengetahuan Umum Rencana Anggaran Biaya ( RAB ) Pelaksanaan atau pekerjaan sebuah proyek konstruksi dimulai dengan penyusunan perencanaan, penyusunan jadwal (penjadwalan)

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai 8 BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Pada Pelat Lantai Dalam penelitian ini pelat lantai merupakan pelat persegi yang diberi pembebanan secara merata pada seluruh bagian permukaannya. Material yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin kekuatan dan keamanan suatu bangunan, karena inti dari suatu bangunan terletak pada kekuatan bangunan

Lebih terperinci

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG Antonius 1) dan Aref Widhianto 2) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Islam Sultan Agung,

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA SKRIPSI

BAB IV DATA DAN ANALISA SKRIPSI BAB IV DATA DAN ANALISA SKRIPSI KAJIAN PERBANDINGAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA DENGAN MENGGUNAKAN BEKISTING BAJA TERHADAP METODE KONVENSIONAL DARI SISI METODE KONSTRUKSI DAN KEKUATAN STRUKTUR IRENE MAULINA

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR Oleh : Faizal Oky Setyawan 3105100135 PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA METODOLOGI HASIL PERENCANAAN Latar Belakang Dalam rangka pemenuhan dan penunjang kebutuhan transportasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum merupakan suatu struktur dalam jembatan atau fly over yang berfungsi sebagai penghubung antara struktur bawah dan atas, dengan kata lain girder berfungsi sebagai

Lebih terperinci

PERILAKU DAN SISTEM STRUKTUR RANGKA BAJA JEMBATAN

PERILAKU DAN SISTEM STRUKTUR RANGKA BAJA JEMBATAN Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013 50 PERILAKU DAN SISTEM STRUKTUR RANGKA BAJA JEMBATAN M. Erizal Lubis, Novdin M Sianturi Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEAM-COLOUM JOINT DENGAN MENGGUNAKAN METODE BETON PRATEGANG PARTIAL GEDUNG PERKANTORAN BPR JATIM TUGAS AKHIR

PERENCANAAN BEAM-COLOUM JOINT DENGAN MENGGUNAKAN METODE BETON PRATEGANG PARTIAL GEDUNG PERKANTORAN BPR JATIM TUGAS AKHIR PERENCANAAN BEAM-COLOUM JOINT DENGAN MENGGUNAKAN METODE BETON PRATEGANG PARTIAL GEDUNG PERKANTORAN BPR JATIM TUGAS AKHIR Diajukan Oleh : FRANSISKUS X. E. LIE 0953210064 Pembimbing 1 : Ir. Made D. Astawa,.

Lebih terperinci

Modifikasi Jembatan Lemah Ireng-1 Ruas Tol Semarang-Bawen dengan Girder Pratekan Menerus Parsial

Modifikasi Jembatan Lemah Ireng-1 Ruas Tol Semarang-Bawen dengan Girder Pratekan Menerus Parsial JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 Modifikasi Jembatan Lemah Ireng-1 Ruas Tol Semarang-Bawen dengan Girder Pratekan Menerus Parsial Ahmad Basshofi Habieb dan I Gusti Putu Raka Teknik Sipil,

Lebih terperinci

G. PERENCANAAN STRUKTUR PRIMER

G. PERENCANAAN STRUKTUR PRIMER 2. PERENCANAAN KOLOM PENGARUH KELANGSINGAN KOLOM KONDISI KOLOM PENDEK KOLOM LANGSING Tak bergoyang (braced).[ SNI 03 2847-2002. pers.29] Bergoyang (unbraced).[ SNI 03 2847-2002. 12.13.2] M1 M1 M 2 M 2

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI

PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI Wildiyanto NRP : 9921013 Pembimbing : Ir. Maksum Tanubrata,

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

Bab 6 DESAIN PENULANGAN Bab 6 DESAIN PENULANGAN Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan 6.1 Teori Dasar Perhitungan Kapasitas Lentur

Lebih terperinci

LEMBAR PENILAIAN DOKUMEN TEKNIS ke 03 TOWER THAMRIN NINE DEVELOPMENT

LEMBAR PENILAIAN DOKUMEN TEKNIS ke 03 TOWER THAMRIN NINE DEVELOPMENT LEMBAR PENILAIAN DUMEN TEKNIS ke 03 TOWER THAMRIN NINE DEVELOPMENT 1. DATA BANGUNAN a. Nama Proyek : Thamrin Nine Development b. Jenis Bangunan : Beton SW+Prategang+Rangka Baja c. Lokasi Bangunan : Jl.

Lebih terperinci

BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS. Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang

BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS. Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS 2.1 Tinjauan Umum Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang biasanya di atas permukaan tanah yang berfungsi menerima dan menyalurkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku, terdiri atas plat (slab) beton semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah (bisa juga

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Validasi Program Perhitungan validasi program bertujuan untuk meninjau layak atau tidaknya suatu program untuk digunakan. Peninjauan validasi program dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN METODE PELAKSANAAN CAST IN SITU DENGAN PRACETAK TERHADAP BIAYA DAN WAKTU PADA PROYEK DIAN REGENCY APARTEMEN

ANALISA PERBANDINGAN METODE PELAKSANAAN CAST IN SITU DENGAN PRACETAK TERHADAP BIAYA DAN WAKTU PADA PROYEK DIAN REGENCY APARTEMEN ANALISA PERBANDINGAN METODE PELAKSANAAN CAST IN SITU DENGAN PRACETAK TERHADAP BIAYA DAN WAKTU PADA PROYEK DIAN REGENCY APARTEMEN OLEH : Farizal Fani 3110105029 DOSEN PEMBIMBING : I P utu Artama Wiguna,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pondasi Dalam Pondasi dalam adalah pondasi yang dipakai pada bangunan di atas tanah yang lembek. Pondasi ini umumnya dipakai pada bangunan dengan bentangan yang cukup lebar, salah

Lebih terperinci

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Perencanaan merupakan langkah awal dari suatu pembangunan fisik berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman oleh perencana agar

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat menuntut adanya sarana dan prasarana yang menunjang. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat menuntut adanya sarana dan prasarana yang menunjang. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perkembangan dunia pendidikan yang dari masa ke masa berkembang semakin pesat menuntut adanya sarana dan prasarana yang menunjang. Salah satu prasarana yang mendukung

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diselesaikan pada semester VIII,

KATA PENGANTAR. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diselesaikan pada semester VIII, KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunianya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penganalisaan ini adalah Analisis

Lebih terperinci