PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP MUTU SIMPLISIA TEMULAWAK DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG
|
|
- Dewi Rachman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP MUTU SIMPLISIA TEMULAWAK DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG Retno Endrasari, Qanytah dan Bambang Prayudi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah ABSTRAK Komoditas Temulawak di Kota memiliki mutu terbaik dibandingkan komoditas temulawak dari daerah lain di Indonesia, sehingga dapat dijadikan unggulan dan peluang bagi Kota Semarang, khususnya Kecamatan Tembalang untuk mengembangkannay. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh beberapa cara pengeringan terhadap kualitas simplisia temulawak yaitu dengan melihat tampilan fisik dan kandungan bahan aktif temulawak. Uji pengaruh pengeringan terhadap mutu simplisia temulawak dilakukan di Kelompok Tani Makmur, Kelurahan Bulusan Kecamatan Tembalang. Simplisia diperoleh dari Kecamatan Tembalang melalui perajangan secara manual rimpang temulawak dengan ketebalan 0,3 0,5 cm. Perlakuan yang dibandingkan adalah: pengeringan dengan sinar matahari tanpa penutup kain, sinar matahari tanpa penutup kain dengan simplisia dibalik 1 kali sehari, sinar matahari dengan simplisia ditutup kain hitam. Analisis kimia simplisia temulawak dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi UGM untuk mengetahui kandungan kurkumin dan Laboratorium Pengujian Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) Bogor untuk kandungan xanthorizol dan minyak atsiri. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa kandungan kurkumin paling tinggi bila penjemuran simplisia temulawak dilakukan di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam dengan kandungan kurkumin sebesar 1,69%. Penjemuran dengan cara ini juga menghasilkan tampilan fisik simplisia paling baik yaitu warna kedua sisi irisan rimpang temulawak merah oranye. Kata kunci : simplisia, mutu, temulawak, kurkumin PENDAHULUAN Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) merupakan komoditas multifungsi yang saat ini dicanangkan sebagai minuman kesehatan nasional. Prospek pasar dan peluang pengembangan temulawak masih terbuka karena kandungan kimianya yang berkhasiat. Kandungan minyak atsiri, kurkuminoid, xanthorrhizol dan pati di dalam rimpang temulawak memungkinkan komoditas ini digunakan secara luas di dalam penyembuhan berbagai penyakit seperti sebagai anti kolesterol, antioksidan, penanggulangan penyakit hati, gangguan pencernaan, dan lain-lain. Sebagai obat anti kolesterol dan penanggulangan penyakit hati, rimpang temulawak dapat dibuat menjadi berbagai jenis produk dalam bentuk kapsul, tablet dan minuman penyegar. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) sebagai instansi di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian telah melepas tiga varietas unggul temulawak. Varietas unggul tersebut yaitu Cursina 1, Cursina 2 dan Cursina 3, diharapkan dapat berperan penting dalam rangka meningkatkan produksi, konsumsi dan perdagangan temulawak. Tabel 1 menggambarkan deskripsi masing-masing varietas temulawak. 435
2 Tabel 1. Kandungan kimia varietas unggul temulawak Komponen Cursina 1 Cursina 2 Cursina 3 Kurkuminoid (%) 4,85 4,59 5,22 Minyak atsiri (%) 5,49 8,49 6,47 Xanthorizol (%) 0,90 0,81 0,97 Kadar abu (%) 4,85 5,55 5,15 5,74 Kadar pati (%) 51,8 53,1 48,9 Kadar serat (%) 2,37 3,44 2,71 3,33 2,51 Produktivitas (ton/ha) 16,9 13, ,0-31,1 Daya adaptasi terhadap Dat. rendah-tinggi Dat. medium-tinggi Dat. tinggi ketinggian Kesesuaian penggunaan Sumber : Balittro (2008) ( m dpl) Industri makananminuman ( m dpl) Industri obat ( m dpl) Industri obat Kebutuhan temulawak sebagai bahan baku obat tradisional di Jawa Tengah dan Jawa Timur tahun 2003 menduduki peringkat pertama dilihat dari jumlah serapan industri obat tradisional. Untuk mendukung kebutuhan pasokan bahan baku industri obat IOT (Industri Obat Tradisional), IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional) dan farmasi pada tahun , dibutuhkan temulawak yang berkualitas melalui pengembangan usaha pertanian primer dari tanaman temulawak yang mengacu penerapa GAP dan SOP. Kecamatan sentra produksi temulawak utama di Kota Semarang adalah Kecamatan Tembalang dan Banyumanik. Luas panen dan produksi temulawak di Kecamatan Tembalang tahun 2008 berturut-turut adalah 50 Ha dan ton, sedangkan di Kecamatan Banyumanik berturut-turut adalah 54 Ha dan 540 ton. Berdasarkan hasil penelitian oleh Institut Pertanian Bogor, komoditas temulawak di Kota Semarang memiliki mutu terbaik dibandingkan komoditas temulawak dari daerah lain di Indonesia. Hal ini dapat dijadikan peluang bagi Kota Semarang, khususnya Kecamatan Tembalang untuk mengembangkan usaha temulawak. Untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas temulawak, diperlukan terobosan dalam pengembangan produk, mulai dari produk primer (rimpang segar) menjadi produk sekunder (simplisia, ekstrak, minyak) dan produk tertier (produk jadi hasil formulasi berupa suplemen makanan dan minuman dalam bentuk cair (sirup), padat (pil, kapsul) dan formula obat herbal terstandar, fitofarmaka dan kosmetika). Pengolahan hasil telah dilakukan oleh petani temulawak di Kelurahan Bulusan Kecamatan Tembalang. Sub sistem ini merupakan mesin pemberi nilai tambah (added value) yang utama dalam agribisnis pada umumnya atau bagi petani khususnya. Salah satu produk olahan temulawak yang dikembangkan oleh petani adalah simplisia dan minuman instan temulawak. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat dimanfaatkan terutama untuk pembuatan jamu serbuk, jamu gendong atau jamu ramuan pribadi yang dikonsumsi dengan cara diseduh atau direbus. Pengolahan temulawak merupakan salah satu upaya yang dilakukan petani untuk memperpanjang umur simpan hasil panen dan meningkatkan nilai tambah produk. Namun selama proses pengolahan temulawak, kandungan kimia dalam 436
3 temulawak dapat berubah atau menurun mutunya. Salah satu parameter mutu temulawak adalah kandungan bahan aktifnya yaitu kadar minyak atsiri, xanthorizol, dan kurkumin. Kandungan kadar bahan aktif ini dapat terpengaruh selama tahap pascapanen yaitu selama penjemuran/pengeringan bahan menjadi simplisia. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh beberapa cara pengeringan terhadap kualitas simplisia temulawak yaitu dengan melihat tampilan fisik dan kandungan bahan aktif temulawak. METODE PENELITIAN Uji pengaruh pengeringan simplisia terhadap mutu temulawak dilakukan di Kelompok Tani Makmur, Kelurahan Bulusan Kecamatan Tembalang pada bulan Oktober Bahan baku berupa rimpang temulawak segar diperoleh dari lahan milik petani di Kecamatan Tembalang. Rimpang temulawak dicuci, ditiriskan lalu diiris-iris secara manual dengan pisau setebal 3-5 mm kemudian dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan beberapa metode pengeringan yaitu dengan sinar matahari tanpa penutup kain, sinar matahari tanpa penutup kain dengan simplisia dibalik 1 kali sehari, sinar matahari dengan simplisia ditutup kain hitam. Penjemuran dilakukan mulai jam Pengamatan data suhu harian dilakukan pagi hari (jam ), siang hari (jam ) dan sore hari (jam ), kondisi cuaca (panas, mendung, hujan) serta lama hari penjemuran hingga diperoleh simplisia kering. Analisis kimia simplisia temulawak dilakukan sebanyak tiga kali ulangan per perlakuan. Analisis kimia untuk mengetahui kandungan kurkumin dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi UGM menggunakan metode KLT dengan fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak berupa kloroform: etanol:asam asetat glasial (95:5:1) dengan jarak pengembangan 8 cm. Analisis kimia untuk mengetahui kandungan xanthorizol serta minyak atsiri dilakukan di Laboratorium Pengujian Balittro, Bogor menggunakan metode kromatografi. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perubahan Fisik Simplisia Temulawak Air merupakan komponen utama dalam bahan makanan yang mempengaruhi rupa, tekstur maupun cita rasa bahan. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability suatu bahan makanan kesegaran dan daya tahan suatu bahan (Winarno, 1980). Kepekaan suatu komoditi terhadap kehilangan air akibat penguapan tergantung defisit tekanan uap dari atmosfir di sekitarnya serta struktur lapisan permukaan komoditi yang bersangkutan. Rimpang temulawak segar mengandung air sekitar 75%-80%. Sedangkan kadar air simplisia yang diinginkan oleh industri jamu maksimal adalah 10%. Pengeringan merupakan proses yang sangat penting dalam pembuatan simplisia. Tujuan pengeringan adalah menurunkan kadar air, sehingga tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri, menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan kandungan zat aktif, memudahkan proses pengolahan selanjutnya, sehingga dapat lebih ringkas, tahan lama dan mudah disimpan. Proses 437
4 pengeringan selain memperpanjang umur simpan juga menentukan kualitas simplisia. Hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Selama proses pengeringan bahan simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya face hardening yaitu bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. Cara pengeringan yang biasa dilakukan oleh petani adalah dengan menjemur irisan rimpang temulawak di atas widig (anyaman bambu bermata jarang), yang biasanya digunakan untuk menjemur tembakau, kerupuk dan lainlain. Widig biasanya ditaruh di atas tanah sehingga terjadi kontak dengan tanah. Dalam pengkajian ini penjemuran simplisia dilakukan di atas widig dengan palangan kayu atau bambu menghadap tegak lurus ke arah datangnya sinar. Suhu rata-rata pagi hari adalah 25 ⁰C, siang hari 34 ⁰C dan sore hari 28 ⁰C. Dengan menerima panas matahari langsung, irisan rimpang temulawak akan bisa benar-benar kering dalam jangka waktu 4 hari penuh. Pengamatan suhu harian menunjukkan bahwa suhu sekitar lingkungan mendukung untuk pengeringan simplisia. Perlakuan penjemuran di bawah sinar matahari membutuhkan waktu empat hari untuk mendapatkan simplisia kering. Hal ini berarti lebih singkat dua hari dibandingkan dengan penjemuran di bawah sinar matahari dengan simplisia dibalik 1 kali sehari dan penjemuran di bawah sinar matahari dengan simplisia ditutup kain hitam. Tanda irisan rimpang temulawak telah benar-benar kering adalah, bisa dipatahkan dengan mudah dan tidak bisa digigit. Pada umumnya kadar air simplisia yang dihasilkan rata-rata adalah 15-20%. Setelah penjemuran selama 4 hari, dilakukan penimbangan dan pengamatan tampilan fisik simplisia temulawak. Tabel 2 menyajikan susut bobot dan tampilan fisik simplisia temulawak dengan berbagai metode pengeringan. Tabel 2. Susut bobot dan tampilan fisik simplisia temulawak dengan berbagai metode pengeringan Cara Pengeringan Parameter Mutu Matahari + tanpa dibalik Matahari + dibalik 1 x sehari Susut Bobot (%) Warna irisan rimpang Warna salah satu sisi Warna kedua sisi irisan rimpang temulawak irisan rimpang merah oranye, dan sisi temulawak oranye lainnya berwarna oranye pucat keputihan pucat keputihan Matahari + ditutup kain hitam Warna kedua sisi irisan rimpang temulawak merah oranye Warna irisan rimpang temulawak kering kualitas baik adalah merah bata/merah oranye merata. Apabila dipatahkan bekas patahan berwarna oranye cerah dan aromanya segar. Kalau dikunyah rasanya tajam dan pahit. Dari 438
5 ketiga cara pengeringan, yang memberikan hasil tampilan fisik simplisia yang terbaik adalah cara pengeringan dengan ditutup kain hitam yaitu warna kedua sisi irisan rimpang temulawak merah oranye. Gambar 1, 2, 3, dan 4 menunjukkan kegiatan pengeringan simplisia dan keragaan fisik simplisia temulawak yang diperoleh. Gambar 1. Pengeringan simplisia di bawah sinar matahari Gambar 2. Pengeringan simplisia dengan penutup kain hitam Gambar 3. Hasil pengeringan simplisia di bawah sinar matahari Gambar 4. Hasil pengeringan simplisia di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam 2. Perubahan Kimia Simplisia Temulawak Komposisi kimia terbesar dari rimpang temulawak adalah protein pati (48%-54%), minyak atsiri (3%-12%), dan zat warna kuning yang disebut kurkumin. Menurut Rismunandar (1988), rimpang temulawak mengandung kurkumin 1,4-4%. Suwiah (1991) mendapatkan kadar kurkumin dalam rimpang temulawak sebesar 1,93%. Kadar kurkumin dan minyak atsiri tergantung pada umur rimpang. Kadar kurkumin dan minyak atsiri optimum tercapai saat rimpang berumur bulan (Sirait, 1985). Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Zahro dkk (2009), kandungan kurkumin dari pengeringan matahari pada jam yaitu 0,82%, 0,99%, 0,64%, dan 0,89% dan dari pengeringan matahari pada jam yaitu 0,80%, 0,89%, 0,84%, dan 0,93%. Tabel 3 menunjukkan pengaruh cara pengeringan terhadap kandungan bahan aktif simplisia temulawak. Hasil pengkajian menjelaskan bahwa kandungan minyak atsiri paling tinggi (5,31%) bila pengeringan simplisia 439
6 temulawak dengan cara dijemur dengan matahari tanpa dibalik, namun kandungan kurkuminnya paling rendah (1,35%). Kandungan kurkumin paling tinggi bila penjemuran simplisia temulawak ditutup kain hitam (1,69%), namun kandungan minyak atsirinya paling rendah (4,40%). Sedangkan cara pengeringan dengan cara penjemuran dengan matahari dan dibalik 1 x sehari memiliki kandungan xanthorrizol paling tinggi (0,16%). Secara umum hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa kandungan kurkumin simplisia temulawak yang dihasilkan lebih tinggi daripada kandungan kurkumin temulawak hasil pengkajian Zahro dkk (2009). Tabel 3. Pengaruh cara pengeringan terhadap kandungan bahan aktif simplisia Temulawak Cara Pengeringan Parameter Mutu Matahari + tanpa dibalik Matahari + dibalik 1 x sehari Matahari + ditutup kain hitam *Minyak Atsiri (%) 5,31 5,06 4,40 *Xanthorizol (%) 0,12 0,16 0,10 **Kurkumin (%) 1,35 1,60 1,69 Sumber: * Lab Pengujian Balittro, Bogor ** Lab. Biologi Farmasi Fak Farmasi UGM (2010) Hasil pengkajian ini belum dapat memberikan gambaran tentang cara penjemuran terbaik yang menghasilkan simplisia dengan mutu terbaik. Hasil ini akan memberikan gambaran yang lebih baik apabila diketahui kadar air bahan, sehingga perbandingan persentase kandungan bahan aktif lebih tepat karena dibandingkan relatif terhadap kadar air bahan. Tonnesen dan Karlsen (1986 dalam Pramono, 2006) menerangkan bahwa kurkuminoid pada temulawak, kunyit dan curcuma yang lain sangat peka terhadap sinar ultraviolet, sehingga disarankan untuk mengeringkan simplisia dengan ditutup kain hitam atau menggunakan tenda pengering yang terbuat dari plastik atau kaca berwarna hitam. Nikodemus (1980) menjelaskan sinar dapat mempengaruhi simplisia yang berwarna sehingga warnanya menjadi tidak menarik lagi. Sinar yang terpolarisasi menyebabkan perubahan/kerusakan yang lebih cepat daripada sinar biasa. Selain sinar, oksigen di udara dapat menambah oksidasi zat aktif terutama bila ada enzym oksidasi. Oktaviana (2006) telah menguji beberapa perlakuan pengaruh pengeringan simplisia temulawak yaitu: SMK (Sinar matahari tanpa kain penutup), SMP (Sinar matahari kain penutup putih), SMH (Sinar matahari kain penutup hitam), SDK (Solar Dryer tanpa kain penutup), SDP (Solar Dryer kain penutup putih), SDH (Solar Dryer kain penutup hitam). Hasil menunjukkan bahwa pengeringan simplisia temulawak menggunakan solar dryer dan penggunaan kain penutup menghasilkan kadar kurkuminoid, aktivitas antioksidan dan total fenol yang tinggi dibandingkan dengan pengeringan melalui sinar matahari langsung dan tanpa penutup. Namun perbedaan warna kain tidak berpengaruh terhadap komponen aktif pada simplisia temulawak. Huda dkk (2008) menyimpulkan bahwa perbedaan kondisi operasi pengeringan mempengaruhi kandungan kurkuminoid dalam rimpang temulawak dan pengeringan oven dengan suhu 60 o C menghasilkan simplisia temulawak dengan warna lebih cerah, lebih meremah dan kandungan kurkuminoid lebih 440
7 banyak daripada pengeringan lampu listrik 30 watt pada suhu ±20 o C. Zahro dkk (2009) menambahkan pengeringan oven menghasilkan simplisia berwarna cerah dan permukaannya berwarna jingga kekuningan sedangkan simplisia hasil pengeringan sinar matahari berwarna gelap dan terinfeksi jamur putih. Suhu pengeringan jika menggunakan alat tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu o C, tetapi suhu terbaik tidak melebihi 60 o C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, yaitu o C atau dengan cara pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Cara pengeringan simplisia dari rimpang menurut Trease dan Evans (1972), adalah dengan mengeringkan simplisia pada suhu o C. Pengeringan dapat dipercepat melalui pembalikan simplisia. KESIMPULAN DAN SARAN Kandungan kurkumin simplisia temulawak paling tinggi sebesar 1,69% diperoleh melalui penjemuran di bawah sinar matahari dan ditutup kain hitam selama enam hari. Penjemuran dengan cara ini juga menghasilkan tampilan fisik simplisia paling baik yaitu warna kedua sisi irisan rimpang temulawak merah oranye. Hasil ini akan memberikan gambaran lebih baik apabila diketahui kadar air bahan, sehingga perbandingan persentase kandungan bahan aktif lebih tepat karena dibandingkan relatif terhadap kadar air bahan. DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat. Departemen Pertanian. Jakarta Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Budidaya Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Direktorat Jenderal Hortikultura. Departemen Pertanian. Jakarta Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Cara Pembuatan Simplisia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Huda, D.K., Muhammad, Cahyono, Bambang, Limantara, Leenawaty Pengaruh Proses Pengeringan terhadap Kandungan Kurkuminoid dalam Rimpang Temulawak. Seminar Tugas Akhir S1 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Diponegoro. Semarang Khaerana, Munif G., Edi D.P Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Umur Panen Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Xanthorrhizol Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Bul. Agron. (36) (3)
8 Kristina, N.N, Rita N., Siti F.S dan Molide R. Peluang Peningkatan Kadar Kurkumin pada Tanaman Kunyit dan Temulawak. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor Oktaviana, P.R Kajian Kadar Kurkuminoid, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada Berbagai Teknik Pengeringan dan Proporsi Pelarutan Pramono, E Prospek Pengembangan Obat Herbal yang Berkualitas melalui Penerapan Iptek. Seminar Bisnis Tanaman Obat Tanggal 23 September Institut Pertanian Bogor. Bogor Pramono, S Peningkatan Efektivitas dan Daya Saing Obat Alami Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Farmasi Tanggal 27 Maret 2006 Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Rismunandar Rempah-rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Sinar Baru. Bandung. Sembiring, B.B. Ma mun dan Edi I.G Pengaruh Kehalusan Bahan dan Lama Ekstraksi terhadap Mutu Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. Sirait, M. Pemeriksaan Kadar Xanthorrizol dalam Curcuma xanthorrhiza. Simposium Nasional Temulawak. UNPAD Bandung. Siswanto, Y. W Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial. Trubus Agriwidya. Ungaran Suwiah, A Pengaruh Perlakuan Bahan dan Jenis Pelarut yang Digunakan Pada Pembuatan Temulawak Instan (Curcuma xanthorriza Roxb.) terhadap Rendemen dan Mutunya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Trease and Evans Pharmacognosy. Edisi X. Bailliere Tindall. London. pp Yuliani, S Faktor - Faktor yang Berperan Dalam Penanganan Pascapanen Simplisia. Media Komunikasi Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri No. 3 Februari. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta Zahro, Laely dan Cahyono, Bambang dan Hastuti, Rini Budi Profil Tampilan Fisik dan Kandungan Kurkuminoid dari Simplisia Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) pada Beberapa Metode Pengeringan. Jurnal Sains dan Matematika 17 (1)
BAB I PENDAHULUAN UKDW. meningkatkan kesehatan. Salah satu jenis tanaman obat yang potensial, banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu alternatif pengobatan, baik untuk pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif),
Lebih terperinciSTANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kegunaan utama rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah sebagai bahan baku obat, karena dapat merangsang
Lebih terperinciSerbuk Temulawak Sebagai Bahan Baku Minuman
ISBN 978-979-3541-50-1 IRWNS 2015 Serbuk Temulawak Sebagai Bahan Baku Minuman Bintang Iwhan Moehady Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Bandung, Bandung 40012 E-mail : bintang@polban.ac.id ABSTRAK
Lebih terperinciPada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan
Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi,
Lebih terperinciPENGARUH PEMUPUKAN PADA KUALITAS SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza) DI KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PENGARUH PEMUPUKAN PADA KUALITAS SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza) DI KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Fibrianty dan Retno Utami Hatmi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Pengeringan adalah proses pengolahan pascapanen hasil pertanian yang paling kritis. Pengeringan sudah dikenal sejak dulu sebagai salah satu metode pengawetan bahan. Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikembangkan sebagai usaha tanaman industri. Rimpangnya memiliki banyak
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu rempah-rempah penting. Oleh karena itu, jahe menjadi komoditas yang mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai usaha
Lebih terperinciC. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga
C. Program PERKREDITAN PERMODALAN FISKAL DAN PERDAGANGAN KEBIJAKAN KETERSEDIAAN TEKNOLOGI PERBAIKAN JALAN DESA KEGIATAN PENDUKUNG PERBAIKAN TATA AIR INFRA STRUKTUR (13.917 ha) Intensifikasi (9900 ha) Non
Lebih terperinciSTANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia banyak sekali ditumbuhi oleh tanaman rimpang karena Indonesia merupakan negara tropis. Rimpang-rimpang tersebut dapat digunakan sebagai pemberi cita
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tumbuhan jenis temu-temuan asli Indonesia yang banyak digunakan sebagai obat tradisional. Temulawak mengandung senyawa
Lebih terperinciMeningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi
Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah
Lebih terperinciTANAMAN BERKHASIAT OBAT. By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt
TANAMAN BERKHASIAT OBAT By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt DEFENISI Tanaman obat adalah jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat (sel) tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan/
Lebih terperinciSTANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga
Lebih terperinciPENGARUH KOMBINASI TEMULAWAK DAN JAHE TERHADAP PENILAIAN ORGANOLEPTIK SIRUP TEMULAWAK DI KECAMATAN BAGELEN KABUPATEN PURWOREJO
PENGARUH KOMBINASI TEMULAWAK DAN JAHE TERHADAP PENILAIAN ORGANOLEPTIK SIRUP TEMULAWAK DI KECAMATAN BAGELEN KABUPATEN PURWOREJO RETNO ENDRASARI, SUTOYO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciTEKNOLOGI PEMBUATAN KRISTAL JAHE Oleh: Masnun (BPP Jambi) BAB I PENDAHULUAN
TEKNOLOGI PEMBUATAN KRISTAL JAHE Oleh: Masnun (BPP Jambi) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jahe adalah tanaman berjuta khasiat yang berada di sekitar kita yang sudah banyak dimanfaatkan oleh manusia
Lebih terperinciPENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi
PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara mega diversity untuk tumbuhan obat di dunia dengan keanekaragaman hayati tertinggi ke-2 setelah BraziRismawati. Dari 40 000 jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kepentingan yang besar terhadap sektor pertanian. Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia yang dilihat dari
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis dan interpreasi hasil dari pengumpulan dan pengolahan data di bab sebelumnya. Analisis yang akan dibahas antara lain analisis
Lebih terperinciPRODUKSI PATI TEMU LAWAK SEBAGAI ALTERNATIF PEMANFAATAN TEMU LAWAK UNTUK BAHAN BAKU PRODUK OLAHAN PANGAN : STUDI KASUS DI DESA PABUARAN, KEC
PRODUKSI PATI TEMU LAWAK SEBAGAI ALTERNATIF PEMANFAATAN TEMU LAWAK UNTUK BAHAN BAKU PRODUK OLAHAN PANGAN : STUDI KASUS DI DESA PABUARAN, KEC. SALEM, KAB. BREBES, JAWA TENGAH Wawan Agustina Lembaga Ilmu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang
2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai banyak kegunaan antara lain sebagai ramuan, rempah - rempah, bahan minyak
Lebih terperinci2015 PROFIL LIPID MENCIT HIPERLIPIDEMIA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat beberapa tahun terakhir ini menyebabkan masyarakat harus bergerak cepat khususnya di daerah
Lebih terperinciAGRIBISNIS TANAMAN OBAT
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS TANAMAN OBAT Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan
Lebih terperinciPENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG
PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan
Lebih terperinciKAJIAN KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN OLEORESIN TEMULAWAK
KAJIAN KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN OLEORESIN TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN WARNA KAIN PENUTUP STUDY ON CURCUMINOID CONCENTRATION,
Lebih terperinciIII. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM
III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM Penanganan dan Pengelolaan Saat Panen Mengingat produk tanaman obat dapat berasal dari hasil budidaya dan dari hasil eksplorasi alam maka penanganan
Lebih terperinciKAJIAN KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK TEMULAWAK
KAJIAN KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) PADA BERBAGAI TEKNIK PENGERINGAN DAN PROPORSI PELARUTAN STUDY ON ANTIOXIDANT ACTIVITY, TOTAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu Negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi, hingga
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat
I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengemasan adalah salah satu hal yang sangat penting dalam industri pangan. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan lingkungan, menjaga kualitas
Lebih terperinciPERANCANGAN PERALATAN PENGONGSENGAN BIJI KOPI SISTIM BLOWER ABSTRAK
PERANCANGAN PERALATAN PENGONGSENGAN BIJI KOPI SISTIM BLOWER Penelitian perancangan teknologi pengongsengan biji kopi sistim vakum telah dilakukan pada Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar
Lebih terperinciPENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN
PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM
Lebih terperinciPengaruh Irisan Rimpang Terhadap Berat Kering dan Performa Simplisia Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum Val.) setelah Pengeringan
Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume 1 Nomor 1 Agustus 2016 e-issn 2541-0083 ejournal2.undip.ac.id/index.php/baf/index p-issn 2527-6751 Pengaruh Irisan Rimpang Terhadap Berat Kering dan Performa Simplisia
Lebih terperinciKARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH Dian Kartikasari 1, Nurkhasanah 2, Suwijiyo Pramono 3 1 Pasca sarjana prodi Farmasi Universitas Ahmad
Lebih terperinciBuletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun
PENGARUH UMUR SIMPAN BIBIT BAWANG MERAH VARIETAS SUPER PHILIP DAN RUBARU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN DI KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN Yuti Giamerti dan Tian Mulyaqin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:
29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa negara-negara di Afrika, Asia dan
Lebih terperinciBegitu banyak khasiat jahe merah. Antara lain sebagai pencahar, antirematik, peluruh keringat, peluruh masuk angin, meningkatkan gairah seks,
BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia memiliki beragam tanaman obat atau rempah-rempah sebagai warisan budaya nasional. Masyarakat semakin terbiasa menggunakan sediaan bahan obat alam, salah satunya dalam bentuk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah
Lebih terperinciSOP PASCAPANEN TANAMAN OBAT (RIMPANG)
SOP PASCAPANEN TANAMAN OBAT (RIMPANG) KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA DIREKTORAT BUDIDAYA DAN PASCAPANEN SAYURAN DAN TANAMAN OBAT 2011 PENGARAH : Direktur Budidaya dan Pascapanen
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang
Lebih terperinciPERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051)
PERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051) Tanggal Praktikum : 02 Oktober 2014 Tanggal Pengumpulan: 9 Oktober
Lebih terperinciEKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL
EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL A. F. Ramdja, R.M. Army Aulia, Pradita Mulya Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya ABSTRAK Temulawak ( Curcuma xanthoriza
Lebih terperinciEKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I
EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis
Lebih terperinciKAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal
KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Jl. Samarinda Paal Lima Kota Baru Jambi 30128
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Produk minuman merupakan salah satu produk instan yang banyak digemari oleh masyarakat. Ada berbagai macam produk minuman yang telah dikembangkan oleh berbagai industri,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di masyarakat adalah kerusakan sel tubuh sebagai akibat aktivitas unsur radikal bebas yang terdapat dalam
Lebih terperinciMATERIA MEDIKA INDONESIA
MATERIA MEDIKA INDONESIA MEMUAT: PERSYARATAN RESMI DAN FOTO BERWARNA SIMPLISIA YANG BANYAK DIPAKAI DALAM PERUSAHAAN OBAT TRADISIONAL. MONOGRAFI 1. SIMPLISIA YANG DIGUNAKAN SEBAGAI OBAT TRADISIONAL, MENCAKUP:
Lebih terperincixanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nafsu makan adalah keinginan psikologis untuk makan dan hal ini berkaitan dengan perasaan senang terhadap makanan (Insel et al, 2010). Mekanisme rasa lapar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sangat luas dan juga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian
Lebih terperinciAnalisa Mekanisme Pembuatan Pisang Sale di Desa Bandar Tinggi
Petunjuk Sitasi: Tugiman, Suprianto, Panjaitan, N., Ariani, F., & Sarjana. (2017). Analisa Mekanisme Pembuatan Pisang sale di Desa Bandar Tinggi. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. C246-251). Malang:
Lebih terperinciTEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti
TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang memiliki arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari penggunaannya
Lebih terperinciJahe untuk bahan baku obat
Standar Nasional Indonesia Jahe untuk bahan baku obat ICS 11.120.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I-1
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi beberapa hal pokok mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi, dan sistematika penulisan yang digunakan.
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat AGRO INOVASI
F. Kebijakan Harga, Perdagangan dan Investasi Bila dibandingkan dengan komoditas tanaman hortikultura atau perkebunan rakyat lainnya, nilai jual komoditas tanaman obat sampai saat ini tergolong sangat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan susu. Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang memiliki sumber protein
Lebih terperinciIII. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN
III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8
Lebih terperinciRINGKASAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KODE JUDUL: X.43 RINGKASAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENANGANAN PASCA PANEN SIMPLISIA UNTUK MENGHASILKAN BAHAN BAKU TERSTANDAR MENDUKUNG
Lebih terperinciPEMBUATAN SEDIAAN KRIM ANTIAKNE EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK
PEMBUATAN SEDIAAN KRIM ANTIAKNE EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) * Boesro Soebagio, Sri Soeryati, Fauziah K. Jurusan Farmasi FMIPA UNPAD ABSTRAK Telah dilakukan pembuatan sediaan krim
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER
KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER Endri Yani* & Suryadi Fajrin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia setiap tahun mendorong terjadinya peningkatan kebutuhan akan komoditas pangan. Namun, hal ini tidak diikuti dengan peningkatan produksi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA (UKBB)
V GAMBARAN UMUM KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA (UKBB) 5.1 Sejarah Perusahaan Pusat Studi Biofarmaka merupakan suatu lembaga yang meneliti dan mengembangkan tanaman biofarmaka. Pusat Studi Biofarmaka
Lebih terperincisemua masalah kesehatan dapat diatasi oleh pelayanan pengobatan modern (BPOM, 2005). Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini lebih dikenal dengan
BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman akan alamnya. Keanekaragaman alam tersebut meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Negara berkembang termasuk Indonesia banyak
Lebih terperinciE.2. Perancangan standard operating procedures (SOP)...
E.2. Perancangan standard operating procedures (SOP)... (Fakhrina Fahma, dkk.) PERANCANGAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PENGOLAHAN PASCA PANEN RIMPANG TANAMAN OBAT DAN IDENTIFIKASI GOOD MANUFACTURING
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian
19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fenomena saat ini menunjukkan bahwa penggunaan produk-produk alami
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena saat ini menunjukkan bahwa penggunaan produk-produk alami semakin meningkat seiring dengan meningkatnya perhatian dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan.
Lebih terperinciSumber Pustaka Hilman. Y. A. Hidayat, dan Suwandi Budidaya Bawang Putih Di Dataran Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta.
PANEN BAWANG PUTIH Tujuan : Setelah berlatih peserta terampil dalam menentukan umur panen untuk benih bawang putih serta ciri-ciri tanaman bawang putih siap untuk dipanen 1. Siapkan tanaman bawang putih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk bertekstur garing dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerupuk merupakan suatu jenis makanan kecil yang sudah lama dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk bertekstur garing dan dikonsumsi sebagai
Lebih terperinciLampiran 1. Identifikasi tumbuhan rimpang lengkuas merah
Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan rimpang lengkuas merah 69 Lampiran 2. Gambar tumbuhan rimpang lengkuas merah a b Keterangan: a. Gambar tumbuhan lengkuas merah b. Gambar rimpang lengkuas merah 70 Lampiran
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Biondustri TIN IPB, Laboratorium Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi tetapi akibat buruk penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak upaya yang telah dilakukan oleh para peternak unggas dalam rangka meningkatkan produktivitas ayam pedaging. Salah satu usaha yang dilakukan adalah penggunaan
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL
6 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL Darah Itik Peking yang Diberi Tepung Temu Hitam dilaksanakan 31 Desember 2015 s.d 1 Februari 2016 di Fakultas
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dikonsumsi. Jenis jamur tiram yang dibudidayakan hingga saat ini adalah jamur
PENDAHULUAN Latar Belakang Jamur tiram adalah salah satu jenis jamur yang dapat dimakan dan dapat dikonsumsi. Jenis jamur tiram yang dibudidayakan hingga saat ini adalah jamur tiram putih, coklat dan merah
Lebih terperinciPROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005
PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN Malang, 13 Desember 2005 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Paru-paru, jantung, pusat syaraf dan otot skelet bekerja berat dalam melakukan
I. PENDAHULUAN Stamina adalah kemampuan daya tahan lama organisme manusia untuk melawan kelelahan dalam batas waktu tertentu, dimana aktivitas dilakukan dengan intensitas tinggi (tempo tinggi, frekuensi
Lebih terperinciPengawetan pangan dengan pengeringan
Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap
Lebih terperinciPengeringan Untuk Pengawetan
TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT 3.1.1 Bahan Baku Bahan baku yang digunakan adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) berumur sembilan bulan yang telah diiris dan dikeringkan. Temulawak tersebut
Lebih terperinciTEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Tanaman obat asli Indonesia. Tumbuhan rumpun berbatang semu yang di dalam rimpangnya memp. kand.
UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU/HARAPAN TANAMAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) DI DAERAH SENTRA PRODUKSI DI KABUPATEN PURWOREJO TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Tanaman obat asli
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.
Lebih terperinciPengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *)
Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif Oleh : Sri Purwanti *) Pendahuluan Pangan produk peternakan terutama daging, telur dan susu merupakan komoditas
Lebih terperinciISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Lebih terperinci1. BAB I PENDAHULUAN. Jahe (Zingiber officinale) dan kunyit (Curcuma longa) merupakan
1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jahe (Zingiber officinale) dan kunyit (Curcuma longa) merupakan rempah-rempah Indonesia yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, umumnya dijadikan sebagai
Lebih terperinciPELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM
PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM TIM SUTERA BALITBANGHUT KEBUTUHAN SUTERA ALAM NASIONAL BENANG SUTERA 900 TON/THN RENDEMEN 1:8 KOKON 7.200 TON/THN KONDISI 2012 PRODUKSI KOKON 163.119 TON PRODUKSI BENANG
Lebih terperinciPENGOLAHAN BUAH LADA
PENGOLAHAN BUAH LADA Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN Lada memiliki nama latin Piper nigrum dan merupakan family Piperaceae. Lada disebut juga sebagai raja dalam kelompok rempah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk hortikultura merupakan salah satu dari hasil kekayaan alam Indonesia, terutama buah-buah serta biji-bijian yang menempati posisi paling penting dalam hal pemenuhan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini
PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini prospek pengembangan produk tanaman obat semakin meningkat, hal ini sejalan dengan perkembangan industri obat
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciTANAMAN PENGHASIL PATI
TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica
Lebih terperinci