Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat AGRO INOVASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat AGRO INOVASI"

Transkripsi

1 F. Kebijakan Harga, Perdagangan dan Investasi Bila dibandingkan dengan komoditas tanaman hortikultura atau perkebunan rakyat lainnya, nilai jual komoditas tanaman obat sampai saat ini tergolong sangat rendah. Petani sebagai pelaku usaha pertanian primer, sangat dirugikan dengan tidak adanya kepastian pasar dan kepastian harga jual komoditas yang dihasilkannya. Hal ini terjadi karena belum adanya kebijakan harga dari pemerintah didalam perdagangan komoditas tanaman obat. Akibatnya, minat investasi dalam usaha pertanian primer tanaman obat menjadi rendah. Rendahnya peran tanaman obat khususnya dan industri obat tradisional umumnya dalam menghasilkan devisa dan PDB di Indonesia antara lain disebabkan oleh: (1) belum adanya dukungan dan kemauan politik yang cukup dari pemerintah untuk menjadikan industri tanaman obat Indonesia sebagai salah satu sumber kesejahteraan rakyat dan prime mover perekonomian nasional; (2) belum adanya program menyeluruh dan terpadu dari hulu hingga hilir untuk pengembangan tanaman obat; (3) kurangnya koordinasi dan sinkronisasi program dari instansi pemerintah, swasta dan litbang, sehingga program yang ada menjadi kurang terarah, kurang efektif dan kurang efisien; dan (4) peraturan perundangundangan yang ada belum cukup kondusif bagi pengembangan tanaman obat. 11

2 III. PROSPEK, POTENSI, DAN ARAH PENGEMBANGAN A. Prospek Pasar dan Pesaing Kecenderungan back to nature masyarakat Indonesia maupun mancanegara saat ini, merupakan suatu peluang yang cukup besar bagi obat bahan alam untuk menggantikan obat modern walaupun belum secara penuh. Sampai saat ini belum ada data pasti mengenai permintaan jamu secara nasional maupun ekspor. Menurut data yang ada, omset industri jamu nasional mencapai Rp. 3,23,5 triliun pada tahun 2004, naik sekitar 1520% dari tahun Data lain menyatakan, walaupun pangsa pasar obat bahan alam belum sebesar obat modern tetapi potensi peningkatannya cukup besar (Tabel 6). Meskipun kontribusi obat tradisional pada saat ini hanya mencapai 10,5%, namun nilainya cukup berarti (Rp. 2 triliun). Diperkirakan untuk tahun 2010 jumlahnya akan meningkat menjadi 16% dengan nilai Rp. 7,2 triliun. Selain permintaan domestik, permintaan mancanegara akan produk jamu terus meningkat walaupun data yang akurat belum tersedia. Tabel 6. Perbandingan permintaan obat modern dan obat bahan alam Tahun Permintaan (Rp ) Obat Modern Pangsa pasar (%) 89,5 84,0 Permintaan (Rp ) Obat bahan Alam Pangsa pasar (%) 10,5 16,0 Sumber: LIPI (2003). B. Potensi Lahan Selain sumberdaya hayati, sumberdaya lahan dan sumberdaya manusia merupakan modal dasar yang penting dalam pengembangan komoditas pertanian. Pada tahun 2002, luas lahan pengembangan temulawak, kunyit, dan kencur di Pulau Jawa, masingmasing mencapai ha, ha dan ha. Sedangkan jahe yang dikembangkan di Pulau Jawa dan Sumatera Utara, luas areal pengembangannya pada tahun 2002 mencapai ha (Gambar 4). 12

3 Temulawak Kunyit Kencur Jahe Purwoceng Gambar 4. Peta areal penanaman temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng di Pulau Jawa dan Sumatera Utara Potensi lahan untuk pengembangan temulawak dan kunyit di Pulau Jawa masih terbuka luas dengan memanfaatkan areal dibawah tegakan, pada ketinggian m dpl., curah hujan mm per tahun, di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sedangkan untuk kencur, potensi lahan pengembangan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, terbatas pada areal terbuka atau sedikit ternaungi (30%) pada ketinggian m dpl., tipe iklim A dan B (Schmidt & Ferguson). Pengembangan 13

4 jahe dalam kurun waktu 5 tahun kedepan masih memungkinkan untuk dilakukan di Pulau Jawa. Pengembangan tersebut dilakukan dengan memilih lahan baru yang bebas penyakit layu bakteri, pada ketinggian m dpl., temperatur ratarata tahunan 2530º C, jumlah bulan basah (> 100 mm per bln) 79 bulan per tahun, curah hujan per tahun mm, intensitas cahaya matahari 70100% atau agak ternaungi sampai terbuka, drainase tanah baik, tekstur tanah lempung sampai lempung liat berpasir, ph tanah 6,8 7,4. Pada lahan dengan ph rendah dapat diberikan kapur pertanian (kaptan) 13 ton/ha atau dolomit 0,52 ton/ha. Kesesuaian agroekosistem untuk masingmasing tanaman obat unggulan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Kesesuaian agroekosistem untuk temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng di Indonesia Komoditas Temulawak Kunyit Kencur Jahe Purwoceng Jenis tanah Latosol, Andosol, Podsolik Latosol, Aluvial, Regosol Latosol, Andosol, Regosol Latosol, Andosol, Regosol Andosol Tipe iklim A,B,C A,B,C A,B,C A,B,C A,B Elevasi (m. dpl.) Jumlah curah hujan/thn (mm) > Jumlah bulan basah/ tahun Akibat berkembangnya penyakit layu bakteri tular tanah ataupun yang terbawa bibit di Pulau Jawa, maka perluasan areal pengembangan jahe diarahkan keluar Pulau Jawa, seperti Kalimantan dan Sulawesi dengan kondisi agroklimat yang sesuai. Selain itu, meluasnya penyebaran penyakit layu bakteri yang masih dicari teknik pengendaliannya, perlu dipacu dengan dukungan penelitian untuk memperoleh bahan tanaman unggul tahan penyakit layu bakteri Suhu udara (ºC) Tingkat naungan (%)

5 C. Arah Pengembangan Tanaman Obat Arah pengembangan tanaman obat ditujukan untuk pemenuhan industri dalam negeri (IOT dan IKOT), farmasi, kosmetika, industri rumah tangga, jamu gendong, dan ekspor. Pengembangan tersebut juga memperhatikan peluang pasar, potensi areal pengembangan, teknologi yang tersedia, kondisi saat ini dan permasalahan yang ada. Peluang pasar masih cukup luas baik untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Kebutuhan dalam negeri setiap tahunnya meningkat sebagaimana tercermin dari pertumbuhan jumlah IOT dan IKOT di Indonesia. Hal tersebut belum termasuk kebutuhan industri rumah tangga dan jamu gendong yang tidak diwajibkan melapor ke Badan POM. Survei menunjukkan bahwa keuntungan bersih yang diperoleh seorang bakul jamu gendong berkisar Rp Rp , per hari. Adalah fakta bahwa sebagian besar IOT memperoleh bahan baku selain berasal dari dalam negeri juga berasal dari impor. Alasannya adalah bahan baku domestik kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya tidak terjamin, terutama simplisia impor untuk formulasi obat ekstrak dan nutraceutical. Oleh karena itu salah satu arah pengembangan tanaman obat adalah untuk meningkatkan kualitas, kuantitas dan kontinuitas bahan baku dan peningkatan nilai tambah seperti terlihat pada pohon industri temutemuan dan purwoceng yang disajikan pada Gambar 5 dan 6 pada halaman berikut. 1. Usaha pertanian primer Areal pengembangan tanaman obat sampai tahun 2010 masih diarahkan ke lokasi dimana industri obat tradisional berkembang, yaitu di Pulau Jawa, dengan target luas areal ha untuk temulawak, kunyit ha, kencur ha, jahe ha dan purwoceng 154 ha. Target produksi sampai tahun 2010 dengan asumsi produktivitas per tahun ratarata 7 8 ton/ha, maka produksi temulawak diperkirakan mencapai ton, kunyit ton, kencur ton, jahe ton dan purwoceng 850 ton. Kecuali ada permintaan khusus, setelah 2010 areal pengembangan temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng dapat diperluas ke luar Pulau Jawa yang ketersediaan lahannya lebih luas. 15

6 Nama Komoditas Temulawak, Kunyit, Kencur, Jahe Usaha Agribisnis Hulu Industri Benih Usaha Pertanian Primer Budidaya/OnFarm Rimpang Usaha Agribisnis Hilir/ Diversifikasi Produk Segar Simplisia Produk 1 /2 jadi Pati* Minyak* Ekstrak* Produk jadi Makanan/ Minuman Kosmetika Farmasi, IKOT, IOT Jenis Produk Jadi Sirup* Makanan* Padat Bedak* Lulur* Tablet** Sirup** Instan* Kapsul** Keterangan : Gambar 5. Pohon industri temulawak, kunyit, kencur dan jahe * : Teknologi tersedia, dapat dilakukan ditingkat IKOT & IOT ** : Potensial & prospektif, fitofarmaka, memerlukan investasi alih teknologi & biaya riset 16

7 Nama Komoditas Purwoceng Industri Benih Budidaya/OnFarm Bagian yang digunakan Herba Simplisia Produk 1 /2 jadi Ekstrak Industri IKOT IOT FARMASI Produk jadi Jamu* Seduh Pil* Sirup* Tablet/** Kapsul Sirup** Gambar 6. Pohon industri purwoceng Keterangan : * : Teknologi tersedia, dapat dilakukan ditingkat IKOT & IOT ** : Potensial & prospektif, fitofarmaka, memerlukan investasi alih teknologi & biaya riset Walaupun teknologi budidaya dan pascapanen temulawak, kencur, kunyit, jahe dan purwoceng, telah tersedia, namun teknologi tersebut belum semuanya diadopsi oleh petani, mengingat proses didalam pengalihan teknologi kepada petani, memerlukan investasi yang cukup tinggi. Karena keterbatasan modal, petani belum mampu mengadopsi teknologi tersebut. Oleh karena itu, arah pengembangan industri tanaman obat temulawak, kunyit, kencur difokuskan pada pemanfaatan varietas/klon unggul, sosialisasi dan pelatihan teknologi serta bantuan investasi permodalan. Sedangkan untuk jahe arah pengembangan industri di sektor hulu, difokuskan kepada investasi dibidang penelitian untuk menghasilkan varietas unggul tahan penyakit. 17

8 Klaim industri obat tradisional atas ketidaksesuaian standar kualitas, kuantitas dan kontinuitas bahan baku, merupakan implikasi dari lemahnya adopsi teknologi dan permodalan di tingkat petani, serta lemahnya kelembagaan petani tanaman obat. Oleh karena itu, pengembangan diarahkan untuk pemecahan masalah tersebut, melalui investasi dalam alih teknologi. Arahan lainnya dengan melakukan pelatihan dan pendidikan terhadap petani tanaman obat dan IKOT yang terlibat dalam proses pascapanen primer di sektor hulu. 2. Usaha agribisnis hulu Produksi ratarata yang dicapai oleh petani untuk komoditas temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng hanya mencapai 60% dari usaha pertanian primer yang mengacu kepada SOP (Standard Operational Procedures) budidaya yang dibakukan. Di lain pihak, untuk mencapai keberlanjutan produksi diperlukan jaminan akan ketersediaan bahan baku. Dengan mengacu kepada SOP budidaya yang dibakukan, telah dihasilkan teknologi hulu berupa bahan tanaman unggul hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. Ratarata produktivitas varietas unggul temulawak 2040 ton per ha, dan kadar minyak atsiri 6,210,6%, kadar kurkumin 2,03,3%; kunyit 720 ton per ha, kadar kurkumin 811%; kencur 1216 ton per ha, dan kadar minyak atsiri 2,66,2%, kadar sari larut dalam air 1623%, kadar sari larut dalam etanol 59,5%; dan potensi produksi jahe putih besar 2040 ton per ha. Teknologi budidaya yang tersedia meliputi jarak tanam, pemupukan dan pola tanam, pascapanen primer (teknik pemanenan, pengirisan, pengeringan dan ekstraksi), serta pascapanen sekunder (teknik pembuatan sirup, kapsul dan minuman kesehatan). Sesuai dengan arah pengembangan tanaman obat dan target yang akan dicapai, pada tahun 2010 kebutuhan bibit dan luas areal yang dibutuhkan untuk pengadaan bibit temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng seperti disajikan pada Tabel 8. 18

9 Tabel 8. Komoditas Temulawak Kunyit Kencur Jahe Purwoceng* *Juta tanaman Kebutuhan bibit dan luas lahan pengusahan temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng pada tahun (240) (290) (580) (1.350) 10,4 (1,50) 3. Usaha agribisnis hilir Bibit yang dibutuhkan (ton)/ Luas lahan (ha) (255) (300) (594) (1.380) 10,8 (1,55) (260) (310) (609) (1.415) 11,2 (1,60) (266) (318) (624) (1.450) 11,6 (1,65) (273) (326) (624) (1.486) 12,0 (1,70) (280) (334) (656) (1.523) 12,3 (1,75) Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Badan POM RI telah mengelompokkan obat bahan alam Indonesia menjadi tiga kelompok, yaitu: a) jamu (khasiat dibuktikan secara empiris), b) obat herbal terstandar (khasiat dibuktikan dengan uji praklinik, c) fitofarmaka (khasiat dibuktikan dengan uji klinik). Sampai dengan tahun 2005, baru terdaftar dua merek produk komersial fitofarmaka yang mengandung kunyit, satu produk mengandung temulawak, dan satu produk mengandung jahe. Sedangkan produk herbal terstandar yang mengandung kunyit tercatat enam merek, temulawak satu merek, kencur dua merek dan jahe dua merek. Selain pengembangan produk turunan berupa produk jadi, pengembangan industri hilir temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng dapat dilakukan dengan diversifikasi produk dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu simplisia atau ekstrak. Berdasar manfaat, kandungan fitokimia dan khasiatnya terhadap penyakit yang dewasa ini menjadi tren masyarakat modern seperti penyakit degeneratif, penurunan imunitas dan vitalitas tubuh, kelima tanaman obat tersebut mempunyai prospek besar untuk dikembangkan sebagai bahan baku obat unggulan nasional. Penyakit degeneratif merupakan penyebab kematian manusia tertinggi (penyakit jantung, hipertensi, kanker). Pengobatan secara modern cukup mahal namun belum menjamin kesembuhan. Selain itu juga banyak pengaruh sampingnya. Oleh karena itu, tanaman obat menjadi alternatif pengobatan yang potensial. 19

10 Temulawak, kunyit, kencur dan jahe adalah kelompok tanaman rimpangrimpangan (Zingiberaceae), yang digunakan dalam hampir semua produk obat tradisional (jamu) serta paling banyak diklaim sebagai penyembuh berbagai penyakit. Untuk meningkatkan nilai tambah dari keempat komoditas tersebut, diperlukan terobosan di dalam pengembangan produk (product diversification and development). Dari produk primer (rimpang segar) menjadi produk sekunder (simplisia, ekstrak, minyak) maupun produk tertier (produk jadi hasil formulasi) berupa suplemen makanan dan minuman dalam bentuk cair (sirup), padat (pil, kapsul) dan formula obat herbal terstandar, fitofarmaka dan kosmetika. Dengan demikian prospek pasar dan peluang pengembangan keempat jenis tanaman tersebut masih terbuka. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) yang saat ini dicanangkan sebagai minuman kesehatan nasional, tergolong komoditas multifungsi. Kandungan minyak atsiri, kurkuminoid, xanthorrizol dan pati dalam rimpang temulawak dimungkinkan penggunaannya secara luas untuk penyembuhan berbagai penyakit (anti kolesterol, antioksidan, penanggulangan penyakit hati, gangguan pencernaan). Sebagai obat anti kolesterol dan penanggulangan penyakit hati (Hepatoprotector), rimpang temulawak bisa dibuat menjadi berbagai jenis produk dalam bentuk kapsul, tablet dan minuman penyegar. Meskipun di pasaran beredar obat kimia dengan bahan aktif sintetis laktulosa, fosfolipid dan chelidonin yang bersifat koleritikum, namun karena harganya yang mahal dan adanya efek samping dari obatobatan tersebut, maka peluang pasar untuk produk industri farmasi/minuman kesehatan dan produk IOT/IKOT berbahan baku temulawak terbuka lebar (Gambar 5). Produk fitofarmaka berupa bahan jadi berbentuk tablet/kaplet untuk menanggulangi gangguan hati diproduksi dengan bahan baku utama ekstrak temulawak dengan bahan tambahan Amprotab, Mgstearat, Nepagin, Aerasil dan Kolidon

11 Kunyit (Curcuma domestica), dengan kandungan utama kurkumin dan minyak atsiri, berfungsi untuk pengobatan berbagai penyakit seperti hepatitis, antioksidan, gangguan pencernaan, anti mikroba (broad spectrum), anti kolesterol, anti HIV, ataupun anti tumor (menginduksi apostosis). Selain itu dapat menghambat perkembangan sel tumor payudara (hormone dependent and independent), menghambat ploriferasi sel tumor pada usus besar (dosedependent), anti invasi, anti rheumatoid arthritis (rematik). Kunyit pun mempunyai prospek yang cerah pada sektor industri hilir (Gambar 5) dalam berbagai bentuk, seperti ekstrak, minyak, pati, makanan/minuman, kosmetika, produk farmasi dan IKOT/IOT. Produk farmasi berbahan baku kunyit, mampu bersaing dengan berbagai obat paten, misalnya obat untuk peradangan sendi (arthritisrheumatoid) atau osteoarthritis berbahan aktif natrium deklofenak, piroksikam, dan fenil butason yang harganya relatif mahal. Bahkan dapat juga bersaing dengan suplemen makanan (Vitaminplus) dalam bentuk kapsul. Produk bahan jadi dari ekstrak kunyit berupa suplemen makanan dalam bentuk kapsul (Vitaminplus) kini pasar dan industrinya sudah berkembang. Suplemen makanan dibuat dari bahan baku ekstrak kunyit dengan bahan tambahan Vitamin B1, B2, B6, B12, Vitamin E, Lesitin, Amprotab, Mgstearat, Nepagin dan Kolidon 90. Kencur (Kaempferia galanga) di dunia kesehatan digunakan untuk pengobatan gangguan pencernaan, saluran pernafasan dan campuran ramuan afrodisiak. Selain itu digunakan pula untuk industri kosmetika berbasis bahan alam, sehingga sangat potensial dikembangkan di sektor hilir dalam bentuk ekstrak, minyak dan suplemen makanan/minuman (Gambar 5). Dewasa ini perusahaan kosmetika, berlombalomba memproduksi jenis produk perawatan wajah dan kulit berbahan baku alami. Bahan sintetis untuk pemutih kulit seperti AHA (Alpha Hydroxy Acid), banyak menimbulkan efek samping (iritasi dan bersifat karsinogenik), membuka peluang penggunaan bahan alami. Turunan minyak atsiri dari rimpang kencur etilpara metoksi sinamat (EPMS) merupakan sumber bahan baku potensial untuk pemutih dan tabir surya pada kosmetika. 21

12 Produk herbal terstandar dari rimpang segar kencur yang berpotensi pasar luas adalah minuman kesehatan beras kencur. Produk jadi minuman ini terbuat dari bahan utama rimpang segar kencur dengan bahan tambahan berupa pati/tepung beras, gula kelapa, asam jawa, asam benzoat. Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu jenis komoditas tanaman obat yang tergolong tinggi permintaannya, baik di dalam maupun di luar negeri. Sebagian besar rimpang jahe digunakan untuk bahan baku makanan (asinan jahe, permen jahe) dan minuman (instan jahe). Fungsi utama jahe dalam pengobatan tradisional adalah untuk mengeluarkan angin, pengobatan rematik, menghangatkan tenggorokan dan campuran ramuan afrodisiak. Hampir tidak ada obat fitofarmaka yang diproduksi di dalam negeri menggunakan bahan baku utamanya jahe, kecuali sebagai bahan tambahan untuk produk obat tertentu. Sebagian besar simplisia jahe digunakan oleh IOT dan IKOT sebagai bahan baku jamu. Jenis produk jadi yang prospektif dikembangkan dengan bahan baku utama jahe adalah herbal terstandar untuk obat batuk dan minuman kesehatan (instan jahe). Selain itu, kandungan gingerol dan shogaol yang tinggi, terutama pada jahe merah, berpotensi dikembangkan sebagai obat fitofarmaka untuk penyembuhan kanker namun perlu didukung dengan penelitian yang kuat. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) sangat prospektif untuk dijadikan sumber bahan baku industri suplemen minuman yang berfungsi untuk meningkatkan vitalitas tubuh (steroid). Selain itu, kandungan vitamin E di dalam herba purwoceng, dapat dimanfaatkan sebagai bahan kosmetika yang berfungsi untuk peremajaan selsel tubuh dan memperbaiki kesuburan wanita. Namun, karena status kelangkaan (endangered species) tanaman ini di habitat endemiknya di Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah, purwoceng tidak dapat didaftarkan sebagai bahan baku obat. Pengembangan industri di sektor hilir (produksi simplisia, ekstrak, suplemen minuman), perlu didukung dengan pengembangan sektor hulu dan tengah (industri benih, teknologi budidaya dan pasca panen primer), sehingga status kelangkaan tanaman ini bisa dihapus. Selain itu 22

13 pembangunan di sektor hilir (industri simplisia, ekstrak, dan obat herbal terstandar) pun perlu ditingkatkan agar tercapai untuk meningkatkan nilai tambah bagi petani dan komoditas tersebut (Gambar 6). Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika menunjukkan, akar dan daun purwoceng mengandung steroid (stigmasterol dan sitosterol), turunan kumarin (psoralen dan scopoletin) serta vitamin E. Ini menunjukkan purwoceng, tanaman obat asli Indonesia yang berpotensi sebagai komplemen untuk afrodisiak dan substitusi ginseng Korea serta Viagra. Sebagaimana yang telah diketahui, ginseng sebagai suplemen minuman untuk meningkatkan vitalitas tubuh (afrodisiak) dan berprospek pasar tinggi, diimpor dari Korea, dengan harga bahan baku cukup tinggi (Rp , per kg). Sedangkan obat paten impor Viagra berbahan aktif Sildenafil Sitrat, dengan harga sangat mahal dan berefek negatif terhadap jantung (hipertensi), kehilangan penglihatan sementara dan mata bengkak. Produk jadi ramuan afrodisiak dalam bentuk minuman kesehatan dari purwoceng, terbuat dari bahan utama simplisia kering purwoceng dengan bahan tambahan simplisia kering jahe, secang dan bahan adirif. Dengan mengembangkan lima komoditas tersebut, harapan Indonesia menjadi eksportir kelas dunia untuk produk obat berbasis bahan alam dapat terpenuhi. Pada akhirnya dapat menekan impor obat dan bahan baku obat konvensional yang mencapai US$ 160 juta per tahun. 23

14 IV. TUJUAN DAN SASARAN A. Tujuan 1. Membangun infrastruktur, kelembagaan, dan dukungan kebijakan; 2. Mengoptimalkan agroindustri hulu berupa intensifikasi dan ekstensifikasi areal penanaman temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng; 3. Meningkatkan nilai tambah dan menyediakan bahan baku terstandar temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng; 4. Meningkatkan pendapatan petani dari nilai tambah produk temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng; 5. Menambah dan menghasilkan devisa. B. Sasaran 1. Terbangunnya infrastruktur yang baik dengan dukungan kebijakan yang kondusif di sentrasentra agribisnis tanaman temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng; 2. Terbangunnya agroindustri berbasis tanaman temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng; 3. Terpenuhinya 60% kebutuhan bahan baku terstandar tanaman temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng untuk industri obat berbahan baku alami di dalam negeri; 4. Tercapainya peningkatan pendapatan petani melalui peningkatan nilai tambah produk olahan temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng sebesar 50%; 5. Terwujudnya penghematan devisa negara untuk impor obatobatan sebesar 50%, dan pemasukan devisa sebesar US$ 20 Miliar pada tahun

15 V. KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM A. Kebijakan Guna membangun agribisnis dan agroindustri berbasis tanaman obat yang kuat, mandiri dan berdaya saing untuk peningkatan kesehatan dan kesejahteraan rakyat Indonesia dibutuhkan kebijakan nasional dan keputusan politik pemerintah pada level paling atas yaitu presiden RI dan jajaran birokrasi dibawahnya. Kebijakan tersebut harus didukung penuh oleh DPR dan seluruh masyarakat. Kebijakan pemerintah tersebut diwujudkan dengan menyusun Program Nasional Pengembangan Obat Bahan Alam, yang ditindaklanjuti oleh masingmasing pihak terkait, seperti: Badan POM, Depkes, Deptan, Dephut, Deperin, Depdag, Depdagri, Depag, Kementrian Ristek/BPPT, LIPI, Pemda, Perguruan Tinggi, dunia usaha, petani maupun berbagai organisasi yang terkait dengan pengembangan dan pemanfaatan tanaman obat lainnya. Target program tersebut adalah menjadikan Indonesia sebagai produsen nomor satu di dunia dalam industri obat berbasis bahan alami (world first class herbal medicine country) pada tahun B. Strategi Guna mencapai target yang telah ditetapkan di dalam Program Nasional Pengembangan Obat Bahan Alam, maka perlu disusun Grand Strategy Pengembangan Tanaman Obat Indonesia yang merupakan bagian dari Program Nasional tersebut. Grand Stretegy tersebut, meliputi: 1) penetapan komoditas tanaman obat unggulan, 2) penetapan wilayah pengembangan tanaman obat unggulan, 3) peningkatan produksi, mutu dan daya saing komoditas tanaman obat unggulan, 4) penetapan produk turunan dari tanaman obat unggulan dan bentuk industri pengolahannya, 5) peningkatan kompetensi sumberdaya manusia, 6) Pengembangan infrastruktur dan kelembagaan, 7) peningkatan pelayanan informasi, promosi dan pemasaran, dan 8) penyusunan kebijakan perpajakan dan insentif investasi yang kondusif di sub sistem hulu sampai hilir dalam agribisnis dan agroindustri berbasis tanaman obat. 25

16 C. Program Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga yang terlibat, prospek pengembangan dan tren investasi ke depan, maka disarankan untuk dipilih lima komoditas tanaman obat potensial yaitu temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng. Program yang dibutuhkan untuk pengembangan tanaman obat unggulan tersebut adalah: 1. Penetapan wilayah pengembangan tanaman obat unggulan berdasarkan potensi, kesesuaian lahan dan agroklimat, sumberdaya manusia dan potensi serapan pasar. 2. Peningkatan produksi, mutu dan daya saing komoditas tanaman obat unggulan melalui: a) peningkatan produktivitas dan mutu dengan penerapan praktek pertanian yang baik sesuai GAP (Good Agricultural Practices) dan didasarkan atas SOP (Standard Operational Procedures) untuk masingmasing komoditas; serta b) panen dan pengolahan produk sesuai dengan GMP (Good Manufacturing Practices). 3. Peningkatan produksi produk turunan dari tanaman obat unggulan serta bentuk industri pengolahannya yang dapat memacu ekonomi rakyat dan pedesaan. 4. Peningkatan kompetensi sumberdaya manusia melalui: a) pelaksanaan pendidikan dan pelatihan untuk menyediakan SDM yang kompeten baik dalam penyediaan bahan baku obat bahan alam dari hulu sampai hilir, maupun yang akan terlibat dalam sistem pelayanan kesehatan berbasis obat bahan alam; dan b) demplot teknologi produksi bahan tanaman. 5. Pengembangan infrastruktur dan kelembagaan melalui: a) pembangunan sarana dan prasarana penunjang transportasi, telekomunikasi ke daerah sentra produksi tanaman obat; dan b) pengembangan kemitraan antara petani dengan industri dan pemerintah. 6. Peningkatan pelayanan informasi, promosi dan pemasaran melalui: a) pengembangan website, publikasi di media masa dan forumforum terkait; serta b) pembentukan jejaring kerja dan sistem informasi pasar. 7. Penyusunan kebijakan perpajakan dan insentif investasi yang kondusif di sub sistem hulu sampai hilir dalam agribisnis dan agroindustri berbasis tanaman obat melalui: a) deregulasi peraturan yang tidak sesuai; dan b) menciptakan lingkungan usaha agribisnis dan agroindustri yang kondusif. 26

17 8. Pembentukan database tanaman obat yang valid, meliputi jenis tanaman, luas areal, produksi, jumlah petani yang terlibat, serapan, jumlah industri yang terlibat, ekspor, impor, yang akan digunakan sebagai acuan dalam perencanaan program nasional pengembangan tanaman obat. 27

18 VI. KEBUTUHAN INVESTASI Efek pengganda dari kontribusi pembangunan pertanian terhadap pembangunan ekonomi secara keseluruhan, salah satu diantaranya adalah yang berkaitan dengan investasi. Efek ganda investasi relatif besar sehingga sektor pertanian layak dijadikan sektor andalan. Salah satu diantara komoditas tanaman yang mendukung investasi sektor pertanian adalah tanaman obat, termasuk rimpang dan herbal. Selain mendukung kontribusi pembangunan pertanian juga menunjang devisa, kesempatan kerja dan penanggulangan kemiskinan. Selain itu dapat mendorong masyarakat hidup sehat dengan semakin tingginya kesadaran untuk mengkonsumsi obat berbahan baku alami. Kecenderungan animo masyarakat terhadap permintaan tanaman obat, termasuk rimpang dan herbal, akan memicu peningkatan produksi dan mutu produk, baik dalam bentuk segar maupun kering atau ekstrak. Oleh karena itu, untuk menjaga keseimbangan dan keberlanjutannya diperlukan upaya penambahan investasi baik dari sisi hulu maupun hilir yang termasuk dalam komponen agribisnis. A. Usaha Pertanian Primer Jumlah IOT/IKOT di Indonesia pada tahun 2003 mencapai Dengan asumsi laju pertumbuhan IOT 6,4% per tahun dan IKOT 1,8% per tahun, maka hingga 2010 diperkirakan kebutuhan bahan baku terus meningkat untuk masingmasing komoditas. Untuk mendukung kebutuhan pasokan bahan baku industri obat (IOT/IKOT/farmasi) hingga 2010, dibutuhkan pengembangan usaha pertanian primer dari tanaman temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng yang mengacu kepada GAP dengan menerapkan SOP budidaya yang dibakukan. Profil usaha pertanian primer untuk temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng disajikan pada Tabel 9. Investasi yang diperlukan untuk pengembangan luas areal untuk pengadaan bahan baku temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng pada tahun , disajikan pada Tabel

19 Tabel 9. Komoditas Jahe Putih Besar Kencur Kunyit Temulawak Purwoceng Input dan output usaha pertanian primer untuk varietas unggul Jahe Putih Besar, Kencur, Kunyit, Temulawak dan Purwoceng per hektar per tahun Uraian Tenaga Kerja Penyediaan Benih (2 ton x Rp ,/kg) Sarana Produksi (Pupuk kandang, Pupuk buatan, Kaptan, Pestisida, Bahan Pembantu) Total Biaya Penerimanaan usahatani (20 ton x Rp ,/kg) Pendapatan usahatani B/C rasio Tenaga Kerja Penyediaan Benih (2 ton x Rp. 7000,/kg) Sarana Produksi (Pupuk kandang, Pupuk buatan, Pestisida, Bahan Pembantu) Total Biaya Penerimaan usahatani (16 ton x Rp ,/kg) Pendapatan usahatani B/C rasio Tenaga Kerja Penyediaan Benih (2 ton x Rp. 3000,/kg) Sarana Produksi (Pupuk kandang, Pupuk buatan, Pestisida, Bahan Pembantu) Total Biaya Penerimaan usahatani (20 ton x Rp ,/kg) Pendapatan usahatani B/C rasio Tenaga Kerja Penyediaan Benih (2 ton x Rp ,/kg) Sarana Produksi (Pupuk kandang, Pupuk buatan, Pestisida, Bahan Pembantu) Total Biaya Penerimaan usahatani (20 ton x Rp ,/kg) Pendapatan usahatani B/C rasio Tenaga Kerja Penyediaan Benih ( tanaman x Rp. 500,/polibag) Sarana Produksi (Pupuk kandang, Pupuk buatan, Kaptan, Pestisida, Bahan Pembantu) Total Biaya Penerimaan usahatani (5,8 ton x Rp ,/kg) Pendapatan usahatani B/C rasio Jml Biaya (Rp.) , , , , ,09 Keterangan: Hasil penjualan benih merupakan 80% dari hasil panen, 20% sebagai penyusutan di gudang. 29

20 Tabel 10. Kebutuhan investasi untuk pengembangan usaha pertanian primer temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng pada tahun Komoditas (ton) Investasi (Rp. / Luas (ha) (ton) Investasi (Rp. / Luas (ha) (ton) Investasi (Rp. / Luas (ha) (ton) Investasi (Rp. / Luas (ha) (ton) Investasi (Rp. / Luas (ha) (ton) Temulawak ,466 (1.113) ,127 (1.190) ,730 (1.198) ,348 (1.215) ,982 (1.245) Kunyit ,870 (1.360) ,516 (1.390) ,179 (1.428) ,859 (1.460) ,555 (1.490) Kencur ,902 (2.900) ,493 (2.970) ,197 (3.045) ,902 (3.120) ,492 (3.190) Jahe ,832 (6.300) ,154 (6.460) ,373 (6.615) ,800 (6.780) ,380 (6.950) Purwoceng ,262 (130) ,733 (135) ,205 (140) ,677 (145) ,018 (150) 850 JUMLAH 198, , , , , Investasi (Rp. / Luas (ha) 26,631 (1.276) 29,269 (1.527) 74,310 (3.270) 147,944 (7.124) 14,369 (154) 292,523 30

21 B. Usaha Agribisnis Hulu Untuk mendukung kebutuhan pasokan bahan baku industri hingga tahun 2010, dibutuhkan pengembangan usaha pertanian dari tanaman temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng yang mengacu kepada GAP dengan menerapkan SOP budidaya yang dibakukan. Salah satu komponen budidaya yang penting di dalam agribisnis hulu adalah penyediaan benih bermutu. Untuk memenuhi kebutuhan benih kelima komoditas tanaman obat unggulan tersebut dibutuhkan investasi berupa benih yang berasal dari varietas unggul dan lahan untuk produksi benih. Profil investasi agribisnis hulu dalam pengadaan benih temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng seperti terlihat pada Tabel 11. C. Usaha Agribisnis Hilir Temulawak, kunyit, kencur dan jahe sebagian besar hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bagi industri jamu, farmasi ataupun industri kosmetika bersama komoditas lainnya. Meningkatnya kebutuhan bahan baku, sebagai akibat peningkatan jumlah industri. Tanaman obat dicirikan oleh produk turunan yang beragam dan nilai tambah yang tinggi. Seperti ditunjukkan pada Gambar 5 dan 6 (pohon industri), bahwa produk tanaman temulawak, kunyit, kencur dan jahe adalah produk setengah jadi (simplisia, pati, minyak, ekstrak), produk jadi (makanan/minuman, kosmetika, sirup, instan, bedak, tablet dan kapsul). Sedangkan untuk purwoceng, produk setengah jadi berupa simplisia dan ekstrak, produk jadi dalam bentuk jamu seduh, minuman kesehatan (IKOT/IOT), pil atau tablet/kapsul (Farmasi). 31

22 Tabel 11. Kebutuhan investasi untuk pengembangan usaha agribisnis hulu (pengadaan benih) temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng pada tahun Komoditas (ton) Investasi (Rp. / Luas (ha) (ton) Investasi (Rp. / Luas (ha) (ton) Investasi (Rp. / Luas (ha) (ton) Investasi (Rp. / Luas (ha) (ton) Investasi (Rp. / Luas (ha) (ton) Temulawak 3.390,0 4,866 (240) 3.570,0 5,170 (255) 3.594,0 5,271 (260) 3.645,0 5,393 (266) 3.735,0 5,535 (273) 3.828,0 Kunyit 4.080,0 5,390 (290) 4.170,0 5,556 (300) 4.284,0 5,762 (310) 4.380,0 5,910 (318) 4.470,0 6,059 (326) 4.580,0 Kencur 5.800,0 13,180 (580) 5.940,0 13,498 (594) 6.090,0 13,839 (609) 6.240,0 14,180 (624) 6.380,0 14,544 (640) 6.540,0 Jahe ,0 28,045 (1.350) ,0 28,658 (1.380) ,0 29,385 (1.425) ,0 29,398 (1.450) ,0 30,859 (1.486) 21,372,0 Purwoceng 10,4 0,141 (1,50) 10,8 0,146 (1,55) 11,2 0,150 (1,60) 11,6 0,155 (1,65) 12,0 0,160 (1,70) 12,3 JUMLAH 51,622 53,028 54,411 55,036 57, Investasi (Rp. / Luas (ha) 5,677 (280) 6,208 (334) 14,907 (656) 31,628 (1.523) 0,15 (1,75) 58,094 32

23 Kebutuhan bahan baku (produk primer) adalah kebutuhan turunan dari produkproduk berbagai tanaman obat tersebut. Atas dasar produkproduk turunan yang ada saat ini dengan asumsi laju pertambahan kebutuhan obat tersebut sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk (2,5%/tahun) dapat dihitung jumlah produksi/serapan produk turunan tanaman tersebut mulai dari usaha simplisia, ekstrak sampai produk jadi dari tahun 2005 sampai 2010 seperti disajikan pada Tabel Untuk meningkatkan nilai tambah dari temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng, pengembangan usaha hilir berpeluang untuk dilakukan. Usaha tersebut mencakup industri pengolahan simplisia, ekstrak dan produk jadi. Nilai investasi agribisnis hilir (pembuatan simplisia) tahun untuk temulawak mencapai Rp. 178,92 Miliar, kunyit Rp. 151,098 Miliar, kencur Rp. 721,975 Miliar, jahe Rp Miliar dan purwoceng Rp. 35,366 Miliar (Tabel 12). Sedangkan nilai investasi untuk produksi ekstrak temulawak mencapai Rp. 345,857 Miliar, kunyit Rp. 448,436 Miliar, kencur Rp ,72 Miliar, jahe Rp ,18 Miliar serta purwoceng Rp. 194,277 Miliar (Tabel 13). Nilai investasi produk turunan temulawak tahun , mencapai Rp. 380,902 Miliar, kunyit Rp. 657,282 Miliar, kencur Rp ,11 Miliar, jahe Rp. 913,868 Miliar dan purwoceng Rp. 108,532 (Tabel 14). D. Investasi Pemerintah Untuk mendukung agribisnis dan agroindustri komoditas tanaman obat unggulan (temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng), diperlukan dukungan investasi yang memadai dari pemerintah diantaranya melalui dukungan kegiatan penelitian dan pengembangan, pendididikan dan latihan. Penelitian dan pengembangan meliputi semua segmen dalam sistem agribisnis yang mencakup usaha hulu, primer, pengolahan (pasca panen) dan pemasaran. Demikian pula untuk pendidikan dan pelatihan untuk instansi terkait dan petani mencakup semua segmen sistem agribisnis. Perkiraan investasi yang dibutuhkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan berbahan baku lima tanaman obat unggulan (temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng) diuraikan seperti pada Tabel

24 Tabel 12. Kebutuhan investasi usaha agribisnis hilir (produksi simplisia) temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng tahun Kebutuhan Investasi per Tahun Komoditas (t) (t) (t) (t) (t) (t) Temulawak 2.505,60 28, ,24 28, ,50 29, ,30 30, ,76 30, ,90 31,711 Kunyit 2.734,60 23, ,96 24, ,04 24, ,87 25, ,50 26, ,00 26,763 Kencur 4.654,58 134, ,90 137, ,17 141, ,42 144, ,73 148, ,17 15,213 Jahe ,67 175, ,66 179, ,38 184, ,00 188, ,67 193, ,59 198,220 Purwoceng 42,49 5,537 43,55 5,675 44,64 5,817 45,76 5,962 46,90 6,111 48,07 6,264 JUMLAH 366, , , , , ,171 Tabel 13. Kebutuhan investasi usaha agribisnis hilir (pembuatan ekstrak) temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng tahun Komoditas (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) Temulawak ,0 54, ,9 55, ,0 56, ,2 58, ,4 59, ,9 61,259 Kunyit ,0 70, ,5 71, ,0 73, ,2 75, ,6 77, ,5 79,428 Kencur ,0 213, ,8 218, ,5 224, ,6 230, ,9 235, ,8 241,749 Jahe , , , , , , , , , , , ,003 Purwoceng ,0 30, ,5 31, ,8 31, ,0 32, ,6 33, ,8 34,411 JUMLAH 1.718, , , , ,008 Kebutuhan Investasi per Tahun ,881 34

25 Tabel 14. Kebutuhan investasi agribisnis hilir (produk turunan) temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng tahun Komoditas produk jadi produk jadi produk jadi produk jadi produk jadi produk jadi Temulawak (hepatoprotektor Rp. 120,/tab) Kunyit (Vit plus Rp. 135,/cap) Kencur (Beras kencur Rp ,/botol) Jahe (Sirup instan Rp. 475,/sachet) Purwoceng (Obat kuat Rp /tea bag) JUMLAH , , , ,062 16, , , , , ,639 17, , , , , ,305 17,85 811, , , , ,062 18, , , , , ,910 18,75 852, Kebutuhan Investasi per Tahun , , , ,890 19, ,069 35

26 Tabel 15. Perkiraan investasi penelitian dan pengembangan, pendidikan serta pelatihan tanaman obat unggulan Komoditas Temulawak Kunyit Kencur Jahe Purwoceng Jumlah Kebutuhan investasi* (Rp. 000,) * Penelitian dan pengembangan bibit, budidaya, pengolahan dan pemasaran. E. Infrastruktur Sentra produksi tanaman obat (temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng) umumnya terdapat di pedesaan. Sebagian besar tanaman obat dibudidayakan sebagai tanaman sela dan tanaman pekarangan, maka infrastrukturnya sudah menyatu dengan infrastruktur desa. Sehingga infrastruktur untuk usaha tanaman obat dan produk turunannya tidak dibuat secara eksplisit. Untuk melihat kontribusi tanaman obat terhadap perekonomian nasional dengan tolok ukur nilai investasi, maka sampai tahun 2010, terbuka peluang investasi sebesar Rp. 21,745 triliun rupiah (Tabel 16). Atas dasar efek ganda yang ditimbulkan oleh investasi akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, disamping dampak penyerapan tenaga kerja di hulu dan di hilir serta sumbangannya kepada perbaikan kesehatan masyarakat. 36

27 Tabel 16. Rekapitulasi kebutuhan investasi temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng Komoditas/Jenis Investasi Investasi/ Tahun (Rp. MilIar) Temulawak Agribisnis Hulu Pertanian Primer Agribisnis Hilir Pemerintah Subtotal Kunyit Agribisnis Hulu Pertanian Primer Agribisnis Hilir Pemerintah Subtotal Kencur Agribisnis Hulu Pertanian Primer Agribisnis Hilir Pemerintah Subtotal Jahe Agribisnis Hulu Pertanian Primer Agribisnis Hilir Pemerintah Subtotal 23,466 48, ,840 0, ,866 5,390 25, ,753 0, ,913 65, , ,159 0, ,761 28, , ,170 1, ,847 24,127 51, ,665 1, ,492 5,556 26, ,662 1, ,734 67, , ,788 1, ,261 28, , ,090 2, ,902 24,730 52, ,408 1, ,948 5,762 27, ,714 1, ,755 69, , ,987 1, ,674 29, , ,205 2, ,163 25,348 53, ,470 1, ,958 5,910 27, ,881 1, ,860 70, , ,612 1, ,524 29, , ,358 2, ,976 25,982 53, ,281 1, ,944 6,059 28, ,178 1, ,123 72, , ,753 1, ,016 30, , ,639 2, ,540 26,631 56, ,397 1, ,262 6,208 29, ,618 1, ,559 74, , ,506 1, ,350 31, , ,113 2, ,613 Total 150, , ,061 7, ,470 34, , ,806 7, , , ,805 7, , , , ,580 14, ,040 37

28 Tabel 16. Lanjutan Komoditas/Jenis Investasi Purwoceng Agribisnis Hulu Pertanian Primer Agribisnis Hilir Pemerintah Subtotal TOTAL ,141 12,262 52,943 0,900 66, , ,146 12,733 54,835 1,000 68, ,103 Investasi/ Tahun (Rp. MilIar) ,150 13,205 55,620 1,100 70,075 0,155 13,677 57,015 1,210 72, , , ,160 14,018 58,432 1,331 73, , ,165 14,369 59,850 1,464 75, ,632 Total 0,917 80, ,695 7, , ,92 38

29 VII. DUKUNGAN KEBIJAKAN 1. Keputusan politik pemerintah untuk menetapkan penggunaan obat bahan alami yang bahan bakunya antara lain tanaman obat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan formal. 2. Amandemen dan revisi Undangundang dan Peraturan Pemerintah yang belum sejalan dengan keputusan politik sebagaimana tersebut pada butir Penyusunan program nasional pengembangan obat bahan alam berbasis tanaman obat asli Indonesia (temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng) secara terpadu, yang melibatkan semua pihak terkait dari hulu sampai hilir. 4. Mendirikan Badan atau Institusi khusus yang memiliki otoritas memadai yang akan merencanakan, mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan program nasional sebagaimana tersebut pada butir Membangun dan melengkapi sarana dan prasarana pendukung: a). Universitas yang akan mendidik tenaga medis untuk pelayanan kesehatan dengan obat bahan alami, b) Rumah Sakit dan Apotek yang melayani masyarakat dengan obat bahan alami, c) Jalan, transportasi dan telekomunikasi ke daerahdaerah sentra produksi tanaman obat, d) Bantuan modal untuk petani dan pengusaha yang akan berusaha dalam agribisnis dan agroindustri berbasis tanaman obat (temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng) baik di hulu maupun di hilir. 6. Fasilitasi munculnya iklim usaha dan kemitraan yang sinergis dengan prinsip winwin diantara para pelaku agribisnis dan agroindustri berbasis obat bahan alam di Indonesia. 39

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga C. Program PERKREDITAN PERMODALAN FISKAL DAN PERDAGANGAN KEBIJAKAN KETERSEDIAAN TEKNOLOGI PERBAIKAN JALAN DESA KEGIATAN PENDUKUNG PERBAIKAN TATA AIR INFRA STRUKTUR (13.917 ha) Intensifikasi (9900 ha) Non

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat I. PENDAHULUAN

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Pada tahun 1999, pemerintah telah mencanangkan Visi Indonesia Sehat 2010 sebagai inspirator dalam pembangunan nasional di bidang kesehatan yang misi dan sasarannya antara lain 1) mendorong

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN OBAT

AGRIBISNIS TANAMAN OBAT Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS TANAMAN OBAT Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TANAMAN OBAT

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TANAMAN OBAT PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TANAMAN OBAT Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI BHINEKA TUNGGAL IKA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kepentingan yang besar terhadap sektor pertanian. Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia yang dilihat dari

Lebih terperinci

BAHAN OBAT ALAM SUMBER PENDAPATAN PEMBANGUNAN. Nurkhasanah

BAHAN OBAT ALAM SUMBER PENDAPATAN PEMBANGUNAN. Nurkhasanah Prosiding Persidangan Antarabangsa Pembangunan Aceh 26-27 Disember 2006, UKM Bangi BAHAN OBAT ALAM SUMBER PENDAPATAN PEMBANGUNAN Nurkhasanah Staf Pengajar Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai banyak kegunaan antara lain sebagai ramuan, rempah - rempah, bahan minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA MUFID NURDIANSYAH (10.12.5170) LINGKUNGAN BISNIS ABSTRACT Prospek bisnis perkebunan kelapa sawit sangat terbuka lebar. Sebab, kelapa sawit adalah komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu Negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi, hingga

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI KENCUR (Kaempferia galanga L.) (Studi Kasus di Desa Madura Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap) Abstrak

ANALISIS USAHATANI KENCUR (Kaempferia galanga L.) (Studi Kasus di Desa Madura Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap) Abstrak ANALISIS USAHATANI KENCUR (Kaempferia galanga L.) (Studi Kasus di Desa Madura Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap) Oleh: Suparman 1, Yus Rusman 2, Cecep Pardani 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah dari penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang dilakukan. Berikutnya diuraikan mengenai batasan

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kegunaan utama rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah sebagai bahan baku obat, karena dapat merangsang

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kembali ke alam (back to nature), kini menjadi semboyan masyarakat modern. Segala sesuatu yang selaras, seimbang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kembali ke alam (back to nature), kini menjadi semboyan masyarakat modern. Segala sesuatu yang selaras, seimbang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kembali ke alam (back to nature), kini menjadi semboyan masyarakat modern. Segala sesuatu yang selaras, seimbang dan menyejukkan yang diberikan alam dirindukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meningkatkan kesehatan. Salah satu jenis tanaman obat yang potensial, banyak

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meningkatkan kesehatan. Salah satu jenis tanaman obat yang potensial, banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu alternatif pengobatan, baik untuk pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif),

Lebih terperinci

2015 PROFIL LIPID MENCIT HIPERLIPIDEMIA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK

2015 PROFIL LIPID MENCIT HIPERLIPIDEMIA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat beberapa tahun terakhir ini menyebabkan masyarakat harus bergerak cepat khususnya di daerah

Lebih terperinci

RIMPANG KUNYIT, ALTERNATIF INSEKTISDA ALAMI. Oleh : Ni Made Ayu Natih Widhiarini SMK Negeri 3 Denpasar

RIMPANG KUNYIT, ALTERNATIF INSEKTISDA ALAMI. Oleh : Ni Made Ayu Natih Widhiarini SMK Negeri 3 Denpasar RIMPANG KUNYIT, ALTERNATIF INSEKTISDA ALAMI Oleh : Ni Made Ayu Natih Widhiarini SMK Negeri 3 Denpasar Kacang tanah (Arachis hypogeal L) merupakan salah satu jenis tanaman yang dibudidayakan oleh para petani.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Hal tersebut tentunya membuka peluang bagi Indonesia untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan atau kontribusi yang sangat besar dalam pembangunan ekonomi suatu negara terutama negara yang bercorak agraris seperti Indonesia.

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan sub-sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini prospek pengembangan produk tanaman obat semakin meningkat, hal ini sejalan dengan perkembangan industri obat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP MUTU SIMPLISIA TEMULAWAK DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG

PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP MUTU SIMPLISIA TEMULAWAK DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP MUTU SIMPLISIA TEMULAWAK DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG Retno Endrasari, Qanytah dan Bambang Prayudi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah ABSTRAK Komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

PERENCANAAN AGRIBISNIS, PANEN DAN PENANGANAN PASCA PANEN TANAMAN OBAT 1)

PERENCANAAN AGRIBISNIS, PANEN DAN PENANGANAN PASCA PANEN TANAMAN OBAT 1) PERENCANAAN AGRIBISNIS, PANEN DAN PENANGANAN PASCA PANEN TANAMAN OBAT 1) Sandra Arifin Aziz 2) Tanaman obat adalah tanaman hasil budidaya yang dikonsumsi langsung yang disebut sebagai herbal atau sebagai

Lebih terperinci

Kementerian Pertanian

Kementerian Pertanian KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TEMBAKAU NASIONAL 1 I. PENDAHULUAN 1. Tembakau merupakan salah satu tanaman yang dibudidayakan di Indonesia yang berkembang sudah sejak ratusan tahun yang silam. Kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR Oleh : Surya Yuliawati A14103058 Dosen : Dr. Ir. Heny K.S. Daryanto, M.Ec PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas tanaman hortikultura khususnya buah-buahan mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan mengingat bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan kondisi alam yang subur untuk pertanian. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga RINGKASAN EJEN MUHAMADJEN. Analisis Kelayakan Usaha Rumah Jamu di Taman Sringanis, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh Ir. Netty Tinaprilla,MM Taman Sringanis merupakan wujud kepedulian terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

RINGKASAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

RINGKASAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KODE JUDUL: X.43 RINGKASAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENANGANAN PASCA PANEN SIMPLISIA UNTUK MENGHASILKAN BAHAN BAKU TERSTANDAR MENDUKUNG

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)di Kecamatan Cilimus Kabupaten. Maka sebagai bab akhir pada tulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara mega diversity untuk tumbuhan obat di dunia dengan keanekaragaman hayati tertinggi ke-2 setelah BraziRismawati. Dari 40 000 jenis

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana BAB I. PENDAHULUAN 1.2. Latar Belakang Pembangunan pedesaan merupakan pembangunan yang berbasis desa dengan mengedepankan seluruh aspek yang terdapat di desa termasuk juga pola kegiatan pertanian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk hortikultura merupakan salah satu dari hasil kekayaan alam Indonesia, terutama buah-buah serta biji-bijian yang menempati posisi paling penting dalam hal pemenuhan

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Bab 5 H O R T I K U L T U R A Bab 5 H O R T I K U L T U R A Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agribisnis. Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

terhadap masalah kesehatan melalui pengobatan tradisional sangat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya yaitu menggunakan ramuan-ramuan

terhadap masalah kesehatan melalui pengobatan tradisional sangat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya yaitu menggunakan ramuan-ramuan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia memiliki keanekaragaman sumber alam hayati yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan. Pemanfaatan dan pengelolaan

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan. keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang

PENDAHULUAN. Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan. keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang PENDAHULUAN Latar Belakang Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan cukup besar dalam mengadakan penilaian terhadap kegiatan usaha/proyek yang akan dilaksanakan. Demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang bisa diandalkan sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Bila pada tahun 1969 pangsa sektor pertanian primer

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Bila pada tahun 1969 pangsa sektor pertanian primer I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahap I Indonesia telah mengubah struktur perekonomian nasional. Bila pada tahun 1969 pangsa sektor pertanian primer dalam PDB masih sekitar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN Agar pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak domestik dapat ditingkatkan maka masalah-masalah di atas perlu ditanggulangi dengan baik. Revolusi putih harus dilaksanakan sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mobilitas masyarakat yang semakin tinggi memerlukan kondisi kesehatan yang optimal. Kondisi kesehatan tubuh tentunya tidak bisa lepas dari konsumsi makanan yang sehat.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari. (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir merupakan tanaman

PENDAHULUAN. Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari. (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir merupakan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari ekstrak remasan daun dan ranting tumbuhan bernama gambir (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

KELAPA. (Cocos nucifera L.)

KELAPA. (Cocos nucifera L.) KELAPA (Cocos nucifera L.) Produksi tanaman kelapa selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, juga diekspor sebagai sumber devisa negara. Tenaga kerja yang diserap pada agribisnis kelapa tidak sedikit,

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem 76 PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem Analisis Sistem Sistem Rantai Pasok Agroindustri Minyak Nilam secara garis besar terdiri dari 3 (tiga) level pelaku utama, yaitu: (1) usahatani nilam, (2) industri

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sangat luas dan juga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian terus diarahkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jahe (Zingiber officinale Rosc) sebagai salah satu tanaman temu-temuan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jahe (Zingiber officinale Rosc) sebagai salah satu tanaman temu-temuan PENDAHULUAN Latar Belakang Jahe (Zingiber officinale Rosc) sebagai salah satu tanaman temu-temuan banyak digunakan sebagai bumbu, bahan obat tradisional, manisan, atau minuman penyegar, dan sebagai bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan masalah kemiskinan dan tantangan dampak krisis ekonomi yang ditandai dengan tingginya tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Undang-undang No. 25/1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Di Sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Pengeringan adalah proses pengolahan pascapanen hasil pertanian yang paling kritis. Pengeringan sudah dikenal sejak dulu sebagai salah satu metode pengawetan bahan. Tujuan

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya peningkatan nilai tambah kekayaan sumber daya alam hayati, yang dulu lebih berorientasi kepada

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci