I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran adalah kegiatan inti institusi pendidikan dan sangat berpengaruh pada mutu pendidikan secara keseluruhan. Berbagai metode telah dikembangkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran dengan mengoptimalkan fungsi sumber daya pendukungnya. Salah satu isu yang cukup penting di perguruan tinggi adalah kehadiran e-learning untuk meningkatkan mutu pembelajaran dengan mengandalkan kemampuannya yang dapat digunakan dari manapun, di manapun, dan kapanpun. Sama seperti teknologi yang lain, e- learning seharusnya mampu menjadi inti penggerak proses belajar dan pembelajaran agar efektif dan efisien, bukan sekedar menciptakan kegiatan pembelajaran. Namun ternyata e-learning memiliki pengaruh yang rendah pada hasil, khususnya pada hasil pembelajaran kelompok (Hattie, 2007). Sebaliknya metode tatap muka pun belum cukup untuk menciptakan sebuah proses pembelajaran kelompok yang efektif dan efisien karena hanya terbatas di kelas. Kombinasi antara model tatap muka dengan e-learning dianggap sebagai cara yang terbaik (Moodie and Kunz, 2005), model ini lebih dikenal sebagai model campuran atau blended learning. Pada umumnya, model campuran mengandung dua unsur: pembelajaran sebagai proses tranformasi pengetahuan di kelas dan e-learning sebagai alat belajar/pembelajaran di luar kelas. Tetapi model campuran pun masih belum optimal karena belum menciptakan kegiatan belajar dan pembelajaran yang fokus pada usaha mencapai ketuntasan. Jika proses pembelajaran yang menjadi tolok ukur, maka bagaimana membawa mahasiswa mencapai kondisi tuntas sesuai tujuan pembelajaran sebenarnya memiliki kemiripan dengan proses bagaimana sistem kendali umpan balik mampu membawa mesin bekerja pada kondisi yang diinginkan. Timbul pertanyaan yang cukup menarik untuk dijawab, bagaimana cara menggunakan sistem kendali umpan balik yang biasanya digunakan pada mesin untuk diterapkan pada proses pembelajaran campuran sehingga mampu 1

2 2 membentuk pembelajaran yang ideal?. Pembelajaran dikatakan ideal apabila mampu membentuk suatu proses belajar yang dapat membawa seluruh mahasiswa mencapai ketuntasan (tujuan pembelajaran). Pembelajaran ideal dapat dicapai jika dijalankan antara satu dosen satu mahasiswa (pembelajaran privat), waktunya mencukupi, ditunjang peralatan yang mencukupi, serta menggunakan cara-cara yang tepat (Bloom, 1968). Dalam kondisi seperti ini, kemungkinan besar mahasiswa dapat mencapai ketuntasan karena dosen sangat mengerti apa yang harus dilakukan jika mahasiswanya mengalami kesulitan. Selain pembelajaran, dosen juga mampu menciptakan sebuah proses belajar. Tetapi saat ini di perguruan tinggi, pada umumnya, seorang dosen menangani mahasiswa yang banyak. Dosen memiliki keleluasaan untuk mengajar dengan sebaik-baiknya, tetapi waktu untuk mengawasi dan membantu menyelesaikan kesulitan belajar setiap mahasiswa terbatas. Terlebih lagi, kecepatan belajar, gaya belajar, dan jenis kesulitan belajar setiap mahasiswa juga sangat beragam. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan kemungkinan mahasiswa mencapai ketuntasan kecil karena semakin jauh dengan karakteristik pembelajaran privat. Ada persoalan mendasar dalam pencapaian kentuntasan pada pembelajaran kelompok yaitu adanya keterbatasan memberi perhatian dan memberi perlakuan yang tepat untuk setiap mahasiswa. Ada keterkaitan erat antara pencapaian ketuntasan dengan proses belajar dan metode pembelajaran yang digunakan. Model-model pembelajaran kelompok terus dikembangkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Filosofi pembelajaran kelompok yang fokus pada ketuntasan adalah Mastery Learning (ML), yaitu sebuah filosofi pembelajaran yang menggunakan keyakinan bahwa semua mahasiswa dapat mencapai ketuntasan jika mereka diberi waktu belajar yang cukup dan cara pembelajaran yang tepat (Ozden, 2008). Pada tahun 1984, Bloom melakukan meta-analysis untuk membandingkan antara model privat (1 guru 1 siswa), model ML (1 guru 30 siswa), dan model tatap muka (1 guru 30 siswa). Dari penelitian tersebut diperoleh hasil (Gambar 1): sebanyak 98% siswa pada model konvensional memperoleh nilai di bawah rata-rata nilai model privat. Sebanyak

3 3 84% siswa pada model tatap muka memiliki skor dibawah rata-rata skor siswa pada model ML. Perbedaan simpangan baku rata-rata antara model privat dibandingkan dengan model tatap muka kelompok sebesar 2,0, selanjutnya kondisi ini lebih dikenal dengan Bloom s 2- sigma problem (Gambar 1.1). Frekuensi Privat Mastery Learning Tatap muka 84% 98% Skor * Perbandingan dosen - mahasiswa 2σ Gambar 1.1 Masalah 2 σ Bloom (Bloom, 1984) Analisis lebih lanjut dalam mengukur tingkat keberhasilan model pembelajaran dapat dilakukan dengan mencari selisih rata-rata post-test antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol kemudian dibagi dengan rata-rata standar deviasinya, cara ini dikenal dengan istilah effect size. Nilai effect size terletak antara 0 hingga 3 (Coe, 2002), dengan interprestasi: < 0,27 perpengaruh rendah 0,27 0,59 berpengaruh sedang, 0,6-1,44 berpengaruh tinggi, dan > 1,44 berpengaruh tinggi sekali (Hattie, 2012). Bloom menyimpulkan nilai effect size pada pembelajaran privat rata-rata adalah 2,0, sedangkan ML pada pembelajaran kelompok, dengan 1 guru 30 siswa, rata-rata memiliki effect size 1,0.

4 4 Penelitian-penelitan bidang ML berikutnya dilakukan dengan tujuan untuk menjawab tantangan Bloom, yaitu menemukan model pembelajaran kelompok yang mendekati kemampuan pembelajaran privat. Prinsip dasar pengembangan model-model baru adalah memberi perlakukan pada beberapa variabel belajar atau pembelajaran yang dianggap paling berpengaruh pada ketuntasan (Guskey, 2010). Lebih lanjut dijelaskan, aktivitas terpenting dalam ML pada pembelajaran kelompok adalah melakukan assessment kemudian dilanjutkan dengan evaluasi untuk perbaikan proses pembelajaran. Aktivitas tersebut dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan. Tujuan inovasi model-model pembelajaran yang baru adalah untuk mengatasi masalah 2-sigma atau memperoleh hasil yang mendekati pembelajaran privat. Intinya adalah menemukan model pembelajaran kelompok yang dapat meningkatkan sebanyak-banyaknya mahasiswa yang mencapai ketuntasan mendekati model privat. Bloom (1984) menyarankan agar modelmodel baru dibangun dengan mengkombinasi beberapa metoda untuk mempertinggi effect size tetapi dengan syarat tidak memberi beban tambahan yang berlebihan pada dosen dan mahasiswa karena dikawatirkan dapat memicu persoalan baru di luar konteks pendidikan. Konsep ML mengandung dua unsur penting yaitu tujuan belajar dan cara mencapainya. Block (1971) kemudian diperkuat oleh Clark dkk. (1983), mereka menyarankan, dalam menggunakan prinsip ML perlu untuk: (a) merencanakan dan melaksanakan instruksional secara baik, (b) memberikan waktu yang cukup bagi setiap mahasiswa, dan (c) memonitor secara berkesinambungan, dan (d) memberi perlakuan segera jika ditemukan masalah. Konsep ML yang cukup penting dikemukakan oleh Guskey dan Piggot pada tahun 1988; bagian penting dari ML adalah balikan, perbaikan, dan proses pengayaan. Kemudian, Guskey pada tahun 2010 merangkum prinsip-prinsip yang digunakan ML untuk mencapai tujuan pembelajaran, yaitu: Assesment dilakukan sebelum pembelajaran dimulai. Mengulang pembelajaran bila diperlukan.

5 5 Diadakan pemantauan berkelanjutan melalui tes formatif untuk perbaikan pembelajaran. Melakukan assesment melalui tes formatif. Memberi pengayaan bagi mahasiswa yang mencapai ketuntasan lebih awal. Prinsip-prinsip ML telah memberikan cara bagaimana pembelajaran harus dilaksanakan agar sebanyak mungkin mahasiswa yang mencapai ketuntasan, tetapi belum ditemukan prinsip bagaimana ML diterapkan pada pembelajaran di perguruan tinggi yang memiliki rasio dosen:mahasiswa rendah dan waktu belajar dibatasi (sistem Satuan Kredit Semester atau SKS). Salah satu permasalahan pada ML adalah waktu belajar yang dibutuhkan lebih panjang serta model pembelajaran menjadi lebih beragam bila dibandingkan dengan metode tatap muka. Pada saat konsep dasar ML disusun, tantangan dosen tidak seperti saat ini, dosen mengelola mahasiswa yang banyak dengan beragam karakteristik dan latar belakang. Saat ini mahasiswa memiliki gaya belajar yang jauh berbeda, karena multimedia sangat kuat mempengaruhi kebiasaan dan perilaku belajar mahasiswa. Penerapan ML membutuhkan perubahan budaya dan gaya belajar; hal ini tidak mudah bagi perguruan tinggi yang menggunakan sistem SKS, masih mempertahankan model tatap muka, dan memiliki rasio dosen:mahasiswa yang kecil; penerapan ML pada kondisi seperti ini rata-rata effect size hanya 0,5 (Hattie, 2003). Untuk menaikkan kembali effect size pada ML, perlu dirancang sebuah model pembelajaran yang dapat diterapkan pada pembelajaran kelompok tetapi memiliki karakteristik pembelajaran privat. Model pembelajaran yang dimaksud dirancang menggunakan prinsip-prinsip Mastery Learning (ML) yang menggunakan teknologi agar mampu menjangkau mahasiswa yang banyak dan penanganannya dapat bersifat individual. Salah satunya dengan menggunakan e- learning seperti yang dilakukan oleh Kazu (2005), Ozden (2008), dan Liu dan Yang (2011).

6 6 Menurut prinsip-prinsip ML, untuk mencapai ketuntasan perlu adanya upaya membuat mahasiswa secara terus-menerus aktif belajar dan terbantu hingga mencapai ketuntasan. Selain itu, perlu ada upaya untuk mendorong dosen agar lebih berperan untuk mengawasi, mendeteksi masalah, dan memberi perlakuan yang efektif dan efisien pada ranah individual atau kelompok. Dalam bidang keteknikan, dikenal sistem pengendalian umpan balik untuk mengendalikan sebuah proses atau mesin. Proses pengendalian dimulai dengan mengukur variabel keluaran proses kemudian dibandingkan dengan nilai variabel yang diinginkan (set point), jika hasil perbandingan dianggap belum sesuai (terdapat error) maka alat pengendali akan melakukan tindakan koreksi dengan mengubah variabel proses agar error berkurang. Proses ini dilakukan terus-menerus sedemikian rupa sehingga error menjadi cukup kecil dan dapat dikatakan mencapai kestabilan. Mekanisme pengendalian ini bekerja secara otomatis. Dapat diamati, antara prinsip ML dan pengendalian umpan balik terlihat ada kemiripan dalam hal samasama mengukur dan memperbaiki proses untuk mencapai hasil yang diinginkan dengan cara sebaik dan secepat mungkin. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, penerapan ML pada pembelajaran dengan mahasiswa banyak harus mendekati sifat pembelajaran privat, sifat pembelajaran seperti ini bisa didekati jika dibantu teknologi dan ada prinsip pengendalian prosesnya. Oleh sebab itu, model e-learning yang baru perlu dirancang agar prinsip ML dapat dilaksanakan sekaligus diperbaiki dengan mengadaptasi prinsip sistem pengendalian umpan balik pada bidang keteknikan. Adaptasi ini diperlukan untuk membentuk proses pengendalian belajar sehingga terjadi siklus perbaikan terus-menerus yang meliputi: pengukuran hasil proses belajar, menemukan masalah belajar, melakukan evaluasi, dan memberi perlakuan yang tepat. Siklus belajar ini harus dirancang agar dapat bekerja secara otomatis mirip pada pengendalian mesin. Prinsip pengendalian belajar ini terwujud jika dapat memanfaatkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki e-leaning dan mengoptimalkan peran dosen.

7 7 B. Identifikasi Masalah Pada kurikulum yang mengacu pada sistem SKS, antara mahasiswa yang memiliki kemampuan lebih diberi alokasi waktu belajar yang sama dengan mahasiswa yang berkemampuan kurang, hal ini tidak sesuai dengan prinsipprinsip ML; model pembelajaran harus mengakomodasi kebutuhan waktu belajar bagi setiap mahasiswa. Model tatap muka juga masih mendominasi sehingga perlakuan pada setiap mahasiswa seragam, padahal kecepatan belajar tidak sama; pembelajaran pada ML harus bersifat individual. Interaksi mahasiswa dan dosen terbatas hanya di kelas sehingga kegiatan yang dilakukan oleh dosen moyoritas hanya mengajar, mengadakan tes, dan memberi nilai. Merujuk pada prinsipprinsip ML, dalam kondisi tersebut peran dosen dapat dikatakan belum optimal. Selain itu, ML menuntut perhatian pada setiap mahasiswa, padahal kecenderungan saat ini rasio dosen terhadap mahasiswa rendah; peran dosen menjadi semakin tidak optimal karena intensitas interaksi individual antara dosen dan mahasiswa juga rendah. Dalam kondisi seperti ini implementasi ML tidak sempurna sehingga effect size hanya 0,5 (Hattie, 2012). Hasil ini lebih kecil bila dibandingkan dengan effect size yang pernah dicapai 1,0 (Bloom, 1984). Upaya meningkatkan effect size ini dapat dilakukan dengan menerapkan model belajar dan alat yang tepat untuk memastikan bahwa proses personalisasi dalam belajar yang mengakomodasi kemampuan, gaya belajar, kebutuhan waktu belajar, perlakuan dosen terhadap mahasiswa, yang semua itu berbeda bagi masing-masing mahasiswa (sangat bersifat individual), setidaknya tetap bisa mengantarkan setiap mahasiswa mencapai ketuntasan belajar atau mendekati hasil model pembelajaran privat. Salah satu alat pembelajaran yang memiliki potensi untuk mengatasi masalah ini adalah e-learning, karena dikembangkan untuk menyediakan fasilitas pembelajaran individual sekaligus untuk mengatasi semakin rendahnya rasio dosen-mahasiswa (Mitrovic, 2002). Alat e-learning yang berbasis internet yang memegang peranan penting dalam pendidikan adalah Learning Management System (LMS), seperti

8 8 diungkapkan oleh Pulichino (2005). Tetapi, penelitian dengan tema LMS kebanyakan melihat hanya dari sisi teknologinya, antara lain: personalisasi pengguna, kapasitas akses, standarisasi, interaksi, rancangan tampilan, sistem pelaporan, pencatatan kegiatan, assessment tools, persyaratan bisnis, dan persyaratan teknologi. Menurut Sampson (2009), penelitan bidang LMS diarahkan pada analisis kebutuhan bisnis (46%), integrasi konten (37%), serta cara integrasi dengan sistem lain (36%). Secara ringkas dapat dinyatakan pengembangan LMS secara khusus belum menyentuh pada ranah paling mendasar yaitu proses belajar dan pembelajaran untuk mencapai ketuntasan. Bahkan sudah diketahui, penggunaan media e-learning untuk pembelajaran melalui cara-cara semacam grup diskusi memiliki effect size hanya 0,42 (Lee, 2013). Dari penjelasan di atas, ada dua persoalan mendasar yang harus dipecahkan dalam penelitian ini karena model yang akan dikembangkan menggunakan konsep ML yang didukung oleh e-learning untuk model belajar kelompok dengan rasio dosen-mahasiswa kecil dan menggunakan sistem Satuan Kredit Semester (SKS). Dua persoalan mendasar tersebut adalah ML belum mampu memberi effect size yang memenuhi harapan dan e-learning pun belum mampu memberi effect size yang tinggi. Kedua model ini terbukti belum dapat meningkatkan jumlah mahasiswa yang mencapai ketuntasan dibanding model tatap muka. Kombinasi ML dan e-learning yang didukung dengan prinsip pengendalian proses belajar yang mengadaptasi pengendalian umpan balik inilah yang menarik untuk diteliti; masing-masing memiliki kelebihan dan berpotensi untuk disinergikan sehingga mampu menaikkan effect size setinggi mungkin hingga menyamai pembelajaran privat, atau minimalnya 1,0 (melebihi model ML 1 guru 30 siswa). C. Perumusan dan Batasan Masalah Dapat dirangkum, masalah utama yang mendasari penelitian ini adalah: 1. Dalam pembelajaran yang menggunakan sistem SKS, prinsip keleluasaan waktu belajar pada ML tidak dapat dijalankan dengan baik karena waktunya dibatasi satu semester.

9 9 2. Dalam pembelajaran yang didominasi model tatap muka semua mahasiswa diperlakukan sama, sehingga prinsip pembelajaran individual pada ML tidak dapat dilaksanakan secara sempurna. 3. Dosen mengalami kesulitan memberi perhatian dan perlakuan individual jika menangani mahasiswa yang banyak. 4. Penerapan ML pada pembelajaran kelompok dengan perbandingan dosenmahasiswa kecil memiliki effect size hanya 0,5. 5. Peggunaan e-learning belum menjangkau ranah proses pembelajaran untuk mencapai ketuntasan dan diketahui memiliki effect size hanya 0,42. Masalah-masalah tersebut di atas dicoba untuk diselesaikan dengan model e-learning yang menerapkan sistem pengendalian umpan balik yang umum digunakan pada mesin atau proses. Penerapan teknik pengendalian umpan balik pada pengendalian perilaku belajar ini membawa implikasi timbulnya permasalahan di luar bidang keteknikan, karena disebabkan aplikasinya pada manusia yang memiliki karakteristik sangat berbeda dengan mesin atau proses. Respon manusia terhadap berbagai perlakuan belajar belum pernah dimodelkan, sehingga perlu dibuat model matematisnya terlebih dahulu agar dapat dirancang teknik pengendaliannya. Model pembelajaran dan faktor-faktor yang berpengaruh pada ketuntasan belajar bervariasi, sehingga pemodelan hanya akan didasarkan pada perilaku manusia terhadap pembelajaran tertentu atau faktor tertentu yang dianggap paling berpengaruh pada proses belajar. Selain itu, e-learning memiliki aspek teknologi dan aspek pendidikan. Meskipun dalam penelitian ini model e- learning dirancang menggunakan pendekatan teknologi dan pendidikan, tetapi aspek teknologi pada e-learning sudah dianggap cukup baik sehingga penelitian hanya mencakup variabel-variabel yang dianggap paling berpengaruh pada proses belajar. Hasil rancangan perlu diuji melalui eksperimen untuk mengetahui keberhasilan dan keterlaksanaannya. Model disebut berhasil bila memiliki effect size minimal 1,0 (berbeda secara signifikan) dan disebut terlaksana apabila

10 10 variabel-variabel proses yang dikendalikan pada eksperimen terbukti berpengaruh sangat kuat pada pencapaian ketuntasan. D. Keaslian Penelitian 1. Penelitian Terdahulu Dalam hal pembelajaran tuntas, Guskey dan Gates (1986) serta Davis (1995) telah melakukan meta-analysis yang berisi 27 studi pembelajaran tuntas pada lima bidang: prestasi siswa, retensi siswa, variabel waktu, sikap siswa, dan peran guru. Mereka menemukan bahwa ada hasil prestasi yang sangat positif atas penggunaan konsep ML, meskipun hasilnya sangat bervariasi. Tetapi, mereka belum membahas strategi penerapan e-learning untuk ML sehingga mampu membawa sebanyak-banyaknya mahasiswa yang mencapai ketuntasan secara efektif. Penelitian bidang e-learning mayoritas diarahkan pada pengembangan konten, strategi, teknologi dan perangkat, analisis kebutuhan, proses inisiasi, dan komponen pendukung (Pulichino, 2006). Tidak banyak penelitian ML yang terkait dengan langsung dengan e-learning. Salah satu penelitian penggunaan ML pada e- learing pernah dilakukan oleh Liu (2008) yang membuktikan bahwa implementasi ML sangat membutuhkan keberadaan sarana e-learning karena dapat meringankan aktifitas belajar dan pembelajaran. Namun, bagaimana fasilitas e-learning dioptimalkan dan ditempatkan pada ML secara tepat belum pernah diteliti. Penggunaan konsep umpan balik dalam pembelajaran pernah ditulis oleh Fleming dan Leavi (1993), dijelaskan bahwa balikan hasil belajar dapat dirancang dalam bentuk pesan yang bersifat instruksional. Pesan atau balikan dirancang agar dapat memotivasi mahasiswa untuk meningkatkan aktifitas belajarnya, sebenarnya cara ini sesuai dengan hasil penelitian Hattie (2003) yang menyimpulkan bahwa balikan yang memotivasi merupakan variabel paling berpengaruh pada keberhasilan belajar. Tetapi, ML tidak bisa hanya mengadalkan pada balikan saja. Cara-cara yang lebih maju menggunakan e-learning untuk ML pernah dilakukan oleh Norris, dkk. (2004). Tujuan pokok penelitian mereka untuk

11 11 mendapatkan data, mengolah data, dan memberikan hasil evaluasi belajar yang dapat dilakukan secepat mungkin, menggunakan Excel dan Visual basic. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem masih perlu diperbaiki, karena penggunaan Excel memiliki banyak keterbatasan pada kecepatan pengelolaan. Bagaimana ringkasan hasil evaluasi harus disajikan agar dosen mudah menemukan masalah belajar belum diteliti. Penelitian yang dilakukan oleh Brown, dkk (2006) juga melibatkan teknologi, dalam penelitian ini berhasil ditunjukkan beberapa variabel pembelajaran yang dapat dikaitkan dengan e-learning melalui tes formatif, antara lain: kinerja pembelajaran, kinerja mahasiswa, sikap mahasiswa terhadap metode instruksi, kemampuan memecahkan masalah, tingkat keterlibatan, retensi, tingkat keberhasilan, dan tingkat kegagalan. Tetapi jika diteliti lebih dalam, latar belakang dua penelitian ini lebih banyak pada unsur teknologinya, tetapi belum mengarah pada sebuah metode bagaimana model e-learning untuk mampu membawa mahasiswa mencapai ketuntasan. 2. Rancangan model e-learning penelitian Menurut Guskey (1987) bagian terpenting ML adalah pengawasan dan perbaikan. Implementasi ML tidak sempurna jika model pengajaran masih mendominasi dan tidak ada metode pencapaian ketuntasan yang baik. Dari alasan inilah, e-learning ini dirancang untuk menyempurnakan implementasi ML pada pembelajaran kelompok dengan mengadaptasi model pengendalian umpan balik. Adaptasi diperlukan untuk melaksanakan kegiatan pengukuran-penilaian-evalusiperbaikan pada proses belajar hingga menjangkau ranah individual; dengan cara ini akan lebih banyak mahasiswa yang mencapai ketuntasan secara efektif dan efisien melalui kegiatan belajar mandiri di luar kelas. E-learning memiliki unsur teknologi dan unsur pendidikan. Unsur teknologi yang digunakan meliputi: alat pengelolaan pembelajaran di kelas, dan alat tutorial di luar kelas (online) yang dapat membimbing dan mengakomodasi kecepatan belajar setiap mahasiswa; unsur pendidikan meliputi desain instruksional untuk membentuk prinsip pengendalian umpan balik pada kegiatan

12 12 belajar dan pembelajaran. Model e-learning ini didesain menggunakan pendekatan teknologi dan pendidikan. 3. Spesifikasi model yang dirancang Ciri khusus model e-learning yang dikembangkan terletak pada adaptasi pengendalian umpan balik yang umum digunakan pada sistem keteknikan. Adaptasi yang dimaksud terletak pada penggunaan karakteristik perbaikan proses belajar yang terus-menerus untuk mengurangi masalah belajar sehingga mahasiswa mencapai ketuntasan secara cepat namun berkesan. Adaptasi ini melengkapi kegiatan pembelajaran dengan proses belajar untuk menuju ketuntasan secara bertahap dan berjenjang melalui cara-cara yang efektif dan efisien. Model pengendalian belajar seperti ini belum pernah diteliti. Ada dua masalah belajar yang dianggap cukup penting untuk diukur dan diperbaiki secara terus-menerus karena memiliki pengaruh paling besar pada upaya mencapai ketuntasan kognitif, yaitu motivasi dan pemahaman materi. Ciri lain dalam model ini, fungsi dosen yang harus mampu memahami situasi belajar mahasiswa untuk memperbaiki kinerja pembelajaran. Demikian pula dengan mahasiswa, melalui fasilitas belajar terbimbing komputer harus berupaya mencapai ketuntasan pada bagian topik tertentu sebelum berpindah ke topik berikutnya. Jika mahasiswa diketahui memiliki masalah belajar, maka dosen akan segera memilih cara yang tepat untuk mengurangi masalah belajar; jika mahasiswa kurang bersemangat maka tugas dosen adalah memotivasi dan jika mahasiswa kurang faham maka tugas dosen adalah memberi penjelasan ulang. Cara pengelolaan dan perbaikan proses belajar seperti ini belum pernah diteliti. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rekomendasi bagi kalangan penyelanggara perguruaan tinggi di Indonesia yang menghendaki inovasi pembelajaran menggunakan e-learning yang mengutamakan pencapaian

13 13 ketuntasan. Model ini untuk mengoptimalkan fungsi e-learning untuk meningkatkan jumlah mahasiswa yang mencapai ketuntasan. Model e-learning menggunakan pengendalian umpan balik ini merupakan upaya menyempurnakan model pembelajaran tuntas pada pembelajaran kelompok dengan rasio dosen-mahasiswa kecil, waktunya dibatasi, dan masih menggunakan model tatap muka yang sebenarnya masih menjadi inti proses pendidikan pergurun tinggi hingga saat ini. Dengan demikian, diharapkan hasil penelitian ini memberi manfaat yang besar dalam dunia pendidikan terutama untuk perguruan tinggi Indonesia sehingga mampu meningkatkan jumlah mahasiswa yang mencapai ketuntasan; semakin banyak mahasiswa yang mencapai ketuntasan berarti penyelenggaraan pendidikan semakin bermutu. 2. Manfaat secara keilmuan Model ini merupakan awal penerapan prinsip pengendalian umpan balik pada pembelajaran yang bertujuan untuk mewujudkan prinsip-prinsip ML. Konsep dasar yang akan digunakan adalah dengan meletakkan proses belajar yang terprogram, terpantau, teruakur, dan diperbaiki secara terus-menerus (seperti pengendalian umpan balik pada mesin) sehingga setiap mahasiswa dapat mencapai kondisi tuntas secara efektif dan efisien. F. Tujuan Penelitian Penerapan sistem kendali umpan balik pada proses belajar dirancang agar terbentuk siklus pengukuran-penilaian-evaluasi-perbaikan secara terus-menerus dan otomatis dengan memberi perlakuan yang tepat pada saat diperlukan. Model semacam ini belum pernah dibuat sebelumnya, sehingga model perlu diuji melalui eksperimen untuk melihat keberhasilan dan keterlaksanaannya. Pengujian keberhasilan digunakan untuk mengetahui seberapa besar effect size yang dicapai dan uji keterlaksanaan dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabelvariabel yang berpengaruh pada keberhasilan. Jika diketahui bahwa variabelvariabel yang diteliti terbukti berpengaruh kuat pada keberhasilan, maka berarti

14 14 karakteristiknya diketahui; jika karakteristik diketahui maka sangat membantu untuk pengembangan model pada peneltian berikutnya. Penggunaan model pengendalian umpan balik harus memperhatikan karakteristik obyek yang dikendalikan. Dalam model ini obyek pengendaliannya adalah manusia yang melakukan proses belajar terbantu e-learning dan pembelajaran tatap muka. Tuntutan terbentuknya siklus perbaikan proses belajar yang terus-menerus rentan dengan timbulnya rasa bosan dan keterbatasan kemampuan kognitif sebagai sifat alami manusia. Dengan demikian, karakteristik belajar manusia perlu dimodelkan terlebih dahulu agar model pengendalian belajar dengan e-learning dapat dianalisis, diteliti, dan dikembangkan secara lebih sempurna. Dari penjelasan di atas, dapat ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Membuat model fisis karakteristik belajar manusia untuk menyusun model e-learning hasil adaptasi pengendalian umpan balik sehingga dapat dilakukan analisis, perancangan, dan pengendalian. 2. Membuat model penelitian untuk model e-learning yang diuji, sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel proses yang diprediksi mempengaruhi keberhasilan dan keterlaksanaan. 3. Menguji keberhasilan dan keterlaksanaan model e-learning melalui eksperimen pada mata kuliah yang dijalankan menggunakan konsep ML dengan sistem SKS, masih mempertahankan model tatap muka, dan rasio dosen-mahasiswa kecil. 4. Menjelaskan variabel-variabel yang berpengaruh pada keberhasilan model e-learning untuk pengembangan lebih lanjut. Jika pada tahap-tahap tersebut di atas model e-learning terbukti berhasil dan terlaksana, maka dapat disimpulkan bahwa rancangan e-learning mampu menyempurnakan model ML yang diterapkan pada sistem SKS, masih mempertahankan model tatap muka, dan rasio dosen-mahasiswa kecil.

RANCANGAN PEMBELAJARAN JARAK JAUH MENGGUNAKAN GAMMA FEEDBACK LEARNING MODEL (GFLM)

RANCANGAN PEMBELAJARAN JARAK JAUH MENGGUNAKAN GAMMA FEEDBACK LEARNING MODEL (GFLM) RANCANGAN PEMBELAJARAN JARAK JAUH MENGGUNAKAN GAMMA FEEDBACK LEARNING MODEL (GFLM) Dwijoko Purbohadi 1* 1 Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jl. Lingkar Selatan Tamantirto

Lebih terperinci

BAHAN AJAR Kompetensi Dasar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) TOPIK-4: Evaluasi HAsil Belajar dalam PJJ

BAHAN AJAR Kompetensi Dasar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) TOPIK-4: Evaluasi HAsil Belajar dalam PJJ BAHAN AJAR Kompetensi Dasar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) TOPIK-4: Evaluasi HAsil Belajar dalam PJJ SEAMEO SEAMOLEC Jakarta - INDONESIA 2012 Pendahuluan Dalam topik ini akan diuraikan evaluasi hasil belajar

Lebih terperinci

Perubahan Peranan Asisten Dalam Pelaksanaan Blended Learning Pada Praktikum Mekatronika

Perubahan Peranan Asisten Dalam Pelaksanaan Blended Learning Pada Praktikum Mekatronika Perubahan Peranan Asisten Dalam Pelaksanaan Blended Learning Pada Praktikum Mekatronika Agung Nugroho Adi Program Studi Teknik Mesin Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Jl. Kaliurang Km. 14 Sleman Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. 1. Terdapat pengaruh blended learning berbasis edmodo terhadap hasil belajar

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. 1. Terdapat pengaruh blended learning berbasis edmodo terhadap hasil belajar 101 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh blended learning berbasis edmodo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) adalah suatu sistem pendidikan yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) adalah suatu sistem pendidikan yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) adalah suatu sistem pendidikan yang ditandai dengan karakteristik, salah satunya adalah keterpisahannya antara individu yang belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional, oleh karena itu peningkatan kualitas pendidikan haruslah dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. nasional, oleh karena itu peningkatan kualitas pendidikan haruslah dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi berperan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional, oleh karena itu peningkatan kualitas pendidikan haruslah dilakukan secara berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Konseptual 1. Metode Peer Learning (Teman Sebaya) Menurut (Miller et al.,1994), peer learning merupakan metode pembelajaran yang sangat tepat digunakan pada peserta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menganalisis merupakan bagian penting dalam kemampuan berfikir tingkat tinggi, hal ini disebabkan karena jika siswa sudah memiliki kemampuan berfikir analitis,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Media internet sebagai sumber belajar efektif dalam meningkatkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Media internet sebagai sumber belajar efektif dalam meningkatkan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Media internet sebagai sumber belajar efektif dalam meningkatkan motivasi

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING STAD

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING STAD PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING STAD PADA MATA KULIAH GEOGRAFI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA ANGKATAN 2006A DI JURUSAN GEOGRAFI-FIS-UNESA Sri Murtini *) Abstrak : Model pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan teknik tes dan non-tes. Dalam teknik tes misalnya pemberian beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dengan teknik tes dan non-tes. Dalam teknik tes misalnya pemberian beberapa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penilaian pembelajaran perlu dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan yang mencakup penilaian terhadap proses belajar dan penilaian terhadap hasil belajar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran adalah suatu proses sistematis yang setiap komponennya menentukan keberhasilan anak didik. Sebagai suatu system, komponen-komponen proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Pemanfaatan Model Blended Learning Berbasis Online Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Pada Mata Kuliah Kurikulum Dan Pembelajaran

DAFTAR ISI. Pemanfaatan Model Blended Learning Berbasis Online Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Pada Mata Kuliah Kurikulum Dan Pembelajaran DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, oleh siswa dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pada jenjang

Lebih terperinci

P - 63 KEMANDIRIAN BELAJAR DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

P - 63 KEMANDIRIAN BELAJAR DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA P - 63 KEMANDIRIAN BELAJAR DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA Risnanosanti Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UMB Email : rnosanti@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan merupakan masalah serius di negara-negara berkembang terutama di Indonesia. Menurut Sanjaya (2010), salah satu masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian meliputi data nilai pretest, posttest, dan n-gain untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian meliputi data nilai pretest, posttest, dan n-gain untuk 42 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Data hasil penelitian meliputi data nilai pretest, posttest, dan n-gain untuk penguasaan konsep. Data tersebut kemudian diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN LEMBAR KEGIATAN SISWA TERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 POL-UT KABUPATEN TAKALAR

PENGARUH PENGGUNAAN LEMBAR KEGIATAN SISWA TERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 POL-UT KABUPATEN TAKALAR JPF Volume I Nomor 3 ISSN: 2302-8939 219 PENGARUH PENGGUNAAN LEMBAR KEGIATAN SISWA TERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 POL-UT KABUPATEN TAKALAR Sri Kundi Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup

II. TINJAUAN PUSTAKA. perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Membuka Dan Menutup Pelajaran Guru sangat memerlukan keterampilan membuka dan menutup pelajaran. Keterampilan membuka adalah perbuatan guru untuk menciptakan sikap mental

Lebih terperinci

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam e-learning terutama yang berbasis web, terdapat dua konsep belajar yang berbeda, yaitu Virtual Learning Environment (VLE) dan Personal Learning Environment

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad 21 ini perkembangan teknologi informasi sudah. berkembang secara pesat, begitu juga dengan dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad 21 ini perkembangan teknologi informasi sudah. berkembang secara pesat, begitu juga dengan dunia pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada abad 21 ini perkembangan teknologi informasi sudah berkembang secara pesat, begitu juga dengan dunia pendidikan yang harus mempersiapkan peserta didik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif. luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif. luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada beberapa dekade sekarang ini, kegiatan pembelajaran tradisional yang didominasi pada guru (pembelajaran yang berpusat pada guru) cenderung menjadi kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu. tersebut membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis,

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu. tersebut membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut seseorang untuk dapat menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu kemampuan memperoleh, memilih

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II. BAB III ANALISIS Sesuai dengan permasalahan yang diangkat pada Tugas Akhir ini, maka dilakukan analisis pada beberapa hal sebagai berikut: 1. Analisis komunitas belajar. 2. Analisis penerapan prinsip psikologis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan model Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) 15 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Model Penelitian Penelitian ini menggunakan model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang difokuskan pada situasi kelas yang lazim dikenal dengan Classroom Action research,

Lebih terperinci

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Maahas Pada Materi Gaya Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantu Media Video

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Maahas Pada Materi Gaya Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantu Media Video Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Maahas Pada Materi Gaya Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantu Media Video Taufik Nur Akbar Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu-ilmu dasar (basic science) yang perlu diberikan pada siswa. Hal ini tak lepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ruangan kelas, dengan kondisi dimana guru atau pengajar mengajar di depan

BAB I PENDAHULUAN. ruangan kelas, dengan kondisi dimana guru atau pengajar mengajar di depan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum kegiatan belajar mengajar harus dilakukan hanya dalam ruangan kelas, dengan kondisi dimana guru atau pengajar mengajar di depan kelas sambil sesekali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peranan regulasi dari pemerintah atau departemen terkait dalam mendukung realisasinya e-learning dalam proses pendidikan di tanah air tersirat dalam Undang-undang

Lebih terperinci

dicari. Persoalan tentang bagaimana mengajarkan pemecahan masalah tidak akan pernah terselesaikan tanpa memerhatikan jenis masalah yang ingin

dicari. Persoalan tentang bagaimana mengajarkan pemecahan masalah tidak akan pernah terselesaikan tanpa memerhatikan jenis masalah yang ingin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya manusia memperluas pengetahuan dalam rangka membentuk nilai, sikap, dan perilaku. Pendidikan juga merupakan wadah untuk mencetak sumber

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS TINGKAT TINGGI SISWA KELAS X KEP 3 SMK NEGERI 1 AMLAPURA

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS TINGKAT TINGGI SISWA KELAS X KEP 3 SMK NEGERI 1 AMLAPURA IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS TINGKAT TINGGI SISWA KELAS X KEP 3 SMK NEGERI 1 AMLAPURA Oleh I Wayan Puja Astawa (email: puja_staw@yahoo.com

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. E-learning Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai pemanfaatan teknologi internet untuk mendistribusikan materi pembelajaran, sehingga siswa dapat

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN SISTEM PENCERNAAN MAKANAN KELAS XI IPA MAN SUKOHARJO SKRIPSI

Lebih terperinci

STANDAR PROSES PROGRAM S1 PGSD IKATAN DINAS BERASRAMA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

STANDAR PROSES PROGRAM S1 PGSD IKATAN DINAS BERASRAMA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN STANDAR PROSES PROGRAM S1 PGSD IKATAN DINAS BERASRAMA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN A. Rasional Standar proses proses pembelajaran merupakan acuan penyelenggaraan serta bentuk akuntabilitas perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Metode pembelajaran adalah suatu teknik penyajian yang dipilih dan

BAB II LANDASAN TEORI. Metode pembelajaran adalah suatu teknik penyajian yang dipilih dan BAB II LANDASAN TEORI A. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran adalah suatu teknik penyajian yang dipilih dan diterapkan seiring dengan pemanfaatan media dan sumber belajar (Prawiradilaga, 2008). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar secara aktif dalam mengembangkan kreativitas berfikirnya. Tujuan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang IPA merupakan pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen (Carin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ASEP MUNIR HIDAYAT, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ASEP MUNIR HIDAYAT, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan proses pembelajaran merupakan sebuah inti dari kegiatan pendidikan di sekolah. Sebagai inti dari kegiatan pendidikan, proses pembelajaran adalah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh selama melaksanakan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh selama melaksanakan 156 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh selama melaksanakan penelitian dan pengembangan terhadap kurikulum pelatihan penilaian berbasis portofolio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari pembentukan Negara RI adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tentunya menuntut adanya penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pendidikan sains di Indonesia mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pemahaman tentang sains dan teknologi melalui pengembangan keterampilan berpikir, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.. Jenis, Lokasi, Waktu, dan Subyek Penelitian 3... Jenis Penelitian Jenis penelitian yang peneliti gunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini mengadopsi metode penelitian kuasi eksperimen yang menurut Panggabean (1996) merupakan eksperimen dimana variabel-variabel yang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan temuan penelitian ini, dapat ditarik simpulan sebagai berikut.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan temuan penelitian ini, dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 155 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan temuan penelitian ini, dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1. Terdapat hubungan langsung positif yang signifikan kecerdasan dengan pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan dan kesejahteraan bangsa ditentukan oleh

I. PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan dan kesejahteraan bangsa ditentukan oleh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan dan kesejahteraan bangsa ditentukan oleh kemampuannya dalam mengembangkan serta memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Deskripsi Kondisi Awal SMK Negeri 1 Amlapura terletak di Jalan Veteran, Kelurahan Padangkerta, Kecamatan Karangasem, Bali. Sekolah ini merupakan sekolah kejuruan pertama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bahan Ajar 2.1.1 Pengertian Bahan Ajar Hamdani (2011:218) mengemukakan beberapa pengertian tentang bahan ajar, yaitu sebagai berikut: a. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memerlukan inovasi-inovasi yang sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kebutuhan ilmu peserta didik tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.

Lebih terperinci

Modul Pelatihan PENGEMBANGAN BAHAN BELAJAR KEMDIKBUD. Kegiatan Belajar 1. Pusat Teknologi Informasi & Komunikasi Pendidikan. IKA KURNIAWATI, M.

Modul Pelatihan PENGEMBANGAN BAHAN BELAJAR KEMDIKBUD. Kegiatan Belajar 1. Pusat Teknologi Informasi & Komunikasi Pendidikan. IKA KURNIAWATI, M. Modul Pelatihan PENGEMBANGAN BAHAN BELAJAR KEMDIKBUD Pusat Teknologi Informasi & Komunikasi Pendidikan Kegiatan Belajar 1 IKA KURNIAWATI, M.Pd Modul Pelatihan 7 PENGEMBANGAN BAHAN BELAJAR KB 1 KONSEP,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Simpulan hasil penelitian model pembelajaran proyek berbasis lingkungan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Simpulan hasil penelitian model pembelajaran proyek berbasis lingkungan BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Simpulan hasil penelitian model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah pada anak TK,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Observasi Awal Sebelum melakukan tindakan pada siklus I, peneliti melakukan observasi awal di kelas IX MTs Ma arif NU 1 Karanglewas Kabupaten Banyumas. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembelajaran yang berkualitas dan evaluasi diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembelajaran yang berkualitas dan evaluasi diharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembelajaran yang berkualitas dan evaluasi diharapkan dikelola dan dilaksanakan dengan baik dan berarti. Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradaban kehidupan di era globalisasi semakin berkembang dan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal tersebut telah dirasakan oleh seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE KASUS MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO-VISUAL TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMA

EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE KASUS MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO-VISUAL TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMA 345 EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE KASUS MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO-VISUAL TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMA Woro Sumarni, Soeprodjo, Krida Puji Rahayu Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Kampus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing

BAB I PENDAHULUAN. mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan berasal dari kata didik, yaitu memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing manusia dari kegelapan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Matematis Shadiq (Depdiknas, 2009) menyatakan bahwa penalaran adalah suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan dalam rangka membuat suatu pernyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan kehidupan suatu bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan. Pendidikan yang tertata dengan baik dapat menciptakan generasi yang berkualitas, cerdas, adaptif,

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan II. KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan ada efeknya, akibatnya, pengaruhnya, kesannya, atau

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, diperlukan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, diperlukan metode BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, diperlukan metode penelitian yang baik dan dapat dipercaya. Cara mengolah data - data tersebut menjadi kesimpulan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika BAB II LANDASAN TEORI A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika Pengertian pembelajaran sebagaimana tercantum dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah suatu proses interaksi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Perencanaan Metode Drill dalam Pembelajaran Al-Qur an Hadits pada. Kelas IV di MI Al-Karim Gondang Nganjuk dan MI Miftahul Jannah

BAB V PEMBAHASAN. A. Perencanaan Metode Drill dalam Pembelajaran Al-Qur an Hadits pada. Kelas IV di MI Al-Karim Gondang Nganjuk dan MI Miftahul Jannah BAB V PEMBAHASAN A. Perencanaan Metode Drill dalam Pembelajaran Al-Qur an Hadits pada Kelas IV di MI Al-Karim Gondang Nganjuk dan MI Miftahul Jannah Kedungglugu Gondang Nganjuk Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Peningkatan dan perbaikan mutu pendidikan tidak dapat terlepas dari berbagai upaya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Atmodiwiryo,2000:5). Selanjutnya

BAB II KAJIAN TEORITIS. mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Atmodiwiryo,2000:5). Selanjutnya 6 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Konsep Dasar Pengelolaan Pembelajaran. Pada dasarnya pengelolaan diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian semua sumber daya untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR PROSES PENDIDIKAN KESETARAAN PROGRAM PAKET A, PROGRAM PAKET B, DAN PROGRAM PAKET C DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH...

TINJAUAN MATA KULIAH... iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... xi MODUL 1: KONSEP DASAR ORGANISASI 1.1 Pentingnya Mempelajari Organisasi... 1.3 Latihan... 1.12 Rangkuman... 1.12 Tes Formatif 1..... 1.12 Lingkup Organisasi, Perubahan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBELAJARAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING BERBANTU MEDIA VIDEO TUTORIAL

PENGARUH PEMBELAJARAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING BERBANTU MEDIA VIDEO TUTORIAL PENGARUH PEMBELAJARAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING LEARNING BERBANTU MEDIA VIDEO TUTORIAL Ayu Dewi Maghfiroh brilianamaula@gmail.com PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Semarang Abstrak. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses untuk mendewasakan manusia yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses untuk mendewasakan manusia yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses untuk mendewasakan manusia yang bertujuan untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia yang menjadi tolok ukur keberhasilan suatu

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan (action research) yang

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan (action research) yang 27 BAB III PROSEDUR PENELITIAN.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan (action research) yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran membaca teks berita siswa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini dimulai dengan sajian simpulan hasil penelitian. Selanjutnya, berdasarkan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini dimulai dengan sajian simpulan hasil penelitian. Selanjutnya, berdasarkan BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab ini dimulai dengan sajian simpulan hasil penelitian. Selanjutnya, berdasarkan simpulan penelitian disajikan beberapa sumbangan teoretis sebagai implikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kritis, kreatif dan mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi nantinya.

BAB I PENDAHULUAN. kritis, kreatif dan mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi nantinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru merupakan pemegang peran utama dalam proses pembelajaran karena guru mempunyai peranan penting dalam keberhasilan siswa menerima dan menguasai pelajaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pelaksanaan Tindakan 4.1.1. Deskripsi Kondisi Awal Sebelum penelitian dilakukan, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia guru lebih sering menggunakan metode kombinasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 216 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Pemaparan mengenai kesimpulan pada bagian ini dirumuskan sesuai dengan pertanyaan penelitian yang terdapat pada bab satu yang diuraian sebagai

Lebih terperinci

Mahasiswa mampu. Tes DASAR. Modul: 1 6 PENILAIAN. menjelaskan hakikat. Suryanto, DALAM. penilaian, asesmen, Adi. (2009).

Mahasiswa mampu. Tes DASAR. Modul: 1 6 PENILAIAN. menjelaskan hakikat. Suryanto, DALAM. penilaian, asesmen, Adi. (2009). SILABUS Nama Mata Kuliah/Kode Mata Kuliah : Evaluasi Pembelajaran di SD (PDGK 4301) Program : PGSD Nama Lengkap Penulis : Iding Tarsidi, Drs., M. Pd. Instansi Asal : Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

Lebih terperinci

Syifa ur Rokhmah. Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Negeri Malang

Syifa ur Rokhmah. Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Negeri Malang PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI PADA SISWA KELAS XI IPS 2 MAN MOJOKERTO KABUPATEN MOJOKERTO Syifa ur Rokhmah Jurusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas secara kolaboratif antara guru kelas 6 dan peneliti. Peran guru kelas

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF Team Assisted Individualization (TAI) YANG DISERTAI PENYUSUNAN PETA KONSEP PADA PROSES PEMBELAJARAN BIOTEKNOLOGI TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA SKRIPSI OLEH: LATIF

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini akan mencari sejauh mana keterlaksanaan penerapan model pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ditetapkan berdasarkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ditetapkan berdasarkan tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ditetapkan berdasarkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik (intake siswa), kesulitan dan kerumitan pada masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk lebih jelasnya pembahasan tiap sub bab akan diuraikan sebagai berikut.

I. PENDAHULUAN. Untuk lebih jelasnya pembahasan tiap sub bab akan diuraikan sebagai berikut. I. PENDAHULUAN Pembahasan dalam bab ini akan difokuskan pada beberapa sub bab yang berupa latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan adanya era globalisasi, pelaksanaan pembelajaran saat ini perlu didukung dengan adanya media pembelajaran yang berbasis teknologi. Media berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 7 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa institusi yang memanfaatkan sistem informasi berbasis komputer selama bertahun-tahun sudah pasti memiliki jumlah data yang cukup besar pula. Data yang dihasilkan

Lebih terperinci

mengembangkan seluruh aspek pribadi peserta didik secara utuh.

mengembangkan seluruh aspek pribadi peserta didik secara utuh. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan. Oleh karena itu, Pendidikan yang mampu mendukung

Lebih terperinci

14. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.

14. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri. KOMPETENSI INTI 14. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri. PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN Saat ini komputer

Lebih terperinci

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA YOGYAKARTA 2015 STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan secara umum mempunyai suatu arti suatu proses usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan secara umum mempunyai suatu arti suatu proses usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan secara umum mempunyai suatu arti suatu proses usaha dalam mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan, sehingga menjadi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Nasution (2010), memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paradigma yang lama atau cara-cara berpikir tradisional. Dalam dunia pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. paradigma yang lama atau cara-cara berpikir tradisional. Dalam dunia pendidikan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar di sekolah merupakan kegiatan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan media yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini persoalan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai upaya

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pelaksanaan penelitian tindakan kelas dilaksanakan di SD Negeri 5 Penengahan, Jl. Dr Sutopo No. 18, Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung.

Lebih terperinci

E-LEARNING Pengembangan Model Pembelajaran Pada Pendidikan Jarak Jauh (PJJ)

E-LEARNING Pengembangan Model Pembelajaran Pada Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) ii E-LEARNING Pengembangan Model Pembelajaran Pada Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) Dr. DWIJOKO PURBOHADI iii E-LEARNING Pengembangan Model Pembelajaran Pada Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) Dr. DWIJOKO PURBOHADI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan guru terhadap keberhasilan pengajaran, sangat dominan. Hal ini tampak pada sebagian rincian tugas dan tanggung jawab para guru dalam pelaksanaan pengajaran.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Undang-Undang Nomor 20 Tahun. Berdasarkan hal itu pemerintah terus berupaya mewujudkan kualitas

I. PENDAHULUAN. mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Undang-Undang Nomor 20 Tahun. Berdasarkan hal itu pemerintah terus berupaya mewujudkan kualitas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci