Tinjauan Pustaka. II.1 Penggunaan Plastik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tinjauan Pustaka. II.1 Penggunaan Plastik"

Transkripsi

1 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Penggunaan Plastik Bahan pembuat plastik dari minyak dan gas sebagai sumber alami, dalam perkembangannya digantikan oleh bahan-bahan sintetis sehingga dapat diperoleh sifat-sifat plastik yang diinginkan dengan cara kopolimerisasi, laminasi, dan ekstruksi. Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yaitu rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama-sama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut amorf, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras (Syarief, et al. 1989). Plastik terbagi berdasarkan sifat-sifatnya terhadap perubahan suhu (Syarief, et al. 1989), yaitu: 1. Thermoplastic adalah jenis plastik yang meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu, mempunyai sifat reversible (kembali kepada sifat aslinya) yaitu kembali mengeras bila didinginkan. 2. Thermosetting adalah jenis plastik irreversible, tidak dapat mengikuti perubahan suhu. Bila terjadi pengerasan maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Pemanasan tinggi tidak akan melunakkan plastik termoset melainkan akan membentuk arang dan terurai sehingga sering digunakan untuk jenis-jenis melamin. Plastik jenis ini tidak menjadi prioritas dalam daur ulang karena selain sulit penanganannya juga volumenya hanya sekitar 10% dari volume jenis thermoplastic. Pada umumnya plastik digunakan sebagai kemasan karena memiliki keunggulan antara lain bersifat kuat, ringan, tidak berkarat, termoplastis (heat seal), serta dapat diberi warna. Kelemahan bahan plastik adalah adanya zat-zat monomer dan molekul kecil lain yang terkandung dalam plastik yang dapat berpindah ke dalam bahan makanan dalam kemasan tersebut. Kualitas produk daur ulang yang menggunakan plastik bekas sebagai bahan baku harus memenuhi 3 (tiga) kebutuhan berikut ini (Staudinger.1974): 1. Bentuk yang memuaskan (butiran, pelet, bubuk) B-6

2 2. Homogenitas, karena plastik tercampur akan tidak akan mempengaruhi sifat-sifat untuk proses dan produk. Peningkatan teknik pemilahan daaur ulang plastik akan dapat mendorong produktivitas para pendaur ulang plastik. Hal tersebut akan dapat meningkatkan kemampuan pemilahan jenis plastik dengan lebih baik yang sangat berarti dalam meningkatkan kualitas plastik hasil daur ulang. Penggunaan berbagai jenis plastik seperti PET, PS, ABS, PP, PE, dan PVC pada umumnya untuk kemasan makanan, minuman, peralatan rumah tangga, dan pelindung mesin elektronik baik dalam bentuk padatan ataupun lembaran. Jenis plastik bekas kemasan yang dapat di daur ulang ditampilkan dalam Tabel II.1. Tabel II.1 Penggunaan Berbagai Jenis Plastik (Dodbiba, Fujita.2004) Jenis Penggunaan Polyethylene terephthalate (PET) Diproduksi pada tahun 1941, merupakan bahan yang sangat baik untuk kemasan makanan, dalam beberapa aplikasinya seratnya digunakan untuk pakaian dan karpet, serta botol. Polyethylene (PE) Diproduksi sejak 1939, sebagai botol kemasan minuman, tangki gas, mainan anak, dan serat untuk pakaian. Polyvinyl Chloride (PVC) Diproduksi sejak 1938, digunakan dalam perpipaan dan sambungan, instalasi kabel, pengemasan, farmasi, listrik dan elektronik. Polypropylene (PP) Diproduksi sejak 1950, tahan air, untuk botol penyedap masakan, botol kecap, kemasan yoghurt, botol obat-obatan, botol infus, dan penutup accu kendaraan. Polystyrene (PS) Diproduksi sejak 1930, sebagai pengemasan bahan, pulpen, alat-alat elektronik, dan kotak perhiasan. PS juga digunakan sebagai kemasan makanan take out restoran dalam berat ringan. Lanjutan Tabel II.1 Penggunaan Berbagai Jenis Plastik (Dodbiba, Fujita.2004) Jenis Penggunaan AcrylonitrileButadine Styrene (ABS) Di produksi sejak tahun Digunakan untuk peralatan elektronik B-7

3 rumah tangga, komponen telepon, pipa dan sambungan, komponen dalam komputer, dan interior mobil. Bahan plastik ditemukan sebagai sampah antara lain seperti yang disebutkan dalam Tabel II.1, dapat dijadikan produk daur ulang sebagai berikut (Damanhuri dari Tchobanoglous,1993): Polyethylene terephthalate (PET- kode 1), didaur ulang sebagai serat polyester untuk sleeping bag, bantal, baju dingin, serat karpet, film, kemasan makanan, dan plastik otomotif. Pada daur ulang konvensional, saat ini terdapat upaya pembuatan botol depolimerisasi menjadi ethylene glycol dan terephthalic acid, kemudian repolimerisasi menjadi resin botol soft drink. Polyethylene (PE) dikenal dalam 2 (dua) jenis berdasarkan densitas yaitu High Density Polyethylene (HDPE) dan Low Density Polyethylene (LDPE), dijelaskan sebagai berikut : High Density Polyethylene (HDPE-kode 2) - Sifatnya berbeda satu dengan lain tergantung produk yang dihasilkan - Botol susu dari resin dengan indeks leleh rendah - HDPE rigid terbuat dari resin dengan indeks leleh tinggi - Misalnya digunakan pada lapis dalam dari botol oli yang terdiri dari 3 lapis. Low Density Polyethylene (LDPE-kode 4) : misalnya untuk kemasan makanan, kemasan plastik lembaran, sebagian besar berakhir pada tempat sampah dan landfill Polyvinyl Chloride (PVC- kode 3), banyak digunakan untuk pengemasan makanan, kabel listrik, isolasi kabel, pipa plastik, ember. Produk daur ulang PVC antara lain kontainer non makanan, floor tile, selang kebun, mainan anak, pot bunga, pipa drainase. Polypropylene (PP- kode 5), biasa digunakan untuk bungkus baterai, tutup botol, label, dan kemasan makanan. Polystyrene (PS- kode 6), biasa digunakan untuk kemasan kue kering, kemasan kaset, disket, dan kemasan compact disc. Acrylonitrile Butadine Styrene (ABS), sebagai bahan sisa pakai banyak ditemukan adalah helm, kemasan pulpen, dan cover board motor. ABS didaur ulang sebagai mainan anak, keranjang plastik, dan kemasan pemantik api. Proses daur ulang pada umumnya membutuhkan rekayasa seperti pemisahan dan pengelompokkan untuk mendapatkan limbah yang sejenis. Pada umumnya penerapan di B-8

4 Indonesia dilakukan secara manual dengan tangan manusia dan secara mekanis dengan mesin untuk pencucian dan pencacahan (Damanhuri, 2004). II.2 Teknologi Pemisahan Plastik Limbah plastik sebagai salah salah satu bahan baku campuran sangat penting untuk dipisahkan dalam rangka daur ulang berkelanjutan (sustainable recycling). Pengusaha plastik bekas membutuhkan plastik campuran yang telah dipisahkan untuk mendapatkan bahan baku homogen (Dodbiba, Fujita, 2004). Tabel II.2 menampilkan kebutuhan pemurnian plastik terpisah untuk penggunaan kembali. Tabel II.2 Penggunaan Berbagai Jenis Plastik (Dodbiba, Fujita, 2004) Tujuan Penggunaan Reuse plastik dalam circulating system sebagai plastik kualitas rendah Reuse plastik dalam circulating system sebagai virgin plastics Reuse plastik untuk pertanian, industri hortikultural, dll Penggunaan plastik sebagai oksidan dalam blast furnace Kebutuhan kemurnian (%) > 95.0 > 99.5 > 99.0 < 1 % (PVC impurity) Persoalan penting di masyarakat saat ini adalah cara minimasi limbah plastik yang aman untuk kesehatan lingkungan atau perpanjangan pelayanan lahan pembuangan. Persoalan tersebut sedang dihadapi oleh industri plastik, sehingga penelitian banyak difokuskan pada perancangan, pengembangan, dan pengujian jenis pemisahan serta teknik penyortiran yang sesuai untuk memisahkan plastik dalam campuran limbah sehingga dapat digunakan kembali atau diproses ulang menjadi produk baru. Sehubungan dengan hal ini, teknologi yang dikembangkan dalam pengolahan mineral dapat sangat membantu. Beberapa jenis teknik untuk pemisahan materi plastik telah dikembangkan, terbagi dalam dua kategori utama, yaitu pemisahan basah (wet separating techniques) dan pemisahan kering (dry separating). II.2.1 Teknik Pemisahan Plastik dengan Wet Separating (Dodbiba, Fujita,2004) B-9

5 Pada awal tahun 1970 publikasi pemisahan materi plastik campuran telah dilakukan oleh peneliti Jepang dengan cara mengembangkan teknik flotasi. Saitoh et.al,1976 menyatakan bahwa teknik flotasi diterapkan untuk plastik campuran dengan karakteristik tertentu untuk merubah ciri fisik plastik dari hidrofobik menjadi hidrofilik. Menggunakan teknik flotasi, plastik akan terkumpul dengan pemisahan lebih dari 95% dan kemurnian lebih dari 97%. Kounosu,1978 melakukan penelitian floatasi memisahkan PP dari PE menggunakan polyvinyl alcohol (PVA) yang memiliki derajat polimerisasi rendah. Selanjutnya Shibata,1996 telah berhasil memisahkan 4 tipe plastik yang berbeda, polyvinyl chloride (PVC), polycarbonate (PC), polyacetal (POM), dan polyphenylene (PPE), menggunakan reagen cair seperti sodium ligninsulfonate, tannic acid, aerosol dan saponin. Pada tahap pertama, floatabilitas setiap jenis plastik diukur dengan kolom floatasi dengan keberadaan depressant bervariasi. Hasil tahap ini adalah memisahkan materi berat dari materi terapung (PPE), dengan pemisahan PPE sebesar 100%. Pada tahap kedua PVC terpisahkan 95,7% menggunakan sodium lignin sulfonat. Pada tahap ketiga materi terapung dengan 87.6% POM dan materi tenggelam dengan 90.3% PC berhasil dipisahkan dengan floatasi menggunakan kombinasi aerosol/saponin. Selanjutnya peneliti Italia mempelajari wet density separation pada beberapa tipe virgin plastic menggunakan sistem dynamic medium separation. Pemisahan plastik menggunakan media ini membutuhkan media dengan densitas rendah antara kg/m 3, antara lain digunakan air dan larutan kalsium khlorit, sodium khorit, kalsium nitrat, dan etil alcohol. Proses ini diuji terhadap campuran PS/PP menggunakan two-stage Tri Flo Separator dengan diameter 10 mm dan menggunakan air sebagai media yang ditampilkan pada Gambar II.1, berhasil memisahkan PP sebagai produk mengapung sebesar 99.9%. B-10

6 Gambar II.1 Skematik Desain Tri-Flo Separator Penelitian perilaku PVC dan PET dalam Larcoderms dense medium separator yang ditampilkan pada Gambar II.2 dilakukan menggunakan larutan kalsium klorida sebagai media. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketebalan partikel dan pengkondisian permukaan memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku plastik dalam separator. Kompleksitas campuran plastik cacahan dalam ukuran, ketajaman, dan ketebalan dipisahkan dengan pemisahan densitas menggunakan Larcoderms yang ditujukan sebagai tahap preconcentration. Gambar II.2 Diagram Operasional Lacorderms Separator B-11

7 Tsunekawa, 2004 mengembangkan Tacub Jig yang ditampilkan pada Gambar II.3 untuk memisahkan plastik yang berasal dari peralatan elektronik. Hasilnya PVC dapat dipisahkan dari PE dengan kemurnian lebih dari 98%. Sehingga dikatakan bahwa kecepatan upstream dan amplitudo air merupakan parameter utama yang mempengaruhi efisiensi proses pemisahan. Gambar II.3 Skematik Desain Tacub Jig Meskipun teknik wet separation mampu melakukan pemisahan dengan baik, masih terdapat beberapa kekurangan antara lain : - Dibutuhkan pengolahan air dari proses untuk reuse. - Kebutuhan reagen cair mahal - Perlu dilakukan pengeringan campuran setelah pemisahan II.2.2 Teknik Dry Separating (Dodbiba, Fujita, 2004 dan Nakazawa, 2006) Dinger,1992 telah melakukan pemisahan PET dan PVC botol menggunakan conveyor, detektor resin/warna dan air jet ejector. Selanjutnya Arai,1995 menggunakan kolom tipe separator udara untuk dry separation plastik lain dari PVC, mengandung khlorin yang merusak furnace incinerator. Dengan menggunakan teknik ini, PVC berhasil terkumpul dengan pemisahan di atas 80%. Nakajima, 2001 menggunakan air separation untuk memisahkan PET dan PVC dimana PET botol dan lembaran PVC (ketebalan 0.5 mm) telah di cacah dalam ukuran kecil dengan crusher tipe irisan. Setelah dicacah selama 90 detik, PET terpotong-potong, berputar melingkar, dan membentuk cacahan melengkung, kemudian terangkat pada laju udara 3 m/detik, sedangkan B-12

8 irisan PVC terkumpul sebagai materi berat dengan persentase pemisahan 100%. Penggunaan air classifier dalam pemisahan campuran plastik terbatas pada perbedaan densitas yang kecil antara jenis plastik yang akan diproses. Dodbiba, 2003 meneliti kemampuan air table untuk memisahkan campuran PVC/PP. Air table adalah alat ringkas dengan geometri sederhana seperti yang ditampilkan pada Gambar II.4, dapat memisahkan materi dengan perbedaan densitas. Alat ini digunakan sejak vertical air classifier tidak dapat melakukan pemisahan fraksi densitas rendah dengan aliran udara. Berdasarkan banyak tes, Dodbiba melaporkan bahwa kemurnian PVC dan PP berturut-turut mencapai 99.9% dan 95.84%. Gambar II.4 Skematik Desain Air Table Triboelectric separation, merupakan salah satu jenis proses pemisahan elektrostatis yang menggunakan pengisian friksional. Teknologi ini banyak digunakan untuk pemisahan selektif dua jenis materi padat sebagai materi dielektrik. Pada tahun 1990-an peneliti Canada mengembangkan triboelectric fluidizing bed yang ditampilkan pada Gambar II.5 untuk pemisahan dua campuran plastik yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan pemisahan efektif untuk acrylic, nylon PE atau PVC, mencapai kemurnian 95% atau lebih. Selanjutnya, pengisian plastik pada triboelectric menggunakan peluncuran dilengkapi dengan vibrator yang ditampilkan pada Gambar II.6. B-13

9 Gambar II.5 Skematik Diagram Triboelectric Fluidizing Bed Gambar II.6 Skematik Diagram Vibrating Chute Triboelectric Matsushita,1999 memisahkan plastik campuran secara triboelektrik menggunakan rotating drum yang ditampilkan pada Gambar II.7, yang terdiri atas silinder dengan pencacah berputar untuk meningkatkan friksi satu sama lain antara kepingan plastik. Matsushita melaporkan bahwa campuran dua jenis plastik berhasil terpisah dengan kemurnian tidak kurang dari 90%. B-14

10 Gambar II.7 Skematik Diagram Rotating Drum Tribolelectric Separator II.3 Prinsip Dasar Pemisahan Berat (Gravity Separation) Pemisahan berat merupakan metode efektif untuk memisahkan mineral dengan perbedaan densitas. Efektivitas pemisahan juga tergantung pada ukuran partikel, tidak hanya densitas (Wills, 1979). Gambar II.8 berikut ini menunjukkan ukuran optimal untuk pemisahan dengan teknik gaya berat (Grant,1999). Gambar II.8 Rentang Ukuran Optimum untuk Jenis-jenis Pemisahan Berat Dua gaya berlawanan yang selalu ada dalam pemisahan berat adalah : a. Gaya Berat (tergantung pada specific gravity) b. Gaya hambat untuk pergerakan ( biasanya drag pada air) B-15

11 Pemisahan akan terjadi dengan adanya perbedaan densitas. Kriteria konsentrasi akan digunakan sebagai parameter terjadinya pemisahan efektif untuk 2 jenis materi dengan densitas berbeda, mengikuti persamaan (Anderson,1979, Wills, 1979, Muller & Wienke, 2004): Concentration Criterion ( CC)= DH DF D D L F (Persamaan 1) Dimana D H adalah densitas materi berat, D F adalah densitas fluida dan D L adalah densitas materi ringan. Saat kriteria konsentrasi (CC) > 2.5, pemisahan berat akan lebih mudah. Jika nilai CC berkurang maka efisiensi pemisahan juga akan berkurang dan dibawah 1.25 pemisahan berdasarkan perbedaan berat tidak direkomendasikan (Wills, 1979 dan Yang, 1999). II.3.1 Proses Jig Jigging merupakan metode lama yang dapat mencapai pemisahan dengan baik, meskipun dengan specific gravity yang berdekatan, jika ukuran partikel juga tidak jauh berbeda. Jika perbedaan specific gravity besar, maka jumlah pemisahan meningkat (Wills, 1979). Pencapaian pemisahan dalam proses jig sesuai dengan beberapa kriteria berikut (Anderson. 1979) : - Jigging dapat mencapai pemisahan dengan baik sampai ukuran 150 mikrometer. - Beroperasi dengan media luas dan membiarkan partikel berat jatuh - Frekuensi per menit - Partikel berukuran lebih besar membutuhkan pantulan panjang. Tabel II.3 menyajikan tipe-tipe reaktor jig beserta mekanisme pulsa dan modifikasi pantulan saat operasional. B-16

12 Tabel II.3 Tipe-tipe Reaktor Jig dan Mekanisme Operasi (Anderson, 1979) Berdasarkan jenis pantulan (stroke) jig terbagi menjadi 2 tipe, yaitu (Anderson. 1979) : 1. Down Stroke Partikel berat mengendap lebih cepat dari pada partikel tipis (ringan) 2. Up Stroke Partikel dengan densitas kecil terangkat lebih tinggi dari pada densitas lainnya Kelebihan proses pemisahan dengan jig antara lain (Anderson, 1979) : Tidak membutuhkan suspensi cairan berat atau zat padat yang mengandung air Partikel besar akan lebih mudah diolah (sampai 8 inch) Semakin besar rentang densitas semakin mudah dipisahkan Memungkinkan pemisahan dengan perbedaan ukuran Kekurangan proses pemisahan dengan jig antara lain (Anderson, 1979): B-17

13 Tidak berjalan baik jika mengandung terlalu banyak variasi ukuran yang berbeda jauh. Sulit melakukan pemisahan jika specific gravity kecil Umumnya efektif untuk partikel kasar. Kondisi yang diperlukan untuk operasional jigging adalah sebagai berikut (Rahardyan, 2002): Keseragaman laju masuk umpan terkontrol (sistem kontinu) Keseragaman komposisi umpan/partikel Keseragaman distribusi ukuran partikel Keseragaman ukuran media Keseragaman pulsa (frekuensi dan kekuatan) II.3.2 Metode Pemisahan Jig (Jig Separation) Dalam reaktor pemisahan jig, air atau campuran materi yang akan dipisahkan diletakkan di atas saringan yang ditampilkan pada Gambar II.9. Jig beroperasi dengan pergerakan periodik pulsa air melewati saringan. Kecepatan upward pada fluida membuat materi mencapai titik gantung tertentu, dimana setiap materi dikelilingi oleh cairan. Air berpengaruh sementara untuk menjaga posisi materi di atas saringan dan kemudian dialirkan kembali melewati kisikisi. Media partikel akan jatuh di atas saringan penyokong dan perbedaan percepatan partikel terjadi selama tahap ini dalam proses jig. Siklus operasi akan berulang. Proses ini menggunakan ukuran partikel lebih besar dari 0.2 mm (Wills, 1979). Pada penelitian terdahulu dengan jig menggunakan sample ABS, PS dan PET, dihasilkan tiga partikel dari proses, partikel tipis yang bergerak ke atas media, partikel berat mengendap menuju dasar media dan partikel densitas ringan yang melewati permukaan saringan dan terkumpul di dasar reaktor jig (Tsunekawa, 2001). Namun pada kebanyakan kasus, proses jig digunakan untuk menghasilkan dua produk dalam ukuran besar B-18

14 Gambar II.9 Skematik Diagram Proses Jig Empat tahapan proses yang terjadi saat operasional reaktor jig terdiri dari tahap dilation, differential initial acceleration, hindered settling dan consolidation trickling (Rahardyan, 2002 dari Wills, 1979) dijelaskan sebagai berikut, dan selanjutnya ditampilkan dalam Gambar II.10. a. Dilation Tahap dilation terjadi saat diafragma menghasilkan pulsa dalam air, seluruh partikel bergerak ke atas menuju ketinggian maksimum. b. Differential Initial Acceleration Perbedaan percepatan awal diawali dengan terjadinya hisapan sehingga partikel mulai memisah berdasarkan densitas, bukan ukuran. Sebagai hasilnya, sejumlah kecil partikel yang lebih ringan lolos dan yang lebih berat mengendap lebih cepat, sehingga untuk waktu yang singkat, percepatan tergantung pada densitas partikel dan relatif tergantung pada ukuran dan bentuk partikel. Hal ini menunjukkan bahwa siklus pulsa/isap dapat dikendalikan secara tepat, biasanya antara 50 hingga 350 siklus per menit. c. Hindered Settling Pengendapan partikel terjadi berdasarkan densitas dan ukuran. Partikel yang lebih ringan terhalangi partikel yang lebih berat. Hal ini menyebabkan pemisahan menadi lebih cepat dan menjamin bahwa material terus terklasifikasikan. d. Consolidation Trickling Tahap konsolidasi terjadi ketika material tersebar dan membentuk celah-celah yang kecil. B-19

15 Gambar II.10 Tahapan Pemisahan Material Pada Proses Jig*). *) Keterangan :Lingkaran besar = partikel lebih besar dan densitas partikel ditunjukkan dengan warna; yang putih lebih ringan Penelitian lain menyatakan bahwa selain pulsa udara, saringan dapat bergerak naik turun untuk mencapai pemisahan (Alan dan Rinon,1981). Efek ini dapat dicoba dengan menempatkan material tercampur dalam saringan, dan ditenggelamkan dalam wadah berisi air, kemudian diaduk naik turun. Kecepatan terminal partikel dipengaruhi oleh perbedaan densitas dan ukuran, sehingga pemisahan tercapai menjadi tiga fasa yaitu fasa kecil ringan, besar berat, dan campuran besar ringan dan kecil berat. Diawali dari posisi diam, sebuah partikel dalam aliran bergerak cepat sampai mencapai kecepatan terminal. Kecepatan ini diraih dengan drag force yang meningkat dari nol (saat diam) hingga sama dengan gaya garvitasi bersih. Sebagaimana klasifikasi udara, fasa percepatan pergerakan partikel mempengaruhi lama proses jig berlangsung. Pemisahan dengan jig dipengaruhi oleh gaya-gaya yang bekerja pada fluida dan partikel yang akan dipisahkan. Adapun gaya-gaya yang mempengaruhi kecepatan pemisahan proses jig diuraikan sebagai berikut (Alan dan Rinon,1981, Yang, 1999): a. Gaya Berat (Gravity Force) B-20

16 Gravity Force pada proses jig diartikan sebagai gaya berat yang merupakan fungsi dari massa partikel dan percepatan gravitasi. F G = m x g, (Persamaan 2) dimana, m = massa partikel (kg) dan g = percepatan gravitasi = 9,81 m/det 2. b. Gaya Drag Persamaan drag digunakan untuk menghitung gaya drag berdasarkan pergerakan objek dalam fluida. Gaya yang terjadi pada pergerakan materi dalam fluida adalah (Wills, 1979): 1 Fd = 2 v Cd A, (Persamaan 3) 2 dimana F d adalah gaya drag (N), densitas fluida, v adalah kecepatan fluida, A adalah luas permukaan objek, C d adalah koefisien drag. Gaya Drag disebabkan oleh fluida yang dengan objek bergerak, sebagai fungsi dari kecepatan fluida dan densitas sepanjang luas area objek dan koefisien drag. Koefisien drag merupakan fungsi dari bilangan Reynold, tergantung pada densitas fluida, viskositas, dan kecepatan sepanjang gerakan fluida. Beberapa koefisien drag disesuaikan dengan rentang Bilangan Reynold tertentu. Bilangan Reynold dihitung berdasarkan persamaan berikut (Olson, 1990): vd Re =, (Persamaan 4) μ dimana, = densitas fluida (kg/m 3 ), v= kecepatan objek (m/det), D = diameter objek (m), dan = viskositas dinamik (N m/det 2 ). Persamaan komprehensif untuk memperkirakan nilai C D dari fluida Newtonian telah dipublikasikan oleh Mpandelis, 2006 dari Clift et al,1978. dengan rentang 0,01< Re < 3,38 x 10 5, namun untuk pengujian beberapa hubungan yang ditujukan untuk fluida Newtonian atau untuk non-newtonian, Machac et al, menemukan bahwa nilai C D mengikuti persamaan 5 untuk rentang Re > 1 hingga Re < [ 2.25Re Re ] C = (Persamaan 5) D B-21

17 c. Gaya Buoyant Gaya buoyant pada suatu objek diartikan sebagai gaya vertikal yang bersumber dari fluida yang kontak dengan objek. Sebuah objek mengapung mengalami kontak hanya dengan fluida dan gaya permukaan dari fluida adalah setimbang dengan gaya berat objek. Perhitungan gaya buoyant mengikuti persamaan berikut ini (Yang, et.al, 1999): F B = x g xvolume, (Persamaan 6) f objek dimana f = densitas fluida, dan g= percepatan gravitasi Percepatan awal materi dapat ditentukan berdasarkan pengaruh gaya terhadap pergerakan materi dalam proses jig, sebagai berikut (Alan dan Rinon,1981, Wills, 1979) : F G V S d FB FD =, (Persamaan 7) g dt dimana F G = gaya gravitasi, F B = gaya apung, F D = Drag Force, V= volume partikel, s = densitas partikel, g= percepatan gravitasi, v= kecepatan partikel dan t= waktu pemisahan. Pengaruh gaya-gaya yang bekerja pada partikel bulat dalam fluida ditampilkan dalam Gambar II.11 (Rcheel, 2004), dimana pada partikel yang jatuh melewati fluida dipengaruhi oleh gaya buoyant (F B ) dan gaya drag (F D ) yang bekerja pada arah ke atas, berlawanan arah dengan gaya berat (F G ). Gambar II.11 Gaya-gaya yang Bekerja pada Pergerakan Partikel dalam Fluida B-22

18 Pada waktu (t) = 0, dengan F D = 0, dan F E = V s, F B = V, dimana = densitas fluida, percepatan inisial adalah (Alan dan Rinon,1981. Anderson, 1979): a c d g dt = = 1 (Persamaan 8) s Persamaan 8 menunjukkan partikel dengan kesamaan densitas, tanpa memperhatikan ukurannya, memiliki kesamaan percepatan. Dua partikel dengan perbedaan densitas menunjukkan bahwa partikel berat memiliki inisial percepatan lebih besar daripada partikel ringan. Walaupun perbedaannya kecil, dan siklus pendek, percepatan partikel saat proses jig merupakan prinsip dasar operasi jigging. Pada operasional reaktor dengan proses jig, dua partikel dengan persamaan densitas tetapi dengan ukuran yang berbeda yaitu A adalah partikel besar dan B adalah partikel kecil. Kedua partikel dimulai dalam keadaan diam, partikel besar akan bergerak lebih cepat. Tetapi saat kecepatan terminalnya lebih besar, partikel tersebut akan tetap bergerak cepat jika partikel kecil mencapai kecepatan terminal. Dua partikel dengan persamaan ukuran tetapi dengan perbedaan densitas, kecepatan partikel untuk densitas yang lebih besar akan lebih besar pula, dan partikel akan bergerak dalam aliran. Bila ada tiga partikel, dimana C memiliki densitas lebih besar tetapi ukuran yang lebih kecil, maka kecepatan terminal C sama dengan partikel besar A. Keadaan ini akan membuat partikel A dan C sulit terpisah dalam pengendapan sederhana. II.3.3 Desain Reaktor Jig Ukuran sebenarnya untuk sebuah reaktor jig pemisahan mineral dibatasi oleh masalah operasional seperti pemisahan fraksi ringan melebihi area dan pergerakan pulsa air. Lebar jig dirancang tidak melebihi 60 cm dan panjangnya adalah 1,5 x lebar. Variabel operasional utama adalah frekuensi pantulan pulsa dan percepatan. Jig seharusnya dirancang untuk menjamin variable-variabel ini aman dalam operasi. Penggunaan tenaga adalah sekitar 0,1 sampai 0,15 hp/ft 2 dari area saringan dan dapat diperkirakan dengan persamaan berikut (Alan dan Rinon,1981): 1/ 2 Ad hp =, (Persamaan 9) 5000 B-23

19 dimana A = luas saringan (inc 2 ), dan d = diameter partikel (mm) Ketinggian air sebaiknya rendah, meskipun dapat divariasikan kedalamannya tergantung pada panjang pantulan, dan ukuran material-material. Apabila dalam penelitian digunakan saringan dengan diameter sama untuk setiap variasi, maka tenaga atau energi yang dialami oleh materi dalam fluida mengikuti persamaan (Olson, 1990) : Tenaga = x g x A xv x H (Persamaan 10) Persamaan 10 menunjukkan berat per satuan waktu dalam satuan Watt, dimana = densitas campuran air-materi (kg/m 3 ), g = percepatan gravitasi (m/detik 2 ), A = luas reaktor (m 2 ), v = kecepatan fluida (m/detik), dan H= tinggi pantulan (m) II.4 Penelitian Jig untuk Pemisahan Limbah Plastik (Tsunekawa,2001) Di Jepang sebuah Tacub Jig diaplikasikan untuk memisahkan limbah plastik polystyrene (PS), acrylonitrile butadiene styrene (ABS), dan polyethylene terephtalate (PET), yang digunakan dalam mesin fotokopi. Pengaruh pulsa air termasuk amplitudo dan frekuensi dalam kemampuan pemisahan telah diteliti dengan hasil 99,8% PS, 99,3% ABS dan 98,6% PET yang terpisah sebagai produk di lapisan atas, tengah, dan lapisan bawah dalam reaktor. II.4.1 Pemisahan Dua Jenis Campuran Amplitudo memiliki hubungan yang bertolak belakang pada masing-masing lapisan. Semakin kecil amplitudo, maka akan semakin banyak lapisan ABS yang tertinggal di bagian bawah, namun lapisan PS bagian atas yang paling tebal terjadi pada amplitudo sebesar 13 cm dengan pulsa sebanyak 40. Data tersebut menunjukkan adanya amplitudo optimum untuk setiap proses pemisahan lapisan. Frekuensi pulsa juga mempengaruhi proses pemisahan campuran PS/ABS. Tebalnya lapisan ABS di bagian bawah akan meningkat dengan menurunnya frekuensi, 99% produk ABS dapat terpisah pada frekuensi 10 siklus/menit. Namun, pemisahan PS tidak dipengaruhi oleh frekuensi, 99-98% PS dapat terpisah pada semua variasi frekuensi. Amplitudo sebesar 10 cm, cukup untuk memperluas lapisan dan pemisahan yang baik akan terjadi setelah jumlah pulsa yang tertentu. B-24

20 Jika amplitudo yang digunakan berada di bawah amplitudo yang mampu mengekspansi lapisan, berkurangnya frekuensi akan menambah waktu untuk pengendapan terpisah partikel ABS, hal ini akan menyebabkan tebalnya lapisan ABS di lapisan bawah sehingga diperlukan amplitudo dan jumlah pulsa kritis untuk ekspansi dan pemisahan lapisan. II.4.2 Pemisahan Tiga Jenis Campuran Tingkat PS di lapisan atas akan lebih besar dari 99% pada setiap variasi amplitudo. Dengan berkurangnya amplitudo, tingkat ABS pada bagian tengah, dan PET pada bagian bawah akan meningkat mencapai angka 96,7 dan 99,2 % yaitu pada amplitudo 4 cm. Data tersebut menyatakan bahwa amplitudo yang besar dapat mengganggu pemisahan PET (partikel berat) dan ABS ( partikel dengan berat menengah) Lapisan PS pada bagian atas tidak dipengaruhi oleh perubahan frekuensi dan lebih besar dari 99%. Frekuensi memiliki hubungan yang bertolak belakang dengan tingkat lapisan di tengah dan bawah. ABS pada lapisan tengah akan meningkat dengan berkurangnya frekuensi dimana PET di lapisan bawah akan berkurang. Tingkat lapisan ABS tertinggi adalah 96,7% yang terjadi pada frekuensi 10 siklus/menit, dan tingkat lapisan PET tertinggi adalah 99,2% pada frekuensi 40 siklus/menit. B-25

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan b. Menghitung pengaruh gaya-gaya yang bekerja pada pemisahan materi berat-ringan dalam reaktor jig, yaitu gaya gravitasi (gaya berat), gaya buoyant, dan gaya drag terhadap waktu pemisahan materi. c. Perhitungan

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian pemisahan plastik dengan jig dilakukan dalam skala laboratorium untuk mengetahui sifat fisik sampel plastik, dan pengamatan proses jig dalam reaktor batch untuk

Lebih terperinci

Botol Plastik. Sustainable Design Monica Tjenardi Putri Anastasia Sonia Olivia Sylvia Bellani

Botol Plastik. Sustainable Design Monica Tjenardi Putri Anastasia Sonia Olivia Sylvia Bellani Botol Plastik Sustainable Design Monica Tjenardi Putri 10120210198 Anastasia Sonia 10120210208 Olivia Sylvia Bellani 10120210320 Definisi Definisi, Material, Proses Pembuatan, Sistem Segel Sebuah wadah

Lebih terperinci

BOTOL PLASTIK. Gisca Agustia Citara Gusti Riri Arnold Constantine

BOTOL PLASTIK. Gisca Agustia Citara Gusti Riri Arnold Constantine BOTOL PLASTIK Gisca Agustia Citara Gusti Riri Arnold Constantine Botol Plastik wadah untuk benda cair, yg berleher sempit dan terbuat dari plastik. Jenis-jenis botol plastik 1. PETE atau PET (polyethylene

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FENOMENA FISIK JIG SEPARATION PROCESS REAKTOR KONTINU PHYSICAL PHENOMENA IDENTIFICATION OF JIG SEPARATION PROCESS IN CONTINUOUS REACTOR

IDENTIFIKASI FENOMENA FISIK JIG SEPARATION PROCESS REAKTOR KONTINU PHYSICAL PHENOMENA IDENTIFICATION OF JIG SEPARATION PROCESS IN CONTINUOUS REACTOR Jurnal Teknik Lingkungan Volume 16 Nomor 1, April 2010 (hal. 31-41) JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN IDENTIFIKASI FENOMENA FISIK JIG SEPARATION PROCESS REAKTOR KONTINU PHYSICAL PHENOMENA IDENTIFICATION OF JIG

Lebih terperinci

Ilmu Bahan. Bahan Polimer

Ilmu Bahan. Bahan Polimer Ilmu Bahan Bahan Polimer Bahan Polimer Polimer disebut juga makromolekul merupakan molekul besar yang dibentuk dengan pengulangan molekul sederhana yang disebut monomer. Polimer berasal dari dua kata :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Sistem pengolahan limbah botol diharapkan dapat dimanfaatkan kembali sebagai suatu bahan baru. Dengan suatu teknologi pembuatan, hasil pemanfaatan sampah secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. poly chloro dibenzzodioxins dan lain lainnya (Ermawati, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. poly chloro dibenzzodioxins dan lain lainnya (Ermawati, 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ini penanganan sampah kota di negara-negara berkembang seperti Indonesia hanya menimbun dan membakar langsung sampah di udara terbuka pada TPA (Tempat Pembuangan

Lebih terperinci

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) sedimentasi (pengendapan), pemisahan sentrifugal, filtrasi (penyaringan), pengayakan (screening/sieving). Pemisahan mekanis partikel fluida menggunakan gaya yang

Lebih terperinci

bahkan lebih bagus lagi jika kita dapat mendaur ulang plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna (recycle). Bayangkan saja jika kita berbelanja

bahkan lebih bagus lagi jika kita dapat mendaur ulang plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna (recycle). Bayangkan saja jika kita berbelanja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Indonesia, terutama

Lebih terperinci

Jenis-jenis polimer. Berdasarkan jenis monomernya Polimer yang tersusun dari satu jenis monomer.

Jenis-jenis polimer. Berdasarkan jenis monomernya Polimer yang tersusun dari satu jenis monomer. Polimer Apakah Polimer? Polimer adalah suatu material yang tersusun dari suatu rantai molekul secara berulang. Polimer tersusun dari unit-unit yang disebut dengan monomer Contoh-contoh polimer yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling sering ditemui diantaranya adalah sampah plastik, baik itu jenis

BAB I PENDAHULUAN. paling sering ditemui diantaranya adalah sampah plastik, baik itu jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan hasil aktivitas manusia yang tidak dapat dimanfaatkan. Namun pandangan tersebut sudah berubah seiring berkembangnya jaman. Saat ini sampah dipandang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Plastik Polyethylene Terephthalate (PET) Pada botol plastik yang transparan dan tembus pandang seperti botol air mineral, botol minuman sari buah, minyak goreng, kecap, sambal,

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN SERAT PLASTIK TERHADAP KUAT TARIK BELAH DAN KUAT TEKAN PADA CAMPURAN BETON TANPA AGREGAT KASAR

KAJIAN PENGGUNAAN SERAT PLASTIK TERHADAP KUAT TARIK BELAH DAN KUAT TEKAN PADA CAMPURAN BETON TANPA AGREGAT KASAR KAJIAN PENGGUNAAN SERAT PLASTIK TERHADAP KUAT TARIK BELAH DAN KUAT TEKAN PADA CAMPURAN BETON TANPA AGREGAT KASAR Agustiar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Aceh Email : ampenan70@gmail.com

Lebih terperinci

Pertanyaan yang sering ditanyakan. Bagaimana cara menyusui yang yang baik dan benar agar produksi ASI bisa lancar dan banyak?

Pertanyaan yang sering ditanyakan. Bagaimana cara menyusui yang yang baik dan benar agar produksi ASI bisa lancar dan banyak? Pertanyaan yang sering ditanyakan Bagaimana cara menyusui yang yang baik dan benar agar produksi ASI bisa lancar dan banyak? 1 2 Bagaimana ASI diproduksi? Ibaratnya pabrik: 1. Pabrik 2. Jalur distribusi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 7. G.H. Tchobanoglous, H. Theissen, S.A. Vigil. (1993). Integrated Solid Waste Management. Mc Graw Hill.

DAFTAR PUSTAKA. 7. G.H. Tchobanoglous, H. Theissen, S.A. Vigil. (1993). Integrated Solid Waste Management. Mc Graw Hill. DAFTAR PUSTAKA 1. Aarve., Vesilind, Alan.,.Rinon. (1981). Unit Operations in Resource Recovery Engineering. Prentice Hall.Inc. USA. 2. Anderson, Michael. (1979). Gravity Separation. Handout 9. Pergamon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Perancangan Reaktor Pirolisis Pada reaktor pirolisis alat ini dibuat menggunakan 2 tabung freon bekas yang tidak terpakai karena menggunakan tabung yang sudah

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA

KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA Yogyakarta, 3 November 212 KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA Ir. Adullah Kuntaarsa, MT, Ir. Drs. Priyo Waspodo US, MSc, Christine Charismawaty Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut. HUKUM STOKES I. Pendahuluan Viskositas dan Hukum Stokes - Viskositas (kekentalan) fluida menyatakan besarnya gesekan yang dialami oleh suatu fluida saat mengalir. Makin besar viskositas suatu fluida, makin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plastik relatif murah, praktis dan fleksibel. Plastik memiliki daya kelebihan

BAB I PENDAHULUAN. plastik relatif murah, praktis dan fleksibel. Plastik memiliki daya kelebihan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik merupakan jenis limbah padat yang susah terurai dan volumenya terus meningkat. Peningkatan jumlah sampah plastik karena plastik relatif murah, praktis dan

Lebih terperinci

PENCEMARAN TANAH LELY RIAWATI, ST., MT.

PENCEMARAN TANAH LELY RIAWATI, ST., MT. 1 PENCEMARAN TANAH LELY RIAWATI, ST., MT. 2 Regulasi terkait Pencemaran Tanah Undang-undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah PP No. 150 th. 2000 ( Kerusakan tanah untuk produksi

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK Kertas Kasar Kertas Lunak Daya kedap terhadap air, gas, dan kelembaban rendah Dilapisi alufo Dilaminasi plastik Kemasan Primer Diresapi lilin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN .1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN .1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah industri polimer merupakan salah satu limbah yang tergolong dalam limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Pada umumnya limbah industri polimer berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu rekayasa material menjadi suatu kajian yang sangat diminati akhir - akhir ini. Pemanfaatan material yang lebih dikembangkan saat ini adalah polimer. Polimer

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam dunia industri pirolisis plastik sudah banyak dan tersebar dimanamana. Untuk penelitiannya sendiri juga sudah banyak, akan tetapi dalam

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGGUNAAN PLASTIK PVC TERHADAP LINGKUNGAN DAN ALTERNATIFNYA DI INDONESIA

KAJIAN DAMPAK PENGGUNAAN PLASTIK PVC TERHADAP LINGKUNGAN DAN ALTERNATIFNYA DI INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN DAMPAK PENGGUNAAN PLASTIK PVC TERHADAP LINGKUNGAN DAN ALTERNATIFNYA DI INDONESIA With a Summary in English Impact Assessment of PVC Plastic Usage To Environment and its Alternative

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi di Indonesia secara umum meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan perekonomian maupun perkembangan teknologi. Pemakaian energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri, konsumsi akan barang-barang berbahan plastik semakin meningkat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. industri, konsumsi akan barang-barang berbahan plastik semakin meningkat. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring bertambahnya jumlah penduduk dunia dan kemajuan akan suatu industri, konsumsi akan barang-barang berbahan plastik semakin meningkat. Menurut data statistik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi polimer pada saat ini telah memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya akan bahan yang dapat didaur ulang (recycle), salah satu produk polimer

Lebih terperinci

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel atau

Lebih terperinci

BAB VI PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN

BAB VI PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN BAB VI PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN 6.1. Bahan Pengemas Dan Metode Pengemasan Menurut Suyitno (1990), pengemasan adalah penempatan produk didalam suatu kemasan untuk memberikan proteksi atau perlindungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini, plastik banyak digunakan sebagai kemasan makanan dan minuman.

I. PENDAHULUAN. Saat ini, plastik banyak digunakan sebagai kemasan makanan dan minuman. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, plastik banyak digunakan sebagai kemasan makanan dan minuman. Ada berbagai alasan sehingga orang menggunakan kemasan plastik sebagai pembungkus pada makanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2. Latar Belakang Perancangan

I. PENDAHULUAN. 2. Latar Belakang Perancangan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PEMILIHAN STUDI 1. Penjelasan Tema/ Ide/ Judul Perancangan Pada judul laporan Desain Sofa Ruang Tamu Menggunakan Material Daur Ulang, dengan konsep Go-Green. Pemanfaatan

Lebih terperinci

yang terbuat dari lembaran atau potongan potongan kecil kayu yang direkat bersama-sama (Maloney,1996). Mengacu pada pengertian ini, komposit serbuk

yang terbuat dari lembaran atau potongan potongan kecil kayu yang direkat bersama-sama (Maloney,1996). Mengacu pada pengertian ini, komposit serbuk TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Limbah Kayu dan Plastik Sebagai Papan Plastik Komposit Komposit kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk yang terbuat dari lembaran atau potongan potongan kecil

Lebih terperinci

Senyawa Polimer. 22 Maret 2013 Linda Windia Sundarti

Senyawa Polimer. 22 Maret 2013 Linda Windia Sundarti Senyawa Polimer 22 Maret 2013 Polimer (poly = banyak; mer = bagian) suatu molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari susunan ulang molekul kecil yang terikat melalui ikatan kimia Suatu polimer

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Waktu Penelitian Penelitian pirolisis dilakukan pada bulan Juli 2017. 3.1.2 Tempat Penelitian Pengujian pirolisis, viskositas, densitas,

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Limbah Plastiksebagai Campuran Bahan Bakar Premium terhadap Prestasi Mesin Sepeda Motor Merk-X

Pengaruh Penggunaan Limbah Plastiksebagai Campuran Bahan Bakar Premium terhadap Prestasi Mesin Sepeda Motor Merk-X Pengaruh Penggunaan Limbah Plastiksebagai Campuran Bahan Bakar Premium terhadap Prestasi Mesin Sepeda Motor Merk-X Untung Surya Dharma 1) & Dwi Irawan 2). 1,2) Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN SAMPAH MENJADI RDF

TEKNOLOGI PENGOLAHAN SAMPAH MENJADI RDF TEKNOLOGI PENGOLAHAN SAMPAH MENJADI RDF Emenda Sembiring, ST,MT,MEngSc, PhD Disampaikan pada Training Pengelolaan Sampah: Admire Cement NAMAs 28 Juli 2016 PENGINGAT Properti/Karakteristik yang mudah terbakar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengujian Variasi sudut kondensor dalam penelitian ini yaitu : sudut 0 0, 15 0, dan 30 0 serta aliran air dalam kondensor yaitu aliran air searah dengan laju

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Perencanaan Alat Alat pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi bahan bakar minyak sebagai pengganti minyak bumi. Pada dasarnya sebelum melakukan penelitian

Lebih terperinci

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI BAB VI FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI VI.1 Pendahuluan Sebelumnya telah dibahas pengetahuan mengenai konversi reaksi sintesis urea dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Lebih terperinci

Polimer terbentuk oleh satuan struktur secara berulang (terdiri dari susunan monomer) H H H H H

Polimer terbentuk oleh satuan struktur secara berulang (terdiri dari susunan monomer) H H H H H POLIMER BAHAN TEKNIK 1 PENGERTIAN Polimer terbentuk oleh satuan struktur secara berulang (terdiri dari susunan monomer) H H H H H C = C C C C H H H H H Etilen Monomer Polietilen Polimer Susunan molekul

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. oleh aktivitas organisme pembusuk. Organisme pembusuk itu salah satunya

BAB II LANDASAN TEORI. oleh aktivitas organisme pembusuk. Organisme pembusuk itu salah satunya BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Sampah adalah barang sisa suatu kegiatan/aktivitas manusia atau alam. Sampah dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: 2.1.1 Sampah Organik Yaitu sampah yang mudah membusuk atau

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktifitas Air (Aw) Aktivitas air atau water activity (a w ) sering disebut juga air bebas, karena mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

Lebih terperinci

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting Reni Silvia Nasution Program Studi Kimia, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia reni.nst03@yahoo.com Abstrak: Telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pemanasan atau pendinginan fluida sering digunakan dan merupakan kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang elektronika. Sifat

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengujian Variasi sudut kondensor dalam penelitian ini yaitu : 0 0, 15 0, dan 30 0 serta aliran air dalam kondensor yaitu aliran air searah dengan laju uap (parallel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang sangat kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar memakai konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi garam dapur, gula, sodium sulphat, urea, dan lain-lain. pada batas kristalisasi dan batas kelarutan teoritis.

BAB I PENDAHULUAN. produksi garam dapur, gula, sodium sulphat, urea, dan lain-lain. pada batas kristalisasi dan batas kelarutan teoritis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam teknik kimia kristalisasi dilakukan dalam alat pengkristal. Kristalisasi adalah suatu unit operasi teknik kimia dimana senyawa kimia dilarutkan dalam suatu pelarut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat Indonesia dalam membuang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di negeri kita yang tercinta ini, sampah menjadi masalah yang serius.

BAB I PENDAHULUAN. Di negeri kita yang tercinta ini, sampah menjadi masalah yang serius. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di negeri kita yang tercinta ini, sampah menjadi masalah yang serius. Bahkan di wilayah yang seharusnya belum menjadi masalah telah menjadi masalah. Yang lebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian adalah metode yang digunakan untuk mendekatkan permasalahan yang diteliti sehingga dapat menjelaskan dan membahas permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah; dan harganya yang sangat murah (InSWA). Keunggulan yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. berubah; dan harganya yang sangat murah (InSWA). Keunggulan yang dimiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik berasal dari gas alam dan minyak bumi yang dibuat melalui proses polimerisasi. Plastik mempunyai beberapa sifat istimewa yaitu mudah dibentuk sesuai dengan

Lebih terperinci

No Properties Value 1 Density kg/m 3 2 Viscosity 5.27 m. Poise 3 Flash Point 22 o C 4 Fire Point 29 o C 5 Calorific Value

No Properties Value 1 Density kg/m 3 2 Viscosity 5.27 m. Poise 3 Flash Point 22 o C 4 Fire Point 29 o C 5 Calorific Value BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Pirolisis sudah banyak diteliti oleh peneliti pendahulu. Variabel dan alat yang digunakan dalam penelitiannya juga sudah bervariasi. Akan tetapi

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN ANALISA DAYA PADA MESIN PENCACAH SAMPAH PLASTIK

RANCANG BANGUN DAN ANALISA DAYA PADA MESIN PENCACAH SAMPAH PLASTIK RANCANG BANGUN DAN ANALISA DAYA PADA MESIN PENCACAH SAMPAH PLASTIK IRFAN ANWAR NIM: 41312110098 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2017 LAPORAN TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

BAB V DASAR-DASAR PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

BAB V DASAR-DASAR PENGOLAHAN BAHAN GALIAN BAB V DASAR-DASAR PENGOLAHAN BAHAN GALIAN 5.1. Pengolahan Bahan Galian Pengolahan Bahan Galian (Mineral dressing) adalah pengolahan mineral dengan tujuan untuk memisahkan mineral berharga dan gangue-nya

Lebih terperinci

BAB II TAHAPAN UMUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

BAB II TAHAPAN UMUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN BAB II TAHAPAN UMUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN Pengolahan Bahan Galian (Ore Dressing) pada umumnya dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu : preparasi, konsentrasi, dan dewatering. 2.1. PREPARASI Preparasi

Lebih terperinci

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA Proses Produksi I MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA by Asyari Daryus Universitas Darma Persada OBJECTIVES Mahasiswa dapat menerangkan sifat dan jenis bahan plastik Mahasiswa dapat menerangkan cara pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah plastik menjadi masalah lingkungan berskala global. Plastik banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari, karena mempunyai keunggulan-keunggulan seperti kuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan berkembangnya teknologi pembuatan komposit polimer yaitu dengan merekayasa material pada saat ini sudah berkembang pesat. Pembuatan komposit polimer tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 RENCANA PENELITIAN Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penambahan cacahan polypropylene pada beton normal, maka dilakukan beberapa pengujian, antara lain terhadap kuat tekan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. 1. Spesifikasi motor bensin 4-langkah 135 cc. mesin uji yang digunakan adalah sebagai berikut. : 4 langkah, SOHC, 4 klep

METODOLOGI PENELITIAN. 1. Spesifikasi motor bensin 4-langkah 135 cc. mesin uji yang digunakan adalah sebagai berikut. : 4 langkah, SOHC, 4 klep III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Pengujian 1. Spesifikasi motor bensin 4-langkah 135 cc Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah motor bensin 4- langkah 135 cc, dengan merk Yamaha

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan Pirolisis Bahan yang di gunakan dalam pirolisis ini adalah kantong plastik es bening yang masuk dalam kategori LDPE (Low Density Polyethylene). Polietilena (PE)

Lebih terperinci

TATA CARA PENGAMBILAN CONTOH ASPAL

TATA CARA PENGAMBILAN CONTOH ASPAL TATA CARA PENGAMBILAN CONTOH ASPAL 1. Ruang Lingkup 1.1 Tata cara ini digunakan untuk pengambilan contoh aspal di pabrik, tempat penyimpanan atau saat pengiriman. 1.2 Besaran dinyatakan dalam Satuan SI

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. langkah 110 cc, dengan merk Yamaha Jupiter Z. Adapun spesifikasi mesin uji

METODOLOGI PENELITIAN. langkah 110 cc, dengan merk Yamaha Jupiter Z. Adapun spesifikasi mesin uji 4 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Pengujian. Spesifikasi motor bensin 4-langkah 0 cc Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah motor bensin 4- langkah 0 cc, dengan merk Yamaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baku menjadi produk baru yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Pertumbuhan industri

I. PENDAHULUAN. baku menjadi produk baru yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Pertumbuhan industri 1 I. PENDAHULUAN Pabrik adalah sarana untuk memproduksi barang kebutuhan manusia. Salah satu tujuan pendirian pabrik adalah untuk bisa mendapatkan keuntungan, yaitu dengan cara mengolah bahan baku menjadi

Lebih terperinci

DAUR ULANG SAMPAH PLASTIK

DAUR ULANG SAMPAH PLASTIK DAUR ULANG SAMPAH PLASTIK Oleh : DILLA FADHILAH BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sampah adalah suatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Fakultas Peternakan IPB untuk pembuatan alat dan pembuatan pelet pemurni. Contoh biogas yang digunakan dalam

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahan-bahan polimer seperti Polyvinyl chloride (PVC), Polypropylene, Polystyrene, Polymethyl methacrylate (PMMA) dan Polyethylene terephthalate (PET) semakin banyak

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Alat Pirolisis Limbah Plastik LDPE untuk Menghasilkan Bahan Bakar Cair dengan Kapasitas 3 Kg/Batch BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Alat Pirolisis Limbah Plastik LDPE untuk Menghasilkan Bahan Bakar Cair dengan Kapasitas 3 Kg/Batch BAB III METODOLOGI digilib.uns.ac.id 8 BAB III METODOLOGI A. ALAT DAN BAHAN 1. Alat yang digunakan : a. Las listrik f. Palu b. Bor besi g. Obeng c. Kunci pas/ring h. Rol pipa d. Tang i. Gergaji besi e. Kunci L j. Alat pemotong

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan September 2014 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan September 2014 di 18 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan September 2014 di Laboratorium Daya, Alat, dan Mesin Pertanian (DAMP) dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Beton merupakan bahan yang paling banyak pemakaiannya di seluruh dunia dan digunakan secara luas di dunia sebagai bahan kontruksi selain baja dan kayu. Beton digunakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan mineral. Proses-proses pemisahan senantiasa mengalami. pemisahan menjadi semakin menarik untuk dikaji lebih jauh.

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan mineral. Proses-proses pemisahan senantiasa mengalami. pemisahan menjadi semakin menarik untuk dikaji lebih jauh. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pemisahan memiliki peran penting dalam industri seperti industri kimia, petrokimia, pengolahan pangan, farmasi, pengolahan minyak bumi, atau pengolahan

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

PEMILIHAN KEMASAN DAN PERALATAN MAKAN BERBAHAN PLASTIK YANG AMAN BAGI KESEHATAN

PEMILIHAN KEMASAN DAN PERALATAN MAKAN BERBAHAN PLASTIK YANG AMAN BAGI KESEHATAN Pendahuluan PEMILIHAN KEMASAN DAN PERALATAN MAKAN BERBAHAN PLASTIK YANG AMAN BAGI KESEHATAN Oleh: Siti Marwati, M. Si Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY siti_marwati@uny.ac.id Dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN 1. Ruang Lingkup a. Metode ini meliputi pengujian untuk mendapatkan hubungan antara kadar air dan kepadatan pada campuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari pengujian briket dengan

Lebih terperinci

INTRODUCTION TO POLYMER. Oleh : LILIK MIFTAHUL KHOIROH, M.Si

INTRODUCTION TO POLYMER. Oleh : LILIK MIFTAHUL KHOIROH, M.Si INTRODUCTION TO POLYMER Oleh : LILIK MIFTAHUL KHOIROH, M.Si The term of polymer was first used by chemists from Sweden, Berzelius (1833) History of Polymer Polimer alam Polymer is combination from several

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bauksit Bauksit merupakan bahan yang heterogen, yang mengandung mineral dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al 2 O 3.H 2 O) dan mineral gibsit (Al 2 O 3.3H 2

Lebih terperinci

MODUL II VISKOSITAS. Pada modul ini akan dijelaskan pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi praktikum, dan lembar kerja praktikum.

MODUL II VISKOSITAS. Pada modul ini akan dijelaskan pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi praktikum, dan lembar kerja praktikum. MODUL II VISKOSITAS Pada modul ini akan dijelaskan pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi praktikum, dan lembar kerja praktikum. I. PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang praktikum

Lebih terperinci

LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK

LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2013 / 2014 MODUL PEMBIMBING : Plate and Frame Filter Press : Iwan Ridwan, ST, MT Tanggal Praktikum : 10 Juni 2014 Tanggal Pengumupulan : 21 Juni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MERUBAH SAMPAH PLASTIK MENJADI BAHAN BAKAR MINYAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MERUBAH SAMPAH PLASTIK MENJADI BAHAN BAKAR MINYAK 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MERUBAH SAMPAH PLASTIK MENJADI BAHAN BAKAR MINYAK Merubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak termasuk daur ulang tersier dapat dilakukan dengan proses cracking (perekahan).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi hutan di Indonesia menunjukkan tingkat produktivitas yang menurun, padahal kebutuhan bahan baku kayu di lingkungan masyarakat dari tahun ke tahun semakin meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam menghadapi persaingan global pada umumnya setiap perusahaan mengharapakan keberhasilan dalam menghasilkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Konsumen

Lebih terperinci

Gambar 7. Jenis-jenis serat alam.

Gambar 7. Jenis-jenis serat alam. III. TINJAUAN PUSTAKA A. Serat Alam Penggunaan serat alam sebagai bio-komposit dengan beberapa jenis komponen perekatnya baik berupa termoplastik maupun termoset saat ini tengah mengalami perkembangan

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Produksi plastik di dunia tahun 2012 dalam Million tones (PEMRG, 2013)

Gambar 1.1 Produksi plastik di dunia tahun 2012 dalam Million tones (PEMRG, 2013) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia saat ini banyak menggunakan peralatan sehari-hari yang terbuat dari plastik. Plastik dipilih karena memiliki banyak keunggulan yaitu kuat, ringan,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang B. Tinjauan Pustaka

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang B. Tinjauan Pustaka BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Sektor industri termasuk industri kimia di dalamnya, dewasa ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat seiring dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia, baik dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Limbah merupakan material sisa bahan buangan yang tidak digunakan lagi dari hasil suatu kegiatan yang terjadi dimasyarakat. Limbah dapat berupa tumpukan barang bekas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi dan perkembangan teknologi serta kebutuhan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi dan perkembangan teknologi serta kebutuhan yang terus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Globalisasi dan perkembangan teknologi serta kebutuhan yang terus meningkat telah menimbulkan perubahan dalam dunia industri di Indonesia. Industri yang

Lebih terperinci