KRITIK DAN PANDANGAN ANALISIS TERHADAP TEORI RASIONALISASI TINDAKAN KOMUNIKATIF JÜRGEN HABERMAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KRITIK DAN PANDANGAN ANALISIS TERHADAP TEORI RASIONALISASI TINDAKAN KOMUNIKATIF JÜRGEN HABERMAS"

Transkripsi

1 Trikuntari Dianpratiwi, Kritik dan Pandangan Analisis. 1 KRITIK DAN PANDANGAN ANALISIS TERHADAP TEORI RASIONALISASI TINDAKAN KOMUNIKATIF JÜRGEN HABERMAS Trikuntari Dianpratiwi Peneliti Sosial Ekonomi pada Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan Abstract: The rationalization theory is one of some social theory that is important to face communication information age now. The expert that blowed this theory is Weber that suggested the conviction role and act in social change, but in contemporary social age now, Jürgen Habermas criticized this theory. The problems that make in communication and information age now is the present of cyber that lost face to face presenting. The context of communication setting of cyber world is much different to face to face world. Because of that, it is needed analysis to appropriate to rationalization theory, communication act rationalization theory especially. The irrationalization things that leads the subject past through rationalization follows in the footsteps irrationalization and reach act out of instinct. The new theory that was borned form the criticize to the communicative act of rationalization theory of Jürgen Habermas is the contextually communicative from irrationalization act rationalization theory (cyber world), where the context of communicative act cyber give much different influence to the fact. This theory is an alternatif of new theory of communicative act at post reality age now. Key Words: Theory, Rasionalizaton,Context, Cyber Teori Rasionalisasi awalnya dicetuskan oleh Max Weber 1 dengan lahirnya kapitalisme modern yaitu hasil akhir proses rasionalisasi yang berakar dalam pengaruh historis tradisi intelektual spesifik. Teori ini berdasar pada pemahaman rasionalitas khususnya rasionalitas tindakan. Menurut Weber cara berpikir dan bertindak ini adalah masalah inti dalam sejarah universal peradaban. Peranan pemimpin agama dalam mempromosikan berbagai macam ide dan tujuan atau orientasi pada berbagai masyarakat sangat penting dan menjadi penyebab masyarakat non-barat mengalami perkembangan ilmiah, kesenian, politik maupun ekonomi di luar jalur rasionalisasi yang unik di Barat. 2 Misalnya Pendeta Budha melakukan kontemplasi dan memisahkan diri dari semua kegiatan keduniaan untuk mencapai tingkatan spiritual tertinggi, atau Konfusius Mandarin menggunakan dasar pengetahuan yang sangat tradisional dan teks non-ilmiah. Di Barat muncul minat sudut pandang kultural yang mengedepankan rasionalisasi 3. Weber mengemukakan peranan keyakinan dan tindakan dalam perubahan sosial. Kapitalisme adalah anak kandung cara berpikir dan bertindak bukan mode

2 2 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2 Desember 2009 produksi yang lahir dari kekuatan ekonomi. Weber menunjukkan bahwa munculnya bentuk societas hanyalah ilusi, yaitu khayalan untuk membangun utopia tentang kelahiran modernitas yang dijanjikan untuk para ilmuwan sosial. Akhirnya Weber mengusulkan untuk menyerahkan diri kita kepada kandang besi birokrasi dan kegelapan malam yang beku di daerah kutub yang diciptakan oleh modernitas 4. Dalam perkembangannya teori Rasionalisasi mendapatkan kritik dari Jürgen Habermas, 5 tokoh yang banyak mewarisi ideal-ideal modern Pencerahan. 6 Pada saat ini kritik Jürgen Habermas terhadap teori Rasionalisasi Max Weber telah mengalami berbagai hal yang harus diadaptasikan dengan kondisi societas abad ke 21, karena Habermas adalah pembela kebaikan dan kesinambungan pemikiran modernis yang menolak pembantaian oleh postmodernisme. Perubahan societas yang cenderung mengarah kepada informasi global, dengan kecanggihan alat komunikasi dan begitu banyaknya informasi yang merambah seluruh sudut kehidupan manusia saat ini tidak dapat didekati dengan teori Rasionalisasi Jürgen Habermas 7 secara sempurna (memadai). Tulisan ini memuat kritik awal Jürgen Habermas terhadap teori Rasionalisasi Weber, dilanjutkan dengan pengajuan Teori Rasionalisasi Jürgen Habermas dengan konsep Refleksi dan Relevansi 8, dan akhirnya diajukan kritik terhadap teori Rasionalisasi Jürgen Habermas khususnya tentang komunikatif tindakan. Kritik Awal Jürgen Habermas Sebelum membahas kritik Jürgen Habermas, marilah kita mengingat kembali siapa Jürgen Habermas. Jürgen Habermas adalah generasi kedua pembawa teori kritis yang tersohor karena menjejakkan teoretisasi pendahulunya di tingkat pemikiran selanjutnya. 9 Teori-teori baru lahir di tangan Jürgen Habermas, diantaranya teori tindakan komunikasi yang merupakan salah satu terobosan dalam teori kritis. 10 Selanjutnya, teori Rasionalitas Tindakan yang dikemukakan Max Weber dikritik oleh Jürgen Habermas. 11 Kita dapat dikatakan memahami sebuah keberhubungan antar perilaku yang teramati jika kita mampu mencari paralelismenya dengan sesuatu yang kita ketahui melalui introspeksi atau observasi diri. 12 Sebagai ciri tindakan, rasionalitas mengacu pada perhitungan masuk akal (berrasio) untuk mencapai sasaran berdasarkan pilihan-pilihan yang rasional dengan menggunakan sarana yang efisien serta mengacu pada perumusan nilai-nilai tertinggi yang mengarahkan tindakan dan orientasiorientasi terencana secara konsisten dari pencapaian nilai-nilai tersebut (Rasionalitas Tujuan). 13 Ciri yang dimilikinya adalah (1) formal, sebab orang yang bekerja dengan rasionalitas ini hanya mementingkan cara-cara mencapai tujuan, dan tidak mengindahkan nilai yang dihayati sebagai isi dari kesadaran terhadap nilai etis, estetis dan religius (Rasionalitas Nilai), (2) substantif, sebab orang yang bertindak dengan rasionalitas ini mementingkan komitmen rasionalnya

3 Trikuntari Dianpratiwi, Kritik dan Pandangan Analisis. 3 terhadap nilai yang dihayati secara pribadi. Weber membedakan tindakan berdasarkan rasionalitas nilai dari tindakan tradisional yang didorong oleh emosi dan afeksi. Tindakan berdasarkan rasionalitas nilai merupakan deduksi kaidah praktis dari prinsip universal. Konsep rasionalitas tersebut menurut Weber tidak hanya dimiliki oleh manusia bangsa Barat, melainkan ciri yang melekat pada modernitas. Artinya dalam masyarakat tradisional konsep itu belum berkembang sehingga tidak meresapi tingkah laku sosial. Perubahan dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern menyebabkan konsep rasionalitas mengarahkan tingkah laku sosial. Hal ini terjadi di Barat dan non Barat, atau dalam semua societas yang memodernisasi. Konsep Weber tentang rasionalisasi adalah proses perubahan yang dihasilkan oleh semakin luasnya rasionalitas tersebut. Jürgen Habermas mempelajari kembali teori Rasionalisasi dengan tujuan menyusun teori Rasionalisasi baru yang lebih memadai. Ada dua esai yang disampaikan Habermas tentang teori Rasionalisasi. Pertama, Technology and Science as Ideology (TSI). Kedua, Max Weber s Theory of Rationalization (MTR) bagian dari The Theory of Communicative Action. Dalam esai pertama Habermas menjelaskan rasionalisasi menurut Weber sebagai perluasan wilayah masyarakat yang ditempatkan di bawah aturan-aturan keputusan rasional. Artinya, kegiatan semua kegiatan societas modern diatur dengan keputusan dan tindakan rasional sebagaimana tampak dalam birokrasi dan administrasi, itulah pengertian umum rasionalisasi. Analisis-analisis Weber atas rasionalisasi societas telah digunakan oleh Mazhab Frankfurt untuk mengkritik bentuk rasionalitas yang menindas dalam masyarakat dewasa ini, yaitu rasionalitas teknologis (Marcuse), rasio instrumental (Hoekheimer), atau mitos (Ardono dan Horkheimer). 14 Mereka mengganggap dalam proses itu tidak berlaku rasionalitas yang dicita-citakan manusia yang memberi kebahagiaan dan otonomi, sebaliknya sebuah kekuasaan politis sedang menindas masyarakat saat ini melalui proses rasionalisasi tersebut. Di satu pihak rasionalitas merupakan kritik atas proses produksi tradisional yang menindas dan ketinggalan zaman, di pihak lain rasionalitas merupakan apologi untuk membenarkan proses produksi baru yang dengan cara lain juga menindas atau menurut Freud untuk menyembunyikan kekuasaan yang menindas. Marcuse mengusulkan pemecahan yang menurut Habermas tidak realistis, yaitu memandang alam sebagai saudara atau subyek lain. Ini menandakan bahwa teori kritis menjadi moralistis dan kurang kuat berdasar epistemologis. Habermas berpendapat bahwa bukan hanya Marcuse tetapi Weber sendiri tak dapat memberi penjelasan yang memuaskan tentang bagaimana rasionalitas dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, melalui proses rasionalisasi telah berkembang menjadi totalitas historis atau disebut Habermas sebagai sebuah bentuk kehidupan yang dialami masyarakat dewasa ini. Untuk itu Habermas menyarankan sebuah

4 4 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2 Desember 2009 skema interpretatif untuk memahami teori rasionalisasi dalam proses perkembangan sejarah. Habermas memusatkan diri pada tindakan sosial, suatu obyek yang memiliki ciri-ciri mendasar sekaligus dapat diobservasi secara empiris bertolak dari distingsi dalam praksis. Praksis adalah tindakan dasar manusia dalam dunia di luar dirinya, dalam alam atau societas. Habermas membedakan dua dimensi dalam praksis hidup manusia, yang saling berkaitan. Kedua dimensi itu adalah kerja dan interaksi atau komunikasi. Dalam TSI, kedua dimensi tersebut dijelaskan sebagai tindakan sosial. Habermas membedakan dua macam tindakan, yaitu tindakan rasional-bertujuan (termasuk dimensi kerja) dan tindakan-komunikatif (termasuk dimensi komunikasi). Istilah tindakan rasionalbertujuan mengacu pada konsep rasionalitas tujuan menurut Weber. Tindakan ini bersifat instrumental, memenuhi aturan teknis, berdasarkan pengetahuan empiris untuk meramalkan hasilnya, dan memilih sarana yang tepat untuk mewujudkan tujuannya. Habermas berpendapat bahwa tindakan instrumental hanya bisa dilakukan terhadap kenyataan non-sosial (alam), sedangkan tindakan strategis dilakukan dalam kenyataan sosial. Istilah tindakan-komunikatif mengacu pada tindakan yang diarahkan oleh norma yang disepakati bersama berdasarkan harapan timbal balik di antara subyek-subyek yang berinteraksi. Simbol yang dipahami timbal balik, khususnya bahasa sehari-hari, sangat penting sebagai medium bagi tindakan ini. Tindakan rasional-bertujuan dan tindakan-komunikatif adalah tindakan sosial, yaitu tindakan yang dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Habermas membedakan secara analitis dua segi sistem sosial, (1) kerangka kerja institusional yang tersusun dari tindakan-komunikatif atau dunia kehidupan sosial budaya, (2) subsistem tindakan rasional bertujuan yang tersusun dari tindakan sosial bertujuan yang tertanam di dalam dunia kehidupan sosial budaya, misalnya dalam bentuk sistem ekonomi dan birokrasi negara. Habermas berusaha menunjukkan bahwa yang disebut rasionalisasi berjalan dengan distorsi, sebab prosesnya sangat mementingkan salah satu sisi sistem sosial, yaitu tindakan rasionalbertujuan. Habermas membedakan sejarah modernisasi dari masyarakat tradisional ke masyarakat dewasa ini dalam tiga tahap: (1) masyarakat tradisional, (2) masyarakat kapitalis liberal, dan (3) masyarakat kapitalisme lanjut. Proses perkembangan dari tahap ke tahap itu berlangsung melalui perubahan konstelasi kerangka kerja institusional dan subsistem tindakan rasional bertujuan. Masyarakat tradisional memiliki kerangka kerja institusional yang dominan dengan dukungan legitimasi tradisional dalam bentuk mitos, agama dan metafisika yang mencakup seluruh realitas sosial dan kosmos. Dalam tahap ini, subsistem-subsistem tindakan rasional -bertujuan belum dominan,

5 Trikuntari Dianpratiwi, Kritik dan Pandangan Analisis. 5 melainkan justru berjalan dalam batasbatas tradisi, dan oleh karena itu tindakan instrumental dan strategis belum mengarahkan tingkah laku sosial. Perubahan konstelasi mulai terjadi saat masyarakat memasuki ambang modernitas yang diawali dengan tahap kapitalis liberal. Pada tahap ini terjadi perluasan subsistem tindakan rasional bertujuan hingga memasuki atau bahkan melampaui wilayah kerangka kerja institusional. Habermas berpendapat bahwa yang disebut rasionalisasi oleh Weber, adalah proses penyesuaian kerangka kerja institusional dengan subsistem-subsistem tindakan rasionalbertujuan. Ada dua macam rasionalisasi, yaitu Rasionalisasi dari bawah (interaksi sosial), artinya interaksi sosial semakin diatur oleh norma-norma tindakan rasionalbertujuan, dan Rasionalisasi dari atas berarti terjadi krisis legitimasi tradisional atau sekularisasi, karena mitos, agama, dan metafisika kehilangan daya ikatnya pada tingkah laku sosial, dan sebagai gantinya muncullah ideologi borjuis yang menyuarakan kebebasan. Pada tahap ini ekonomi mendominasi politik, sehingga Marx merumuskannya dalam skema basis ekonomi menentukan superstruktur politik. Depolitisasi kerangka kerja institusional dalam masyarakat kapitalisliberal ini diakhiri ketika societas memasuki tahap kapitalisme lanjut pada akhir abad lalu dan memasuki repolitisasi massa. Pada tahap ini negara berperan bukan untuk mewujudkan tujuan praksis (moral), melainkan memecahkan masalah teknis. Maka pada tahap ini negara membutuhkan ilmu dan teknologi sebagai pemecah masalah. Proses rasionalisasi dari atas, menurut Habermas, mencapai kesadaran teknokratis. Habermas berpendapat bahwa pada tahap inilah ilmu dan teknologi berfungsi sebagai ideologi (legitimasi teknokratis). Hanya dalam arti rasionalisasi dari atas inilah penjelasan Adorno dan Horkheimer tentang dialektika pencerahan serta penjelasan Marcuse tentang ilmu dan teknologi sebagai ideologi dapat dimengerti, sebab rasionalisasi dari atas ini tak lain dari pergantian ideologi demi ideologi. Sedangkan rasionalisasi dari bawah semakin memperkuat dan memperluas keberlakuan norma tindakan rasionalbertujuan dalam bentuk tingkah laku birokratis dan administrasi. Berdasarkan skema interpretatif, Habermas menjelaskan distorsi proses rasionalisasi sebagai penekanan yang terlalu besar yang diberikan kepada tindakan rasional-bertujuan, sehingga mengesampingkan proses rasionalisasi pada dimensi komunikasi (penindasan dimensi praktis oleh dimensi teknis). Kemudian Habermas mengajukan tesis bahwa proses rasionalisasi yang berjalan seimbang akan terjadi dalam dua jalur dan tidak saling menggantikan. Pada taraf subsistem tindakan rasionalbertujuan, rasionalisasi meliputi perkembangan kekuatan produksi, kemajuan dan perluasan kontrol teknis atas alam dan proses obyektif. Pada taraf kerangka kerja institusional atau duniakehidupan sosial-budaya, rasionalisasi diwujudkan dalam medium komunikasi melalui medium bahasa, dengan jalan

6 6 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2 Desember 2009 menyingkirkan pembatas komunikasi. Menurut Habermas, kita bisa melihat tanda adanya rasionalisasi pada taraf ini kalau dalam masyarakat terdapat diskusi umum yang bebas dari dominasi, pengurangan tingkat represi pada norma sosial, pengurangan kekakuan atau kekerasan, dan penerapan norma secara luwes serta yang masih memungkinkan refleksi. Habermas mengkritik rasionalisasi Weber serta konstruksi teori tersebut dalam bentuk Teori Kritis sebagaimana digagas Marcuse dan kawan-kawan dengan mengatakan bahwa pemahaman rasionalitas dengan rasionalisasi-tujuan mereka adalah sempit. Model rasionalitas tersebut menurut Habermas hanya tepat diberlakukan terhadap alam atau proses obyektif, dan tidak untuk kenyataan sosial yang bersifat intersubyektif. Dimensi komunikasi inilah hal baru yang dikemukakan Habermas yang mengandaikan model rasionalitas lain yang terwujud dalam tindakan komunikatif, tepatnya rasionalitas komunikasi. Teori Rasionalisasi Jurgen Habermas Teori Rasionalisasi Jurgen Habermas atau tepatnya adalah teori Rasionalitas Komunikatif, muncul dari pertanyaan apakah modernisasi yang didasarkan atas kapitalisme merupakan satu-satunya model rasionalisasi? Habermas berpendapat bahwa modernisasi yang dijelaskan oleh Weber hanyalah sebagian realisasi dari struktur kesadaran modern dan pengembangan sebuah model selektif rasionalisasi kapitalis yang mengandaikan rasionalitas sebagai rasionalitas tujuan. Terbatasnya pendekatan Weber, pertama, penyamaan antara masyarakat rasional dengan kapitalisme, kedua, ketidakberhasilan melepaskan diri dari pengaruh filsafat kesadaran yang mempertentangkan subyek dan obyek (menyamakan rasionalitas tujuan dengan rasionalitas sebagai keseluruhan). Habermas mengajukan sebuah model nonselektif untuk rasionalisasi masyarakat yang bersifat non selektif karena melukiskan seluruh perkembangan yang mungkin untuk realisasi struktur kesadaran modern. Habermas mulai dengan menjelaskan hubungan pragmatis-formal manusia, yaitu dengan kenyataan obyektif (misalnya alam), dengan kenyataan sosial, dan dengan kenyataan subyektif (diri manusia sendiri). Terhadap ketiga kenyataan itu, manusia dapat mengambil tiga sikap, yaitu mengobyektifkan, konformatif-norma (sikap kritis), dan ekspresif (Bagan 1).

7 Trikuntari Dianpratiwi, Kritik dan Pandangan Analisis. 7 Dunia Sikap dasar 2. Sosial 3. Subyektif 1. Obyektif 1. Mengobyektifkan Hubungan kognitifinstrumental Hubungan kognitif strategis Hubungan obyektivistis dengan diri 2. konformatif- Norma Hubungan estetismoral dengan lingkungan yang tidak diobyektifkan Hubungan kewajiban Hubungan sensordiri 3. Ekspresif Pernyataan diri Hubungan spontan inderawi dengan diri Bagan 1. Relasi Format-Logis, (Teori Tindakan Komunikatif, Rasio dan Rasionalisasi Masyarakat Jurgen Habermas, Jilid 1, Kreasi wacana, Yogyakarta, 2009, hlm. 293) Hubungan kognitif-instrumental (1.1) tampak dalam penegasan, tindakan instrumental, observasi, dan sebagainya. Hubungan kognitif-strategis (1.2) tampak dalam tindakan sosial yang bersifat rasional-bertujuan. Hubungan kewajiban (2.2) tampak dalam tindakan yang diarahkan norma. Pernyataan diri (3.2) tampak dalam dramaturgi dan ekspresi diri. Hubungan obyektivis dengan diri (1.3) tampak dalam beberapa teori, misalnya psikologi empiris atau etika utilitarian. Hubungan sensor diri (2.3) dapat dilukiskan dengan gejala superego, seperti rasa salah dan mekanisme pertahanan diri. Hubungan spontaninderawi dengan diri (3.3) dapat ditemukan dalam ungkapan-ungkapan afektif, hasrat, penampilan kreatif, dan sebagainya. Hubungan estetis dengan lingkungan yang tidak diobyektifkan tampil dalam karya seni dan gaya.

8 8 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2 Desember 2009 Dunia ektif bjektif sial 1 3 Ekspresif Seni 1 Objektivitasi Rasionalitas kognitif Instrumental X 2 Selaras Norma X Rasionalitas moral-praktis 3 Ekspresif X Rasionalitas estetis praktis Bagan 2. Kompleksitas Rasionalisasi (Teori Tindakan Komunikatif, Rasio dan Rasionalisasi Masyarakat Jurgen Habermas, Jilid 1, Kreasi wacana, Yogyakarta, 2009, hlm. 295) Berdasarkan hubungan pragmatis tersebut, Habermas menyusun teori rasionalisasi Weber dalam skematis yang luas yang memperlihatkan kompleksitas rasionalisasi (Bagan 2). Habermas berpendapat bahwa hanya ada enam pola hubungan manusia dan dunianya yang bisa dirasionalisasikan, tetapi bukan rasionalitas-tujuan. Habermas memahami bahwa rasionalitas berhubungan dengan tiga macam rasionalitas yang otonom, yaitu rasionalitas kognitif-instrumental (sesuai dengan rasionalitas-tujuan dalam pengertian Weber), rasionalitas praktismoral, dan rasionalitas praktis-estetis. Jika kompleksitas hidup dirasionalisasikan, akan menghasilkan pengetahuan yang memiliki klaim kesahihan (validity claim) tertentu sehingga dalam kompleksitas ini subyek yang berkomunikasi dapat mencapai konsensus. Kompleksitas pertama dan kedua yang bisa dirasionalisasikan adalah sikap mengobyektifkan alam dan masyarakat yang menghasilkan rasionalitas kognitifinstrumental. Pengetahuan yang dihasilkan dapat berwujud ilmu pengetahuan dan teknologi (1.1) termasuk teknologi sosial (1.2). Kompleksitas ketiga dan keempat adalah sikap konformatif-norma terhadap masyarakat dan dunia batin yang menghasilkan kompleksitas rasionalitas praktis-moral. Pengetahuan yang dihasilkan lewat rasionalitas kompleks ini adalah hukum (2.2) dan moralitas (2.3). kompleksitas kelima dan keenam yang dapat dirasionalisasikan adalah sikap ekspresif terhadap dunia batin dan alam yang menghasilkan kompleksitas rasionalitas praktis-estetis. Pengetahuan yang dihasilkan dapat berwujud erotisme (3.3) dan seni (3.1).

9 Trikuntari Dianpratiwi, Kritik dan Pandangan Analisis. 9 Habermas berpendapat bahwa ada tiga kompleksitas yang tidak bisa dirasionalisasikan (tanda X), sehingga sulit mendapatkan pengetahuan yang sahih untuk mencapai konsensus. Menurut Habermas, sikap mengobyektifkan dunia batin, sejauh sebagai subyektivitas, tidak bisa menghasilkan pengetahuan yang bisa dipelajari (1.3). Sikap konformatif-norma terhadap alam, berhubungan dengan alam sebagai saudara, sulit mendapat bentuk rasionalnya (2.1). Bidang ini memang merupakan kompetensi ilmu-ilmu alam, dan filsafat alam yang memandang alam secara antropomorfis sulit bersaing dengan ilmu-ilmu alam. Sikap ekspresif terhadap interaksi sosial (3.2), dalam bentuk kontra kebudayaan, tidak membentuk struktur yang dapat dirasionalisasikan. Keenam kompleksitas yang dapat dirasionalisasikan sesuai dengan tiga bidang nilai kultural otonom yang dihasilkan oleh kesadaran modern, yaitu bidang kognitif-instrumental, normatif-etis, dan ekspresif-estetis. Habermas memberikan evaluasi atas proses modernisasi secara tidak seimbang. Pola rasionalisasi ini disebut selektif karena memilih-milih bidang garapan. Modernitas kapitalis diatur oleh tatanan kehidupan dimana rasionalitas kognitif-instrumental dan rasionalitas praktis-estetis mencapai dominasi, sehingga dimanapun kita melihat masyarakat ilmiah sekaligus konsumeris, manusia spesialis sekaligus manusia yang mengejar kenikmatan. Fenomena hilangnya makna dan kebebasan menunjukkan penindasan atas rasionalitas praktis-moral dalam kehidupan modern ini. Habermas juga mengajukan tesis tentang pola rasionalisasi yang utuh, pola nonselektif. Sebuah modernisasi masyarakat akan berjalan utuh dan seimbang jika ketiga bidang nilai kultural (kognitif, evaluatif, dan ekspresif) dihubungkan dengan sistem tindakan sehingga hasil dan penerusan pengetahuan yang terspesialisasi menurut klaim kesahihannya terjamin. Modernisasi macam itu meneruskan potensi kognitif yang dikembangkan oleh kebudayaan yang cerdas dan berpengalaman ke praksis komunikatif sehari-hari sehingga menghasilkan sistem-sistem tindakan. Keseimbangan akan dicapai bila bidang nilai kultural diinstitusionalisasikan secara seimbang sehingga mencegah dominasi salah satu bidang. Refleksi dan Relevansi Dalam kerangka teori rasionalisasi, proses pembentukan diri masyarakat berarti proses menuju rasionalisasi, atau proses menuju otonomi dan kedewasaan. Sebagai usaha mengatasi kemacetan Teori Kritis Mazhab Frankfurt, Habermas telah membuka dimensi yang lebih luas untuk proyek rasionalisasi masyarakat. Modernisasi kapitalis berjalan timpang karena mengutamakan rasionalisasi dalam bidang subsistem tindakan rasional bertujuan dan mengesamping-kan rasionalisasi dalam bidang kerangka kerja institusional atau komunikasi. Rasionalisasi praksis komunikasi itu adalah khas teori sosial Habermas. 15 Modernisasi kapitalis yang memutlakkan rasionalitas kognitif instrumental dalam

10 10 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2 Desember 2009 bentuk kekuasaan politis dan kemakmuran ekonomis yang terpadu dengan hedonisme dan konsumerisme yang menyebabkan erosi makna, karena modernisasi tersebut menindas bentuk rasionalitas lain, yaitu rasionalitas praktis-moral, dikritik oleh Habermas. Habermas mengambil sikap berbeda dari rekan-rekan Mazhab Frankfurt dan tidak setuju dengan Weber. Ilmu dan teknologi yang dicurigai sebagai bentuk penindasan oleh para pendahulunya justru dilihat sebagai faktor penting yang mengemansipasikan societas dari kendala alamiah dan proses obyektif, bahkan teknologi sosial sekalipun dipandang sebagai kemungkinan pengembangan masyarakat. Ada dua hal yang bisa dimunculkan dari skema rasionalisasi, pertama tentang kompleksitas yang tak bisa dirasionalkan dan kedua tentang relevansi praktis skema tersebut. Memang diakui masih banyak hal yang patut dipertanyakan dari teori yang diajukan oleh Jürgen Habermas. Kompleksitas societas masa kini layak memasukkan faktor-faktor baru pada bagan Habermas. Habermas menyarankan agar unsur kognitif, evaluatif, dan ekspresif kebudayaan diterjemahkan secara memadai dan seimbang dalam sistem tindakan sosial dan pranata sosial. Hanya dalam societas yang mengakumulasikan proses belajarnya secara sistematis dan metodis di bidang kognitif, evaluatif dan ekspresiflah skema normatif paling mungkin diterapkan. Kritik dan Analisis Teori Rasionalisasi Jurgen Habermas Konsep Awal sebagai Bahan Diskursus Pengaruh komunikasi global yang terjadi saat ini memberikan konstatasi baru terhadap semua teori sosial, termasuk teori rasionalisasi tindakan komunikatif yang disampaikan oleh Jurgen Habermas. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap suatu tindakan atau tindakan komunikatif suatu individu atau societas akan bertambah, bukan hanya obyektif, sosial, dan subyektif, tetapi harus memasukkan pula faktor komunikasi dunia maya atau lebih tepat disebut konteks (termasuk di dalamnya media yang digunakan dalam komunikasi). Komunikasi dunia maya yang semakin marak dan berpengaruh terhadap tindakan harus diperhitungkan dalam pengambilan keputusan rasional individu yang bertindak karena keputusan yang diambil untuk berefleksi dan berelevansi berbeda dengan polapola yang sudah disampaikan dalam teori Habermas sebelumnya. Ketidakseimbangan sistem tindakan sosial dan pranata sosial terproduksi melalui konteks komunikasi. Refleksi dan relevansi harus mengalami pergeseran dari bentuk awalnya seperti yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas. Tidak hadirnya wujud yang dapat dilihat secara inderawi akan menyulitkan penemuan makna refleksi dan relevansi yang dihadirkan oleh suatu hubungan atau relasi komunikatif. Perabaan makna harus mencapai titik terdekat dalam pemberian makna yang paling tepat sehingga tercapai relevansi

11 Trikuntari Dianpratiwi, Kritik dan Pandangan Analisis. 11 yang memadai dengan konteks komunikatif yang sedang berlangsung. Baru saja kita dikejutkan oleh berita di media cetak tentang seorang Nova dan Abelia yang baru berusia tahun dan gemar berkelana di dunia maya (face book), tiba-tiba meninggalkan rumah, orangtua dan saudara-saudaranya mengikuti nuraninya untuk bertemu dengan seorang teman laki-laki yang dikenal dan berkomunikasi secara intens melalui face book. Komunikasi tanpa tatap muka yang mereka lakukan (ternyata mampu melahirkan refleksi dan relevansi) serta merta menggiring sikap remaja perempuan dan laki-laki ini untuk sepakat bertemu. Moral mereka tinggalkan, budaya Timur mereka kesampingkan, apalagi rasionalitas. Mereka mengambil keputusan irrasional berdasarkan rasionalitas dunia maya. 16 Komunikasi intens melalui dunia maya (yang tentunya rasional karena menuntut kemampuan mengoperasikan alat komunikasi) telah membentuk sikap iirasional yaitu keinginan bertemu dengan orang yang sama sekali belum pernah bertatap muka, tidak mengenal pribadi atau keluarganya, tetapi dipercaya penuh dapat mengisi kekosongan yang dirasakan. Berdasarkan Bagan 2 Jurgen Habermas, maka faktor Dunia seharusnya tidak hanya Obyektif, Sosial, Subyektif saja, tetapi perlu dimasukkan faktor konteks (dalam hal ini dunia maya) yang juga akan menambah faktor Sikap dasar tidak hanya mengobyektifkan, konformasi norma, ekspresif, tetapi perlu ditambahkan keputusan irrasional. Hasil perpaduan keduanya (konteks-dunia maya dan keputusan irrasional) adalah Rasionalitas naluri praktis-irrasional yang terbagi menjadi disparitas keinginan dan imoralitas. Dalam komunikasi dengan konteks dunia maya konsensus tercapai dengan pola yang unik, yaitu ketercapaian konsensus tanpa interaksi atau intersubyektif yang nyata. Mungkin teori baru yang harus dilahirkan dari kritik terhadap teori Rasionalisasi Tindakan Komunikatif Jürgen Habermas adalah TEORI RASIONALISASI TINDAKAN IRRA- SIONAL KOMUNIKATIF KONSTEKS- TUAL (DUNIA MAYA), dimana konteks tindakan komunikatif dunia maya memberikan pengaruh yang sangat berbeda dengan dunia nyata. Hal-hal tidak nyata yang membimbing subyek melampaui rasionalitas menjejak irrasionalisasi dan mencapai tindakan di luar naluri akal. Semoga ini dapat menjadi konsep awal yang patut diperbincangkan dan akan menjadi pandangan baru di dunia postmodern ini. Menghadapi dunia saat ini yang sangat terbuka terhadap sarana komunikasi, maka kita dihadapkan pada dua tantangan besar, pertama, tantangan dari kaum fanatik yang ingin mendominasi kehidupan bersama, secara paksa menyingkirkan nilai-nilai bahkan semua pihak yang dianggap bertentangan. Apalagi jika mereka sangat tertutup dan sama sekali tidak ingin nilai yang mereka ikuti atau terapkan diperdebatkan atau diuji dalam public sphere, 17 kedua, tantangan dari kaum kapitalis yang ingin kemapanan posisinya di masyarakat terus bertahan. Sebuah

12 12 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2 Desember 2009 public sphere yang imanen diperlukan untuk menjangkau mereka yang takut atau antipati suasana diskursif. Ruang publik ini harus mudah didekati dan dimasuki atau diakses. Salah satu sarana memasuki public sphere adalah melalui teknologi informasi yang sudah berkembang. Perlu kecerdasan dan niat tulus untuk memanfaatkan semua sarana yang ada untuk dapat menciptakan public sphere sehingga timbul suasana diskursif yang akan sampai merambah ranah irrasional positif. Penutup Sebagai konsep awal yang akan menjadi bahan diskursus, maka tulisan ini diharapkan mendapat respon berupa masukan maupun koreksi untuk meneguhkan dan bahkan merevisinya. Mungkin masih banyak ilmuwan setelah Jurgen Habermas yang melakukan kritik terhadap teori Rasionalisasi, namun mengemukakan gagasan adalah bagian dari refleksi ilmiah yang dapat dikukuhkan menjadi pengkayaan ilmu suatu teori yang telah eksis. Bagaimanapun konsep awal ini akan menjadi bagian dari proses pengembangan dan pemanfaatan ilmu yang menjadi cikal bakal dasar pembangunan suatu disertasi tentang ranah komunikasi societas. Sumber bacaan yang lebih lengkap pasti dapat menyempurnakan konsep awal ini. Sedangkan diskusi yang intensif serta penggalian data yang aktual pasti akan memberikan warna yang lebih lengkap sehingga dapat menggambarkan keutuhan konsep yang dihasikan dari kritik teori ini. Semoga demikian adanya. Daftar Pustaka Adian, D.G Hermeneutika Kritis Jürgen Habermas. ages/topics/habermas.pdf. Barker, C Cultural Studies Teori dan Praktik. Kreasi Wacana. Yogyakarta. Beilharz, P Teori-teori Sosial Observasi Kritis terhadap para Filosof Terkemuka. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Fisher, B. A Teori-teori Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Gunawan Teori Tindakan Komunikatif Jürgen Habermas /Teori-Kritis- Jürgen-Habermas. Habermas, J Teori Tindakan Komunikatif, Rasio dan Rasionalisasi Masyarakat. Penerjemah Nurhadi. Jilid 1. Kreasi wacana. Yogyakarta. Hardiman, F.B Menuju Masyarakat Komunikatif. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Jones, P Pengantar Teori-teori Sosial, dari Teori Fungsionalisme hingga Post-modernisme. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

13 Trikuntari Dianpratiwi, Kritik dan Pandangan Analisis. 13 Makitan, G. K Krisis, Kritik, dan Diskursus: Menimbang Peran Pemuda dalam Mengentas Krisis. org/index.php?g=articles&i d=68. Putra, F Kritik atas Rasionalitas Masyarakat Modern. t.com/2009/04/kritik-atasrasionalitasmasyarakat.html. Ritzer, G dan Douglas J. Goodman Teori Sosiologi dari Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Kreasi Wacana. Yogyakarta. Ritzer, G Teori Sosial Postmodern. Kreasi Wacana. Yogyakarta. Syam, N. W Sosiologi Komunikasi. Humaniora. Bandung. 1 Max Weber adalah pengusung iman ontologi sosial terhadap dominasi positivisme. Dia mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya memahami secara interpretatif tindak sosial guna mendapat penjelasan kausalistik tentangnya. Weber menggariskan bahwa regularitas sosial yang dipelajari sosiolog berbeda dengan regularitas fisik yang fisikawan. Dikatakannya bahwa perilaku sosial memuat makna yang ditanamkan pelaku sosial secara subyektif pada tindakannya, atau, tindak sosial adalah tindak yang bersifat intensional (Adian, Hermeneutika Kritis Jürgen Habermas, 2009). 2 Orientasi, merupakan komponen utama dan penting dalam pengambilan peran dari perspektif interaksional (Fisher, B. Aubrey, Teori-teori Komunikasi, 1986: 244). 3 Jones, P. Pengantar Teori-teori sosial, dari Teori Fungsionalisme hingga Post-modernisme, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009: Jones, P. Pengantar Teori-teori sosial, Dari Teori Fungsionalisme hingga Post-modernisme, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009: Jürgen Habermas adalah filsuf kontemporer terkenal di Jerman yang lahir pada 18 Juni 1929 di Dusseldorf Jerman. Dia adalah anak dari Ketua Kamar Dagang propinsi Rheinland Westfalen di Jerman Barat. Ia dibesarkan di Gummersbach, kota kecil di Jerman dengan dinamika lingkungan Borjuis-Protestan (Gunawan, Teori Tindakan Komunikastif Jurgen Habermas, 2009). 6 Firdaus,P. Kritik atas Rasionalitas Masyarakat Modern, Masyarakat rasional adalah masyarakat yang sistem dan dunia kehidupannya dapat dirasionalkan dengan sendirinya, mengikuti logikanya sendiri (Ritzer, George dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi dari Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern, 2008: 626). 8 Hardiman, F.B. Menuju Masyarakat Komunikatif, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2009: , Karya Habermas berawal dari ide sederhana, menaruh [erhatian pada persoalan publik serta kekuasaan non-kekerasan yang terkandung dalam argumen yang lebih baik, yang disebutnya sebagai diskursus praktis rasional ( Beilharz, Peter, Teori-teori Sosial Observasi Kritis terhadap Para Filosof Terkemuka, 2005: 211). 10 Di sini Habermas menggagas syarat-syarat yang memungkinkan sebuah komunikasi bebas distorsi. Berbagai syarat yang beralas pada komitmen kesalingpemahaman dan bukan semata-mata efisiensi atau efektivitas (Adian, Hermeneutika Kritis Jürgen Habermas, 2009). 11 Habermas juga mengkritisi interpretif sebagai hal yang berbau atau bercorak konservatif. Sementara kaum interpretif, seperti Gadamer mengacu pada tradisi dan menyalahkan teori

14 14 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2 Desember 2009 kritikal yang mencoba melepaskan sejarah (Syam, Nina W, Sosiologi Komunikasi, 2009: 179). 12 Adian, Hermeneutika Kritis Jürgen Habermas, Bagaimana kita bisa menarik sebuah maksim sosial dari sesuatu yang bersifat subyektif? Jawaban kaum behaviouris atas kesulitan pengukuran itu adalah mengabstraksi perilaku sosial dalam satu konsep umum yang sekarang masih disanjung kalangan tersebut yaitu konsep pilihan rasional (rational choice). Konsep tersebut mengandaikan bahwa sebagai hewan rasional, tindak-tanduk manusia selalu beralaskan rasionalitas bertujuan. Rasionalitas dalam memilih sarana-sarana yang paling efisien dalam mencapai tujuan yang akan dicapai (Adian, Hermeneutika Kritis Jürgen Habermas, 2009). 14 Di tengah dominasi positivisme, sekelompok intelektual Jerman yang dipimpin Horkheimer dan Adorno mendengungkan kembali semangat Sokratian-Marxian. Mereka merintis apa yang kelak dikenal dengan sebutan teori kritis. Sebagian sosiolog bertolak dari konsep Heidegger bahwa manusia adalah ada-dalam-dunia, artinya menjadi manusia tidak pernah sepenuhnya subyektif, ia tertanam dalam dunia intersubyektif dimana nilai, motif, dan makna, didefiniskan secara bersama-sama (Adian, Hermeneutika Kritis Jürgen Habermas, 2009). 15 Solusinya: menciptakan masyarakat reflektif (cerdas) yang berhasil berkomunikasi memuaskan yang kemudian mencapai konsensus bebas dominasi, melalui diskursus rasional, tercipta masyarakat komunikatif, untuk mencapai diskursus rasional dalam masyarakat komunikatif dengan mengandaikan public spere, dimana setiap elemen masyarakat dapat masuk, bebas sensor dan dominasi yang memungkinkan membentuk opini publik (Makitan, Krisis, Kritik, dan Diskursus: Menimbang Peran Pemuda dalam Mengentas Krisis, 2009). 16 Habermas memahani bahwa rasionalitas (secara lebih luas, rasionalitas formal) yang memberi karakter sistem-sistem sosial berbeda dengan rasionalitas yang memberi karakter dunia kehidupan (Ritzer, George, Teori Sosial Postmodern, 2009: 254). 17 Barker, C. Cultural Studies Teori dan Praktik, 2009: 384, menulis, bahwa bagi Habermas, ruang public adalah satu wilayah yang muncul pada ruang spesifik dalam masyarakat borjuis, yang memerantarai masyarakat sipil dengan negara, dimana publik mengorganisasi dirinya sendiri dan opini publik dibangun.

15 Trikuntari Dianpratiwi, Kritik dan Pandangan Analisis. 17

DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI

DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Oktober 2011 PADA MULANYA...WEBER ZWECKRATIONALITÄT RASIONALITAS BERTUJUAN WERTRATIONALITÄT RASIONALITAS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam BAB V BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Pemikiran-pemikiran Habermas merupakan sebuah ide pembaharuan atas kebuntuan berpikir yang dialami oleh para pendahulunya dalam Mazhab Frankfurt. Para tokoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan manusia menjadi penunjang keberlangsungan hidup manusia. Manusia dengan akal budinya

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER Manusia merupakan anggota masyarakat yang akan senantiasa berusaha agar selalu bisa bergaul dengan sesama. Sehingga setiap individu akan bertindak dan berusaha untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Utopia.com..., Raditya Margi Saputro, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Utopia.com..., Raditya Margi Saputro, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bila ditarik garis besarnya maka di dalam skripsi ini saya telah mencoba memaparkan sebuah teori tentang kemungkinan baru di dalam memunculkan sebuah ranah publik melalui hubungan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Modernitas yang ditandai oleh rasio instrumental mengimplikasikan beberapa persoalan seperti filsafat kesadaran, positivisme, universalitas serta kecenderungan ideologi yang

Lebih terperinci

JURGEN HABERMAS: TEORI KRITIS DENGAN PARADIGMA KOMUNIKASI

JURGEN HABERMAS: TEORI KRITIS DENGAN PARADIGMA KOMUNIKASI JURGEN HABERMAS: TEORI KRITIS DENGAN PARADIGMA KOMUNIKASI Oleh: Ajat Sudrajat Prodi Ilmu Sejarah FISE UNY A. Pendahuluan Jurgen Habermas adalah salah seorang tokoh dari Filsafat Kritis. Ciri khas dari

Lebih terperinci

CRITICAL THEORIES Bagian II

CRITICAL THEORIES Bagian II CRITICAL THEORIES Bagian II 1 MARXISME Jalur Pengaruh Pemikiran Karl Mark & Teori Kritis Hegel Neo Marxisme Teori Kritis II Marks Muda Karl Mark Marks Tua Engels Kautsky Korsch Lukacs Gramsci Hokheimer

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. d. klaim komprehensibilitas (comprehensibility). Dalam masyarakat tentunya seperti hubungan-hubungan yang telah

BAB V PENUTUP. d. klaim komprehensibilitas (comprehensibility). Dalam masyarakat tentunya seperti hubungan-hubungan yang telah 120 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Habermas menggiring pemikiran manusia untuk bermasyarakat supaya bagaimana membangun hubungan sosial yang dapat menjadi ideal dengan menggunakan perantara komunikasi

Lebih terperinci

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Handout 4 Pendidikan PANCASILA SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PANCASILA sebagai Sistem Filsafat Kita simak Pengakuan Bung Karno tentang Pancasila Pancasila memuat nilai-nilai universal Nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB II TINDAKAN SOSIAL - MAX WEBER. yang menonjol, dan setiap gagasan yang mengancamnya akan disingkirkan

BAB II TINDAKAN SOSIAL - MAX WEBER. yang menonjol, dan setiap gagasan yang mengancamnya akan disingkirkan BAB II TINDAKAN SOSIAL - MAX WEBER A. Paradigma Definisi Sosial Sejarah suatu ilmu pengetahuan adalah sejarah bangun dan jatuhnya paradigma-paradigma. Untuk suatu masa mungkin hanya satu paradigma yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Tindakan Sosial Max Weber Dalam hal ini kaitanya antara teori tindakan sosial dengan persepsi masyarakat tentang calon bupati mantan koruptor adalah termasuk relevan. Yang mana

Lebih terperinci

SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH

SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH l Edisi 048, Februari 2012 P r o j e c t SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH i t a i g k a a n D Sulfikar Amir Edisi 048, Februari 2012 1 Edisi 048, Februari 2012 Sains, Islam, dan Revolusi Ilmiah Tulisan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif,

Lebih terperinci

TEORI DAN METODOLOGI

TEORI DAN METODOLOGI TEORI DAN METODOLOGI MEMBANGUN PARADIGMA DALAM TEORI SOSIOLOGI 3 PARADIGMA FAKTA SOSIAL DEFINISI SOSIAL PERILAKU SOSIAL Sudut pandang sistem sosial sebagai keseluruhan Sudut pandang struktur sosial Tindakan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS 3.1 Teori Kritis Jurgen Habermas Habermas berasumsi bahwa modernitas merupakan sebuah proyek yang belum selesai. Ini artinya masih ada yang perlu untuk dikerjakan kembali.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan bahwa masyarakat modern merupakan masyarakat yang memiliki kompleksitas nilai dan kepentingan.

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika.

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika. KEWARGANEGARAAN Modul ke: GLOBALISASI DAN NASIONALISME Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan pengertian globalisasi

Lebih terperinci

Bab 4 PENUTUP. Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus

Bab 4 PENUTUP. Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus Bab 4 PENUTUP Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus liberalisasi, ruang-ruang publik di tanah air mulai menampakkan dirinya. Namun kuatnya arus liberalisasi tersebut, justeru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang

BAB 5 PENUTUP. mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang 97 BAB 5 PENUTUP A. KESIMPULAN PENELITIAN Studi ini memiliki hipotesa awal bahwa arena yang cukup esensial dalam mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang publik,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

CRITICAL THEORIES Bagian III

CRITICAL THEORIES Bagian III CRITICAL THEORIES Bagian III 1 Jurgen Habermas Jürgen Habermas (18 Juni, 1929, Düsseldorf) ialah seorang filsuf dan sosiolog yang berada di dalam tradisi Critical Theory dan pragmatisme Amerika. Dia paling

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU RESENSI BUKU Judul : Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan Penulis : Mohammad Muslih Penerbit : Belukar Yogyakarta Cetakan : I, 2005 Tebal : XI + 269 halaman

Lebih terperinci

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana. Ph.D a.wardana@uny.ac.id Overview Perkuliahan Konstruksi Teori Sosiologi Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Pengetahun

Lebih terperinci

BAB II TINDAKAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL. paradigma yang ada yakni Fakta Sosial (Emile Durkheim) dan Perilaku

BAB II TINDAKAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL. paradigma yang ada yakni Fakta Sosial (Emile Durkheim) dan Perilaku BAB II TINDAKAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. Tindakan Sosial Max Weber Teori tindakan sosial merupakan salah satu teori yang dikemukakan oleh Max Weber, dan terdapat pada paradigma Definisi Sosial

Lebih terperinci

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak 53 BAB II Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak Untuk menjelaskan fenomena yang di angkat oleh peneliti yaitu ZIARAH MAKAM Studi Kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aristoteles merupakan salah seorang filsuf klasik yang mengembangkan dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin bahwa politik

Lebih terperinci

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( ) FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE (1866-1952) Filsafat Sejarah Croce (1) Benedetto Croce (1866-1952), merupakan pemikir terkemuka dalam mazhab idealisme historis. Syafii Maarif mengidentifikasi empat doktrin

Lebih terperinci

Teori Konflik I: Marxis dan Neo Marxis

Teori Konflik I: Marxis dan Neo Marxis Teori Konflik I: Marxis dan Neo Marxis K U L I A H KE- 5: A M I K A W A R D A N A, P H. D A. W A R D A N A @ U N Y. A C. I D T E O R I S O S I O L O G I K O N T E M P O R E R Materi: Fungsionalisme Versus

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER. Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER. Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER A.Kajian Teori Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan dengan temapembahasan dalam penelitian ini dengan menggunakan teori tindakan sosial

Lebih terperinci

RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato,

RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato, RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato, Aristoteles, thomas Aquinas muncullah Perenialisme.

Lebih terperinci

Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM POSTMODERNISME

Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM POSTMODERNISME Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM E MODERNISME POSTMODERNISME PENGERTIAN POSTMODERNISME 1. Postmodernisme adalah lawan dari modernisme yang dianggap tidak berhasil mengangkat martabat manusia modern (Lyotard).

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Modul ke: PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Fakultas 10FEB Melisa Arisanty. S.I.Kom, M.Si Program Studi MANAJEMEN PANCASILA SEBAGAI ETIKA BERNEGARA Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Sistem

Lebih terperinci

BAB II TINDAKAN SOSIAL MARX WEBER. ketuhanan). Ia dididik dengan tradisi idealisme Jerman dan perduli

BAB II TINDAKAN SOSIAL MARX WEBER. ketuhanan). Ia dididik dengan tradisi idealisme Jerman dan perduli BAB II TINDAKAN SOSIAL MARX WEBER Max Weber (1864-1920), ia dilahirkan di Jerman dan merupakan anak dari seorang penganut protestan Liberal berhaluan sayap kanan. Weber berpendidikan ekonomi, sejarah,

Lebih terperinci

TEORI SOSIOLOGI KLASIK MAX WEBER

TEORI SOSIOLOGI KLASIK MAX WEBER TEORI SOSIOLOGI KLASIK MAX WEBER Prof. Dr. Farida Hanum DISUSUN OLEH : 1. Rahma Dewi Agustin 12413244006 2. Nurrizal Ikrar L 12413244013 3. Suhendra Lumban R 12413249006 JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out Indonesia menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada

Lebih terperinci

Apakah pancasila sebagai pembangunan sudah diterapkan di Indonesia atau belum?

Apakah pancasila sebagai pembangunan sudah diterapkan di Indonesia atau belum? PANCASILA SEBAGAI PEMBANGUNAN BANGSA TEORI Pengertian Paradigma Paradigma adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif),

Lebih terperinci

FILSAFAT ADMINISTRASI

FILSAFAT ADMINISTRASI FILSAFAT ADMINISTRASI IA merupakan hasil pemikiran dan penalaran manusia yg disusun berdasarkan rasionalitas dan sistematika yg mengungkapkan kejelasan ttg objek forma, yaitu pemikiran untuk menciptakan

Lebih terperinci

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS 1. PROGRESSIVISME a. Pandangan Ontologi Kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

Makalah. Filsafat Neo Marxisme

Makalah. Filsafat Neo Marxisme Makalah Filsafat Neo Marxisme Nama : Rustam Efendy NPM : Kelas Mata Kuliah Dosen Pembina : XIII / B : Filsafat Ilmu : Prof.Dr.H.M.Tauhid Noer SH.MH.MPd BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembahasan

Lebih terperinci

STRUKTUR KURIKULUM 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA PRODI S3 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

STRUKTUR KURIKULUM 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA PRODI S3 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA STRUKTUR KURIKULUM 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA PRODI S3 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA STRUKTUR KURIKULUM Struktur kurikulum PS S3 PBI terdiri atas: 1. Matakuliah Landasan Keilmuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus globalisasi akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern. Globalisasi

Lebih terperinci

MENEMPATKAN SKENARIO MASA DEPAN ANEUK DAN PEMUDA ATJEH TAHUN 2018 DALAM RUANG PUBLIK ACEH

MENEMPATKAN SKENARIO MASA DEPAN ANEUK DAN PEMUDA ATJEH TAHUN 2018 DALAM RUANG PUBLIK ACEH E. MENEMPATKAN SKENARIO MASA DEPAN ANEUK DAN PEMUDA ATJEH TAHUN 2018 DALAM RUANG PUBLIK ACEH Dalam kertas kerjanya yang berjudul Models of Public Sphere in Political Philosophy, Gürcan Koçan (2008:5-9)

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. KARL MARX (1818-1883) 5. JURGEN HABERMAS 2. HEGEL 6. ANTONIO GRAMSCI 3. MAX HORKHEIMER (1895-1973) 7. HERBERT

Lebih terperinci

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. Paradigma dalam Penelitian Kualitatif Paradigma Interpretif Paradigma Konstruktivisme Paradigma Kritis Paradigma Positivis Positivisme dibidani

Lebih terperinci

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 10Fakultas Dr. PSIKOLOGI ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id . Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Ilmu Beberapa

Lebih terperinci

EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR

EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi UPN Veteran Jawa Timur Pengantar Epistemologi merupakan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN MAX WEBER. Ayahnya adalah seorang birokrat yang menduduki posisi yang relatif penting

BAB II TEORI TINDAKAN MAX WEBER. Ayahnya adalah seorang birokrat yang menduduki posisi yang relatif penting 32 BAB II TEORI TINDAKAN MAX WEBER A. Biografi Max Weber Max Weber lahir di Erfurt Jerman, pada tanggal 21 April 1864. Pemikiran dan psikologis seorang Max Weber banyak dipengaruhi oleh perbedaan antara

Lebih terperinci

BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN

BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN Fakta-fakta dan analisis di dalam disertasi ini melahirkan satu kesimpulan umum yaitu bahwa keberadaan Jemaat Eli Salom Kele i adalah sebuah hasil konstruksi sosial dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam skripsi Kehadiran Subyek di Tengah Kekosongan: Subyek Dialektis menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam skripsi Kehadiran Subyek di Tengah Kekosongan: Subyek Dialektis menurut 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA sometimes the correct thing to do is choose the worst option. (Žižek) 2.1 Kajian Pustaka Kajian mengenai konsep subyek Slavoj Žižek sebelumnya pernah dibahas dalam skripsi Kehadiran

Lebih terperinci

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PERENIALISME Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Matakuliah : Sosiologi Komunikasi Kode/Bobot : ISK 4275/ 3 SKS (3-0) Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini akan membahas dan mengkaji tentang aktivitas

Lebih terperinci

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT Prof. Dr. Almasdi Syahza,, SE., MP Peneliti Senior Universitas Riau Email : asyahza@yahoo.co.id syahza.almasdi@gmail.com Website : http://almasdi.staff.unri.ac.id Pengertian

Lebih terperinci

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 SOSIOLOGI??? APA MANFAAT LETAK LAHIRNYA SOSIOLOGI Sosiologi lahir manakala muncul perhatian terhadap masyarakat karena perubahan yang terjadi Terdapat peristiwa besar di

Lebih terperinci

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI MODUL PERKULIAHAN ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI FILSAFAT, ETIKA, DAN KOMUNIKASI Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh FIKOM Broadcasting Sofia Aunul Abstract Dalam istilah filsafat, etika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dan sastra adalah cermin kebudayaan dan sebagai rekaman budaya yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran penting bahasa dan

Lebih terperinci

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF : KONTRUKTIVIS DAN PARADIGMA KRITIS. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF : KONTRUKTIVIS DAN PARADIGMA KRITIS. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF : KONTRUKTIVIS DAN PARADIGMA KRITIS By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. 4/23/2013 Paradigma/ Perspektif/ Cara Pandang/ World view Mempengaruhi persepsi Mempengaruhi tindakan Paradigma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Progresif

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Progresif 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan terpaan kapitalisme global dalam sistem dunia, hukum liberal juga semakin mendominasi kehidupan hukum dalam percaturan global. Negara-negara developmentalis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14 Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : 2008 Pertemuan 14 MASYARAKAT MATERI: Pengertian Masyarakat Hubungan Individu dengan Masyarakat Masyarakat Menurut Marx Masyarakat Menurut Max Weber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bila masa depan adalah kenyataan, apakah masa depan akan dialami oleh setiap orang? Jawabannya bisa iya bisa tidak. Tetapi yang paling terpenting adalah masa depan itu

Lebih terperinci

RETORIKA. Tine A. Wulandari, M.I.Kom.

RETORIKA. Tine A. Wulandari, M.I.Kom. RETORIKA Tine A. Wulandari, M.I.Kom. Sejarah menunjukkan bahwa public speaking yang kita kenal dewasa ini berakar dari tradisi politik peradaban Yunani Kuno. Asal mula public speaking tidak pernah terlepas

Lebih terperinci

MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS

MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS Walaupun teori adalah suatu abstraksi dari realitas, penting disadari akan hubungan antara keduanya. Teori bukanlah murni abstrak, tanpa berdasarkan pengalaman yang nyata.

Lebih terperinci

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI Skripsi Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : NANANG FEBRIANTO F. 100 020 160 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

ILMU SEBAGAI AKTIVITAS PENELITIAN DAN METODE ILMIAH

ILMU SEBAGAI AKTIVITAS PENELITIAN DAN METODE ILMIAH ILMU SEBAGAI AKTIVITAS PENELITIAN DAN METODE ILMIAH Ilmu adalah sebagai aktivitas penelitian. Sudah kita ketahui bersama bahwa ilmu mempunyai andil yang cukup besar dalam perkembangan kehidupan manusia

Lebih terperinci

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Memahami Seni Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan. Pada awalnya seni dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

WATAK MANUSIA PERENEALIS DAN MANUSIA MODERN. dan manusia modern memiliki perbedaan dalam

WATAK MANUSIA PERENEALIS DAN MANUSIA MODERN. dan manusia modern memiliki perbedaan dalam WATAK MANUSIA PERENEALIS DAN MANUSIA MODERN Manusia perenealis dan manusia modern memiliki perbedaan dalam menjalani hidup. Dari masa perenealis hingga masa skolastik, manusia cenderung mencari segala

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengungkapkan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Pendekatan kualitatif ini

Lebih terperinci

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Sofyan Sjaf Turner dalam bukunya yang berjudul The Structure of Sociological Theory pada bab 11 13 dengan apik menjelaskan akar dan ragam teori konflik yang hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TUGAS KULIAH PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TUGAS KULIAH PANCASILA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagai bangsa Indonesia, kita tentu mengetahui dasar negara kita. Dan di dalam Pancasila ini terkandung banyak nilai di mana dari keseluruhan nilai tersebut terkandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB IV MODEL PENELITIAN FILSAFAT

BAB IV MODEL PENELITIAN FILSAFAT BAB IV MODEL PENELITIAN FILSAFAT 4.1 PENDAHULUAN Bab IV ini menjelaskan tentang model-model penelitian filsafat. Mengapa penelitian filsafat memerlukan model? Bab IV ini memerlukan wawasan mahasiswa tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat yang tercakup atas aspek-aspek

Lebih terperinci

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -

Lebih terperinci

Teori Kritikal mulai berkembang tahun 1937 (pengkajiannya dimulai tahun 1930) Teori Kritikal eksis sebagai ciri dari Institut Marxisme

Teori Kritikal mulai berkembang tahun 1937 (pengkajiannya dimulai tahun 1930) Teori Kritikal eksis sebagai ciri dari Institut Marxisme Studi Media Perspektif Media Krititis MIKOM Universitas Muhammadiyah Jakarta Aminah, M.Si Teori Kritikal mulai berkembang tahun 1937 (pengkajiannya dimulai tahun 1930) Teori Kritikal eksis sebagai ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi kehidupan manusia. Ia tidak

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. yang terus berkembang hingga saat ini. Sejak kemunculan pertamanya di India

BAB 4 PENUTUP. yang terus berkembang hingga saat ini. Sejak kemunculan pertamanya di India 116 BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Jama ah Tabligh adalah sebuah gerakan Islam tradisional berbasis kultural yang terus berkembang hingga saat ini. Sejak kemunculan pertamanya di India gerakan ini tetap

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klasifikasinya sampai mengenai tipe-tipe tindakan sosial.tindakan rasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klasifikasinya sampai mengenai tipe-tipe tindakan sosial.tindakan rasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pilihan Rasional James Coleman 2.1.1 Rasionalitas Masyarakat Modern Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam klasifikasinya sampai mengenai tipe-tipe

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki

Lebih terperinci

Sosialisme Indonesia

Sosialisme Indonesia Sosialisme Indonesia http://sinarharapan.co/news/read/140819049/sosialisme-indonesia 19 Agustus 2014 12:50 Ivan Hadar* OPINI Sosialisme-kerakyatan bisa diterapkan di Indonesia. Terpilihnya Jokowi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Saeful Ulum, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Saeful Ulum, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alasan rasional dan esensial yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini di antaranya berdasarkan pada dua hal utama, yaitu 1) Opini masyarakat

Lebih terperinci

Sosiologi Pendidikan Sosiologi Politik Sosiologi Hukum Sosiologi Agama Sosiologi Komunikasi

Sosiologi Pendidikan Sosiologi Politik Sosiologi Hukum Sosiologi Agama Sosiologi Komunikasi Sosiologi Pendidikan Sosiologi Politik Sosiologi Hukum Sosiologi Agama Sosiologi Komunikasi Sosiologi Kesehatan Sosiologi Industri Sosiologi Desain Sosiologi Budaya Sosiologi Ekonomi 1 Kajian Sosiologi

Lebih terperinci

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Fungsionalisme Versus Konflik Teori Konflik Analitis (Non-Marxist) Perbedaan Teori Konflik Marxist dan Non- Marxist Warisan

Lebih terperinci

The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan)

The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan) The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan) Tujuan utama buku ini adalah untuk menjawab tentang peran teori terkait permasalahan administrasi publik. Sebagaimana diketahui, tujuan utama

Lebih terperinci

PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA

PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA Era global menuntut kesiapan segenap komponen Bangsa untuk mengambil peranan sehingga pada muara akhirnya nanti dampak yang kemungkinan muncul, khususnya dampak negatif dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasionalisme melahirkan sebuah kesadaran melalui anak-anak bangsa. penindasan, eksploitasi dan dominasi.

BAB I PENDAHULUAN. Nasionalisme melahirkan sebuah kesadaran melalui anak-anak bangsa. penindasan, eksploitasi dan dominasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok

Lebih terperinci