KERAGAMAN SENGON SOLOMON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) PADA UJI KETURUNAN DI HUTAN PERCOBAAN CIRANGSAD FIFI GUS DWIYANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAMAN SENGON SOLOMON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) PADA UJI KETURUNAN DI HUTAN PERCOBAAN CIRANGSAD FIFI GUS DWIYANTI"

Transkripsi

1 KERAGAMAN SENGON SOLOMON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) PADA UJI KETURUNAN DI HUTAN PERCOBAAN CIRANGSAD FIFI GUS DWIYANTI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN FIFI GUS DWIYANTI. Keragaman Sengon Solomon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) Pada Uji Keturunan di Hutan Percobaan Cirangsad. Dibimbing oleh Iskandar Zulkarnaen Siregar dan Ulfah Juniarti Siregar. Sengon Solomon merupakan salah satu provenans Sengon yang direkomendasikan untuk dibudidayakan karena produktivitas Solomon lebih tinggi dibandingkan provenans lokal yang kini banyak dibudidayakan pekebun. Program pemulian ini memerlukan informasi dasar seperti fenotipa pertumbuhan, keragaman pertumbuhan dan keragaman genetik. Uji keturunan Sengon Solomon dievaluasi dari karakter morfologi dan keragaman genetik menggunakan penanda RAPD. Uji keturunan dibangun di Hutan percobaan Cirangsad dengan menggunakan single tree plot, menyertakan 9 Famili yang ditanam di 4 blok. Karakter morfologi yang diobservasi adalah persen hidup, tinggi tanaman, tinggi bebas cabang, diameter batang, ration tinggi tanaman dengan tinggi bebas cabang, diameter cabang, sudut cabang, bentuk batang dan ketahanan terhadap hama dan penyakit. Analisis data menggunakan program Microsoft Office Excel 2007 dan MINITAB 13. Analisis RAPD dilakukan dengan menggunakan daun dari 15 individu terpilih, yang diklasifikasikan kedalam 2 kelas, yaitu individu yang memiliki pertumbuhan yang baik dan yang buruk, menggunakan 5 primers, yaitu OPU 05, OPO 10, OPY 16, OPA 05 dan OPA 14. Data yang dihasilkan dianalisis dengan program POPGENE 32 dan NTSYS Versi 2.0, untuk mengukur parameter keragaman genetik, yaitu heterozigositas harapan (H e ) dan jarak genetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 4 Famili memiliki persentase hidup 100 %, yaitu Famili No. 1, 2, 3 dan 8, sedangkan Famili No. 4 memiliki persentase hidup terkecil (25 %). Keragaman pertumbuhan (fenotipe) tertinggi yang dinyatakan oleh keragaman masing-masing parameter, ditemukan pada Famili No. 7 dan 8, sementara itu keragaman terendah ditemukan pada Famili No. 9. Skoring parameter pertumbuhan untuk menyeleksi Famili terbaik menunjukkan bahwa Famili No. 3 memiliki skor tertinggi (57,25 poin), sementara Famili No. 4 memiliki skor terendah. Dari analisis RAPD, keragaman genetik tertinggi ditemukan (H e = 0, 2183) di dalam uji keturunan. Jarak genetik dan pengelompokan indivudu menunjukkan bahwa pohon induk Sengon Solomon mengalami perkawinan acak. Pengelompokan bersama dari individu yang memiliki persamaan karakter fenotipe terbaik berlawanan dengan individu yang memiliki karakter tidak baik mengindikasikan bahwa individu tersebut memiliki perbedaan genotipe. Kata kunci : Sengon Solomon, parameter pertumbuhan, keragaman genetik, RAPD, jarak genetik.

3 ABSTRACT FIFI GUS DWIYANTI. Variation of Sengon Solomon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) on Progeny Testing in Cirangsad Experimental Forest. Under the direction of Iskandar Zulkarnaen Siregar dan Ulfah Juniarti Siregar. Sengon Solomon, is one of the recommended Sengon provenance for cultivation because Solomon productivity tree times higher than local adapted provenance which is widely cultivated by farmers nowdays. Improvment program for this species requires basic genetic information such as growth performance, growth diversity and genetic diversity of Sengon Solomon. A progeny testing of Sengon Solomon was evaluated on their morphological characters and their genetic diversity using RAPD marker. The progeny testing was established in Cirangsad Experimental Forest, Jasinga, Bogor using single tree plot, involving 9 families, which were transplanted in 4 blocks. Morphological character observed were survival percentage, plant height, trunk diameter, clear length bole, ratio of plant height and clear length bole, branch diameter, branch angle, trunk shape and presence of pest and diseases. Generated data was analyzed using Microsoft Office Excel 2007 dan MINITAB 13 computer program. RAPD analysis were conducted using leaves from 15 selected individuals, which were classified into 2 classes, i.e. having superior or worst growth, employing 5 primers, i.e. OPU 05, OPO 10, OPY 16, OPA 05 and OPA 14. Generated data was analyzed using POPGENE 32 and NTSYS version 2.0 computer program to estimate genetic diversity parameter, i.e. heterozygosity and genetic distance. Results showed that 4 families had 100 % survival rate, i.e. Family No. 1, 2, 3 and 8, whereas Family No. 4 had the lowest (25 %). Highest variation on morphological characters as expressed by standard deviation of each measurement, was found in Famili No. 7 and 8, while the lowest variation was found in Famili No. 9. Scoring on growth performance to select the best family showed that Family No. 3 had highest score (57.25 point), while Family No.4 had the lowest. From RAPD analysis, high genetic diversity was found (He ) in the progenies tested. Genetic distance and clustering of individuals showed that Sengon Solomon mother trees had undergone random mating. Clustering together of individuals having similar superior phenotypic characters against those having worst characters indicated that those individuals have distinctive different genotype. Keywords: Sengon Solomon, growth performance, genetic diversity, RAPD, genetic distance.

4 KERAGAMAN SENGON SOLOMON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) PADA UJI KETURUNAN DI HUTAN PERCOBAAN CIRANGSAD Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor FIFI GUS DWIYANTI E DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaman Sengon Solomon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Pada Uji Keturunan di Hutan Percobaan Cirangsad adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2009 Fifi Gus Dwiyanti NRP E

6 ii Judul skripsi Nama NIM : Keragaman Sengon Solomon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Pada Uji Keturunan di Hutan Percobaan Cirangsad : Fifi Gus Dwiyanti : E Menyetujui: Komisi Pembimbing Ketua, Anggota, Dr.Ir.Iskandar Zulkarnaen Siregar, M.For.Sc Dr.Ir.Ulfah Juniarti Siregar, M. Agr NIP NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB, Dr.Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP Tanggal Lulus:

7 KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2009 adalah uji keturunan Sengon Solomon, dengan judul Keragaman Sengon Solomon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Pada Uji Keturunan di Hutan Percobaan Cirangsad. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M.For.Sc dan Ibu Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar, M.Agr selaku pembimbing. penghargaan penulis sampaikan pula kepada Ir. Joko Pramono, M.Sc dari KOICA yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Hutan Percobaan Cirangsad, Bapak Andik Vetriawan, S.Hut dan Bapak Nuri selaku pembimbing lapangan, Bapak Awis dan Bapak Amsori yang telah membantu selama pengumpulan data di lapangan, Bapak Tedi Yunanto dan Ibu Rima, Ibu Yuli dan Ibu Dida yang telah membantu selama pengumpulan data di laboratorium silvikultur serta Ibu Utami selaku konsultan dalam pengolahan data. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Isa, Andin, Ira, Malia, Indri, Rifa, Emma, Doddy, Asep, Kiki, Vica, Tyas, Shita dan Reiza atas dukungannya selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, kakak dan adik tercinta atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2009 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Agustus Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Dawar dan Ibunda Nurzawati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 04 Pagi Jakarta Timur pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 109 Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 81 Jakarta diselesaikan pada tahun Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah melalui seleksi Mayor- Minor pada tahun 2006, penulis diterima pada Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi, penulis tercatat sebagai Ketua Divisi Scientific Improvement pada Tree Grower Community (TGC). Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dendrologi, Silvikultur dan Pemuliaan Pohon Hutan pada tahun ajaran 2008/2009 serta Genetika Hutan pada tahun ajaran 2009/2010. Penulis pernah mendapatkan beasiswa BBM dan Korindo.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Sengon (Paraseriathes falcataria (L.) Nielsen) Taksonomi dan Tata Nama Ekologi dan Penyebaran Alami Ciri Morfologi Kegunaan dan Manfaat Keragaman Genetik Tanaman Hutan Seleksi Pohon Plus Kebun Benih Uji Keturunan Penanda Genetik RAPD PCR (Polymerase Chain Reaction) BAB III METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Bahan Tanaman Alat dan Bahan Pengukuran Parameter Pertumbuhan Tanaman Pengambilan Contoh Daun Analisis Genetik dengan Penanda RAPD Metode Penelitian Pengukuran Parameter Pertumbuhan Tanaman... 16

10 ii Skoring Parameter Pertumbuhan Tanaman Analisis Genetik dengan Penanda RAPD Ekstraksi DNA Seleksi Primer PCR (Polymerase Chain Reaction) Analisis Data Analisis Data Pertumbuhan Tanaman Analisis Data RAPD BAB IV KONDISI UMUM Letak dan Luas Kondisi Iklim dan Geografis BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Pertumbuhan Tanaman Persen Hidup Tanaman Keragaman Pertumbuhan Tanaman Parent Offspring Relation Skoring Parameter Pertumbuhan Tanaman Analisis DNA Uji Kualitas DNA Sengon Solomon PCR (Polymerase Chain Reaction) Seleksi Primer RAPD (Random Amplified Polimorphic DNA) Analisis Data Keragaman Genetik Populasi Sengon Solomon Jarak Genetik dan Pengelompokkan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN... 49

11 iii DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Variasi genetik Paraserianthes falcataria Kode tanaman Sengon Solomon Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik Urutan basa nukleotida 25 primer (Operon Technology) Komposisi bahan untuk reaksi PCR Tahapan-tahapan dalam proses PCR Persentase hidup tanaman Sengon Solomon pada 4 blok Rata-rata rangking standard deviasi seluruh parameter partumbuhan setiap famili Sengon Solomon Rekapitulasi nilai korelasi pohon induk dan keturunan Sengon Solomon Hasil skoring parameter pertumbuhan Sengon Solomon umur 2 tahun Data skoring pohon induk Sengon Solomon Individu tanaman Sengon Solomon yang dilakukan analisis DNA Kualitas pita pada DNA tanaman Sengon Solomon Hasil pengukuran Variasi Genetik dalam populasi (Nei s 1972) Rata-rata jarak genetik antar populasi Sengon Solomon... 42

12 iv DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Morfologi Sengon Solomon Bagan Kebun Benih dengan Uji Keturunan Terpisah (Seedling Seed Orchard with Separate Progeny Test) Skema siklus PCR Alat-alat pengukur parameter pertumbuhan Foto alat-alat penelitian Bagan prosedur teknik PCR-RAPD Proses pemisahan supernatan Cara penilaian pita dengan sistem skoring Grafik keragaman pertumbuhan tanaman Sengon Solomon Kurva korelasi pohon induk dengan Keturunan Sengon Solomon Hasil ekstraksi 36 individu tanaman Sengon Solomon Foto hasil seleksi primer pada DNA Sengon Solomon Profil DNA Sengon Solomon Dendrogram jarak genetik antar famili Sengon Solomon... 43

13 v DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Layout penanaman Sengon Solomon di Blok I Hutan Percobaan Cirangsad Layout penanaman Sengon Solomon di Blok II Hutan Percobaan Cirangsad Layout penanaman Sengon Solomon di Blok III Hutan Percobaan Cirangsad Layout penanaman Sengon Solomon di Blok IV Hutan Percobaan Cirangsad Tanaman Sengon Solomon di Blok I Tanaman Sengon Solomon di Blok II Tanaman Sengon Solomon di Blok III Tanaman Sengon Solomon di Blok IV Skoring Bentuk Batang Rekapitulasi hasil pengukuran seluruh parameter partumbuhan Sengon Solomon Tinggi dan diameter pohon pembanding Analisis ragam pengaruh famili terhadap tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter Sengon Solomon Rekapitulasi hasil perhitungan keragaman pertumbuhan tanaman Sengon Solomon Rekapitulasi rangking standard deviasi tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter Hasil analisis Anderson-Darling Normality Test Data pertumbuhan pohon induk Sengon Solomon Hasil skoring seluruh parameter pertumbuhan tanaman Sengon Solomon Hasil analisis RAPD populasi Sengon solomon Hasil analisis RAPD populasi Sengon Solomon skor tertinggi Hasil analisis RAPD populasi Sengon Solomon skor tertinggi... 70

14 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sengon (Paraserianthes falcataria) adalah tanaman yang termasuk famili Leguminoceae yang merupakan tanaman asli di Maluku, Papua, Papua New Guinea, Pulau Bismark dan Pulau Solomon. Tanaman ini dibawa oleh Teysmann untuk ditanam di Kebun Raya Bogor pada tahun 1871 (Achmad et al. 2004). Sengon merupakan pohon yang sangat cocok untuk dibudidayakan, baik dalam skala besar (Hutan Tanaman Industri, HTI) maupun dalam skala kecil (hutan rakyat). Peluang untuk mengusahakan Sengon dalam skala besar atau kecil semakin terbuka lebar mengingat permintaan ekspor yang kian meningkat dan para pengusaha dalam negeri pun masih terus mengeluh tentang kurangnya bahan baku kayu (Siregar et al. 2008). Manfaat tanaman Sengon bagi petani, selain daunnya dapat dijadikan makanan ternak, kayunya juga dapat digunakan untuk materi pertukangan dan bangunan. Tanaman ini termasuk jenis cepat tumbuh dan memiliki daur tebang yang pendek, sehingga hasil kayu dapat cepat diperoleh. Pada umur lima tahun pohon Sengon sudah dapat dimanfaatkan kayunya sebagai kayu pertukangan, bahan baku pabrik kertas atau kayu bakar. Umur masak tebang pohon Sengon adalah 9 tahun (Anonim 2009). Jenis ini juga mampu tumbuh pada lahan yang kurang subur, sehingga dapat merehabilitasi lahan kritis dan menciptakan iklim mikro yang lebih baik untuk lingkungan (ICRAF 2006, diacu dalam Widyastuti 2007). Tanaman Sengon yang banyak dibudidayakan pada saat ini memiliki pertumbuhan yang sangat beragam dan produktivitasnya rendah. Oleh sebab itu dibutuhkan tanaman Sengon yang memiliki pertumbuhan yang relatif homogen dan produktivitasnya tinggi. Salah satu provenans Sengon yang direkomendasikan adalah Sengon Solomon. Menurut Agus (2008) diacu dalam Trubusid (2008), pada umur yang sama (20 bulan) dan dengan perlakuan awal tanam yang sama, yakni pemberian pupuk kandang 18 kg per lubang tanam berjarak 3 m x 3 m, pohon Sengon Solomon memiliki tinggi pohon rata-rata 12 meter dan berdiameter 12 cm, sedangkan pohon Sengon lokal memiliki tinggi pohon rata-rata 10 m dan

15 2 diameter 9 cm. Dengan kecepatan tumbuh 2-3 m per tahun, pada umur 7 tahun jenis Sengon Solomon setinggi 17 m dan berdiameter 30 cm sehingga menghasilkan 2 m 3 kayu. Hal ini menunjukkan produktivitas Sengon Solomon 3 kali lipat dibandingkan Sengon lokal yang kini banyak dibudidayakan pekebun. Di Indonesia, Sengon Solomon masih jarang dibudidayakan oleh pekebun, sehingga benih masih sulit diperoleh karena benihnya belum tersedia karena pohon Sengon Solomon sulit berbunga dan berbuah. Salah satu upaya untuk mengembangkan jenis Sengon Solomon adalah dengan menyediakan benih-benih yang memiliki kualitas tinggi agar menghasilkan pohon dan hasil kayu yang bermutu. Benih berkualitas diperoleh dari pohon-pohon yang memiliki fenotipe yang baik, seperti batang lurus, bebas cabang tinggi dan tahan serangan hama dan penyakit. Pohon-pohon itu disebut pohon plus dan merupakan sumber benih. Pemilihan pohon-pohon ini dari habitat alaminya, merupakan hal penting untuk pemuliaan tanaman hutan (Widyastuti 2007). Cara terbaik untuk mengevaluasi keunggulan pohon plus yang telah dipilih adalah melalui uji keturunan untuk memisahkan pohon plus yang disebabkan karena tumbuh pada lingkungan yang baik dengan pohon plus yang keunggulannya disebabkan karena genotipanya unggul (Leksono 2009). Melalui uji keturunan dapat dipilih sumber benih mana yang menghasilkan fenotipe terbaik pada suatu lokasi. Sebagai syarat untuk memperbaiki mutu genetik tanaman, diperlukan adanya keragaman genetik yang cukup luas. Keragaman genetik yang tinggi pada suatu populasi menunjukkan potensi populasi tersebut untuk beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan (Widyastuti 2007). Keragaman genetik dapat diduga dengan metode penanda genetik. Penanda molekuler yang telah digunakan dalam penilaian keragaman suatu populasi tanaman hutan adalah isoenzim, RFLP, SSR, AFLP dan RAPD (Linhart 2002). Salah satu metode yang sudah banyak dan berhasil digunakan adalah RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Teknik RAPD memiliki keunggulan karena dapat dengan cepat mendeteksi polimorfisme fragmen DNA, relatif mudah dilakukan dan hanya memerlukan sejumlah kecil DNA. Penggunaan penanda RAPD memungkinkan dapat

16 3 mendeteksi polimorfisme fragmen DNA yang diseleksi dengan menggunakan satu primer yang bersifat acak (Ulfah 2008). Sekalipun demikian konsistensi hasil teknik ini relatif rendah. Hal ini antara lain disebabkan karena kepekaan pola pita RAPD terhadap kondisi reaksi, khususnya suhu alat PCR atau thermocycler (Rimbawanto et al. 2004, diacu dalam Ulfah 2008). 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mempelajari keragaman pertumbuhan (fenotipe) populasi Sengon Solomon yang ditanam di Hutan Percobaan Cirangsad melalui penanda morfologi. 2. Menduga keragaman genetik populasi Sengon Solomon yang ditanam di Hutan Percobaan Cirangsad melalui penanda genetik RAPD. 1.3 Hipotesis Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : 1. Ada keragaman pertumbuhan (fenotipe) pada populasi Sengon Solomon di Hutan Percobaan Cirangsad. 2. Ada keragaman genetik pada populasi Sengon Solomon di Hutan Percobaan Cirangsad. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai keragaman pertumbuhan (fenotipe) dan keragaman genetik hasil uji keturunan Sengon Solomon yang ditanam di Hutan Percobaan Cirangsad.

17 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Sengon (Paraseriathes falcataria (L.) Nielsen) Taksonomi dan Tata Nama Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen memiliki nama lokal Sengon Solomon. Taksonomi dari Sengon Solomon adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Fabales Famili : Leguminoceae Sub Famili : Mimosoidae Marga : Paraserianthes Jenis : Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen Solomon Ekologi dan Penyebaran Alami Pohon Sengon dapat tumbuh mulai dari pantai sampai daerah dengan ketinggian 1600 m di atas permukaan laut (dpl), dengan ketinggian optimum m di atas permukaan laut. Secara alami Sengon tersebar di Maluku, Papua Nugini, Kepulauan Solomon dan Bismark. Akan tetapi, pohon Sengon tersebut dapat beradaptasi dengan iklim monsoon dan lembap dengan curah hujan mm/tahun serta bulan kering 4 bulan. Pohon Sengon banyak ditanam di daerah tropis (Siregar 2008). Sengon juga ditemukan di Tempala, Sulawesi Selatan, sedangkan penanaman di pulau Jawa dilakukan pada Tahun 1971 (Dephut 2005). Jenis Sengon Solomon berasal dari Kepulauan Solomon, Samudera Pasifik, yang bertanah vulkanik nan subur (Agus 2008 dalam Trubusid 2008). Sengon dapat ditanam pada tapak yang kurang subur tanpa dipupuk. Akan tetapi tidak tumbuh subur pada lahan dengan drainase jelek. Pohon Sengon merupakan salah satu jenis yang memerlukan cahaya untuk pertumbuhannya. Pohon sengon merupakan salah satu jenis paling cepat tumbuh (fast growing

18 5 spesies) di dunia. Sengon juga merupakan salah satu jenis pohon pionir, terutama di hutan hujan dataran rendah yang mengalami degradasi (penurunan kualitas) Ciri Morfologi Pohon Sengon Solomon berukuran sedang sampai besar, tinggi dapat mencapai 40 m, tinggi batang bebas cabang 20 m. Tidak berbanir, kulit licin, berwarna kelabu muda, bulat agak lurus. Diameter pohon dewasa bisa mencapai 100 cm atau lebih. Tajuk berbentuk perisai, jarang, selalu hijau. Daun Sengon tersusun majemuk menyirip ganda panjang dapat mencapai 40 cm, terdiri dari 8 15 pasang anak tangkai daun yang berisi helai daun, dengan anak daunnya kecil-kecil dan mudah rontok. Warna daun hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan sekaligus sebagai penyerap nitrogen dan karbon dioksida dari udara bebas. Morfologi batang, tajuk dan daun Sengon Solomon disajikan pada Gambar 1. Bunga tersusun dalam bentuk malai berukuran sekitar 0,5 1 cm, berwarna putih kekuning-kuningan dan sedikit berbulu. Setiap kuntum bunga mekar terdiri dari bunga jantan dan bunga betina, dengan cara penyerbukan yang dibantu oleh angin atau serangga (Sanusi 2008). Gambar 1 (a) (b) (c) Morfologi Sengon Solomon. Ket: (a) Batang Sengon Solomon, (b) Tajuk Sengon Solomon, (c) Daun Sengon Solomon (Foto: Pribadi). Buah Sengon Solomon berbentuk polong, pipih, tipis, tidak bersekat-sekat dan panjangnya sekitar 6 12 cm. Setiap polong buah berisi biji. Jumlah biji dalam setiap buahnya lebih sedikit dari Sengon laut & Sengon Morotai. Polong yang telah masak berwarna hijau gelap atau coklat. Ketika polong kering biji akan keluar dari polong (Laboratorium Silvikultur 2007). Bentuk biji mirip

19 6 perisai kecil, pipih, lonjong, 3 4 x 6 7 mm, waktu muda berwarna hijau, bagian tengah coklat dan jika sudah tua biji akan berubah kuning sampai berwarna coklat kehitaman, agak keras dan berlilin (Sanusi 2008). Harga sekilo benih Rp 2,5-juta terdiri atas biji (Agus 2008, diacu dalam Trubusid 2008). Kayu Sengon Solomon lebih lunak, hampir seperti sengon merah. Sengon Solomon, pada umur kira - kira 5-6 tahun biasanya patah terkena angin kencang (Lee 2009) Kegunaan dan Manfaat Tanaman Sengon memiliki beragam manfaat dari semua bagian pohonnya. Karakteristik yang dimiliki oleh kayu Sengon sangat sesuai dengan kebutuhan industri. Dibandingkan kayu jenis lain, masa tebang Sengon relatif cepat, budi daya mudah dan dapat tumbuh diberbagai jenis tanah. Oleh karena itu, kayu Sengon banyak diusahakan untuk berbagai keperluan dalam bentuk kayu olahan berupa papan-papan dengan ukuran tertentu sebagai bahan baku pembuat peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam konstruksi, industri korek api, pensil, papan partikel serta bahan baku industri pulp dan kertas (Siregar 2008). Daun Sengon dapat digunakan untuk makanan ternak. Kulit kayunya yang memiliki tannin dapat digunakan sebagai penyamak. Sebagai tanaman hutan, Sengon juga memiliki jasa ekologis. Tegakan murninya dapat menahan erosi tanah dan air dan berfungsi sebagai naungan pada penanaman campuran dengan teh, kopi dan coklat. Untuk reklamasi lahan, Sengon telah berhasil ditanam pada tailing bekas penambangan timah dan telah ditanam secara luas untuk reforestasi dan aforestasi di lahan-lahan kritis (ICRAF 2006). 2.2 Keragaman Genetik Tanaman Hutan Keragaman genetik merupakan perbedaan gen yang terkandung dalam individu suatu populasi dan berhubungan dengan kemampuan beradaptasi suatu individu dalam mengalami perubahan selama proses perkembangannya. Keragaman genetik suatu jenis tanaman dapat dievaluasi pada dua tingkatan, yaitu keragaman dalam populasi (intra-population) dan keragaman antar populasi (inter-population). Keragaman genetik dalam populasi dapat diukur dari nilai

20 7 heterozigitas individual, ukuran-ukuran yang sering digunakan untuk mencirikan variasi genetik dalam populasi adalah persentase lokus polimorfik (PLP), jumlah alel yang diamati (n a ), jumlah alel yang efektif (n e ) dan keragaman gen (H e ). Sedangkan keragaman genetik antar populasi dapat diukur dari jarak genetik, diferensiasi genetik (Gst) dan analisis gerombol (Finkeldey 2005). Tingkat keragaman genetik merupakan suatu indikasi atas kemampuan beradaptasi tanaman terhadap lingkungan tumbuhnya. Jenis tanaman yang mempunyai sebaran alam yang luas akan mempunyai keragaman genetik yang tinggi, karena eksistensi tanaman pada suatu lingkungan tumbuh merupakan manifestasi kemampuan jenis tersebut tumbuh dan berkembang dalam lingkungan tumbuh yang ada (Hartl dan Clark 1989). Dua sebab utama yang menyebabkan keragaman, yaitu perbedaan lingkungan (environmental variation) dan perbedaan susunan genetik yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (genetic variation). Adanya keragaman dalam suatu jenis perlu diketahui terlebih dahulu sebelum memulai pemuliaan pohon, karena adanya keragaman genetik merupakan prasyarat mutlak dalam pemuliaan, yaitu untuk memungkinkan seleksi dan untuk mencegah dihasilkannya tanaman yang tidak bermutu (Soerianegara dan Djamhuri 1979). Menurut Finkeldey (2005), keragaman genetik pada suatu populasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu mutasi dan aliran gen yang meningkatkan keragaman genetik. Sedangkan faktor yang menurunkan keragaman genetik adalah seleksi serta hanyutan genetik. Keragaman genetik tanaman dapat dianalisis menggunakan teknik penanda genetik sebagai alat bantu mengidentifikasi genotipe suatu individu. Penanda genetik yang dipilih untuk diamati adalah penanda yang terpaut dengan sifat/karakter yang menjadi sasaran penelitian. Macam penanda genetik yang sering digunakan antara lain penanda morfologi, penanda biokimia/penanda isoenzim dan penanda molekuler. Pohon hutan termasuk ke dalam organisme dengan variasi genetik yang tinggi. Sehingga, perubahan permanen secara evolusi adalah mungkin dan cenderung terjadi. Hutan tropis adalah hutan yang memiliki keragaman yang tinggi, akan tetapi jumlah setiap jenisnya rendah. Jenis yang dijumpai dalam kerapatan yang rendah di hutan tropis kurang bervariasi dibandingkan dengan

21 8 jenis-jenis yang dijumpai dalam populasi dengan kerapatan yang tinggi. Akan tetapi, nilai heterozigositas harapan adalah tinggi untuk banyak jenis walaupun pada populasi dengan kerapatan rendah (Finkeldey 2005). Hutan tropis memiliki variasi genetik yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan hutan temperit dan boreal. Keragaman genetik Sengon yang ada di Jawa menurut beberapa hasil penelitian tergolong rendah (Seido dan Widyatmoko 1993, Suharyanto et al. 2002). Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan variasi genetik, khususnya pada jenis Paraserianthes falcataria telah banyak dilakukan. Pada Tabel 1, disajikan variasi genetik berdasarkan nilai heterozigositas harapan (H e ) hasil beberapa penelitian dengan beberapa metode yang berbeda pada jenis Paraserianthes falcataria. Tabel 1 Variasi genetik Paraserianthes falcataria No. Jenis Metode He Sumber 1 Paraserianthes falcataria Isoenzim Basyuni Paraserianthes falcataria RAPD Thielges et al Paraserianthes falcataria Isoenzim Gunawan Paraserianthes falcataria Isoenzim Wulan Paraserianthes falcataria RAPD Widyastuti Seleksi Pohon Plus Pohon plus adalah pohon yang memiliki keunggulan dalam beberapa fenotipe seperti pertumbuhan tinggi dan diameter, bentuk batang, percabangan, ketahanan terhadap hama dan penyakit, produksi getah dan sebagainya, terpilih karena memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pohon tersebut belum diuji keunggulan genetiknya. Pohon plus yang telah diuji keunggulan genetiknya disebut pohon elit. Menurut Finkeldey (2005), seleksi pohon plus adalah suatu metode seleksi massa, yakni metode pemuliaan menggunakan campuran keturunan tetua-tetua yang diseleksi berdasarkan fenotipenya, untuk pembangunan generasi keturunan. Pohon-pohon yang terpilih adalah pohon-pohon yang berfenotipe unggul. Tujuan dari seleksi pohon plus tersebut adalah untuk mendapatkan pohonpohon berfenotipe unggul yang dalam jangka pendek dapat digunakan sebagai sumber benih untuk kegiatan penanaman dan dalam jangka panjang digunakan

22 9 sebagai populasi pemuliaan untuk membangun kebun benih atau kebun pangkas dan merupakan salah satu upaya konservasi sumberdaya genetik. (Laboratorium Silvikultur 2006). 2.4 Kebun Benih Kebun benih merupakan suatu areal dimana suatu fenotipe atau genotipe yang unggul dibangun dan dikelola secara intensif dan berkelanjutan untuk menghasilkan benih (Zobel dan Talbert 1984). Menurut Soerianegara (1976), kebun benih (seed orchard) dibuat dengan tujuan untuk menghasilkan biji-biji unggul. Ada dua tipe kebun benih yang dikenal selama ini yaitu kebun benih semai (seedling seed orchard) dan kebun benih klonal (clonal seed orchard). Kebun benih semai adalah kebun benih yang material tanamnya diperbanyak secara generatif, sedangkan kebun benih klonal, material tanamnya diperbanyak secara vegetatif (Murtiyoso dan Tridasa 1996). Minimal terdapat klon atau famili dalam suatu areal kebun benih untuk memastikan kecukupan genetik dasar (genetic base) dan batas jumlah selanjutnya dapat dibuat sendiri (Schmidt 1993). Seleksi Pohon plus dari Tegakan Alami atau Tanamantanaman dari provenan Terbaik Koleksi Benih Persemaian Koleksi Benih Penjarangan terhadap famili dan individu dalam famili yang bermutu rendah dengan menyisakan satu pohon per plot sebagai tegakan tinggal Uji Keturunan Evaluasi Uji Keturunan Hasil Uji Keturunan Kebun Benih Semai (Hasil Penjarangan) Gambar 2 Bagan Kebun Benih dengan Uji Keturunan Terpisah (Seedling Seed Orchard with Separate Progeny Test). Sumber: Schmidt (1993). 2.5 Uji Keturunan Benih untuk Program Penanaman Uji keturunan (progeny test) merupakan suatu cara untuk mengevaluasi individu melalui perbandingan keturunan dalam suatu eksperimen (Leksono

23 ). Uji keturunan merupakan suatu metode seleksi pohon tetua berdasarkan fenotipe turunannya (Zobel dan Talbert 1984). Metode ini disebut dengan penurunan sifat, dilakukan dengan mengamati keragaman fenotipe pada keturunanya dari induk-induk yang diseleksi. Manfaat dari nilai uji keturunan dalam suatu pola seleksi adalah memungkinkan seleksi dilaksanakan atas dasar genotipe dibandingkan dengan fenotipe-nya, dan memisahkan genotipe dari pengaruh-pengaruh interaksi genotipa dan lingkungan. Tujuan dari kegiatan uji keturunan adalah menguji nilai genetik pohon tetua melalui keturunanya. Melalui uji keturunan ini dapat diperoleh informasiinformasi genetik dari tanaman tersebut yang diperlukan untuk kegiatan selanjutnya. Menurut pengalaman, evaluasi cukup akurat bila dilakukan pada tanaman sampai berumur setengah rotasi (daur tanaman) (Laksono 2009). 2.6 Penanda Genetik RAPD Analisis keragaman suatu tanaman dapat dilakukan dengan pengukuran terhadap performans fenotipe ataupun melalui marka (penanda) tertentu (Siregar dan Kusmana 2002). Menurut Finkeldey (2005), penanda genetik dapat digunakan untuk identifikasi klon-klon, identifikasi hibrid, pengukuran keragaman genetik antar dan dalam populasi, pengamatan sistem reproduksi (sistem perkawinan dan aliran gen), bukti selektifitas (praktek pengelolaan hutan dan perubahan lingkungan) dan identifikasi lokus sifat kuantitatif/qtl (Quantitative Trait Loci). RAPD merupakan salah satu metode penanda genetik yang dapat digunakan diberbagai keperluan penelitian pada tingkat molekuler. Dalam analisis RAPD mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan teknik lainnya antara lain relatif mudah dilakukan, cepat, hanya memerlukan sejumlah kecil DNA, informasi tentang susunan nukleotida dalam DNA tidak perlu diketahui terlebih dahulu dan tidak memerlukan pereaksi radioaktif serta primer acak yang dipakai dapat dibeli dan dapat digunakan untuk analisis genetik semua jenis organisme (Wels dan McClelland 1990; William et al. 1990). Penanda RAPD menggunakan prinsip kerja mesin PCR (Polymerase Chain Reaction). Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1990 oleh J. Williams (William et al. 1990), dengan menggunakan primer tunggal/sekuen

24 11 nukleotida pendek (10-20 mer) yang susunan basanya dibuat secara acak. Perbedaan pokok RAPD dengan PCR adalah RAPD menggunakan satu primer pendek berukuran panjang 10 basa, sedangkan PCR menggunakan primer ganda berukuran panjang 20 basa. Urutan basa yang cocok dengan primer ini akan muncul di sepanjang genom. Teknik RAPD akan mendeteksi polimerfisme DNA yang akan diakibatkan oleh tidak munculnya amplifikasi pada suatu lokus. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan urutan pada titik pertemuan primer. Ini berakibat primer tidak dapat menempel pada bagian tersebut sehingga tidak terjadi amplifikasi. Oleh karenanya hanya dua kemungkinan alel pada penanda RAPD, yaitu timbulnya pita pendek sebagai hasil amplifikasi atau tidak adanya pita karena tidak adanya amplifikasi. Penanda yang demikian disebut sebagai dominant marker. Pita yang berbeda ukurannya dari satu primer RAPD diasumsikan berasal dari lokus RAPD yang berbeda. Metode RAPD ini mampu mendeteksi sekuen nukleotida dengan hanya menggunakan suatu primer atau nukleotida yang disusun acak (Widyastuti 2007). 2.7 PCR (Polymerase Chain Reaction) Polymerase Chain Reaction ("reaksi berantai polimerase", PCR) merupakan suatu reaksi in vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target tersebut dengan bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer dalam suatu thermocycler. Panjang target DNA berkisar antara puluhan sampai ribuan nukleotida yang posisinya diapit sepasang primer. Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Kary B. Mullis pada tahun 1985 yang merupakan seorang peneliti di perusahaan CETUS Corporation (Kusuma 2008). PCR memungkinkan sejumlah kecil sekuens DNA tertentu disalin jutaan kali untuk diperbanyak (sehingga dapat dianalisis) atau dimodifikasi secara tertentu. Sebagai contoh, PCR dapat digunakan untuk menambahkan situs enzim restriksi, atau untuk memutasikan (mengubah) basa tertentu pada DNA. Proses PCR untuk memperbanyak DNA melibatkan serangkaian siklus temperatur yang berulang dan masing-masing siklus terdiri atas tiga tahapan. Secara prinsip, PCR

25 12 merupakan proses yang diulang-ulang antara kali. Setiap satu siklus terdiri dari tiga tahap yang meliputi: 1. Tahap peleburan (melting) atau denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung pada suhu tinggi, C) ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) dan DNA menjadi berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama (sampai 5 menit) untuk memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi templat ("patokan") bagi primer. Durasi tahap ini 1 2 menit. 2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA templat yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara C. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat. Durasi tahap ini 1 2 menit. 3. Tahap pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis DNA-polimerase yang dipakai. Dengan Taq-polimerase, proses ini biasanya dilakukan pada suhu 76 C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit. Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Tahapan bekerjanya PCR di atas disajikan pada Gambar 3. Akibat denaturasi dan renaturasi, beberapa berkas baru menjadi templat bagi primer lain. Akhirnya terdapat berkas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah DNA yang dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara eksponensial (Laboratorium Silvikultur 2007). Gambar 3 Skema siklus PCR (Agung et al. 2007).

26 BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua bagian. Pertama, analisis pertumbuhan tanaman dan pengambilan contoh daun dilakukan di Hutan Percobaan RPH Cirangsad, BKPH Jasinga, KPH Bogor selama 1 bulan, yakni pada bulan Mei Kedua, analisis keragaman genetik dengan penanda RAPD dilaksanakan di Ruang Analisis Genetika, Laboratorium Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor selama 2 bulan dari bulan Juni hingga Juli Alat dan Bahan Penelitian Bahan Tanaman Bahan tanaman yang digunakan untuk analisis genetika adalah tanaman Sengon Solomon umur 2 tahun yang ditanam di area species trial pada Hutan Percobaan Cirangsad. Design yang digunakan dalam pembangunan area spesies trial adalah single tree plot dengan rancangan acak lengkap berblok. Tanaman terletak pada 4 blok yang lokasinya berbeda-beda. Di dalam setiap blok terdapat 9 individu tanaman. Setiap individu tanaman di dalam setiap blok berasal dari pohon induk (mother tree) yang berbeda-beda yang selanjutnya disebut famili. Famili merupakan kumpulan individu tanaman Sengon Solomon dari satu induk yang sama. Layout penanaman Sengon Solomon disajikan pada Lampiran 1, 2, 3 dan 4. Kode tanaman Sengon Solomon yang digunakan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Kode tanaman Sengon Solomon Blok No. Famili Kode Tanaman Blok No. Famili Kode Tanaman 1 S1B1 1 S1B2 2 S2B1 2 S2B2 3 S3B1 3 S3B2 4 S4B1 4 S4B2 1 5 S5B1 2 5 S5B2 6 S6B1 6 S6B2 7 S7B1 7 S7B2 8 S8B1 8 S8B2 9 S9B1 9 S9B2

27 14 Tabel 2 Lanjutan Kode tanaman Sengon Solomon Blok No. Famili Kode Tanaman Blok No. Famili Kode Tanaman 1 S1B3 1 S1B4 2 S2B3 2 S2B4 3 S3B3 3 S3B4 4 S4B3 4 S4B4 3 5 S5B3 4 5 S5B4 6 S6B3 6 S6B4 7 S7B3 7 S7B4 8 S8B3 8 S8B4 9 S9B3 9 S9B4 Pohon induk Sengon Solomon di atas berasal dari 9 pohon plus yang selanjutnya disebut mewakili 9 famili. Kesembilan pohon plus ini ditanam pada lokasi yang sama, yakni Desa Haurwangi, Bojong Picung, Cianjur, Jawa Barat. Pohon plus tersebut merupakan hasil eksplorasi tim IPB-KOICA di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten Alat dan Bahan Pengukuran Parameter Pertumbuhan Tanaman Alat yang digunakan dalam pengukuran parameter kuantitatif pertumbuhan tanaman Sengon Solomon umur 2 tahun adalah tongkat pengukur tinggi pohon yang panjangnya berukuran 250 cm, kaliper analitik untuk mengukur diameter pohon (Gambar 4), tally sheet dan alat tulis. (a) Gambar 4 Alat-alat pengukur parameter pertumbuhan. Ket: (a) Tongkat pengukur tinggi, (b) Kaliper analitik. (b)

28 Pengambilan Contoh Daun Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan contoh daun Sengon Solomon adalah silika gel, klip plastik, gunting, kertas label, alat tulis dan kamera digital Analisis Genetik dengan Penanda RAPD Alat dan bahan yang digunakan untuk teknik analisis genetik dengan penanda RAPD terbagi dalam berbagai tahap pekerjaan, yaitu tahapan ekstraksi DNA, uji kualitas dan kuantitas DNA. Untuk pengujian kuantitas DNA dilakukan proses PCR-RAPD. Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 5. Tabel 3 Alat dan bahan untuk teknik analisis genetik Analisis RAPD Tahapan Pekerjaan Ekstraksi DNA Uji Kualitas DNA PCR-RAPD Alat: Sarung Alat: Sarung Alat: Sarung tangan, mortar, tangan, timbangan tangan, mikro tube pestel, sudip, analitik, gelas ukur, 0,2 ml, rak mikro pipet, tips, tabung elenmeyer, mikrotube, mesin tube 2 ml, rak microwave, bak PCR PTC-100 tube, mesin agar, mikro pipet, Programmable vortex, mesin mesin Thermal Cycler, water bath elektroforesis fisher timbangan analitik, fisherbrand, scientific, bak EtBr, gelas ukur, tabung mesin kamera, DNA, elenmeyer, sentrifugasi, mesin UV microwave, bak freezer, desikator. transiluminator agar, mikro pipet, mesin elektroforesis fisher scientific, bak EtBr, kamera, DNA, mesin UV transiluminator, Bahan:Bufer ekstrak, PVP 100%, chloroform, isopropanol dingin, NaCl, etanol 90%, buffer TE. Bahan:Agarose, buffer TAE 1x, DNA hasil ekstraksi, blue juice 10x, EtBr. laptop. Bahan:Aquabidest, primer, DNA target, Green Go Taq Polymerase, nukleas free-water. Analisis Data Alat: Komputer, softwere POPGENE 32 dan NTSYS versi 2.0.

29 16 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) Gambar 5 Foto alat-alat penelitian. Ket: (a) Pipet mikro effendrof, (b) Mesin Vortex, (c) Mesin water bath fisherbrand, (d) Mesin sentrifugasi, (e) Freezer, (f) Desikator, (g) Timbangan analitik, (h) Mesin elektroforesis Fisher scientific, (i) Mesin PCR PTC-100 Programmable Thermal Cycler (foto pribadi). 3.3 Metode Penelitian Pengukuran Parameter Pertumbuhan Tanaman Pengukuran yang dilakukan pada tanaman Sengon Solomon yang berumur 2 tahun terbagi menjadi 2 bagian, yakni pengukuran parameter kuantitatif dan parameter kualitatif. Parameter kuantitatif dibutuhkan untuk mengetahui keragaman pertumbuhan tanaman Sengon Solomon dan men-skoring parameter

30 17 pertumbuhan tanaman Sengon Solomon. Parameter kualitatif dibutuhkan untuk melakukan skoring parameter pertumbuhan tanaman Sengon Solomon. Parameter kuantitatif meliputi pertumbuhan tanaman yang diukur adalah tinggi tanaman, tinggi bebas cabang, diameter batang, diameter cabang dan sudut cabang.sedangkan parameter kualitatif, meliputi bentuk batang, warna kulit batang dan ketahanan terhadap hama & penyakit. Analisis keragaman seluruh parameter pertumbuhan Sengon Solomon dilakukan dengan memberikan ranking pada setiap ragam di seluruh parameter. Rangking 1 menunjukkan bahwa nilai ragam besar, sedangkan ranking 9 menunjukkan bahwa nilai ragam kecil Skoring Parameter Pertumbuhan Tanaman Skoring pada tanaman Sengon Solomon ditujukan untuk mendapatkan data skor total seluruh parameter yang diukur pada setiap individu. Setiap parameter yang diukur memiliki skor tertentu. Jumlah total skor maksimal adalah 90 poin. Cara men-skoring pada Sengon Solomon ini didasarkan pada cara men-skoring seleksi pohon terbaik, yakni : a. Tinggi Tanaman (10 poin) Skor tergantung kepada berapa persen lebih tinggi dari rata-rata tinggi tanaman pembanding. Nilai skor tinggi tanaman, meliputi : < 5% lebih tinggi : 0 poin, 15 - <20% lebih tinggi : 6 poin 5 - <10% lebih tinggi : 2 poin, 20 - <25% lebih tinggi : 8 poin 10 - <15% lebih tinggi : 4 poin, 25% lebih tinggi : 10 poin Pada penelitian ini tanaman pembanding yang digunakan adalah tanaman Sengon biasa yang jaraknya berada 4 m dari tanaman uji Sengon Solomon. Dari jumlah total tanaman uji Sengon Solomon (36 individu) hanya digunakan tanaman pembanding sejumlah 18 individu. Tanaman pembanding yang digunakan terletak di dekat blok 1 dan blok 3 Sengon Solomon. b. Diameter Batang (20 poin) Skor tergantung kepada berapa persen lebih besar dari rata-rata diameter batang tanaman pembanding (Sengon biasa yang ditanam dengan jarak 4 m dari tanaman uji Sengon Solomon). Nilai skor diameter batang, meliputi :

31 18 < 5% lebih besar : 0 poin, 15 - <20% lebih besar : 15 poin 5 - <10% lebih besar : 5 poin, 20% lebih besar : 20 poin 10 - <15% lebih besar : 10 poin c. Tinggi Bebas Cabang (10 poin) Skor tergantung kepada persentase antara tinggi batang bebas cabang dengan tinggi tanaman Sengon Solomon dan tidak dibandingkan dengan tanaman pembanding: < 30% : 0 poin, 50 - <60% : 6 poin 30 - <40% : 2 poin, 60 - <70% : 8 poin 40 - <50% : 4 poin, 70% : 10 poin d. Bentuk Batang (30 poin) Batang lurus : 30 poin Batang berbentuk S : kurangi 3-15 poin Batang berbentuk busur : kurangi 3-15 poin Batang berbentuk J : kurangi 2-5 poin Batang spiral : kurangi 5-20 poin Batang tidak silindris* ) : kurangi 1-5 poin Bentuk batang disajikan pada Lampiran 9. e. Diameter Cabang (5 poin) Skor tergantung kepada persentase antara diameter cabang rata-rata dengan diameter batang tempat kedudukan cabang yang bersangkutan, tidak dibandingkan dengan tanaman pembanding : > 50% : 0 poin, 30-50% : 2 poin, < 30% : 5 poin f. Sudut Cabang (5 poin) Skor tergantung kepada sudut cabang rata-rata tanaman Sengon Solomon, tidak dibandingkan dengan tanaman pembanding : < 50 0 : 0 poin : 2 poin >70 0 : 5 poin g. Persen Hidup / survival (5 poin) Tanaman mati : 0 poin Tanaman hidup : 5 poin

32 19 h. Ketahanan terhadap Hama-Penyakit (5 poin) Skor tergantung dari tingkat ketahanan tanaman Sengon Solomon terhadap hama dan penyakit, tidak dibandingkan dengan tanaman pembanding : Sakit (luas tanda-tanda serangan hama penyakit >20%) : 0 poin Sehat (luas tanda-tanda serangan hama penyakit <20%) : 5 poin Analisis skoring parameter pertumbuhan pada setiap individu Sengon Solomon dilakukan untuk mengetahui famili terbaik. Cara analisis skoring adalah memberikan ranking pada setiap rata-rata skoring setiap famili. Rangking 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata skoring di famili tersebut besar, sedangkan ranking 9 menunjukkan bahwa nilai rata-rata skoring di famili tersebut kecil Analisis Genetik dengan Penanda RAPD Metode analisis DNA dengan RAPD dibagi menjadi tiga tahapan yaitu ekstraksi dan isolasi DNA, Reaksi RAPD, skoring & analisis data. Secara umum prosedur penelitian dengan metode RAPD dapat dilihat pada Gambar 6. Sampel (Daun) Ekstraksi DNA Tidak Elektroforsis Agar 1%, V : 100 Volt) PCR (Seleksi primer random) PCR (Seleksi primer) PCR (Primer Terbaik) Tidak Elektroforsis (Agar 2%, V : 100 Volt) Foto Interpretasi dan Analisis Data Deskriptif POPGEN NTSYS Gambar 6 Bagan prosedur teknik PCR-RAPD.

33 Ekstraksi DNA Ekstraksi dan isolasi DNA pada tanaman Sengon Solomon secara umum dilakukan dengan prosedur yang sama dengan kegiatan ekstraksi untuk jenis-jenis pohon kehutanan yang lain. Ektraksi DNA atau isolasi DNA, merupakan metode pemisahan DNA dari bahan-bahan yang tidak diperlukan (Laboratorium Silvikultur 2007). Bahan yang dianalisis berupa sampel daun Sengon Solomon sebanyak 10 helai digerus dengan 500 µl buffer ekstrak dan 100 µl PVP 1 % di dalam pestel yang bersih sampai daun halus merata. Fungsi buffer ekstrak dan PVP adalah mempercepat proses penghancuran. Hasil gerusan dipindahkan ke dalam tube 2 ml dan di vortex agar homogen. Oleh karena penggerusan yang telah dilakukan tidak cukup untuk merusak jaringan atau sel, maka hasil gerusan direbus dalam air panas atau disebut dengan inkubasi. Proses inkubasi dilakukan selama 45 menit-1 jam dalam water bath dan setiap 15 menit sekali dibolakbalikkan. Suhu optimal yang digunakan dalam proses inkubasi berkisar antara 65 o -70 o C. Apabila proses inkubasi melebihi suhu optimal maka DNA yang ada dalam tube akan rusak. Jika proses inkubasi telah selesai maka tube diangkat dan didinginkan ± 15 menit. Tube yang telah dingin ditambahkan chloroform sebanyak 500 µl, lalu di sentrifuse pada kecepatan 13,000 rpm selama 2 menit. Proses sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan bahan-bahan kimia atau fase organik dari fase air berupa supernatan (Gambar 7). Yang digunakan untuk tahapan selanjutnya adalah fase air yang berisi benang-benang nukleat. Untuk itu fase air dipisahkan dari fase organik dengan menggunakan mikro pipet lalu fase air dipindahkan ke dalam tube baru. Kegiatan di atas dilakukan sebanyak dua kali. Gambar 7 Proses pemisahan supernatan.

34 21 Supernatan yang telah dipindahkan ke tube baru ditambahkan 500 µl isopropanol dingin dan 300 µl NaCl. Campuran ini disimpan dalam freezer selama 45 menit - 1 jam. Penyimpanan bertujuan untuk mengendapkan dan membentuk benang-benang nukleat yang akan menjadi DNA. Hasil pengendapan tersebut disentrifugasi pada kecepatan 13,000 rpm selama 2 menit, kemudian cairan dalam tube dibuang. Pembuangan cairan dilakukan dengan hati-hati agar pellet DNA yang mengendap tidak ikut terbuang. Hasil pengendapan berupa pellet DNA dicuci dengan menggunakan etanol 90 % sebanyak 300 µl. Kemudian disentrifugasi dan membuang cairan etanol. Proses ini dilakukan sebanyak dua kali dengan tujuan mendapatkan pellet DNA yang cukup murni. Pellet DNA yang telah dicuci dikeringkan dalam desikator ± 15 menit. Posisi tube yang berisi pellet DNA dalam keadaan terbalik agar silikagel di dalam desikator dapat menyerap cairan yang ada dalam tube. DNA yang telah kering ditambahkan buffer TE sebanyak 50 µl dengan tujuan untuk memekatkan dan melarutkan pellet DNA. Pellet DNA yang telah ditambahkan buffer TE, disentil-sentil dan disentrifugasi kembali pada kecepatan 13,000 rpm selama 2 menit. Karakteristik pita DNA dapat diamati dengan melakukan elektroforesis menggunakan gel agarose dengan konsentrasi sebesar 1% (b/v). Hasil elektroforesis berupa gel yang berisi DNA dilarutkan dalam larutan EtBr ± 15 menit. Kualitas DNA dapat dilihat di UV Transiluminator Seleksi Primer Primer adalah rantai pendek DNA yang dihasilkan secara buatan biasanya terdiri antara nukleotida. (Finkeldey 2005). Sepasang primer yang sekuennya telah ditentukan untuk dapat menemukan sekuen target pada DNA digunakan dalam PCR. Segmen DNA diantara kedua titik pertemuan primer akan diamplifikasi dalam reaksi PCR. Primer berfungsi sebagai titik awal sintesis oleh enzim yang disebut DNA polymerase yang diperoleh dari bakteri Thermus aquaticus. Enzim ini juga biasa disebut Taq DNA polymerase. Enzim ini sesuai untuk proses amplifikasi karena dapat bertahan pada suhu tinggi hingga 95 o C meskipun suhu optimum bagi aktivitas enzim adalah 72 o C. Setelah terjadi

35 22 annealing selanjutnya dilakukan perbanyakan fragmen DNA melalui proses ekstensi pada suhu 72 o C. Dalam teknik RAPD, umumnya primer yang digunakan berupa oligonukleotida yang memiliki panjang sebesar 10-mer yang dipilih secara acak dan minimum memiliki lima basa G dan C. Primer yang mempunyai panjang kurang dari 9-mer dapat digunakan tetapi akan menghasilkan produk amplifikasi yang lebih sedikit dan diperlukan metode pewarnaan yang lebih sensitif untuk mendeteksinya. Seleksi primer dilakukan untuk memperoleh primer-primer yang dapat mengamplifikasi DNA, karena tidak semua primer nukleotida dapat menghasilkan produk. Pada kegiatan ini dilakukan survei terhadap 23 primer, yaitu primer dari golongan OPA, OPB, OPO, OPU dan OPY yang diproduksi oleh Operon Technology (Tabel 4). Primer dari Golongan OPA memiliki kode primer A.5, A.7, A.12, A.14 dan A.16. Primer dari golongan OPB memiliki kode primer B.3, B.8, B.9, B.13 dan B.20. Primer dari golongan OPO memiliki kode primer O.5, O.10, O.13 dan O.16. Primer dari golongan OPU memiliki kode primer U.4, U.5, U.8 dan U.14. Primer dari golongan OPY memiliki kode primer Y.12, Y.13, Y.16, Y.18 dan Y.20. Dari hasil seleksi hanya dipilih 5 primer yang polimorfik dengan pita yang jelas. Tabel 4 Urutan basa nukleotida 23 primer (Operon Technology) No. Primer Urutan Basa No. Primer Urutan Basa 1 OPA-05 5' AGGGGTCTTG '3 13 OPO-13 5' GTCAGAGTCC '3 2 OPA-07 5' GAAACGGGTG '3 14 OPO-16 5' TCGGCGGTTC '3 3 OPA-12 5' TCGGCGATAG '3 15 OPU-04 5 ACCTTCGGAC '3 4 OPA-14 5' TCTGTGCTGG '3 16 OPU-05 5 TTGGCGGCCT '3 5 OPA-16 5' AGCCAGCGAA '3 17 OPU-08 5 GGCGAAGGTT '3 6 OPB-03 5' CATCCCCCTG '3 18 OPU-14 5 TGGGTCCCTC '3 7 OPB-08 5' GTCCACACGG '3 19 OPY-12 5' AAGCCTGCGA '3 8 OPB-09 5' TGGGGGACTC '3 20 OPY-13 5' CACAGCGACA '3 9 OPB-13 5' TTCCCCCGCT '3 21 OPY-16 5' GGGCCAATGT '3 10 OPB-20 5' GGACCCTTAC '3 22 OPY-18 5' GTGGAGTCAG '3 11 OPO-05 5' CCCAGTCACT '3 23 OPY-20 5' AGCCGTGGAA '3 12 OPO-10 5' TCAGAGCGCC '3

36 PCR (Polymerase Chain Reaction) Proses PCR membutuhkan 4 komponen utama yaitu DNA target, Green Go Taq Polymerase, primer dan nukleas free-water (Tabel 5). DNA hasil proses ekstraksi sebelum dilakukan proses amplifikasi PCR harus dilakukan pengenceran dengan menggunakan aquabidest. Besarnya perbandingan antara DNA dengan aquabidest tergantung dari tebal dan tipisnya DNA genomik hasil ekstraksi. Tabel 5 Komposisi bahan untuk reaksi PCR No. Nama Bahan 1 sampel reaksi X sample reaksi 1 DNA target 2 µl X x 2 µl 2 Grren Go Taq Polymerase 7.5 µl X x 7.5 µl 3 Primer 1.5 µl X x 1.5 µl 4 Nukleas free water 2.5 µl X x 2.5 µl DNA yang akan diperbanyak pada proses PCR pada umumnya adalah DNA total atau DNA genomik yang diekstraksi dari sel. Sedangkan jumlah cetakan DNA yang diperlukan dalam proses PCR sangat sedikit yaitu sekitar 1 µl atau 10 ng/µl (Promega 2003, diacu dalam Yunanto 2006). Untuk mengetahui konsentrasi DNA hasil ekstraksi dapat ditetapkan dengan melakukan elektroforesis dengan menggunakan gel agarose. Pada proses amplifikasi DNA dengan PCR karena kekhususannya, maka hasilnya sangat ditentukan oleh primer oligonukleotida yang digunakan. Pada penelitian ini terdapat 36 individu tanaman Sengon Solomon yang telah dilakukan pengukuran parameter pertumbuhan tanaman, namun hanya 15 individu tanaman saja yang akan dilakukan analisis keragaman genetik dengan penanda RAPD. Individu yang dipilih untuk di analisis genetiknya merupakan individu tanaman yang memiliki nilai skoring tertinggi dan terendah. Dalam hal ini yang dimaksud dengan nilai skoring adalah nilai dari hasil skoring parameter pertumbuhan tanaman (skoring seleksi pohon terbaik). Tujuan pemilihan individu yang akan dianalisis genetiknya ini agar dapat memudahkan dalam membandingkan keragaman genetik bagi individu yang memiliki skoring tertinggi dan individu yang memiliki skoring terendah. Reaksi PCR dilakukan dengan menggunakan 13.5 ul volume larutan yang terdiri dari nukleas free water 2.5 µl, primer 1.5 ul, Green Go Taq Polymerase 7.5

37 24 µl dan 2 µl genomik DNA. Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan mesin PTC-100 progammable Thermal Cycler (MJ Research, Massachussetts, USA). Proses PCR dilakukan dengan menggunakan primer hasil dari seleksi. Hasil proses PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis menggunakan 2.0 % gel agarose dalam larutan buffer 1 x TE dan distaining didalam Ethidium Bromide. Pengaturan suhu pada mesin PTC-100 untuk reaksi PCR didasarkan atas penelitian Ratih et al yang dimodifikasi (Yunanto 2006) terdapat pada Tabel 6. Tabel 6 Tahapan-tahapan dalam proses PCR Tahapan Suhu Waktu Jumlah Siklus Pre-denaturation 95 0 C 10 menit 1 Denaturation 95 0 C 1 menit Annealing 37 0 C 3 menit 35 Extension 72 0 C 2 menit Final Extension 72 0 C 10 menit Analisis Data Analisis Data Pertumbuhan Tanaman Data pertumbuhan tanaman yang berupa tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter dianalisis dengan menggunakan statistika deskripsi, seperti ukuran pemusatan dan ukuran penyebaran. Ukuran pemusatan data yang digunakan adalah nilai tengah (rataan) dan ukuran penyebaran data yang digunakan adalah standard deviasi. Analisis data untuk statistika deskripsi menggunakan program Microsoft Office Excel 2007 dan software MINITAB Analisis Data RAPD Hasil PCR yang telah dielektroforesis difoto dan dianalisis dengan melakukan skoring pola pita yang muncul. Pola pita yang muncul (positif) diberi nilai 1 dan pola pita yang tidak muncul (negatif) diberi nilai 0. Hasil perhitungan kemudian dianalisis untuk mengetahui frekuensi dan keragaman dalam jenis dan antar populasi Paraserianthes falcataria (Sengon Solomon) dengan menggunakan software POPGENE 32. Pendugaan hubungan kekerabatan dilakukan berdasarkan jumlah pita polimorfik yang dimiliki bersama (Nei dan Lei 1979, diacu dalam

38 25 Yunanto 2006), sedangkan pengelompokan kerabat berdasarkan metode UPGMA (Unweighted Pair Group with Arithmatic Average) dengan software NTSYS Versi 2.0 (Rohlf 1998, diacu dalam Yunanto 2006). Contoh proses skoring dapat dilihat pada Gambar 8. L-5 L-4 L-3 L-2 L-1 Lokus Posisi Pita DNA pada Individu L L L L L Lokus Hasil Skoring Pita DNA pada Individu Gambar 8 Cara penilaian pita dengan sistem skoring (1 = ada pita, 0 = tidak ada pita). Parameter variasi genetik yang dicari dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Finkeldey 2005, diacu dalam Yunanto 2006): ( LP 1. Persentase Lokus Polimorfik (PLP) = ( LP) ) ( LM ) x 100% Keterangan : Σ(LP) : jumlah lokus polimorfik Σ(LM) : jumlah lokus monomorfik 2. Jumlah alel yang diamati (n e Alel ) = Lokus 3. Jumlah alel yang efektif (n a ) = i 1 pi 2 Keterangan : pi = frekuensi genetik tipe ke i 4. Heterozigitas harapan (H e ) = 1- i pi 2 Keterangan : pi = frekuensi genetik tipe ke i

39 BAB IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Hutan percobaan Cirangsad merupakan hasil kerjasama antara Perhutani dengan Rumpin Seed Source Nursery Center (RSSNC). Tujuan pembangunan Hutan Percobaan Cirangsad adalah untuk membangun sumber benih, mengkonservasi material genetik dan menguji kecocokan lahan pada jenis yang dikoleksi. Sumber benih pada Hutan Percobaan Cirangsad berguna sebagai penyedia benih yang akan digunakan untuk rehabilitasi hutan dan penanaman komesial. Benih yang digunakan dalam pembangunan Hutan Percobaan Cirangsad disediakan oleh Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan Universitas Gadjah Mada melalui proyek Seleksi material genetik dan pengoleksian jenis pohon potensial yang dibiayai oleh Korean Internasional Cooperation Agency (KOICA). Hutan Percobaan Cirangsad terletak di RPH Cirangsad, BKPH Jasinga, KPH Bogor yang merupakan tanah milik Perhutani dibawah management Unit III Perum Perhutani Jawa Barat. Secara geografis lokasi ini berada pada posisi 92 o BT - 92 o BT dan 67 o LS - 67 o LS dengan ketinggian tempat m di atas permukaan air laut. Hutan percobaan Cirangsad dibangun tahun 2006 dengan luas total 83 ha. Pada Hutan Percobaan Cirangsad terdapat area untuk progeny test, species trial, demonstration plot dan untested seed orchard. 4.2 Kondisi Iklim dan Geografis Area Hutan Percobaan Cirangsad memiliki topografi landai dan bergelombang (berbukit). Tekstur tanah di Hutan Percobaan Cirangsad adalah liat dengan KTK (meq/100g tanah). Tanahnya berwarna coklat kekuningan dan memiliki ph Kandungan nitrogen tanah 0.14%, sedangkan kandungan C- organik 1.30%. Kemudian bahan organik yang terkandung di dalam tanah sebesar 2.23%. Iklim di Cirangsad tergolong tipe A (Schmidt dan Ferguson) dengan curah hujan rata-rata 2,000 2,500 mm/tahun.

40 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pertumbuhan Tanaman Persen Hidup Tanaman Hasil analisis persentase hidup tanaman Sengon Solomon pada 4 blok di Hutan Percobaan Cirangsad menunjukkan bahwa % hidup tanaman tertinggi dimiliki oleh Famili 1, 2, 3 dan 8, yaitu 100 %, sedangkan persentase hidup tanaman terkecil dimiliki oleh Famili 4, yaitu 25 %. Hal ini menunjukkan bahwa Famili 1, 2, 3 dan 8 memiliki tingkat ketahanan hidup (survival rate) di setiap blok lebih tinggi dibandingkan dengan famili lainnya dan Famili 4 memiliki tingkat ketahanan hidup di setiap blok yang lebih rendah dibandingkan famili lainnya. Banyaknya individu yang mengalami kematian pada famili 4 dapat disebabkan oleh kurangnya kemampuan individu dari famili 4 untuk bertahan hidup di areal meladai atau berbukit seperti areal pada Hutan Percobaan Cirangsad ini. Persentase hidup seluruh famili pada 4 blok disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Persentase hidup tanaman Sengon Solomon pada 4 blok No. Famili Sengon Solomon Jumlah Individu % Hidup No. Famili Jumlah Individu % Hidup Kontrol Kontrol Rata-rata Rata-rata 3 75 Pada tabel persentase hidup tanaman Sengon Solomon (Tabel 7) diketahui bahwa rata-rata % hidup tanaman Sengon Solomon lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata % hidup kontrol, dalam hal ini tanaman kontrol merupakan Sengon lokal yang ditanam berjarak 4 m dari Sengon Solomon pada blok 1 (kontrol 1) dan blok 3 (kontrol 2). Rendahnya % hidup Sengon Solomon dibandingkan dengan Sengon lokal ini disebabkan oleh adanya faktor bencana alam (longsor) yang melanda blok Sengon Solomon (Blok 1), selain itu faktor

41 28 lingkungan seperti topografi yang melandai juga mempengaruhi rendahnya ratarata % hidup Sengon Solomon Keragaman Pertumbuhan Tanaman Analisis ragam pertumbuhan tanaman Sengon Solomon dilakukan pada parameter pertumbuhan seperti tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter batang. Rekapitulasi hasil pengukuran seluruh parameter disajikan pada Lampiran 10. Keragaman pertumbuhan tanaman Sengon Solomon dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dengan rancangan acak kelompok lengkap. Program yang digunakan untuk menganalisis ragam pertumbuhan adalah SAS 9.1. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa famili dan blok tidak mempengaruhi pertumbuhan tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter tanaman Sengon Solomon. Hasil analisis ragam disajikan pada Lampiran 12. Berdasarkan hal ini maka keragaman pertumbuhan Sengon Solomon dijelaskan dengan menggunakan analisis statistik deskriptif. Keragaman pertumbuhan untuk setiap famili dan blok disajikan pada Gambar 9, sedangkan rekapitulasi hasil perhitungan keragaman pertumbuhan tanaman disajikan pada Lampiran 13. Hasil analisis pertumbuhan tinggi tanaman setiap famili dan setiap blok (Gambar 9a dan 9b) menunjukkan bahwa Famili 6 memiliki rata-rata tinggi tanaman terbesar ( cm), Famili 4 memiliki rata-rata tinggi tanaman terkecil (440 cm), Blok 1 yang memiliki nilai rata-rata tinggi tanaman terbesar ( cm) dan Blok 3 memiliki nilai rata-rata tinggi tanaman terkecil (370 cm). Berdasarkan hasil analisis ragam pertumbuhan tinggi tanaman setiap famili dan setiap blok (Lampiran 13) menunjukkan bahwa Famili 7 memiliki keragaman tinggi tanaman terbesar (10,1250), Famili 4 memiliki keragaman tinggi tanaman terkecil (0) namun kecilnya nilai keragaman pada Famili 4 disebabkan tanaman yang hidup hanya berjumlah 1 individu saja, Hal ini tidak dapat dijadikan acuan sehingga keragaman tinggi dilihat dari famili yang memiliki individu dalam keadaan hidup cukup banyak di seluruh blok, oleh sebab itu keragaman tinggi tanaman terkecil adalah Famili 5 (1,300). Blok 1 memiliki keragaman tinggi tanaman terbesar (52,155.36) dan Blok 3 memiliki keragaman tinggi tanaman terkecil (6,228.57).

42 29 (a) (b) (c) (d) Gambar 9 (e) (f) Grafik keragaman pertumbuhan tanaman Sengon Solomon. (a) Tinggi tanaman setiap famili, (b) Tinggi tanaman setiap blok, (c) Tinggi bebas cabang tanaman setiap famili, (d) Tinggi bebas cabang tanaman setiap blok, (e) Diameter batang tanaman setiap famili, (f) Diameter batang tanaman setiap blok. Hasil analisis pertumbuhan tinggi bebas cabang tanaman setiap famili dan setiap blok (Gambar 9c dan 9d) menunjukkan bahwa Famili 7 memiliki rata-rata tinggi bebas cabang tanaman terbesar (275 cm), Famili 4 memiliki rata-rata tinggi bebas cabang tanaman terkecil (170 cm), Blok 4 yang memiliki nilai rata-rata tinggi bebas cabang tanaman terbesar (272 cm) dan Blok 3 memiliki nilai rata-rata tinggi bebas cabang tanaman terkecil ( cm). Berdasarkan hasil analisis ragam pertumbuhan tinggi bebas cabang tanaman setiap famili dan setiap blok

KERAGAMAN SENGON SOLOMON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) PADA UJI KETURUNAN DI HUTAN PERCOBAAN CIRANGSAD FIFI GUS DWIYANTI

KERAGAMAN SENGON SOLOMON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) PADA UJI KETURUNAN DI HUTAN PERCOBAAN CIRANGSAD FIFI GUS DWIYANTI KERAGAMAN SENGON SOLOMON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) PADA UJI KETURUNAN DI HUTAN PERCOBAAN CIRANGSAD FIFI GUS DWIYANTI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Dalam penelitian ini contoh uji yang digunakan dibedakan atas contoh uji daun dan kayu. Penelitian terhadap daun dan kayu dilakukan di Ruang Analisis Genetika, Laboratorium

Lebih terperinci

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TEDI YUNANTO E14201027

Lebih terperinci

JMHT Vol. XV, (3): , Desember 2009 Artikel Ilmiah ISSN:

JMHT Vol. XV, (3): , Desember 2009 Artikel Ilmiah ISSN: Evaluasi Pertumbuhan dan Keragaman Genetik Tanaman Gunung (Dipterocarpus retusus blume.) dan (Dipterocarpus hasseltii blume.) Berdasarkan Penanda RAPD Growth and Genetic Variation Evaluation of Mountain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus 2011. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Analisis Genetika, Departemen Silvikultur,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan untuk mengisolasi DNA yaitu dengan cara fisik (penggerusan) dibantu oleh senyawa-senyawa kimia dengan metode tertentu sehingga didapat

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al.

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al. 4 II. TELAAH PUSTAKA Jabon (Neolamarckia sp.) merupakan tanaman yang tumbuh di daerah beriklim muson tropika seperti Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Filipina. Jabon juga ditemukan tumbuh di Sri Lanka,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.. Tempat dan Waktu Tempat penelitian analisis DNA dilakukan di Common Laboratory SEAMEO BIOTROP dan laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada Hutan Rakyat di Jawa Berdasarkan Penanda RAPD

Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada Hutan Rakyat di Jawa Berdasarkan Penanda RAPD 1 Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada Hutan Rakyat di Jawa Berdasarkan Penanda RAPD Genetic Diversity of Sengon Population (Paraserianthes falcataria (L)) in

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L)

Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L) JURNAL 130 Ranny SILVIKULTUR Dwita Olivia et TROPIKA al. J. Silvikultur Tropika Vol. 03 No. 02 Agustus 2012, Hal. 130 136 ISSN: 2086-8227 Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS

7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS 92 7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS A. Pendahuluan Nepenthes atau kantong semar merupakan salah jenis tumbuhan bawah yang mampu beradaptasi dan tumbuh dominan di habitat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

SELEKSI POHON INDUK JENIS MERANTI (Shorea spp) PADA AREAL TEGAKAN BENIH IUPHHK-HA PT. SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG

SELEKSI POHON INDUK JENIS MERANTI (Shorea spp) PADA AREAL TEGAKAN BENIH IUPHHK-HA PT. SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG SELEKSI POHON INDUK JENIS MERANTI (Shorea spp) PADA AREAL TEGAKAN BENIH IUPHHK-HA PT. SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG (A parental tree selection of Shorea spp at a seed stand area IUPHHK-HA of PT.

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Spesies Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi. Tanaman mimba dapat beradaptasi di daerah tropis. Di Indonesia, tanaman mimba dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH) IRVAN DALI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

UJI PERTANAMAN GENETIK MATERI PEMULIAAN POHON

UJI PERTANAMAN GENETIK MATERI PEMULIAAN POHON UJI PERTANAMAN GENETIK MATERI PEMULIAAN POHON Sub pokok bahasan Tujuan uji genetik Uji spesies Uji provenans Uji keturunan Tujuan uji pertanaman genetik Uji pertanaman genetik diperlukan untuk dapat mengevaluasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani tanaman karet Menurut Sianturi (2002), sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Lebih terperinci

Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Forest Genetics : adalah kegiatan yang terbatas pada studi genetika pada pohon hutan Forest Tree Breeding : Kegiatan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) MUHAMMAD IQBAL SYUKRI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: Divisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,

TINJAUAN PUSTAKA. berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2003) bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan kayu meningkat setiap tahun, sedangkan pasokan yang dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu dunia diperkirakan sekitar

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis Leguminosa yang memiliki kandungan gizi sangat tinggi. Kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P.

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P. TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH Dr. Ir. Budi Leksono, M.P. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta 1 I. PENDAHULUAN Sumber benih merupakan tempat dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi Calon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2014 2 8 September

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamplung Nyamplung memiliki sebaran yang luas di dunia, dari Afrika, India, Asia Tenggara, Australia Utara, dan lain-lain. Karakteristik pohon nyamplung bertajuk rimbun-menghijau

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jabon merah ( Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil.) merupakan salah satu jenis tanaman hutan yang cepat tumbuh (fast growing species) dan relatif tahan terhadap

Lebih terperinci

Ulfah J. Siregar Irdika Mansur

Ulfah J. Siregar Irdika Mansur Ulfah J. Siregar Irdika Mansur Pendahuluan Kebanyakan areal pertambangan berada pada kawasan hutan konservasi Pada proses penambangan terbuka: -hutan dihilangkan, kemudian -top soil beserta bebatuan lapisan

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO

PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci