BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. preeklampsia dan eklampsia (Hezelgrave dkk., 2012). Preeklampsia dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. preeklampsia dan eklampsia (Hezelgrave dkk., 2012). Preeklampsia dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar wanita meninggal setiap tahun akibat komplikasi terkait preeklampsia dan eklampsia (Hezelgrave dkk., 2012). Preeklampsia dan eklampsia adalah bentuk hipertensi dalam kehamilan yang paling menonjol sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi (WHO, 2011). Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi disertai proteinuria, merupakan suatu gangguan multisistem yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang. Preeklampsia dan eklampsia berkontribusi terhadap 10 15% dari total kematian ibu di dunia. Sebagian besar kematian di negara berkembang diakibatkan oleh eklampsia, sementara di negara maju lebih sering disebabkan oleh komplikasi dari preeklampsia (Turner, 2010). Eklampsia menduduki urutan kedua setelah perdarahan sebagai penyebab utama kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010 (Hernawati, 2011). Etiologi dan patofisiologi preeklampsia masih belum dapat dipahami dengan jelas sehingga menjadi tantangan dalam pencegahan penyakit tersebut. Strategi untuk mengatasi preeklampsia dan komplikasinya difokuskan pada deteksi dini penyakit dan tatalaksana terapi yang tepat. Tatalaksana terapi preeklampsia dan eklampsia bergantung pada ketersediaan pelayanan obstetri emergensi termasuk antihipertensi, magnesium sulfat (antikonvulsan), dan 1

2 2 fasilitas yang diperlukan untuk persalinan (Hezelgrave dkk., 2012). Pengontrolan tekanan darah ibu dengan antihipertensi penting untuk menurunkan insidensi perdarahan serebral dan mencegah terjadinya stroke maupun komplikasi serebrovaskular lain akibat preeklampsia dan eklampsia (Sidani dan Siddik- Sayyid, 2011). Antikonvulsan diberikan untuk mencegah terjadinya kejang pada preeklampsia dan mengatasi kejang pada eklampsia (Duley dkk., 2010). Kejang yang tidak ditangani dengan antikonvulsan secara tepat menjadi masalah utama pada kasus kematian akibat eklampsia (Duley dkk., 2010). Terapi antihipertensi yang inadekuat dalam perawatan klinis juga menjadi masalah serius yang menyebabkan perdarahan intrakranial pada sebagian besar kasus kematian. Laporan terakhir menunjukkan bahwa guideline-guideline hipertensi dalam kehamilan harus dapat mengidentifikasi batas tekanan darah yang memerlukan terapi antihipertensi dan pemilihan antihipertensi yang efektif serta aman digunakan pada masa kehamilan (Lewis, 2007). Obat harus aman, efektif, dan digunakan secara rasional untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Terapi dengan obat pada masa kehamilan memerlukan perhatian khusus karena ancaman efek teratogenik obat dan perubahan fisiologis pada ibu sebagai respon terhadap kehamilan. Obat dapat menembus sawar plasenta dan masuk ke dalam sirkulasi darah janin (Sharma dkk., 2006; Schellack dan Schellack, 2011). Pemilihan obat-obatan selama kehamilan harus mempertimbangkan rasio manfaat dan risiko bagi ibu maupun janin untuk menghasilkan terapi yang aman dan rasional (Schellack dan Schellack, 2011).

3 3 Fakta berupa tingginya morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi dalam kehamilan mendorong dilakukannya berbagai penelitian tentang evaluasi penggunaan obat pada terapi preeklampsia dan eklampsia. Penelitian ini penting untuk menilai kesesuaian terapi dilihat dari pemilihan obat yang efektif dan keamanan penggunannya pada masa kehamilan sehingga dapat dilakukan tindak lanjut untuk mengoptimalkan pemakaian obat pada pasien preeklampsia dan eklampsia. Optimalisasi pelayanan kesehatan dalam memberikan terapi pada wanita hamil dengan gangguan hipertensi merupakan langkah yang diperlukan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi (WHO, 2011). Panggabean (2008) pernah melakukan penelitian tentang kesesuaian pemberian antihipertensi dengan kriteria tepat indikasi dan tepat dosis pada pasien preeklampsia dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari 2004 Mei Penelitian yang sekarang juga dilakukan di rumah sakit yang sama namun berbeda dengan penelitian sebelumnya di mana penelitian ini dilakukan pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia periode waktu setelahnya yaitu tahun Macam obat yang akan dievaluasi pada penelitian ini tidak hanya antihipertensi seperti pada penelitian sebelumnya, namun juga dilakukan terhadap antikonvulsan karena kedua macam obat tersebut menjadi bagian yang penting dalam terapi preeklampsia berat dan eklampsia. Penelitian sebelumnya melakukan evaluasi penggunaan obat dengan kriteria tepat indikasi dan tepat pasien saja, sementara pada penelitian ini juga dilakukan penilaian ketepatan dosis. Evaluasi penggunaan obat merupakan suatu proses yang harus dilakukan secara terus-menerus untuk

4 4 memastikan bahwa obat-obatan digunakan dengan tepat, efektif, dan aman di lingkungan pelayanan kesehatan. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana karakteristik pasien preeklampsia berat dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode tahun ? 2. Bagaimana pola penggunaan antihipertensi dan antikonvulsan pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode tahun ? 3. Bagaimana kesesuaian penggunaan antihipertensi dan antikonvulsan pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode tahun dengan Guideline SOGC tahun 2008, Standar Pelayanan Medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2005, dan Pedoman POGI tahun 2006? 4. Bagaimana gambaran kondisi pasien setelah menjalani terapi? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui karakteristik pasien preeklampsia berat dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode tahun

5 5 2. Untuk mengetahui pola penggunaan antihipertensi dan antikonvulsan pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode tahun Untuk mengetahui kesesuaian penggunaan antihipertensi dan antikonvulsan pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode tahun dengan Guideline SOGC tahun 2008, Standar Pelayanan Medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2005, dan Pedoman POGI tahun Untuk mengetahui gambaran kondisi pasien setelah menjalani terapi. D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai penggunaan antihipertensi dan antikonvulsan pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode tahun Menjadi bahan evaluasi bagi rumah sakit terhadap terapi preeklampsia berat dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode tahun Sebagai masukan bagi rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan serta pengobatan preeklampsia berat dan eklampsia.

6 6 E. Tinjauan Pustaka 1. Preeklampsia dan Eklampsia Preeklampsia dan eklampsia merupakan bagian dari hipertensi dalam kehamilan. Terminologi hipertensi dalam kehamilan mempunyai jangkauan lebih luas. The National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) mengklasifikasikan hipertensi dalam kehamilan sebagai berikut: a. Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali terdiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap hingga setelah 12 minggu postpartum (setelah melahirkan). b. Preeklampsia yaitu sindrom spesifik kehamilan yang timbul setelah usia kehamilan 20 minggu, dikarakterisir dengan hipertensi disertai proteinuria. Sindrom ini dapat terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas seperti mola hidatidosa (hamil anggur) atau hydrops (akumulasi cairan dalam kompartemen janin). c. Eklampsia yaitu preeklampsia disertai dengan kejang tanpa disebabkan kondisi neurologis lain yang jelas. d. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia yaitu hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria. e. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) yaitu hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan tekanan darah kembali normal setelah 12 minggu postpartum (NHBPEP, 2000).

7 7 2. Diagnosis Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah terjadinya hipertensi dan proteinuria, edema sudah tidak lagi digunakan sebagai kriteria diagnostik karena edema juga banyak terjadi pada wanita dengan kehamilan normal (Cunningham dkk., 2010). Faktor risiko timbulnya hipertensi dalam kehamilan jika didapatkan edema generalisata atau kenaikan berat badan lebih dari 0,57 kg/minggu perlu dipertimbangkan (Angsar, 2010). Kriteria diagnostik preeklampsia dan eklampsia dapat dilihat pada Tabel I. Tabel I. Kriteria Diagnostik Preeklampsia dan Eklampsia (Cunningham dkk., 2010; Angsar, 2010; Norwitz dan Schorge, 2006) A. Preeklampsia ringan 1. Tekanan darah > 140/90 mmhg setelah usia kehamilan 20 minggu 2. Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1+ pada dipstik 3. Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut, serta edema generalisata B. Preeklampsia berat, bila ditemukan salah satu atau lebih gejala berikut: 1. Tekanan darah > 160/110 mmhg 2. Proteinuria 2 g/24 jam atau > 2+ pada dipstik 3. Oliguria, yaitu produksi urin < 500 ml/24 jam 4. Kenaikan kadar kreatinin plasma 5. Gangguan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, atau gangguan penglihatan 6. Edema paru 7. Gangguan fungsi hepar: peningkatan kadar AST (SGOT) atau ALT (SGPT) > 2 kali batas atas nilai normal 8. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen 9. Trombositopenia berat: jumlah trombosit < sel/µl 10. Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat 11. Sindrom HELLP (hemolysis, elevated levels of liver enzymes, low platelet count) C. Eklampsia Timbulnya kejang menyeluruh atau koma pada penderita preeklampsia Keterangan: AST: Aspartate aminotransferase; SGOT: Serum glutamic-oxalate transferase; ALT: Alanine aminotransferase; SGPT: Serum glutamic-pyruvate transferase a. Hipertensi Diagnosis hipertensi dalam kehamilan ditegakkan jika tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmhg (SOGC, 2008).

8 8 Pengukuran tekanan darah dilakukan dua kali selang 4 jam setelah penderita beristirahat (POGI, 2006). Peningkatan tekanan darah sistolik 30 mmhg atau diastolik 15 mmhg sebagai kriteria diagnostik meskipun nilai absolut masih di bawah 140/90 mmhg pernah digunakan, namun kriteria ini tidak dianjurkan lagi. Bukti-bukti memperlihatkan bahwa wanita dalam kelompok ini kecil kemungkinannya mengalami gangguan pada janin mereka, meskipun demikian wanita yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik 30 mmhg atau diastolik 15 mmhg perlu diawasi secara ketat (Cunningham dkk., 2010). b. Proteinuria Proteinuria merupakan adanya protein 300 mg dari jumlah urin 24 jam (diukur dengan metode Esbach) atau kadar protein dalam urin 30 mg/dl (1+ pada dipstik) dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran kemih (SOGC, 2008; POGI, 2006). Kesetaraan pengukuran proteinuria dengan dipstik yaitu 1+ dengan kadar 0,3 0,45 g/l, 2+ dengan kadar 0,45 1 g/l, 3+ dengan kadar 1 3 g/l, dan 4+ dengan kadar > 3 g/l (POGI, 2006). c. Kejang Kejang pada eklampsia selalu didahului dengan preeklampsia. Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik yang berlangsung detik. Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Diafragma terfiksir (tidak dapat digerakkan) pada waktu kejang sehingga pernafasan tertahan. Kejang klonik berlangsung kurang lebih 1 menit, setelah itu

9 9 berangsur-angsur kejang melemah dan akhirnya penderita diam tidak bergerak (Angsar, 2010). Kejang yang terjadi pada eklampsia harus dipertimbangkan adanya kemungkinan kejang akibat penyakit lain. Diagnosis banding eklampsia menjadi sangat penting, misalnya perdarahan otak, hipertensi, lesi otak, meningitis, dan epilepsi iatrogenik (disebabkan tindakan medis). Kejang pada eklampsia ditandai dengan kejang tonik dan klonik, selain itu disertai dengan peningkatan tekanan darah yang cepat, peningkatan suhu badan, inkontinensia (ketidakmampuan mengontrol pengeluaran urin), dan kadang-kadang penderita mengalami muntah (Angsar, 2010). 3. Epidemiologi Insidensi preeklampsia sangat bervariasi di seluruh dunia. Insidensi preeklampsia diperkirakan oleh WHO tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang (2,8% dari kelahiran hidup) daripada di negara maju (0,4% dari kelahiran hidup). Insidensi eklampsia di negara berkembang juga bervariasi, mulai dari 1 kasus per 100 kehamilan hingga 1 kasus per kehamilan (Osungbade dan Ige, 2011). Prevalensi eklampsia di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 3,9% dari seluruh kehamilan dengan angka kematian sebesar 0,7% dari seluruh kehamilan (Hernawati, 2011). 4. Faktor Risiko Terdapat beberapa faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia dan eklampsia yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:

10 10 a. Faktor kehamilan 1) Nullipara Nullipara yaitu wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang mampu hidup di luar rahim. Kejadian preeklampsia meningkat pada nullipara karena ibu berada pada masa awal terpapar trofoblas yang berasal dari janin (Luealon dan Phupong, 2010). 2) Kehamilan kembar Wanita dengan kehamilan kembar lebih berisiko terkena preeklampsia dengan insidensi antara wanita hamil kembar dan wanita hamil tunggal yaitu 13% versus 5% (dari seluruh kehamilan) (Cunningham dkk., 2010). 3) Mola hidatidosa Mola hidatidosa merupakan penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan yang tidak disertai janin dan seluruh vili korialis mengalami perubahan hidrofik (Manuaba, 1998). Mola hidatidosa menyebabkan gangguan invasi sel trofoblas ke dalam arteri spiralis sehingga dapat terjadi preeklampsia dengan onset lebih cepat yaitu sebelum usia kehamilan 20 minggu (Turner, 2010; Nugroho, 2010). b. Faktor sosiodemografi: 1) Usia kurang dari (< 20) tahun atau lebih dari (> 35) tahun Usia < 20 tahun berhubungan dengan usia kehamilan yang terlalu muda dan keterkaitan dengan status nullipara. Usia > 35 tahun

11 11 meningkatkan risiko preeklampsia berkaitan dengan terjadinya kerusakan endotel pembuluh darah yang progresif seiring dengan penuaan ibu dan obstruksi lumen arteri spiralis ibu oleh aterosis (Luealon dan Phupong, 2010). 2) Ras Afrika dan Amerika Preeklampsia pada wanita ras Afrika dan Amerika terjadi dengan onset yang lebih cepat dan efek yang lebih parah dibandingkan wanita ras lainnya tanpa sebab yang jelas (Burke- Galloway, 2013). c. Faktor genetik: 1) Riwayat preeklampsia dalam keluarga Preeklampsia dapat diturunkan kepada anak perempuan dengan sifat bawaan yang resesif (Manuaba dkk., 2007). d. Faktor gaya hidup maternal: 1) Obesitas Kejadian preeklampsia meningkat dari 4,3% (dari seluruh kehamilan) untuk wanita dengan indeks massa tubuh < 20 kg/m 2 menjadi 13,3% (dari seluruh kehamilan) untuk mereka dengan indeks massa tubuh > 35 kg/m 2 (Cunningham dkk., 2010). e. Riwayat penyakit sebelumnya: 1) Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya Wanita dengan preeklampsia pada kehamilan pertama berisiko tujuh kali lipat mengalami preeklampsia pada kehamilan selanjutnya.

12 12 2) Hipertensi kronik Wanita dengan hipertensi kronik berisiko mengalami preeklampsia dengan insidensi dibandingkan wanita normotensi yaitu 12,1% versus 0,3% (dari seluruh kehamilan). 3) Diabetes mellitus Wanita dengan diabetes mellitus sebelum hamil berisiko empat kali lipat mengalami preeklampsia pada kehamilannya (Duckitt dan Harrington, 2005). 5. Etiologi dan Patogenesis Preeklampsia dan eklampsia dianggap sebagai maladaptation syndrome (sindrom yang muncul karena kegagalan adaptasi) akibat vasopasme menyeluruh dengan segala akibatnya (Nugroho, 2010). Berbagai teori telah diajukan untuk memahami mekanisme pasti penyebab perubahan patologis pada preeklampsia dan eklampsia seperti berikut: a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta Teori penyebab preeklampsia yang pertama kali dikemukakan adalah teori kelainan vaskularisasi plasenta yang menunjukkan kegagalan remodelling arteri spiralis. Invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis tidak terjadi pada preeklampsia sehingga arteri spiralis gagal bervasodilatasi. Vasodilatasi arteri spiralis ini terjadi pada kehamilan normal dan penting untuk menjaga aliran darah ke janin sehingga dapat meningkatkan perfusi jaringan dan menjamin pertumbuhan janin dengan baik (Angsar, 2010).

13 13 Kegagalan remodelling arteri spiralis terjadi pada preeklampsia, pembuluh darah tetap kaku sehingga menyebabkan hipoperfusi dan iskemia plasenta. Kondisi iskemia akan memicu plasenta menghasilkan oksidan (radikal bebas) yang dapat mengakibatkan kerusakan sel endotel. Iskemia juga dapat berkembang menjadi aterosis, nekrosis fibrin, trombosis, penyempitan arteriola, dan infark plasenta (Angsar, 2010; Sidani dan Siddik-Sayyid, 2011). b. Teori kerusakan sel endotel Salah satu fungsi sel endotel adalah memproduksi prostasiklin yang merupakan vasodilator kuat. Kerusakan sel endotel menyebabkan agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang rusak untuk menutup kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (suatu vasokonstriktor kuat). Kadar prostasiklin dalam keadaan normal lebih tinggi daripada tromboksan, namun pada preeklampsia kadar prostasiklin lebih rendah daripada tromboksan sehingga terjadi kenaikan tekanan darah (Angsar, 2010). c. Teori imunologis Respon imun ibu pada kehamilan normal tidak menolak adanya hasil konsepsi karena sel-sel trofoblas plasenta mengekspresikan human leukocyte antigen protein G (HLA-G) yang melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer ibu. Human leukocyte antigen protein G juga merupakan prakondisi terjadinya invasi trofoblas ke jaringan desidua. Penurunan ekspresi HLA-G terjadi pada preeklampsia sehingga

14 14 menghambat invasi trofoblas ke jaringan desidua, menyebabkan implantasi yang abnormal, dan mengubah respon kekebalan ibu terhadap antigen janin (Angsar, 2010; Sidani dan Siddik-Sayyid, 2011). d. Teori genetik Teori genetik diajukan setelah melalui berbagai pengamatan. Wanita nullipara dengan riwayat preeklampsia dalam keluarga memiliki risiko dua hingga lima kali lipat mengalami preeklampsia. Beberapa gen termasuk angiotensinogen gene variant (T235), endothelial nitric oxide synthase (enos), dan gen penyebab trombofilia diduga berkaitan dengan preeklampsia (Sidani dan Siddik-Sayyid, 2011). 6. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang merupakan manifestasi klinis dari preeklampsia dan eklampsia: a. Sistem syaraf pusat: nyeri kepala, gangguan penglihatan, kesadaran menurun, dan dapat terjadi koma disertai kejang (eklampsia) jika pusat motorik terganggu. b. Sistem kardiovaskular: hipertensi dengan derajat bervariasi, resistensi vaskular yang tinggi, dan gagal jantung. c. Sistem respirasi: peningkatan risiko edema paru. d. Sistem hematologi: hiperkoagulasi trombosit dan aktivasi sistem fibrinolisis. e. Ginjal: penurunan laju filtrasi glomerulus, peningkatan proteinuria, peningkatan kreatinin, dan oliguria.

15 15 f. Hepar: peningkatan enzim hepar, nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan pecahnya kapsula Glisson dengan perdarahan hepar. g. Sistem endokrin: ketidakseimbangan prostasiklin relatif terhadap tromboksan. h. Uteroplasenta: penurunan aliran darah rahim, pertumbuhan janin terhambat, dan oligohidramnion (Turner, 2010; Manuaba dkk., 2007). 7. Komplikasi Komplikasi yang terjadi pada preeklampsia dan eklampsia terutama diakibatkan oleh vasospasme yang bersifat menyeluruh. Preeklampsia dan eklampsia dapat menyebabkan berbagai komplikasi berikut: a. Perdarahan serebral Komplikasi paling umum sebagai akibat dari vasospasme dan tingginya tekanan darah pada preeklampsia dan eklampsia adalah perdarahan serebral (Lewis, 2007). b. Gangguan visus (penglihatan) Gangguan visus pada preeklampsia dan eklampsia dihubungkan dengan terjadinya vasospasme arteri retina (Cunningham dkk., 2001). c. Koma Pasien eklampsia akan mengalami perubahan kesadaran hingga koma akibat edema otak yang luas (Cunningham dkk., 2001). Derajat hilangnya kesadaran dapat dinilai dengan Glasgow Coma Scale (Angsar, 2010).

16 16 d. Edema paru Penderita preeklampsia mempunyai risiko lebih besar terjadinya edema paru disebabkan payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis (Angsar, 2010). e. Asites Asites (akumulasi cairan dalam rongga perut) yang menyertai preeklampsia dapat terjadi sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler yang menyeluruh (Wirawan dan Prasmusinto, 2011). f. Oliguria Oliguria (produksi urin < 500 ml selama 24 jam) pada preeklampsia terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ke ginjal menurun yang menyebabkan penurunan produksi urin (Angsar, 2010). g. Tromboemboli Tromboemboli adalah penyumbatan beberapa bagian sistem kardiovaskular oleh massa bekuan darah yang tidak terkendali. Preeklampsia berkaitan dengan penyempitan arteri spiralis pada plasenta yang dapat menyebabkan kondisi iskemia dan tromboemboli (van Walraven dkk., 2003; Sidani dan Siddik-Sayyid, 2011). h. Sindrom HELLP (hemolysis, elevated levels of liver enzymes, low platelet count) Sindrom HELLP adalah gangguan terkait kehamilan yang dikarakterisir oleh timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar (disfungsi hepar), dan trombositopenia (Turner, 2010). Keluarnya enzim

17 17 hepar terutama AST disebabkan oleh kerusakan dan perdarahan pada hepar. Pada sindrom HELLP terjadi lisis trombosit berkelanjutan yang menyebabkan turunnya trombosit sampai di bawah sel/µl (Manuaba dkk., 2007). i. Intrauterine growth restriction (IUGR) IUGR atau pertumbuhan janin terhambat ditentukan bila berat janin kurang dari 10% dari berat yang harus dicapai pada usia kehamilan tertentu. Penurunan aliran darah uteroplasenta menyebabkan janin kekurangan oksigen dan nutrisi pada trimester akhir sehingga timbul pertumbuhan janin terhambat, ditandai dengan lingkar perut yang jauh lebih kecil daripada lingkar kepala (Wiknjosastro, 2010). j. Intrauterine fetal death (IUFD) Peningkatan terjadinya kematian janin intrauterin pada preeklampsia dan eklampsia secara tidak langsung merupakan akibat dari pertumbuhan janin terhambat (Angsar, 2010). k. Prematuritas (kelahiran preterm) Preeklampsia secara signifikan meningkatkan risiko kelahiran preterm (persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu) yang iatrogenik atas indikasi maternal karena memburuknya penyakit ibu mengharuskan terminasi kehamilan (pengakhiran kehamilan) lebih awal (Fleischman dkk., 2010; Xiong dkk., 2002).

18 18 l. Asfiksia Asfiksia pada bayi baru lahir adalah kegagalan bayi bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Penurunan aliran darah melalui plasenta pada preeklampsia dapat mengurangi aliran oksigen ke janin sehingga menimbulkan gawat janin yang berlanjut sebagai asfiksia pada bayi baru lahir (Depkes RI, 2007). 8. Pencegahan Maksud pencegahan adalah upaya untuk mencegah preeklampsia pada wanita hamil yang mempunyai faktor risiko terjadinya preeklampsia (POGI, 2006). Strategi-strategi yang dapat dilakukan: a. Antenatal care (ANC) Tujuan pelayanan ANC yaitu untuk deteksi dini pada wanita yang berisiko tinggi, screening untuk mengidentifikasi faktor risiko, intervensi dalam upaya mencegah penyakit yang timbul, dan upaya pengobatan untuk mencegah komplikasi dari penyakit yang diderita (Djannah dan Arianti, 2010). Pelayanan ANC yang kurang memadai merupakan penghalang utama dalam deteksi dini preeklampsia (Hezelgrave dkk., 2012). b. Kalsium Kelompok wanita dengan asupan kalsium yang cukup memiliki insidensi preeklampsia yang lebih rendah. Pemberian suplemen kalsium selama kehamilan direkomendasikan untuk mencegah preeklampsia

19 19 terutama pada daerah dengan tingkat konsumsi kalsium yang rendah (WHO, 2011). c. Antitrombotik Aspirin dosis rendah (75 mg/hari) dapat mengurangi produksi platelet oleh tromboksan. Hasil uji klinis memberikan keuntungan yang sedikit namun aspirin direkomendasikan dalam pencegahan preeklampsia terutama pada wanita dengan faktor risiko berikut: pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan sebelumnya, menderita hipertensi kronik, terdapat penyakit ginjal atau autoimun (WHO, 2011). Berbagai studi menunjukkan bahwa penggunaan aspirin dosis rendah untuk mencegah preeklampsia tidak menyebabkan toksisitas pada janin dan neonatal, namun penggunaan aspirin dosis rendah pada kehamilan harus dibatasi karena masih diperlukan studi lebih lanjut tentang rasio manfaat dan risikonya (Briggs dkk., 2010). d. Tirah baring Tirah baring yaitu berbaring dengan posisi miring ke satu sisi. Tirah baring dengan posisi miring dapat menghilangkan tekanan rahim pada pembuluh vena cava superior sehingga akan meningkatkan aliran darah balik, menambah curah jantung, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim (Angsar, 2010). Tirah baring masih diperlukan di Indonesia meskipun tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia dan persalinan preterm (POGI, 2006).

20 20 9. Tatalaksana Terapi Preeklampsia Berat Tujuan utama tatalaksana preeklampsia berat adalah mencegah kejang, perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat (Angsar dkk., 2010). Tatalaksana preeklampsia berat dibagi menjadi perawatan aktif dan perawatan konservatif ditinjau dari usia kehamilan dan perkembangan gejala-gejala selama perawatan (Nugroho, 2010). Perawatan aktif berarti kehamilan harus segera diterminasi atau diakhiri bersamaan dengan terapi medisinal, sedangkan perawatan konservatif adalah tetap mempertahankan kehamilan bersamaan dengan terapi medisinal (POGI, 2006). a. Tatalaksana terapi medisinal: 1) Hospitalisasi Pasien segera dibawa ke rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan berbaring miring ke satu sisi (kiri). Monitoring tekanan darah dan tanda-tanda vital lainnya dilakukan setiap 30 menit dan refleks patella setiap jam (Nugroho, 2010). 2) Manajemen diet Pasien dianjurkan untuk diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam. 3) Manajemen cairan Pasien diberikan infus dekstrosa 5% yang setiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer Laktat 500 ml (Angsar, 2010).

21 21 4) Pemberian antikonvulsan Pasien preeklampsia berat diberikan magnesium sulfat untuk mencegah kejang (SOGC, 2008). Magnesium sulfat bekerja sebagai antagonis reseptor glutamat seperti reseptor NMDA sehingga mencegah kejang pada preeklampsia (Euser dan Cipolla, 2009). Magnesium sulfat diberikan pada pasien preeklampsia berat terutama jika terdapat tanda atau gejala impending eclampsia (tanda atau gejala yang mengarah pada terjadinya eklampsia) seperti berikut: a) Tekanan darah sistolik > 160 mmhg atau tekanan darah diastolik > 110 mmhg b) Proteinuria > 2+ c) Gangguan visus d) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen e) Muntah-muntah f) Sindrom HELLP g) Jumlah trombosit < sel/µl h) Kenaikan AST > 2 kali batas atas nilai normal i) Nyeri kepala yang persisten j) Kadar kreatinin serum > 1,2 mg/dl (NICE, 2011; Cunningham dkk., 2010). Magnesium sulfat aman digunakan pada wanita hamil. Magnesium sulfat dapat diberikan secara intravena atau intramuskular dengan efektifitas yang sama (SOMANZ, 2008).

22 22 Dosis magnesium sulfat untuk terapi preeklampsia dan eklampsia dapat dilihat pada Tabel II. Magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral diekskresikan hampir seluruhnya melalui ginjal. Intoksikasi magnesium sulfat dapat dihindari dengan memastikan bahwa terdapat refleks patella, tidak terdapat depresi pernafasan, dan pengeluaran urin memadai (Cunningham dkk., 2001). Syarat-syarat pemberian magnesium sulfat antara lain: a) Refleks patella normal. b) Respirasi > 16 kali/menit. c) Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya > 100 ml. d) Tersedia antidotum kalsium glukonat 10% dalam 10 ml (POGI, 2006). Tabel II. Dosis Magnesium Sulfat untuk Preeklampsia Berat dan Eklampsia (SOGC, 2008; IDI, 1998) Regimen Loading dose Maintenance dose Dosis tambahan (jika terjadi kejang ulangan) Intravena bolus 2-4 g drip 1-2 g/jam bolus 2-4 g Intramuskular bolus 2 g (intravena)* diikuti 4 g bolus kanan dan 4 g bolus kiri 4 g/6 jam - Keterangan: *: jika pemberian secara intravena tidak memungkinkan, loading dose cukup diberikan secara intramuskular Diazepam atau fenitoin dapat diberikan sebagai alternatif apabila terjadi refrakter (kegagalan terapi) atau kontraindikasi terhadap magnesium sulfat (SOGC, 2008). Magnesium sulfat dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi, setelah 24 jam pascapersalinan, atau 24 jam setelah kejang terakhir (Angsar, 2010).

23 23 5) Pemberian antihipertensi Penentuan ambang batas tekanan darah (TD) untuk pemberian antihipertensi dan target TD pada pengobatan wanita hamil sangat bervariasi pada beberapa guideline internasional, namun semuanya menggunakan nilai yang lebih tinggi daripada yang ditetapkan Joint National Committee (JNC) untuk terapi non obstetrik (Podymow dan August, 2008). Terapi antihipertensi direkomendasikan di Canada pada TD > 160/110 mmhg dan obat dapat digunakan hingga TD 130/90 mmhg (SOGC, 2008). Pemberian antihipertensi di Inggris dimulai pada TD > 150/100 mmhg dengan target tekanan darah diastolik mmhg (NICE, 2011). Pemberian antihipertensi di Australia dimulai pada TD > 160/100 mmhg tanpa target terapi yang jelas (SOMANZ, 2008). Terdapat konsensus bahwa TD 160/110 mmhg mulai membutuhkan perawatan karena wanita berada pada peningkatan risiko perdarahan intraserebral dan pengobatan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal (Podymow dan August, 2008; SOGC, 2008). Manajemen hipertensi ringan hingga moderat (TD / mmhg) dengan antihipertensi masih diperdebatkan. Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan antihipertensi pada TD / mmhg tidak memberikan perbedaan outcome pada ibu maupun bayi dibandingkan dengan plasebo atau tanpa terapi (SOGC, 2008). Alasan yang rasional untuk memberikan

24 24 terapi pada pasien dengan hipertensi ringan hingga moderat adalah untuk mencegah terjadinya episode hipertensi berat (SOMANZ, 2008). Penggunaan antihipertensi pada pasien preeklampsia dengan TD / mmhg dapat dipertimbangkan terutama jika terdapat nyeri kepala yang parah atau kondisi komorbid seperti diabetes mellitus dan kerusakan ginjal (SOGC, 2008). Target terapi pada wanita hamil ditekankan hingga tekanan darah diastolik (TDD) mencapai 90 mmhg karena TDD < 90 mmhg dapat mengurangi perfusi uteroplasenta (SOGC, 2008). TD pada wanita hamil diturunkan secara perlahan-lahan sampai < 160/110 mmhg selama beberapa jam. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengobatan hipertensi adalah mencegah hipotensi karena penurunan TD yang agresif dapat menyebabkan penurunan aliran darah plasenta dan gawat janin (Podymow dan August, 2008). Antihipertensi mulai diberikan dalam dosis terendah untuk mencegah deplesi volume intravaskular dan risiko hipotensi (Podymow dan August, 2008). Pemilihan antihipertensi, dosis, dan rute pemberian obat pada preeklampsia dan eklampsia harus didasarkan pada peresepan klinisi yang telah berpengalaman dalam memberikan obat tertentu, harga obat, dan ketersediaan jenis obat (WHO, 2011). Metildopa merupakan antihipertensi yang lebih disukai karena keamanan penggunaannya dalam kehamilan, namun labetalol, nifedipin, dan hidralazin lebih menguntungkan dalam

25 25 mengatasi hipertensi berat pada preeklampsia karena onset kerjanya yang lebih cepat (Podymow dan August, 2008; ACOG, 2011). Tabel III menunjukkan rekomendasi pemberian antihipertensi menurut beberapa guideline. Antihipertensi yang dapat digunakan dalam kehamilan antara lain: a) Metildopa Metildopa merupakan antihipertensi yang bekerja dengan menstimulasi reseptor α 2 adrenergik. Terapi dengan metildopa dilaporkan dapat mencegah progresifitas keparahan hipertensi pada wanita hamil dan tidak menimbulkan efek yang merugikan pada perkembangan janin, uteroplasenta, dan hemodinamika janin (Podymow dan August, 2008). b) Nifedipin Nifedipin merupakan antagonis kalsium yang bekerja dengan menghambat influks kalsium ke dalam sel otot polos arteri (Katzung, 2007). Nifedipin yang diberikan pada wanita hamil tidak menyebabkan penurunan aliran darah dalam rahim (Podymow dan August, 2008). Nifedipin aman digunakan bersama magnesium sulfat tanpa peningkatan efek samping yang serius seperti kelemahan otot (Sidani dan Siddik-Sayyid, 2011).

26 26 Tabel III. Rekomendasi Pemberian Antihipertensi untuk Pasien Preeklampsia Berat dan Eklampsia Selama Kehamilan Kriteria Indonesia (POGI, 2006) Canada (SOGC, 2008) Australia (SOMANZ, 2008) UK (NICE, 2010) Harus diberikan antihipertensi TD > 180/110 mmhg atau MAP > 126 mmhg Hipertensi berat: TD > 160/110 mmhg Hipertensi berat: TD > 170/110 mmhg Hipertensi berat: TD > 160/110 mmhg Atau: Hipertensi moderat: Pertimbangkan diberikan antihipertensi Obat pilihan: Nifedipin: mg po, dapat diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg/24 jam Nikardipin: 10 mg iv selama 5 menit, 1 jam kemudian gagal: berikan 12,5 mg selama 5 menit, 1 jam kemudian gagal lagi: berikan 15 mg selama 5 menit Target terapi: TD < 160/105 mmhg atau MAP < 125 mmhg Obat pilihan: Labetalol: mulai dengan 20 mg iv, ulangi mg iv setelah 30 menit, atau 1-2 mg/menit, maksimum 300 mg Nifedipin: kapsul 5-10 mg po, dapat diulangi setelah 30 menit; atau tablet PA 10 mg po, dapat diulangi setelah 45 menit, maksimum 80 mg/hari Hidralazin: mulai dengan 5 mg iv, ulangi 5-10 mg iv setelah 30 menit, atau 0,5-10 mg/jam iv, maksimum 20 mg iv (atau 30 mg im) Target terapi: TD < 160/110 mmhg - Hipertensi ringanmoderat: TDS mmhg atau TDD mmhg - Obat pilihan: Metildopa: mg po, bid-qid, maksimum 2 g/hari Labetalol: mg po, bid-tid, maksimum 1200 mg/hari Nifedipin: tablet PA mg po, bid-tid, maksimum 180 mg/hari; atau tablet SR mg po, maksimum 120 mg/hari TD > 160/100 mmhg Obat pilihan: Labetalol: mg iv selama 2 menit, dapat diulangi setelah menit Nifedipin: kapsul 5-10 mg po, dapat diulangi setelah 30 menit; atau tablet mg, dapat diulangi setelah 45 menit Hidralazin: 5-10 mg iv, dapat diulangi setelah 30 menit Diazoxide: mg iv, dapat diulangi setelah 5 menit, maksimum 300 mg Target terapi: TD < 160/100 mmhg Hipertensi ringanmoderat: TDS mmhg atau TDD mmhg Obat pilihan: Metildopa: mg po, tid Labetalol: mg po, tid Nifedipin: tablet SR mg po, bid Klonidin: µg po, tid Oxprenolol: mg po, tid Prazosin: 0,5-5 mg po, tid Hidralazin: mg, tid TD > 150/100 mmhg Obat pilihan: Labetalol: po atau iv Nifedipin: po Hidralazin: iv Alternatif: Metildopa: po Target terapi: TDS < 150 mmhg TDD antara mmhg - -

27 27 Kriteria Tabel III. Lanjutan... Indonesia Canada Australia UK (POGI, 2006) (SOGC, 2008) (SOMANZ, 2008) (NICE, 2010) - Target terapi: Target terapi: - - Tanpa komorbid: TDS mmhg dan TDD mmhg Dengan komorbid: TDS mmhg dan TDD mmhg Keterangan: TD: tekanan darah; TDS: tekanan darah sistolik; TDD: tekanan darah diastolik; MAP: mean arterial pressure; po: peroral; iv: intravena; im: intramuskular; tablet PA: tablet pelepasan intermediet; tablet SR: tablet pelepasan lambat; bid: 2 kali sehari; tid: 3 kali sehari; qid: 4 kali sehari c) Hidralazin Hidralazin bekerja merelaksasi otot polos arteriol sehingga mengurangi tahanan vaskular sistemik (Katzung, 2007). Penggunaan hidralazin dalam kehamilan tidak menunjukkan teratogenisitas. Hidralazin meningkatkan output jantung, memperbaiki perfusi uteroplasenta, dan dapat menimbulkan refleks takikardi (Angsar, 2010). d) Labetalol Labetalol adalah beta bloker non selektif yang bermanfaat karena tidak menimbulkan refleks takikardi (Sidani dan Siddik- Sayyid, 2011). Pemakaian labetalol dalam kehamilan diterima secara luas. Pemberian labetalol secara parenteral pada preeklampsia berat menunjukkan insidensi hipotensi maternal dan efek samping lain yang lebih rendah sehingga dapat dipakai untuk menggantikan hidralazin (Podymow and August, 2008).

28 28 6) Pemberian diuretik Diuretik tidak boleh diberikan pada pasien preeklampsia karena dapat memperberat hipovolemia. Pemberian diuretik seperti furosemid atau sejenisnya hanya boleh dilakukan jika terbukti adanya edema paru. Pasien dapat diberikan injeksi furosemid 40 mg (SOGC, 2008; Nugroho, 2010). 7) Pemberian antasida Antasida dapat diberikan untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung (Angsar, 2010). 8) Pemberian kortikosteroid Kortikosteroid dapat diberikan jika terdapat indikasi darurat yang mengharuskan kehamilan diakhiri pada usia minggu untuk mempercepat pematangan paru janin (Turner, 2010). b. Perawatan aktif Perawatan aktif berarti kehamilan harus diterminasi (diakhiri). Cara terminasi kehamilan dilakukan berdasarkan keadaan obstetrik, apakah sudah inpartu (berada dalam tahap persalinan) atau belum (Angsar, 2010). Indikasi dilakukan perawatan aktif antara lain: 1) Usia kehamilan > 37 minggu. 2) Adanya tanda atau gejala impending eclampsia seperti kenaikan TD yang progresif, nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, dan nyeri epigastrium.

29 29 3) Kegagalan perawatan konservatif yaitu terjadi kenaikan tekanan darah setelah 6 jam terapi medisinal atau tidak ada perbaikan setelah 24 jam terapi medisinal. 4) Adanya pertumbuhan janin terhambat. 5) Adanya sindrom HELLP (Nugroho, 2010). c. Perawatan konservatif Indikasi perawatan konservatif adalah bila kehamilan preterm < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eclampsia dengan keadaan janin baik (Angsar, 2010). Terapi obstetrik dilakukan dengan observasi dan evaluasi tanpa terminasi kehamilan. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Terapi medisinal dianggap gagal dan kehamilan harus diterminasi bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan. Pasien dapat dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan bila selama tiga hari tetap berada dalam keadaan preeklampsia ringan (Nugroho, 2010). 10. Tatalaksana Terapi Eklampsia Tujuan utama tatalaksana terapi eklampsia adalah mencegah dan mengatasi kejang, mencegah dan mengatasi penyulit khususnya krisis hipertensi, mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat. Tatalaksana eklampsia dilakukan dengan terapi suportif, terapi medisinal, dan terapi obstetrik terhadap kehamilannya (Angsar, 2010).

30 30 Gambar 1. Protokol Tindakan Obstetrik pada Preeklampsia dan Eklampsia (Anonim, 2005) PREEKLAMPSIA RINGAN RAWAT MEMBAIK PREEKLAMPSIA RINGAN PREEKLAMPSIA BERAT EKLAMPSIA BEROBAT JALAN TERMINASI Syarat TD < 140/90 IG < 6 > 37 minggu < 37 minggu Dipertahankan Terminasi bila dijumpai salah satu keadaan ini: IG > 6 HPL/Estriol/CTG hasilnya abnormal, IUGR > 37 minggu < 37 minggu Terminasi Terminasi bila dijumpai salah satu keadaan ini Gejala impending eclampsia, 6 jam sesudah terapi medisinal tensi naik, 24 jam sesudah terapi medisinal tak ada perbaikan, IUGR, HPL/Estriol/CTG abnormal, HELLP syndrome Keterangan: TD: tekanan darah, IG: indeks gestosis, HPL: human placental lactogen; CTG: cardiotocography; IUGR: intrauterine growth restriction

31 31 Terapi suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi organ-organ vital dengan memberikan tindakan-tindakan untuk memperbaiki asidosis, mempertahankan ventilasi paru-paru, mengatur tekanan darah, dan mencegah kegagalan jantung. Nursing care sangat penting pada penderita yang mengalami kejang dan koma, meliputi cara-cara perawatan penderita dalam suatu kamar terisolasi, mencegah aspirasi, mengatur infus, dan monitoring produksi urin (Angsar, 2010). Terapi medisinal pada pasien eklampsia sama seperti pada preeklampsia berat. Sikap terhadap kehamilan adalah semua kehamilan dengan eklampsia harus diterminasi tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Kehamilan diterminasi setelah tercapai stabilisasi kondisi ibu (Angsar, 2010). Skema tindakan obstetrik pada pasien preeklampsia dan eklampsia dapat dilihat pada Gambar Guideline SOGC The Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada (SOGC) merupakan lembaga nasional Canada yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan reproduksi. SOGC menyediakan berbagai guideline nasional untuk publik maupun kepentingan pendidikan yang berfokus pada isu-isu kesehatan perempuan. SOGC menerbitkan guideline yang berjudul Diagnosis, Evaluation, and Management of The Hypertensive Disorders of Pregnancy pada tahun Guideline ini merangkum berbagai bukti termasuk informasi terbaru dari guideline-guideline Amerika dan Australia, serta

32 32 memberikan pendekatan yang rasional pada diagnosis, evaluasi, dan terapi hipertensi dalam kehamilan (SOGC, 2008). 12. Penggunaan Obat dalam Kehamilan Keputusan untuk memilih obat dalam terapi selama kehamilan harus mempunyai tujuan yang realistis dengan mempertimbangkan efek obat yang tersedia serta kondisi ibu dan janin (Schellack dan Schellack, 2011). FDA menentukan kategori keamanan penggunaan obat selama kehamilan seperti berikut: a. Kategori A: studi terkontrol pada wanita hamil tidak memperlihatkan adanya risiko terhadap janin. b. Kategori B: studi pada hewan percobaan tidak menunjukkan bukti bahwa obat berbahaya terhadap janin, atau studi pada hewan menunjukkan efek yang tidak dikehendaki tetapi studi yang memadai pada wanita hamil tidak menunjukkan risiko terhadap janin. c. Kategori C: studi pada hewan telah menunjukkan efek yang tidak dikehendaki terhadap janin, atau studi pada hewan belum dilakukan dan tidak ada studi yang memadai menggunakan pembanding pada wanita hamil. d. Kategori D: terbukti menimbulkan risiko terhadap janin tetapi manfaat penggunaan obat dibandingkan risiko yang ditimbulkan pada wanita hamil dapat dipertimbangkan (misalnya pada situasi yang mengancam jiwa).

33 33 e. Kategori X: obat dikontraindikasikan pada wanita hamil atau yang akan hamil (Sharma dkk., 2006). Pemilihan jenis antihipertensi untuk wanita hamil agak sedikit kompleks karena obat yang telah dievaluasi pemakaiannya dalam kehamilan secara adekuat hanya sedikit. Metildopa merupakan antihipertensi dengan kategori B pada kehamilan. Data menunjukkan bahwa aliran darah uteroplasenta dan hemodinamik fetus stabil dengan metildopa serta dianggap aman berdasarkan data follow-up jangka panjang selama 7,5 tahun (Depkes RI, 2006). Obat dari golongan ACE-inhibitor dan ARB tidak boleh digunakan pada trimester 2 dan 3 kehamilan (kategori D) karena dapat menyebabkan disfungsi ginjal janin (Donovan, 2012). Kebanyakan antihipertensi yang dapat digunakan dalam kehamilan seperti nifedipin, labetalol, atau hidralazin termasuk dalam kategori C. Kategori ini tidak dapat ditafsirkan sebagai tidak ada bukti risiko atau menjadi penghalang penggunaan obat dalam praktik, namun informasi kategori tersebut berdasarkan studi kasus dan meta analisis (Podymow dan August, 2008). Antikonvulsan yang aman digunakan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada eklampsia adalah magnesium sulfat dibandingkan antikonvulsan konvensional lainnya seperti golongan benzodiazepin atau fenitoin (WHO, 2011). Magnesium sulfat adalah antikonvulsan dengan kategori B pada kehamilan. Sebagian besar antikonvulsan konvensional termasuk dalam kategori D apabila digunakan dalam kehamilan. Penggunaan antikonvulsan konvensional dalam kehamilan dapat meningkatkan risiko abnormalitas pada

34 34 janin. Pasien dengan kondisi harus menggunakan antikonvulsan konvensional diberikan obat dengan efek teratogenik serendah mungkin dan dimulai dengan dosis efektif terendah. Dosis mungkin perlu penyesuaian sebagai adaptasi terhadap perubahan profil farmakokinetika beberapa obat selama kehamilan (Lander, 2008). 13. Rasionalitas Penggunaan Obat Definisi penggunaan obat rasional menurut WHO adalah apabila pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, untuk periode waktu yang cukup, dan dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyarakat (Holloway dan Van Dijk, 2011 cit. WHO, 2012). Kriteria penggunaan obat rasional: a. Tepat diagnosis, yaitu obat diberikan sesuai dengan diagnosis. Apabila diagnosis tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat akan salah. b. Tepat indikasi, yaitu obat yang diberikan harus tepat bagi suatu penyakit. c. Tepat obat, yaitu obat yang dipilih harus memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit. d. Tepat dosis, yaitu jumlah, cara, frekuensi, dan lama pemberian obat harus tepat. Apabila salah satu dari empat hal tersebut tidak dipenuhi menyebabkan efek terapi tidak tercapai. e. Tepat pasien, yaitu penggunaan obat disesuaikan dengan kondisi pasien, antara lain harus memperhatikan kontraindikasi obat, komplikasi, kehamilan, menyusui, lanjut usia atau bayi.

35 35 f. Waspada terhadap efek samping, yaitu obat dapat menimbulkan efek samping (efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi) seperti timbulnya mual, muntah, gatal-gatal, dan lain sebagainya (Depkes RI, 2008). F. Keterangan Empiris Penelitian ini dilakukan pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode tahun untuk mengetahui: 1. Karakteristik pasien meliputi usia pasien, status paritas, data penunjang diagnosis, penyakit komplikasi, kondisi patologis dan kelainan penyerta, usia kehamilan, dan tindakan obstetrik. 2. Pola penggunaan antihipertensi dan antikonvulsan. 3. Kesesuaian penggunaan antihipertensi dan antikonvulsan dengan kriteria tepat indikasi, tepat pasien, dan tepat dosis dibandingkan dengan Guideline SOGC tahun 2008, Standar Pelayanan Medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2005, dan Pedoman POGI tahun Gambaran kondisi pasien setelah menjalani terapi meliputi lama rawat inap, keadaan akhir ibu, keadaan bayi lahir, dan berat badan bayi lahir.

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Hipertensi dalam kehamilan Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi DEFINISI Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmhg sistolik atau 90 mmhg diastolik pada dua kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyulit medis yang sering ditemukan pada kehamilan yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik ibu maupun perinatal. Hipertensi dalam

Lebih terperinci

Persalinan Induksi persalinan diindikasikan pada pre-eklampsia dengan kondisi buruk seperti gangguan

Persalinan Induksi persalinan diindikasikan pada pre-eklampsia dengan kondisi buruk seperti gangguan HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN 1.1 Definisi Definisi hipertensi pada kehamilan berdasarkan nilai tekanan darah absolut (sistolik 140 atau diastolik 90 mmhg) dan dibedakan antara kenaikan tekanan darah ringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kehamilan 1. Proses Kehamilan Proses kehamilan di dahului oleh proses pembuahan satu sel telur yang bersatu dengan sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk zigot. Zigot

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA NIKEN ANDALASARI Pengertian Eklampsia Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia memburuk menjadi kejang (Helen varney;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Preeklampsia di dalam kehidupan awam sehari-hari dikenal sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Preeklampsia di dalam kehidupan awam sehari-hari dikenal sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Preeklampsia Preeklampsia di dalam kehidupan awam sehari-hari dikenal sebagai keracunan dalam kehamilan. Banyak orang yang kurang memahami mengapa dapat terjadi keracunan saat

Lebih terperinci

Preeklampsia dan Eklampsia

Preeklampsia dan Eklampsia Preeklampsia dan Eklampsia P2KS PROPINSI SUMATERA UTARA 1 Tujuan Membahas praktek terbaik untuk mendiagnosis dan menatalaksana hipertensi, pre-eklampsia dan eklampsia Menjelaskan strategi untuk mengendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang International Non Goverment Organization (NGO) Forum on Indonesian Development (INFID) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara dengan kematian

Lebih terperinci

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Dept. Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA GEJALA DAN TANDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi baik pada ibu maupun bayi. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian bayi di Indonesia masih tinggi. Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi di Indonesia merupakan yang tertinggi ASEAN dengan

Lebih terperinci

PENANGANAN TERKINI PREEKLAMSIA EFENDI LUKAS DIVISI FETOMATERNAL, DEPARTEMEN OBGYN FK UNHAS / RS DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

PENANGANAN TERKINI PREEKLAMSIA EFENDI LUKAS DIVISI FETOMATERNAL, DEPARTEMEN OBGYN FK UNHAS / RS DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR PENANGANAN TERKINI PREEKLAMSIA EFENDI LUKAS DIVISI FETOMATERNAL, DEPARTEMEN OBGYN FK UNHAS / RS DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR KLASIFIKASI HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN ACOG 2013 Preeklamsia - eklamsia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kehamilan Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Jika dihitung dari saat fertilisasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patofisiologi Selama kehamilan normal, sitotrofoblas vili menginvasi hingga ke sepertiga bagian dalam miometrium, dan arteri spiralis kehilangan endotelium dan sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran preterm, dan intrauterine growth restriction (IUGR) (Sibai, 2005;

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran preterm, dan intrauterine growth restriction (IUGR) (Sibai, 2005; BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Preeklamsia sangat berhubungan dengan 5-7% morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal di seluruh dunia. Preeklamsia juga merupakan penyebab 15-20% mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini angka kematian ibu (AKI) melahirkan tidak dapat menurun seperti yang diharapkan. Menurut BKKBN pada bulan Juli 2005, AKI masih berkisar 307

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI PASIEN PREEKLAMPSIA RAWAT INAP RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2009 SKRIPSI

PENATALAKSANAAN TERAPI PASIEN PREEKLAMPSIA RAWAT INAP RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2009 SKRIPSI PENATALAKSANAAN TERAPI PASIEN PREEKLAMPSIA RAWAT INAP RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh: SAN CAHYO RINI K 100 060 036 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini bertempat di Instalasi Rekam Medik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Perinatal merupakan salah satu masalah kesehatan yang memerlukan perhatian khusus di Indonesia. AKI di Indonesia masih merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahunnya, angka kehamilan dunia semakin meningkat. Pada tahun 1995 terjadi 209,5 juta kehamilan di dunia, yang kemudian meningkat menjadi 210,9 juta pada 2008

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dalam ruang lingkup keilmuan Obstetri Ginekologi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dalam ruang lingkup keilmuan Obstetri Ginekologi. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian (Keilmuan) Penelitian ini dalam ruang lingkup keilmuan Obstetri Ginekologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Ruang Lingkup Tempat Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Preeklamsia merupakan salah satu kontributor utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Etiopatogenesis pasti sampai saat ini belum jelas dan masih

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trombosit Darah manusia terdiri atas unsur-unsur padat berupa eritrosit, leukosit dan trombosit, yang tersuspensi dalam media cair yang disebut plasma. Plasma itu sendiri terdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu. American College Obstetry and Gynecology (ACOG)

BAB 1 PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu. American College Obstetry and Gynecology (ACOG) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklampsia merupakan new onset hipertensi dengan proteinuria setelah kehamilan 20 minggu. American College Obstetry and Gynecology (ACOG) membagi preeklampsia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena selain sering dijumpai hipertensi memiliki angka prevalensi yang

BAB I PENDAHULUAN. karena selain sering dijumpai hipertensi memiliki angka prevalensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu kondisi kronis dimana tekanan darah naik atau meningkat melebihi dari batas normal (Kabo, 2011). Hipertensi

Lebih terperinci

dr Agus Suhartono,SpOG (K) Bagian Kebidanan dan Kandungan RSUD Kota Malang

dr Agus Suhartono,SpOG (K) Bagian Kebidanan dan Kandungan RSUD Kota Malang dr Agus Suhartono,SpOG (K) Bagian Kebidanan dan Kandungan RSUD Kota Malang DEFINISI Hipertensi : TDSistolik 140 mmhg TDDiastolik 90 mmhg Pada 2x pemeriksaan berjarak 1 jam/ lebih Hipertensi kronik Definisi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian bidang Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. normal yaitu tekanan darah 140/90 mmhg (Prawirohardjo, 2008). 12 minggu pasca persalinan.

BAB II TINJAUAN TEORI. normal yaitu tekanan darah 140/90 mmhg (Prawirohardjo, 2008). 12 minggu pasca persalinan. BAB II TINJAUAN TEORI A. TINJAUAN TEORI 1. Hipertensi pada kehamilan Hipertensi adalah adanya kenaikan tekanan darah melebihi batas normal yaitu tekanan darah 140/90 mmhg (Prawirohardjo, 2008). Menurut

Lebih terperinci

Hipertensi Dalam Kehamilan

Hipertensi Dalam Kehamilan Hipertensi Dalam Kehamilan Setiap bentuk hipertensi yang muncul dalam kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan berarti tekanan darah meninggi saat hamil. Keadaan ini biasanya mulai pada trimester ketiga,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Preeklampsia Berat Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria. 1 Menurut Cunningham (2005) kriteria minimum untuk mendiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai salah satu penyulit kehamilan. 1. (AKI) di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai salah satu penyulit kehamilan. 1. (AKI) di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria. Kejadian ini diketahui berperan sebagai salah satu

Lebih terperinci

Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE

Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns Preeklamsia adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dengan penyebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas

BAB 1 : PENDAHULUAN. dengan penyebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wanita di negara berkembang berisiko meninggal sekitar 23 kali lebih tinggi dengan penyebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik atau buruknya pelayanan kebidanan (maternity care) dalam suatu negara atau daerah ialah kematian maternal (maternal

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 34 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah kohort prospektif. 4.2 Waktu dan tempat penelitian Penelitian dimulai pada bulan Oktober 2005 sampai Mei

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Preeklampsia Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan

Lebih terperinci

dr. Hydrawati Sari, SpOG

dr. Hydrawati Sari, SpOG dr. Hydrawati Sari, SpOG Hipertensi Gestasional Hipertensi Kronik Preeklamsia - eklamsia Preeklamsia Superimposed TD > 140/90mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu Proteinuria: 300mg/24 jam atau 1+dipstick

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Preeklampsia Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu,

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIKEJANG DAN ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN PREEKLAMPSIA BERAT DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIKEJANG DAN ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN PREEKLAMPSIA BERAT DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIKEJANG DAN ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN PREEKLAMPSIA BERAT DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh: ENDAH SRI NUGRAHENI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu adalah satu dari delapan program Millenium

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu adalah satu dari delapan program Millenium BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesehatan ibu adalah satu dari delapan program Millenium Development Goals (MDGs) yang telah disepakati oleh negara di seluruh dunia pada tahun 2000. World

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 yakni

BAB I PENDAHULUAN. Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal, janin, dan neonatus. Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15

Lebih terperinci

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

EMBOLI CAIRAN KETUBAN EMBOLI CAIRAN KETUBAN DEFINISI Sindroma akut, ditandai dyspnea dan hipotensi, diikuti renjatan, edema paru-paru dan henti jantung scr cepat pd wanita dlm proses persalinan atau segera stlh melahirkan sbg

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengertian Prematur Persalinan merupakan suatu diagnosis klinis yang terdiri dari dua unsur, yaitu kontraksi uterus yang frekuensi dan intensitasnya semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Bayi dengan asfiksia neonatorum

BAB I PENDAHULUAN. bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Bayi dengan asfiksia neonatorum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Bayi dengan asfiksia neonatorum mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahunnya, terjadi peningkatan angka kehamilan secara signifikan. Pada tahun 2012 sekitar 18,8 juta kehamilan terjadi di Asia Tenggara. 1 Tingginya angka kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Preeklampsia adalah sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel (Angsar, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kematian ibu akibat preeklampsia di Indonesia adalah 9,8-25% (Schobel et al.,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kematian ibu akibat preeklampsia di Indonesia adalah 9,8-25% (Schobel et al., 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia preeklampsia masih merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas maternal dan perinatal setelah perdarahan dan infeksi. Angka kejadian

Lebih terperinci

Disusun oleh : Intiyaswati. membengkak dan pada pemeriksaan laboratorium dijumpai protein didalam urine

Disusun oleh : Intiyaswati. membengkak dan pada pemeriksaan laboratorium dijumpai protein didalam urine SINOPSIS RENCANA TESIS EFEKTIFITAS METODE ROLL OVER TEST (ROT) DAN METODE PEMERIKSAAN PROTEIN URINE CELUP TERHADAP DETEKSI DINI PRE EKLAMPSIA PADA IBU HAMILTRIMESTER II DAN III DI BKIA RS.WILLIAM BOOTH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil dengan umur kehamilan 20 minggu

Lebih terperinci

GAMBARAN KANDUNGAN PROTEIN DALAM URIN PADA IBU BERSALIN DENGAN PRE EKLAMPSI DI RSUD

GAMBARAN KANDUNGAN PROTEIN DALAM URIN PADA IBU BERSALIN DENGAN PRE EKLAMPSI DI RSUD GAMBARAN KANDUNGAN PROTEIN DALAM URIN PADA IBU BERSALIN DENGAN PRE EKLAMPSI DI RSUD Dr. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN 1 AKBID Sari Mulia Banjarmasin * E-mail:Emmahelvina@ymail.com ISSN: 20863454 Dede

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Preeklamsi 2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmhg atau diastolik 90 mmhg. The National High Blood Pressure

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 140/90, proteinuria dengan atau tanpa edema. Edema tidak lagi dimasukkan dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 140/90, proteinuria dengan atau tanpa edema. Edema tidak lagi dimasukkan dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Preeklampsi dan Eklampsi Preeklampsi adalah terjadinya peningkatan tekanan darah paling sedikit 140/90, proteinuria dengan atau tanpa edema. Edema tidak lagi dimasukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi kehamilan merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada kehamilan. Komplikasi kehamilan merupakan salah satu penyebab angka kematian ibu dan janin.

Lebih terperinci

a. Hipertensi kronik b. Preeklampsia eklampsia c. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia. d. Hipertensi gestasional (Sarwono, 2008).

a. Hipertensi kronik b. Preeklampsia eklampsia c. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia. d. Hipertensi gestasional (Sarwono, 2008). TINJAUAN PUSTAKA Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan nifas. Tetapi yang dibahas pada bab ini ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia 2.1.1. Definisi Preeklampsia(PE) adalah sindrom klinis yang dimulai dari minggu kehamilan keduapuluh dan ditandai dengan hipertensi dan proteinuria. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Preeklamsia a) Definisi Preeklamsia Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk dari upaya pembangunan di bidang kesehatan adalah peningkatan kesehatan ibu dengan program yang bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir kehamilan, tekanan darah mencapai nilai 140/90

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Preeklamsi (PE) merupakan gangguan multiorgan pada kehamilan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Preeklamsi (PE) merupakan gangguan multiorgan pada kehamilan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi (PE) merupakan gangguan multiorgan pada kehamilan, berkembang setelah usia kehamilan 20 minggu dan ditandai dengan peningkatan tekanan darah (>140 mmhg/90

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu masalah krusial di dunia. Sampai saat ini AKI melahirkan belum dapat turun seperti yang diharapkan. Dengan dibuatnya rancangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri. Preeklampsia adalah timbulnya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri. Preeklampsia adalah timbulnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri. Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN meninggal dunia dimana 99% terjadi di negara berkembang. 1 Angka

BAB I PENDAHULUAN meninggal dunia dimana 99% terjadi di negara berkembang. 1 Angka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian dan kesakitan Ibu masih merupakan masalah kesehatan yang serius di negara berkembang. World Health Organisation (WHO) mencatat sekitar delapan juta perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer dengan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. dengan preeklamsi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang sesuai kriteria inklusi

BAB V PEMBAHASAN. dengan preeklamsi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang sesuai kriteria inklusi BAB V PEMBAHASAN Hasil penelitian ini di dapatkan sebanyak 18 responden (60%) ibu bersalin dengan preeklamsi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang sesuai kriteria inklusi berumur 20-35 tahun. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan terkait angka kematian ibu dan anak merupakan masalah global yang sejak dulu hingga sekarang masih merupakan persoalan besar dalam dunia kesehatan. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan 140 mmhg dan

Lebih terperinci

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ibu yang mengalami hipertensi akibat kehamilan berkisar 10% dan 3-4%

BAB I PENDAHULUAN. ibu yang mengalami hipertensi akibat kehamilan berkisar 10% dan 3-4% BAB I PENDAHULUAN Preeklamsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal di Indonesia 1. Preeklampsia juga merupakan penyebab kedua setelah perdarahan dan sebagai penyebab

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISS N KOMPETENSI BIDAN DALAM PENANGANAN AWAL PEB DAN EKLAMSIA PADA BIDAN PRAKTIK MANDIRI

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISS N KOMPETENSI BIDAN DALAM PENANGANAN AWAL PEB DAN EKLAMSIA PADA BIDAN PRAKTIK MANDIRI PENELITIAN KOMPETENSI BIDAN DALAM PENANGANAN AWAL PEB DAN EKLAMSIA PADA BIDAN PRAKTIK MANDIRI Yeyen Putriana*, Risneni* *Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang Penyebab kematian ibu akibat hamil,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, disiplin ilmu yang dipakai adalah obstetri dan ginekologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari ovulasi, migrasi sperma dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari ovulasi, migrasi sperma dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses kehamilan merupakan mata rantai yang bersinambung yang terdiri dari ovulasi, migrasi sperma dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asfiksia neonatorum merupakan kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa gagal nafas secara spontan dan teratur beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia,

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRIAN 2.1 Preeklamsi 2.1.1 Definisi Preeklamsi dan eklamsi adalah penyakit tekanan darah yang khas dalam kehamilan, dengan gejala utama hipertensi yang akut pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah tertentu dalam waktu tertentu. Sehingga AKI mencerminkan resiko

BAB I PENDAHULUAN. wilayah tertentu dalam waktu tertentu. Sehingga AKI mencerminkan resiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator kesehatan di Indonesia. Perhitungan AKI didapatkan dari jumlah kematian karena kehamilan, persalinan dan ibu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia, pada penderita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudian dilanjutkan dengan implantasi atau nidasi. Kehamilan. Tanda pasti kehamilan ditentukan melalui:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudian dilanjutkan dengan implantasi atau nidasi. Kehamilan. Tanda pasti kehamilan ditentukan melalui: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Kehamilan a. Definisi Kehamilan adalah fertilisasi atau penyatuan spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan implantasi atau nidasi. Kehamilan normal akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menganggapnya antara 4 sampai 6 minggu. Nifas ditandai oleh banyak. perubahan fisiologis (Cunningham, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menganggapnya antara 4 sampai 6 minggu. Nifas ditandai oleh banyak. perubahan fisiologis (Cunningham, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEORI MEDIS 1. Nifas Normal Masa nifas adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah kelahiran. Lamanya periode ini tidak pasti, sebagian besar menganggapnya antara

Lebih terperinci

Dr. Indra G. Munthe, SpOG

Dr. Indra G. Munthe, SpOG Dr. Indra G. Munthe, SpOG PENDAHULUAN Suatu kumpulan gejala berupa trombosis vena atau arteri disertai peninggian kadar antibodi anti post polipid (APA). SAF mengakibatkan kegagalan kehamilan yg berubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buruknya derajat kesehatan perempuan di Indonesia. di tunjukan dengan AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB

BAB I PENDAHULUAN. Buruknya derajat kesehatan perempuan di Indonesia. di tunjukan dengan AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buruknya derajat kesehatan perempuan di Indonesia di tunjukan dengan AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi) yang meningkat. Angka kematian ibu juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Penyakit ini diperkirakan telah menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gravida 2.1.1. Definisi Gravida Gravida adalah wanita hamil (Dorland, 2002).Gravida merupakan salah satu komponen dari status paritas yang sering dituliskan dengan notasi G-P-Ab,

Lebih terperinci

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Penyakit flu umumnya dapat sembuh dengan sendirinya jika kita cukup istirahat, makan teratur, dan banyak mengkonsumsi sayur serta buah-buahan. Namun demikian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

TINJAUAN PUSTAKA Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 2.1.1. Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah Menurut Saifuddin (2001), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi secara paralel, transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengubah pola penyebaran penyakit dari penyakit

Lebih terperinci

Vitamin C dan E untuk Mencegah Komplikasi Kehamilan-Terkait Hipertensi

Vitamin C dan E untuk Mencegah Komplikasi Kehamilan-Terkait Hipertensi Vitamin C dan E untuk Mencegah Komplikasi Kehamilan-Terkait Hipertensi Stres oksidatif telah diusulkan sebagai mekanisme yang menghubungkan karakteristik perfusi plasenta yang buruk preeklampsia dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama bulan September hingga Oktober, sebanyak 256 populasi pasien rawat inap yang mendapatkan induksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu adanya transisi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu adanya transisi epidemiologi. Secara garis besar proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola

Lebih terperinci

ACE Inhibitor di Awal Masa Kehamilan. Web site: Desember 1998 Medsafe Editorial Team

ACE Inhibitor di Awal Masa Kehamilan. Web site: Desember 1998 Medsafe Editorial Team ACE Inhibitor di Awal Masa Kehamilan Web site: Desember 1998 Medsafe Editorial Team Oligohydramnios, gagal ginjal, cacat tulang, dan hippotensi berkepanjangan biasanya terjadi pada usia kehamilan trimester

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prevalensi hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam waktu mendatang jumlah golongan usia lanjut akan semakin bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Purwanto,

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Purwanto, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas)

Lebih terperinci