BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. menjawab permasalahan penelitian pada BAB 1 yaitu: - Hubungan antara kualifikasi akademik dengan penguasaan kompetensi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. menjawab permasalahan penelitian pada BAB 1 yaitu: - Hubungan antara kualifikasi akademik dengan penguasaan kompetensi"

Transkripsi

1 BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas hasil penelitian yang telah diperoleh saat peneliti melakukan penelitian di lapangan sekaligus pembahasannya. Hasil penelitian menjawab permasalahan penelitian pada BAB 1 yaitu: - Tingkat penguasaan kompetensi professional dikalangan guru IPS terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) se Kota Salatiga, Jawa Tengah - Hubungan antara kualifikasi akademik dengan penguasaan kompetensi profesional dikalangan guru IPS terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) se Kota Salatiga, Jawa Tengah - Hubungan antara latar belakang pendidikan ditinjau dari program studi dengan penguasaan kompetensi professional dikalangan guru IPS terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) se Kota Salatiga, Jawa Tengah 4.1. Analisis Deskriptif Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab III, analisis data mencakup analisis pendahuluan berupa statistik deskriptif dan analisis uji hipotesis dengan menggunakan statistik inferensial. Bagian ini menjelaskan temuan penelitian yang dikemukakan dalam bentuk statistik deskriptif. Perhitungan dalam statistik deskriptif meliputi distribusi frekuensi, tendensi pusat, dispersi, grafik dan 65

2 66 estimasi. Perhitungan secara lengkap dapat disimak dalam lampiran 4, halaman 35 sampai dengan halaman 39. Distribusi frekuensi untuk penguasaan kompetensi profesional guru IPS Terpadu (Y) membagi data kedalam tujuh kelompok sebagaimana terlampir dalam tabel 3, lampiran 4 halaman 32. Berdasarkan tabel 3 nampak bahwa terdapat tiga (3) orang (4,76%) yang memiliki penguasaan kompetensi profesional terendah diantara guru lainnya. Disamping itu, enam (6) orang (9,52%) guru termasuk dalam kelompok terendah kedua (kelas kedua), 25 orang (39,68%) termasuk dalam kelompok ketiga, 7 orang (11,11%) termasuk dalam kelompok keempat, 11 orang (17,46%) termasuk dalam kelompok kelima, lima (5) orang (7,94%) termasuk dalam kelompok ketujuh (penguasaan kompetensi tertinggi), dan tidak ada guru yang termasuk dalam kelompok keenam. Rata-rata penguasaan kompetensi sebesar 35,81% dengan standart deviasi 14,98%. Parameter µy diestimasi pada rentang nilai antara 32,11 hingga 39,51. Distribusi frekuensi membagi data kedalam beberapa kelompok data pada masing-masing variabel. Distribusi frekuensi untuk kualifikasi akademik (X1) membagi data kedalam dua kelompok, yaitu D4/ S1 dan non D4/S1. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, diperoleh temuan bahwa dari 63 sampel penelitian terdapat 50 orang (79,36%) berkualifikasi D4/S1, sedangkan 13 orang (20,64%) berkualifikasi non D4/S1. Dengan demikian, nampak bahwa sebagian besar guru yang menjadi sampel telah berkualifikasi akademik S1 yang sekaligus menjadi kelas modus.

3 67 Distribusi frekuensi untuk Program Studi (X2) membagi data kedalam lima kelompok, yaitu Pendidikan Geografi, Pendidikan Ekonomi, Pendidikan Sejarah, Pendidikan IPS,dan non Pendidikan IPS/lain-lain. Berdasar data yang telah dikumpulkan, ditemukan bahwa sebanyak 16 orang (25,4%) berasal dari Pendidikan Geografi, 13 orang (20,6%) guru berasal dari Pendidikan Ekonomi, 22 orang (34,9%) berasal dari Pendidikan Sejarah, dua (2) orang (3,2%) guru berasal dari Pendidikan IPS, dan sepuluh orang (15,87%) berasal dari program studi non pendidikan IPS. Dari data tersebut, nampak bahwa sebagian besar guru berasal dari program studi Pendidikan Sejarah Penguasaan Guru Dalam Membedakan Stuktur Ilmu-Ilmu Sosial (IIS) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) (Y1) Rata rata penguasaan guru IPS Terpadu di SMP dan MTs se Kota Salatiga, Jawa Tengah dalam membedakan struktur Ilmu Ilmu Sosial (IIS) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebasar 35,81 % dan telah di ukur berdasarkan tujuh indikator pertanyaan yang di susun oleh penulis dalam pedoman wawancara (lampiran satu). Hasil dari wawancara kepada 63 orang guru IPS Terpadu adalah sebagai berikut : 1. Ada 20 orang guru IPS Terpadu(31,75%) yang dapat menjelaskan dengan benar apa yang di maksud dengan Ilmu Ilmu Sosial, dan sisanya 43 orang guru IPS Terpadu (68,25%) tidak dapat menjelaskan dengan benar apa yang dimaksud dengan Ilmu Ilmu Sosial (IIS).

4 68 2. Hanya ada satu orang guru IPS Terpadu (1,59%) yang dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan struktur Ilmu Ilmu Sosial (IIS), dan sisanya sebanyak 62 orang guru IPS Terpadu (98,41%) tidak dapat menjelaskan dengan benar apa yang dimaksud dengan struktur Ilmu Ilmu Sosial (IIS). 3. Ada 28 orang guru IPS Terpadu (44,44%) yang dapat menyebutkan dengan benar apa sajakan yang termasuk dalam struktur Ilmu Ilmu Sosial (IIS), dan sisanya sebanyak 35 orang guru IPS Terpadu (55,56%) tidak dapat menyebutkan dengan benar apa sajakan yang termasuk dalam struktur Ilmu Ilmu Sosial (IIS) 4. Ada 22 orang guru IPS Terpadu (34,92%) yang dapat menyebutkan dengan benar perbedaan Ilmu Ilmu Sosial (IIS) dengan Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, dan sisanya sebanyak 41 orang guru IPS Terpadu (65,08%) yang tidak dapat menyebutkan dengan benar erbedaan Ilmu Ilmu Sosial (IIS) dengan Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. 5. Ada 15 orang guru IPS Terpadu yang dapat menjelaskan dengan benar pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, dan sisanya sebanyak 48 orang guru IPS Terpadu (76,19%) yang tidak dapat menjelaskan dengan benar pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. 6. Hanya ada satu orang guru IPS Terpadu yang dapat menjelaskan tentang struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, dan sisanya

5 69 sebanyak 62 orang guru IPS Terpadu (98,41%) tidak dapat menjelaskan dengan benar tentang struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. 7. Ada 48 orang guru IPS Terpadu (76,19%) yang dapat menyebutkan apa sajakah yang termasuk dalam struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, dan sisanya sebanyak 15 orang guru IPS Terpadu (23,81%) yang tidak dapat dapat menyebutkan apa sajakah yang termasuk dalam struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu Penguasaan Guru Mengenai Konsep Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu (Y2) Rata rata penguasaan guru IPS Terpadu di SMP dan MTs se Kota Salatiga, Jawa Tengah mengenai Konsep Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu sebesar 29,36 % dan telah di ukur berdasarkan empat indikator pertanyaan yang di susun oleh penulis dalam pedoman wawancara (lampiran satu) adalah sebagai berikut : 1. Hanya ada tujuh orang guru IPS Terpadu (11,11%) yang dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan konsep dasar Ekonomi, sedangkan sisanya sebanyak 56 orang guru IPS Terpadu (88,89%) yang tidak dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan konsep dasar Ekonomi. 2. Terdapat 15 orang guru IPS Terpadu (23,80%) yang dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan konsep dasar Geografi, sedangkan sisanya sebanyak 48 orang guru IPS Terpadu (76,20%)

6 70 yang tidak dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan konsep dasar Geografi. 3. Terdapat 19 orang guru IPS Terpadu (30,15%) yang dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan konsep dasar Sejarah, sedangkan sisanya sebanyak 44 orang guru IPS Terpadu (69,85%) tidak dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan konsep dasar Sejarah. 4. Terdapat 33 orang guru IPS Terpadu (52,38%) yang dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan konsep dasar Sosiologi, sedangkan sisanya sebanyak 30 orang guru IPS Terpadu (47,52%) yang tidak dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan konsep dasar Sosiologi Penguasaan Guru Mengenai Manfaat IPS Terpadu (Y3) Rata rata penguasaan guru IPS Terpadu di SMP dan MTs se Kota Salatiga, Jawa Tengah mengenai manfaat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu sebesar 57,67 % dan telah di ukur berdasarkan tiga indikator pertanyaan yang di susun oleh penulis dalam pedoman wawancara (lampiran satu) adalah sebagai berikut : 1. Ada 19 orang guru IPS Terpadu (30,15%) yang dapat menjelaskan dengan benar peranan Ilmu Ilmu Sosial (IIS) bagi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, dan sisanya sebanyak 44 orang guru IPS Terpadu (69,85%) tidak dapat menjelaskan

7 71 dengan benar peranan Ilmu Ilmu Sosial (IIS) bagi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. 2. Ada 53 orang guru IPS Terpadu (84,12%) yang menjawab ada manfaat mata pelajaran Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, sisanya sebanyak sepuluh orang guru IPS Terpadu menjawab tidak ada manfaat mata pelajaran Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. 3. Ada 36 orang guru IPS Terpadu (57,14%) yang dapat menjawab dengan benar manfaat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Teerpadu, sedangkan sebanyak 27 orang guru menjawab dengan salah manfaat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu Analisis Inferensial Terkait dengan perumusan masalah pertama mengenai penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu se Kota Salatiga Jawa Tengah, peneliti melakukan perhitungan dengan teknik Z- test. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan untuk penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu (Y), diperoleh nilai Z hitung sebesar -20,735 dengan asumsi nilai hipotesis sebesar 75%, dan dengan tingkat kesalahan ( adalah sebesar 5%. Nilai Z hitung ini selanjutnya dibandingkan dengan Z tabel, dimana Z tabel untuk = 5% adalah 1,645 sebagai batas kanan, dan -1,645 sebagai batas kiri. Dengan demikian, Z hitung berada didaerah penerimaan H1. Pada akhirnya diperoleh kesimpulan bahwa H0 ditolak, dan H1 diterima. Gambar dapat di lihat pada lampiran 5.

8 72 Terkait dengan perumusan masalah kedua, yaitu adakah hubungan kualifikasi akademik dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru IPS Terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) se Kota Salatiga, Jawa Tengah? peneliti melakukan perhitungan korelasi dengan beda mean (t hitung) antara variabel kualifikasi akademik (X1) dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu (Y). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa beda mean (t hitung) sebesar 1,37. Nilai t hitung ini akan dibandingkan dengan t tabel, dimana t tabel untuk = 5% adalah 1,691. Dengan demikian, daerah penerimaan Ho adalah diantara -1,691 hingga 1,691. Nampak bahwa t hitung berada didaerah penerimaan Ho. Dengan demikian, Ho diterima, dan H1 ditolak. Terkait dengan perumusan masalah ketiga yaitu adakah hubungan program studi dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru IPS Terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) se Kota Salatiga, Jawa Tengah?, peneliti melakukan perhitungan korelasi dengan analisis variance antara variabel Program Studi (X2) dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu (Y). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa F hitung sebesar 1,084. Nilai F hitung ini akan dibandingkan dengan F tabel, dimana F tabel = 5% dan dengan tingkat kebebasan pembilang sebesar 4, sedangkan tingkat kebebasan penyebut sebesar 58 adalah 2,57. Dengan demikian, daerah penerimaan Ho adalah diantara -2,57 hingga 2,57. Nampak bahwa F hitung berada didaerah penerimaan Ho. Dengan demikian, Ho diterima, dan H1 ditolak.

9 Pembahasan Bagian ini membahas hasil temuan dari penelitian hubungan kualifikasi akademik dan program studi dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru Ilmu Pengetahuam Sosial (IPS) Terpadu SMP dan MTs se Kota Salatiga, Jawa Tengah terkait dengan teori yang ada di bab II Pembahasan Penguasaan Kompetensi Profesional (Y) Penguasaan kompetensi profesional mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu adalah kesesuaian deskripsi pada indikator kompetensi profesional oleh guru dengan kompetensi profesional yang ada pada silabus. Kompetensi profesional dalam silabus dikatakan sebagai seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan berhasil. 95 Guru harus berhasil dalam melaksanakan tugas mengajarnya tersebut. Penelitian ini membahas penguasaan kompetensi profesional guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu yang dilihat dari kemampuan guru dalam membedakan struktur Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) dengan Ilmu Ilmu Sosial (IIS), penguasaan konsep dasar Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, serta menunjukan manfaat mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. 95 Hamzah B. Uno, 2008, Profesi kependidikan, Bumi Aksara, jakarta, hal. 18.

10 Pembahasan Penguasaan Guru Dalam Membedakan Struktur Ilmu-Ilmu Sosial (IIS) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) (Y1) Struktur Ilmu Ilmu Sosial (IIS) dan Struktur Ilmu Pengetahuan Sosial mungkin hampir sama tetapi sebenarnya berbeda. Struktur Ilmu-Ilmu Sosial (IIS) antara lain : sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filasafat, dan psikologi sosial. Sedangkan untuk struktur dari Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) meliputi empat bidang antara lain georafi, sejarah, ekonomi, sosiologi yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu secara terpadu. 96 Semua guru yang mengampu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu harus menguasai struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu dan harus mampu membedakannya dengan struktur Ilmu Ilmu Sosial (IIS). Setelah guru menguasai struktur Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, guru akan dapat menguasai pula limgkup ilmu, materi materi yang ada dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Dengan menguasai struktur Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu guru pula dapat menyampaikan kepada peserta didik. Hasil penelitian terhadap 63 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu memperlihatkan rata rata 30,61% guru menguasai perbedaan struktur Ilmu Ilmu Sosial (IIS) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Sebagian besar guru hanya mengetahui struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, tidak dengan Ilmu- Ilmu Sosial (IIS). Mereka 96 Trianto, 2010, Model Pembelajaran Terpadu, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 171 dan 175.

11 75 menganggap bahwa struktur Ilmu- Ilmu Sosial (IIS) sama dengan struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Apabila guru saja tidak dapat membedakan struktur Ilmu Ilmu Sosial (IIS) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, maka guru pula tidak dapat menyampaikan ilmu kepada peserta didik. Kemampuan guru dalam membedakan struktur Ilmu Ilmu Sosial (IIS) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu jika dibandingkan dengan teori behaviorisme dan konstruktivisme. Watson dalam teori behaviorisme berfikir bahwa tindakan seseorang selalu ada sebab yang melatarbelakanginya. Sebab yang melatarbelakanginya disebut stimulus, sedangkan kegiatan yang dilakukan karena adanya stimulus disebut sebagai respons. Terkait dengan penelitian ini, seorang guru menguasai kompetensi profesional disebabkan karena adanya tindakan-tindakan yang melatarbelakanginya. Tindakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seorang guru harus memenuhi persyaratan menjadi guru yang profesional dan berkompeten. Guru yang profesional dan berkompeten salah satu persyaratannya adalah memiliki kualifikasi akademik atau latar belakang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampu serta pengetahuan dan pengalaman Pembahasan Penguasaan Guru Mengenai Konsep Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu (Y2) Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu dapat mendorong peserta didik mempelajari dan memahami konsep konsep ilmu sosial,

12 76 sehingga memperoleh pengetahuan yang lebih utuh, dan menyeluruh. Pengajaran Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu harus diajarkan dengan memadukan konsep konsep dari empat bidang ilmu sosial yaitu Ekonomi, Geografi, Sejarah, dan Sosiologi. Sebelum mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), guru diharapkan dapat menguasai konsep-konsep dasar dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Konsep dasar geografi adalah kesamaan dan perbedaan permukaan bumi, hubungan lingkungan fisik dengan manusia, keaslian asal-usul dan komposisi kelompok manusia sebagai hasil posisi geografi, tempat, distribusi, dan perencanaan. Konsep dasar sejarah adalah memahami peristiwa-peristiwa masa lalu dan bagaimana peristiwa-peristiwa tersebut dihubungkan dengan masa kini dan masa yang akan datang. Konsep dasar ekonomi adalah kelangkaan, spesialisasi, saling ketergantungan, pasar, dan kebijakan umum. Konsep dasar sosiologi adalah kelompok dan lembaga, hubungan antar kelompok, peran individu dalam kelompok, norma, nilai, dan sosialisasi dalam masyarakat. 97 Semua konsep tersebut harus di kuasai oleh guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Apabila guru tidak menguasai konsep konsep tersebut maka guru tidak dapat mentransfer ilmu dengan baik kepada peserta didiknya. Hasil penelitian terhadap 63 orang guru IPS Terpadu SMP dan MTs se Kota Salatiga, Jawa Tengah diketemukan sebanyak 29,36% guru menguasai konsep dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Berdasarkan hasil tersebut, hanya sedikit yang menguasai konsep dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Penulis banyak menemukan guru IPS Terpadu hanya 97 Faqih Samlawi dan Bunyamin Maftuh, 2001, Konsep-Konsep Dasar IPS, Maulana, Bandung, hal. 33.

13 77 menguasai konsep dasar dari masing masing program studi yang merupakan latar belakang pendidikan mereka dahulu. Konsep dasar dari mata pelajaran yang diampu sebenarnya merupakan hal yang dasar dan penting yang harus dikuasai oleh seorang guru. setelah menguasai konsepnya, maka guru dapat juga menguasai pola piikir dan materinya, berdasarkan teori behaviorisme dan konstruktivisme, guru memang harus terus menerus mengembangkan pengetahuannya berdasarkan latar belakang pendidikan yang dimilikinya, serta pengalaman-pengalaman guru selama mengajar Pembahasan Penguasaan Guru Mengenai Manfaat IPS Terpadu (Y3) Pembelajaran Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu tidak hanya sekedar menekankan pada peserta didik untuk menghafal dan menguasai materi, tetapi juga mempelajari dan mempraktekan fakta yang terjadi dalam lingkungan sosial. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu tersebut dimaksudkan agar peserta didik memperoleh manfaat bagi dirinya salah satunya untuk berinteraksi dalam masyarakat dan kehidupan sehari hari. Adapun manfaat pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu bagi peserta didik, antara lain yaitu : Membantu anak didik memperoleh pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan kepekaan untuk menghadapi hidup dengan tantangan-tantangannya. Selanjutnya mereka kelak diharapkan mempu bertindak secara rasional dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya. 98 hal Tri Widiarto dan Arief Sadjiarto, 2009, Pembelajaran IPS, Widya Sari Press, Salatiga,

14 78 Peserta didik dapat memproleh manfaat dari pembelajaran Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu apabila menguasai ilmu yang telah disampaikan oleh guru. Agar dapat menyampaikan pengajaran yang benar dan bermanfaat bagi peserta didik, seorang guru IPS Terpadu juga harus menguasai manfaat Ilmu Pengethuan Sosial (IPS) Terpadu itu sendiri. Hasil penelitian menunjukkan dari 63 orang guru Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu ditemukan sebanyak 57,67% guru menguasai manfaat Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Sebagian guru mengetahui pembelajaran manfaat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu dengan mengatakan agar peserta didik dapat menghadapi masalah sosial dan dapat terjun ke masyarakat, serta peserta didik dapat memperoleh ketrampilan dan sikap yang lebih baik dari sebelumnya. Dari pernyataan guru tersebut dapat dilihat sebagian besar guru menguasai manfaat Ilmu Pengethuan Sosial (IPS) Terpadu. Jadi guru sudah baik dalam menyampaikan ilmu yang dikuasainya kepada peserta didik. Teori behaviorisme dan konstruktivisme erat kaitannya dengan penguasaan guru tentang manfaat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu memberi pengajaran berupa fakta dan pengalaman kepada siswa yang dapat menjadikan peserta didik mengembangkan berbagai macam aspek dalam kehidupannya. Piaget mengatakan dalam teori konstruktivisme bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan

15 79 perkembangan. 99 Begitu juga dengan ajaran teori behaviorisme dan konstrustivisme berlaku untuk guru. guru harus benar benar belajar dari pengalaman yang ada dalam hidup sebelumnya dan dikembangkan ke depan sebagai pembelajaran bagi dirinya sendiri maupun di transferkan kepada peserta didiknya agar mrnjadi guru yang profesional Pembahasan Hubungan Kualifikasi Akademik Dengan Penguasaan Kompetensi Profesional Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) ( X1 Y ) Terkait dengan perumusan masalah kedua, yaitu adakah hubungan kualifikasi akademik dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru IPS Terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) se Kota Salatiga, Jawa Tengah?. Peneliti melakukan perhitungan korelasi dengan menggunakan analisis beda mean antara kualifikasi akademik (X1) dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu (Y). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata- rata penguasaan kompetensi antara guru yang berkualifikasi D4/S1 sama dengan guru yang berkualifikasi non D4/S1, itu berarti kualifikasi akademik tidak mempunyai hubungan dengan penguasaan kompetensi profesional. Sebagian besar guru yang berlatar belakang D4/S1 maupun non D4/S1 tidak mampu menjawab pertanyaan dari peneliti. 99 Trianto, 2007, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Prestasi Pustaka, jakarta, hal. 14.

16 80 Bertolak dari hasil penelitian tersebut, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengemukakan bahwa : Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut : 10. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; 11. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; 12. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugas; 13. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; 14. Memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; 15. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; 16. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; 17. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; 18. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. 100 Salah satu prinsip profesi guru ialah memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang yang sesuai dengan bidang tugasnya. Profesi guru bukanlah pekerjaan mudah karena memerlukan ketrampilan khusus salah diharuskan menguasai kompetensi profesional. Seharusnya makin tinggi kualifikasi akademik seorang guru, maka makin tinggi tingkat penguasaan kompetensi profesionalnya. Penelitian ini menunjukan hasil bahwa kualifikasi akademik tidak mempunyai hubungan dengan penguasaan kompetensi profesional seorang guru. 100 Mulyasa, 2007, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Remaja Rosdakarya, Bandung, hal. 21.

17 Pembahasan Hubungan Program Studi Dengan Penguasaan Kompetensi Profesional Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) ( X2 Y ) Terkait dengan perumusan masalah ketiga yaitu adakah hubungan program studi dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru IPS Terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) se Kota Salatiga, Jawa Tengah?, peneliti melakukan analisis variance antara Program Studi (X2) dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu (Y). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa penguasaan kompetensi guru berprogram studi FKIP Geografi, FKIP Ekonomi, FKIP Sejaran, Pendidikan IPS dan Non Pendidikan IPS sama rata, dengan kata lain tidak ada hubungan antara Program Studi (X2) dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu (Y). Sama dengan hal nya perumusan masalah yang kedua. Guru harus mempunyai latar belakang selain kualifikasi akademik, yaitu program studi. Guru pemula dengan latar belakang program studi yang sesuai akan lebih mudah dalam menyesuaikan diri dengan mata pelajaran yang diampu dan akan lebih mudah dalam menguasai kompetensi profesional. Melihat hasil penelitian, menunjukan bahwa latar belakang yang ditinjau dari program studi tidak mempunyai hubungan dengan penguasaan kompetensi profesional.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat saja, tetapi terjadi juga di sekolah. berhasil dengan lancar dan baik. Undang Undang Republik Indonesia No.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat saja, tetapi terjadi juga di sekolah. berhasil dengan lancar dan baik. Undang Undang Republik Indonesia No. 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. guru berkompeten agar dapat melaksanakan kewajiban serta tugasnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. guru berkompeten agar dapat melaksanakan kewajiban serta tugasnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kompetensi Guru Guru adalah pendidik yang bukan hanya berkewajiban mentransferkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Guru juga memiliki tugas sebagai fasilitator agar peserta

Lebih terperinci

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Pendahuluan Bab ini akan mendeskripsikan tentang hasil penelitian yang telah diperoleh sekaligus pembahasannya. Adapun tujuan utama yang ingin dicapai oleh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tentang hubungan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tentang hubungan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tentang hubungan kualifikasi akademik dan program studi dengan penguasaan kompetensi profesional dikalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan. Dalam kehidupan bernegara pendidikan memegang peran sentral guna menjamin kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) suatu bahan kajian terpadu yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) suatu bahan kajian terpadu yang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) suatu bahan kajian terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi dan modifikasi dari konsep-konsep dan ketrampilan-ketrampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mungkin proses belajar mengajar akan berhasil dengan lancar dan baik.

BAB I PENDAHULUAN. mungkin proses belajar mengajar akan berhasil dengan lancar dan baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3, Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat Syarat Guna memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Ekonomi

SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat Syarat Guna memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Ekonomi HUBUNGAN KUALIFIKASI AKADEMIK DAN PROGRAM STUDI DENGAN PENGUASAAN KOMPETENSI PROFESIONAL DI KALANGAN GURU ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) TERPADU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) DAN MADRASAH TSANAWIYAH (MTs)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. meningkatkan pendidikan nasional ternyata masih banyak yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. meningkatkan pendidikan nasional ternyata masih banyak yang harus di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada ranah dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nani rosdijati, dkk. Panduan PAKEM IPS SD,(Jakarta: Erlangga, 2010),58 2

BAB I PENDAHULUAN. Nani rosdijati, dkk. Panduan PAKEM IPS SD,(Jakarta: Erlangga, 2010),58 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di tingkat Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)/Sekolah Dasar Luar Biasa

Lebih terperinci

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar Sasaran dan Pengembangan Sikap Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu memahami Sasaran dan Pengembangan Sikap Indikator: Pengertian Sikap Guru Pengertian Kinerja Guru Sasaran Sikap Guru Pengembangan Sikap Kinerja

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN METODE KARYA WISATA. Oleh : Bambang Irawan, M.Si* dan Piawati** ABSTRAK

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN METODE KARYA WISATA. Oleh : Bambang Irawan, M.Si* dan Piawati** ABSTRAK UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN METODE KARYA WISATA Oleh : Bambang Irawan, M.Si* dan Piawati** ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) peningkatan aktivitas pembelajaran peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bangsa Indonesia yang salah satunya yaitu mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bangsa Indonesia yang salah satunya yaitu mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Hal ini dapat terlihat dari tujuan nasional pendidikan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen, yaitu : pengajar (Dosen, Guru, Instruktur, dan Tutor) siswa yang

BAB I PENDAHULUAN. komponen, yaitu : pengajar (Dosen, Guru, Instruktur, dan Tutor) siswa yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya dalam proses belajar mengajar (PBM) itu terdiri dari tiga komponen, yaitu : pengajar (Dosen, Guru, Instruktur, dan Tutor) siswa yang belajar dan bahan

Lebih terperinci

DEVELOPPING OF TEACHERS HP

DEVELOPPING OF TEACHERS HP DEVELOPPING OF TEACHERS PROFESSIONALLITY By R. Gunawan S. Drs., S.E., M.M. M HP 08127922967 Tujuan Pembelajaran 1. Mengetahui pengertian guru, profesional, kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dilakukan berdasarkan rancangan yang terencana dan terarah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dilakukan berdasarkan rancangan yang terencana dan terarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dilakukan berdasarkan rancangan yang terencana dan terarah berdasarkan kurikulum yang disusun oleh lembaga pendidikan. Menurut undang-undang sistem pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut menuntut setiap guru untuk terus berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut menuntut setiap guru untuk terus berupaya melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan mengalami perubahan yang sangat cepat yang memberikan dampak sangat signifikan terhadap kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan secara terstruktur dan dalam jangka waktu tertentu. Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan secara terstruktur dan dalam jangka waktu tertentu. Pendidikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Usman (2005. h, 31) merupakan proses pembelajaran yang dilakukan secara terstruktur dan dalam jangka waktu tertentu. Pendidikan adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah pembangunan di bidang pendidikan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah pembangunan di bidang pendidikan yang bertujuan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu agenda utama pemerintah Indonesia dalam pembangunan nasional adalah pembangunan di bidang pendidikan yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, dan sosial sesuai Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, dan sosial sesuai Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang RI No 14 Tahun 2005 menyatakan, Guru mempunyai fungsi dan peran yang sangat penting untuk pembangunan nasional dalam bidang pendidikan dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 ProfesiKeguruan Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam setiap pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, guru merupakan sentral pelaksanaan kurikulum. Guru yang harus lebih mengenal, memahami,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kesulitan Guru 2.1.1 Pengertian Kesulitan Istilah kesulitan/problema berasal dari bahasa inggris yaitu problematic yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam Kamus Besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas peyelenggaraan pendidikan selalu terkait dengan masalah sumber daya manusia yang terdapat dalam institusi pendidikan tersebut. Masalah sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkembangan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkembangan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Guru Dalam pendidikan, Guru merupakan komponen dari perangkat sistem pendidikan yang ada di sekolah, sebagai pendidik guru membimbing dalam arti menuntun peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi guru. Namun,

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi guru. Namun, BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan hal-hal yang melatar belakangi masalah, pokok permasalahan, yaitu : 1.1 Latar Belakang Masalah, 1.2 Rumusan Masalah, 1.3 Batasan Masalah, 1.4 Tujuan Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk dan mendewasakan serta menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang

BAB I PENDAHULUAN. membentuk dan mendewasakan serta menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan Pembelajaran adalah proses kegiatan yang bertujuan untuk membentuk dan mendewasakan serta menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan selalu diarahkan untuk pengembengkan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan selalu diarahkan untuk pengembengkan nilai-nilai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan selalu diarahkan untuk pengembengkan nilai-nilai kehidupan manusia. Di dalam pengembangan nilai Ini, tersirat pengertian manfaat yang ingin dicapai

Lebih terperinci

HUBUNGAN PELAKSANAAN SUPERVISI OLEH KEPALA SEKOLAH DENGAN KOMPETENSI PROFESONAL GURU SMP NEGERI KECAMATAN KUBUNG KABUPATEN SOLOK

HUBUNGAN PELAKSANAAN SUPERVISI OLEH KEPALA SEKOLAH DENGAN KOMPETENSI PROFESONAL GURU SMP NEGERI KECAMATAN KUBUNG KABUPATEN SOLOK HUBUNGAN PELAKSANAAN SUPERVISI OLEH KEPALA SEKOLAH DENGAN KOMPETENSI PROFESONAL GURU SMP NEGERI KECAMATAN KUBUNG KABUPATEN SOLOK Usnidarti Jurusan/Program Studi Administrasi Pendidikan FIP UNP Abstract

Lebih terperinci

MENJADI GURU PROFESIONAL

MENJADI GURU PROFESIONAL MENJADI GURU PROFESIONAL Mukhamad Murdiono, M. Pd. Jurusan PKn dan Hukum Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta Padamu Negeri: Kami berjanji Kami Berbakti Kami mengabdi Bagimu Negeri:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Oleh karena itu, pendidikan menjadi kebutuhan manusia. 1

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Oleh karena itu, pendidikan menjadi kebutuhan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia sejak dari kelahirannya terus mengalami perubahan-perubahan, baik secara fisik maupun psikologis. Manusia yang merupakan makhluk hidup dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah guru. Guru merupakan komponen paling menentukan dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. adalah guru. Guru merupakan komponen paling menentukan dalam sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu komponen penting dalam pencapaian tujuan pendidikan adalah guru. Guru merupakan komponen paling menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BROSUR SEBAGAI SUMBER BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPS SMP KELAS VII DENGAN MATERI KEADAAN ALAM DAN AKTIVITAS PENDUDUK INDONESIA

PENGEMBANGAN BROSUR SEBAGAI SUMBER BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPS SMP KELAS VII DENGAN MATERI KEADAAN ALAM DAN AKTIVITAS PENDUDUK INDONESIA PENGEMBANGAN BROSUR SEBAGAI SUMBER BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPS SMP KELAS VII DENGAN MATERI KEADAAN ALAM DAN AKTIVITAS PENDUDUK INDONESIA RINGKASAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sempurna sehingga ia dapat melaksanakan tugas sebagai manusia. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. sempurna sehingga ia dapat melaksanakan tugas sebagai manusia. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses untuk mendewasakan manusia. Melalui pendidikan manusia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sempurna sehingga ia dapat

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI FISE UNY TERHADAP PROFESIONALITAS GURU BERDASARKAN UNDANG- UNDANG GURU DAN DOSEN NO 14 TAHUN

PERSEPSI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI FISE UNY TERHADAP PROFESIONALITAS GURU BERDASARKAN UNDANG- UNDANG GURU DAN DOSEN NO 14 TAHUN 1 PERSEPSI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI FISE UNY TERHADAP PROFESIONALITAS GURU BERDASARKAN UNDANG- UNDANG GURU DAN DOSEN NO 14 TAHUN 2005 Abstraks Oleh Sukanti, Sumarsih, Siswanto, Ani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 36

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 36 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Metode mengajar merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan aktifitas dari sebuah lingkungan terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling

Lebih terperinci

JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Vol. VI. No. 2 Tahun 2008 Hal

JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Vol. VI. No. 2 Tahun 2008 Hal JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Vol. VI. No. 2 Tahun 2008 Hal. 70-81 PERSEPSI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI FISE UNY TERHADAP PROFESIONALITAS GURU BERDASARKAN UNDANG- UNDANG GURU DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional, mendefinisikan pendidikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional, mendefinisikan pendidikan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa, yakni dengan cara menciptakan SDM yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan yang berlangsung di sekolah di sepanjang hayat, untuk mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. latihan yang berlangsung di sekolah di sepanjang hayat, untuk mempersiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembangunan nasional, pendidikan mendapatkan perhatian yang serius. Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan di semua jenjang pendidikan terus dilakukan

Lebih terperinci

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UST

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UST FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UST Pengertian Magang I Program magang I merupakan salah satu mata kuliah kependidikan yang wajib ditempuh oleh mahasiswa S-1 FKIP UST untuk mendapatkan gelar sarjana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai agen pembelajaran, pendidik menempati posisi strategis dalam peningkatan mutu lulusan SD. Pendidik melakukan berbagai aktivitas sejak perencanaan, mengelola

Lebih terperinci

(Invited Speaker dalam Seminar Nasional di Universitas Bengkulu, 29 Nopember 2009)

(Invited Speaker dalam Seminar Nasional di Universitas Bengkulu, 29 Nopember 2009) PROFESIONALISME GURU DAN KARYA TULIS ILMIAH Kardiawarman Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Jl. Setiabudi No. 229-Bandung, Jawa Barat e-mail: yaya_kardiawarman@yahoo.com (Invited Speaker dalam Seminar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang diharapkan, hal ini dikarenakan oleh banyak komponen yang mempengaruhi mutu tersebut. Komponen-komponen

Lebih terperinci

Desember Sehingga saat ini hanya sekolah-sekolah tertentu saja yang masih menggunakan kurikulum Kurikulum 2013 merupakan kurikulum

Desember Sehingga saat ini hanya sekolah-sekolah tertentu saja yang masih menggunakan kurikulum Kurikulum 2013 merupakan kurikulum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia. Pendidikan mempunyai peran penting dalam terciptanya sumber daya manusia yaitu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI PROFESIONAL DENGAN KINERJA GURU DI KABUPATEN KLATEN

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI PROFESIONAL DENGAN KINERJA GURU DI KABUPATEN KLATEN HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI PROFESIONAL DENGAN KINERJA GURU DI KABUPATEN KLATEN Udiyono* Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kompetensi profesional dengan kinerja guru dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang dikenal dan diakui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kompetensi Pedagogik Masalah kompetensi merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembinaan guru sebagai suatu jabatan profesi. Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 10 Ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abad 21 ditandai oleh pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan teknologi dalam berbagai bidang kehidupan di masyarakat, terutama teknologi informasi dan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian. Satya Wacana Salatiga pada mahasiswa angkatan yang terdaftar pada

Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian. Satya Wacana Salatiga pada mahasiswa angkatan yang terdaftar pada 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian Penelitian ini mengambil subjek populasi dan sampel di Program Studi Pendidikan Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang diselenggarakan secara terpadu dan diarahkan pada peningkatan kualitas serta pemerataan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah guru IPS SMP negeri di Kabupaten Semarang. Pemilihan guru yang menjadi subjek penelitian dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkualitas harus berlandaskan tujuan yang jelas, sehingga dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut UU No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Sehubungan dengan keberhasilan belajar, Slameto (1991: 62) berpendapat. bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi belajar siswa.

BAB II KAJIAN TEORI. Sehubungan dengan keberhasilan belajar, Slameto (1991: 62) berpendapat. bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi belajar siswa. BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu proses yang ditandai adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas hasil belajar anak didik yang diperoleh melalui jalur pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas hasil belajar anak didik yang diperoleh melalui jalur pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar sering mengalami berbagai kendala, baik dari segi kemampuan dan persiapan guru, media/sarana penunjang pendidikan, dan dari

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan keagamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Nasional bertujuan: Untuk mengembangkan potensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Nasional bertujuan: Untuk mengembangkan potensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional bertujuan: Untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

Lebih terperinci

PENGARUH PROFESIONALITAS GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS VII C DI SMPN 1 PULUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PENGARUH PROFESIONALITAS GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS VII C DI SMPN 1 PULUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013 PENGARUH PROFESIONALITAS GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS VII C DI SMPN 1 PULUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) KURIKULUM 2013 KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) / MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) KELAS VII - IX MATA PELAJARAN : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) Nama Guru NIP/NIK Sekolah : : : 1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi Sumber Daya Manusia dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas seorang guru, sehingga ke. segera menjadi kenyataan seperti yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas seorang guru, sehingga ke. segera menjadi kenyataan seperti yang diharapkan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sertifikasi guru merupakan salah satu cara dalam dunia pendidikan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas seorang guru, sehingga ke depan semua guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapkannya Undang-undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005 tentang Guru

BAB I PENDAHULUAN. tetapkannya Undang-undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005 tentang Guru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang guru mempunyai peran yang sangat strategis dalam upaya mewujudkan tujuan pembangunan nasional khususnya di bidang pendidikan, sehingga perlu dikembangkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kalangan masyarakat terkhusus generasi muda sekarang ini mulai dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bagi kalangan masyarakat terkhusus generasi muda sekarang ini mulai dari tingkat 1 BAB I A. Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Pendidikan salah satu alat untuk membawa perubahan pola pikir dan perlu, harus dilakukan terhadap masyarakat harus diakui bahwasanya pendidikan itu penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Guna meningkatkan mutu pembelajaran dan pendidikan di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Guna meningkatkan mutu pembelajaran dan pendidikan di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Guna meningkatkan mutu pembelajaran dan pendidikan di Indonesia, pemerintah telah meluncurkan berbagai kebijakan, salah satunya yang saat ini sedang hangat dibicarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam arti luas mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal, non formal maupun informal,

Lebih terperinci

kompetensi yang berhubungan dengan tingkah laku seorang guru. Kompetensi Sosial adalah kompetensi yang berhubungan dengan pemahaman peserta didik.

kompetensi yang berhubungan dengan tingkah laku seorang guru. Kompetensi Sosial adalah kompetensi yang berhubungan dengan pemahaman peserta didik. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan itu sendiri adalah untuk membentuk Kepribadian

Lebih terperinci

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU KOMPETENSI PROFESIONAL GURU Makalah ini disusun sebagai tugas Mata Kuliah : Pengembangan Profesi Dosen Pengampu : Dr. Tasman Hamami, M.A DISUSUN OLEH: Heri Susanto (10411044) Mir atun Nur Arifah (10411057)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah sebagai katalisator utama pengembangan SDM, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah sebagai katalisator utama pengembangan SDM, dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebagai katalisator utama pengembangan SDM, dengan anggapan bahwa dengan semakin terdidik seseorang, semakin tinggi pula kesadarannya terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembelajaran untuk menunjang kelancaran jalannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prenada Media Group, 2012), hlm Abdul Kadir, dkk., Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Kencana

BAB I PENDAHULUAN. Prenada Media Group, 2012), hlm Abdul Kadir, dkk., Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Kencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang mendukung kemajuan bangsa dan Negara sebagaimana tercantum di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah terus berupaya mewujudkan amanat nasional dan perbaikan kurikulum serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil uji kompetensi guru selama tiga tahun terakhir menunjukkan kualitas guru di Indonesia masih rendah. Banyak pendidik atau guru di sekolah yang masih belum memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Deskripsi Tentang Keterampilan Dasar Mengajar Guru, Motivasi Belajar

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Deskripsi Tentang Keterampilan Dasar Mengajar Guru, Motivasi Belajar BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Tentang Keterampilan Dasar Mengajar Guru, Motivasi Belajar Dan Hasil Belajar Siswa Kelas X Di MAN Se Kabupaten Blitar 1. Deskripsi tentang keterampilan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kajian penelitian ini adalah rendahnya kinerja guru didalam instansi pendidikan. Salah satu sekolah yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah SMK Negeri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mathla ul Anwar merupakan salah satu. Madrasah Swasta yang di selenggarakan oleh Perguruan Mathla ul Anwar Kota

PENDAHULUAN. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mathla ul Anwar merupakan salah satu. Madrasah Swasta yang di selenggarakan oleh Perguruan Mathla ul Anwar Kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mathla ul Anwar merupakan salah satu Madrasah Swasta yang di selenggarakan oleh Perguruan Mathla ul Anwar Kota Pontianak. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang menjelaskan tentang pengertian dan tujuan. pendidikan bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang menjelaskan tentang pengertian dan tujuan. pendidikan bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menjelaskan tentang pengertian dan tujuan pendidikan bahwa pendidikan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup suatu bangsa, karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajar Slameto (2010:2) dengan bukunya yang berjudul: Belajar dan faktorfaktor yang mempengaruhi Menurutnya, pengertian belajar adalah: Suatu proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di tingkat SD/MI/SDLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi

Lebih terperinci

ANALISIS TENTANG KOMPETENSI PROFESIONAL DAN PEDAGOGIK GURU DALAM MERANCANG PERANGKAT PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN IPS SMP DAN MTs DI KOTA DUMAI

ANALISIS TENTANG KOMPETENSI PROFESIONAL DAN PEDAGOGIK GURU DALAM MERANCANG PERANGKAT PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN IPS SMP DAN MTs DI KOTA DUMAI ANALISIS TENTANG KOMPETENSI PROFESIONAL DAN PEDAGOGIK GURU DALAM MERANCANG PERANGKAT PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN IPS SMP DAN MTs DI KOTA DUMAI Hendripides dan Rina Selva Johan Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASA HASIL PEELITIA A. Profil MTs urul Huda Dempet Madrasah Tsanawiyah urul Huda Dempet atau MTs urul Huda Dempet adalah sebuah lembaga pendidikan setingkat sekolah menengah pertama (SMP) yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Guru Profesional a. Pengertian Guru Definisi guru menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat (1) bahwa Guru adalah pendidik profesional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan, nilai-nilai atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan, nilai-nilai atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan, nilai-nilai atau melatih keterampilan. Pendidikan mempunyai fungsi penting untuk perkembangan hidup manusia.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Karakteristik guru Geografi yang sudah sertifikasi pada SMA Negeri di Kecamatan Rantau Utara dan Rantau Selatan ini terdapat 8 guru yang sudah sertifikasi dari

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB BELAJAR MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

PERANAN GURU MATA PELAJARAN SOSIOLOGI DALAM MEMBINA KELOMPOK BELAJAR SISWA PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI-1 PALANGKA RAYA.

PERANAN GURU MATA PELAJARAN SOSIOLOGI DALAM MEMBINA KELOMPOK BELAJAR SISWA PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI-1 PALANGKA RAYA. PERANAN GURU MATA PELAJARAN SOSIOLOGI DALAM MEMBINA KELOMPOK BELAJAR SISWA PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI-1 PALANGKA RAYA. Oleh: Sogi Hermanto Dosen Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Palangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam usaha pembangunan diberbagai. bidang jelas diperlukan stimulasi dan pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam usaha pembangunan diberbagai. bidang jelas diperlukan stimulasi dan pernyataan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam usaha pembangunan diberbagai bidang jelas diperlukan stimulasi dan pernyataan upaya pendidikan pada masyarakat yang sedang membangun

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Pembahasan ini akan membahas hasil-hasil penelitian tentang peranan

BAB V PEMBAHASAN. Pembahasan ini akan membahas hasil-hasil penelitian tentang peranan BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini akan membahas hasil-hasil penelitian tentang peranan sertifikasi terhadap tingkat profesionalisme guru, dimana penelitian ini dilakukan pada guru SMP dan SMA Jiwa Nala Rungkut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dijalani oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dijalani oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dijalani oleh setiap orang dan merupakan suatu kebutuhan untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu

I. PENDAHULUAN. rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan

Lebih terperinci

resensi buku psikologi pendidikan

resensi buku psikologi pendidikan resensi buku psikologi pendidikan Resensi Buku oleh: charles Judul Buku Pengarang Penerbit : Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru : Muhibbin Syah : Remaja Rosdakarya (Bandung) Tahun Terbit : 2008

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN LAYANAN INFORMASI TERHADAP PENGURANGAN RASA INFERIORITAS SISWA KELAS VII MTs NEGERI GEMOLONG TAHUN PELAJARAN

PENGARUH PEMBERIAN LAYANAN INFORMASI TERHADAP PENGURANGAN RASA INFERIORITAS SISWA KELAS VII MTs NEGERI GEMOLONG TAHUN PELAJARAN PENGARUH PEMBERIAN LAYANAN INFORMASI TERHADAP PENGURANGAN RASA INFERIORITAS SISWA KELAS VII MTs NEGERI GEMOLONG TAHUN PELAJARAN 2015-2016 Afif Wahyu Nurputra. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Penelitian

A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum,dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penelitian, kegunaan penelitian, dan diakhiri dengan ruang lingkup penelitian.

I. PENDAHULUAN. penelitian, kegunaan penelitian, dan diakhiri dengan ruang lingkup penelitian. I. PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

Lebih terperinci