ANALISIS DAMPAK INVESTASI PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMBANGUNAN MANUSIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAMPAK INVESTASI PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMBANGUNAN MANUSIA"

Transkripsi

1 ANALISIS DAMPAK INVESTASI PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMBANGUNAN MANUSIA (Studi Kasus : Kawasan Timur Indonesia Periode ) OLEH ANGGA OKTAPRIONO H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kondisi fisik serta geografi wilayah yang beragam, sehingga pengembangan wilayah sangat penting dalam pembangunan nasional. Upaya untuk membentuk landasan pembangunan yang berupa rumusan untuk mewujudkan keseimbangan antar daerah dalam tingkat pertumbuhan perlu dilaksanakan untuk mengurangi perbedaan tingkat perkembangan antar daerah di Indonesia yang merupakan akibat dari kurangnya konsep pemerataan secara nyata. Ketimpangan pembangunan di Indonesia selama ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk, aspek, atau dimensi. Bukan saja berupa ketimpangan hasil-hasilnya, misalnya dalam hal pendapatan perkapita, tetapi juga ketimpangan kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula sematamata berupa ketimpangan spasial atau antar daerah, yakni antara daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Akan tetapi juga berupa ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional (Dumairy, 1996). Perkembangan ekonomi antar daerah memperlihatkan kecenderungan bahwa provinsi di Pulau Jawa pada umumnya mengalami perkembangan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan dengan provinsi lainnya di luar Pulau Jawa. Perbedaan perkembangan antar daerah itu menyebabkan terjadinya kesenjangan kesejahteraan dan kemajuan daerah, terutama antara Jawa dan luar Jawa, antara

3 3 Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Di samping itu masih ditemui daerah-daerah yang relatif tertinggal dibandingkan daerah lainnya, yaitu daerah terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerah perbatasan, dan daerah terbelakang lainnya. Ketimpangan yang ada, membuat pemerintah memberikan perhatian lebih kepada bagaimana meningkatkan perekonomian di KTI agar mampu mengejar kemajuan yang dicapai KBI. Salah satu program pemerintah ialah dengan dibentuknya Kawasan Ekonomi Terpadu (Kapet), yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan. Ketimpangan pembangunan selama ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk, aspek, dan dimensi. Bukan hanya berupa ketimpangan hasil pembangunan dalam hal output regional tetapi juga dalam hal kesejahteraan masyarakat (Tadjoedin, 2001). Output regional disini merupakan konsep analisa ketimpangan dengan pendekatan wilayah yang dipresentasikan oleh indikator Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. Sementara itu, kesejahteraan masyarakat mencakup beberapa parameter yang melekat pada individu. Dalam hal ini digunakan tiga kategori indikator yang merepresentasikan kesejahteraan, yaitu pengeluaran konsumsi, pendidikan dan kesehatan. Penggunaan ketiga kategori indikator ini mengacu pada konsep Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diperkenalkan oleh United Nations Development Programme (UNDP). Dari segi pembangunan manusia, rata-rata IPM KBI dari tahun selalu lebih tinggi dibandingkan rata-rata IPM nasional, sedangkan rata-rata IPM KTI selalu lebih rendah.

4 4 Tabel 1.1. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun PROVINSI NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel DKI Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB* NTT* Kalbar* Kalteng* Kalsel* Kaltim* Sulut* Sulteng* Sulsel* Sultra* Gorontalo* Maluku* Malut* Papua* Indonesia Keterangan : * KTI Sumber : Badan Pusat Statistik (2007) Dari data yang terdapat dalam Tabel 1.1. mengindikasikan bahwa kualitas manusia di KTI harus ditingkatkan, dan pembentukan modal manusia yang berkualitas merupakan syarat penting dalam pembangunan. Amartya Sen dalam Paskarina (2008) mengingatkan bahwa hakikat dari pembangunan adalah

5 5 kebebasan dan karena itu, pembangunan harus dapat membebaskan manusia dari belenggu kemiskinan dan tekanan-tekanan dari pihak lain. Dari perspektif ini, pembangunan baru akan bermakna manakala terjadi peningkatan martabat manusia yang mampu membebaskannya dari belenggu-belenggu kemiskinan dan keterbatasan akses. Inilah yang sesungguhnya menjadi inti dari pembangunan manusia, yakni berfokus pada manusia, untuk memulihkan dan meningkatkan martabat manusia. Di sinilah pembangunan manusia perlu dirancang ulang dengan memadukan antara kebijakan sosial dan kebijakan ekonomi. Kebijakan sosial merupakan media untuk meningkatkan modal sosial dan sumber daya manusia agar mampu berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif Perumusan Masalah Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor dinamika dalam perkembangan ekonomi, bersama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya alam, dan kapasitas produksi yang terpasang dalam masyarakat yang bersangkutan. Keempat faktor dinamika itu harus dilihat dalam kaitan interaksinya satu dengan yang lainnya. Namun, diantaranya peranan sumber daya manusia mengambil tempat yang sentral, khususnya dalam pembangunan ekonomi negara-negara berkembang di mana kesejahteraan manusia dijadikan tujuan pokok dalam ekonomi masyarakat (Djojohadikusumo, 1993). Kebutuhan investasi pada pembentukan modal manusia di dalam perekonomian negara-negara terbelakang semakin jelas dari fakta bahwa walaupun dengan impor modal fisik secara besar-besaran ternyata mereka tidak

6 6 mampu mempercepat laju pertumbuhan, disebabkan oleh sumber daya manusia yang terbelakang (Jhingan, 2004). Investasi pemerintah dalam pembangunan tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sementara untuk pemerintah daerah tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Di dalam APBN dan APBD, investasi pemerintah disebut sebagai pembiayaan pembangunan. Investasi pemerintah untuk pembentukan modal manusia tercermin dari pembiayaan pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan. Dari Tabel 1.2. terlihat bahwa persentase realisasi pengeluaran pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan terhadap pengeluaran pembangunan bervariasi di setiap provinsi. Tabel 1.2. Realisasi Investasi Pemerintah Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan KTI (Persen). PROVINSI PENDIDIKAN KESEHATAN PENDIDIKAN & KESEHATAN KALBAR KALTENG KALSEL KALTIM SULUT SULTENG SULSEL SULTRA NTB NTT MALUKU PAPUA Sumber : Realisasi APBD 1996 & 1999 Dengan berlakunya otonomi daerah, maka peran aktif dan kewenangan pemerintah daerah dalam proses pembangunan daerahnya semakin lebih besar, begitu pula dalam hal penyusunan APBD. Sehingga besarnya pembiayaan

7 7 pembangunan dapat ditentukan sendiri oleh pemerintah daerah, termasuk menentukan pembiayaan dalam pembangunan manusia. Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana keadaan investasi pemerintah sektor pendidikan dan kesehatan di KTI? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya IPM di KTI? 3. Bagaimana pengaruh investasi pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan terhadap IPM di KTI? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis keadaan investasi pemerintah sektor pendidikan dan kesehatan di KTI. 2. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap IPM di KTI. 3. Menganalisis pengaruh investasi pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan terhadap IPM di KTI Manfaat Penelitian Hal-hal yang diperoleh dari penelitian tentang analisis dampak investasi pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan terhadap pembangunan manusia dan kemiskinan pada masa awal otonomi daerah diharapkan dapat bermanfaat

8 8 bagi pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti ini. Secara ringkas, manfaat yang penulis harapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah dan pihak terkait lainnya sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan berbagai kebijakan. 2. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa lain sebagai bahan pelengkap penelitian yang masih relevan dengan permasalahan skripsi ini. 3. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi saya pada khususnya dan mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada umumnya dalam memahami permasalahan mengenai pembangunan manusia di KTI. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan data dari 14 provinsi yang berada di KTI sesuai dengan Keppres RI No. 44 Tahun 2002 tentang dewan pengembangan KTI. Provinsi tersebut antara lain : Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Penelitian ini menggunakan data dari tahun 2001 sampai 2003.

9 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Teori Pembangunan Manusia Menurut Schultz dalam Jhingan (2004), ada lima cara pengembangan sumber daya manusia, yaitu : (1) fasilitas dan pelayanan kesehatan, pada umumnya diartikan mencakup semua pengeluaran yang mempengaruhi harapan hidup, kekuatan dan stamina, tenaga serta fitalitas rakyat; (2) latihan jabatan, termasuk magang model lama yang diorganisasikan oleh perusahaan; (3) pendidikan yang diorganisasikan secara formal pada tingkat dasar, menengah dan tinggi; (4) program studi bagi orang dewasa yang tidak diorganisasikan oleh perusahaan, termasuk program ekstension khususnya pada pertanian; (5) migrasi perorangan dan keluarga untuk menyesuaikan diri dengan kesempatan kerja yang selalu berubah. Daftar ini dapat ditambah dengan memasukkan bantuan teknis, keahlian dan konsultan. Dalam pengertian luas, investasi pada modal manusia berarti pengeluaran di bidang pelayanan kesehatan, pendidikan dan sosial pada umumnya; dan dalam pengertian sempit, ia berarti pengeluaran di bidang pendidikan dan latihan. Modal fisik menjadi lebih produktif jika negara atau daerah mempunyai modal manusia yang berkualitas. Rens dalam Jhingan (2004) mengatakan bahwa di negara yang mencoba mempercepat pembangunan ekonominya, diketemukan bahwa sekalipun pabrik-pabrik modern dirancang oleh insinyur kelas satu dengan menggunakan metode dan mesin mutakhir dari negara industri yang paling maju,

10 10 namun volume dan kualitas output-nya terlalu sering tidak memuaskan, karena dalam banyak hal, manajemen dan pekerja tidak cukup terlatih dan kurang pengalaman Konsep Pembangunan Manusia Beberapa kalimat pembuka dari Human Development Report (HDR) pertama yang dipublikasikan oleh UNDP (United Nations Development Programmes) pada tahun 1990 secara jelas menekankan pesan utama yang dikandung oleh setiap laporan pembangunan manusia baik di titik global, tingkat nasional maupun tingkat daerah, yaitu pembangunan manusia yang berpusat pada manusia, yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan nasional dan bukan sebagai alat dari pembangunan. Berbeda dengan konsep pembangunan yang memberikan perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi dengan asumsi bahwa petumbuhan ekonomi pada akhirnya akan menguntungkan manusia. Pembangunan manusia memperkenalkan konsep yang lebih luas dan lebih komprehensif yang mencakup semua pilihan yang dimiliki manusia di semua golongan masyarakat pada semua tahap pembangunan (UNDP, 2004). Pembangunan manusia mensyaratkan adanya kebebasan. Tujuan utama dari pembangunan manusia yaitu untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki manusia tidak mungkin tercapai tanpa adanya kebebasan memilih apa yang mereka inginkan dan bagaimana mereka akan menjalani hidup. Manusia harus bebas untuk melakukan apa yang menjadi pilihannya di dalam sistem pasar yang berfungsi dengan baik (BPS, Bappenas, UNDP, 2001).

11 11 Pada tahun 1991 UNDP berpendapat bahwa ada empat (4) komponen konsep pembangunan manusia, yaitu : Pertama, kesetaraan yang merujuk pada kesamaan dalam memperoleh akses ke sumber daya ekonomi dan politik yang menjadi hak dasar warga negara. Ini mensyaratkan sejumlah hal yaitu : (1) distribusi aset-aset ekonomi produktif secara adil; (2) distribusi pendapatan melalui perbaikan kebijakan fiskal; (3) menata sistem kredit perbankan untuk memberi kesempatan bagi kelompok kecil dan menengah dalam mengembangkan usaha; (4) menata sistem politik demokratis guna menjamin hak dan kebebasan politik; dan (5) menata sistem hukum guna menjamin tegaknya keadilan. Kedua, produktivitas (productivity) yang merujuk pada usaha-usaha sistematis yang bertujuan meningkatkan kegiatan ekonomi. Upaya ini mensyaratkan investasi di bidang sumberdaya manusia, infrastruktur, dan finansial guna mendukung pertumbuhan ekonomi, yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Agar kapasitas produksi maksimal, maka investasi lebih difokuskan pada upaya peningkatan mutu SDM, yang ditandai oleh peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta penguasaan teknologi. SDM berkualitas memainkan peranan sentral dalam proses pembangunan suatu bangsa. Ketiga, pemberdayaan (empowerment yang merujuk pada setiap upaya membangun kapasitas masyarakat dengan cara melakukan transformasi potensi dan kemampuan, sehingga mereka memiliki kemandirian, otonomi, dan otoritas dalam melaksanakan pekerjaan dan mengatasi permasalahan sosial. Dalam konteks ini, pembangunan menempatkan manusia sebagai pusat segala perhatian yang bertujuan bukan saja meningkatkan pertumbuhan dan pendapatan, melainkan

12 12 juga memperluas pilihan-pilihan publik (public choices) sehingga manusia mempunyai peluang mengembangkan segenap potensi yang dimiliki. Keempat, berkelanjutan (sustainability) yang merujuk pada strategi dalam mengelola dan merawat modal pembangunan fisik, manusia, finansial, dan lingkungan agar bisa dimanfaatkan guna mencapai tujuan utama pembangunan, yaitu kesejahteraan rakyat. Untuk itu, penyegaran, pembaruan, dan pelestarian modal pembangunan sangat penting dan perlu gunan menjaga kesinambungan proses pembangunan di masa depan Indeks Pembangunan Manusia dan Pengukurannya Pada HDR yang pertama tahun 1990, IPM disusun dari pendapatan nasional (sebagai pendekatan dari standar hidup) dan dua indikator sosial, yaitu angka harapan hidup dan angka melek huruf usia dewasa. Indeks ini merupakan pendekatan yang mencakup berbagai dimensi dari pilihan-pilihan yang dimiliki manusia. Tetapi indeks ini masih memiliki kelemahan yang sama dengan pengukuran pendapatan, yaitu bahwa angka rata-rata nasionalnya menyembunyikan ketimpangan regional dan ketimpangan lokal (UNDP, 2004). Selama bertahun-tahun telah dilakukan berbagai penyempurnaan IPM dengan tetap mempertahankan tiga komponen intinya, yaitu lamanya hidup, pengetahuan dan standar hidup layak, untuk menjaga kesederhanaan dan konsep awal IPM. HDR kedua pada tahun 1991 menambahkan satu indikator baru, yaitu rata-rata lama bersekolah kedalam komponen pengetahuan. Variabel ini diberi bobot dua per tiga. Hal ini merupakan pengakuan akan pentingnya pembentukkan

13 13 keterampilan tingkat tinggi serta membantu pembedaan negara-negara yang mengelompokkan data tingkat atas. IPM mencoba untuk memeringkatkan semua negara dari skala 0 (tingkat pembangunan manusia yang paling rendah) hingga 1 (tingkat pembangunan manusia yang paling tinggi). IPM memeringkat semua negara menjadi tiga kelompok: tingkat pembangunan manusia yang rendah (0,0 0,499), tingkat pembangunan manusia menengah (0,50 0,799), dan tingkat pembangunan manusia tinggi (0,80 1,0). Secara teknis, IPM dirumuskan sebagai berikut (BPS, 2001): Dimana: IPM = 1/3 (Indeks X 1 + Indeks X 2 + Indeks X 3 ) (2.1) X 2 = 1/3 X /3 X 22 (2.2) X 1 = Indeks lamanya hidup (tahun) X 2 = Indeks tingkat pendidikan X 3 = Indeks pengeluaran riil per kapita (Rp 000.) X 12 = Rata-rata lama bersekolah (tahun) X 22 = Angka melek huruf (persen) Perhitungan Indeks dari masing-masing indikator tersebut adalah: Indeks X ( i, j) = X X ( i, j) ( i max) + X + X ( i mim) ( i mim) (2.3) Dimana: X ( i, j) = Indikator ke-i dari daerah j

14 14 X ( i min) = Nilai minimum dari X i X ( i max) = Nilai maksimum dari X i 2.4. Investasi Sosial Pemerintah Menurut Paskarina (2008), dalam tinjauan akademik, konsep tentang investasi sosial lahir dalam khazanah pemikiran tentang pembangunan sosial (social development) yang berkembang pada dekade 1990-an. Sejumlah nama yang cukup terkenal dalam perkembangan konsep ini antara lain James Midgley (1999), Taylor-Gooby (2000), dan Anthony Giddens (1998). Midgley mendefinisikan pembangunan sosial sebagai suatu perspektif alternatif untuk meredistribusikan sumber daya dengan menekankan prioritas alokasi pada program-program sosial yang berorientasi pada produktivitas dan investasi untuk memperluas partisipasi dalam bidang ekonomi dan memberikan kontribusi positif pada pembangunan. Menurutnya, strategi yang digunakan dalam pembangunan sosial mencakup investasi pada pengembangan sumber daya manusia, programprogram perluasan lapangan kerja dan kewirausahaan, pembentukan modal sosial, pengembangan aset, penghematan, dan penghapusan berbagai pembatasan terhadap partisipasi di bidang ekonomi. Sejalan dengan pendapat tersebut, Taylor-Gooby dalam Paskarina (2008) memperkuat argumentasi diperlukannya investasi sosial karena dalam konteks globalisasi ekonomi, tidak mungkin lagi tercapai kondisi tersedianya lapangan kerja yang memadai, redistribusi pendapatan yang adil, dan semakin mahalnya biaya pelayanan publik, sehingga peran pemerintah dalam mewujudkan

15 15 kesejahteraan hanya dapat dilakukan melalui pembiayaan-pembiayaan sosial berbentuk investasi pada sumber daya manusia dan perluasan peluang-peluang bagi setiap individu anggota masyarakat. Menurutnya, investasi sosial harus difokuskan pada upaya penjaminan agar tiap-tiap individu punya kemampuan dan kualitas yang diperlukan untuk bekerja, bertahan hidup, dan menjalankan fungsinya sebagai warga negara di masa kini dan mendatang. Strategi yang dapat diterapkan adalah dengan mengalokasikan anggaran publik untuk program program pemberdayaan dan pendidikan bagi anak-anak yang berkaitan dengan life skill education karena anak-anak inilah calon tenaga kerja di masa mendatang, sehingga dengan menyiapkan mereka sejak dini maka di masa mendatang akan lahir tenaga-tenaga kerja yang berkualitas dan memiliki daya saing global. Berbeda dengan pendapat Taylor-Gooby yang menekankan pentingnya investasi bagi individu, Giddens dalam Paskarina (2008) mengembangkan konsep investasi sosial sebagai investasi pada sumber daya manusia untuk memajukan kesejahteraan agar setiap individu maupun kelompok dapat berkontribusi bagi penciptaan kesejahteraan. Investasi sosial terutama diarahkan pada program peningkatan keterampilan, riset, teknologi, pemeliharaan anak-anak dan pemberdayaan komunitas sebagai upaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Asumsinya, menurut Giddens, melalui programprogram investasi sosial tersebut, pemerintah dapat melengkapi masyarakatnya dengan kemampuan untuk merespon dan beradaptasi dengan perubahan ekonomi global yang selanjutnya dapat meningkatkan daya saing. Investasi pada pendidikan seumur hidup (life long learning), kesehatan, dan pengembangan

16 16 komunitas sebagai basis modal sosial merupakan langkah strategis untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa mendatang. Demikian pula investasi pada penguatan modal sosial dan kohesi komunitas dapat memperkuat solidaritas sosial yang berfungsi sebagai daya rekat bagi stabilitas sosial yang lebih baik. Dengan demikian, menurut Giddens, investasi sosial bukan hanya diarahkan bagi individu semata, tapi juga bagi komunitas karena individu hidup di tengah-tengah komunitas dan kondisi sosial yang baik akan menjadi faktor pendukung yang kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, investasi sosial diarahkan sebagai prakondisi untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tidak hanya diciptakan melalui pengelolaan faktorfaktor produksi, tapi juga melalui pemberdayaan sosial. Meskipun demikian, kebijakan investasi sosial pun dapat berdampak negatif bila tidak dirancang dengan baik karena dapat terjerumus pada upaya eksploitasi sumber daya manusia sebagai alat produksi semata. Untuk mencegahnya, penerapan kebijakan investasi sosial harus diorientasikan pada penciptaan peluang berusaha yang sama besar bagi tiap warga masyarakat, bukan sekedar penciptaan lapangan kerja yang punya nilai ekonomis. Artinya, kebijakan publik harus digeser dari semula berkonsentrasi pada redistribusi kesejahteraan kepada upaya mendorong terciptanya kesejahteraan. Ketimbang memberikan subsidi kepada pelaku usaha, pemerintah mestinya lebih berusaha mendorong terciptanya kondisi yang membawa dunia usaha agar berinovasi dan para pekerja agar lebih efisien dalam perilaku ekonominya.

17 17 Produktivitas ekonomi didorong dan diperkuat dengan menciptakan kondisi stabilitas sosial, sehingga para pekerja bisa bekerja dengan tenang karena ada jaminan pemeliharaan kesehatan, investasi dalam dunia pendidikan dan pelatihan, skema kesejahteran untuk kerja (welfare to work scheme), dan penindakan kejahatan secara tegas. Sama halnya dengan investasi swasta, investasi pemerintah juga sangat diperlukan dalam proses pembangunan. Investasi pemerintah berfungsi sebagai sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur. Di dalam APBD, investasi pemerintah disebut sebagai pengeluaran pembangunan. Pengeluaran pembangunan daerah bersumber dari: 1. Pos pembiayaan APBD 2. Pinjaman yang berasal dari: - Lembaga Perbankan, - Lembaga Keuangan Non Bank, - Penerbitan obligasi negara, - Penerusan pinjaman luar negeri (two step loan) (Elmi, 2004). Pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran yang ditujukan untuk pembiayaan pembangunan, sebagai kegiatan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Terdiri dari 21 jenis pengeluaran yang berorientasi ke 20 jenis sektor pembangunan dan satu jenis kelompok pengeluaran pembangunan lainnya, antara lain : industri; pertanian dan kehutanan; sumber daya air dan irigasi; tenaga kerja; perdangangan, pengembangan usaha daerah, keuangan dan

18 18 koperasi; transportasi; meteorologi dan geofisika; pertambangan dan energi; pariwisata, pos dan telekomunikasi; dan lain-lain (BPS, 2004). Dua puluh jenis sektor pembangunan antara lain : sektor industri; sektor pertanian dan kehutanan; sektor sumber daya air dan irigasi; sektor tenaga kerja; sektor perdagangan, pengembangan usaha daerah, keuangan daerah dan koperasi; sektor transportasi; sektor pertambangan dan energi; sektor pariwisata dan telekomunikasi daerah; sektor pembangunan daerah dan pemukiman; sektor lingkungan hidup dan tata ruang; sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan,terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga; sektor kependudukan dan keluarga sejahtera; sektor kesehatan, kesejahteraan sosial, peranan wanita, anak dan remaja; sektor perumahan dan pemukiman; sektor agama; sektor ilmu pengetahuan dan teknologi; sektor hukum; sektor aparatur pemerintah dan pengawasan; sektor politik, penerangan, komunikasi dan media massa; sektor keamanan dan ketertiban umum. Investasi pembangunan manusia pada overhead sosial dapat dikategorikan sebagai pengeluaran sosial oleh pemerintah. Oleh karena inti dari pembangunan manusia adalah pendidikan dan kesehatan, maka alokasi pengeluaran pemerintah seharusnya difokuskan pada pembangunan sosial kedua sektor tersebut (Jhingan, 2004) Kemiskinan Menurut Soegijoko (1997), kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak bisa

19 19 dihindari dengan kekuatan yang dimilikinya. Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan ataupun menikmati hasil-hasil pembangunan. Dalam memilih suatu pendekatan dan strategi untuk memecahkan masalah kemiskinan diperlukan pemahaman dan kesamaan cara pandang terhadap problematika kemiskinan. Kesamaan cara pandang itu tidak saja harus dipahami oleh aparat pelaksana, tetapi juga oleh masyarakat bersangkutan. Kemiskinan dipandang sebagai suatu lingkaran setan (vicious circle of poverty) dari berbagai faktor yang menyebabkan buruknya kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang ditandai oleh standar hidup yang rendah, seperti pendapatan kecil dan tidak menentu, perumahan tidak layak, kesehatan buruk dan tingkat pendidikan rendah. Faktor-faktor penyebab seperti kemalasan, kebodohan, produktifitas rendah, kesehatan buruk, lingkungan kumuh dan lainnya yang terdapat pada diri manusia dan lokasi tempat tinggalnya, dianggap sebagai mata rantai yang saling mempengaruhi proses terjadinya kemiskinan. Di pihak lain, ada anggapan kemiskinan merupakan akibat dari suatu ketidakadilan dan ketidakmerataan terhadap suatu kelompok masyarakat, sehingga mereka menderita miskin karena tidak dapat ikut menggunakan sumbersumber mata pencaharian yang tersedia. Berdasarkan penyebabnya, kemiskinan dibedakan dalam tiga pengertian, yaitu :

20 20 1. Kemiskinan alamiah, timbul akibat sumber daya alam, manusia dan sumber daya pembangunan lainnya yang langka jumlahnya dan/atau karena perkembangan teknologi yang sangat rendah, sehingga mereka tidak dapat berperan aktif dalam pembangunan. 2. Kemiskinan struktural, disebabkan hasil pembangunan yang belum merata. Kepemilikan sumber daya tidak merata, kemampuan tidak seimbang dan ketidaksamaan kesempatan, menyebabkan kesertaan masyarakat dalam pembangunan tidak merata. 3. Kemiskinan kultural, disebabkan pemahaman suatu sikap, kebiasaan hidup dan budaya seseorang atau masyarakat yang merasa kecukupan dan tidak kekurangan Hukum Wagner Wagner dalam Mangkoesoebroto (2001) mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap GNP yang juga didasarkan pula pengamatan di negara-negara Eropa, USA dan Jepang pada abad ke-19. Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk suatu hukum, akan tetapi dalarn pandangannya tersebut tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah dalam pengertian pertumbuhan secara relatif ataukah secara absolut. Apabila yang dimaksud oleh Wagner adalah perkembangan pengeluaran pemerintah secara relatif sebagaimana teori Musgrave, maka hukum Wagner

21 21 adalah sebagai berikut: Dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan per kapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Dasar dari hukum tersebut adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju (USA, Jerman, Jepang), tetapi hukum tersebut memberi dasar akan timbulnya kegagalan pasar dan eksternalitas. Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian huhungan antara industri dengan industri, hubungan industri dengan masyarakat dan sebagainya menjadi semakin rumit atau kompleks. Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dan anggota masyarakat Iainnya Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Besar kecilnya PDRB yang dihasilkan oleh suatu wilayah dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya alam yang telah dimanfaatkan, jumlah dan mutu sumber daya manusia, kebijaksanaan pemerintah, letak geografis serta tersedianya sarana dan prasarana. Dalam menghitung pendapatan regional, BPS (1995) memasukan seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor yang melakukan

22 22 usahanya di suatu wilayah tanpa memperhatikan pemilik atas faktor produksi. Dengan demikian PDRB secara keseluruhan menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan pada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah produksi tersebut. Penghitungan PDRB dapat dilakukan melalui dua metode antara lain (Dumairy, 1996): a. Metode Langsung Dalam penghitungan PDRB ini didasarkan pada data yang terpisah antara data daerah dan data nasional, sehingga hasil penghitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Dalam metode ini PDRB dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu: 1. Pendekatan Produksi PDRB merupakan jumlah barang dan jasa terakhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Unit-unit produksi dimaksud secara garis besar dipilah-pilah menjadi 11 sektor (dapat juga dibagi menjadi 9 sektor) yaitu: (1) pertanian; (2) pertambangan dan galian; (3) industri pengolahan; (4) listrik, gas dan air minum; (5) bangunan; (6) perdagangan; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) bank dan lembaga keuangan lainnya; (9) sewa rumah; (10) pemerintah; (11) jasa-jasa. 2. Pendekatan Pendapatan PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang turut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu setahun. Balas jasa produksi dimaksud meliputi upah dan gaji, sewa tanah,

23 23 bunga modal dan keuntungan. Semuanya dihitung sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam hal ini mencakup juga penyusutan dan pajak-pajak tak langsung netto. Jumlah komponen semua pendapatan per sektor disebut nilai tambah bruto sektoral. Oleh sebab itu PDRB menurut pendekatan pendapatan merupakan penjumlahan dari nilai tambah bruto seluruh sektor atau lapangan usaha. 3. Pendekatan Pengeluaran PDRB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi: (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan; (2) pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok; (3) pengeluaran konsumsi pemerintah; (4) ekspor netto (ekspor impor), dalam jangka satu tahun. b. Metode Tidak Langsung atau Alokasi Perhitungan PDRB dilakukan dengan cara menghitung nilai tambah suatu kelompok kegiatan ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional kedalam masing-masing ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktifitas kegiatan ekonomi tersebut. Penghitungan PDRB pada suatu daerah atau wilayah dengan menggunakan metode langsung atau tidak langsung atau alokasi sangat bergantung pada data yang tersedia. Pada dasarnya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling menunjang satu sama lain, karena penghitungan dengan metode langsung akan mendorong peningkatan mutu atau kualitas data daerah,

24 24 sedangkan penghitungan dengan metode tidak langsung merupakan koreksi dan pembanding bagi data daerah. Dilihat dari penjelasan diatas PDRB dari suatu daerah lebih menunjukkan besaran produksi suatu daerah, bukan pendapatan yang sebenarnya diterima oleh penduduk daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian PDRB merupakan data yang paling representatif dalam menunjukkan pendapatan dibandingkan dengan data-data yang lainnya Hubungan Pembangunan Manusia dengan Pertumbuhan Ekonomi Hubungan antara pertumbuhan manusia dengan pertumbuhan ekonomi secara empiris terbukti tidak bersifat otomatis. Artinya, banyak negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat tanpa diikuti oleh pembangunan manusia yang seimbang. Sebaliknya, banyak pula negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang sedang tetapi terbukti dapat meningkatkan kinerja pembangunan manusia secara mengesankan. Pertumbuhan ekonomi merupakan sarana utama bagi pembangunan manusia terutama pertumbuhan ekonomi yang merata secara sektoral dan kondusif terhadap penciptaan lapangan kerja. Hubungan antara pertumbuhan pembangunan manusia dan ekonomi berlangsung melalui dua macam jalur. Jalur pertama melalui kebijaksanaan dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah pengeluaran pemerintah untuk subsektor sosial yang merupakan prioritas seperti pendidikan dan kesehatan. Jalur kedua adalah melalui kegiatan pengeluaran

25 25 pengeluaran rumah tangga. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah pengeluaran rumah tangga dimana penduduk miskin hanya memiliki pengeluaran yang kecil. (Soebeno, 2005). Pembangunan Manusia Tingkat Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Pengeluaran Rumah Tangga Kebijakan dan Pengeluaran Pemerintah Sektor Sosial Tingkat Kemiskinan Pertumbuhan Ekonomi Sumber : Soebeno, 2005 Gambar Siklus Pembangunan Manusia dengan Pertumbuhan Ekonomi

26 Otonomi Daerah Otonomi daerah merupakan suatu sistem perekonomian dimana pemerintah pusat menyerahkan segala urusan perekonomian tiap daerah kepada pemerintah daerahnya masing-masing, mulai dari urusan bagaimana cara mendapatkan pendapatan sampai pengalokasiannya. Diubahnya sistem perekonomian Indonesia menjadi sistem otonomi daerah, disebabkan adanya sentralisasi yang dilakukan pemerintah pusat. Selain itu, hal ini disebabkan karena pembagian pendapatan serta pengalokasiannya tidak adil, sehingga banyak ketidakpuasan yang muncul di kalangan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Menurut UU No.22 Tahun 1999 Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pola pendekatan yang sentralistik dan seragam yang selama ini dikembangkan pemerintah pusat telah mematikan inisiatif dan kreativitas daerah. Pemerintah daerah kurang diberi keleluasaan (local discreation) untuk menentukan kebijakan daerahnya sendiri. Kewenangan yang selama ini diberikan kepada daerah tidak disertai dengan pemberian infrastruktur yang memadai, penyiapan sumber daya manusia yang profesional, dan pembiayaan yang adil. Akibatnya, yang terjadi bukannya tercipta kemandirian daerah, tetapi justru ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat. Selama masa orde baru, harapan yang besar dari pemerintah daerah untuk dapat membangun daerah

27 27 berdasarkan kemampuan dan kehendak daerah sendiri ternyata dari tahun ke tahun dirasakan semakin jauh dari kenyataan. Yang terjadi adalah ketergantungan fiskal dan subsidi serta bantuan pemerintah pusat sebagai wujud ketidakberdayaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai belanja daerah. Pemerintah pusat melakukan campur tangan terhadap daerah dengan alasan untuk menjamin stabilitas nasional dan masih lemahnya sumber daya manusia yang ada di daerah. Karena dua alasan tersebut, sentralisasi otoritas dipandang sebagai prasyarat untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada awalnya pandangan tersebut terbukti benar. Sepanjang tahun 70-an dan 80-an, misalnya, Indonesia mengalami pertumbuhan yang berkelanjutan dan stabilitas politik yang mantap. Namun dalam jangka panjang, sentralisasi seperti itu telah menimbulkan ketimpangan dan atau ketidakadilan, rendahnya akuntabilitas, lambatnya pembangunan infrastruktur sosial, rendahnya tingkat pengembalian proyek-proyek publik, serta memperlambat pengembangan kelembagaan sosial ekonomi di daerah Pembangunan Manusia di Beberapa Negara Dalam Amsterdam Treaty (1999) dan Lisbon Strategy (2000), Uni Eropa menerapkan strategi untuk mengintegrasikan kebijakan ekonomi, sosial, dan lapangan kerja untuk meningkatkan daya saing, penyediaan lapangan kerja secara penuh (full employment), dan memajukan inklusivitas sosial. Di sini, investasi sosial diarahkan untuk mendorong produktivitas tenaga kerja, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi (Paskarina,2008).

28 28 Di Victoria (Kota di Australia), investasi sosial difokuskan pada kesehatan dan pendidikan, dengan peningkatan alokasi dan staf untuk sekolah-sekolah dan rumah sakit. Pendidikan menjadi media strategis untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kohesi sosial melalui pembelajaran seumur hidup, serta upaya untuk memperluas akses dan peluang kerja bagi kelompok-kelompok masyarakat marginal dengan memberdayakan komunitas (Paskarina,2008). Di negara-negara demokrasi, kesadaran untuk mengawasi dan membatasi intervensi pemerintah pada sektor pendidikan itu ditandai dengan dipilihnya asas desentralisasi dalam pengambilan kebijakan (pengaturan) sektor pendidikan. Amerika Serikat adalah salah satu negara pelopor demokrasi. Sudah sejak lama kebijakan pendidikan di Amerika Serikat menjadi tanggung jawab Pemerintah Negara Bagian (State) dan Pemerintah Daerah (Distrik). Sebelumnya, pemerintah pusat memang mengintervensi kebijakan pendidikan, sebagaimana yang terjadi sejak tahun 1872, dimana pemerintah pusat AS mengintervensi kebijakan pendidikan dengan cara memberikan tanah negara kepada negara bagian untuk pembangunan fakultas-fakultas pertanian dan teknik; membantu sekolah sekolah dengan program makan siang, menyediakan pendidikan bagi orang-orang Indian; menyediakan dana pendidikan bagi para veteran yang kembali ke kampus untuk menempuh pendidikan lanjutan; menyediakan pinjaman bagi mahasiswa; menyediakan anggaran untuk keperluan penelitian, pertukaran mahasiswa asing dan bantuan berbagai kebutuhan mahasiswa lainnya; serta memberikan bantuan tidak langsung (karena menurut ketentuan Undang-Undang Amerika Serikat

29 29 pemerintah dilarang memberikan bantuan langsung) kepada sekolah-sekolah agama dalam bentuk buku-buku teks dan laboratorium. Namun semenjak masa Pemerintahan Presiden Ronald Reagen, intervensi Pemerintah Pusat AS terhadap pendidikan mulai dikurangi. Selanjutnya tanggung jawab dan inisiatif kebijakan pendidikan diserahkan kepada Negara Bagian (setingkat Provinsi) dan Pemerintah Daerah/Distrik (setingkat Kabupaten/Kota). Di Amerika Serikat terdapat 50 Negara Bagian dan Distrik. Jadi sebanyak itu lembaga yang diberi kewenangan dan otonomi untuk mengelola pendidikan. Sumber pendanaan pendidikan di Amerika, khususnya pendidikan dasar dan menengah, yang lebih dikenal dengan public schools, berasal dari Anggaran Pemerintah Pusat (Federal), Anggaran Pemerintah Negara Bagian dan Anggaran Pemerintah Daerah. Ada beberapa isu dan masalah pendidikan yang dialami pemerintah dan masyarakat Amerika Serikat, antara lain: a. Banyaknya anak usia sekolah yang tidak diasuh langsung oleh orang tua mereka, karena adanya dinamika perubahan sosial masyarakat AS yang umumnya baik ibu atau ayah memiliki kesibukan yang sangat tinggi di luar rumah. Hal ini akan menjadi permasalahan yang serius bagi perkembangan sosial anak dilihat dari aspek psikis dan emosional. b. Tingginya tingkat perceraian, yang mengakibatkan banyaknya anak-anak usia sekolah yang hanya diasuh oleh sang ibu sebagai single-parent dalam rumah tangga. Tidak sedikit janda cerai di AS yang terpaksa harus

30 30 berprofesi rendahan dan kasar. Hal ini juga mempengaruhi perkembangan sosial anak-anak mereka. c. Tingginya tingkat imigrasi yang umumnya berasal dari kalangan tidak mampu dan tidak terdidik, yang karenanya banyak diantara mereka yang tidak memperoleh pekerjaan yang layak. Hal ini menyebabkan masalah pendidikan anak-anak dari keluarga imigran tidak dapat teratasi. Ditambah lagi faktor bahasa dari kalangan imigran yang menyulitkan bagi anak-anak imigran itu sendiri jika mereka mendapat akses pendidikan. d. Dari berbagai monitoring dan evaluasi pendidikan yang dilakukan oleh berbagai badan resmi AS sendiri, ternyata kualitas pendidikan dan lulusan sekolah di AS masih kalah dibandingkan dengan negara-negara lain dalam standar internasional. Banyak anak-anak yang drop-outs dan tingginya kekerasan oleh anak-anak. Karena adanya berbagai permasalahan tersebut, pemerintah AS sejak tahun 1990 mencanangkan reformasi pendidikan. Pada tahun tersebut Presiden AS George H. B. Bush beserta seluruh Gubernur Negara Bagian (saat itu Bill Clinton termasuk menjadi salah satu Gubernur Negara Bagian) menyetujui reformasi pendidikan dengan mencanangkan 6 tujuan nasional pendidikan AS yang baru. Yaitu: a. Pada tahun 2000, seluruh anak di AS di waktu mulai masuk sekolah dasar sudah siap untuk belajar. b. Pada tahun 2000, tamatan sekolah menengah naik sekurang-kurangnya 90%.

31 31 c. Pada tahun 2000, murid-murid di AS yang menyelesaikan pendidikannya pada grade 4, 8 dan 12 mampu menunjukkan kemampuannya dalam mata pelajaran yang menantang, yaitu bahasa inggris, matematika, sains, sejarah, dan geografi. Setiap sekolah di AS harus mampu menunjukkan bahwa anak-anak dapat menggunakan pikirannya dengan baik, sehingga mereka siap menjadi warga negara yang baik, siap untuk memasuki pendidikan yang lebih tinggi, serta siap pula untuk pekerjaan yang produktif dalam perekonomian modern. d. Pada tahun 2000, siswa-siswa AS adalah yang terbaik di dunia dalam bidang sains dan matematika. e. Pada tahun 2000, setiap orang dewasa AS dapat membaca dan menulis, memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk bersaing dalam ekonomi global, serta dapat melaksanakan hak dan tanggung jawabnya sebagai warga negara. f. Pada tahun 2000, setiap sekolah di AS harus bebas dari obat-obat terlarang dan kekerasan, serta dapat menciptakan suasana lingkungan yang mantap dan aman sehingga kondusif untuk belajar. Pokok-pokok reformasi pendidikan itu akhirnya ditindak lanjuti dengan berbagai kreasi kebijakan pendidikan di tingkat negara bagian dan pemerintah derah. Gerakan reformasi pendidikan di kalangan Gubernur itu dipelopori oleh Gubernur Bill Clinton dan Lamar Alexander di masing-masing negara bagiannya. Gebrakan yang dilakukan adalah: a. Meningkatkan persyaratan untuk menamatkan suatu jenjang pendidikan,

32 32 b. Melaksanakan tes standar untuk mengukur keberhasilan siswa, c. Menjalankan sistem penilaian yang ketat terhadap guru sejalan dengan pembenahan jenjang karir bagi guru-guru, d. Memperbesar tambahan dana dari negara bagian bagi sekolah-sekolah. Akhirnya AS benar-benar memperoleh kemajuan di bidang pendidikan, sehingga ketika Bill Clinton menjadi Presiden AS, keberhasilan AS dalam mengembangkan kebijakan pendidikan mendapat perhatian khusus. Kebijakan yang dilakukan AS merupakan salah satu langkah yang dapat diikuti oleh negaranegara yang menginginkan peningkatan sumber daya manusianya Penelitian Terdahulu Dalam sub bab ini akan dibahas penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik penelitian mengenai ketimpangan dan juga ditulis penelitian terdahulu yang menggunakan analisis panel data. Penelitian dengan menggunakan data dimaksudkan untuk memperkaya pemahaman terhadap panel data (meskipun topik penelitian berbeda dengan apa yang penulis lakukan) Penelitian Mengenai Investasi Sosial Pemerintah Brata (2005) melakukan penelitian tentang hubungan investasi sektor publik lokal, pembangunan manusia dan kemiskinan di Indonesia, dari tahun 1996, 1999, dan 2002 diperoleh bukti bahwa investasi sektor publik untuk bidang sosial membawa manfaat bagi pembangunan manusia dan kesejahteraan penduduk. Investasi bidang sosial tersebut menghasilkan manfaat dalam

33 33 peningkatan IPM dan menurunkan tingkat kemiskinan. Pembangunan manusia yang berhasil juga ditemukan membawa manfaat pada berkurangnya tingkat kemiskinan. Variabel lain yang diintroduksikan, yakni investasi swasta dan distribusi pendapatan secara umum berpengaruh kuat terhadap pembangunan manusia dan kemiskinan. Investasi swasta berperan mengurangi kemiskinan melalui penyediaan lapangan kerja yang memungkinkan terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat. Sedangkan ketimpangan distribusi pendapatan pendapatan merugikan upaya pengurangan kemiskinan karena yang terjadi justru peningkatan kemiskinan. Yunitasari (2007) melakukan penelitian tentang hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia di Jawa Timur. Penelitian yang dilakukan menggunakan analisis panel data. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi, investasi pemerintah sektor pendidikan, dan kemiskinan mempengaruhi secara signifikan peningkatan IPM Jawa Timur Penelitian Mengenai Panel Data Holis (2006) melakukan penelitian mengenai Relevankah Merger Bank di Indonesia? (Pendekatan Efisiensi dan Skala Ekonomi) dengan menggunakan metode analisis panel data. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa untuk menganalisis struktur biaya bank dapat digunakan model efek tetap (Fixed Effect). Dari hasil estimasi menunjukkan koefisien variabel yang sama untuk setiap individu dan intersep yang berbeda untuk setiap individu. Berdasarkan hasil

34 34 estimasi fungsi biaya terdapat dua puluh satu variabel penjelas yang signifikan dan terdapat enam variabel penjelas yang tidak signifikan terhadap taraf nyata 0.05 persen. Pada penelitian ini, analisis panel data dilakukan untuk melihat faktorfaktor yang mempengaruhi fungsi pembangunan manusia Indonesia. Pendekatan panel data untuk memilih antara model fixed effect dengan random effect pada penelitian ini adalah dengan menggunakan uji Hausman (Hausman Test) dengan hipotesis, jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari 2 χ - Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol yaitu random effect model, sehingga model yang digunakan adalah fixed effect model, dan begitu juga sebaliknya Kerangka Pemikiran Terjadinya ketimpangan pembangunan antara KBI dengan KTI membuat pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih kepada pembangunan di KTI. Pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur fisik saja tidak cukup untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pembangunan kualitas sumber daya manusia mutlak dibutuhkan, termasuk di KTI. Peran pemerintah diperlukan dalam membentuk kualitas manusia yang baik. Peran pemerintah dalam pembentukan modal manusia dapat terlihat dari besarnya investasi atau pembiayaan pembangunan pada sektor pendidikan dan kesehatan. Dengan diterapkannya otonomi daerah, maka pemerintah daerah dapat menentukan besarnya anggaran untuk sektor pendidikan dan kesehatan sebagai

35 35 investasi modal manusia yang akan berimplikasi kepada tingkat pembangunan manusia, sehingga kesejahteraan rakyat dapat tercapai Ketimpangan Pembangunan KBI KTI Pembangunan Manusia Peran Pemerintah Pertumbuhan Ekonomi Pengeluaran Rumah Tangga Perkembangan IPP & IPK IPP IPK PDRB Kemiskinan Analisis Deskriptif Analisis Panel Data Hasil Analisis Rekomendasi Kebijakan Keterangan : IPP IPK = Investasi Pemerintah Sektor Pendidikan = Investasi Pemerintah Sektor Kesehatan = Alur Penelitian = Ruang Lingkup Penelitian Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

36 Hipotesis 1. Investasi pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan merupakan faktor yang mempengaruhi secara signifikan baik atau buruknya tingkat pembangunan manusia. Semakin besar investasi yang dikeluarkan pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan, maka semakin baik pula tingkat pembangunan manusia. 2. Pertumbuhan ekonomi mampu meningkatkan kualitas pembangunan manusia. 3. Semakin besar jumlah penduduk miskin maka akan menurunkan IPM.

37 37 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian skripsi ini dimulai pada bulan Desember 2007 waktu yang diperlukan dalam rencana penulisan penelitian, pengumpulan data hingga penulisan laporan dilakukan sampai bulan April Penelitian ini mengambil 14 provinsi di KTI sebagai objek studi. Lokasi ini diambil dengan pertimbangan: (1) tersedianya data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini; (2) kondisi pembangunan manusia yang kurang baik Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang diperlukan meliputi: (1) PDRB menurut provinsi berdasarkan harga konstan Tahun 2000; (2) data IPM; (3) jumlah penduduk miskin menurut propinsi; (4) berbagai macam data sekunder lainnya yang diambil dari berbagai sumber. Jenis data tersebut diperoleh dari: (1) Badan Pusat Statistik; (2) website Departemen Keuangan; (3) publikasi beberapa penelitian terdahulu. Periode analisis pada penelitian ini adalah antara tahun 2001 sampai dengan tahun Metode Analisis Untuk menganalisis perkembangan investasi pemerintah sektor pendidikan dan kesehatan di KTI akan dipresentasikan secara deskriptif. Untuk menganalisis

38 38 faktor-faktor yang mempengaruhi IPM di KTI digunakan analisis panel data, dan pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2000 dan E-Views Analisis Panel Data Dalam melakukan sebuah penelitian, banyaknya data merupakan salah satu syarat agar penelitian tersebut dapat mewakili perilaku dari model yang dikehendaki. Masalah keterbatasan data merupakan hal yang sering dialami para peneliti, terkadang dalam penelitian yang menggunakan data series, data yang tersedia terlalu pendek sehingga pengolahan data time series tidak dapat dilakukan. Begitu pula dengan pengolahan data cross section, terkadang jumlah unit data yang dibutuhkan terbatas. Persoalan keterbatasan data seperti itu, dalam ekonometrika dapat diatasi dengan menggunakan analisis panel data (pooled data). Analisis panel data secara umum dapat didefinisikan sebagai analisis satu kelompok variabel yang tidak saja mempunyai keragaan (dimensi) dalam runtun waktu (time series) tetapi juga dalam kerat lintang atau antar individu (cross section). Analisis panel data adalah subyek dari salah satu bentuk yang cukup aktif dan inovatif dalam literatur ekonometrik. Hal ini dikarenakan metode analisis data panel menyediakan informasi yang cukup kaya untuk perkembangan teknik estimasi dan hasil teori. Dalam bentuk praktis, peneliti telah dapat menggunakan data runtun waktu (time series) dan kerat lintang (cross section)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan satu dari banyak permasalahan yang terjadi di seluruh negara di dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak negara di dunia, karena dalam negara maju pun terdapat penduduk miskin. Kemiskinan identik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan pembangunan diindikasikan dengan peningkatan pendapatan per kapita dengan anggapan bahwa peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Indeks Pembangunan Manusia Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, 2007). Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

TABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA

TABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA No. 01/08/53/TH.XIV, 5 AGUSTUS PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN II TUMBUH 5,21 PERSEN Pertumbuhan ekonomi NTT yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Pendahuluan Policy Brief PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal tentang pentingnya peningkatan daya saing pertanian. Di tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tidak diragukan lagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tidak diragukan lagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki potensi sumber daya yang sangat besar baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, untuk sumber daya alam tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi. untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat.

I. PENDAHULUAN. pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi. untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak literatur ekonomi pembangunan yang membandingkan antara pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan lebih mendalam tentang teori-teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Selain itu akan dikemukakan hasil penelitian terdahulu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum kemiskinan dipahami sebagai keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (IPM), pembangunan manusia didefinisikan sebagai a process

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (IPM), pembangunan manusia didefinisikan sebagai a process BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH UNDP (United Nations Development Programme) melalui Human Development Report tahun 1996 tentang Konsep Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pembangunan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota, memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kuncoro (2014), dalam jurnal Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran dan Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural, dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menggariskan bahwa Visi Pembangunan 2010-2014 adalah Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat

I. PENDAHULUAN. Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat kaitannya dengan apa yang disebut pendapatan daerah. Pendapatan daerah dalam struktur APBD masih merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010)

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan untuk mengalami kemajuan ke arah yang lebih baik. Pembangunan di berbagai negara berkembang dan di Indonesia seringkali diartikan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, masalah kemiskinan telah menjadi masalah internasional, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah satu tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan negara, dimana pembangunan mengarah pada proses untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 1 PETA KABUPATEN/KOTA KALIMANTAN TIMUR Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 2 BAB 1. PENDAHULUAN Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan propinsi terluas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan indeks pembangunan manusia juga telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS INVESTASI SOSIAL. Caroline Paskarina 1

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS INVESTASI SOSIAL. Caroline Paskarina 1 PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS INVESTASI SOSIAL Caroline Paskarina 1 Konsep pembangunan manusia (people centered development) bukan hal yang baru dalam wacana konsep maupun praktik pembangunan. Konsep tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kapasitas pemerintahan daerah agar tercipta suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan. pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa

Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan. pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa BAB II KAJIAN PUSTAKA Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang sedang berkembang. Bagi Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang yang ada di

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI B A B BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berbagai upaya ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah Dalam konteks pembanguan saat ini,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang dialami dunia hanya semenjak dua abad

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu tema sentral. Perdebatan intraparadigmatik pun menjadikan peta

I. PENDAHULUAN. salah satu tema sentral. Perdebatan intraparadigmatik pun menjadikan peta 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah masalah yang sangat krusial. Kenyataan ini kiranya menjadi latar belakang mengapa kemiskinan selalu menjadi masalah yang mendapatkan perhatian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan juga didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi global lebih dari 12 tahun yang lalu telah mengakibatkan lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan hanya dengan upaya

Lebih terperinci

PETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH:

PETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH: PETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH: Tinjauan atas Kinerja PAD, dan Upaya yang Dilakukan Daerah Direktorat Pengembangan Otonomi Daerah deddyk@bappenas.go.id Abstrak Tujuan kajian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan definisi dan teori pembangunan manusia, pengukuran pembangunan manusia, kajian infrastruktur yang berhubungan dengan pembangunan manusia, dan kajian empiris

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Darise ( 2007 : 43 ), Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah pendapatan yang diperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada kenyataannya selama ini pembangunan hanya ditunjukan untuk pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang saat ini dalam masa pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dalam perkembangannya senantiasa memberikan dampak baik positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Pembangunan ekonomi menurut Todaro dan Smith (2006) adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Pembangunan ekonomi menurut Todaro dan Smith (2006) adalah suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan dapat dimaknai sebagai sesuatu yang berubah menjadi lebih baik. Pembangunan ekonomi menurut Todaro dan Smith (2006) adalah

Lebih terperinci