BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Konsep Investasi Menurut Horngren (1994), investasi yang menyangkut keputusan rencana jangka panjang atas penggunaan modal (capital budgeting) terdiri dari enam tahap proses: (1) indentification stage, yaitu memilih bentuk investasi yang paling sesuai dengan organizational objective, (2) search stage, yaitu mencari alternatif capital investasi yang dapat memenuhi organizational goals, (3) information-acquisition stage, melakukan pencarian data dan analisa kualitatif maupun kuantitatif dari berbagai alternatif capital investasi, (4) selection stage, yaitu memilih salah satu kapital investasi berdasarkan analisa finansial dengan metode: discounted cash flow (cara net present value (NPV) dan internal rate of return (IRR)), payback dan accrual accounting rate or return, (5) financing stage dan (6) implementation and control stage. II.2 Jalan Tol Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 15 tahun 2005, jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Penyelenggaraan jalan tol bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah yang sudah tinggi tingkat perkembangannya. Berdasarkan Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan dinyatakan bahwa Wewenang penyelenggaraan jalan tol berada pada Pemerintah yang meliputi pengaturan, pembinaan, pengusahaan, dan pengawasan [Pasal 45 (1&2)]. Pengusahaan jalan tol dilaksanakan dengan maksud untuk mempercepat perwujudan jaringan jalan bebas hambatan sebagai bagian jaringan jalan nasional dan dilakukan 5

2 oleh badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah dan/atau badan usaha milik swasta. Dalam keadaan tertentu yang menyebabkan pengembangan jaringan jalan tol tidak dapat diwujudkan oleh badan usaha, Pemerintah dapat mengambil langkah sesuai dengan kewenangannya. Pemerintah melaksanakan pengadaan lahan untuk pembangunan jalan tol bagi kepentingan umum dengan menggunakan dana yang berasal dari Pemerintah dan/atau badan usaha. Investasi dengan pembangunan jalan tol baru akan menyediakan transportasi yang lebih efisien dan memacu investasi sektor lain yang akan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan. Adapun manfaat strategis pembangunan jalan tol diantaranya adalah sebagai berikut : a. Pembukaan lapangan kerja dalam skala besar. b. Peningkatan penggunaan sumber daya dalam negeri. c. Mendorong kembalinya fungsi intermediasi perbankan ke sektor investasi produktif demi terciptanya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. d. Meningkatkan kegiatan ekonomi di daerah yang dilalui jalan tol sebagai pendorong meningkatnya Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dan memperlancar ekspor. e. Memacu kebangkitan sektor riil dengan menciptakan efek multiplier bagi perekonomian nasional. Didalam investasi jalan tol ini terdapat beberapa risiko risiko ketidakpastian yang dapat mengakibatkan pihak investor kurang tertarik dengan proyek infrastruktur jalan tol yang ditawarkan. 6

3 II.3 Risiko Ketidakpastian Investasi Infrastruktur Jalan Tol Secara umum risiko dapat di definisikan sebagai kejadian-kejadian yang dapat berpengaruh secara negatif (merugikan) terhadap suatu upaya/usaha yang akan/sedang kita lakukan. Risiko dapat diprediksi dan dalam batas-batas tertentu dikendalikan serta dihindari sedemikian rupa sehingga seminimum mungkin mempengaruhi usaha yang kita jalankan. Upaya-upaya sistimatis untuk meminimalisir risiko dan melindungi diri dari akibatakibat risiko yang tidak sepenuhnya dapat dikendalikan inilah yang kita kenal dengan manajemen risiko (risk management). Langkah-langkah pokok dalam melaksanakan manajemen risiko adalah pengenalan (identifikasi) risiko-risiko yang mungkin terjadi, menganalisis tingkat kemungkinan terjadinya dan berapa kerugian yang mungkin ditimbulkan, serta merumuskan upayaupaya pengamanan terhadap risiko tersebut. Berbagai bentuk pengamanan dapat dipilih untuk meminimalisir atau bahkan meniadakan sama sekali dampak negatif dari risiko-risiko tersebut. Dengan mengenali risiko-risiko yang mungkin terjadi sepanjang perjalanan usaha, kita dapat melakukan berbagai langkah pengendalian dan pengamanan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya risiko-risiko tertentu dan juga meminimalisir akibatnya seandainya risiko tersebut tetap terjadi. Kita dapat meniadakan atau meminimalisir kemungkinan terjadinya risiko melalui langkah-langkah preventif antisipasif yang telah dirumuskan dan dimasukkan dalam rencana bisnis (business plan). Kita perlu menganggarkan suatu biaya tertentu guna mengantisipasi terjadinya risiko tersebut. Artinya risiko-risiko tersebut sudah diperhitungkan dalam biaya proyek/investasi kita. Kita dapat juga meniadakan risiko melalui suatu distribusi risiko secara legal dalam perjanjian-perjanjian baik dengan pemberi tugas maupun dengan pihak ketiga. 7

4 Prinsip dari alokasi risiko adalah bahwa pihak yang paling dapat mengendalikan suatu risiko tertentu hendaknya juga menanggung risiko tersebut. Asuransi adalah suatu bentuk peniadaan risiko melalui distribusi risiko pada pihak ketiga, namun perlu kita ingat juga bahwa peniadaan risiko finansial ini tidak menghilangkan pengaruh negatif terhadap citra usaha yang berdampak buruk pada nilai perusahaan. Risiko-risiko utama dalam investasi jalan tol terkait secara langsung dengan parameter pokok investasi jalan tol yaitu parameter-parameter yang menentukan besarnya biaya investasi (pembebasan lahan, konstruksi/peralatan, operasi dan pemeliharaan serta bunga uang), dan parameter-parameter pendapatan (volume lalulintas dan tarif). II.3.1 Pembebasan lahan Pembebasan lahan sampai saat ini masih merupakan risiko terbesar dalam investasi jalan tol, khususnya mengenai kepastian biaya dan waktu tersedianya lahan. Biaya lahan berkisar antara 10-25% dari biaya investasi sehingga penyimpangan biaya yang terjadi akan berdampak sangat signifikan terhadap kelayakan investasi. Demikian pula masa pembebasannya sangat mempengaruhi selesainya pembangunan jalan tol yang merupakan titik awal masuknya pendapatan tol. II.3.2 Konstruksi Bangunan jalan dan jembatan yang merupakan komponen utama dari jalan tol pada umumnya tidak terlalu sulit untuk direncanakan dengan mendekati kepastian pelaksanaannya. Risiko terbesar terletak pada kondisi medan dimana jalan akan dibangun yaitu kondisi geografis dan geologis. Kondisi medan yang berbukit-bukit membutuhkan timbunan-timbunan tinggi, pemotongan yang dalam, dan / atau jembatan bahkan mungkin juga terowongan. Aliran-aliran sungai, jalan-jalan lokal, jalan kereta api, saluran-saluran irigasi, dan bentuk-bentuk persilangan lainnya merupakan faktorfaktor penambah biaya yang sangat signifikan. 8

5 Karena konstruksi sepenuhnya ada di bawah kendali investor maka risiko-risiko yang mungkin terjadi juga sepenuhnya merupakan risiko investor. Antisipasi yang baik melalui proses engineering yang matang serta mitigasi risiko pada pihak ketiga adalah hal yang dapat dilakukan untuk mengendalikan risiko ini. II.3.3 Biaya Uang ( Cost of Money ) Investasi jalan tol umumnya dibiayai melalui kombinasi sumber dana modal sendiri (equity) dan pinjaman (debt). Biaya dari pinjaman adalah yang biasa kita kenal dengan bunga (interest), sementara modal sendiri (equity) memerlukan biaya yaitu suatu imbalan (return) yang wajar atau yang biasa disebut dengan keuntungan. Intinya adalah sedapat mungkin memberikan kepastian terhadap besaran bunga yang perlu dibayar dan saat kapan bunga tersebut mulai harus dibayar, yang dikaitkan dengan arus pendapatan tol. II.3.4 Operasi dan Pemeliharaan Dalam masa operasi jalan tol risiko biaya terbesar adalah pemeliharaan rutin maupun periodik diluar apa yang telah diperkirakan semula. Semakin baik mutu konstruksinya, semakin kecil risiko ini. Oleh karena itu salah satu cara mengatasi atau mengurangi risiko ini adalah dengan mengalokasikannya sebagian pada pihak ketiga yaitu pihak kontraktor. II.3.5 Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas adalah faktor utama yang menentukan pendapatan jalan tol. Volume lalu lintas yang melalui jalan tol sejak awal operasi sampai akhir masa konsesi harus dapat diprediksi dengan baik oleh investor. Mengingat pentingnya prediksi ini dan kompleksnya faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka seyogyanya digunakan tenaga ahli khusus. Prediksi dilakukan dengan mengembangkan suatu model yang memperhitungkan berbagai faktor pengaruh seperti, asumsi-asumsi pengembangan jaringan jalan ke depan, asumsi pengembangan aktivitas ekonomi di wilayah yang bersangkutan, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan kendaraan bermotor dan sebagainya. Prediksi 9

6 ini juga mengkaji hubungan elastisitas antara besarnya tarif dan keinginan untuk menggunakan jalan tol yang bersangkutan. Risiko penyimpangan lalu lintas dapat juga dikurangi dengan menerapkan pasal-pasal dalam perjanjian untuk lebih menjamin konsistensi pengembangan jaringan jalan di masa depan. Ini penting mengingat variasi volume lalulintas adalah diluar kemampuan kendali investor. II.3.6 Tarif Dalam tender investasi, tarif awal adalah parameter yang ditawarkan oleh investor dan merupakan penentu utama untuk menetapkan pemenang. Meskipun tarif awal dan rumusan kenaikannya diperjanjikan dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT), tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh-pengaruh sosial politik dalam penetapan tarif oleh pemerintah tetap memainkan peran yang tidak kecil. Untuk mengatasi risiko penolakan tarif oleh pihak-pihak tertentu, sosialisasi sejak awal proses investasi mutlak diperlukan. II.3.7 Force Majeure Masa konsesi jalan tol yang cukup panjang (30-40 thn) akan merentangi suatu kurun waktu yang sangat lama dimana perubahan-perubahan sosial dan politik sangat mungkin terjadi. Demikian pula perubahan-perubahan yang terjadi karena kejadiankejadian alam. Semuanya ini jelas perlu diprediksi, baik oleh investor maupun oleh pihak pemberi tugas (pemerintah). II.4 Sistem Pembiayaan Sektor Jalan Pada dasarnya sistem pembiayaan jalan dapat diberikan melalui beberapa cara, yaitu : 1. Melalui anggaran pemerintah (budget); 2. Konsesi (Kerjasama Pemerintah Swasta/Public Private Partnership); 3. Road Fund yang dalam pelaksanaanya masih dalam tahap studi lebih lanjut; 10

7 II.4.1 Pembiayaan Melalui Anggaran Pemerintah Untuk membiayai pembangunan jalan, Pemerintah Indonesia selama ini menggunakan jenis pembiayaan melalui anggaran pemerintah. Dana yang terkumpul dari road user charges (pajak jalan) ditransfer kembali ke sektor jalan melalui mekanisme penganggaran (budget), setiap tahun sekali. Dana yang terkumpul dari pajak jalan, selain digunakan untuk sektor jalan, juga digunakan untuk sektor-sektor lain seperti sektor pertahanan dan keamanan, sosial, pendidikan dan kesehatan. Sistem pembiayaan jalan dengan anggaran pemerintah memiliki beberapa kelemahan, diantaranya : 1. Besarnya anggaran untuk sektor jalan semakin lama semakin menurun sedangkan dana untuk sektor jalan semakin lama semakin besar. 2. Apabila dana yang tersedia untuk sektor jalan semakin kecil maka pemerintah akan semakin sulit untuk membuat suatu perencanaan jangka panjang untuk sektor jalan; 3. Adanya pemisahan antara fungsi penerimaan dan fungsi pengeluaran. Sehingga stakeholder yang terlibat dalam penanganan sektor jalan tidak mengetahui secara tepat berapa banyak dana yang dapat digunakan setiap tahunnya. 4. Kepentingan politis seringkali mempengaruhi pengambilan keputusan sektor mana yang akan didahulukan, membuat sektor jalan sering terabaikan. II.4.2 Pembiayaan Melalui Konsesi (Kerjasama Pemerintah Swasta) Pembiayaan melalui mekanisme konsesi adalah sistem pembiayaan melalui pembagian risiko antara pemerintah dan swasta. Pemerintah akan memberikan hak kepada organisasi swasta maupun semi swasta untuk membangun, rehabilitasi, memelihara, dan mengoperasikan jalan dalam jangka waktu tertentu (biasanya jangka waktu konsesi adalah 20 hingga 30 tahun). Pengelolaan jalan tol merupakan salah satu cara pelaksanaan dengan melibatkan pihak swasta. Pihak swasta menanggung 11

8 risiko teknis (saat konstruksi dan pemeliharaan), risiko operasi, risiko komersial, dan risiko keuangan. Mekanisme pengelolaan jalan tol merupakan kerja sama antara sektor Publik dengan swasta. Agar swasta berminat untuk terlibat dalam proyek ini maka pihak swasta harus mendapatkan keuntungan dari proyek yang akan dilaksanakan. Keuntungan dari metode ini antara lain adalah : 1. Merupakan cara untuk mendapatkan sumber dana untuk pembangunan jaringan jalan, karena biaya pembangunannya diperoleh dari pengguna/pemakai langsung (user pay principle); 2. Mengurangi beban pemerintah untuk investasi sektor jalan sehingga dana yang pada awalnya diperuntukkan bagi sektor jalan dapat dipergunakan untuk sektor lain; 3. Penghasilan dari jalan tol dapat dipergunakan untuk subsidi silang bagi pembangunan atau pemeliharaan jaringan jalan lainnya; 4. Pendapatan jalan tol di suatu wilayah tertentu dapat digunakan untuk membantu membangun infrastruktur di wilayah lain yang kekurangan dan untuk pemerataan regional; 5. Karena adanya keterlibatan pihak swasta maka akan menjadi lebih efisien dan efektif karena pihak swasta akan melakukan perhitungan keuntungan dengan lebih cermat. Namun, metode ini juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu : 1. Jalan tol merupakan tambahan pajak atau tarif jalan yang hanya diberlakukan pada sebagian dari jaringan jalan. Kendaraan yang melalui jalan tol akan dipungut biaya tambahan sementara itu mereka tetap membayar pajak-pajak lainnya. Namun hal ini juga dapat digantikan dengan alasan penghematan BOK dibandingkan jika melalui jalan biasa; 12

9 2. Biaya administrasi pengumpulan tol termasuk tinggi dan berkisar antara 10-30% dari pengumpulan dana keseluruhan. II.4.3 Pembiayaan Melalui Road Fund Jika sistem jalan tol hanya dapat diterapkan pada sebagian jaringan jalan, maka harus dicari suatu metode yang dapat diterapkan pada sebagian besar jaringan jalan yang memiliki lalu lintas harian rata-rata dibawah ketentuan untuk jalan tol. Metode baru yang sudah diterapkan pada negara-negara Amerika Latin, Karibia, dan negaranegara Sub Sahara Afrika adalah metode yang dikenal dengan nama road fund atau dana jalan. Komersialisasi jalan artinya adalah memperlakukan jalan sama dengan telepon, listrik, maupun air bersih. Artinya semakin lama orang menggunakan fasilitas tersebut, maka ia harus membayar lebih banyak sedangkan yang tidak menggunakan hanya dikenakan biaya berlangganan saja. Pungutan seperti ini dinamakan fee for services basis. Biaya berlangganan untuk jaringan jalan adalah untuk pembangunan sektor jalan itu sendiri dan dikenakan pada saat pendaftaran kepemilikan kendaraan. Sedangkan biaya yang disesuaikan dengan pemakaian digunakan untuk pemeliharaan jalan dan ditarik melalui pembayaran tarif BBM. II.5 Public Private Partnership (PPP Schemes) Perlu diketahui bahwa tidak ada definisi yang pasti dari Public Private Partnership (PPP Schemes). Hal ini menimbulkan tantangan untuk mengembangkan perundang undangan mengenai PPPs. Berikut adalah beberapa definisi mengenai PPPs: Public-private partnerships (PPPs) are contractual agreements, formed between a public agency and private sector entity, which expand on the traditional, private sector role in the delivery of transportation projects (Federal Highway Administration, 2003). Menurut William J. Parente dari USAID Environmental Services Program, (Katahira & Engineers Int l., 2006) definisi PPP adalah an agreement or contract, between a public entity and a private party, under which : (a) private party undertakes 13

10 government function for specified period of time, (b) the private party receives compensation for performing the function, directly or indirectly, (c) the private party is liable for the risks arising from performing the function and, (d) the public facilities, land or other resources may be transferred or made available to the private party. PPP the construction and upgrading of public-sector infrastructure facilities on the basis of private-enterprise financing (HOCHTIEF Position paper, 2008) A public-private partnership (PPP) is an agreement between a government and a private firm under which the firm delivers an aset, a service, or both in return for payments contingent to some extent on the long-term quality or other characteristics of outputs delivered. Agreements may range from service or management contracts to concession agreements and privatization and cover widely varying activities, not just those in infrastructure sectors ( Apurva Sanghi, Alex Sundakov, and Denzel Hankinson, 2007) PPPs dibentuk untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh pihak pemilik proyek, yaitu untuk menyediakan pelayanan dengan kualitas yang terbaik dan pada biaya yang paling optimal untuk pihak pemerintah. Meskipun tidak ada satu definisi mengenai PPPs, akan tetapi terdapat beberapa karakteristik umum yang sering dihubungkan dengan PPPs. Karakter karakter tersebut termasuk didalamnya perjanjian antara sektor publik dan sektor swasta dalam pengembangan dan manajemen infrastruktur, dimana terdapat pembagian risiko antara kedua belah pihak. Risiko ditanggung oleh pihak yang memiliki kemampuan lebih baik dalam mengatur, dalam hal ini meminimalkan risiko biaya. Dalam beberapa tipe PPPs, pemerintah menggunakan pendapatan pajak untuk menyediakan modal investasi, dengan pelaksanaan dilakukan oleh gabungan pemerintah dengan pihak swasta atau dibawah kontrak. Dalam tipe yang lainnya, modal investasi disediakan oleh pihak swasta dibawah kontrak dengan pemerintah untuk menyediakan pelayanan yang telah disetujui. 14

11 Istilah PPPs meliputi beberapa struktur yang dapat digunakan didalam pelaksanaan sebuah proyek, yaitu: short term management contracts (dengan sedikit atau bahkan tanpa modal); concession contract (yang memungkinkan untuk mencakup design, build and financing untuk seluruh pembangunan proyek infrastruktur dan operasional); joint ventures dan partial privatization dimana terdapat sharing kepemilikan proyek antara sektor public dan sektor swasta. Gambar II.1 menunjukkan bahwa PPPs mengisi antara pengadaan proyek pemerintah yang dilaksanakan menggunakan metode tradisional dan full privatization, dimana pemerintah tidak mempunyai peran terhadap proyek yang sedang berjalan. Dalam pelaksanaannya, PPPs tidak memungkinkan untuk dilaksanakan dalam proyek yang tidak memiliki keuntungan yang cukup. Sumber. Katahira & Engineers Int l., 2006 Gambar II.1. PPP Structures Pada pendekatan sektor publik tradisional, Pemerintah bertanggung jawab terhadap desain, konstruksi, operasional dan pemeliharaan infrastruktur, serta menentukan tingkat dari kualitas dan standard kualitas pelayanan. Sedangkan pada pendekatan privatisasi, Swastalah yang bertanggung jawab terhadap hal hal tersebut, selayaknya pihak Pemerintah. Sementara itu, pada pendekatan PPPs pihak Pemerintah bertanggungjawab pada penentuan pelayanan, sedangkan pihak Swasta 15

12 bertanggungjawab pada desain, konstruksi, operasional dan pemeliharaan infrastruktur. PPPs memastikan pelayanan yang dihasilkan akan memenuhi standar pelayanan umum dengan biaya yang lebih rendah dan kulitas yang lebih baik dengan menggunakan kemampuan manajemen sektor Swasta dan kemampuan keuangannya. Dalam pelaksanaan kerjasama Pemerintah Swasta melalui mekanisme PPPs, ada beberapa keuntungan yang didapat, yaitu : a. Percepatan dari pembangunan infrastruktur PPP memungkinkan public sector (Pemerintah) untuk merubah pembelanjaan modal diawal proyek menjadi pembayaran yang dilakukan selama proyek berlangsung. Hal ini memungkinkan proyek dapat tetap dilaksanakan walaupun dana pemerintah terbatas. b. Pelaksanaan yang lebih cepat Private Sector (swasta) bertanggung jawab pada tahapan desain dan konstruksi proyek jalan tol, dikombinasikan dengan pembayaran yang terkait dengan ketersediaan pelayanan, menghasilkan dorongan kepada sektor swasta untuk menyampaikan modal proyek dalam kerangka waktu pembangunan yang lebih pendek. c. Mengurangi biaya keseluruhan proyek Proyek PPP memerlukan operasional dan ketetapan pelayanan pemeliharaan, sehingga sektor swasta dapat melakukan penghematan biaya selama proyek berlangsung, sesuatu yang sulit dilakukan dalam pembiayaan sector public yang tradisional. d. Alokasi risiko yang lebih baik Prinsip dasar dari PPPs adalah mengatur alokasi risiko dari kedua belah pihak (baik swasta maupun pemerintah), terutama mengenai risiko biaya. Tujuannya adalah mengoptimalkan perpindahan risiko, untuk memastikan agar tiap pihak mendapatkan keuntungan. 16

13 e. Memberikan dorongan untuk memberikan kinerja yang lebih baik Managemen risiko dapat memberikan dorongan kepada kontraktor swasta untuk meningkatkan manajemen dan kinerja pada proyek yang didapatkan. Kebanyakan proyek yang menggunakan skema pembiayaan pemerintah swasta, pembayaran penuh kepada pihak swasta hanya akan terjadi bila standar pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah telah dipenuhi oleh pihak swasta. f. Meningkatkan kualitas pelayanan Pengalaman internasional menunjukkan bahwa kualitas pelayanan yang diperoleh dengan skema PPPs sering kali lebih baik dibandingkan dengan metode pengadaan yang tradisional. Hal ini bisa menunjukkan integrasi pelayanan yang lebih baik dengan aset yang mendukung, pertumbuhan tingkat ekonomi, pengenalan inovasi dalam penyampaian pelayanan, atau dorongan kinerja dan penalty yang termasuk dalam kontrak PPPs. g. Meningkatkan manajemen pihak pemerintah Dengan menempatkan pemerintah sebagai regulator dan fokus kepada perencanaan dan monitoring kinerja. II.5.1 Karakteristik Public Private Partnership Scheme (PPPs) Karakteristik dari kerjasama ini secara umum adalah membagi investasi, risiko, tanggung jawab dan hasil antara kedua belah pihak. Sedangkan secara khusus adalah: 1. Alokasi risiko antara pemerintah dan sektor swasta, 2. Sektor swasta merancang, membangun, mendanai, merawat dan memperbaiki proyek selama waktu tertentu atau dikenal sebagai periode konsesi, 3. Pemerintah memfasilitasi pendanaan proyek baik dari pembayaran bea dari sektor swasta maupun melalui dana yang ditarik oleh sektor swasta dari pengguna, 17

14 4. Sektor swasta harus mengelola proyek sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan selama periode konsesi, dan 5. Proyek dikembalikan kepada pemerintah di akhir periode konsesi. Pada umumnya kerjasama ini dilaksanakan pada pendanaan, perancangan, konstruksi, operasional dan perawatan infrastruktur publik dan pelayanannnya (Public Private Partnership: A guide for Local Government, 1999). PPPs sendiri dianggap sebagai bentuk yang menguntungkan bagi pemerintah maupun swasta dalam pelaksanaannya. Dengan membagi pada sektor yang mampu melaksanakannya maka operasional dan pelayanan infrastruktur menjadi lebih ekonomis dan efisien (Introduction to Public Private Partnership: Public Private Partnership Guidance Note 1, 2000). Tujuan dari pelaksanaan PPPs adalah untuk menstrukturisasi hubungan antara pemerintah dan swasta sehingga risiko-risiko pembangunan Infrastruktur dikelola oleh pihak yang paling mampu mengontrolnya dan meningkatkan nilai dari pelayanan umum melalui pemberdayaan kompetensi dan kemampuan sektor swasta. Hal ini disebabkan karena masing-masing pihak mempunyai karakteristik tertentu yang membuat kedua pihak mampu menangani aspek-aspek tertentu dari pelaksanaan proyek atau layanannya. Peran dan tanggung jawab setiap pihak akan berbeda pada masing-masing proyek. Akan tetapi, secara keseluruhan peran dan tanggung jawab pemerintah tidak berubah. Dengan adanya PPPs pengambilan keputusan tetap di tangan pemerintah yang juga tetap bertanggung jawab terhadap pengadaan Infrastruktur yang mampu melayani kepentingan umum. Dalam Developing Best Practices for Promoting Private Sector Investment in Infrastructures (2000) dinyatakan mengenai adanya kesepakatan umum bahwa: 1. Pemerintah sebaiknya fokus pada perencanaan, strukturisasi dan regulasi sementara swasta berkonsentrasi pada pengelolaan, investasi, pembangunan dan pendanaan, 2. Pengalihan tanggung jawab kepada sektor swasta dilaksanakan melalui deregulasi dan kompetisi terbuka atau kesepakatan dengan kontrak yang baik 18

15 dimana didalamnya mencakup kontrak pengelolaan, modal pinjaman, konsesi, penjualan aset dan ijin pengoperasian. 3. Regulasi ekonomi dilaksanakan pada kondisi kurangnya kompetisi, dan regulasi tersebut haruslah transparan dan terprediksi yang mampu mengakomodasi pihak terkait, 4. Sumber pendanaan domestik jangka panjang perlu dikembangkan, dan 5. Risiko komersial diberikan kepada sektor swasta sedangkan risiko lainnya diberikan kepada pihak yang mampu menanganinya. Dari kelima poin di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam pengadaan infrastruktur pemerintah terlibat secara intensif pada tahap perencanaan, strukturisasi dan regulasi. Setelah tahap awal tersebut terdefinisi dengan jelas maka selanjutnya sektor swasta dapat dilibatkan pada pembangunan atau konstruksi, pengelolaan, dan pendanaan. Pengalihan tangggung jawab pemerintah pada konstruksi, pengelolaan, dan pendanaan harus dilaksanakan melalui kompetisi yang transparan. Setelah pemerintah menentukan pihak swasta yang terlibat maka perlu dibuat suatu kontrak kesepakatan yang mencakup hal-hal esensial dari kerjasama tersebut. II.5.2 Tipe tipe PPPs Jika keseluruhan bentuk PPPs dirangkum maka perbandingan antara bentuk bentuk tersebut adalah seperti pada Tabel II.1, sedangkan Tabel II.2 menyajikan kelebihan dan kekurangan dari setiap bentuk PPPs. II.6 Pelaksanaan PPPs di Negara negara lain Skema pembiayaan jalan tol dengan prinsip pembiayaan PPP Scheme (sektor Publik dan swasta) ini telah banyak dilaksanakan di beberapa Negara. United Kingdom Pemerintah Inggris menerapkan dukungan pemerintah berupa shadow toll, yaitu tol dibayar oleh pemerintah berdasarkan kendaraan-km yang dihitung secara otomatis. Dengan dukungan ini, keuntungan yang diperoleh adalah sangat membantu untuk 19

16 aspek di lapangan, sedangkan kelemahannya adalah kemungkinan untuk menghalangi peralihan ke sistem tol yang sesungguhnya disamping beban akibat ketidakluwesan sistem perpajakan yang berlaku sekarang maupun yang akan datang. Korea Beberapa dukungan pemerintah Korea dalam rangka terlaksananya PPPs Subsidi konstruksi (kurang dari 30% untuk sektor jalan), pemerintah menyediakan jalan akses dan kereta api. Minimum Revenue Guarantee (MRG), dukungan ini dilaksanakan setelah krisis keuangan di Asia yang terjadi sekitar tahun 1990-an. Berbagai keuntungan dari pajak, pemerintah memberikan beberapa pembebasan pajak untuk proyek proyek infrastruktur tertentu. Kelonggaran penghentian pembayaran, hal ini diterapkan jika terjadi force majeure dan bangkrut India Pemerintah India melakukan beberapa kegiatan, baik secara administratif, hukum maupun fiskal dalam rangka memajukan Public Private Partnership pada sektor jalan. Model perjanjian konsesi telah disusun secara investor friendly, dengan alokasi risiko yang lebih wajar dengan ketetapan dukungan pemerintah dalam bentuk grant. Bentuk dukungan pemerintah yang utama adalah: Pemerintah bertanggung jawab terhadap pembebasan lahan dan aktivitas sebelum konstruksi; Subsidi modal hingga 40% sehingga proyek menjadi feasible. Pembebasan pajak 100% selama 10 tahun berturut turut. Pembebasan bea import untuk peralatan dan material konstruksi. Prosedur pengadaan yang transparan dan jelas. 20

17 Tabel II.1 Perbandingan Tipe-tipe PPPs 21 Tipe Bentuk Pendanaan Keterlibatan Swasta Transfer Risiko Durasi Kerjasama Tradisional Kontrak dengan swasta untuk merancang dan membangu fasilitas umum Pemerintah Ada pada: Perancangan Konstruksi Perancangan Konstruksi Sepanjang perancangan dan konstruksi Turnkey LDO (Lease- Developed- Operate)/BDO (Build- Developed- Operate) O (Operation) dan M (Maintenance) Konsesi Divestasi BOT (Build- Operate- Transfer) Kontrak dengan swasta untuk merancang dan membangun fasilitas umum Kesepakatan penyewaan jangka panjang atau membeli suatu fasilitas yang telah ada oleh pihak swasta untuk mengoperasikan dan mengembangkannya Kerjasama dimana pemerintah memberikan hak pengoperasian dan perawatan fasilitas kepada pihak swasta Kesepakatan untuk mendapat hak penyediaan jasa Kesepakatan untuk penjualan seluruh atau sebagian aset infrastruktur kepada pihak swasta (divestasi utuh atau parsial) Kesepakatan dengan swasta untuk membangun dan mengoperasikan fasilitas infrastruktur Dari pemerintah yang diberikan pda swasta setelah proyek selesai Pemerintah pada tahap konstruksi dan swasta pada tahap pengoperasian dan pengembangan Pemerintah pada tahap konstruksi dan swasta pada tahap pengoperasian Swasta Swasta Sebagian besar swasta Sumber:Guidelines for Successful Public Private Partnership (2003) Ada pada Perancangan Konstruksi Ada pada: Operasional dan pengembangan Ada pada: Operasional Ada pada: Perancangan Konstruksi Operasional Finansial Ada pada: Perancangan Konstruksi Operasional Finansial Ada pada: Perancangan Konstruksi Operasional Finansial Perancangan Konstruksi Operasional pengembangan Operasional Perancangan Konstruksi Finansial Pengelolaan dan perawatan aset Tingkat penerimaan Perancangan Konstruksi Finansial Pengelolaan dan perawatan aset Tingkat penerimaan Perancangan Konstruksi Finansial Politis Pengelolaan dan perawatan aset Tingkat penerimaan Sepanjang perancangan dan konstruksi tahun 2 10 tahun tahun tahun tahun 21

18 Tabel II.2 Kelebihan dan Kekurangan Tipe-tipe PPPs Bentuk Kelebihan Kekurangan Tradisional Turnkey LDO atau BDO O&M Divestasi BOT Adanya pengalihan risiko Dapat mempercepat durasi, menekan biaya dan mengembangkan inovasi pada konstruksi Adanya pengalihan risiko Dapat mempercepat konstruksi Dapat meningkatkan kualitas konstruksi jika dilaksanakan pengalihan operasional Efisiensi di tahap konstruksi Pemerintah mendapatkan sejumlah uang dari penyewaan atau pembelian fasilitas Pemerintah tidak perlu mengeluarkan modal untuk pengembangan atau peningkatan fasilitas Risiko finansial dialihkan pada pihak swasta Kedua belah pihak dapat menarik pendapatan dari kerjasama ini Kualitas pelayanan meningkat sejalan dengan peningkatan fasilitas Peningkatan mutu dan efisiensi biaya serta waktu yang dilaksanakan selama pengembangan fasilitas Berpotensi meningkatkan kualitas pelayanan dan efisiensi yang dapat menekan biaya Ada keleluasaan dalam strukturisasi kontrak Pemerintah hanya bertindak sebagai regulator Pada divestasi parsial pemerintah masih memiliki control terhadap aset Menarik sektor swasta dalam bidang finansial Meningkatkan efisiensi pengelolaan aset serta menjaga kepentingan public Adanya pengalihan sebagian risiko Dapat mempercepat konstruksi Dapat meningkatkan kualitas operasional dan perawatan Efisiensi yang mengakibatkan penghematan Tetap adanya kendali pemerintah Aset tetep dimiliki pemerintah Sumber:Guidelines for Successful Public Private Partnership (2003) Adanya risiko operasional Tidak diperhitungkannya analisis siklus hidup Tidak menarik minat swasta Lebih rumitnya prosedur yang perlu dilaksanakan pada saat penentuan pemenang tender Adanya biaya tambahan jika terjadi perubahan dalam pengoperasian fasilitas setelah kontrak ditetapkan Adanya risiko finansial dari pihak pemerintah Pemerintah dapat kehilangan kontrol terhadap fasilitas yang ada Sulitnya menentukan nilai aset saat penyewaan atau pembelian Munculnya biaya tambahan pengadaan kembali jika kinerja swasta tidak dapat dipertanggungjawabkan Berkurangnya kontrol pemerintah dan kemampuannya dalam merespon adanya perubahan kebutuhan public Dapat terjadinya monopoli dalam pentarifan Adanya kesulitan penggantian pihak swasta yang tidak kompeten Kompleknya kontrak Perlu adanya sistem pengelolaan kontrak 22

19 Dari bentuk bentuk dukungan tersebut, dapat dilihat rangkuman pelaksanaan PPPs di negara lain yang mungkin dapat diterapkan di Indonesia seperti terlihat pada Tabel II.3 Tabel II.3 Rangkuman Pelaksanaan PPPs di Negara lain Bentuk Dukungan United Korea India Kingdom Pembebasan Lahan Tidak ada Tidak ada 100% Subsidi Modal Tidak ada Tidak ada Hingga 40 % Minimum revenue Tidak ada % Tidak ada guarantee Pembebasan Pajak Tidak ada Ada 100 % Pembebasan bea import Tidak ada Tidak ada Ada Shadow toll Ada Tidak ada Tidak ada II.7 Pelaksanaan PPPs Pada Sektor Jalan Tol di Indonesia Di Indonesia, sejatinya konsep PPP ini dipilih sebagai alternatif oleh pemerintah semenjak pembangunan infrastruktur mulai agak tersendat karena datangnya krisis moneter. Baru pada tahun 2005, Pemerintah mulai serius untuk menerapkan konsep PPP. Diawali dengan diselenggarakannya Indonesia Infrastructure Summit I pada pertengahan Januari Saat itu, ada sebanyak 91 proyek yang ditawarkan pemerintah kepada investor swasta untuk menjadi proyek kerjasama Pemerintah- Swasta. Sedangkan pada Indonesia Infrastructure Summit II (Indonesia Infrastructure Conference and Exhibition 2006) pemerintah menawarkan 111 proyek (termasuk 10 model proyek yang diunggulkan). Ternyata, untuk mengawal proyekproyek tersebut supaya layak dikerjasamakan membutuhkan kerja super keras pemerintah. Banyak hal yang harus diperbaiki atau dibentuk. Secara garis besar, terdapat tiga hal yang harus segera diselesaikan pemerintah. Kesatu, membentuk kelembagaan baru yang mendukung pelaksanaan PPP; kedua, melakukan harmonisasi, reformasi dan revisi terhadap berbagai aturan yang saling bertentangan dan yang menghambat masuknya investasi; dan ketiga, meningkatkan kualitas sumber daya manusia. 23

20 Untuk tugas pertama, pemerintah telah membentuk apa yang disebut dengan Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) yang diketuai oleh Menteri Koordinator Perekonomian pada Mei Komite ini mempunyai tugas: a. Merumuskan strategi dalam rangka koordinasi pelaksanaan percepatan penyediaan infrastruktur; b. Mengkoordinasikan dan memantau pelaksanaan kebijakan percepatan penyediaan infrastruktur oleh Menteri Terkait dan Pemerintah Daerah; c. Merumuskan kebijakan pelaksanaan kewajiban pelayanan umum (Public Service Obligation) dalam percepatan penyediaan infrastruktur; d. Menetapkan upaya pemecahan berbagai permasalahan yang terkait dengan percepatan penyediaan infrastruktur. Selain KKPPI, beberapa institusi pendukung dalam rangka PPP juga sedang dan telah dibentuk seperti : Departemen Keuangan telah membentuk Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal (Risk Management Unit) dan Badan Investasi Pemerintah. Departemen Perhubungan, Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral masing-masing telah membentuk Simpul PPP (PPP Node). Pemerintah juga membentuk Pusat Pengembangan PPP (PPP Center). Selanjutnya, pemerintah melakukan harmonisasi, reformasi dan revisi terhadap berbagai aturan yang tidak market friendly, baik itu berbentuk Undang-Undang maupun Perda, termasuk aturan pelaksanaannya. Beberapa contoh kongkritnya adalah: Terbitnya Perpres Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (sebagai revisi atas Keppres Nomor 7 Tahun 1998) ; 24

21 Terbitnya Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum Keluarnya Permenkeu Nomor 38 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan Pengelolaan Risiko atas Penyediaan Infrastruktur. Perkembangan pembangunan jalan tol yang cukup lambat diakibatkan dari kurangnya kerangka peraturan dan makro ekonomi serta kondisi politis yang membuat pihak swasta tidak berminat untuk melakukan investasi. Sampai dengan tahun 1978, pemerintah Indonesia telah membangun jalan tol sepanjang 59 km, yang dalam pengoperasiannya dilakukan oleh perusahaan milik pemerintah. Kemudian, sampai dengan saat ini, telah beroperasi jalan tol sepanjang 650 km, dimana 22,8% (148,30 km) mendapatkan investasi dan dikelola oleh 6 perusahaan swasta nasional, sedangkan sisanya, yaitu 501,70 km (67,2 %) mendapatkan investasi dan dikelola oleh perusahaan milik pemerintah, meliputi pembangunan jalan tol dan pengoperasian dengan masa konsesi bervariasi, dari 20 sampai 30 tahun (Indonesian Status Paper, Bangkok, 2006). Indonesia memperkenalkan perusahaan swasta nasional untuk melakukan investasi dan pengoperasian jalan tol di Indonesai dimulai pada tahun Pemerintah Indonesia mempergunakan Public Private Partnership (PPP) Scheme untuk mendapatkan alternatif pembiayaan pembangunan jalan tol. Program pengembangan jalan tol saat ini merencanakan pembangunan jalan tol baru sepanjang 1,978 km. Partisipasi dalam program jalan tol ini dapat berupa pinjaman lunak kepada pemerintah, manajemen operasi dan pemeliharaan, kerjasama strategis dengan pembiayaan hutang kepada investor yang ada dengan komersialisasi jalan tol atau masuk sebagai investor baru dengan mengikuti standar prosedur pengadaan yang ada. Berikut adalah beberapa jalan tol di Indonesia: 25

22 Tabel II.4 Daftar Beberapa Jalan Tol di Indonesia dan Sumber Pendanaannya No. Ruas Jalan Tol Sumber Dana/PPP Operator 1. Jakarta - Bogor Ciawi Pemerintah PT Jasa Marga 2. Jakarta Cikampek Pemerintah PT Jasa Marga 3. Tol Dalam Kota Jakarta Pemerintah/PT Jasa Marga PT Jasa Marga 5. Harbour Road swasta (BOT) PT. Citra Marga Nusaphala Persada 6. Jakarta Tangerang Pemerintah PT Jasa Marga 7. Tangerang Merak Swasta (BOT) PT Mandala Sakti 9. Serpong - Pd Aren Swasta (BOT) PT. Bintaro Serpong Damai 10. Padalarang Cileunyi Pemerintah PT Jasa Marga 11. Cikampek Padalarang Pemerintah PT Jasa Marga 12 Gresik Wonokromo Pemerintah PT Jasa Marga 13 Belawan - Medan - Tg Morawa Pemerintah PT Jasa Marga 14 Semarang Dalam Kota Pemerintah PT Jasa Marga Sumber. Toll Road Investment Opportunities in Indonesia, BPJT, 2008 (olahan). II.8 Peraturan Terkait Pelaksanaan PPPs II.8.1 Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, pemerintah memandang perlu untuk mengambil langkah-langkah komprehensif guna menciptakan iklim investasi untuk mendorong keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomer 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Pasal 3 Perpres 67 /2005 disebutkan: Mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima, namun juga dalam hal-hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna. 26

23 Pasal 4 Perpres 67 /2005 menyebutkan: (1). Jenis Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha mencakup : a. infrastruktur transportasi, meliputi pelabuhan laut, sungai atau danau, bandar udara, jaringan rel dan stasiun kereta api; b. infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol; c. infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku; d. infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum; e. infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi pengangkut dan tempat pembuangan; f. infrastruktur telekomunikasi, meliputi jaringan telekomunikasi; g. infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, transmisi atau distribusi tenaga listrik; dan h. infrastruktur minyak dan gas bumi meliputi pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, transmisi, atau distribusi minyak dan gas bumi. (2). Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikerjasamakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di sektor bersangkutan. Berdasarkan pasal 6 Perpres 67 /2005, maka kerjasama penyediaan infrastruktur antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha dilakukan dengan prinsip adil, terbuka, transparan, bersaing (berarti pemilihan Badan Usaha melalui proses pelelangan), saling menguntungkan, saling membutuhkan dan saling mendukung. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 tentang ketetapan PPP dari infrastruktur menyediakan guidelines pemerintah dalam manajemen risiko dan dukungan pemerintah seperti pembebasan pajak, subsidi dll. 27

24 II.8.2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2008 Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2008 menjelaskan tentang Investasi Pemerintah. Pada BAB 1 yang berisi mengenai Ketentuan Umum pada: Pasal 1 point 5, menyebutkan bahwa Pemberian Pinjaman adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha, Badan Layanan Umum (BLU), Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan hak memperoleh pengembalian berupa pokok pinjaman, bunga, dan/atau biaya lainnya. Pasal 4 point a, kerjasama investasi antara Badan Investasi Pemerintah dengan Badan Usaha dan/atau BLU dengan pola kerjasama pemerintah dan swasta (Public Private Partnership) II.8.3 Peraturan Menteri Keuangan No. 38 Tahun 2006 Peraturan Menteri Keuangan No. 38 Tahun 2006 ini menjelaskan mengenai Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan Pengelolaan Risiko Atas Penyediaan Infrastruktur. Dalam peraturan ini pada: Pasal 1, menyebutkan bahwa: Dukungan Pemerintah adalah kompensasi finansial dan/atau kompensasi dalam bentuk lain yang diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha melalui skema pembagian risiko dalam rangka pelaksanaan proyek kerjasama penyediaan infrastruktur; Risiko Permintaan (Demand Risk) adalah risiko yang ditimbulkan akibat lebih rendahnya permintaan atas barang/jasa yang dihasilkan oleh proyek kerjasama dibandingkan dengan yang diperjanjikan. Pasal 4, menjelaskan mengenai ruang lingkup pengendalian dan pengelolaan risiko atas penyediaan infrastruktur meliputi kegiatan dan tanggung jawab atas: a. perencanaan, penilaian kelayakan proyek secara teknis dan finansial, dilakukan oleh departemen teknis/lembaga; 28

25 b. evaluasi kelayakan dan prioritas proyek sesuai prioritas pembangunan nasional dilakukan oleh KKPPI; c. evaluasi risiko keuangan dan fiskal, monitoring dan pelaporan pemenuhan kewajiban Pemerintah sehubungan dengan pemberikan dukungan Pemerintah dilakukan oleh Departemen Keuangan c.q Unit Pengelola Risiko. Pasal 6, menjelaskan mengenai jenis risiko dan bentuk dukungan Pemerintah, yaitu: (1) jenis risiko yang perlu diatur skema pembagian risikonya antara Pemerintah dan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur adalah: a. Risiko Politik; b. Risiko Kinerja Proyek; dan c. Risiko Permintaan. (2) Dalam skema pembagian risiko untuk risiko politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat diperjanjikan untuk pemberian kompensasi kepada pemilik aset/badan Usaha. (3) Dalam skema pembagian risiko untuk Risiko Kinerja Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat diperjanjikan untuk: a. risiko lokasi, dalam hal terjadi: 1) Keterlambatan pengadaan tanah, dapat diberikan perpanjangan masa konsesi dan/atau memberikan kompensasi dalam bentu lain yang disetujui oleh Menteri Keuangan sepanjang keterlambatan tersebut disebabkan oleh pihak Pemerintah. 2) Kenaikan harga tanah, dapat diberikan perpanjangan masa konsesi kepada Badan Usaha, menanggung kelebihan harga tanah dengan presentasi yang disepakati dengan Badan Usaha dan/atau memberikan kompensasi dalam bentuk lain yang disetujui oleh Menteri Keuangan. 29

26 b. Risiko operasional, dalam hal terjadi: 1) Keterlambatan dalam penetapan pengoperasian, keterlambatan dalam penyesuaian tarif, pembatalan penyesuaian tarif, atau penetapan tarif awal yang lebih rendah dari pada yang diperjanjikan, dapat diberikan perpanjangan masa konsesi pada Badan Usaha dan/atau memberikan kompensasi dalam bentuk lain yang disetujui Menteri Keuangan. 2) Perubahan spesifikasi output di luar yang telah disepakati, yang dilakukan oleh Menteri/Kepala Lembaga, yang menyebabkan kerugian finansial pada Badan Usaha, dapat diberikan kompensasi dengan memperhitungkan ulang biaya produksi. (4) Dalam skema pembagian risiko untuk risiko permintaan, dapat diperjanjikan dalam hal: a. Realisasi penerimaan lebih rendah daripada jumlah penerimaan minimum yang dijamin oleh Pemerintah yang disebabkan jumlah permintaan atas barang/jasa yang dihasilkan oleh proyek kerjasama lebih rendah dari jumlah permintaan yang diperjanjikan, dapat diberikan kompensasi finansial dan/atau kompensasi dalam bentuk lain yang disetujui oleh Menteri Keuangan; dan b. Realisasi penerimaan lebih tinggi daripada jumlah penerimaan minimum yang dijamin oleh Pemerintah yang disebabkan jumlah permintaan atas barang/jasa yang dihasilkan oleh proyek kerjasama lebih tinggi dari jumlah permintaan yang diperjanjikan, pemerintah mendapatkan manfaat finansial atas kelebihan penerimaan tersebut. II.8.4 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 12 Tahun 2008 Permen PU no. 12 Tahun 2008 ini menjelaskan mengenai Tata Cara Pelaksanaan Dukungan Pemerintah Terhadap Pengadaan Tanah. Pada pasal 4 point (2) menjelaskan bahwa: 30

27 Dukungan diberikan dalam bentuk pendanaan oleh Pemerintah terhadap biaya pengadaan tanah yang melebihi batas biaya pengadaan tanah yang menjadi tanggungan Badan Usaha. Point (3), menjelaskan bahwa: Batas biaya pengadaan tanah yang menjadi tanggungan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah nilai paling besar dari ketentuan sebagai berikut: a. 110% (seratus sepuluh perseratus) dari Biaya Pengadaan Tanah Dalam PPJT, atau b. 100% (seratus per seratus) dari Biaya Pengadaan Tanah dalam PPJT ditambah dengan 2% (dua perseratus) dari Biaya Investasi Dalam PPJT Dalam hal ini, yang dimaksud dengan PPJT adalah Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol. II.9 Gambaran Umum Wilayah Study (Tol Solo Kertosono) Perkembangan socioeconomic yang sangat cepat di bagian selatan dan timur dari Pulau Jawa telah meningkatkan permintaan akan fasilitas transportasi yang jauh lebih baik, termasuk didalamnya infrastruktur jalan. Permintaan ini bervariasi, berkaitan dengan kapasitas regional, karakteristik dan potensi dari daerah tersebut. Jalan tol Solo Kertosono (termasuk didalam Trans Java Toll Road), berlokasi di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur yang menghubungkan Jawa Timur dan Jawa Tengah menuju ke Jakarta. Ruas jalan tol ini memiliki panjang total km. Proyek jalan tol di Indonesia sebelumnya telah dilaksanakan dengan menggunakan dana dari Pemerintah, pinjaman luar negeri, dana dari Jasa Marga, dan skema BOT. Proyek jalan tol yang layak secara ekonomi tetapi tidak layak secara finansial, tidak dapat dilaksanakan dengan menggunakan skema BOT dan membutuhkan subsidi dari Pemerintah melalui PPPs. Dengan menggunakan PPPs pada studi jalan tol mempunyai beberapa tujuan dan diharapkan akan memberikan beberapa keuntungan, termasuk: 31

28 untuk menyediakan pilot project untuk PPPs yang akan membuka pasar untuk partisipasi swasta dalam mendanai proyek infrastruktur pemerintah secara umum. Untuk mengembangkan dan menyediakan kesempatan bisnis bagi swasta, agar swasta dapat memiliki peran di masa yang akan datang. Untuk mengurangi hambatan pemerintah dalam membiayai proyek infrastruktur. Menyediakan kesempatan kepada swasta agar dapat menggunakan pengalaman, efisiensi, fleksibilitas dan kemajuan teknologi dalam menerapkan dan mengoperasikan proyek pemerintah. Untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pengguna jalan dengan biaya yang lebih rendah. Tujuan utama dari pembangunan jalan tol Solo Kertosono ini adalah: Untuk meningkatkan aksesibilitas dan kapasitas jaringan jalan dalam pergerakan orang dan angkutan barang sepanjang koridor tersebut. Untuk meningkatkan perkembangan socio economic nasional dan regional dalam area corridor-impact dan kota sepanjang jalan di bagian timur pulau jawa. Meningkatkan produktivitas dengan penekanan pada biaya distribusi serta memberikan akses yang lebih baik untuk pasar regional dan internasional. Menyediakan jaringan transportasi jalan yang efisien di Pulau Jawa dalam mendukung pertumbuhan sosial ekonomi yang cepat. 32

29 Lokasi jalan tol Solo Kertosono dapat dilihat pada Gambar II.2 Sumber. Interim Report The Study On PPP Scheme for Trans Java Toll Road Gambar. 2-2 Peta lokasi jalan tol Solo Kertosono Proyek ini telah dideklarasikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan telah dinyatakan dalam: - Rencana strategis Departemen Pekerjaan Umum, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 369/KPTS/M/2005 pada Rencana Induk Jaringan Jalan Nasional. - Pemerintah Indonesia telah meluncurkan Program Percepatan Pembangunan Jalan Tol pada Indonesia Infrastruktur Summit I, Januari Tol Solo-Ngawi-Kertosono, terbagi dua ruas yakni Solo-Ngawi (90,10 km) dan Ngawi-Kertosono (87,02 km), memiliki 8 interchanges (7 segmen untuk bagian Solo Kertosono). Road carriageway terbagi menjadi2 lajur 2 arah dengan Right of Way (ROW) m. Tugas yang harus diselesaikan dalam proyek ini meliput: Detailed Engineering Design Land Acquisition (pembebasan lahan) Construction (pembangunan) 33

30 - - Operation (pengoperasian jalan tol) Maintenance (pemeliharaan) II.9.1 Lalulintas Survei lalulintas dilakukan pada koridor utama transportasi di wilayah yang dilalui jalan tol yang akan distudi. Dalam konteks tersebut, informasi tentang kebutuhan dan karakteristik lalulintas eksisting didapat melalui pengumpulan data di lapangan yang meliputi 3 (tiga) jenis survey, yaitu: Survey perhitungan lalulintas (traffic count survey). Survey lalulintas di persimpangan (intersection traffic counting). Survei kecepatan perjalanan (travel speed survey). Hasil survey perhitungan volume lalulintas (traffic count) untuk ruas jalan tol Solo Kertosono perhari untuk 2 arah dapat dilihat pada Tabel II.5 Tabel II.5 Volume Lalulintas Ruas Jalan Panjang (km) Volume LL (kend/hari) Solo Ngawi 90, Ngawi Kertosono 87, Sumber. Studi Kelayakan dan Pra Desain Tender Investasi Jalan Tol Solo Kertosono Ditjen Bina Marga Dept. Pekerjaan Umum, PT. Cipta Strada 2006 (olahan). II.9.2 Penentuan Tarif Awal Penentuan tarif awal dilakukan berdasarkan tiga sudut pandang berikut: a. Willingness-to-pay (WTP) Pendekatan teori yang mendasari konsep WTP adalah sejumlah uang atau kompensasi yang siap dibayar/diterima oleh konsumen untuk memperoleh peningkatan/penurunan konsumsi suatu produk (barang/jasa) yang diinginkan. Pendekatan ini dinilai lebih tepat mencerminkan keinginan pengguna jalan tol sehingga permasalahn yang timbul berkaintan dengan penetapan tarif awal dapat dihindari. Dalam studi kelayakan tol Solo - Kertosono yang dilakukan 34

UPAYA UNTUK MENEROBOS HAMBATAN INVESTASI JALAN TOL

UPAYA UNTUK MENEROBOS HAMBATAN INVESTASI JALAN TOL UPAYA UNTUK MENEROBOS HAMBATAN INVESTASI JALAN TOL Oleh FRANS S. SUNITO DIREKTUR UTAMA PT JASA MARGA (PERSERO) KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-8, HOTEL MERCURE,JAKARTA, 4-5 SEPTEMBER 2007 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing global, dan memperbaiki iklim investasi secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. saing global, dan memperbaiki iklim investasi secara keseluruhan. BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Infrastruktur berperan penting, tidak hanya sebagai penunjang ekonomi, tetapi juga merupakan bagian dari penyediaan pelayanan dasar yang diperlukan dalam rangka mencapai standar

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DATA

BAB IV PENYAJIAN DATA BAB IV PENYAJIAN DATA PPPs dianggap sebagai bentuk skema pembiayaan yang menguntungkan bagi maupun swasta. Dengan membagi tanggungjawab kepada pihak yang mampu melaksanakannya, maka operasional dan pelayanan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA. Dalam penelitian ini, tahapan analisis yang dilakukan adalah:

BAB V ANALISIS DATA. Dalam penelitian ini, tahapan analisis yang dilakukan adalah: BAB V ANALISIS DATA V.1. Pendahuluan Berdasarkan data yang diperoleh dari data sekunder (data dari feasibility study jalan tol Solo Kertosono) dan data primer yang berupa pendapat dari responden, kemudian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA/ PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA/ PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA/ PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR A. Latar Belakang Dalam Infrastructure Asia Exhibition pada 14-17 April 2010, Pemerintah memperkenalkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bagan Alir Penelitian

BAB III METODOLOGI. Bagan Alir Penelitian BAB III METODOLOGI III.1 Bagan Alir Penelitian Pelaksanaan penelitian ini didasarkan pada diagram alir seperti yang terlihat pada Gambar III.1. Penelitian ini mengkaji pelaksanaan PPPs di Indonesia, yaitu

Lebih terperinci

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah DIREKTORAT PENGEMBANGAN KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA, DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah Jakarta, 26 November 2007 Outline

Lebih terperinci

INOVASI BIROKRASI DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

INOVASI BIROKRASI DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR INOVASI BIROKRASI DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Ir. M. Saiful Imam, MM. Mantan Direktur Utama PT Adhi Karya Tbk email: m.saiful.imam@gmail.com; saiful@adhi.co.id ABSTRAK Pada makalah ini akan

Lebih terperinci

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u No.62, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Kerja Sama. Infrastruktur. Badan Usaha. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.662, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Panduan Umum. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.891, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Proyek Infrastruktur. Rencana. Penyusunan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

National Summit 2009

National Summit 2009 National Summit 2009 KOMISI : PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 29 30 Oktober 2009 Percepatan Pembangunan Infrastruktur 2009 2014 Komisi Infrastruktur KADIN INDONESIA 1 KERANGKA PEMIKIRAN Peraturan PERUNDANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan Sehubungan dengan rencana investasi beberapa ruas Jalan Tol di Indonesia dan adanya kebijakan baru Pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang No. 38 tahun 2004

Lebih terperinci

Pembiayaan Komersial sebagai Upaya Mempercepat Penyelenggaraan Infrastruktur Berkelanjutan

Pembiayaan Komersial sebagai Upaya Mempercepat Penyelenggaraan Infrastruktur Berkelanjutan Pembiayaan Komersial sebagai Upaya Mempercepat Penyelenggaraan Infrastruktur Berkelanjutan Oleh: Zulkifli Zaini, B.Sc., M.B.A Presiden Direktur PT Bank Mandiri Tbk Overview Sektor Infrastruktur Pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA DALAM RANGKA PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN P EMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA DALAM RANGKA PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

CANN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

CANN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 3 2010 SERI. E CANN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.06/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.06/2014 TENTANG of 33 06/11/2014 11:19 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN

Lebih terperinci

National Summit 2009 KOMISI : PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Oktober Percepatan Pembangunan Infrastruktur

National Summit 2009 KOMISI : PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Oktober Percepatan Pembangunan Infrastruktur National Summit 2009 KOMISI : PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 29 30 Oktober 2009 Percepatan Pembangunan Infrastruktur 2009-2014 Komisi Infrastruktur KADIN INDONESIA Kerangka Pemikiran Peraturan PERUNDANGAN KONDISI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Percepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build

BAB I PENDAHULUAN. puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka melaksanakan pembangunan di Indonesia, maka beberapa puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build Operate and Transfer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan BAB I - PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan berkelanjutan.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa kondisi infrastruktur

Lebih terperinci

TKS 7338 EKONOMI TRANSPORTASI Dr. GITO SUGIYANTO, S.T., M.T.

TKS 7338 EKONOMI TRANSPORTASI Dr. GITO SUGIYANTO, S.T., M.T. TKS 7338 EKONOMI TRANSPORTASI Dr. GITO SUGIYANTO, S.T., M.T. Investment is not just about cold cash, BUT ALSO about imagination and innovation. Imagination to make better use of what we have already. Innovation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor minyak dan gas bumi. Pengusahaan kekayaan alam ini secara konstitusional

BAB I PENDAHULUAN. sektor minyak dan gas bumi. Pengusahaan kekayaan alam ini secara konstitusional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki sumber pendapatan dari sektor minyak dan gas bumi. Pengusahaan kekayaan alam ini secara konstitusional didasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2017 2 BUPATI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 KELAYAKAN PROYEK BERDASARKAN KAJIAN BADAN REGULATOR PELAYANAN AIR MINUM 4.1.1 Asumsi Proyeksi Keuangan Proyeksi Keuangan Rencana Jangka Panjang PAM JAYA tahun 2009-2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia terbukti telah bangkit kembali sejak krisis keuangan global pada tahun 1990an. Pada tahun 2009, sebagai contoh, Indonesia telah mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur DJPPR Kebutuhan Pembangunan

Lebih terperinci

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada arahan mengenai hal-hal

Lebih terperinci

FAQ. bahasa indonesia

FAQ. bahasa indonesia FAQ bahasa indonesia Q: Apa itu PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) A: PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), atau PT PII, adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk dan berada

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

ANALISA PENENTUAN MASA KONSESI DENGAN MODEL SIMULASI PADA PROYEK PPP JALAN TOL KERTOSONO- MOJOKERTO

ANALISA PENENTUAN MASA KONSESI DENGAN MODEL SIMULASI PADA PROYEK PPP JALAN TOL KERTOSONO- MOJOKERTO ANALISA PENENTUAN MASA KONSESI DENGAN MODEL SIMULASI PADA PROYEK PPP JALAN TOL KERTOSONO- MOJOKERTO Rizki Hari Wahyunarso 1), Tri Joko Wahyu Adi 2), dan Farida Rachmawati 3) 1) Jurusan Teknik Sipil, Institut

Lebih terperinci

KAJIAN PELAKSANAAN PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) PADA SEKTOR JALAN TOL DI INDONESIA TESIS SYAFAATUN NAIMAH NIM :

KAJIAN PELAKSANAAN PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) PADA SEKTOR JALAN TOL DI INDONESIA TESIS SYAFAATUN NAIMAH NIM : KAJIAN PELAKSANAAN PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) PADA SEKTOR JALAN TOL DI INDONESIA (Studi Kasus : Jalan Tol Solo - Kertosono) TESIS Oleh SYAFAATUN NAIMAH NIM : 25007023 Program Studi Rekayasa Transportasi

Lebih terperinci

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -100- BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 6.1. Arah Kebijakan Pendanaan Pembangunan Daerah Arah kebijakan pembangunan daerah diarahkan dengan memanfaatkan kemampuan keuangan daerah secara efektif, efesien,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur Transportasi baik transportasi darat, laut maupun udara merupakan sarana yang sangat berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan wilayah

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN INVESTASI MELALUI PUSAT INVESTASI PEMERINTAH SEBAGAI UPAYA PERCEPATAN PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN

PEMBIAYAAN INVESTASI MELALUI PUSAT INVESTASI PEMERINTAH SEBAGAI UPAYA PERCEPATAN PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN PEMBIAYAAN INVESTASI MELALUI PUSAT INVESTASI PEMERINTAH SEBAGAI UPAYA PERCEPATAN PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN Oleh: Soritaon Siregar, M. Soc. Sci. Kepala Pusat Investasi Pemerintah, Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil dengan pertumbuhan rata-rata Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5.8%. Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU)

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU) KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO Dipersiapkan untuk Market Sounding Proyek KPBU: Pengembangan Rumah Sakit Kanker Dharmais sebagai Pusat Kanker Nasional dan

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang

Lebih terperinci

SALINAN NO : 14 / LD/2009

SALINAN NO : 14 / LD/2009 SALINAN NO : 14 / LD/2009 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2008 SERI : D.8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Budget Budget adalah ungkapan kuantitatif dari rencana yang ditujukan oleh manajemen selama periode tertentu dan membantu mengkoordinasikan apa yang dibutuhkan untuk diselesaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan teori-teori yang terkait yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan teori-teori yang terkait yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan teori-teori yang terkait yang digunakan dalam analisa dan pembahasan penelitian ini satu persatu secara singkat dan kerangka berfikir

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada arahan mengenai

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1998 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA SWASTA DALAM PEMBANGUNAN DAN ATAU PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN JALAN TOL GEMPOL-PANDAAN

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN JALAN TOL GEMPOL-PANDAAN ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN JALAN TOL GEMPOL-PANDAAN Djoko Susilo 1 dan Christiono Utomo Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Email: 1) djokoyysusilo@yahoo.com

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keterbatasan dari daya saing produksi (supply side), serta

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keterbatasan dari daya saing produksi (supply side), serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil survei Bank Dunia pada tahun 2012 menunjukkan, masalah terbesar kedua di Indonesia yang menghambat kegiatan bisnis dan investasi adalah infrastruktur yang tidak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan bisnis transportasi yang kian meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan bisnis transportasi yang kian meningkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam menghadapi persaingan bisnis transportasi yang kian meningkat sejalan dengan meningkatnya trend tuntutan pasar terhadap mobilitas perpindahan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri minyak dan gas bumi merupakan salah satu sektor penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Industri minyak dan gas bumi merupakan salah satu sektor penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan nasional guna memenuhi kebutuhan energi dan bahan baku industri, menggerakkan roda

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMER 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAN INFRASTRUKTUR DENGAN

Lebih terperinci

CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH

CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 22 TAHUN 2009 TANGGAL : 22 Mei 2009 CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH Bentuk /model kerja sama daerah dapat dilaksanakan sebagai berikut : A. Bentuk/Model

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 38/PMK.Ol/2006 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 38/PMK.Ol/2006 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 38/PMK.Ol/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN RESIKO ATAS PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2017, No sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan perundangundangan yang ada sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai

2017, No sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan perundangundangan yang ada sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.299, 2017 KEMENPU-PR. Pengusahaan Jalan Tol. Pangadaan Badan Usaha. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seberapa besar keinginan masyarakat Indonesia untuk terbang? Kutipan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seberapa besar keinginan masyarakat Indonesia untuk terbang? Kutipan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seberapa besar keinginan masyarakat Indonesia untuk terbang? Kutipan berikut adalah sebuah pertanyaan yang tampak sederhana terhadap kondisi masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RAPERDA PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG

RAPERDA PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN I. UMUM Perusahaan Pembiayaan telah terbukti berperan penting dalam pendistribusian

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/PRT/M/2016 TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN OLEH PEMERINTAH PUSAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jalan tol dengan asumsi biaya sekitar Rp miliar per km. Sedangkan lapangan kerja yang tercipta sekitar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jalan tol dengan asumsi biaya sekitar Rp miliar per km. Sedangkan lapangan kerja yang tercipta sekitar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyediaan infrastruktur jalan menjadi hal yang mutlak dilakukan untuk membuka akses transportasi guna menggairahkan aktivitas perekonomian dan sebagai sarana pemerataan

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR NOMOR : PER-03 /M.EKON/06/2006

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PERCEP ATAU PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR NOMOR :PER-04/M.EKON/06/2006

Lebih terperinci

IKATAN AKUNTAN INDONESIA

IKATAN AKUNTAN INDONESIA 0 PENDAHULUAN Latar Belakang 0 Jalan tol memiliki peran strategis baik untuk mewujudkan pemerataan pembangunan maupun untuk pengembangan wilayah. Pada wilayah yang tingkat perekonomiannya telah maju, mobilitas

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR TAHUN 2017 TENTANG BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO

KEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO 1. Risiko Keuangan Dalam menjalankan usahanya Perseroan menghadapi risiko yang dapat mempengaruhi hasil usaha Perseroan apabila tidak di antisipasi dan dipersiapkan penanganannya dengan baik. Kebijakan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

, No.2063 melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan Menteri Keuangan menyediakan Dukunga

, No.2063 melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan Menteri Keuangan menyediakan Dukunga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penyiapan. Pelaksanaan. Transaksi. Fasilitas. Penyediaan Infrastruktur. Proyek Kerjasama. Pemerintah dan Bahan Usaha. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENGAMANAN FISKAL MELALUI POLA PEMBAGIAN RISIKO ANTARA PEMERINTAH DAN SWASTA

PENGAMANAN FISKAL MELALUI POLA PEMBAGIAN RISIKO ANTARA PEMERINTAH DAN SWASTA PENGAMANAN FISKAL MELALUI POLA PEMBAGIAN RISIKO ANTARA PEMERINTAH DAN SWASTA Oleh: Prof. Bambang P.S. Brodjonegoro, Ph.D Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Pendahuluan Investasi di bidang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 01/PRT/M/2007 T E N T A N G PETUNJUK TEKNIS PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PEMBERDAYAAN DI BIDANG JALAN TOL

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 01/PRT/M/2007 T E N T A N G PETUNJUK TEKNIS PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PEMBERDAYAAN DI BIDANG JALAN TOL PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 01/PRT/M/2007 T E N T A N G PETUNJUK TEKNIS PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PEMBERDAYAAN DI BIDANG JALAN TOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Infrastruktur. Perusahaan. Pembiayaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Infrastruktur. Perusahaan. Pembiayaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Infrastruktur. Perusahaan. Pembiayaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100/PMK.010/2009 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PH 193 Tahun 2015 TENTANG KONSESI DAN BENTUK KERJASAMA LAINNYA ANTARA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA BANDAR

Lebih terperinci

Memperbesar Pintu Masuk Partisipasi Swasta Dalam Penyedian Infrastruktur Sosial

Memperbesar Pintu Masuk Partisipasi Swasta Dalam Penyedian Infrastruktur Sosial Memperbesar Pintu Masuk Partisipasi Swasta Dalam Penyedian Infrastruktur Sosial Jakarta 31 Desember 2015 Pada bulan Maret 2015, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 ( Perpres

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2016 EKONOMI. Penyediaan Infrastruktur. Prioritas. Percepatan. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 20

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 20 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 20 PERATURAN DAERAH BANJARNEGARA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL KELAYAKAN FINANSIAL INVESTASI JALAN REL

KAJIAN AWAL KELAYAKAN FINANSIAL INVESTASI JALAN REL KAJIAN AWAL KELAYAKAN FINANSIAL INVESTASI JALAN REL Herman Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Nasional Jln. PHH Mustapa No. 23 Bandung, 40124 Tlp. 022-7272215

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Ind

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Ind BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 KEMENKEU. Ketersediaan Layanan KPBU. Pembayaran. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 260/PMK.08/2016 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN KETERSEDIAAN

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor ketenagalistrikan menjadi bagian yang menyatu dan tak terpisahkan dari pertumbuhan ekonomi suatu negara, juga merupakan komponen yang sangat penting bagi pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

Analisis Finansial Proyek Jalan Tol Balikpapan-Samarinda

Analisis Finansial Proyek Jalan Tol Balikpapan-Samarinda Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Analisis Finansial Proyek Jalan Tol Balikpapan-Samarinda INDRA SATYA RUSWANDI 1, DWI PRASETYANTO

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Proyek. Muhammad Taqiyyuddin Alawiy, ST., MT Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang

Analisis Kelayakan Proyek. Muhammad Taqiyyuddin Alawiy, ST., MT Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang Analisis Kelayakan Proyek Muhammad Taqiyyuddin Alawiy, ST., MT Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang Kebijakan Publik Perlukah membangun rumah sakit baru? Membangun bandara atau menambah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci