BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Syarat Penentuan Rute Truk Pengangkut Sampah Syarat Penentuan Rute Truk Pengangkut Sampah di Kota Bandung

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Syarat Penentuan Rute Truk Pengangkut Sampah Syarat Penentuan Rute Truk Pengangkut Sampah di Kota Bandung"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Syarat Penentuan Rute Truk Pengangkut Sampah Pada bagian ini akan dibahas mengenai syarat-syarat penentuan rute truk pengangkut sampah yang dipakai oleh PD. Kebersihan Kota Bandung. Yang dimaksud syarat adalah pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar dalam penentuan rute truk pengangkut sampah. Kemudian akan dilihat hal apa saja yang terabaikan, seharusnya menjadi salah satu pertimbangan namun tidak ada, dalam syarat penentuan rute truk sampah di Kota Bandung. Selanjutnya akan tercipta berupa daftar syarat-syarat yang lebih ideal bagi penetuan rute truk sampah di Kota Bandung, sehingga bisa mengurangi terjadinya penumpukan sampah di TPS-TPS yang ada Syarat Penentuan Rute Truk Pengangkut Sampah di Kota Bandung Sebenarnya PD. Kebersihan Kota Bandung tidak mempunyai daftar tertulis mengenai syarat-syarat penentuan rute truk pengangkut sampah. Namun para kepala bagian di masing-masing wilayah operasional tetap memiliki beberapa pertimbangan mengenai penentuan rute truk pengangkut sampah. Beberapa hal yang dijadikan pertimbangan PD. Kebersihan Kota Bandung dalam menentukan jadwal dan rute truk pengangkut sampah adalah : a Lokasi TPS Lokasi TPS merupakan hal terpenting dalam menentukan rute truk pengangkut sampah. TPS menjadi titik awal perjalanan truk pengangkut sampah setelah keluar dari pool masing-masing. Oleh sebab itu tidak sembarangan tempat bisa dijadikan lokasi TPS. Pemerintah setempat, yang mengatur pengumpulan sampah di daerahnya, dalam hal ini RW atau lurah, harus meminta ijin terlebih dahulu kepada PD. Kebersihan apabila ingin membuka atau menutup TPS di daerah mereka. Lokasi TPS diusahakan berada pada tempat yang mudah dijangkau oleh truk pengangkut sampah, minimal ukuran jalan dimana TPS tersebut berada bisa dimasuki oleh truk pengangkut sampah. 35

2 b Lokasi TPA TPA adalah tujuan dari para truk pengangkut sampah setelah mereka mengambil sampah yang telah terkumpul di TPS. Letak TPA menjadi salah satu faktor pertimbangan dalam penentuan rute truk pengangkut sampah. Rute yang tepat akan memaksimalkan jumlah ritasi (pergerakan TPS-TPA) truk pengangkut sampah dan meminimalkan waktu operasionalnya. Letak TPA Sarimukti, yang sekarang digunakan oleh Kota Bandung, dalam hitungan jarak terbilang cukup jauh. Jumlah ritasi maksimal yang bisa dilakukan dalam jam kerja adalah 2 kali, sedangkan ada beberapa TPS yang memerlukan sampai 4 kali bolak-balik agar sampahnya tidak menumpuk. Sebagai solusinya maka para sopir truk pengangkut sampah harus bekerja lembur, mencapai 20 hingga 24 jam sehari. c Meminimalkan pergerakan dalam kota PD. Kebersihan Kota Bandung mengusahakan untuk mengurangi pergerakan truk pengangkut sampah di jalan-jalan dalam Kota Bandung. Agar maksud ini dapat terwujud, maka para sopir truk pengangkut sampah harus mencari gerbang tol terdekat dari TPS dimana mereka mengambil sampah. Di Kota Bandung terdapat 5 gerbang tol, antara lain Gerbang tol Pasteur, Gerbang tol Pasir Koja, Gerbang tol Kopo, Gerbang tol Mohammad Toha, dan terakhir adalah Gerbang tol Buah Batu. Para sopir truk pengangkut sampah diminta menggunakan pertimbangannya sendiri dalam menentukan gerbang tol terdekat yang akan mereka lalui. Untuk lebih jelasnya mengenai pertimbangan sopir truk akan dijelaskan pada syarat terakhir. d Jalan Fokus pertimbangan yang dilakukan bukanlah mengenai jenis atau hirearki jalan, melainkan pada bisa tidaknya truk pengangkut sampah melalui jalan tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada syarat lokasi TPS, truk pengangkut sampah akan melalui semuanya jalan untuk mencapai TPS selama jalan tersebut bisa dilalui. Begitupula halnya dalam mencari jalan dari TPS menuju TPA, truk pengangkut sampah akan melalui berbagai jalan yang bisa dilaluinya untuk mencapai tujuan akhirnya. Mengenai hirearki jalan sudah tidak diperdulikan lagi, bahkan jalan protokol, seperti Jalan Asia-Afrika pun bisa dilewati oleh truk pengangkut sampah. 36

3 e Pertimbangan sopir truk pengangkut sampah Pertimbangan sopir menjadi salah satu hal terpenting setelah lokasi TPS dan TPA dalam penentuan rute truk pengangkut sampah di Kota Bandung saat ini. Dengan tidak adanya rute pasti yang ditetapkan oleh PD. Kebersihan Kota Bandung, maka kreativitas sopir dalam bergerak dari TPS ke TPA sangat dibutuhkan. Keputusan sopir untuk memilih jalan hanya berdasarkan perasaan mereka semata, tidak ada data-data atau analisis khusus yang dilakukan. Seharusnya kreativitas para sopir dipergunakan hanya pada saat tertentu saja, misalnya kemacetan akibat ada perayaan sehingga mereka harus memutar mencari jalan lain menuju TPA Syarat Penentuan Rute Truk Pengangkut Sampah Ideal Belum ada secara pasti syarat-syarat yang ditetapkan untuk menentukan rute truk pengangkut sampah yang ideal. Namun dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang dipakai oleh PD. Kebersihan Kota Bandung dan bahan dari literatur maka dapat dihasilkan suatu syarat penentuan rute truk pengangkut sampah yang mendekati ideal. Dengan menambah beberapa hal yang penting dan melakukan perubahan pada beberapa sisi, maka terciptalah syarat-syarat yang harus diperhatikan antara lain : a Lokasi TPS Masih seperti pertimbangan yang digunakan PD. Kebersihan Kota Bandung, lokasi TPS masih menjadi sesuatu yang penting dalam menentukan rute truk pengangkut sampah. TPS menjadi titik awal perjalanan truk pengangkut sampah setelah keluar dari pool masing-masing. b Lokasi TPA Seperti halnya TPS, lokasi TPA juga tetap harus dipertimbangkan, kedua syarat penting ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Dengan dibangunnya PLTS di Desa Mekarmulya, tentu akan merubah pergerakan para truk pengangkut sampah. Semula truk-truk ini menuju ke daerah Barat Kota bandung, dimana TPA Sarimukti berada, namun keberadaan PLTS di Desa Mekarmulya akan merubah tujuan truk pengangkut sampah menjadi ke daerah Timur-Selatan Kota Bandung. c Meminimalkan pergerakan dalam kota PD. Kebersihan Kota Bandung sudah berjanji kepada masyarakat bahwa truk pengangkut sampah akan bergerak seminimal mungkin di jalan-jalan dalam Kota 37

4 Bandung. Oleh karena alasan tersebut maka syarat ini tidak bisa dihilangkan begitu saja. Dengan mengurangi pergerakan truk pengangkut sampah di jalan-jalan dalam Kota Bandung, masyarakat yang berkegiatan di Kota Bandung memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan pertama, polusi udara akibat bau sampah dan asap sisa pembakaran dari truk pengangkut sampah dapat diminimalkan. Kedua, gangguan pemandangan dapat dikurangi juga, mengingat Kota Bandung terkenal sebagai salah satu kota wisata sehingga citra kota perlu diperhatikan dan dijaga. Ketiga, memperlambat kerusakan kondisi fisik jalan, terlalu sering dilalui kendaraan berat bisa merusak fisik jalan. d Jalan Karena semua jenis atau hirearki jalan bisa dilalui oleh truk pengangkut sampah maka dalam kasus penentuan rute truk pengangkut sampah di Kota Bandung ada beberapa hal lain yang sebaiknya dijadikan pertimbangan. Pertama, jalan yang berada tepat di depan Gedung Sate, merupakan landmark Kota Bandung, tidak dilalui oleh truk sampah atau jumlah truk yang melalui jalan tersebut diminimalkan. Kedua, Jalan Asia- Afrika, jalan protokol dan jalan di pusat Kota Bandung, diperlakukan sama dengan jalan yang berada tepat di depan Gedung Sate. Jalan Asia-Afrika sebaiknya tidak dilalui oleh truk pengangkut sampah atau jumlah truk yang melaluinya diusahakan seminimal mungkin. e Rute sependek mungkin dengan hambatan sekecil mungkin Rute terpendek merupakan faktor yang ditinjau dari segi waktu dan keekonomisan. Rute terpendek ini menyebabkan pengurangan dalam waktu tempuh dan biaya perjalanan, terutama waktu sebab di perkotaan waktu menjadi sesuatu yang sangat berharga dalam kehidupan. Walaupun pada kenyataannya, terkadang, rute terpendek belum tentu merupakan rute dengan waktu yang paling minimal oleh karena itu perlu adanya pertimbangan mengenai hambatan yang minimal. Jalan-jalan di perkotaan Indonesia, seperti di Kota Bandung, pada hari mulai terang mengalami penurunan tingkat pelayanan. Sistem SAUM yang kurang baik menyebabkan masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi, pada akhirnya kondisi jalan menjadi ramai dan padat yang mengakibatkan kemacetan lalu lintas. Penurunan tingkat pelayanan inilah yang harus diperhatikan dalam menentukan rute, sebab dapat meningkatkan kebutuhan terhadap waktu dan biaya perjalanan. Penurunan tingkat pelayanan 38

5 biasanya dilihat dari sisi perbandingan antara kapasitas dan volume jalan. Namun ada beberapa hal lain yang bisa menurunkan tingkat pelayanan juga, seperti kondisi fisik dari jalan tersebut, apakah banyak yang berlubang ataupun bergelombang. f Kendaraan angkut dengan kapasitas/daya angkut semaksimal mungkin Syarat ini berarti menekankan kepada suplai dari truk pengangkut sampah yang dimiliki oleh PD. Kebersihan Kota Bandung. Kapasitas truk pengangkut sampah yang mendatangi setiap TPS akan disesuaikan dengan volume sampah yang dihasilkan oleh TPS tersebut. Truk pengangkut sampah yang dimiliki PD. Kebersihan terbagi menjadi 2 jenis volume yaitu, ukuran 6 m 3 dan 10 m 3. Kapasitas yang semaksimal mungkin dimaksudkan agar truk pengangkut sampah bisa meminimalkan aktivitas bolak balik pada satu TPS saja, dengan kata lain diharapkan setiap TPS cukup didatangi truk pengangkut sampah seminimal mungkin dalam seminggu. Dengan begitu kembali bisa terjadi penghematan pada segi waktu dan biaya, namun semua itu juga sangat bergantung pada suplai yang dimiliki oleh PD. Kebersihan. Syarat ini sangat mempengaruhi jadwal pengambilan sampah. g Pemanfaatan waktu kerja semaksimal mungkin Untuk mendapatkan kota yang bersih maka dalam sehari sampah yang tersebar di setiap TPS diharapkan dapat diangkut ke TPA. Hal ini sudah dilakukan oleh Pemkot Bandung, para sopir truk pengangkut sampah bekerja melebihi batas waktu maksimal orang biasa bekerja yaitu, 8 jam sehari. Sopir-sopir itu bekerja hingga 12 jam sehari untuk satu shift, dan akan bekerja lebih lagi apabila harus mengambil sampah di TPS yang volumenya banyak atau TPS yang tidak ada pada jadwal pengambilan shift I. 4.2 Analisis Rute Truk Pengangkut Sampah Saat ini Dalam subbab ini akan dianalisis mengenai rute dan jadwal truk pengangkut sampah yang sedang berlangsung, pergerakan truk pengangkut sampah dari TPS ke TPA Sarimukti. Tujuh buah syarat penentuan rute truk pengangkut sampah yang ideal akan menjadi perhatian dalam menganalisis rute truk pengangkut sampah yang baru. Sementara faktor-faktor seperti jumlah dan kapasitas truk pengangkut sampah serta volume dan lokasi TPS akan menjadi perhatian dalam menganalisis jadwal. Shift I, waktu kerja utama, truk pengangkut sampah yang menuju TPA Sarimukti berada dalam rentang waktu pukul enam pagi sampai dengan pukul enam sore. Di 39

6 kawasan perkotaan besar seperti Kota Bandung, rentang waktu tersebut merupakan jam dimana masyarakat kota melakukan kegiatan sehari-harinya baik untuk bekerja, bersekolah, maupun lain sebagainya. Mobilitas tinggi masyarakat Kota Bandung didukung dengan kurang diminatinya SAUM menyebabkan jalan-jalan Kota Bandung menjadi ramai dan padat. Masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadinya masing-masing, kendaraan bermotor yang beroda dua maupun yang beroda empat. Kemacetan lalu lintas terjadi akibat tingginya perbandingan antara volume jalan dan kapasitas jalan. Kejadian itu akan menyebabkan jalan tidak lagi bisa melayani pemakainya pada tingkat yang baik. Di Kota Bandung hal itu bisa terjadi karena tingginya angka pemakaian kendaraan pribadi yang menyebabkan jalan menjadi ramai dan padat hingga pada akhirnya lalu lintas menjadi macet. Kemacetan yang terjadi memberikan dampak terhadap pergerakan truk pengangkut sampah adalah penurunan kecepatan pergerakan mereka menuju tempat pembuangan akhir, hingga pada akhirnya rata-rata ritasi yang bisa mereka hasilkan sangat kecil. Rendahnya rata-rata ritasi yang bisa dilakukan oleh truk pengangkut sampah bisa dilihat pada kenyataan yaitu, 4 jam per rit. Dalam dua belas jam truk pengangkut sampah hanya bisa melakukan maksimal 3 ritasi, berarti waktu perjalanan yang mereka tempuh cukup tinggi. Sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi waktu perjalanan maka biaya perjalanan juga akan meningkat. Kinerja mesin kendaraan akan mencapai titik maksimal apabila kendaraan dalam kecepatan yang relatif tinggi dan konstan. Terjadi hubungan sebaliknya antara waktu kerja truk pengangkut sampah pada hari terang terhadap presepsi masyarakat. Truk pengangkut sampah yang harus berhenti untuk memindahkan sampah dari TPS ke bak truk, dianggap masyarakat menjadi salah satu penyebab kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. Saat melakukan proses pemindahan tersebut truk pengangkut sampah, terkadang atau bahkan sering, memanfaatkan badan jalan sehingga lebar efektif jalan menjadi berkurang. Selain itu masyarakat yang pada umumnya sensitif terhadap sampah juga menganggap bahwa pergerakan truk pengangkut sampah tersebut telah menyebabkan polusi terutama pemandangan dan udara (bau). 40

7 GAMBAR

8 GAMBAR

9 GAMBAR

10 GAMBAR

11 TABEL IV.1 JARAK TPS WILAYAH UTARA DENGAN GERBANG TOL no/tujuan Pasteur Pasir Koja Kopo Moh. Toha Buah Batu Sumber : Hasil Perhitungan Keterangan: Jarak Terdekat 45

12 TABEL IV.2 JARAK TPS WILAYAH UTARA DENGAN TUJUAN 1 *) no/tujuan Pasteur Pasir Koja Kopo Moh. Toha Buah Batu Sumber : Hasil Perhitungan Keterangan: Jarak Terdekat *) Tujuan 1, TPA Sarimukti. Jarak menuju tujuan 1 diukur hanya sampai pertemuan antara jalan tol Pasteur dengan jalan tol Padaleunyi. Jarak dari titik pertemuan menuju TPA Sarimukti tidak akan mempengaruhi analisis. 46

13 TABEL IV.3 JARAK TPS WILAYAH BARAT DENGAN GERBANG TOL no/tujuan Pasteur Pasir Koja Kopo Moh. Toha Buah Batu Sumber : Hasil Perhitungan Keterangan: Jarak Terdekat 47

14 TABEL IV.4 JARAK TPS WILAYAH BARAT DENGAN TUJUAN 1 no/tujuan Pasteur Pasir Koja Kopo Moh. Toha Buah Batu Sumber : Hasil Perhitungan Keterangan: Jarak Terdekat 48

15 TABEL IV.5 JARAK TPS WILAYAH SELATAN DENGAN GERBANG TOL no/tujuan Pasteur Pasir Koja Kopo Moh. Toha Buah Batu Sumber : Hasil Perhitungan Keterangan: Jarak Terdekat 49

16 TABEL IV.6 JARAK TPS WILAYAH SELATAN DENGAN TUJUAN 1 no/tujuan Pasteur Pasir Koja Kopo Moh. Toha Buah Batu Sumber : Hasil Perhitungan Keterangan: Jarak Terdekat 50

17 TABEL IV.7 JARAK TPS WILAYAH TIMUR DENGAN GERBANG TOL no/tujuan Pasteur Pasir Koja Kopo Moh. Toha Buah Batu Sumber : Hasil Perhitungan Keterangan: Jarak Terdekat 51

18 TABEL IV.8 JARAK TPS WILAYAH TIMUR DENGAN TUJUAN 1 no/tujuan Pasteur Pasir Koja Kopo Moh. Toha Buah Batu Sumber : Hasil Perhitungan Keterangan: Jarak Terdekat Rute Truk Pengangkut Sampah Saat Ini Analisis pertama kali dilakukan dengan memperhatikan jarak yang harus ditempuh oleh para truk pengangkut sampah. Berdasarkan syarat ideal maka rute terpendek dan pergerakan minimal dalam kota harus diperhatikan. Pada Tabel IV.1 sampai IV.8 di atas bisa dilihat jarak yang harus ditempuh truk pengangkut sampah baik untuk mencapai jarak terdekat maupun meminimalkan pergerakan dalam kota. 52

19 Pergerakan truk pengangkut sampah sangat dipengaruhi oleh keberadaan TPA yang menjadi tujuan akhir mereka. Kondisi saat ini, Kota Bandung mempergunakan TPA Sarimukti sebagai tempat pembuangan akhir mereka, lokasi TPA Sarimukti berada di sebelah Barat Kota Bandung. Lokasi TPA Sarimukti tersebut telah menyiratkan bahwa gerbang tol yang memiliki jarak relatif dekat dengannya adalah Gerbang tol Pasteur, yang juga berada di sebelah Barat Kota Bandung. hal ini terbukti dengan melihat bahwa truk dari 67 TPS, dari 158 TPS yang tersebar di Kota Bandung, memilh menggunakan Gerbang tol Pasteur. Jika dijadikan persentase maka didapatkan angka sebesar 42%, berarti hampir setengah pergerakan truk pengangkut sampah dari tiap TPS mengarah ke Gerbang tol Pasteur. (Gambar 4.1 sampai 4.4) Dengan menghitung jumlah truk pengangkut sampahnya, maka akan didapatkan kurang lebih ada 42 truk, dari 92 truk pengangkut sampah yang aktif, melewati Gerbang tol Pasteur. Hal tersebut memang tidak dapat dihindari mengingat bahwa letak Gerbang tol Pasteur merupakan satu-satunya gerbang tol yang berada di Barat. Gerbang tol lain seperti, Kopo, Moh. Toha, dan Buah Batu memiliki letak di sebelah Selatan. Begitu pula dengan Gerbang tol Pasir Koja, meskipun letaknya berada paling Barat diantara 3 gerbang tol yang telah disebutkan sebelumnya, namun tetap saja letaknya berada di sebelah Selatan Kota Bandung. Jalan tol Padaleunyi, yang berbentuk setengah lingkaran, seperti mengurung daerah Selatan Kota Bandung. Akibat dari bentuk ini maka jarak yang ditempuh menjadi lebih jauh dibandingkan bergerak melalui jalan-jalan di dalam kota, yang bisa menghasilkan rute melintang memotong Kota Bandung. Sehingga untuk mencapai titik pertemuan antara Jalan tol Pasteur dan Padaleunyi (dengan dominasi pertimbangan sopir), para sopir akan lebih memilih menggunakan jalan dalam kota serta mencapai Gerbang tol Pasteur dibandingkan melalui gerbang tol lainnya. Pada dasarnya truk pengangkut sampah sebagian besar sudah mengikuti kedua syarat tersebut, melewati rute terpendek atau meminimalkan pergerakan dalam kota. Seperti truk dari TPS wilayah Timur sebelah Utara yang memilih Gerbang tol Pasteur untuk mendapatkan rute terpendek. Atau di bagian Barat yang sebagian besar lebih memilih menuju Gerbang tol Pasir Koja untuk meminimalkan pergerakan dalam kota. Keduanya syarat itu sulit dipenuhi secara bersamaan oleh, hampir semua, truk pengangkut sampah, sangat tergantung pada lokasi TPS itu sendiri. Truk dari 35 TPS wilayah Utara, seluruh TPS di Kelurahan Pamoyanan dan Sumur Bandung yang memilih Gerbang tol Pasteur berhasil memenuhi kedua syarat tersebut. 53

20 Tetapi tidak semua truk berhasil mengikuti kedua syarat tersebut, ada juga sebagian kecil yang bahkan tidak memenuhi salah satu dari keduanya sehingga pergerakan di jalan-jalan dalam Kota Bandung tidak minimal serta rute terpendek tidak terlalui. Kasus ini terjadi di wilayah Barat pada truk dari TPS Kecamatan Sukaraja, Cempaka, dan Pasir Kaliki yang memiliki akses yang relatif lebih dekat jika melalui Gerbang tol Pasteur. Truk dari TPS-TPS itu lebih memilih melalui Gerbang tol Pasir Koja, padahal secara hitungan jarak, bukan merupakan pilihan tepat baik untuk meminimalkan pergerakan dalam kota maupun untuk mendapatkan rute terpendek. Sementara kasus serupa yang terjadi di wilayah Selatan pada TPS Kelurahan Ciateul, Burangrang, Samoja, dan Kacapiring yang memiliki akses terdekat dengan Gerbang tol Moh. Toha dan Buah Batu. Analisis tidak berhenti pada faktor jarak saja, diperlukan juga analisis megenai LOS jalan yang pada umumnya dilalui oleh truk pengangkut sampah. Disinilah masalah lain mulai terlihat, pada hari terang tingkat pelayanan jalan biasanya mengalami penurunan. Untuk para truk pengangkut sampah yang melewati Gerbang tol Pasteur pada umumnya harus melewati jalan-jalan sebagai berikut, Jl. Pasteur, Jl. Dr. Junjunan, dan Jl. Surapati. Pada pukul enam pagi sampai dengan enam sore jalan-jalan tersebut mengalami penurunan LOS hingga mencapai tingkat, masing-masing, D, E, dan F (bisa dilihat pada Tabel IV.9). Akibat dari penurunan LOS ini maka akan terjadi juga peningkatan waktu tempuh (dalam Tabel IV.9 berada pada kolom t) yang akan dialami oleh truk pengangkut sampah apabila melewati jalan-jalan itu. Dalam pencapaian Gerbang tol Pasteur maka para truk pengangkut sampah akan mengalami peningkatan waktu tempuh yang merupakan penjumlahan t Jl. Pastuer, t Jl. Dr. Junjunan, dan t Jl. Surapati. Setelah dijumlahkan maka para truk pengangkut sampah akan mengalami peningkatan waktu sebesar 9,55 menit dalam satu kali perjalanan. Jika dihitung dalam 1 rit (dua kali perjalanan, bolakbalik), maka akan didapatkan bahwa peningkatan waktu tempuh yang harus dirasakan adalah 19,1 menit, atau jika dibulatkan agar mudah maka akan mencapai 20 menit. Peningkatan waktu tempuh ini belum ditambahkan lagi dengan T pada jalan-jalan lain seperti, Jl. Setiabudhi, Jl. Dago, Jl. Sukajadi, dan yang sebagainya. Jika telah ditambahkan diperkirakan peningkatan yang terjadi mencapai 30 sampai 40 menit. 54

21 TABEL IV.9 LOS ( ), KECEPATAN, PANJANG JALAN, DAN WAKTU TEMPUH BEBERAPA JALAN DI KOTA BANDUNG Average Speed (km/jam) Speed Design (km/jam) Panjang Jalan (km) T (1rit, menit) Nama Jalan LOS t (LOS, t (desain, t menit) menit) (menit) Pasteur D Dr. Junjunan E Pasirkaliki F Surapati F Cihampelas F Kebon Jati F Dago C Buah Batu F Soekarno-Hatta C Kopo F Moch. Toha F Lgkr.Sel Laswi-PP F BKR F Peta F Pasir Koja A 50 / sesuai desain Astana Anyar F Sumber : Hasil Perhitungan Sementara untuk perhitungan peningkatan waktu tempuh 4 buah gerbang tol lainnya perlu dilakukan dengan dua tahap, sebab sebelum mencapai jalan yang langsung berhubungan dengan gerbang tol, truk pengangkut sampah harus melewati salah satu dari Jl. Soekarno-Hatta dan Jl. Lingkar Selatan (Laswi, BKR, dan Peta). Yang perlu menjadi catatan penting adalah waktu yang dihitung pada setiap jalan tersebut adalah waktu jika kendaraan melewati seluruh ruas jalan, berarti hasil T merupakan peningkatan waktu tempuh terburuk yang harus dialami truk pengangkut sampah. Dimulai dari gerbang tol yang terletak di bagian Barat terlebih dahulu yaitu, Gerbang tol Pasir Koja. LOS di Jl. Pasir Koja sendiri telah mencapai tingkat A, berarti tidak ada peningkatan waktu tempuh bagi truk yang melewatinya. Tahap selanjutnya adalah dengan melihat penambahan waktu tempuh pada Jl. Soekarno-Hatta dan Jl. Lingkar Selatan. Dengan menambahkan T 1 rit masing-masing jalan dengan Jl. Pasir Koja maka didapatkan bahwa, jika melewati Jl. Soekarno-Hatta maka akan terjadi peningkatan waktu sekitar 8 menit dan 51 menit jika melalui Jl. Lingkar Selatan. Jika ditambahkan penambahan waktu tempuh yang terjadi di beberapa jalan lainnya seperti, Jl. Holis, Jl. Sudirman, Jl. Jamika, dan lain-lain, maka diperkirakan terjadi peningkatan 55

22 masing-masing 10 sampai 20 menit jika melewati Jl. Soekarno-Hatta serta 55 sampai 65 menit jika melewati Jl. Lingkar Selatan. Meski peningkatan waktunya cukup besar namun itu bagi yang berasal dari TPS yang terletak di wilayah Timur atau Selatan. Untuk wilayah Barat truk akan lebih dominan melewati Jl. Soekarno-Hatta, yang peningkatan waktunya hanya 10 sampai 20 menit saja. Oleh sebab itu tidak aneh apabila Pasir Koja dilewati oleh truk dari 40 TPS di wilayah Barat. Sementara truk dari 16 TPS di wilayah Selatan mencoba melewati gerbang tol ini walau dengan resiko penambahan waktu yang mencapai 60 menit. Gerbang tol Pasir Koja menjadi gerbang tol kedua yang menjadi pilihan truk pengangkut sampah setelah Gerbang tol Pasteur. Dengan cara yang sama dilakukan juga perhitungan T jika melalui Gerbang tol Kopo. Didapatkan peningkatan waktu tempuh mencapai 25 menit (Jl. Soekarno-Hatta), 22 menit (Jl. Peta), dan 46 menit (Jl. BKR dan Jl. Laswi-PP). Ditambahkan dengan peningkatan pada jalan lain diperkirakan mencapai peningkatan waktu tempuh antara 30 sampai 60 menit. Peningkatan waktu yang hampir sama besarnya dengan yang terjadi di Pasir Koja, namun sangat disayangkan peningkatan yang besar ini terjadi pada setiap jalan untuk mencapai Gerbang tol Kopo. Tidak mengherankan apabila gerbang tol ini hanya dilewati oleh truk dari 5 buah TPS saja, TPS di wilayah Barat dan memang berada di sekitar Jl. Kopo (daerah Kecamatan Bojongloa Kidul). Peningkatan waktu tempuh jika melalui Gerbang tol Moh. Toha adalah 24 menit (Jl. Soekarno-Hatta), 44 menit (Jl. Peta dan sebagian Jl. BKR), serta 29 menit (Jl. Laswi- PP dan sebagian Jl. BKR). Total peningkatan waktu dengan ditambahkan pada penurunan LOS jalan lain diperkirakan mencapai 30 sampai 40 menit untuk truk yang melalui Jl. Sokarno-Hatta dan Jl. Peta BKR. Sedangkan untuk yang melalui Jl. Laswi-PP BKR diperkirakan terjadi peningkatan antara 50 sampai 60 menit. Gerbang tol ini hanya dilalui oleh truk dari 8 TPS yang berada di sekitar Kecamatan Bandung Kidul. Beberapa TPS di wilayah Selatan (seperti yang berada di Kelurahan Ciateul dan Burangrang) seharusnya lebih memilih melewati Gerbang tol Moh. Toha dibandingkan dengan Gerbang tol Pasir Koja, sebab peningkatan waktu yang terjadi relatif lebih kecil. Gerbang tol terakhir, Buah Batu, terjadi peningkatan waktu tempuh sebesar 32 menit (Jl. Soekarno-Hatta), 40 menit (Jl. Laswi-PP), dan 59 menit (Jl. Peta dan Jl. BKR). Total peningkatan waktu dengan ditambahkan pada penurunan LOS jalan lain diperkirakan mencapai 40 sampai 50 menit jika melalui Jl. Soekarno-Hatta dan Jl. Laswi- 56

23 PP. Sedangkan jika melalui Jl. Peta dan lurus terus menuju Jl. BKR mencapai 60 sampai 70 menit. Setelah memperhitungkan peningkatan waktu tempuh yang terjadi pada setiap gerbang tol, ternyata di Buah Batu telah terjadi keterlambatan yang bisa dikatakan paling besar mencapai 70 menit. Maka wajar saja apabila truk dari beberapa TPS yang memiliki akses terdekat ke Gerbang tol Buah Batu (terutama TPS di wilayah Timur) pada akhirnya lebih memilih Gerbang tol Pasteur. Selain dihasilkan rute terpendek, peningkatan waktu yang dialami juga relatif lebih rendah. Meskipun peningkatan waktu tempuh yang tinggi, Gerbang tol Buah Batu dilalui oleh truk dari 22 TPS, terutama yang berada di Kecamatan Kiaracondong dan Margacinta Jadwal Truk Pengangkut Sampah Saat Ini Berikut ini adalah analisis singkat mengenai jadwal rute truk pengangkut sampah menuju TPA Sarimukti. Yang dimaksudkan dengan jadwal disini adalah penentuan TPS mana yang harus dikunjungi terlebih dahulu oleh sebuah truk pengangkut sampah. Kota Bandung tidak memiliki jadwal tertulis yang jelas mengenai TPS yang menjadi prioritas dan harus didahulukan pengambilan sampahnya. Pemilihan lokasi TPS yang terlebih dahulu dikunjungi, lagi-lagi, dilakukan melalui pertimbangan para sopir truk pengangkut sampah. Pada umumnya TPS yang dikunjungi pertama kali adalah yang berada dekat pool atau terjauh dari gerbang tol. Sehingga pergerakan bolak-balik TPS dan gerbang tol yang dilakukan oleh truk pengangkut sampah semakin lama akan semakin mengecil. Contohnya, sebuah truk pengangkut sampah harus melayani TPS di Sadang Serang (dekat pool wilayah operasional Utara) dan TPS di Cihampelas. Maka pergerakan truk itu pertama kali akan mendatangi TPS di Sadang Serang, setelah sampah terangkut ke TPA barulah truk mengunjungi TPS di Cihampelas. Tidak terlalu diperhatikan bagaimana kondisi guna lahan di sekitar TPS, tetapi untuk pasar tradisional umumnya didahulukan mengingat volume sampah yang dihasilkan biasanya besar dan jenis sampah yang bersifat mudah membusuk. Telah dipertimbangkan juga mengenai volume sampah yang dihasilkan oleh setiap TPS. TPS yang produksi sampahnya besar akan didahulukan, selain itu juga diberikan sebuah truk khusus yang melayani TPS itu saja. Hal tersebut dilakukan agar sampah bisa terangkut ke TPA, karena apabila tidak didahulukan dan diberi truk khusus dikhawatirkan sampah tidak terangkut dan truk pengangkut sampah yang melayani TPS tersebut harus 57

24 melakukan pengangkutan hingga shift II yang berarti juga akan ada penambahan biaya perjalanan. Sampai saat ini meskipun terjadi ketimpangan jumlah truk, hanya 92 yang bisa digunakan, dengan jumlah TPS, 158 buah, PD. Kebersihan Kota Bandung masih mampu mengangkut sampah-sampah tersebut. Walalupun perlu ada penambahan waktu kerja dari truk pengangkut sampah sendiri. 4.3 Analisis Alternatif Rute Truk Pengangkut Sampah Dalam subbab berikut ini akan dijelaskan bagaimana penentuan rute dan jadwal truk pengangkut sampah yang baru, menuju PLTS di Gedebage. Untuk menentukan rute dan jadwal yang baru, rute dan jadwal saat ini (menuju TPA Sarimukti) serta yang dahulu (TPA Leuwigajah) dijadikan pertimbangan yang sangat berharga. Dimana, tujuh buah syarat penentuan rute truk pengangkut sampah yang ideal akan menjadi perhatian dalam menentukan rute truk pengangkut sampah yang baru. Sementara faktor-faktor seperti jumlah dan kapasitas truk pengangkut sampah serta volume dan lokasi TPS akan menjadi perhatian dalam penentuan jadwal. Jika ditinjau ulang mengenai rute dan jadwal truk pengangkut sampah yang menuju TPA Sarimukti serta TPA Leuwigajah, maka akan didapatkan kesimpulan berupa rata-rata ritasi dari keduanya, masing-masing, adalah 4 jam per rit dan 3 jam per rit. Sekarang saatnya memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi rata-rata ritasi antara kedua rute dan jadwal tersebut dengan PLTS Gedebage. Faktor jarak tempat pembuangan, yang pertama. Dengan melihat bahwa TPA Leuwigajah dan PLTS Gedebage memiliki jarak yang relatif dekat dibandingkan dengan TPA Sarimukti, maka disini bisa terjadi kemungkinan rata-rata ritasi antara TPA Leuwigajah dan PLTS Gedebage sama yaitu, 3 jam per rit. TPA Leuwigajah, meskipun bukan berada di Kota Bandung namun masih terbilang dekat, yaitu di Kota Cimahi. Sedangkan PLTS Gedebage sendiri masih berada di Kota Bandung, meskipun letaknya berada di sebelah Selatan Bandung Timur. Faktor kedua adalah proses antrian, telah disebutkan dalam bab sebelumnya bahwa faktor ini bisa dikatakan sebagai faktor yang tetap. Proses antrian di setiap TPA umumnya sama, truk pengangkut sampah mengantri (seperti layaknya memasuki gerbang tol) untuk membuang sampah pada tempat yang telah ditentukan. Faktor ini hanya bisa berubah apabila dalam rencana desain PLTS Gedebage telah memiliki sistem pengaturan antrian yang berbeda. Misalnya saja dengan membagi tempat pembuangan sampah menjadi 4 bagian, sehingga truk dari setiap wilayah operasional akan menuju tempat pembuangannya 58

25 masing-masing. Jika hal ini benar adanya dan ditambah faktor pertama maka kemungkinan peningkatan rata-rata ritasi bisa terjadi. Namun untuk penentuan rute dan jadwal dalam studi ini diasumsikan bahwa proses antrian di PLTS Gedebage memiliki proses antrian yang sama dengan di TPA Leuwigajah dan TPA Sarimukti. Dan faktor yang terakhir yaitu waktu kerja truk pengangkut sampah. Dalam pergerakannya menuju TPA Leuwigajah dan TPA Sarimukti, truk pengangkut sampah bergerak pada hari terang, kira-kira pada pukul enam pagi sampai dengan enam sore. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa rentang waktu tersebut merupakan jam dimana masyarakat kota melakukan kegiatan sehari-harinya baik untuk bekerja, bersekolah, maupun lain sebagainya. Mobilitas tinggi masyarakat Kota Bandung didukung dengan kurang diminatinya SAUM menyebabkan jalan-jalan Kota Bandung menjadi ramai dan padat. Peningkatan waktu tempuh yang terjadi pada rentang jam tersebut dimulai dari 30 menit sampai dengan 70 menit, rata-ratanya sekitar 50 menit. Keterlambatan 50 menit karena hambatan lalu lintas bukanlah waktu yang sedikit apalagi jika berbicara pada peningkatan biaya perjalanan. Selain itu terdapat pula presepsi kurang baik dari masyarakat mengenai pergerakan truk pengangkut sampah pada siang hari. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka tidak ada salahnya jika dalam studi ini dilakukan pemindahan waktu kerja truk pengangkut sampah. Yang semula waktu shift I adalah dari pukul enam pagi sampai dengan pukul enam sore, menjadi dari pukul tujuh malam sampai dengan pukul lima pagi. Dengan menambahkan faktor pertama dan faktor ketiga ini, diasumsikan bahwa rata-rata ritasi truk pengangkut sampah adalah 2,5 jam per rit. Pukul tujuh malam sampai dengan pukul lima pagi dipilih menjadi waktu kerja utama truk pengangkut sampah sebab pada rentang waktu tersebut mobilitas masyarakat Kota Bandung sangat jarang. Truk pengangkut sampah bisa bergerak dengan lebih leluasa, hambatan akibat ramai dan padatnya lalu lintas di Kota Bandung bisa dihindari. Setiap jalan yang dilewati akan memberikan pelayanan pada tingkat maksimal. Rata-rata ritasi tidak dijadikan murni 2 atau 2 1 / 6 jam per rit dengan pertimbangan bahwa meskipun jalan sudah sepi pasti tetap masih ada hambatan, sehingga waktu 30 sampai 20 menit disimpan sebagai waktu untuk merintasi hambatan yang ada walau kecil. Rata-rata ritasi 2,5 jam per rit serta rentang waktu kurang lebih 10 jam, berarti dalam shift I yang baru ini truk pengangkut sampah dapat menghasilkan 4 rit. Dengan kata lain cukup diperlukan 1 shift untuk mengangkut TPS yang memiliki volume banyak (hingga membutuhkan empat kali bolak-balik) serta TPS yang mendapatkan giliran rit 59

26 keempat sebuah truk pengangkut sampah. Namun, penambahan waktu tetap diperlukan untuk TPS yang membutuhkan lima kali bolak-balik serta TPS yang mendapatkan giliran rit kelima sebuah truk pengangkut sampah. Pengurangan waktu perjalanan truk pengangkut sampah akan berdampak pada pengurangan biaya perjalanannya, PD. Kebersihan bisa melakukan penghematan. Pertimbangan lain dengan memilih waktu dimana mobilitas masyarakat Kota Bandung sangat jarang adalah kenyamanan para masyarakat Kota Bandung sendiri. Jika selama ini kenyamanan mereka terganggu akibat truk pengangkut sampah yang selama proses pemindahan sampah dari TPS ke bak truk menyebabkan kemacetan lalu lintas, bisa dihilangkan. Truk pengangkut sampah tidak lagi dianggap menjadi salah satu penyebab kemacetan di jalan-jalan Kota Bandung. Selain itu polusi pemandangan dan udara (bau) dari sampah-sampah yang diangkut oleh truk pengangkut sampah juga bisa dihilangkan. Kenyamanan selama berkendara masyarakat meningkat, diharapkan peningkatan ini pada akhirnya bisa meningkatkan produktifitas mereka Alternatif Rute Truk Pengangkut Sampah Dalam penentuan rute truk pengangkut sampah menuju PLTS Gedebage ini digunakan syarat penentuan rute truk pengangkut sampah ideal. Dengan memperhatikan tujuh syarat penentuan rute truk pengangkut sampah tampak ada sedikit pertentangan antara syarat meminimalkan pergerakan dalam kota dengan syarat pencarian rute terpendek. Mengurangi pergerakan dalam kota belum tentu berarti juga truk pengangkut sampah akan mencapai rute terpendek. Namun, syarat rute terpendek harus kalah bersaing dalam kasus ini. Terdapat beberapa pertimbangan penting mengapa syarat meminimalkan pergerakan dalam kota didahulukan. Hal pertama adalah janji PD. Kebersihan terhadap masyarakat. Lalu yang kedua adalah syarat ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan syarat rute terpendek, antara lain : - Mengurangi polusi udara dari asap truk pengangkut sampah di Kota Bandung - Mengurangi penyebaran bau tidak sedap dari tumpukan sampah yang dibawa - Mengurangi kemungkinan sampah dan lychet berceceran di jalan-jalan dalam kota Bandung - Penyebaran truk pengangkut sampah ke setiap gerbang tol cukup merata 60

27 Keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh rute baru dengan menekankan pada syarat meminimalkan pergerakan dalam kota ini akan memberikan efek berganda pada kehidupan sosial-ekonomi di dalam Kota Bandung. Efek pertama yaitu peningkatan kualitas kesehatan masyarakat Kota Bandung. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang paling sering diderita oleh masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan karena polusi udara yang berasal dari asap kendaraan bermotor. Sementara penyakit seperti, diare, adalah penyakit yang diderita oleh banyak masyarakat di negara berkembang (termasuk Indonesia) akibat kurang bersihnya lingkungan tempat mereka hidup. Dengan berkurangnya polusi udara dan bercecerannya sampah/lychet di dalam kota, maka penyebaran penyakit-penyakit yang disebabkan oleh polusi udara dan sampah/lychet tersebut bisa dikurangi juga. Mengingat bahwa kota merupakan tempat dimana terkonsentrasinya penduduk, berarti seiring meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat di Kota Bandung maka akan banyak pula masyarakat yang terselamatkan dari kematian yang disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti ISPA maupun diare. Penumpukan truk pengangkut sampah bisa dihindari akibat meratanya penyebaran truk pengangkut sampah ke setiap gerbang tol. Meskipun waktu kerja utama truk pengangkut sampah telah digeser ke waktu dimana mobilitas masyarakat Kota Bandung sangat jarang, namun penumpukan 92 buah truk pada satu gerbang tol tetap akan mengurangi waktu tempuh menuju PLTS Gedebage. Jika syarat rute terpendek lebih ditekankan pada pemilihan rute, maka 92 buah truk pengangkut sampah akan melewati Gerbang tol Buah Batu. Selain hambatan lalu lintas, jika semua truk melalui Gerbang tol Buah Batu maka akan terjadi pula konsentrasi polusi udara (baik dari knalpot truk maupun dari sampah yang diangkut) pada daerah sekitar Gerbang tol Buah Batu. Untuk mencapai Gerbang tol Buah Batu ini truk-truk pengangkut sampah harus melalui Jl. Soekarno-Hatta, Jl. Buah Batu, Jl. BKR, Jl. Pelajar Pejuang, dan Jl. Kiaracondong, sebelum akhirnya ke Jl. Terusan Buah Batu. Dengan melihat jalan-jalan yang harus dilalui maka konsentrasi polusi udara dapat diperkirakan terjadi pada tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Lengkong, Regol dan Bandung Kidul. Jika melihat pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Bandung tahun 2013 di ketiga kecamatan tersebut guna lahannya didominasi oleh permukiman. Konsentrasi polusi udara pada kawasan permukiman sangat membahayakan bagi kesehatan penduduknya, karena partikel-partikel berbahaya dapat masuk ke dalam tubuh yang akan menyebabkan penyakit bahkan kematian. 61

28 Oleh karena beberapa pertimbangan dan alasan diatas itulah, maka syarat meminimalkan pergerakan dalam kota bisa mengalahkan syarat rute terpendek. Mengenai syarat meminimalkan hambatan tidak perlu dirisaukan lagi sebab waktu kerja utama truk pengangkut sampah telah dipindahkan ke malam hari dimana mobilitas masyarakat sangat jarang. Pergerakan pada saat hari gelap memungkinkan tingkat pelayanan setiap jalan yang ada di Kota Bandung berada pada tingkat maksimal, sehingga pemilihan jalan fokus terhadap pencarian jarak minimal menuju gerbang tol terdekat dari setiap TPS. Tapi pencarian jarak minimal ini tentu saja tidak berarti semua jalan bisa dilewati begitu saja, truk-truk pengangkut sampah akan diarahkan langsung menuju jalan-jalan berhirearki arteri dan kolektor (daftar hirearki jalan bisa dilihat pada Lampiran Tabel A.1). Truk-truk akan diusahakan bergerak seminimal mungkin pada jalan-jalan berhirearki lokal, sebab pada umumnya jalan berhirearki lokal memiliki lebar yang terlalu pas untuk truk pengangkut sampah sehingga kecepatan truk akan berkurang. Dalam penentuan rute ini akan dilihat lagi Tabel IV.2, IV.4, IV.6, dan IV. 8 untuk memperhatikan jarak terdekat menuju gerbang tol. Dari data tersebut akhirnya dihasilkan suatu rute truk pengangkut sampah yang baru, dapat dilihat pada Gambar 4.5, 4.6, 4.7, dan 4.8. Rute yang dihasilkan merupakan pergerakan truk pengangkut sampah pada shift I, dari pukul tujuh malam sampai dengan pukukl lima pagi. Mengenai pergerakan truk pengangkut sampah pada shift II akan dilihat berdasarkan hasil penjadwalan. Jika berdasarkan penjadwalan ada TPS yang memerlukan tambahan waktu, ritasi kelima, maka akan diberikan rutenya. 62

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang kian mendesak di kotakota di Indonesia termasuk kota Bandung. Penanganan dan pengendalian permasalahan persampahan

Lebih terperinci

IMPLIKASI KEBERADAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH GEDEBAGE TERHADAP RUTE TRUK PENGANGKUT SAMPAH TUGAS AKHIR. Oleh : ADITYA PASHA PARMA

IMPLIKASI KEBERADAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH GEDEBAGE TERHADAP RUTE TRUK PENGANGKUT SAMPAH TUGAS AKHIR. Oleh : ADITYA PASHA PARMA IMPLIKASI KEBERADAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH GEDEBAGE TERHADAP RUTE TRUK PENGANGKUT SAMPAH TUGAS AKHIR Oleh : ADITYA PASHA PARMA 15403012 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, kebutuhan akan adanya sistem informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, kebutuhan akan adanya sistem informasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, kebutuhan akan adanya sistem informasi yang mendukung kebutuhan bisnis sangat dibutuhkan secara cepat dan akurat. Seiring dengan adanya kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan tol adalah jalan umum yang kepada pemakainya dikenakan kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. Jalan tol adalah jalan umum yang kepada pemakainya dikenakan kewajiban BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Jalan tol adalah jalan umum yang kepada pemakainya dikenakan kewajiban membayar untuk melewati jalan yang dilalui dan merupakan jalan alternatif lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pengembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan industri jasa yang memiliki fungsi pelayanan publik dan misi pengembangan nasional, yang secara umum menjalankan fungsi sebagai pendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan dan pembangunan di wilayah perkotaan di Indonesia, diikuti oleh peningkatan perpindahan sebagian penduduk perdesaan ke kota dengan anggapan akan

Lebih terperinci

BAB III PROSUDER PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode

BAB III PROSUDER PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode 43 BAB III PROSUDER PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Menurut Ali (1983:120) yang dimaksud dengan metode deskriptif adalah metode

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan 34 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Prioritas pendataan berdasarkan jarak tempuh Jarak tempuh yang dikaji terbagi menjadi dua, yaitu jarak tempuh dari KP PBB Bandung Satu dan jarak tempuh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia saat ini. Hampir setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia menghasilkan sampah, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah kependudukan yang saat ini banyak dihadapi oleh banyak negara berkembang termasuk Indonesia adalah pertambahan penduduk yang relatif cepat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya menurut jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya menurut jumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa Barat sekaligus menjadi ibu kota provinsi Jawa Barat. Kota Bandung juga merupakan kota terbesar

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KOTA BANDUNG

BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KOTA BANDUNG BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KOTA BANDUNG 3.1 PD. Kebersihan Kota Bandung Perusahaan daerah ini dibentuk berdasarkan Perda No. 02 tahun 1985 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah Kebersihan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS RUTE PENGANGKUTAN SAMPAH DALAM MENGANTISIPASI PEMINDAHAN LOKASI TPA

BAB IV ANALISIS RUTE PENGANGKUTAN SAMPAH DALAM MENGANTISIPASI PEMINDAHAN LOKASI TPA BAB IV ANALISIS RUTE PENGANGKUTAN SAMPAH DALAM MENGANTISIPASI PEMINDAHAN LOKASI TPA Setelah melakukan pengumpulan data untuk kebutuhan analisis, pada bab ini akan dilakukan tahap analisis untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dari studi penelitian dan rekomendasi yang bisa di ambil dalam studi. Selain itu akan dibahas mengenai kelemahan studi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas masyarakat. Setiap aktivitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Seiring dengan tumbuhnya sebuah kota,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Temuan Utama

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Temuan Utama BAB V PEMBAHASAN 5.1 Temuan Utama 5.1.1 Manfaat Pada penelitian ini, penulis membuat skenario menjadi 3 (tiga) beserta manfaatnya, yaitu sebagai berikut: Skenario A Skenario A atau Pengurangan Sampah (Reduce),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. informasi mengenai kecelakaan lalu lintas. Dalam penelitian ini menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. informasi mengenai kecelakaan lalu lintas. Dalam penelitian ini menggunakan 43 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem informasi geografis, dimana menggabungkan beberapa data dan informasi yang menghasilkan informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Angkutan Umum Angkutan Umum dapat didefinisikan sebagai pemindahan manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Kendaraan umum adalah setiap

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

Bandung). Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB Murdaeni, Dini A. Studi Pemilahan Sampah Berbasis

Bandung). Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB Murdaeni, Dini A. Studi Pemilahan Sampah Berbasis DAFTAR PUSTAKA Damanhuri, Prof. Enri., Tri Padmi. Diktat Kuliah Tl-3150 Pengelolaan Sampah Edisi Semester I 2006/2007. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB. 2006 Muhammad,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banjir. Dibandingkan bencana lain, banjir menempati urutan pertama bencana

BAB I PENDAHULUAN. banjir. Dibandingkan bencana lain, banjir menempati urutan pertama bencana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banjir merupakan kata yang sangat populer di Indonesia khususnya pada musim hujan, mengingat beberapa wilayah di Indonesia mengalami bencana banjir. Dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia dengan jumlah penduduk yang relatif padat. Jakarta juga dikenal sebagai kota dengan perlalulintasan tinggi karena banyaknya

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi) KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi) TUGAS AKHIR Oleh: SYAMSUDDIN L2D 301 517 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 105 TAHUN 2003 ( TENTANG PENETAPAN JALAN BEBAS HAMBATAN RUAS DAWUAN-SADANG DAN RUAS PADALARANG-CIKAMUNING SEBAGAI BAGIAN DARI JALAN TOL CIKAMPEK-PURWAKARTA-PADALARANG SEBAGAI JALAN TOL DAN PENETAPAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Antrian adalah suatu proses kegiatan manusia yang memerlukan waktu, tempat dan tujuan yang bersamaan, dimana kegiatan tersebut tidak adanya keseimbangan antara

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2003 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2003 TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN JALAN BEBAS HAMBATAN RUAS DAWUAN-SADANG DAN RUAS PADALARANG-CIKAMUNING SEBAGAI BAGIAN DARI JALAN TOL CIKAMPEK-PURWAKARTA-PADALARANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas angkutan barang dan jasa (orang) yang aman, nyaman, dan berdaya guna.

Lebih terperinci

BAB III KONDISI PASAR TRADISIONAL DI KOTA BANDUNG

BAB III KONDISI PASAR TRADISIONAL DI KOTA BANDUNG BAB III KONDISI PASAR TRADISIONAL DI KOTA BANDUNG Pada bab ini akan dibahas mengenai kondisi penataan fisik pasar tradisional di Kota Bandung berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada pasar sampel.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iii INTISARI... iv ABSTRACT

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iii INTISARI... iv ABSTRACT DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat. Mobilitas yang disebabkan oleh siswa yang. membawa kendaraan pribadi terus bertambah. Hal tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat. Mobilitas yang disebabkan oleh siswa yang. membawa kendaraan pribadi terus bertambah. Hal tersebut disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, kota Bandung merupakan kota yang memiliki perkembangan pesat. Mobilitas yang disebabkan oleh siswa yang membawa kendaraan pribadi terus bertambah. Hal

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Planologi Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung 2013 Jl. Dr Setiabudhi No 193 Tlp (022) Bandung

Jurusan Teknik Planologi Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung 2013 Jl. Dr Setiabudhi No 193 Tlp (022) Bandung Jurusan Teknik Planologi Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung 2013 Jl. Dr Setiabudhi No 193 Tlp (022) 2006466 Bandung LAMPIRAN A : DESAIN SURVEY Dalam studi ini, pengumpulan data menjadi sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Kota Dili sebagai Ibukota Negara Timor Leste yang terus mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Kota Dili sebagai Ibukota Negara Timor Leste yang terus mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Dili sebagai Ibukota Negara Timor Leste yang terus mengalami perkembangan pada sektor ekonomi yang berdampak pada peningkatan jumlah dan jenis kendaraan yang semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian awal dari penelitian. Pendahuluan adalah awal suatu cara untuk mengetahui suatu masalah dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

Gambar II.1 bis sekolah gratis kota Bandung (Sumber : Dokumen pribadi 2014)

Gambar II.1 bis sekolah gratis kota Bandung (Sumber : Dokumen pribadi 2014) BAB II BIS SEKOLAH GRATIS KOTA BANDUNG II.1 Bis Sekolah Gratis kota Bandung II.1.1 Latar Belakang Bis Sekolah Gratis kota Bandung Pemerintah kota Bandung mengadakan bis sekolah gratis untuk para pelajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Manusia sebagai Makhluk Mobile Pada dasarnya manusia memiliki sifat nomaden atau berpindah tempat. Banyak komunitas masyarakat yang suka berpindah-pindah tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia. Banyaknya tempat wisata di sertai dengan suasana kota yang nyaman, membuat Yogyakarta menjadi salah

Lebih terperinci

Lampiran K Jarak dan waktu tempuh yang diperlukan berdasarkan jumlah tim menurut Kep-369/WPJ.09/KB.01/2007 tanggal 31 Mei 2007

Lampiran K Jarak dan waktu tempuh yang diperlukan berdasarkan jumlah tim menurut Kep-369/WPJ.09/KB.01/2007 tanggal 31 Mei 2007 97 Lampiran K Jarak dan waktu tempuh yang diperlukan berdasarkan jumlah tim menurut Kep-369/WPJ.09/KB.01/2007 tanggal 31 Mei 2007 Tim 1 Hari Rute (ID Jarak Waktu tempuh Alamat objek pajak) tempuh (m) (det.ik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. TINJAUAN UMUM Sistem transportasi merupakan suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka perpindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan daerah perkotaan pada dasarnya ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor manusia, faktor aktivitas manusia, dan faktor pergerakan manusia

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 105/2003, PENETAPAN JALAN BEBAS HAMBATAN RUAS DAWUAN SADANG DAN RUAS PADALARANG CIKAMUNING SEBAGAI BAGIAN DARI JALAN TOL CIKAMPEK PURWAKARTA PADALARANG SEBAGAI JALAN TOL

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Persampahan merupakan masalah yang tidak dapat diabaikan, karena di dalam semua aspek kehidupan selalu dihasilkan sampah, disamping produk utama yang diperlukan. Sampah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR Oleh : S u y a d i L2D 301 334 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2004 ABSTRAKSI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang ini, Jakarta sebagai kota yang memiliki jumlah penduduk terpadat di indonesia saat ini memiliki masalah yang paling utama yaitu kemacetan. Kemacetan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas perekonomian terus meningkat begitu pula dengan aktifitas kendaraan guna

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas perekonomian terus meningkat begitu pula dengan aktifitas kendaraan guna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Kota Cimahi sama halnya dengan kota lainnya yang masih berkembang, mengakibatkan aktifitas perekonomian terus meningkat begitu pula dengan aktifitas

Lebih terperinci

STUDI KINERJA OPERASI DAMRI DI KOTA BANDUNG Disusun oleh: Render bakti Diputra Dosen pembimbing: Ir. Budi Hartanto Susilo, M.Sc

STUDI KINERJA OPERASI DAMRI DI KOTA BANDUNG Disusun oleh: Render bakti Diputra Dosen pembimbing: Ir. Budi Hartanto Susilo, M.Sc STUDI KINERJA OPERASI DAMRI DI KOTA BANDUNG Disusun oleh: Render bakti Diputra Dosen pembimbing: Ir. Budi Hartanto Susilo, M.Sc Abstrak: Di Indonesia, DAMRI merupakan salah satu sarana kendaraan umum perkotaan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN PENGARUH PEMBANGUNAN PASUPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN CIMAHI-BANDUNG

BAB 5 KESIMPULAN PENGARUH PEMBANGUNAN PASUPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN CIMAHI-BANDUNG BAB 5 KESIMPULAN PENGARUH PEMBANGUNAN PASUPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN CIMAHI-BANDUNG Pada bab ini akan dipaparkan kesimpulan dari hasil studi mengenai indentifkasi pengaruh pembangunan PASUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung berada pada ketinggian sekitar 791 meter di atas permukaan laut (dpl). Morfologi tanahnya terbagi dalam dua hamparan, di sebelah utara relatif berbukit

Lebih terperinci

EVALUASI PENGANGKUTAN SAMPAH DAN PENGEMBANGAN SARANA PERSAMPAHAN DI KOTA PALANGKA RAYA

EVALUASI PENGANGKUTAN SAMPAH DAN PENGEMBANGAN SARANA PERSAMPAHAN DI KOTA PALANGKA RAYA EVALUASI PENGANGKUTAN SAMPAH DAN PENGEMBANGAN SARANA PERSAMPAHAN DI KOTA PALANGKA RAYA Kristub Subur, Agustina Wilujeng, Harmin Sulistiyaning Titah Program Studi Magister Teknik Prasarana Lingkungan Pemukiman

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Fisik dan Topografi Kota Bandarlampung

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Fisik dan Topografi Kota Bandarlampung IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik dan Topografi Kota Bandarlampung Kota Bandarlampung adalah Ibukota Provinsi Lampung yang memiliki luas wilayah 197,22 km 2 atau 19.772 hektar. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Becak Becak (dari bahasa Hokkien : be chia "kereta kuda") adalah suatu moda transportasi beroda tiga yang umum ditemukan di Indonesia dan juga di sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran transportasi dan logistik distribusi dalam sebuah perusahaan atau badan usaha sangatlah penting dalam pemenuhan kebutuhan konsumen. Distribusi fisik itu

Lebih terperinci

JURNAL STUDI DESAIN https://journals.an1mage.net/index.php/ajsd

JURNAL STUDI DESAIN https://journals.an1mage.net/index.php/ajsd Tubagus Ralemug Pengabaian Kemacetan: Desain Lintasan Rel Kereta Stasiun Cisauk Kabupaten Tangerang Jurnal Studi Desain (2018) Volume 1 No.1: 10-14 JURNAL STUDI DESAIN https://journals.an1mage.net/index.php/ajsd

Lebih terperinci

BAB IV PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGGUNA TERHADAP PENATAAN PASAR TRADISIONAL

BAB IV PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGGUNA TERHADAP PENATAAN PASAR TRADISIONAL BAB IV PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGGUNA TERHADAP PENATAAN PASAR TRADISIONAL Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai kriteria dan indikator kinerja yang diperlukan untuk dapat mendeskripsikan kondisi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. 3. Aronoff, S Geographic Information System, A Management Perspective. WDL Publications. Ottawa, Canada.

Daftar Pustaka. 3. Aronoff, S Geographic Information System, A Management Perspective. WDL Publications. Ottawa, Canada. 51 Daftar Pustaka 1. Andri, H. 2002, Kajian Pengaruh Tingkat Pelayanan Listrik, Telepon, Air Bersih, dan Jalan terhadap Jual Objek Pajak (Studi Kasus Kota Bandung), Tesis, Program Magister Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di sisi jalan. hal ini seringkali mengakibatkan terjadinya penumpukan kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. di sisi jalan. hal ini seringkali mengakibatkan terjadinya penumpukan kendaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai kawasan Kota Industri, wilayah Kabupaten Tangerang khususnya wilayah Balaraja Barat juga tidak lepas dari masalah kemacetan yang merupakan masalah umum yang

Lebih terperinci

Optimisasi pengalokasian sampah wilayah ke tempat pembuangan sementara (TPS) di Kota Surakarta dengan model integer linear programming

Optimisasi pengalokasian sampah wilayah ke tempat pembuangan sementara (TPS) di Kota Surakarta dengan model integer linear programming Optimisasi pengalokasian sampah wilayah ke tempat pembuangan sementara (TPS) di Kota Surakarta dengan model integer linear programming Sigit Bagus Pamungkas I.0304067 UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah tempat terjadinya transaksi jual beli yang dilakukan oleh penjual dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah tempat terjadinya transaksi jual beli yang dilakukan oleh penjual dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar merupakan suatu tempat dimana penjual dan pembeli dapat bertemu untuk melakukan transaksi jual beli barang. Penjual menawarkan barang dagangannya dengan harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari-hari. Angkutan kota atau yang biasa disebut angkot adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari-hari. Angkutan kota atau yang biasa disebut angkot adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah alat yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi

Lebih terperinci

ALGORITMA DIJKSTRA UNTUK MENCARI LINTASAN TERPENDEK DAN OPTIMALISASI KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH DI KOTA PONTIANAK

ALGORITMA DIJKSTRA UNTUK MENCARI LINTASAN TERPENDEK DAN OPTIMALISASI KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH DI KOTA PONTIANAK Buletin Ilmiah Math Stat dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No 3 (2015), hal 243 250 ALGORITMA DIJKSTRA UNTUK MENCARI LINTASAN TERPENDEK DAN OPTIMALISASI KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH DI KOTA PONTIANAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan pertumbuhan suatu kota pada umumnya disertai dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini pada akhirnya akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Kota Bandung yang sangat tinggi baik secara alami maupun akibat arus urbanisasi mengakibatkan permintaan untuk perumahan semakin besar. Salah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Wilayah Penelitian Kota Gorontalo merupakan Ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PERBAIKAN FISIK PASAR TRADISIONAL DI KOTA BANDUNG

BAB V ARAHAN PERBAIKAN FISIK PASAR TRADISIONAL DI KOTA BANDUNG BAB V ARAHAN PERBAIKAN FISIK PASAR TRADISIONAL DI KOTA BANDUNG Pada bab ini akan dibahas mengenai temuan studi berdasarkan analisis yang telah dilakukan. Temuan studi tersebut disusun menjadi sebuah arahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berkembangnya kota dan tingginya populasi penduduk berdampak meningkatnya aktivitas perkotaan yang menimbulkan kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu lintas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR oleh : T A N T A W I L2D 300 379 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

Daftar Kode Pos Kota Bandung

Daftar Kode Pos Kota Bandung Daftar Kode Pos Kota Bandung Berikut ini adalah daftar kode pos sekaligus nama-nama Kelurahan dan Kecamatan di Kota Bandung 1. Kecamatan Andir - Kelurahan/Desa Kebon Jeruk (Kodepos : 40181) - Kelurahan/Desa

Lebih terperinci

LAMPIRAN A KUISIONER

LAMPIRAN A KUISIONER 0 LAMPIRAN A KUISIONER A-1 LAMPIRAN A KUISIONER Metode penentuan sampling yang digunakan dalam kajian ini adalah menggunakan non probability sampling, dimana metode ini lebih tepat digunakan dalam kajian

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnnya Nilai ERP Dilihat Dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu bidang pembangunan yang semakin hari semakin besar kontribusinya dalam pembangunan. Hal ini dibuktikan dengan besarnya penyerapan tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk perkembangan suatu daerah, yaitu untuk mempermudah memindahkan barang dan manusia dari suatu tempat

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PENELITIAN

BAB 6 HASIL PENELITIAN BAB 6 HASIL PENELITIAN 6.1 Karakteristik Responden Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pengemudi travel X-Trans Jakarta dengan trayek Jakarta-Bandung yang berjumlah 60 orang. Namun seiring dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Jalan Jalan merupakan prasarana darat yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa distribusi (PKJI,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, 18 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS 31 BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS 3.1 Gambaran Umum Kota Bandung Dalam konteks nasional, Kota Bandung mempunyai kedudukan dan peran yang strategis. Dalam Peraturan Pemerintah No.47 Tahun

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGOPERASIAN ANGKUTAN OJEK SEBAGAI SARANA ANGKUTAN DI KOTA GUBUG TUGAS AKHIR

KARAKTERISTIK PENGOPERASIAN ANGKUTAN OJEK SEBAGAI SARANA ANGKUTAN DI KOTA GUBUG TUGAS AKHIR KARAKTERISTIK PENGOPERASIAN ANGKUTAN OJEK SEBAGAI SARANA ANGKUTAN DI KOTA GUBUG TUGAS AKHIR Oleh: AGUS SARWO EDI S L2D 001 395 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan perekonomian daerah yang sedang bertumbuh dan memberikan akses kepadadaerah-daerah yang mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS TUNDAAN PADA RUAS JALAN MAJAPAHIT KOTA SEMARANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TUGAS AKHIR

ANALISIS TUNDAAN PADA RUAS JALAN MAJAPAHIT KOTA SEMARANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TUGAS AKHIR ANALISIS TUNDAAN PADA RUAS JALAN MAJAPAHIT KOTA SEMARANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TUGAS AKHIR Oleh: CAHYAWATI YULY FITRIANI HARYOPUTRI L2D 303 285 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Malang telah dinobatkan sebagai kota pendidikan dan juga merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Kurang

Lebih terperinci

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Bab ini membahas gambaran umum wilayah studi kawasan pusat perbelanjaan Paris Van Java yang mencakup karakteristik pusat perbelanjaan Paris Van Java, karakteristik ruas

Lebih terperinci

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan 3. Perspektif Wilayah dan Permintaan Perjalanan Masa Mendatang 3.1 Perspektif Wilayah Jabodetabek Masa Mendatang Jabodetabekpunjur 2018 merupakan konsolidasi rencana pengembangan tata ruang yang memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Berdasarkan fungsinya, jalan dibagi lagi menjadi jalan arteri primer yang

Lebih terperinci

Masalah : Mengatasi Susahnya Masyarakat untuk Naik Angkutan Umum

Masalah : Mengatasi Susahnya Masyarakat untuk Naik Angkutan Umum Masalah : Mengatasi Susahnya Masyarakat untuk Naik Angkutan Umum Mengapa : 1. Kualitas angkutan umum kurang dari kestandaran nasional kendaraan. 2. Suka ugal-ugalan di jalan raya. 3. Lahan yang sempit.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Jumlah dan Perletakan Pos Pemadam Kebakaran Standar perletakan pos pemadam kebakaran dalam skala kota: 1.Berdasarkan Kepmen PU No.11/KPTS/2000 Ketentuan teknis manajemen

Lebih terperinci

Perancangan Detail Peningkatan Ruas Jalan Cihampelas Kota Bandung Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN

Perancangan Detail Peningkatan Ruas Jalan Cihampelas Kota Bandung Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Indonesia, telah banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Indonesia, telah banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Indonesia, telah banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam intensitas aktifitas sosial ekonomi seiring dengan kemajuan ekonomi yang telah terjadi. Jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di daerah kota-kota besar di Indonesia contohnya kota Medan. Hal seperti ini sering terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir di seluruh negara dan

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir di seluruh negara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir di seluruh negara dan dunia. Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai masalah persampahan dikarenakan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Semarang terletak antara garis 6 50-7 10 lintang selatan dan 109 35-110 50 bujur timur dengan 16 wilayah kecamatan di dalamnya. Kota Semarang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas sosial ekonomi. Hal ini tercermin dengan semakin meningkatnya penggunaan lahan baik

Lebih terperinci

PROPOSAL PROYEK AKHIR. Yayuk Tri Wahyuni NRP Dosen Pembimbing Endang Sri Sukaptini, ST. MT

PROPOSAL PROYEK AKHIR. Yayuk Tri Wahyuni NRP Dosen Pembimbing Endang Sri Sukaptini, ST. MT PROPOSAL PROYEK AKHIR STUDI PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA SANGATTA KABUPATEN KUTAI TIMUR STUDY ON SOLID WASTE COLLECTION AND TRANSPORT IN SANGATTA CITY,EAST KUTAI Yayuk Tri Wahyuni NRP 311

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemacetan sudah menjadi momok yang harus dihadapi hampir oleh seluruh kota-kota besar di dunia. Tolley dan Turton (1995), mendefinisikan kemacetan kendaraan sebagai

Lebih terperinci

BAB 3 TINGKAT RESIKO KEBAKARAN DI KAWASAN PERMUKIMAN PADAT KECAMATAN BOJONGLOA KALER TABEL III.1 KEPADATAN PENDUDUK KOTA BANDUNG

BAB 3 TINGKAT RESIKO KEBAKARAN DI KAWASAN PERMUKIMAN PADAT KECAMATAN BOJONGLOA KALER TABEL III.1 KEPADATAN PENDUDUK KOTA BANDUNG BAB 3 TINGKAT RESIKO KEBAKARAN DI KAWASAN PERMUKIMAN PADAT KECAMATAN BOJONGLOA KALER 3.1 Gambaran Umum Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung merupakan salah satu kawasan perkotaan yang memiliki kepadatan

Lebih terperinci