BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KOTA BANDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KOTA BANDUNG"

Transkripsi

1 BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KOTA BANDUNG 3.1 PD. Kebersihan Kota Bandung Perusahaan daerah ini dibentuk berdasarkan Perda No. 02 tahun 1985 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah Kebersihan Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung. Lalu dilakukan perubahan pada perda pembentukan tersebut untuk mengakomodir penambahan modal dasar (dari aset BUDP). Dalam menentukan tarif retribusi atau jasa pelayanan persampahan, PD. Kebersihan memiliki dasar pertimbangan, yaitu Keputusan Walikota Bandung No. 644 Tahun Program kerja PD. Kebersihan Tahun 2007 terdiri dari 9 kebijakan strategis yang masing-masing memiliki rencana implementasinya. Program kerja tersebut antara lain : a Meningkatkan kualitas SDM dan kesejahteraan pegawai Mengikuti dan melaksanakan Diklat Internal dan Eksternal lingkup Bidang Operasional dan Manajemen Peningkatan status pegawai harian, serta perbaikan kesejahteraan pegawai; perbaikan struktur gaji, tunjangan pelaksana, hari raya, beras dan air susu. b Peningkatan pendapatan jasa kebersihan Optimalisasi penagihan khusus rumah tinggal melalui pelayanan praktis dan meningkatkan kerjasama dengan RW Usulan penyesuaian tarif jasa kebersihan Intensifikasi dan ekstensifikasi penagihan c Peningkatan operasional pelayanan Pengembangan operasional penyapuan tujuh titik Pengembangan wilayah operasional dari 3 wilayah (Barat, Tengah, dan Timur) menjadi 4 wilayah (Barat, tengah, timur, dan Utara) d Peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana Pengadaan tong sampah pejalan kaki 1000 unit Pengadaan turk Arm Roll 10 m 3 Pengadaan kontainer 10 m 3 Pengadaan Well Loader 1 unit Perbaikan dan pembuatan sarana TPS 5 lokasi Pembuatan drainase dan tanggul penahan di TPA Cicabe 21

2 e Rekondisi TPA yang ada, serta perbaikan operasional TPA Sarimukti-Cipatat Rekondisi TPA yang ada; penataan dilingkungan TPA dan penghijauan Penataan TPA Sarimukti; pembuatan kolam Imdi, tempat curah/manuver truk, pemasangan pipa gas, penataan drainase, perbaikan jalan operasi, pengomposan, pengaturan pemulung, Perencanaan Teknis dan AMDAL. f Sosialisasi dan implementasi program 3 R Pemilahan dan pengolahan plastik melalui kerjasama dengan CV. Fajat, daru ulang plastik menjadi tong sampah Pengomposan dengan Bitari Uji coba pembakaran sampah dengan Asro Riset Pengolahan sampah menjadi energi listrik kerjasama dengan PT. BRIL g Sosialisasi program peran serta pmasyarakat dan meningkatkan peran serta swasta dibidang pengelolaan sampah Penyuluhan melalui RW, kelurahan, dan kecamatan Penyuluhan melalui media cetak dan elektronik Peningkatan kerjasama dengan RW Menjalin kepedulian dan mengajak pihak swasta dalam berbagai pengelolaan kebersihan h Penerapan sanksi hukum Perda K3 No. 3 Tahun 2005 Jo Perda No. 11 Tahun 2005 Sosialisasi Perda K3 No. 11 Tahun 2005 melalui buletin Brosur dan liplet tentang K3 Pelatihan dan pembekalan juru sapu serta staf berkaitan dengan pelaporan pelanggaran K3 Pengadaan sarana dan prasarana TPS di tempat-tempat tertentu i Pengelolaan sampah menjadi energi listrik (waste to energy) kerjasama dengan PT. BRIL MoU telah dilaksanakan dan di Addendum Penetapan lokasi sesuai RDTRK Gedebage Studi kelayakan sedang dikerjakan oleh ITB Amdal akan dilaksanakan Sosialisasi dilakukan oleh Tim Sosialisasi Kota Bandung Perjanjian kerjasama dan perijinan Pembangunan 22

3 TABEL III.1 JUMLAH TRUK TAHUN 2007 Kapasitas Truk WO. Utara WO. Barat WO. Selatan WO. Timur Total Kondisi Baik: 10 m m Jumah I Kondisi Rusak: 10 m m Jumlah II Total I + II Sumber : PD. Kebersihan Kota Bandung, Sejarah Pengelolaan Sampah Kota Bandung Sistem pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir yang digunakan oleh Kota Bandung berupa sistem open dumping. Sistem open dumping ini yaitu dibuang ke landasan kemudian didorong oleh alat berat hingga ke jurang. Lahan yang dibutuhkan untuk melakukan pengolahan dengan sistem ini juga cukup besar, karena sampah dibiarkan begitu saja tanpa ada pengolahan untuk mengurangi jumlah sampah yang dibuang. Menurut Kepala UPTD Kebersihan Kota Cimahi Sutisna Sumantri, S.T. dan Kasubsi Pengaturan TPA PD Kebersihan Kota Bandung Riswanto, open dumping merupakan sistem yang paling buruk dilakukan. Namun, sistem ini sebagian besar diterapkan di TPA di Indonesia. Padahal, dengan sistem ini, aliran air licit atau air lindi yang berasal dari sampah bisa menimbulkan pencemaran bagi lingkungan di sekitarnya, termasuk bau dan lalat. Kota Bandung mempercayakan pembuangan sampah kota menuju Kecamatan Cimahi Selatan. Di kecamatan tersebut terdapat TPA Leuwigajah yang memiliki luas 25,1 Ha. TPA Leuwigajah tidak hanya digunakan oleh Kota Bandung saja, Kabupaten Bandung, dan Kota Cimahi juga ikut membuang sampah mereka ke TPA tersebut. Berdasarkan data di UPTD Kebersihan Kota Cimahi dan Kantor Pengaturan TPA Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung, ribuan sampah dari Kota Bandung, Kab. Bandung, dan Kota Cimahi setiap harinya dibuang ke TPA itu. Rata-rata, sampah dari Kota Bandung itu mencapai m3/hari, Kab. Bandung sebanyak 700 m3/hari, dan Kota Cimahi sebanyak 400 m3/hari. Jika ditotal setiap harinya, setidaknya sampah yang 23

4 dibuang ke TPA Leuwigajah mencapai m3/hari. Jika dikalikan setahun atau 365 hari sudah menapai m3. TABEL III.2 TIMBULAN SAMPAH PER MINGGU DI 158 TPS KOTA BANDUNG No. TPS WO. Utara WO. Barat WO. Selatan WO. Timur

5 Sumber : PD. Kebersihan Kota Bandung, 2007 TPA Leuwigajah sudah digunakan sejak tahun 1987, dan pada tahun 2005 diperkirakan hanya bertahan hingga tahun Ribuan kubik sampah yang ada sama sekali tidak dikelola dengan baik. Sampah-sampah itu hanya dibuang ke jurang. Tak heran, jika muncul prediksi bahwa usia TPA hanya lima tahun lagi. Bagaimana tidak? Selama itu pula, pembuangan jutaan kubik sampah tidak diimbangi dengan pengelolaan yang maksimal. Akibatnya, polusi udara dan pencemaran lingkungan selalu dikeluhkan masyarakat di sekitarnya, baik itu warga RW 10 Kampung Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kec. Cimahi Selatan atau pun Kampung Cilimus Desa Batujajar Timur Kec. Batujajar, Kab. Bandung yang berbatasan langsung dengan lokasi sampah. Pada tanggal 22 Februari 2005 TPA Leuwigajah mengalami bencana longsor. Belum juga rencana pengelolaan TPA Leuwigajah secara terpadu direalisasikan, bencana longsor datang mendahului. Seperti biasa, rencana tinggal rencana karena perencanaan acap kali didahului bencana yang sebetulnya sudah jauh-jauh hari diprediksi para ahli dan akademisi yang melakukan penelitian di sana, termasuk pengelolanya sendiri. Setelah bencana longsor tersebut, Kota Bandung kewalahan dalam menangani penumpukan sampah di TPS-TPS yang tersebar. Hampir 2 minggu lamanya sampah menumpuk karena tidak tahu harus dibuang kemana. Langkah sementara yang diambil Pemerintah Kota Bandung untuk mengatasi penumpukan sampah di TPS-TPS adalah membuat lubang di beberapa tempat. Namun cara tersebut tidak bisa digunakan terlalu lama karena jumlah sampah yang telah menumpuk sudah terlalu banyak. Menjelang peringatan Konferensi Asia-Afrika 2005, lokasi TPA bagi sampah dari Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung ditetapkan di area seluas 24 hektare di kawasan hutan Perhutani di Cigedig. Untuk aspek legal penggunaan lahan tersebut Perhutani Jabar-Banten dan Pemprov Jabar menadatangani nota kesepahaman (MoU) bernomor 658.1/14/Desen-31/SJ/ Dir/2006. Dalam surat yang ditandatangani Direktur Utama Perhutani Dr Transtoto dan Gubernur Jabar H Danny Setiawan dinyatakan bahwa penggunaan lahan dalam kawasan hutan dalam wilayah administratif Kuasa Pemangkuan Hutan Bandung Utara itu berlaku mulai Agustus 2006 hingga satu tahun ke depan, atau berakhir sekitar Agustus

6 Dalam MoU itu juga disebutkan, penyediaan TPA Sarimukti, selain dimaksudkan sebagai TPA di sana juga akan dilakukan pengolahan sampah menjadi kompos. Ini antara lain untuk mengatasi masalah-masalah gangguan terhadap lingkungan yang ditimbulkan akibat penampungan sampah. Soal anggaran untuk membangun unit pengolahan sampah menjadi kompos ini dinyatakan akan dibiayai APBD Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Pemprov Jabar. Menanggapi ihwal belum terealisasinya pengolahan sampah menjadi kompos di TPA Cigedig Sarimukti ini, Kepala Perum Perhutani Unit III Jawa Barat- Banten Ir Moh Komarudin sangat prihatin. Sebab, dalam MoU dinyatakan bahwa di TPA Cigedig akan ada unit pengolahan sampah yang diproses menjadi kompos. Disebutkan Komarudin, jika memang Pemprov Jabar tidak serius, bisa saja tempat tersebut ditutup dan dikembalikan pada fungsinya sebagai hutan setelah MoU habis masa berlakunya sekitar Agustus Pihak Perhutani, menurut dia, menyediakan lahan di kawasan hutan untuk TPA tersebut semata-mata karena kepeduliannya akan lingkungan dan kebersihan suatu daerah. Tentang masih belum adanya tanda-tanda perealisasian unit pengolahan sampah menjadi kompos di TPA Cigedig ini, Komarudin menilai sebagai ketidakseriusan ketiga pemerintah daerah dalam menangani sampah di Cigedig. Karena itu, area kawasan hutan seluas 24 hektare di Cigedig itu kini menjadi tidak jelas keberadaannya. Apakah lokasi itu akan digunakan sesuai MoU atau kemudian ditinggalkan begitu saja. Perhutani, untuk penyediaan lahan tersebut, kata Komarudin, sudah mengeluarkan uang sedikitnya Rp 539 juta. Kini penggunaan TPA Sarimukti telah diperpanjang hingga tahun 2009, namun setelah itu, rencananya, tidak akan ada perpanjangan lagi. Setelah 2009, Kabupaten Bandung, Kota Bandung, dan Kota Cimahi harus berusaha mencari cara agar sampah tidak menumpuk di wilayah mereka. Kota Bandung memilih bekerjasama dengan pihak swasta PT Bandung Raya Indah Lestari (BRIL) untuk membangun pabrik pengolahan sampah menjadi energi listrik (waste to energy/plts). PLTS yang dibangun di tengah kota yang menerapkan teknologi canggih ini tidak akan menimbulkan gangguan bau, seperti halnya di negara-negara maju, Malaysia, Amerika, Inggris dan RRC. Sejak ditandatanganinya perpanjangan nota kesepahaman pada 28 Agustus 2006, PT BRIL bekerjasama dengan ITB, melakukan studi kelayakan. Pembangunan pabrik pengolahan sampah di Gedebage itu sejalan dengan projek terpadu di Bandung Timur yang direncanakan Pemkot Bandung. Projek lain yang akan dibangun di kawasan itu adalah pembangunan sarana olah raga yang diperkirakan menelan biaya Rp 26

7 200 miliar dan pembangunan terminal Rp 200 miliar. Menurut Walikota Bandung, dari 35 ha areal yang ditawarkan pemilik lahan untuk pabrik pengolah sampah, yang sudah dibebaskan investor seluas 20 ha. Menurut rencana, 5 ha untuk pabrik, 5 ha daerah hijau, dan 10 ha ring belt. Namun PT BRIL belum memutuskan apakah akan tetap berinvestasi dalam pembangunan PLTS. PT BRIL masih menunggu keseluruhan hasil kajian tim Feasibility Studi (FS) PLTS. Saat ini, tim baru menemukan fakta bahwa produksi sampah Kota Bandung hanya 500 ton atau m 3 / hari, bukan m 3 /hari seperti yang kerap diungkapkan PD Kebersihan Kota Bandung. Volume sampah itu dinilai memberatkan pihak investor. Pasalnya, dengan bahan baku 500 ton hanya mampu diubah menjadi energi listrik sebesar 10 megawatt. Sementara, nilai investasi untuk menghasilkan daya 10 megawatt tidak jauh berbeda dengan nilai untuk menghasilkan 30 megawatt, yang membutuhkan dana Rp 500 miliar. Kondisi itu akan berpengaruh pada kecepatan tercapainya break event point (BEP). Harapan PT. BRIL, BEP tercapai lima sampai delapan tahun. Jika lebih dari itu, not oke. Kapasitas produksi listrik, berbanding lurus dengan kecepatan waktu tercapai BEP. Di lain pihak, Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi meminta agar tidak mencemaskan jumlah produksi sampah Kota Bandung. Berdasarkan hasil penelitian tim FS, potensi sampah di kota masih ada sekira ton yang belum terangkut PD Kebersihan. Dengan merevitalisasi PD Kebersihan, melengkapi sarana-sarananya, saya minta perubahan skenario dari 30 megawatt menjadi 10 megawatt dulu. Pemerintah Kota Bandung kemungkinan besar akan mendatangkan sampah dari luar wilayah Kota Bandung. Keuntungan lain dari pelaksanaan bertahap ini, kenaikan retribusi yang akan dibebankan kepada masyarakat tidak akan terlalu drastis. Rencana pembangunan PLTS menyebabkan warga terbelah dua. Satu pihak bersikeras menolak, sementara pihak lainnya menyetujuinya dan meminta agar rencana itu segera direalisasikan. Warga yang menolak tergabung dalam Aliansi Rakyat Tolak Pemaksaan Pabrik Sampah di Permukiman (ARTP2SP). Adapun yang setuju dengan PLTS tergabung dalam Gerakan Pemuda Putra Daerah (Gempur). Adanya pro dan kontra terhadap rencana pembangunan PLTS di kawasan Bandung Timur Gedebage, menurut Sekda Kota Bandung, merupakan hal yang wajar akibat dari perbedaan persepsi. Persoalan pro dan kontra tidak perlu dikhawatirkan, bahkan harus menjadi pendorong pemerintah untuk bekerja lebih giat dan semangat dalam rangka meningkatkat pelayanan khususnya 27

8 dalah hal persampahan. Yang terpenting adanya trensparansi jasa tentang azas manfaat. Prospek dan kepentingan untuk masyarakat disampaikan secara jujur dan ikhlas. Pembangunan pabrik pengolahan sampah bukan untuk kepentingan pemerintah, apalagi pejabat. Untuk mengatasi pro dan kontra ini, Pemkot telah siap mengadakan MoU dengan warga Rancasari. Untuk permintaan warga akan dibicarakan secara baik-baik, diusahakan tidak terjadi konflik vertikal maupun horizontal. Mengenai masalah akses, akan dihindari melalui permukiman warga. Yang paling mungkin adalah menggunakan akses jalan tol dari KM 149,4 karena kebetulan ada rencana pembuatan interchange di titik itu. Konsekuensinya, pemkot dan investor harus membangun jalan dari titik itu menuju lokasi sepanjang dua kilometer. Rencana pembangunan akses jalan tol ke Gedebage telah mendapat sinyal positif dari Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman, dan Kepala Bappenas, Paskah Suzetta. Untuk mempercepat pelaksanaan rencana pembangunan kases jalan ke PLTS itu, wali kota segera mengusulkan kepada DPRD Kota Bandung untuk menganggarkan biaya pembebasan lahan dan pembangunan jalan sebesar Rp 30 miliar dalam APBD perubahan tahun Ditargetkan tahun 2008 projek tersebut sudah bisa dimulai. Jalan yang akan dibangun dimulai dari KM 149,4 Jalan Tol Padaleunyi dengan panjang jalan yang menghubungkan jalan tol dengan lokasi PLTS itu 2,5 km dan lebar 15 meter. 3.3 Pengangkutan Sampah di Kota Bandung Langkah-langkah pengelolaan kebersihan yang dilakukan oleh PD. Kebersihan dilaksanakan setelah sampah terkumpul di TPS-TPS. Sistem yang mengharuskan melakukan pengumpulan sampah terlebih dahulu di TPS disebut dengan sistem tidak langsung atau komunal. Kegiatan pengumpulan dan pengangkutan sampah dari sumber sampah/pemukiman hingga TPS menjadi tanggung jawab masyarakat yang dikoordinasikan oleh RT/RW, LKMD atau LSM secara swadaya dan swakelola. Alat yang dipakai dalam pengangkutan sampah dari sumber ke TPS adalah hand cart (gerobak tangan), yang memerlukan paling sedikit satu orang untuk menariknya. Menurut data mengenai tingkat pelayanan persampahan di Kota Bandung, masyarakat merasa bahwa kondisi hand cart pada umumnya sudah mencapai kondisi yang kurang baik, sebab terkadang ada sampah yang berserakan keluar dari hand cart. Selain itu masyarakat juga merasa bahwa jumlah petugas yang melakukan pengangkutan dari sumber ke TPS masih 28

9 kurang. Kemungkinan disebabkan jarang ada yang mau bekerja sebagai petugas sampah. Kesejahteraan sebagai petugas sampah kurang dapat terjamin, sementara terkadang petugas harus bekerja setiap hari dan ditemani dengan benda-benda yang berbau dan menjijikan. Karena kondisi kerja yang seperti itu, maka sudah menjadi sesuatu yang biasa apabila penampilan dari petugas sampah pun terlihat kurang baik, kalaupun memakai seragam tetapi kondisi dari seragam yang mereka kenakan biasanya kumal dan dekil. TPS-TPS yang ada di Kota Bandung terbagi dalam dua tipe yaitu steel container (kontainer besar) serta bak-bak komunal yang dibangun permanen, keduanya biasa terletak di pinggir jalan. Ukuran dari TPS kontainer terbagi dua jenis yaitu 6 dan 10 m 3, untuk peletakkannya dibutuhkan landasan permanen sekitar 20 sampai 25 m 2. Karena kesulitan mendapatkan lahan, kontainer biasanya diletakkan pada lahan yang tersedia tanpa memperdulikan ukuran dari lahan tersebut. Sementara ukuran bak komunal sangat tergantung pada lahan yang tersedia. Peletakan TPS seharusnya tidak mengganggu arus lalu lintas, namun di Kota Bandung beberapa TPS telah menyebabkan hambatan dalam lalu lintas terutama saat proses pengambilan oleh truk pengangkut sampah. Pada bak sampah di sumber ataupun di TPS biasanya terjadi sedikit perubahan dalam jumlah sampah. Terdapat suatu sistem pengelolaan yang disebut Prof. Enri Damanhuri sebagai sistem informal. Sistem ini terbentuk karena adanya dorongan kebutuhan sebagian masyarakat untuk bertahan hidup yang secara sadar atau tidak sadar telah ikut berperan dalam penanganan masalah persampahan di Kota Bandung. Sistem informal memandang sampah sebagai sumber daya ekonomi, keuntungan didapatkan melalui proses pemungutan, pemilahan, dan penjualan sampah untuk didaur ulang. Sistem ini melibatkan pemulung, bandar pengumpul sampah, dan industri daur ulang. Pengangkutan sampah tahap selanjutnya, dari TPS ke TPA, yang menjadi tanggung jawab PD. Kebersihan Kota Bandung tidak memiliki rencana yang cukup jelas. Kota Bandung tidak memiliki jadwal, waktu yang pasti kapan sampah dari setiap TPS diambil. Pergerakan truk truk pengangkut sampah di Kota Bandung dimulai dari pool yang terbagi empat sesuai dengan pembagian wilayah operasional yang dilakukan oleh PD. Kebersihan. Ke empat pool tersebut terletak di : a. Bagian Utara, dekat dengan Pasar Sadang Serang b. Bagian Barat, di Jalan Cicukan Holis c. Bagian Selatan, di Jalan Sekelimus Barat d. Bagian Timur, di Pasir Impun 29

10 Keberangkatan truk sampah dari setiap pool tidak ditetapkan kapan, semua tergantung pada waktu kedatangan masing-masing sopir. Jika diperkirakan, sebagian besar truk pengangkut sampah, mulai bekerja dari pukul enam pagi sampai dengan pukul enam sore. Mengenai pergerakan dari truk-truk pengangkut sampah sendiri, Kota Bandung tidak memiliki rencana fisik dalam hal tersebut. Semua pergerakan truk pengangkut sampah di kendalikan oleh sopir yang berada di belakang kemudi setiap truk pengangkut sampah. Tetapi ada beberapa syarat juga yang harus diperhatikan oleh para sopir dalam mengambil keputusan untuk memilih jalan yang akan mereka lalui, seperti menuju gerbang tol terdekat. Mulai dari pool sampai menuju TPS mana terlebih dahulu yang harus dituju, semua keputusan hampir diberikan semuanya kepada sopir. Kecenderungan pemilihan TPS pertama yang dituju oleh para sopir adalah TPS yang terdekat dengan pool mereka atau TPS yang terjauh dari gerbang tol terdekat di wilayah mereka. Alasan pemilihan TPS pertama tersebut adalah untuk mendapatkan jarak fisik (yang juga berdampak pada jarak waktu) yang lebih dekat pada saat melakukan pergerakan dari TPS kedua dengan gerbang tol. Efek pemilihan ini telah mendukung pergerakan minimal dalam kota. Namun pemilihan semacam itu berarti tidak memperhatikan karakteristik TPS, seberapa penting sampah di suatu kawasan harus cepat diambil dibandingkan dengan kawasan lain. Karakteristik TPS sangat penting untuk diperhatikan, terutama dari sisi volume. Volume sampah yang dihasilkan akan memberikan dampak pada jumlah hari kunjungan truk pengangkut sampah ke TPS tersebut dan ritasi pada setiap harinya. Volume sampah menjadi pertimbangan pertama sebab sampah pada TPS yang volume sampahnya cukup banyak akan memberikan peluang yang lebih cepat dalam penyebaran bau dan kemungkinan bibit penyakit yang terkandung pada sampah. Hal lain yang mempengaruhi karakteristik dari TPS adalah lokasi dari TPS itu sendiri. Lokasi TPS ini sangat berpengaruh terutama pada jenis sampah yang dihasilkan. Permukiman merupakan lokasi yang menghasilkan sampah dengan jenis yang paling beragam. Dari daerah permukiman ini umumnya dihasilkan sampah berupa sisa makanan, plastik, kertas, karton/dos, kain, kaca, daun, logam, dan kadang-kadanga sampah berukuran besar seperti dahan pohon. Permukiman dapat meliputi rumah tinggal yang ditempati oleh sebuah keluarga, atau sekelompok rumah yang berada dalam suatu kawasan, maupun unit rumah tinggal yang berupa rumah susun. Dari rumah tinggal juga dapat dihasilkan sampah golongan B3 (bahan berbahaya dan racun), seperti baterai, lampu 30

11 TL, oli bekas, dan lain-lain. Permukiman adalah tempat dimana mayoritas penduduk berada, sehingga jika sampah di TPS dekat lingkungan mereka tidak cepat diambil maka bahaya akan mengancam orang dalam jumlah yang banyak. Selain itu terdapat juga faktor dorongan dari warga permukiman sendiri yang tidak ingin wilayahnya terdapat sampah. Waktu kerja truk pengangkut sampah yang dimulai dari pukul enam pagi sampai pukul enam sore tersebut, untuk beberapa TPS memerlukan waktu tambahan lagi. Dua belas jam waktu kerja saat ini hanya menghasilkan 3 rit (bolak balik TPS TPA). Hal itu menyebabkan TPS yang volume sampahnya berlebih, sehingga memerlukan 4 sampai dengan 5 rit, memerlukan waktu tambahan pergerakan truk pengangkut sampah pada malam hari. Begitu pula TPS yang mendapatkan giliran rit keempat atau kelima dari sebuah truk yang bertugas. Pergerakan truk pengangkut sampah pada keadaan terang disebut sebagai shift I, sementara yang dilakukan pada saat gelap disebut sebagai shift II. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sedikitnya ritasi yang dapat dihasilkan oleh truk pengangkut sampah dalam jangka waktu dua belas jam tersebut. Faktor pertama adalah jarak yang relatif jauh menuju TPA Sarimukti. Lokasi TPA Sarimukti yang berada di sebelah Barat luar Kota Bandung, sekitar Rajamandala, telah cukup menghabiskan waktu truk pengangkut sampah dalam mencapainya. Truk sampah yang memiliki keterbatasan kecepatan karena mengangkut beban sampah hingga 10 m 3 ditambah dengan berat truk itu sendiri, tidak bisa bergerak terlalu cepat. Untuk sementara semua itu harus dilakukan hingga Kota Bandung mendapatkan lokasi TPA lain yang lebih dekat. Dengan adanya rencana pembangunan PLTS di Gedebage, maka jarak tempuh truk bisa dikurangi dan ada kemungkinan jumlah ritasi truk pengangkut sampah bisa meningkat. Faktor kedua adalah antrian saat membuang sampah, mungkin ini adalah faktor yang sulit diubah, semuanya tergantung pada sistem antrian yang digunakan di TPA. Saat membuang sampah biasanya truk pengangkut sampah harus mengantri, seperti saat akan melewati gerbang tol, untuk membuang sampahnya di TPA. Proses antrian ini tentunya akan menghabiskan waktu menunggu yang cukup lumayan. Kalaupun PLTS di Gedebage jadi dibangun, waktu yang dihabiskan truk dalam proses antrian ini kemungkinan besar tidak akan berubah kecuali PLTS mempunyai sistem lain dalam proses pemindahan sampah dari truk ke tempat yang telah disediakan. Jadi faktor kedua ini bisa dikatakan faktor yang tetap hingga PLTS di Gedebage dibangun dan diketahui apakah telah memiliki sistem yang berbeda dengan yang telah digunakan di TPA selama ini. Jika terdapat sistem yang berbeda maka waktu bisa dikurangi, jika tidak maka waktu akan sama saja. 31

12 Faktor yang ketiga dan yang paling penting adalah waktu kerja truk pengangkut sampah. Pukul enam pagi hingga pukul enam sore adalah waktu dimana masyarakat di Kota Bandung melakukan kegiatan sehari-harinya. Disini terjadi benturan antara pergerakan truk pengangkut sampah dengan pergerakan masyarakat kota yang memiliki mobilitas tinggi. Masalah lain dari mobilitas tinggi tersebut adalah dominasi kendaraan pribadi. Sistem Angkutan Umum Massal (SAUM) yang dimiliki Kota Bandung tampak kurang diminati oleh masyarakatnya, sehingga jalan-jalan dipenuhi oleh kendaraan pribadi yang terkadang kapasitas kendaraan sering tidak mencapai fungsi maksimalnya (misal, kendaraan untuk empat orang hanya menampung dua atau bahkan satu orang saja). Hal tersebut tentunya sangat membantu dalam peningkatan keramaian dan kepadatan lalu lintas, pada akhirnya berujung pada kemacetan lalu lintas. Truk-truk pengangkut sampah tersebut harus terlibat dalam ramai dan padatnya lalu lintas perkotaan, bahkan tak jarang truk pengangkut sampah itu sendiri yang menjadi penyebab kemacetan karena harus berhenti mengambil sampah dan mengurangi luas efektif jalan. Keberadaan truk pengangkut sampah pada kondisi terang, dimana menyatu dengan kegiatan utama sebagian besar masyarakat, telah menimbulkan beberapa protes yang tidak tersampaikan secara terang-terangan kepada Pemkot Bandung. Sifat dari truk pengangkut sampah ini sangat sensitif. Mungkin masyarakat tidak akan terlalu mengeluh karena polusi yang ditimbulkan dari asap knalpot, tapi akan bereaksi pada polusi yang disebabkan dari sampah yang diangkut. Bau dan cairan lychet yang berasal dari sampah sangat mempengaruhi masyarakat karena mengganggu dan dampaknya terhadap kesehatan cukup terasa, seperti penyakit diare. Banyak keluhan umum yang dilontarkan masyarakat seperti tidak mau kendaraan yang ditumpangi berada dekat dengan truk pengangkut sampah karena baunya, truk sampah yang menyebabkan kemacetan saat mengambil sampah, serta truk sampah yang berjalan lambat. Tampak bahwa pergerakan shift I truk pengangkut sampah tidak hanya berdampak pada waktu lebih lama yang dibutuhkan oleh truk pengangkut sampah tapi juga mengganggu kegiatan masyarakat yang sebagian besar terjadi pada saat terang. Semakin lama waktu perjalanan yang diperlukan maka akan semakin besar biaya perjalanan yang dihabiskan. Jika faktor lain, yaitu ketersediaan truk pengangkut sampah diperhitungkan maka bisa juga berpengaruh pada terjadinya fenomena 3 rit dalam dua belas jam. Apabila jumlah truk pengangkut sampah yang dimiliki oleh PD. Kebersihan sama dengan jumlah 32

13 TPS yang ada kemungkinan terjadinya shift II bisa dihilangkan. Beberapa truk sampah yang mengangkut sampah di TPS yang volumenya tidak terlalu banyak bisa membantu truk pengangkut sampah yang mengangkut sampah di TPS yang volumenya sangat banyak. Namun jumlah truk pengangkut sampah yang sama dengan jumlah TPS ini akan menyebabkan kinerja truk tidak efektif dan efisien, sebab ada kemungkinan sejumlah truk tidak terpakai pada hari-hari tertentu. Tidak semua TPS memerlukan pengangkutan setiap hari. Bagaimana tentang pengangkutan sampah saat Kota Bandung masih mempergunakan TPA Leuwigajah. Pengangkutan sampah di Kota Bandung pada masa menggunakan TPA Leuwigajah hampir tidak memiliki perbedaan pada saat menggunakan TPA Sarimukti. Pergerakan utama truk-truk pengangkut sampah terjadi pada saat hari terang, pukul enam pagi sampai dengan enam sore. Namun kelebihan pada saat masih menggunakan TPA Leuwigajah adalah jarak yang lebih dekat jika dibandingkan dengan TPA Sarimukti. Sesuai dengan faktor pertama pada fenomena 3 rit dalam dua belas jam saat menggunakan TPA Sarimukti sekarang ini, jumlah ritasi yang bisa dilakukan saat menggunakan TPA Leuwigajah adalah 4 rit dalam dua belas jam. Faktor jarak sangat terasa pengaruhnya dalam mengurangi rata-rata ritasi dari 3 jam per rit (TPA Leuwigajah) menjadi 4 jam per rit (TPA Sarimukti). Perbedaan sebesar 1 jam per rit ini hanya dipengaruhi oleh faktor jarak, bagaimana jika terjadi intervensi pada faktor lainnya, tentu akan ada perbedaan rata-rata ritasi yang lebih besar lagi. PLTS di Gedebage telah memiliki keuntungan dalam faktor jarak untuk meningkatkan rata-rata ritasi truk pengangkut sampah. Lokasi yang masih berada di Kota Bandung telah mengurangi jarak yang harus ditempuh truk pengangkut sampah dari setiap TPS menuju PLTS. Jika hanya dilihat 3 faktor yang mempengaruhi rata-rata ritasi truk pengangkut sampah yaitu, jarak, proses antrian, dan waktu kerja truk pengangkut sampah, maka ada satu lagi faktor yang bisa diintervensi untuk meningkatkan rata-rata ritasi. Faktor tersebut tidak lain adalah waktu kerja truk sampah, faktor proses antrian sulit diintervensi karena hal tersebut sangat bergantung pada rencana sistem pemindahan sampah dari truk ke tempat yang telah disediakan di PLTS. Selama ini pergerakan utama truk pengangkut sampah adalah pada saat hari terang, dimana jalan-jalan di Kota Bandung ramai dan padat sehingga harus memilih jalan-jalan tertentu yang arus lalu lintasnya lebih lancar. Pergerakan saat hari terang ini juga telah menghambat laju pergerakan truk pengangkut sampah karena harus terlibat dalam kemacetan pada beberapa titik, dan yang 33

14 tidak bisa dilupakan adalah kegiatan masyarakat yang juga terganggu dengan keberadaan truk tersebut dalam mobilitas mereka. 34

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang kian mendesak di kotakota di Indonesia termasuk kota Bandung. Penanganan dan pengendalian permasalahan persampahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Syarat Penentuan Rute Truk Pengangkut Sampah Syarat Penentuan Rute Truk Pengangkut Sampah di Kota Bandung

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Syarat Penentuan Rute Truk Pengangkut Sampah Syarat Penentuan Rute Truk Pengangkut Sampah di Kota Bandung BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Syarat Penentuan Rute Truk Pengangkut Sampah Pada bagian ini akan dibahas mengenai syarat-syarat penentuan rute truk pengangkut sampah yang dipakai oleh PD. Kebersihan Kota

Lebih terperinci

IMPLIKASI KEBERADAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH GEDEBAGE TERHADAP RUTE TRUK PENGANGKUT SAMPAH TUGAS AKHIR. Oleh : ADITYA PASHA PARMA

IMPLIKASI KEBERADAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH GEDEBAGE TERHADAP RUTE TRUK PENGANGKUT SAMPAH TUGAS AKHIR. Oleh : ADITYA PASHA PARMA IMPLIKASI KEBERADAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH GEDEBAGE TERHADAP RUTE TRUK PENGANGKUT SAMPAH TUGAS AKHIR Oleh : ADITYA PASHA PARMA 15403012 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Adapun bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi dari penelitian mengenai Kajian Pengelolaan Sampah yang Terintegrasi untuk Mendukung Pengelolaan Sampah yang Berkelanjutan.

Lebih terperinci

PERANSERTA PEMERINTAH, SWASTA, DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG DINAS KEBERSIHAN & PERTAMANAN KOTA SEMARANG TAHUN 2010

PERANSERTA PEMERINTAH, SWASTA, DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG DINAS KEBERSIHAN & PERTAMANAN KOTA SEMARANG TAHUN 2010 PERANSERTA PEMERINTAH, SWASTA, DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG DINAS KEBERSIHAN & PERTAMANAN KOTA SEMARANG TAHUN 2010 SKPD DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA SEMARANG Visi :

Lebih terperinci

KRITERIA, INDIKATOR DAN SKALA NILAI FISIK PROGRAM ADIPURA

KRITERIA, INDIKATOR DAN SKALA NILAI FISIK PROGRAM ADIPURA Lampiran IV : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 01 Tahun 2009 Tanggal : 02 Februari 2009 KRITERIA, INDIKATOR DAN SKALA NILAI FISIK PROGRAM ADIPURA NILAI Sangat I PERMUKIMAN 1. Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang TUGAS AKHIR 108 Periode Agustus Desember 2009 Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang Oleh : PINGKAN DIAS L L2B00519O Dosen Pembimbing : Ir. Abdul Malik, MSA Jurusan Arsitektur Fakultas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 758 TAHUN : 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BANTAENG, 30 JANUARI (Prof. DR. H.M. NURDIN ABDULLAH, M.Agr)

BANTAENG, 30 JANUARI (Prof. DR. H.M. NURDIN ABDULLAH, M.Agr) LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.53/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA FORMULIR ISIAN SISTEM MANAJEMEN PROGRAM

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Laporan Akhir PENYUSUNAN LAYANAN PERSAMPAHAN KOTA BOGOR

KATA PENGANTAR. Laporan Akhir PENYUSUNAN LAYANAN PERSAMPAHAN KOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dokumen Layanan Persampahan Kota Bogor merupakan dokumen yang memuat keadaaan terkini kondisi persampahan Kota Bogor. Penyusunan dokumen ini pada dasarnya ditujukan pada pendayagunaan segenap

Lebih terperinci

KAJIAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN MATARAM

KAJIAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN MATARAM KAJIAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN MATARAM Astrin Muziarni *) dan Yulinah Trihadiningrum Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Cokroaminoto 12A, Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan jumlah penduduk di Indonesia menempati urutan ke-4 terbanyak di

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan jumlah penduduk di Indonesia menempati urutan ke-4 terbanyak di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampah merupakan masalah yang dihadapai di hampir seluruh Negara di dunia. Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai masalah persampahan dikarenakan jumlah penduduk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ABSTRAK KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH Peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kuantitas sampah kota. Timbunan sampah yang tidak terkendali terjadi

Lebih terperinci

ASPEK MANAJEMEN (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN)

ASPEK MANAJEMEN (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN) ASPEK MANAJEMEN (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN) A. KELEMBAGAAN 1. UMUM Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial perekonomian suatu kota, kompleksitas permasalahan sampahpun akan meningkat, seperti

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK Joko Widodo dan Yulinah Trihadiningrum Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP - ITS Surabaya ABSTRAK Pembuangan akhir sampah yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Tinjauan Umum Perusahaan Daerah Kota Bandung Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung merupakan Badan Usaha Milik Daerah yang bergerak

Lebih terperinci

BAB IV POTENSI DAN PERMASALAHAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BIDANG PENGELOLAAN SAMPAH DI METROPOLITAN BANDUNG

BAB IV POTENSI DAN PERMASALAHAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BIDANG PENGELOLAAN SAMPAH DI METROPOLITAN BANDUNG BAB IV POTENSI DAN PERMASALAHAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BIDANG PENGELOLAAN SAMPAH DI METROPOLITAN BANDUNG Seperti diuraikan pada bab selanjutnya bahwa karakteristik dari pembangunan berkelanjutan adalah

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Implementasi Perda No 02 Tahun 2011 Di Kota Samarinda (Ghea)

Implementasi Perda No 02 Tahun 2011 Di Kota Samarinda (Ghea) Implementasi Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kelurahan Sempaja Utara Dan Kelurahan Sempaja Selatan Kota Samarinda Ghea Puspita Sari 1, Aji Ratna Kusuma 2, Rita Kalalinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah menjadi persoalan serius terutama di kota-kota besar, tidak hanya di Indonesia saja, tapi di seluruh

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBERSIHAN, KEINDAHAN, DAN KESEHATAN LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBERSIHAN, KEINDAHAN, DAN KESEHATAN LINGKUNGAN LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 16 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBERSIHAN, KEINDAHAN, DAN KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah persampahan kota hampir selalu timbul sebagai akibat dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA.

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA. PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG KEBERSIHAN KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

PD KEBERSIHAN KOTA BANDUNG Tahun 2015

PD KEBERSIHAN KOTA BANDUNG Tahun 2015 PD KEBERSIHAN KOTA BANDUNG Tahun 2015 GAMBARAN UMUM Kota Bandung sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat Luas wilayah 16.729,650 Ha Terletak diketinggian 675 m 1.050 m dpl Letak Geografis berupa Pegunungan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MOJOKERTO PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN TAHUN 2006

PEMERINTAH KOTA MOJOKERTO PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN TAHUN 2006 PEMERINTAH KOTA MOJOKERTO PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN TAHUN 006 DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN TAHUN 007 GAMBARAN UMUM PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH KOTA MOJOKERTO ======================================================

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota dapat menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan. Salah satu efek negatif tersebut adalah masalah lingkungan hidup yang disebabkan

Lebih terperinci

Elsa Martini Jurusan PWK Universitas Esa Unggul, Jakarta Jl. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk Jakarta

Elsa Martini Jurusan PWK Universitas Esa Unggul, Jakarta Jl. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk Jakarta PENGARUH LOKASI TPS SAMPAH DI BAWAH JEMBATAN TERHADAP KEGIATAN MASYARAKAT DENGAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN UU RI & PERDA YANG TERKAIT DIDALAMNYA (STUDI KASUS KELURAHAN TANJUNG DUREN SELATAN) Elsa Martini

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA MALANG

EVALUASI SISTEM PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA MALANG PROGRAM PASCA SARJANA TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER EVALUASI SISTEM PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA MALANG Disusun Oleh

Lebih terperinci

PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN

PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN TAHUN 005 PEMERINTAH KOTA MOJOKERTO GAMBARAN UMUM PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH KOTA MOJOKERTO ====================================================== Batas Umum Kota Mojokerto

Lebih terperinci

Lay out TPST. ke TPA. Pipa Lindi

Lay out TPST. ke TPA. Pipa Lindi Lay out TPST A A B ke TPA 1 2 3 B 14 10 11 12 13 4 Pipa Lindi 18 15 9 8 18 7 5 19 16 17 18 1) Area penerima 2) Area pemilahan 3) Area pemilahan plastik 4) Area pencacah s.basah 5) Area pengomposan 6) Area

Lebih terperinci

PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA

PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA Perumahan menengah : meliputi kompleks perumahan atau dan sederhana permukiman Perumahan pasang surut : meliputi perumahan yang berada di daerah

Lebih terperinci

Rute Pengangkutan Eksisting Kendaraan Arm Roll Truck

Rute Pengangkutan Eksisting Kendaraan Arm Roll Truck Rute Pengangkutan Eksisting Kendaraan Arm Roll Truck TPA POOL Keterangan : BL 8041 AJ BL 8098 AH Kontainer 4. TPS Gerobak 1,5 m³ sebanyak 6 unit, bak pasangan bata terbuka 3 m³ sebanyak 1 unit, kontainer

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 29 TAHUN 2003 T E N T A NG KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 29 TAHUN 2003 T E N T A NG KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 29 TAHUN 2003 T E N T A NG KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah telah lama menjadi masalah besar diberbagai kota besar yang ada di Indonesia, meningkatnya jumlah penduduk berbanding lurus dengan jumlah sampah yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB III PERAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA CIREBON DALAM PENGOLAHAN SAMPAH TAHUN 2016

BAB III PERAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA CIREBON DALAM PENGOLAHAN SAMPAH TAHUN 2016 BAB III PERAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA CIREBON DALAM PENGOLAHAN SAMPAH TAHUN 2016 Kota Cirebon memiliki luas wilayah administratif yang relatif sempit dibandingkan dengan Kota-Kota lainnya di Propinsi

Lebih terperinci

Indikator Konten Kuesioner

Indikator Konten Kuesioner Indikator Konten Kuesioner No Variabel Pertanyaan 1 Internal (Kekuatan dan Kelemahan) 1. Bagaimana pendapat anda mengenai lokasi (positioning) kawasan jasa dan perdagangan di Jalan Pamulang Raya, Kecamatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN ASET SISTEM PERSAMPAHAN DI KOTA POSO

STRATEGI PENGELOLAAN ASET SISTEM PERSAMPAHAN DI KOTA POSO STRATEGI PENGELOLAAN ASET SISTEM PERSAMPAHAN DI KOTA POSO Oleh : EBERT FEBRIANUS TONIMBA Dosen Pembimbing : Prof. Ir. JONI HERMANA, M.Sc.ES., Ph.D. LATAR BELAKANG Kondisi sarana dan prasarana yang tersedia

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN LAHAN UNTUK PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dinamika perkembangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia merupakan negara yang sedang berupaya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia merupakan negara yang sedang berupaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sebagai negara berkembang, Indonesia merupakan negara yang sedang berupaya mengembangkan sektor perokonomian. Pertumbuhan perekonomian yang sedang berlangsung di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM 99 BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM 6.1 Perumusan Alternatif Strategi dan Program Untuk dapat merumuskan alternatif strategi dan program peningkatan pelayanan sampah perumahan pada kajian ini digunakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 54 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DAN ZAT KIMIA PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA DAN BANDAR UDARA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Antrian adalah suatu proses kegiatan manusia yang memerlukan waktu, tempat dan tujuan yang bersamaan, dimana kegiatan tersebut tidak adanya keseimbangan antara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam program pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah program lingkungan sehat, perilaku

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR + BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR

VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR 6.1. Pengelolaan Sampah Pasar Aktivitas ekonomi pasar secara umum merupakan bertemunya penjual dan pembeli yang terlibat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila tidak diimbangi dengan fasilitas lingkungan yang memadai, seperti penyediaan perumahan, air bersih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan kota metropolitan di beberapa negara berkembang telah menimbulkan permasalahan dalam hal pengelolaan sampah (Petrick, 1984). Saat ini

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi masyarakat memberikan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampah merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Sampah dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan jumlah

Lebih terperinci

BAB IV. Strategi Pengembangan Sanitasi

BAB IV. Strategi Pengembangan Sanitasi BAB IV Strategi Pengembangan Sanitasi Program pengembangan sanitasi untuk jangka pendek dan menengah untuk sektor air limbah domestik, persampahan dan drainase di Kabupaten Aceh Jaya merupakan rencana

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI Penelitian dimulai pada bulan Oktober sampai Desember 2008, bertempat di beberapa TPS pasar di Kota Bogor, Jawa Barat yaitu pasar Merdeka, pasar Jl. Dewi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 49 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 49 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 49 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2010 TENTANG KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iii INTISARI... iv ABSTRACT

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iii INTISARI... iv ABSTRACT DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Temuan Utama

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Temuan Utama BAB V PEMBAHASAN 5.1 Temuan Utama 5.1.1 Manfaat Pada penelitian ini, penulis membuat skenario menjadi 3 (tiga) beserta manfaatnya, yaitu sebagai berikut: Skenario A Skenario A atau Pengurangan Sampah (Reduce),

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo

BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO 2.1. Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo Hingga pertengahan tahun 2005 pengelolaan lingkungan hidup di Kota Probolinggo dilaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016 KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016 RINGKASAN EKSEKUTIF Dokumen Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kota (SSK) Tahun 2016 ini merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan dengan dokumen lainnya yang telah tersusun

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 14 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 14 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 14 TAHUN 20097 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK. menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan plastik kemudian

BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK. menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan plastik kemudian BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK 6.1. Pewadahan Sampah Pewadahan individual Perumahan Cipinang Elok pada umumnya dibagi menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah.

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah sampah merupakan fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain masyarakat

Lebih terperinci

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang sering terjadi di suatu negara yang tingkat pembangunannya tidak merata. Fenomena urbanisasi menyebabkan timbulnya pemukimanpemukiman

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBUANGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBUANGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBUANGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dioperasikan secara open dumping, yaitu sampah yang datang hanya dibuang

BAB I PENDAHULUAN. masih dioperasikan secara open dumping, yaitu sampah yang datang hanya dibuang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan permasalahan cukup pelik yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia. Begitu pula dengan di Indonesia terutama di kota besar dan metropolitan, masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menyebabkan bertambahnya volume

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menyebabkan bertambahnya volume BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menyebabkan bertambahnya volume dan jenis sampah,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung Upaya Pemerintah Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung untuk dapat melayani masyarakat kotanya

Lebih terperinci

BAB IV INVENTARISASI STUDI PERSAMPAHAN MENGENAI BIAYA SPESIFIK INVESTASI

BAB IV INVENTARISASI STUDI PERSAMPAHAN MENGENAI BIAYA SPESIFIK INVESTASI BAB IV INVENTARISASI STUDI PERSAMPAHAN MENGENAI BIAYA SPESIFIK INVESTASI 4.1 Umum Pada bab ini berisi uraian studi yang dilakukan Departemen Pekerjaan Umum (tahun 2006) mengenai penyusunan perhitungan

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LAMPIRAN L.3 - B. PROPOSAL KERJASAMA CSR Program Makassar Bebas Sampah

LAMPIRAN L.3 - B. PROPOSAL KERJASAMA CSR Program Makassar Bebas Sampah LAMPIRAN L.3 - B PROPOSAL KERJASAMA CSR Program Makassar Bebas Sampah Latar Belakang M asalah persampahan di kota Makassar sudah menjadi masalah yang harus segera mendapatkan perhatian serius baik oleh

Lebih terperinci

BAB I Permasalahan Umum Persampahan

BAB I Permasalahan Umum Persampahan BAB I Permasalahan Umum 1.1. Timbulan Sampah Permasalahan yang berhubungan dengan timbulan sampah antara lain sebagai berikut: Produksi sampah setiap orang rata-rata terus meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya pengertian masyarakat terhadap akibat-akibat yang dapat ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya pengertian masyarakat terhadap akibat-akibat yang dapat ditimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masalah sampah di Indonesia merupakan masalah yang rumit karena kurangnya pengertian masyarakat terhadap akibat-akibat yang dapat ditimbulkan oleh sampah.

Lebih terperinci

KUESIONER UNTUK PEDAGANG

KUESIONER UNTUK PEDAGANG Lampiran 1 KUESIONER UNTUK PEDAGANG PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH DAN PARTISIPASI PEDAGANG UNTUK MENCIPTAKAN LINGKUNGAN BERSIH DI BASEMENT PASAR PETISAH KOTA MEDAN TAHUN 2012 I. Identitas Pedagang No.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas angkutan barang dan jasa (orang) yang aman, nyaman, dan berdaya guna.

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik III-1 BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab strategi percepatan pembangunan sanitasi akan dijelaskan lebih detail mengenai tujuan sasaran dan tahapan pencapaian yang ingin dicapai dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. umumnya termasuk Indonesia adalah pertumbuhan penduduk yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. umumnya termasuk Indonesia adalah pertumbuhan penduduk yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dihadapi negara-negara sedang berkembang pada umumnya termasuk Indonesia adalah pertumbuhan penduduk yang sangat cepat. Menurut Badan Kependudukan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 6A TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN BUPATI LOMBOK BARAT, Menimbang : a. bahwa salah satu faktor

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN KOTA KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas masyarakat. Setiap aktivitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Seiring dengan tumbuhnya sebuah kota,

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU KOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG CIPTA KARYA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BATU KOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG CIPTA KARYA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasar dinyatakan sebagai kumpulan pembeli dan penjual yang melakukan

I. PENDAHULUAN. Pasar dinyatakan sebagai kumpulan pembeli dan penjual yang melakukan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara tradisional menurut Kotler (2007) pasar merupakan tempat fisik dimana para pembeli dan penjual berkumpul untuk membeli dan menjual barang. Pasar dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah Permasalahan Mendesak Tujuan Sasaran Strategi Program Kegiatan 1. Meningkatnya pembangunan Tersedianya Tersedianya Penyusunan Masterplan Penyusunan Masterplan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang : a. bahwa sebagai akibat bertambahnya

Lebih terperinci

TPST Piyungan Bantul Pendahuluan

TPST Piyungan Bantul Pendahuluan TPST Piyungan Bantul I. Pendahuluan A. Latar belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju dan kemegahan zaman mempengaruhi gaya hidup manusia ke dalam gaya hidup yang konsumtif dan serba instan. Sehingga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Mohd. Gempur Adnan

KATA PENGANTAR. Mohd. Gempur Adnan KATA PENGANTAR Kami menyambut baik terbitnya Buku Statistik Persampahan Indonesia tahun 2008 ini. Terima kasih kami sampaikan kepada pihak Japan International Cooperation Agency (JICA) yang telah memprakarsai

Lebih terperinci

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci